konstruksi perempuan dalam keluarga perspektif … · persoalan dalam keluarga. oleh sebab itu,...

29
Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA ‘Anil Islam: Jurnal Kebudayaan dan Ilmu Keislaman published by Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep. Vol 12, No 2, December 2019, p. 264-292 ISSN: 2085-4080, E-ISSN: 2528-7532 available online at http://jurnal.instika.ac.id/index.php/AnilIslam KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF KITAB AL-TAFSĪR AL- WASĪṬ LI AL-QUR’ĀN AL-KARĪM CONSTRUCTION OF WOMEN IN THE FAMILY FROM THE PERSPECTIVE OF BOOK OF AL- TAFSĪR AL-WASĪṬ LI AL-QUR’ĀN AL-KARĪM Ali Hendri UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta [email protected] Abstrak: Persoalan peran dan posisi perempuan dalam keluarga merupakan hal yang penting untuk dikaji. Sebab, pemahaman yang utuh tentang perempuan tidak akan melahirkan pandangan-pandangan yang bias. Pandangan yang bias tentang perempuan, bisa menjadi pintu masuk munculnya berbagai persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid T āntāwī dalam kitab al-Tafsīr al-Wasīt Li al-Qur’ ān al-Karīm dengan menggunakan metode analisa deskriptif, sejarah sosial dan juga menggunakan teori gender. Adapun jawaban terhadap permasalahan penelitian yang diajukan, peneliti menemukan bahwa posisi perempuan dalam rumah tangga adalah sebagai asisten laki-laki. Adapun bentuk kepemimpinan laki-laki atas perempuan tersebut sifatnya absolut. Namun, harus berlandaskan pada asas maslaha. Begitu juga tentang poligami dan nusyuz, Muhammad Sayyid Tantawi berusaha untuk bersikap moderat walaupun di satu sisi ia membolehkan poligami, namun di sisi lain ada syarat yang harus dipenuhi serta batasan yang tidak boleh dilanggar. Sedangkan dari sisi spiritualitasnya, menurut Muhammad Sayyid Tantawi spiritualitas laki-laki dan perempuan adalah sebanding, tidak ada yang lebih diunggulkan. Kata kunci: muhammad sayyid tantawi, nusyuz, poligami, spiritualitas Abstract: Problems as for the roles and positions of women in the family are essential to study. This is because a holistic understanding regarding women will not produce a biased perspective. A biased perspective towards women can be a stepping stone to family problems. In light of that, the research aims to discuss women in the family from the perspective of Muhammad Sayyid Tāntāwī in the book of al-Tafsīr al-Wasīt Li al-Qur' ān al-Karīm by using a descriptive-analytic method, social history, and gender theory. According to the book, the position of

Upload: others

Post on 17-Nov-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

‘Anil Islam: Jurnal Kebudayaan dan Ilmu Keislaman published by Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep. Vol 12, No 2, December 2019, p. 264-292 ISSN: 2085-4080, E-ISSN: 2528-7532 available online at http://jurnal.instika.ac.id/index.php/AnilIslam

KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM

KELUARGA PERSPEKTIF KITAB AL-TAFSĪR AL-WASĪṬ LI AL-QUR’ĀN AL-KARĪM

CONSTRUCTION OF WOMEN IN THE FAMILY

FROM THE PERSPECTIVE OF BOOK OF AL-TAFSĪR AL-WASĪṬ LI AL-QUR’ĀN AL-KARĪM

Ali Hendri

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta [email protected]

Abstrak: Persoalan peran dan posisi perempuan dalam keluarga merupakan hal yang penting untuk dikaji. Sebab, pemahaman yang utuh tentang perempuan tidak akan melahirkan pandangan-pandangan yang bias. Pandangan yang bias tentang perempuan, bisa menjadi pintu masuk munculnya berbagai persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid Tāntāwī dalam kitab al-Tafsīr al-Wasīt Li al-Qur’ān al-Karīm dengan menggunakan metode analisa deskriptif, sejarah sosial dan juga menggunakan teori gender. Adapun jawaban terhadap permasalahan penelitian yang diajukan, peneliti menemukan bahwa posisi perempuan dalam rumah tangga adalah sebagai asisten laki-laki. Adapun bentuk kepemimpinan laki-laki atas perempuan tersebut sifatnya absolut. Namun, harus berlandaskan pada asas maslaha. Begitu juga tentang poligami dan nusyuz, Muhammad Sayyid Tantawi berusaha untuk bersikap moderat walaupun di satu sisi ia membolehkan poligami, namun di sisi lain ada syarat yang harus dipenuhi serta batasan yang tidak boleh dilanggar. Sedangkan dari sisi spiritualitasnya, menurut Muhammad Sayyid Tantawi spiritualitas laki-laki dan perempuan adalah sebanding, tidak ada yang lebih diunggulkan. Kata kunci: muhammad sayyid tantawi, nusyuz, poligami, spiritualitas

Abstract: Problems as for the roles and positions of women in the family are essential to study. This is because a holistic understanding regarding women will not produce a biased perspective. A biased perspective towards women can be a stepping stone to family problems. In light of that, the research aims to discuss women in the family from the perspective of Muhammad Sayyid Tāntāwī in the book of al-Tafsīr al-Wasīt Li al-Qur' ān al-Karīm by using a descriptive-analytic method, social history, and gender theory. According to the book, the position of

Page 2: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 265

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

women in the household is men's assistance, and the leadership of men towards women is absolute. However, the leadership should be based on asas maslaha (public interest). So too with polygamy and nusyuz, Muhammad Sayyid Tantawi tried to be moderate. Although he allowed polygamy, there should be requirements to be fulfilled and boundaries not to be violated. As for the spiritual side, according to Muhammad Sayyid Tantawi, men and women are equal, and nothing is prioritized. Keywords: muhammad sayyid tantawi, nusyuz, poligamy, spirituality.

Pendahuluan

Jika ditilik dari sejarahnya, ketidakadilan terhadap

perempuan memang benar adanya dan bukan merupakan

mitos belaka. Hal ini bisa dilihat pada peradaban-peradaban

besar seperti Romawi dan Yunani, di mana sosok ayah dan

suami memiliki kuasa dan kendali penuh terhadap nasib kaum

perempuan. Beragam praktik yang merugikan kaum

perempuan banyak terjadi, seperti pengusiran, penganiayaan,

praktik penjualan, bahkan pembunuhan.1 Termasuk juga

terekam dalam sejarah, perempuan tidak punya hak untuk

mencintai. Seperti yang pernah termaktub dalam Undang-

undang India, hak untuk mencintai tidak dimiliki oleh kaum

perempuan.2 Begitu juga dengan peradaban Arab zaman

dahulu seperti Mesir, masyarakatnya suka berfoya-foya

(minum khamr) dan menganggap bahwa kelahiran anak

perempuan sebagai aib.3 Hal-hal yang sakral seperti

pernikahan, pada waktu itu begitu transaksional seperti halnya

dalam praktik jual beli4, perempuan termarginalkan dan

diperlakukan layaknya budak.5

1 Qāsim Amīn, Taḥrīr al-Mar’ah, (Kairo: Hindawi, 2012), 12. 2 Agustin Hanafi, ‚Peran Perempuan dalam Islam‛, dalam jurnal Gender

Equality, Vol. 1, No. 1, Maret 2015, 16. 3 Jamāl al-Bannā, al-Mar’ah al-Muslimah Bayna Taḥrir al-Qur’an wa Taqyid

al-Fuqaha’ (Kairo: Dar al-Fikr, tt), 9. 4 Zainab Riḍwan, al-Mar’ah bayna al-Maurua wa at-Taḥdiṡ, (Kairo: Hay‘ah

al-Maṣriyah al-Ammah li al-Kitab, 2014) 33-34. 5 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998), 296-7.

Page 3: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

266 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

Pada titik ini, doktrin-doktrin agama dipandang

memberikan penguatan terhadap penempatan perempuan

pada posisi yang kurang menguntungkan. Termasuk juga

tafsir kitab suci, pada perkembangannya terdapat tafsir-tafsir

yang melahirkan paradigma yang kurang menguntungkan

pada perempuan dengan tafsir yang bernada bias gender dan

menjadikan perempuan semata-mata objek bagi kaum laki-

laki.6 Padahal dalam konteks kehidupan keluarga, laki-laki dan

perempuan adalah mitra sejajar baik dalam mencari nafkah

dan mendidik anak.7 Sementara mindset yang berkembang di

masyarakat selama ini tidak demikian, mereka terlanjur

memposisikan perempuan sebagai makhluk second class.8 Dan

ketika perempuan dikatakan mempunyai posisi sejajar,

kesejajaran tersebut hanya diukur dari parameter laki-laki

saja.9

Dalam kondisi seperti itulah kemudian Nabi Muhammad

Saw. diutus untuk memperkenalkan Islam sebagai agama baru

dan mendobrak tradisi lama yang menganggap perempuan

sebagai second class yang keberadaannya tidak begitu

diperhitungkan.10 Islam cenderung bersikap egaliter dengan

tidak membeda-bedakan peran, hak, maupun tanggung jawab

antara laki-laki dan perempuan. Ajaran yang dibawanya

adalah mengesakan Tuhan, mengimani hari kiamat, dan

6 Ah. Fawaid, ‚Pemikiran Mufassir Perempuan tentang Isu-isu

Perempuan‛ dalam jurnal KARSA, Vol. 23, No. 1, juni 2015, 58. 7 Zainab al-Ghazali al-Jubaili, Nazarat fi Kitabillah, Jilid I (Kairo: Dar as-

Syuruq, 1994), 297. 8 Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan: Menggugat Islam laki-laki-

Menggurat Perempuan Baru, (terj.) Syaiful Alam (Yogyakarta: IRCiSod, 2003),

58. 9 Naṣr Ḥāmid Abū Zayd, Dawair al-Khawf Qira’ah fī Khiṭab al-Mar’ah,

(Beirut: al-Markaz aṡ-Ṡaqafi al-Arabi, 2000), 29. 10 Irwan Abdullah, Sangkan Paran Gender (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1997), 3.

Page 4: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 267

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

menganggap bahwa di hadapan Tuhan, posisi laki-laki dan

perempuan adalah setara.11 Ajaran yang dibawa oleh Islam,

mengandung pandangan yang luhur dengan menekankan

pada peran dan eksistensi perempuan pada posisi yang dinilai

setara dengan kaum laki-laki.

Sementara itu, budaya patriarki12 terlanjur memposisikan

perempuan ke sudut marginal. Terdapatnya sikap

mendominasi antara kelompok tertentu pada kelompok yang

lain merupakan cikal bakal lahirnya patriarki. Budaya patriarki

ini menjadi tolok ukur suatu perilaku yang dipandang pantas

sehingga bermuara pada pembatasan hak, partisipasi, akses,

peran, status, dan kontrol terhadap perempuan baik dalam

keluarga atau masyarakat.13 Pada akhirnya, perilaku yang

dianggap sesuai (pantas) dan tidak selayaknya dilakukan oleh

laki-laki dan perempuan memiliki variasi yang beragam di

11 Jane I. Smith, Islam‘, dalam Arvind Sharma, Perempuan Dalam Agama-

Agama Dunia, (terj.) Ade Alimah (Yogyakarta: SUKA-Press, 2006), 332. 12 Terdapat tiga asumsi dasar yang terkait dengan struktur masyarakat

patriarkhi. Pertama, laki-laki dianggap sebagai manusia pertama, sementara

perempuan dianggap makhluk sekunder karena diciptakan dari laki-laki.

Kedua, perempaun dipandang sebagai pendosa pertama karena menggoda

Adam, meskipun dipandang sebagai makhluk yang sekunder sehingga

Adam terusir dari surga. Ketiga, paradigma bahwa perempuan semata-mata

objek dari laki-laki, dengan adagium dari laki-laki untuk laki-laki. Tiga

asumsi ini kemudian berdampak pada lahirnya keyakinan tentang

perempuan tidak mempunyai hak untuk menentukan nasib, status, serta

martabatnya. Kehadiran perempuan di dunia ini bersifat instrumenta

pandangan dari sudut pandang kaum laki-laki kemudian menjadi satu-

satunya barometer. Selain itu, eksistensi perempuan dipandang secara

instrumental, bukan fundamental. (Hudan Mudari, ‚Diskursus Kesetaraan

Gender dalam Perspektif Hukum Islam; Menuju Relasi Laki-laki dan

Perempuan yang Adil dan Setara‛, dalam jurnal Studi Gender & Anak, Vol. 4,

No. 2, Jul-Des 2009, 1). 13 Irsyadunnas, Hermeneutika Feminisme dalam Pemikiran Tokoh Islam

Kontemporer, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 32.

Page 5: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

268 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

kalangan masyarakat.14 Kenyataan ini tidak terlepas dari

hegemoni laki-laki yang memandang sebagai pribadi yang

lebih superior dan menganggap perempuan sebagai

subordinat dari kaum laki-laki. 15

Bahkan penafsiran para ulama selama ini cenderung

misoginis16 dan kental dengan warna bias gender.17 Hal ini bisa

dilihat dari karakteristik relasi yang menyudutkan perempuan

dalam tradisi masyarakat padang pasir18, terutama masyarakat

Mesir yang berada dalam keadaan terbelakang dengan

memandang rendah kedudukan perempuan. Padarigma

semacam ini telah mengakar dan menjadi adat-istiadat yang

melekat hingga penghujung abad ke-19. Pada masa-masa

tersebut, peran perempuan begitu statis dan seperti terpasung

dalam sangkar suatu adat, tidak ada perubahan nasib pada

kaum perempuan dan umumnya tidak bisa mengikuti

14 Siti Ruhaini Dzuhayyatin, dkk., Rekonstruksi Metodologis Wacana

Kesetaraan Gender dalam Islam, (Yogyakarta: PSW IAIN Sunana & McGill-

ICIHEP, 2002), 10. 15 Suyatno, ‚Kepemimpinan Perempuan (Kajian Strategis Perempuan

Berbasis Gender)‛, dalam jurnal Muwazah, Vol. 6, No. 1, Juli 2014, 80. 16 Adalah kebencian atau tidak suka terhadap wanita atau anak

perempuan. Misogini dapat diwujudkan dalam beberapa cara, termasuk

diskriminasi seksual, fitnah perempuan dan kekerasan terhadap perempuan. 17 Inayah Rohmaniyah, ‚Penghambaan Istri Terhadap Suami‛, dalam

Hamim Ilyas dkk, Perempuan Tertindas?: Kajian Hadis-hadis Misoginis,

(Yogyakarta: Pusat Studi Wanita IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003), 91. 18 Menurut Umma Farida dikutif dari pendapatnya Berkey bahwa

perempuan sangat sulit menjadi tokoh agama di Timur Tengah. Hal ini

dikarenakan: Pertama, terbatasnya peran yang diberikan pada perempuan,

yaitu hanya berkutat pada ranah domestik (domestic sphere), dan tidak bisa

ikut campur dengan urusan publik dan kemasyarakatan (public sphere).

Kedua, adanya inkosistensi sikap masyarakat, khusunya para ulama (laki-

laki) tentang keterlibatan kaum perempuan dalam dunia keilmuan secara

umum dan khususnya dunia keulamaan. Sikap tersebut, tidak terlepas

dengan fakta bahwa peran dan eksistensi laki-laki yang cenderung begitu

dominan pada masyarakat muslim di Timur Tengah. (Umma Farida,

‚Perempuan Periwayat Hadis-Hadis Hukum dalam Kitab Bulugh al-Maram

Karya Imam al-Asqalani‛, dalam jurnal Riwayah, Vol. 2, No. 1, 2016, 39.

Page 6: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 269

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

perkembangan zaman. Kesemuanya itu terus-menerus

berlangsung dalam kehidupan perempuan kala itu, belajar

hanya menjadi keniscayaan kaum laki-laki sementara

perempuan sebatas menjahit dan memasak. Termasuk hajat

hidup, segalanya ditanggung oleh para suami dan para

muhrim mereka.19

Padahal jika dilihat dalam tataran normatif-idealis,

prinsip kesetaran merupakan misi ideal yang dibawa Islam

terkait peran perempuan dan laki-laki dalam kehidupan. Islam

tidak memandang perempuan lebih rendah dibandingkan laki-

laki. Akan tetapi, dalam praktiknya peranan perempuan masih

terpinggirkan dan masih menjamur pandangan yang melihat

perempuan sebagai second class yang secara hirarkhis berada di

bawah dominasi kaum laki-laki. Berdasarkan kondisi tersebut,

berarti masih terdapat kesenjangan antara yang semestinya

dan yang senyatanya.20 Apa yang mestinya menjadi cita-cita

luhur Islam tentang peran ideal yang mestinya disandang oleh

perempuan, belum sesuai harapan. Oleh karena itu, fenomena

ini menarik untuk ditelaah secara lebih mendalam dengan

mengedepankan motif pemahaman yang lebih substansial dan

kontekstual tentang posisi kaum perempuan dalam keluarga.

Sehubungan dengan kesenjangan (gap) tersebut, peneliti

tertarik untuk meninjau peran dan posisi perempuan melalui

perspektif kitab al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm karya

Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī dengan menggunakan teori gender

dan sejarah sosial. Agar terfokus, dalam konteks ini peneliti

membatasi kajian pada tema-tema tertentu yang dipandang

paling relevan, yaitu: posisi perempuan dalam keluarga,

spiritualitas laki-laki dan perempuan, nusyuz, dan poligami.

19 Qāsim Amīn, Taḥrīr al-Mar’ah, (Kairo: Hindawi, 2012), 32-5. 20 Abdul Mustaqim, Paradigma Tafsir Feminis, (Yogyakarta: Logung

Pustaka, tt), 14-15.

Page 7: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

270 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

Alasan pemilihan tema di atas, karena sampai saat ini tema-

tema tersebut masih kontroversial dan cenderung

dipermasalahkan. Seperti kasus poligami yang selalu marak

terjadi sehingga banyak kasus nikah sirri21. Menurut hemat

peneliti, keempat persoalan ini merupakan beberapa isu yang

menimbulkan pro dan kontra, utamanya berkaitan dengan

peran gender.22 Sebab permasalahan rumah tangga adalah

masalah inti dan bagian awal dari permasalahan gender. Hal

ini senada dengan pernyataan Muhammad Abduh bahwa

kondisi masyarakat yang tenteram dan damai berasal dari

keluarga.23

Gender dan Urgensi Sudut Pandang Historis

Mengetengahkan pemaknaan tentang gender merupakan

hal yang penting agar tidak terjebak pada kebingungan

terminologis. Sebagaimana telah jamak diketahui, pemahaman

tentang gender tidak mengacu pada atribut biologis,

melainkan lebih pada peran-peran sosial antar dua entitas yang

berbeda. Lebih jauh, jika dilihat dari sudut pandang historis,

gender24 adalah bagian dari kenyataan sosial yang dikonstruk

21 Adalah rahasia. Nikah sirri berarti pernikahan yang dirahasiakan dari

publik. 22 Hamka Hasan, Tafsir Jender: Studi Perbandingan antara Tokoh Indonesia

dan Mesir, (Jakarta: Badan Litbag dan Diklat Depag RI, 2009).6. 23 Muhammad Abduh, Tafsīr al-Qur’ān al-Hakīm asy-Syahīr bi al-Tafsīr al-

Manār, juz 5 (Beirut: Dar al-Fikr, 1973), 365. 24Robert Stoller (1968) merupakah tokoh yang pertama kali

mengistilahkan gender sebagai pencirian manusia dari sudut pandang sosil

budaya, bukan dari sudut pandang identitas seks ataupun ciri-ciri fisik

biologis yang lain. Pada taraf selanjuntya, Ann Oakley (1972),

mengembangkan konsep gender secara lebih definitif dalam ilmu-ilmu sosial

budaya. Menurut pandangannya, identitas jenis kelamin merupakan entitas

yang bersifat kodrati, sebagai unsur pembeda antara laki-laki dan

perempuan. Sementara gender lebih menitikberatkan pada perbedaan yang

bersifat behavioral differences, (Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-

Page 8: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 271

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

oleh suatu keyakinan, ekonomi, sosial dan iklim politik.25

Konstruksi semacam ini kemudian berimbas pada pergeseran

cara pandang, yang menjadikan posisi perempuan sebagai

pihak yang inferior dan laki-laki sebagai pihak yang superior.26

Meskipun pandangan ini terbilang absurd dan tidak egaliter

dari kaca mata perempuan, namun pandangan ini masih

tertanam di benak masyarakat.

Sebagai sebuah konstruksi, gender memiliki beberapa

karakteristik: Pertama, gender tidak permanen (dapat berubah-

ubah). Fakta ini menunjukkan bahwa konsep gender begitu

dinamis seiring dengan pergesaran pandangan dan konstruksi

sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kedua,

sifatnya lentur dan cair. Dalam arti, tidak ada pandangan

tentang gender yang murni absolut, bisa dinegosiasi, dan

bertumpu pada keragaman realitas pemahaman dan

kebudayaan. Ketiga, perbedaan tempat, waktu, dan situasi bisa

melahirkan konsepsi yang berbeda tentang gender.27

Berdasarkan tiga karakteristik ini, pandangan tentang gender

tidak menutup kemungkinan terdapat paradigma yang bias

dan tidak sesuai dengan prinsip rasa keadilan jenis kelamin

Utamaannya di Indonesia, (Yogyakata: Pustaka Pelajar, 2011), 3-5.). Lihat juga

Sri Purwaningsih, Kiai & Keadilan Jender, (Semarang: Walisongo Pers, 2009), 2. 25Hingga saat ini, perbedaan peran gender terus berlangsung dengan

latar sejarah yang sangat panjang dan kompleks. Peran gender terus

menyejarah sepanjang perubahan pengalaman dan perubahan penghayatan

kehidupan manusia. Peran-peran tersebut masih terkonstruksi, terbentuk,

dan tersosialisasi bahkan sampai pada taraf yang seakan-akan sudah bersifat

kodrati, seperti halnya jenis kelamin yang tidak bisa ditawar lagi. (Siti

Ruhaini Dzuhayatin, Rezim Gender Muhammadiyah: Kontestasi Gender, Identitas,

dan Eksistensi, (Yogyakarta: Suka Press UIN & Pustaka Pelajar, 2015), 7-8). 26Jamal Ma’mur, Rezim Gender di NU, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015), 41. 27 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1999), 12-13. Lihat juga Inayah Rohmaniyah, Konstruksi

Patriarki dalam Tafsir Agama: Sebuah Jalan Panjang, (Yogyakarta: Diandra

Pustaka Indonesia, 2014), 11-13.

Page 9: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

272 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

tertentu, baik laki-laki ataupun perempuan. Fakta yang terjadi

selama ini, rasa ketidakadilan banyak dialami oleh kaum

perempuan. Hal ini juga berdampak pada kondisi psikologis

kaum perempuan dan kehidupannya dalam keluarga.

Jika ditinjau dari perspektif teori gender, terdapat

beberapa ragam ketidakadilan yang dilatarbelakangi oleh

perbedaan peran gender, di antaranya, yaitu 28 (1)

marginalisasi, (2), subordinasi, (3), stereotipe, (4) violence

(kekerasan), dan (4) beban kerja. Marginalisasi, merujuk pada

proses peminggiran dan pengabaian hak perempuan.

Subordinasi, yakni suatu sikap yang perempuan pada posisi

yang tidak menguntungkan atau tidak penting sehingga

melahirkan konsep tentang pihak yang superior dan inferior.

Stereotipe, mengarah pada pemberi label yang berkonotasi

negatif terhadap jenis kelamin atau kelompok tertentu. Violence

(kekerasan), merupakan ragam ketidakadilan yang bernuansa

kekerasan, baik kekerasan secara fisik maupun serangan yang

mengarah pada integritas dan mentalitas. Beban kerja, rasa

ketidakadilan terkait pekerjaan yang hanya berkutat di

wilayah domestik.

Sementara jika ditinjau dari perspektif sejarah atau

historis, sejarah dapat dimaknai sebagai bentuk peristiwa masa

lalu yang memiliki nilai penting dalam perjalanan manusia.29

Suatu peristiwa di masa lampau serta keterkaitannya dengan

beragam aspek, akan sangat membantu para intelektual

ataupun peneliti tentang gender jika diawali dengan

pemahaman tentang sejarah secara komprehensif. Selain itu,

pemahaman yang utuh tentang sejarah tertentu, bisa

28 Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia,

9. 29 Khoiro Ummatin, Sejarah Islam & Budaya Lokal, (Yogyakarta:

Kalimedia, 2015), 5.

Page 10: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 273

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

membantu para intelektual di berbagai disiplin keilmuan

untuk memindai suatu masalah agar bisa dipandang secara

lebih jernih.30 Pentingya perspektif sejarah ini, berhubungan

dengan perkembangan konsepsi tentang gender dari masa ke

masa yang senantiasa berubah seiring berubahnya pola

penghayatan kehidupan manusia.

Lebih jauh, sejarah difungsikan sebagai salah satu

pendekatan di dalam kajian studi Islam karena sejarah juga

merupakan perangkat metodologis yang bisa

mengembangkan pemahaman pelbagai gejala dan peristiwa

dalam dimensi waktu. Menurut Ira M. Lapidus, sejarah

masyarakat Islam dapat disampaikan dalam dua dimensi:

Pertama, dalam dimensi sejarah dan perubahan, yaitu upaya

untuk memperhatikan pembentukan masyarakat Islam dan

perubahan mereka sepanjang zaman. Dalam konteks gender,

bagaimana masyarakat dari zaman ke zaman memandang

peran gender atau relasi atau laki-laki dan perempuan dalam

keluarga. Kedua, dimensi analisis dan komparatif, yaitu upaya

memahami timbulnya keragaman di antara mereka.31 Pada

ranah kedua ini, berupaya melihat dari perspektif yang

beragam dalam melihat peran perempuan kaitannya dengan

dinamika sejarah yang berkembang.

Pendekatan ini didasarkan pada beberapa asumsi di

antaranya: Pertama, bahwasanya sejarah seluruh masyarakat

dapat dihadirkan dalam bentuk sistem institusi mereka.

Misalnya, model pertukaran ekonomi, keluarga atau praktik

keagamaan. Kedua, bahwasanya sejarah masyarakat Islam

dapat dikatakan bagian dari empat tipe dasar institusi: 1)

30 Soraya Rasyid, Sejarah Islam Abad Modern, (Yogyakarta: Ombak, 2013),

x. 31 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (terj.) Gufron A. Mas’adi

(Jakarta: tp, 999), xi

Page 11: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

274 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

keluarga. 2) ekonomi. 3) agama dan kultur, dan 4) politik.32

Metode tersebut bukan sebagai upaya menegaskan esensi

Islam, melainkan sebagai upaya mengembangkan metode

komparatif untuk menilai peran, keyakinan, institusi, dan

Islam dalam konteks tertentu.33

Konstruksi Perempuan dalam Keluarga Perspektif Kitab

al-Tafsīr al-Wasīt Li al-Qur’ān al-Karīm

a. Perempuan Sebagai Asisten Suami

Persoalan tentang keluarga menurut Muhammad

Sayyid Tantāwī penting untuk diulas. Sebab, keluarga

merupakan miniatur kecil dari sebuah bangsa. Dari

keluargalah kemudian terbentuk sebuah bangsa. Dan dalam

keluarga ini, menurut Muhammad Sayyid Tantāwī yang

pantas menempati posisi pemimpin adalah laki-laki.

Namun, bentuk kepemimpinan laki-laki atas perempuan

tersebut seharusnya tidak disalahpahami, karena bertujuan

untuk kemaslahatan perempuan itu sendiri. Sebagaimana

yang dijabarkan oleh Muhammad Sayyid Tantāwī dalam

tafsirnya:

انسجال قي عه شؤ انساء بانحفظ انسعات انفقت انتأدب غس ذنك

أنا: قد ب الله عان سبب نر انقايت:يا تقتض يصهت. ثى ذكس سبحات ت

بعض. أ انسجال قاي عه انساء بسبب يا فضم بعضى عه م ٱلل ا فض تعان: ب

الله ب انسجال عه انساء ي قة ف انجسى، شادة ف انعهى، قدزة تحم أعباء انحاة

كا ف قن تعان "با فضم الله بعضى عه بعض" انساد بانتفضم ا تكانفا.

تفضم انجس عه انجس لا تفضم الأحاد إن الأحاد. فقد جد ي انساء ي

أق عقلا أكثس يعسفت ي بعض انسجال. أيا انسبب انثا: ف كسب. أ بسب يا

د انصاج ب، ي انقاو أنصو ب انسجال ي إفاق عه انساء ي تقدى انس ن ع

34بسعات صات.

32 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam..., xii 33 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam..., xv. 34 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 177-178.

Page 12: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 275

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

‚Laki-laki menjadi pemimpin atas perempuan

yaitu dengan menjaga, melindungi, memberi nafkah,

mendidik, dan lain-lainnya yang sekiranya memberi

kebaikan terhadap mereka (perempuan). Kemudian

Allah Swt. menyebutkan dua alasan/sebab yang

menjadikan laki-laki pemimpin atas perempuan:

pertama, apa yang telah dijelaskan oleh Allah Swt.

dalam firmanNya, ‚ Dengan apa yang telah Allah

lebihkan bagi mereka (laki-laki) atas sebagian lainnya

(perempuan)‛. Artinya bahwa kepemimpinan laki-

laki atas perempuan dilihat dari kelebihan laki-laki

atas perempuan yang memuat aspek; kekuatan fisik,

bertambahnya ilmu, dan kemampuannya dalam

menanggung beban hidup. Maksud dari kelebihan

adalah kelebihan dari satu jenis atas jenis lainnya,

bukan kelebihan dari satu individu terhadap individu

lainnya, karena ada juga perempuan yang akalnya

lebih kuat, dan pengetahuannya lebih banyak dari

sebagian laki-laki. Kedua, Kasab. Artinya bahwa laki-

lakilah yang mencari usaha untuk menafkahi istrinya,

memberi mahar ketika menikahinya, dan laki-laki

juga yang menjaga dan melindunginya (perempuan).‛

Muhammad Sayyid Tantāwī lebih lanjut menjelaskan

terdapat dua pijakan yang melandasi sehingga laki-laki

yang pantas menjadi pemimpin atas perempuan. Pertama,

beragam kelebihan yang diberikan oleh Allah pada kaum

laki-laki berupa kekuatan fisik, ilmu, dan kesanggupannya

menanggung beban hidup. Kedua, kasab, yaitu laki-laki

yang memberi nafkah, mahar, menjaga dan melindungi.

Namun demikian, Muhammad Sayyid Tantāwī tetap

mengakui bahwa akal dan pengetahuan perempuan bisa

Page 13: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

276 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

berada di atasnya laki-laki. Dalam artian, tidak mesti

pengetahuan perempuan berada di bawah laki-laki

dengan perbedaan pengalaman dan perbedaan proses

belajarnya masing-masing.

Jika dilihat dari perspektif sejarah sosial, memang

bukan tanpa alasan ketika Muhammad Sayyid Tantāwī

mengatakan bahwa tidak semua perempuan akal dan

ilmunya lebih rendah dari laki-laki, hal ini tidak lepas dari

sejarah sosial perempuan Mesir yang pada waktu

penulisan kitab al-Tafsīr al-Wasīt Li al-Qur’ān al-Karīm ini

secara ekonomi dan sosial mengalami perkembangan yang

pesat. Perempuan pada waktu itu banyak yang aktif di

publik baik sebagai pekerja profesional seperti anggota

parlemen atau sebagai pekerja biasa. Terutama, dalam

ranah pendidikan, perempuan Mesir memiliki hak yang

sama atau setara dengan kaum laki-laki untuk mengecam

pendidikan dan hal inilah yang terpenting, sebab

pendidikan adalah awal dari majunya suatu pandangan

hidup dan peradaban.35

Penempatan laki-laki sebagai pemimpin dalam

keluarga sementara perempuan sebagai asistennya oleh

Muhammad Sayyid Tantāwī dianggap sebagai posisi yang

ideal. Sebab, penyerahan posisi tersebut disesuaikan

dengan potensi dan kemampuan masing-masing antara

laki-laki dan perempuan baik dilihat dari sisi biologis

maupun psikologinya. Dari segi biologisnya, laki-laki

diberikan tubuh yang lebih kuat dibandingkan dengan

perempuan. Sedang dari segi psikologinya, laki-laki lebih

mampu mengedepankan akal ketimbang emosinya dalam

mengambil sebuah keputusan. Dengan kelebihan yang

35 Betty Mauli Rosa Bustam, Perempuan Mesir; Potensi SDM yang

Terlupakan..., 87.

Page 14: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 277

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

terdapat pada laki-laki, maka merupakan hal yang pantas

jika posisi pemimpin dalam keluarga kebanyakan diemban

oleh laki-laki. Laki-laki dianggap lebih bisa menjaga,

melindungi dan mengatur rumah tangga.36 Sementara

perempuan dengan kepekaan emosional yang lebih tinggi

daripada laki-laki dianggap lebih cocok mendidik anak-

anak di rumah.

Kendati demikian, Muhammad Sayyid Tantāwī tidak

menyangkal bahwa tidak semua perempuan memiliki akal

dan ilmu yang lebih rendah/sedikit daripada laki-laki.

Namun hal ini hanyalah bersifat eksepsional saja tidak

berlaku secara universal. Sebab, keutamaan yang Allah

berikan terhadap laki-laki itu bersifat kolektif dalam artian

bukan perbandingan antara individu dengan individu

lainnya, akan tetapi antara jenis yang satu dengan jenis

lainnya. Artinya, sah-sah saja apabila perempuan lebih

unggul dibandingkan laki-laki, atau sebaliknya laki-laki

yang lebih unggul dari perempuan.37

Dari penafsiran yang telah dijabarkan sebelumnya,

peneliti memandang bahwa penafsiran Muhammad

Sayyid Tantāwī tentang kepemimpinan laki-laki atas

perempuan bersifat absolut.38 Namun demikian, bukan

berarti laki-laki bisa bertindak sewenang-wenang dalam

mengambil keputusan, sebab dalam penafsirannya

tersebut, Muhammad Sayyid Tantāwī menegaskan bahwa

kepemimpinan laki-laki atas perempuan haruslah

36 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 177. 37 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 178. 38 Penafsiran yang seperti ini biasanya diwakili oleh mufassir-mufassir

kelasik seperti ar-Razi dan lainnya. (lihat Fakhruddin al-Rāzī, Tafsīr al-Fakhr

al-Rāzī aw Al-Tafsīr al-Kabīr, Vol. 10 (Libanon: Dār al-Fikr, tt), 90).

Page 15: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

278 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

didasarkan pada asas yang sekiranya memberikan

kebaikan terhadap mereka (perempuan).39

Sementara itu, di antara ulama tafsir sendiri terdapat

perbedaan penafsiran mengenai lafadz qawwam; Ulama

tradisional seperti: Ibnu Katsīr menafsirkan kata

‚qawwam‛ sebagai pemimpin, hakim, dan pendidik atas

perempuan.40 Al-Tābarī menafsirkan kalimat ‛qawwam‛

sebagai penanggungjawab, yaitu laki-laki bertanggung

jawab membimbin serta memenuhi kebutuhan istri.41 Al-

Alūsi menafsirkan kata ‚qawwam‛ sebagai penguasa, yaitu

kepemimpinan laki-laki atas perempuan layaknya seorang

penguasa, dengan kekuasaan yang dimiliki lalu memiliki

otoritas penuh untuk melarang dan memerintah. Dan Al-

Razi menafsirkan ‚qawwam‛ sebagai pemimpin, dalam

artian bahwa kepemimpinan laki-laki atas perempuan

terkait dengan aspek membimbing, memberikan

perlindungan dan menjamin kehidupannya.42

Sedangkan ulama feminis seperti Zainab al-Ghazali

menafsirkan kata ‚qawwam‛ pada kalimat di atas sebagai

tanggungjawab, dimana suami bertanggung jawab dalam

memberikan nafkah terhadap istri dan anaknya, sedang

dalam urusan rumah tangga antara suami dan istri

39 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 177. 40 Abī al-Fidā’ Ismā’il bin ‘Umar bin Kaṡīr al-Qirsyī al-Dimsyiqī, Tafsīr

al-Qur’ān al-Karīm, ed. Sāmī bin Muhammad al-Salāmah, Vol. 2 (Arab Saudi:

Dār Ṭāybah li an-Nasyr wa al-Tawzī’, 1999), 292. 41 Abī Ja’far Muhammad bin Jarīr al-Ṭābarī, Tafsīr al-Ṭābarī al-Musammā

Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Vol. 4 (Libanon: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah,

1992), 59. 42 Fakhruddin al-Rāzī, Tafsīr al-Fakhr al-Rāzī aw Al-Tafsīr al-Kabīr, Vol. 10,

90.

Page 16: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 279

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

kedudukannya sama yaitu saling bekerjasama.43 Akan

tetapi, menurut Rif’at Hasan kata ‚qawwam‛ tersebut

seharusnya tidak selalu diartikan dengan pemimpin, tapi

juga diartikan sebagai pelindung dan pemelihara. Dari sini

bisa dilihat bahwa Rif’at Hasan ingin menunjukkan bahwa

kata ‚qawwam‛ pada ayat di atas bersifat normatif yang

berhubungan dengan masalah pembagian peran (tugas)

antara suami dan istri dalam rumah tangga. Dan agar istri

tidak mempunyai beban ganda, perempuan cukup

mengurusi rumah dan anak-anak sementara nafkah men

jadi tanggung jawab laki-laki.44

Dari penjelasan di atas dapat ditarik benang merah

bahwa hubungan laki-laki dan perempuan dalam konteks

rumah tangga, menurut Muhammad Sayyid Tantāwī

adalah antara subjek dengan objek, dimana laki-laki

mempunyai kedudukan yang superior secara mutlak atas

perempuan yang merupakan objeknya. Penafsirannya ini

sama dengan ulama tradisional yang telah disebutkan di

atas dimana posisi kepemimpinannya tersebut adalah

antara subjek dengan objek. Sementara bagi ulama feminis,

hubungan antara suami dan istri dalam lingkungan

keluarga lebih mirip antara subjek dengan subjek, dimana

antara suami dan istri mempunyai tugas masing-masing,

tidak ada yang superior antara satu atas yang lain.

Namun demikian, meskipun bentuk penafsiran

Muhammad Sayyid Tantāwī layaknya ulama-ulama

tradisional, yang perlu digarisbawahi bahwa

kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam rumah

43 Zainab al-Ghazālī al-Jubaily, Naẓarāt fī Kitāb Allāh, jilid 1 (Kairo: Dār

asy-Syurūq, 1994), 298. 44 Fatimah Mernissi dan Riffat Hasan, Setara di Hadapan Allah; Relasi Laki-

Laki dan Perempuan Dalam Tradisi Islam Pasca Patriarki. terj. LSPPA

(Yogyakarta: LSPPA Yayasan Prakarsa, 1995), 91.

Page 17: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

280 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

tangga menurut Muhammad Sayyid Tantāwī haruslah

berdasarkan pada asas maslaha. Dengan begitu,

perempuan akan terhindar dari perbuatan yang

sewenang-wenang dari laki-laki. Dan jika dilihat dari

perspektif gender, penafsiran Muhammad Sayyid Tantāwī

terkesan apoligistik. Sebab, dari penjelasannya,

Muhammad Sayyid Tantāwī seolah-olah tidak ingin

perempuan tertindas oleh laki-laki dengan menekankan

kata maslaha dalam kepemimpinan laki-laki atas

perempuan dalam rumah tangga. Dan meskipun ia tidak

menjelaskan tentang boleh dan tidaknya perempuan

bekerja di luar rumah. Namun, dapat dilihat dari

penjelasannya bahwa laki-lakilah yang bertanggung jawab

menafkahi perempuan, memelihara, menjaga dan

melinduninya. Seakan-akan tugas perempuan adalah

urusan domestik saja, yaitu mengurusi rumah dan

menjaga anak.

b. Nusyūz Hanya Untuk Perempuan

Dalam penjelasan sebelumnya telah dijelaskan tentang

kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam ranah

keluarga. Maka, dalam penafsiran ayat yang sama,

Muhammad Sayyid Tantāwī menjelaskan tentang rincian

mengenai kondisi perempuan dan bagaimana

memperlakukan mereka (perempuan) berdasarkan

kondisinya tersebut, dalam hal ini Muhammad Sayyid

Tantāwī mengklasifikasikannya menjadi dua tipe: tipe

pertama adalah para istri (perempuan) yang taat,

sebagaimana disebutkan dalam surah an-Nisā’ *4+: 34,

dengan tiga sebutan; ‘ash-shālihāt’ (perempuan yang baik),

‘al-qānitāt’ (perempuan yang taat kepada Allah dan taat

kepada suaminya), dan ‘al-hāfidzāt’ (perempuan yang

Page 18: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 281

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

menjaga rumah tangganya dengan tidak menyebarkan aib

suaminya dan tidak mengkhianati suaminya ketika ia tidak

ada). Untuk perempuan tipe pertama ini, menurut

Muhammad Sayyid Tantāwī wajib bagi suami

memperlakukannya dengan baik dengan menghormati,

menjaga, dan melindunginya.45

Sedangkan tipe kedua adalah perempuan yang

berpotensi untuk melakukan tindakan nusyūz46 dengan

melalaikan tugas dan kewajibannya sebagai istri, yaitu

berkelakuan tidak baik (tidak sopan), dan tidak taat pada

suami. Dalam memperlakukan perempuan yang melakukan

nusyūz ini, menurut Muhammad Sayyid Tantāwī ada

beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh seorang

suami. Tahapan pertama adalah dengan menasehatinya,

dan mengingatkannya akan siksa Allah bagi istri yang

melakukan nusyūz. Jika tahapan pertama ini tidak berhasil,

maka dianjurkan untuk melakukan tahapan kedua, yaitu

dengan berpisah tempat tidur dengannya, sebagai isyarat

bahwa suaminya tidak berkenan dengan apa yang

dilakukan oleh istrinya itu. Dengan berpisahnya ranjang

(tempat tidur) tersebut, diharapkan dapat memberikan

pelajaran sehingga ia (istri) menyadari bahwa apa yang

sedang dilakukannya adalah salah. Namun, apabila nasehat

dan pemisahan ranjang tersebut masih belum juga dapat

menyadarkannya, maka tahap ketiga menjadi pilihan

45 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 178-179. 46 Nusyūz oleh Muhammad Abduh diartikan dengan irtifa’

(meninggikan). Seorang istri yang tidak melaksanakan tugasnya sebagai istri

dan mengabaikan hak-hak suami dikatakan sebagai istri yang meninggikan

diri, yaitu memandang dirinya berada di atas kedudukan (kepemimpinan)

suami dan berupaya agar suami tunduk kepadanya. (Muhammad Abduh,

Tafsīr al-Qur’ān al-Hakīm asy-Syahīr bi Tafsīr al-Manār, juz 5 (Beirut: Dar al-

Fikr, 1973), 72.

Page 19: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

282 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

terakhir, yaitu dengan memukulnya. Dalam kondisi seperti

ini, Allah membolehkan bagi suami memukul istrinya jika

nasehat, dan pemisahan ranjang tersebut belum juga dapat

menyadarkannya. Namun, apabila ia (istri) menyadarinya,

maka wajib bagi suami memperlakukannya dengan baik

dan tidak boleh mendzaliminya.47

Adanya kebolehan tersebut yaitu dengan

dibolehkannya pemukulan bagi suami terhadap istri yang

sedang melakukan nusyūz seakan-akan Islam mengizinkan

tindak kekerasan dalam rumah tangga. Padahal menurut

Muhammad Sayyid Tantāwī, dibolehkannya pemukulan

tersebut selama dalam batas-batas tertentu, yaitu dengan

pukulan yang ringan48 (tidak mematahkan tulang), tidak

boleh melukai sehingga menimbulkan bekas luka, dan tidak

boleh memukul wajah sehingga membuat mukanya jelek.

Karena tindakan pemukulan ini dilakukan untuk

membuatnya (istri) sadar sehingga berbaikan kembali, dan

bukan dimaksudkan untuk melukai, atau mencederai.

Muhammad Sayyid Tantāwī menganjurkan agar suami

menjaga dan memperhatikan istrinya dengan baik, agar

tidak terjadi nusyūz pada mereka . Dan jika suami melihat

tanda-tanda atau gejala nusyūz pada istri, sebaiknya segera

dilakukan antisipasi sehingga istri terhindar dari perbuatan

nusyūz tersebut.49

47 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 179-181. 48 Menurut Ashghar Ali Engineer, pukulan tidak boleh melukai wajah,

menyebabkan luka atau merusak apapun, jika istri menyatakan taat, maka

suami tidak boleh mengganggunya. (Ashghar Ali Engineer, Pembebasan

Perempuan, terj. Agus Nuryatno. Cet. Ke-2 (Yogyakarta: LKiS, 2007), 75. 49 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīt Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 181.

Page 20: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 283

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

Menurut Muhammad Sayyid Tantāwī, surah an-Nisā’

[4]: 34 ini, diperuntukkan untuk perempuan bukan untuk

laki-laki. Sehingga sanksi-sanksi tersebut tidak dapat

diterapkan bagi laki-laki. Setelah membicarakan tentang

nusyūz berikut tahapan-tahapan sanksinya, selanjutnya ayat

di atas membicarakan tentang kembalinya perempuan dari

perbuatan nusyūz kepada taat, maka yang harus dilakukan

oleh sorang laki-laki (suami), menurut Muhammad Sayyid

Tantāwī adalah dengan tidak menyalahgunakan posisinya

sebagai suami dengan cara mendzaliminya, baik itu dengan

lisan maupun dengan tangannya atau dengan selain itu.

Tapi, perlakukanlah ia (istri) seakan-akan tidak terjadi apa-

apa, agar cinta kasih di antara kalian terjalin dengan baik.50

Jika dilihat dari perspektif gender, menurut hemat

peneliti penafsiran Muhammad Sayyid Tantāwī terkait

masalah nusyūz ini masih terdapat sisi gender, yaitu

marginalisasi, subordinasi, stereotip dan violence.

Pengkhususan nusyūz untuk perempuan secara tidak

langsung bisa dikatakan bahwa ada perlakuan istimewa

terhadap kaum laki-laki. Dengan begitu, dapat dikatakan

bahwa telah terjadi marginalisasi terhadap perempuan

bahkan mungkin dapat memicu tindak kekerasan.

Walaupun sebenarnya peneliti yakin bahwa sebenarnya

Muhammad Sayyid Tantāwī tidak bermaksud demikian.

Melihat pada pemaparan di atas, dapat diketahui

bahwa posisi Muhammad Sayyid Tantāwī terkait masalah

nusyūz hampir satu pemahaman dengan ulama-ulama

tradisional yang lain.51 Dimana posisi laki-laki masih

50 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 182-183. 51 Seperti ar-Razī yang mengatakan bahwa jika seorang istri melakukan

nuzyūz, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menasehatinya,

Page 21: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

284 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

sebagai subjek, sementara perempuan sebagai objeknya.

Walaupun di satu sisi Muhammad Sayyid Tantāwī berusaha

untuk bersikap moderat dengan menghadirkan berbagai

pendapat ulama tentang nusyūz ini, namun dari sisi gender,

yaitu marginalisasi, subordinasi, dan stereotip masih dapat

terbaca.

c. Spiritualitas Laki-laki dan Perempuan adalah Sebanding

Dalam surah an-Nisā’ *4+: 34, telah dijelaskan bahwa

laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Namun

demikian, dalam aspek spiritual belum tentu laki-laki lebih

unggul dibandingkan perempuan. Sebab Menurut

Muhammad Sayyid Tantāwī, ketaatan merupakan aspek

utama yang menjadi unsur pembeda. Sedangkan

keutamaan yang dimaksud dalam surah an-Nisā’ *4+: 34

tersebut, menurut Muhammad Sayyid Tantāwī bukanlah

keutamaan antara individu atas individu yang lain, karena

tidak semua perempuan akal dan ilmunya lebih sedikit

daripada laki-laki. Dan kalau dilihat pada ayat tersebut, al-

Qur’an menyebutkan lafadz ‚bimā faddala ba’duhum ‘ala ba’d‛

bukan ‚faddala ba’duhum alaihinna‛. Dengan begitu, secara

tidak langsung ayat di atas membawa pesan bahwa

kelebihan yang dimaksud oleh al-Qur’an bisa saja laki-laki

dari perempuan atau perempuan dari laki-laki.52

Di dalam surah an-Nisā’ *4+: 124, dijelaskan bahwa

Allah tidak membedak-bedakan antara laki-laki dan

jika dia mangabaikannya maka langkah kedua adalah memisah tempat

tidurnya, dan jika langkah kedua masih belum juga menyadarkannya, itu

menunjukkan bahwa dia benar-benar telah melakukan nuzyūz dan

dibolehkan melakukan langkah ketiga yaitu memukulnya. (Fakhruddin al-

Rāzī, Tafsīr al-Fakhr al-Rāzī aw Al-Tafsīr al-Kabīr, Vol. 10, (Libanon: Dār al-Fikr,

tt), 34). 52 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 178.

Page 22: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 285

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

perempuan dalam ranah spritualitasnya. Siapa pun yang

melakukan amal shaleh dan iman kepada Allah, baik itu

laki-laki mau pun perempuan berhak masuk surga sebagai

balasan atas amal baiknya. Sedangkan penekanan pada

lafadz ‚min ash-shālihāt‛ adalah karena manusia tidak akan

mampu melakukan semua amal-amal yang baik. Dan

manusia hanya akan mampu melakukan sesuatu menurut

kadar kemampuannya sebagai manusia, yaitu sebagian

amal baik.53

Ketegasan al-Qur’an mengenai kesetaraan laki-laki

dan perempuan dalam ranah spiritualitasnya juga dapat

dijumpai pada surah al-Ahzāb *33+: 35. Menurut

Muhammad Sayyid Tantāwī, laki-laki dan perempuan yang

Islam, iman, taat, jujur, menjaga diri, sabar, khusyu’, ikhlas,

dan berpuasa. Maka Allah akan memberikan ampunan

terhadap mereka dan mengganjar mereka dengan pahala

yang besar. Selain itu, Muhammad Sayyid Tantāwī juga

menambahkan bahwa laki-laki dan perempuan yang

mempunyai sifat-sifat terpuji, tidak hanya akan bahagia di

dunia, tapi juga di akhirat. Karena sifat-sifat terpuji tersebut

menjadi penghubung antara manusia dengan Tuhannya,

dengan dirinya dan lainnya, dan akan mengantarkannya

pada sebuah kesuksesan.54

Adapun sabāb al-nuzūl surah al-Ahzāb [33]: 35 ini,

menurut Muhammad Sayyid Tantāwī adalah berkenaan

dengan seorang perempuan yang bernama Ummu ‘Imārah

menghadap Nabi dan mengeluhkan bahwa al-Qur’an

banyak menyebut tentang laki-laki, tapi tidak dengan

53 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 3, 423. 54 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 11, 210-211.

Page 23: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

286 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

perempuan. Sebagai jawaban terhadap keluhan yang

dikemukakan oleh Ummu ‘Imārah, Allah kemudian

menurunkan ayat tersebut sebagai jawaban atas kegelisahan

dan keluhan yang dialami oleh Ummu ‘Imārah.55

Di satu sisi, Muhammad Sayyid Tantāwī tidak

menyangkal bahwa dalam beberapa hal perempuan

terkadang tersisihkan. Laki-laki seakan-akan mendapat hak

yang lebih istimewa daripada perempuan. Seperti dalam

surah an-Nisā’ *4+: 34, dimana dalam ayat tersebut

dijelaskan bahwa posisi laki-laki adalah pemimpin atas

perempuan. Perbedaan hak dan kewajiban ini seringkali

memunculkan kesan negatif bagi kalangan tertentu, seakan-

akan perempuan tidak mendapat tempat dalam Islam.

Padahal Islam sendiri tidak mengenal adanya perbedaan

antara laki-laki dan perempuan, kecuali kadar ketaatannya

pada Allah. Menurut Muhammad Sayyid Tantāwī surah al-

Ahzāb *33+: 35, telah menjelaskan secara detail bahwa antara

laki-laki dan perempuan dalam aspek akidah, muamalah,

dan etika mempunyai derajat yang sama. Kelak di akhirat

mereka akan mendapatkan balasan yang sama. Mereka

yang iman dan ingkar akan dibalas dengan balasan yang

setimpal sesuai dengan amalnya masing-masing, tanpa

melihat apakah ia laki-laki atau perempuan.56

Penjelasan Muhammad Sayyid Tantāwī tentang

spiritualitas laki-laki dan perempuan ini, menurut peneliti

tidak jauh berbeda dengan pendapat mufassir feminis

seperti Nāsir Makārim asy-Syīrāzī, dimana ia juga

berpendapat bahwa spiritualitas laki-laki dan perempuan

55 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 11, 210. 56 Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, Al-Tafsīr al-Wasīṭ Li al-Qur’ān al-Karīm,

Vol. 11, 210-211.

Page 24: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 287

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

dalam hal ketaatan, keimanan, dan kejujuran adalah

sebanding. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia,

balasannya disesuaikan dengan amal dan perbuatan

tersebut. Dalam artian, perbuatan yang dilakukan akan

mendapatkan balasan sesuai dengan perbuatannya, tidak

berdasarkan pada perbedaan jenis kelaminnya.57 Pada

konteks ini, kedudukan di hadapan Tuhan dilihat dari

bagaimana ketaatan dan kecintaan manusia untuk

menjalani segala hal yang telah diperintahkan dan menjauhi

segala yang dilarang.

Melihat pada pemaparan di atas, menurut hemat

peneliti bahwa secara keseluruhan penafsiran Muhammad

Sayyid Tantāwī tentang spiritualitas laki-laki dan

perempuan jika dilihat dari perspektif gender sama sekali

tidak ada yang perlu dipertentangkan. Sebab dalam

penafsirannya tersebut, dengan tegas dan lugas Muhammad

Sayyid Tantāwī mengatakan antara laki-laki dan

perempuan adalah sederajat baik dalam akidah, muamalah,

maupun dalam etika. Walaupun dalam satu sisi,

Muhammad Sayyid Tantāwī juga tidak menyangkal bahwa

dalam beberapa sektor tertentu terdapat perbedaan antara

laki-laki dan perempuan yang seakan-akan laki-laki

mempunyai posisi lebih istimewa dari perempuan. Namun

hal itu hanya seputar hak dan kewajiban saja, dan bersifat

kodrati.

Kesimpulan

Pertama, posisi perempuan dalam keluarga dalam kitab

Al-Tafsīr al-Wasīt Li al-Qur’ān al-Karīm adalah sebagai asisten

laki-laki. Peran laki-laki sebagai pemimpin di dalam rumah

57 Nāshir Makārim al-Syīrāzī, al-Amṡal Fī Tafsīr Kitāb Allah al-Munazzal,

Vol. 12, (Qom: Madrasah Imām ‘Alī ibn Abī Thālib, 1421 H), 253-254.

Page 25: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

288 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

tangga, memiliki fungsi untuk menjaga dan melindungi

perempuan. Kedua, nusyūz hanya untuk perempuan. Dalam

memperlakukan perempuan yang melakukan nusyūz ini,

menurut Muhammad Sayyid Tantāwī memiliki berbagai

tahapan, yaitu: 1) Menasehatinya. 2) Berpisah tempat tidur

dengannya, ini dimaksudkan sebagai isyarat bahwa suaminya

tidak berkenan dengan apa yang dilakukan oleh istrinya itu. 3)

Memukulnya (pukulan yang ringan, tidak boleh melukai atau

meninggalkan bekas, dan bukan di wajah). Tahapan terakhir

ini baru dapat dilakukan apabila nasehat dan pemisahan

ranjang tersebut masih belum juga dapat menyadarkannya.

Ketiga, Poligami hanya merupakan sebuah dispensasi yang

diberikan oleh al-Qur’an. Meskipun begitu, terkait poligami

Muhammad Sayyid Tantāwī tentang jumlah istri yang bisa

dinikahi, yaitu tidak boleh lebih dari empat. Keempat, dalam

ranah spiritualitas, antara laki-laki dan perempuan berada

pada posisi yang setara. Hal ini merujuk pada surah al-Ahzāb

[33]: 35, yang menjelaskan secara detail bahwa dalam aspek

akidah, muamalah, dan etika, laki-laki dan perempuan berada

pada posisi yang sejajar.

Daftar Pustaka

Abduh, Muhammad. Tafsīr al-Qur’ān al-Hakīm asy-Syahīr bi al-

Tafsīr al-Manār, juz 5. Beirut: Dar al-Fikr, 1973.

Abduh, Muhammad. Tafsīr al-Qur’ān al-Hakīm asy-Syahīr bi

Tafsīr al-Manār, juz 5. Beirut: Dar al-Fikr, 1973.

Abdullah, Irwan. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1997.

Abū Zayd, Nasr Hāmid. Dawair al-Khawf Qira’ah fī Khitab al-

Mar’ah. Beirut: al-Markaz as-saqafi al-Arabi, 2000.

Page 26: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 289

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

Ali Engineer, Ashghar. Pembebasan Perempuan, terj. Agus

Nuryatno. Yogyakarta: LKiS, 2007.

‘Alī Iyāzī, Sayyid Muhammad. al-Mufassirūn Hayātuhum wa

Manhājuhum, Vol. 3. Teheran: Wizārat Śaqāfah wa al-

Irsyād al-Islāmi, 1386 H.

Al-Jubaily, Zainab al-Ghazālī. Nazarāt fī Kitāb Allāh, jilid 1

(Kairo: Dār asy-Syurūq, 1994), 298.

Amin Suma, Muhammad. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2013.

Amin, Qasim. Sejarah Penindasan Perempuan: Menggugat Islam

laki-laki-Menggurat Perempuan Baru, (terj.) Syaiful

Alam. Yogyakarta: IRCiSod, 2003.

Amīn, Qāsim. Tahrīr al-Mar’ah. Kairo: Hindawi, 2012.

Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, cet. ke-2.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

al-Bannā, Jamāl. al-Mar’ah al-Muslimah Bayna Tahrir al-Qur’an

wa Taqyid al-Fuqaha’. Kairo: Dar al-Fikr, tt.

Dzuhayyatin, Siti Ruhaini. dkk., Rekonstruksi Metodologis

Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam. Yogyakarta: PSW

IAIN Sunana & McGill-ICIHEP, 2002.

Dzuhayatin, Siti Ruhaini. Rezim Gender Muhammadiyah:

Kontestasi Gender, Identitas, dan Eksistensi. Yogyakarta:

Suka Press UIN & Pustaka Pelajar, 2015.

Fakhruddin al-Rāzī, Tafsīr al-Fakhr al-Rāzī aw Al-Tafsīr al-Kabīr,

Vol. 10. Libanon: Dār al-Fikr, tt.

Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Page 27: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

290 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

Farida, Umma. ‚Perempuan Periwayat Hadis-Hadis Hukum

dalam Kitab Bulugh al-Maram Karya Imam al-

Asqalani‛, dalam jurnal Riwayah, Vol. 2, No. 1, 2016.

Fawaid. Ah., ‚Pemikiran Mufassir Perempuan tentang Isu-isu

Perempuan‛ dalam jurnal KARSA, Vol. 23, No. 1, juni

2015.

Al-Ghazali Al-Jubaili, Zainab. Nazarat fi Kitabillah, Jilid I. Kairo:

Dar as-Syuruq, 1994.

Habibi, Nuril. ‚Persamaan Hak Antara Laki-laki dan

Perempuan Menurut Muhammad Sayyid Tantāwī‛,

dalam jurnal Al-‘Adalah, Vol. 1, No. 2, Januari 20018.

Hanafi, Agustin. ‚Peran Perempuan dalam Islam‛, dalam

jurnal Gender Equality, Vol. 1, No. 1, Maret 2015.

Hasan, Hamka. Tafsir Jender: Studi Perbandingan antara Tokoh

Indonesia dan Mesir, (Jakarta: Badan Litbag dan Diklat

Depag RI, 2009.

Irsyadunnas. Hermeneutika Feminisme dalam Pemikiran Tokoh

Islam Kontemporer. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,

2014.

Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung: Tafakur, 2011.

Jarīr al-Tābarī, Abī Ja’far Muhammad bin. Tafsīr al-Yābarī al-

Musammā Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān, Vol. 4.

Libanon: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992.

Ma’mur, Jamal. Rezim Gender di NU. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2015.

Makārim al-Syīrāzī, Nāshir. Al-Amsal Fī Tafsīr Kitāb Allah al-

Munazzal, Vol. 12. Qom: Madrasah Imām ‘Alī ibn Abī

Thālib, 1421 H.

Page 28: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

Ali Hendri, Konstruksi Perempuan dalam Keluarga | 291

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

Mernissi, Fatimah dan Riffat Hasan. Setara di Hadapan Allah;

Relasi Laki-Laki dan Perempuan Dalam Tradisi Islam Pasca

Patriarki. terj. LSPPA. Yogyakarta: LSPPA Yayasan

Prakarsa, 1995.

M. Lapidus, Ira. Sejarah Sosial Ummat Islam, (terj.) Gufron A.

Mas’adi. Jakarta: tp, 1999.

Mudari, Hudan. ‚Diskursus Kesetaraan Gender dalam

Perspektif Hukum Islam; Menuju Relasi Laki-laki dan

Perempuan yang Adil dan Setara‛, dalam jurnal Studi

Gender & Anak, Vol. 4, No. 2, Jul-Des 2009.

Mukhtar, Naqiyah. Ulumul Qur’an. Purwokerto: STAIN Press,

2013.

Mustaqim, Abdul. Paradigma Tafsir Feminis. Yogyakarta:

Logung Pustaka, tt.

Purwaningsih, Sri. Kiai & Keadilan Jender. Semarang: Walisongo

Pers, 2009.

Rasyid, Soraya. Sejarah Islam Abad Modern. Yogyakarta: Ombak,

2013.

Al-Rāzī, Fakhruddin. Tafsīr al-Fakhr al-Rāzī aw Al-Tafsīr al-Kabīr,

Vol. 10, (Libanon: Dār al-Fikr, tt), 34).

Ridho, Mohammad. Islam, Tafsir dan Dinamika Sosial: Ikhtiar

Memaknai Ajaran Islam. Yogyakarta: Teras, 2010.

Ridwan, Zainab. Al-Mar’ah bayna al-Maurua wa at-Tahdis. Kairo:

Hay‘ah al-Masriyah al-Ammah li al-Kitab, 2014.

Rohmaniyah, Inayah. ‚Penghambaan Istri Terhadap Suami‛,

dalam Hamim Ilyas dkk, Perempuan Tertindas?:

Kajian Hadis-hadis Misoginis. Yogyakarta: Pusat Studi

Wanita IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.

Page 29: KONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM KELUARGA PERSPEKTIF … · persoalan dalam keluarga. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas tentang perempuan dalam keluarga menurut Muhammad Sayyid

292 | ‘Anil Islam Vol. 12 No. 2, Desember 2019

Copyright © 2019_’Anil Islam_this publication is licensed under a CC BY-SA

Sayyid Tantawi, Muhammad. Al-Tafsir al-Wasit li al-Qur’an al-

Karim, Vol. 1. Kairo: Dar al-Sa’adah, 1983.

Sayyid Tantawi, Muhammad. Ulumul Qur’an Teori &

Metodologi, terj, Ahmad Saifudin. Yogyakarta:

Divapress, 2013.

Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1998.

Smith, Jane I., Islam‘, dalam Arvind Sharma, Perempuan Dalam

Agama-Agama Dunia, (terj.) Ade Alimah. Yogyakarta:

SUKA-Press, 2006.

Suratman, Junizar. ‚Pendekatan Penafsiran al-Qur’an yang

Didasarkan pada Instrumen Riwayat, Nalar, dan

Isyarat Batin‛, Intizar, Vol. 20, No. 1, 2014.

Suyatno, ‚Kepemimpinan Perempuan (Kajian Strategis

Perempuan Berbasis Gender)‛, dalam jurnal Muwazah,

Vol. 6, No. 1, Juli 2014.

The Royal Islamic Strategis Stuides Centre, The 500 Most

Influential Muslims in the World. Jordania: al-

Mamlakah al-Urduniyah al-Hasyimiyyah, 2009.

‘Umar bin Kasīr al-Qirsyī al-Dimsyiqī, Abī al-Fidā’ Ismā’il bin.

Tafsīr al-Qur’ān al-Karīm, ed. Sāmī bin Muhammad al-

Salāmah, Vol. 2. Arab Saudi: Dār Tāybah li an-Nasyr

wa al-Tawzī’, 1999.

Ummatin, Khoiro. Sejarah Islam & Budaya Lokal. Yogyakarta:

Kalimedia, 2015.