“hari perempuan internasional“ edisi khusus filepengendalian penduduk dan keluarga berencana...

2
Presiden Undang Perempuan Akar Rumput, Mitra MAMPU Turut Hadir Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut perempuan akar rumput dari seluruh Indonesia untuk bersilaturahmi dan bersama-sama memperingati Hari Perempuan Internasional di Istana Negara, Rabu (6/3) lalu. Perwakilan sejumlah organisasi masyarat sipil (OMS) mitra Program MAMPU ikut menghadiri acara tersebut. Dalam kesempatan ini, Presiden Jokowi juga mengundang 16 perempuan pelopor di bidangnya masing-masing. Empat di antara mereka adalah perempuan akar rumput yang berperan aktif dalam kerja-kerja mitra Program MAMPU yaitu Institut KAPAL Perempuan, Migrant CARE, dan ‘Aisyiyah. Mereka adalah: Saraiyah, Ketua Sekolah Perempuan dan anggota Majelis Krama di Desa Sukadana, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat; Nurlina, perempuan nelayan asal Pulau Sabangko, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan; Jumiatun, purna pekerja migran dan kader Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI) Desa Dukuhdempok, Kab. Jember, Jawa Timur; Sri Nani, kader Balai Sakinah ‘Aisyiyah yang aktif mengampanyekan hak-hak perempuan dan kesehatan reproduksi dari Desa Sampiran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Di hadapan Presiden Jokowi, Saraiyah berkesempatan memaparkan pengalamannya menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di tenda pengungsian pascagempa di Kab. Lombok Utara. Selain Saraiyah, anggota Sekolah Perempuan lainnya, Fitri, mengungkapkan pentingnya akses warga miskin terhadap Jaminan Kesehatan Nasional bagi Penerima Bantuan Iuran (JKN-PBI). Sekolah Perempuan melakukan pemantauan JKN- PBI di 6 desa di Kab. Gresik, Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Timur, Kab. Pangkajene dan Kepulauan, Kota Kupang, dan Kota Jakarta Timur. EDISI KHUSUS | MARET 2019 “HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL“ Peringatan Hari Perempuan Internasional setiap tanggal 8 Maret di seluruh dunia merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap hak-hak perempuan, dan bertujuan untuk mengakhiri diskriminasi yang dialami oleh perempuan. Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, sejumlah Mitra Program MAMPU di Jawa Tengah yakni Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) bersama Dinas Perberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, Fatayat NU Jawa Tengah, Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni, PPT Kecamatan Semarang, Komunitas Perempuan, dan Support Group Sekartaji menyelenggarakan serangkaian kegiatan yang dimulai dengan dialog publik tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Dialog Publik ini bertujuan untuk menghimpun pendapat dan pandangan dari berbagai elemen masyarakat termasuk ulama, parlemen, pemerintah, universitas, dan organisasi masyarakat sipil sehubungan dengan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai salah satu produk hukum yang akan mendorong upaya perlindungan korban kekerasan seksual. Acara yang berlangsung pada 12 Maret 2019 di aula DP3AKB Jawa Tengah ini menghadirkan KH. Choirul Muna dari Tim Panitia Kerja RUU P-KS Komisi VIII DPRI RI, Hindun Anisah dari Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara, dan Dian Puspitasari dari LRC-KJHAM Semarang. Sekurangnya 150 peserta dari berbagai organisasi termasuk universitas dan media menghadiri dialog publik ini. Data monitoring LRC-KJHAM di Jawa Tengah sejak tahun 2013 – 2018 mencatat 2.289 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan 4.427 perempuan menjadi korban, dan 50% nya yaitu 2.454 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Artinya di Jawa Tengah setiap hari ada 1 sampai 2 perempuan menjadi korban kekerasan seksual, dengan sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat yang memiliki relasi kuasa seperti ayah tiri, ayah kandung, paman, pacar, tetangga, guru ngaji dan atasan atau majikan. “RUU ini dibuat untuk melindungi perempuan dan memberikan efek jera. Kami berkomitmen di akhir periode ini akan segera menyelesaikan RUU P-KS agar segera menjadi Undang-Undang.” —Drs. KH Khoirul Muna, POKJA RUU P-KS Komisi VIII DPRI RI LRC-KJHAM Selenggarakan Dialog Publik “Kupas Tuntas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” bersama Sejumlah Lembaga (Hak cipta: Deny S./Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.) Saraiyah memaparkan pengalaman menangani kasus kekerasan terhadap perempuan di tenda pengungsian pascagempa di Kab. Lombok Utara, di hadapan Presiden Jokowi.

Upload: vutruc

Post on 16-Jun-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Presiden Undang Perempuan Akar Rumput, Mitra MAMPU Turut Hadir

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut perempuan akar rumput dari seluruh Indonesia untuk bersilaturahmi dan bersama-sama memperingati Hari Perempuan Internasional di

Istana Negara, Rabu (6/3) lalu. Perwakilan sejumlah organisasi masyarat sipil (OMS) mitra Program MAMPU ikut menghadiri acara tersebut.

Dalam kesempatan ini, Presiden Jokowi juga mengundang 16 perempuan pelopor di bidangnya masing-masing. Empat di

antara mereka adalah perempuan akar rumput yang berperan aktif dalam kerja-kerja mitra Program MAMPU yaitu Institut KAPAL Perempuan, Migrant CARE, dan ‘Aisyiyah. Mereka adalah: Saraiyah, Ketua Sekolah Perempuan dan anggota Majelis Krama di Desa Sukadana, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat; Nurlina, perempuan nelayan asal Pulau Sabangko, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan; Jumiatun, purna pekerja migran dan kader Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI) Desa Dukuhdempok, Kab. Jember, Jawa Timur; Sri Nani, kader Balai Sakinah ‘Aisyiyah yang aktif mengampanyekan hak-hak perempuan dan kesehatan reproduksi dari Desa Sampiran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Di hadapan Presiden Jokowi, Saraiyah berkesempatan memaparkan pengalamannya menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di tenda pengungsian pascagempa di Kab. Lombok Utara.

Selain Saraiyah, anggota Sekolah Perempuan lainnya, Fitri, mengungkapkan pentingnya akses warga miskin terhadap Jaminan Kesehatan Nasional bagi Penerima Bantuan Iuran (JKN-PBI). Sekolah Perempuan melakukan pemantauan JKN-PBI di 6 desa di Kab. Gresik, Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Timur, Kab. Pangkajene dan Kepulauan, Kota Kupang, dan Kota Jakarta Timur.

EDISI KHUSUS | MARET 2019“HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL“

Peringatan Hari Perempuan Internasional setiap tanggal 8 Maret di seluruh dunia merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap hak-hak perempuan, dan bertujuan untuk mengakhiri diskriminasi yang dialami oleh perempuan. Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, sejumlah Mitra Program MAMPU di Jawa Tengah yakni Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) bersama Dinas Perberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, Fatayat NU Jawa Tengah, Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni, PPT Kecamatan Semarang, Komunitas Perempuan, dan Support Group Sekartaji menyelenggarakan serangkaian kegiatan yang dimulai dengan dialog publik tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Dialog Publik ini bertujuan untuk menghimpun pendapat dan pandangan dari berbagai elemen masyarakat termasuk ulama,

parlemen, pemerintah, universitas, dan organisasi masyarakat sipil sehubungan dengan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai salah satu produk hukum yang akan mendorong upaya perlindungan korban kekerasan seksual.Acara yang berlangsung pada 12 Maret 2019 di aula DP3AKB Jawa Tengah ini menghadirkan KH. Choirul Muna dari Tim Panitia Kerja RUU P-KS Komisi VIII DPRI RI, Hindun Anisah dari Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara, dan Dian Puspitasari dari LRC-KJHAM Semarang. Sekurangnya 150 peserta dari berbagai organisasi termasuk universitas dan media menghadiri dialog publik ini.Data monitoring LRC-KJHAM di Jawa Tengah sejak tahun 2013 – 2018 mencatat 2.289 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan 4.427 perempuan menjadi korban, dan 50% nya yaitu 2.454 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Artinya di Jawa Tengah setiap hari ada 1 sampai 2 perempuan menjadi korban kekerasan seksual, dengan sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat yang memiliki relasi kuasa seperti ayah tiri, ayah kandung, paman, pacar, tetangga, guru ngaji dan atasan atau majikan.

“RUU ini dibuat untuk melindungi perempuan dan memberikan efek jera. Kami berkomitmen di akhir periode ini akan segera menyelesaikan RUU P-KS

agar segera menjadi Undang-Undang.”

—Drs. KH Khoirul Muna, POKJA RUU P-KS Komisi VIII DPRI RI

LRC-KJHAM Selenggarakan Dialog Publik “Kupas Tuntas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” bersama Sejumlah Lembaga

(Hak cipta: Deny S./Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.)

Saraiyah memaparkan pengalaman menangani kasus kekerasan terhadap perempuan di tenda pengungsian pascagempa di Kab. Lombok Utara, di hadapan Presiden Jokowi.

Yayasan Pusat Pendidikan untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu rayakan Hari Perempuan Internasional dengan acara berjudul “Berpolitik dengan Gembira: Suara Bengkulu untuk Indonesia tanpa Kekerasan” pada 12 Maret 2019 di Bengkulu. Sejalan dengan tema internasional “Think equal, build smart, innovate for change”, PUPA menggugah kesadaran perempuan untuk mendorong tersedianya ruang politik yang demokratis bagi perempuan, setara, dan bebas kekerasan serta mendorong delapan isu ketidaksetaraan gender untuk masuk menjadi isu prioritas kepada calon anggota legislatif saat terpilih nantinya. Acara ini dikemas dalam bentuk Talkshow, Pameran Foto dan Digital Artwork. Semuanya mengusung tema kekerasan terhadap perempuan.Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2019 memperlihatkan 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan pada tahun 2018. Jumlah ini meningkat 14% dari tahun sebelumnya, mengindikasikan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengungkapkan kasus kekerasan terhadap perempuan.Bengkulu pun marak dengan beragam kasus kekerasan terhadap perempuan yang menjadi pemberitaan daerah dan nasional. Tercatat 134 kasus kekerasan terjadi di Bengkulu selama tahun 2018 (CATAHU 2019, Komnas Perempuan).“Kami berharap, kegiatan ini mampu mendekatkan isu kekerasan terhadap perempuan kepada seluruh masyarakat, khususnya pada calon anggota legislatif dan ikut mendorong pengesahan

Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual, untuk mendukung dan melindungi perempuan,” - Susi Handayani, M.Si Direktur Yayasan PUPA.Menjelang pesta demokrasi 17 April 2019, PUPA memandatkan 8 bidang permasalahan perempuan pada calon anggota legislatif untuk disuarakan saat mereka terpilih nanti. Delapan bidang kritis tersebut adalah perempuan dan ketenagakerjaan, pendidikan, kekerasan seksual, kesehatan, identitas dan ekspresi, ruang hidup dan agraria, kebijakan dan perlindungan hukum, serta media dan teknologi.

Yayasan PUPA Bengkulu Rayakan International Women’s Day lewat “Berpolitik dengan Gembira”

Berbagai hambatan dialami perempuan korban kekerasan seksual selama proses hukum diantaranya didamaikannya kasus kekerasan seksual oleh oknum aparat penegak hukum, ditolaknya laporan korban kekerasan seksual, mandegnya proses penyidikan karena hambatan pembuktian, putusan rendah untuk kasus kekerasan seksual, korban kekerasan seksual mengalami kriminalisasi dan korban kekerasan seksual dinikahkan dengan pelaku.Perempuan korban mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan kembali (reviktimisasi) disebabkan perlindungan hukum yang tidak memadai, norma-norma sosial tentang moralitas

perempuan, dan ketidaksetaraan gender di Indonesia.Selain itu, keterbatasan rumusan pidana kekerasan seksual yang terdapat dalam KUHP, Undang-undang PKDRT, Undang-undang Perlidungan anak serta Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga belum mampu mewadahi seluruh bentuk kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan korban kekerasan. Berdasarkan pertimbangan inilah penyelenggara dan peserta menilai pembahasan dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan seksual sangat mendesak dilakukan.

Mitra MAMPU Ajak Caleg Perempuan Lintas Partai Bersuara untuk Perlindungan Perempuan

KAPAL Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan Migrant CARE mengadakan dialog “Perempuan Bersuara: Dialog Calon Legislatif (Caleg) Perempuan Merespons Agenda Perlindungan Perempuan” di Jakarta, 3 Maret lalu untuk mengangkat isu perempuan dalam pemilu, sekaligus sebagai pendidikan politik untuk para calon pemilih.Tujuh caleg perempuan DPR-RI memaparkan program kerjanya

MAMPU adalah kemitraan Pemerintah Australia (DFAT) dan Pemerintah Indonesia (BAPPENAS) yang bekerja untuk meningkatkan akses perempuan miskin ke layanan penting dan program pemerintah lainnya untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia (SDG) oleh Pemerintah Indonesia.

P: +62 21 521 0315 / 0321 / 0337 F: +62 21 521 0339 W: www.mampu.or.id E: [email protected] T: @ProgramMAMPU

terkait perlindungan perempuan, yaitu Christina Aryani (Golkar), Dian Islamiati Fatwa (PAN), Gina Erry (PSI), Nadhila Chairannisa (PKB), Nuraini (PDIP), Shanti Ramchand (Nasdem), dan Sri Saras Mundisari (PPP).Panelis yang hadir antara lain Misiyah, Direktur Eksekutif KAPAL Perempuan; Ani Soetjipto, peneliti politik dan gender; Murhayati dari Balai Perempuan yang mewakili kelompok disabilitas; dan Sonya Hellen, jurnalis senior Harian Kompas. Dalam kesempatan ini, para panelis juga menagih janji para caleg perempuan untuk segera merampungkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS).Bicara tentang perlindungan perempuan bukan hal mudah di parlemen karena situasi politik yang patriarkal tidak berpihak pada perempuan, demikian disampaikan Nuraini dari PDIP. Sementara, Christina Aryani dari Golkar sepakat untuk memperjuangkan kepentingan perempuan, serta kelompok rentan lain yang tak mampu menyuarakan kepentingannya, seperti anak dan kelompok disabilitas.Bagi Ani Soetjipto, caleg perempuan adalah petarung, “Politik perempuan ialah politik harapan yang memberdayakan dan membebaskan. Tetaplah menjadi petarung, karena perempuan perlu mengubah politik hari ini yang sangat maskulin.”