konstitusionalitas wewenang negara terhadap …

86
KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA BERDASARKAN PRINSIP HAK ASASI MANUSIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: RICKO ANAS EXTRADA NIM. 11150480000186 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441H / 2020 M

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA BERDASARKAN

PRINSIP HAK ASASI MANUSIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RICKO ANAS EXTRADA

NIM. 11150480000186

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441H / 2020 M

Page 2: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

i

KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA BERDASARKAN

PRINSIP HAK ASASI MANUSIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RICKO ANAS EXTRADA

NIM. 11150480000186

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441H / 2020 M

Page 3: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

ii

Konstitusionalitas Wewenang Negara Terhadap Pengelolaan SumberDaya

Air di Indonesia Berdasarkan Prinsip Hak Asasi Manusia

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Ricko Anas Extrada

NIM: 11150480000186

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Kamarusdiana, M.H.

NIP. 19720224 199803 1 003

Mufidah S.H.I., M.H.

NIDN. 2101018604

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/ 2020 H

Page 4: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “WEWENANG NEGARA TERHADAP

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BERDASARKAN PRINSIP HAK

ASASI MANUSIA” telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Syariah

dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada 22 April 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada

Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, Juni 2020

Mengesahkan

Dekan,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.

NIP. 19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQOSAH

1. Ketua : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ( ............................ )

NIP. 19670203 2014 1 001

2. Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. ( .............................. )

NIP. 19650908 199503 1 001

3. Pembimbing I : Dr. Kamarusdiana, M.H. ( ............................ )

NIP. 19720224 199803 1 003

4. Pembimbing II : Mufidah, S.H.I., M.H. (................................)

NIDN. 2101018604

5. Penguji I : Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H,.M.H. (..............................)

NIP. 19760807 200312 1 001

6. Penguji II : Dewi Sukarti, M.A.

NIP. 19720817 200112 2 001 (................................)

Page 5: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ricko Anas Extrada

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 06 Mei 1997

NIM : 11150480000186

Program Studi : Ilmu Hukum

Alamat : Jl. Galeong I No. 67 RT 004/007, Kelurahan

Margasari Kec. Karawaci, Kota Tangerang, 15113

(081389128269)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Uiniversitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan kebutuhan yang berlaku di Universitas Islam

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukanlah hasil asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Ciputat, 10 April 2020

Ricko Anas Extrada

NIM: 11150480000186

Page 6: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

v

ABSTRAK

Ricko Anas Extrada. NIM 111504800001.... “Konstitusionalitas Wewenang

Negara Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan Prinsip

Hak Asasi Manusia” Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah

danHukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/

2020M.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dikotomi implementasi

privatisasi terhadap sumber daya air oleh swasta yang terjadi di Indonesia dan

tanggungjawab pengelolaan sumber daya air oleh negara yang ditinjau dari prinsip

hak asasi manusia. Sesuai dengan amanat konstitusi yang ditegaskan dalam Pasal

33 ayat (3) bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif sedangkan

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-

undangan (statute approach) dan metode penelitian kepustakaan (library

research) serta pendekatan konseptual yang akan diselaraskan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa negara memiliki

tanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya air sesuai dengan amanat

konstitusi guna menjamin, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia atas air.

Pengelolaan air oleh swasta (privatisasi air) yang bersifat monopoli, ekslopratif

dan materialistik tidak sesuai dengan semangat konstitusi dan dasar negara

Indonesia. Terlebih lagi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang

membatalkan Undang-Undang Sumber Daya Air mewajibkan pengelolaan sumber

daya air dilakukan oleh negara guna mewujudkan kesejahteraan sosial.

Kata kunci : Pengelolaan sumber daya air, privatisasi, kesejahteraan,

hak asasi manusia.

Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Kamarusdiana, M.H.

2. Mufidah S.H.I., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1950 - Tahun 2018

Page 7: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

Swt karena berkat rahmat dan nikmat-Nya lah penulis mampu menyelesaikan

tugas akhir berupa skripsi ini sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana. Shalawat

serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad

Saw yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah menuju zaman

Islamiyah, sehingga penulis bisa merasakan nikmat iman dan islam sampai

dengan sekarang.

Skripsi yang berjudul “Konstitusionalitas Hak Menguasai Negara

Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan Tinjauan Prinsip Hak

Asasi Manusia” penulis susun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana

hukum pada konsentrasi Praktisi Hukum Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keberhasilan peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini dari awal

proses menyusun skripsi hingga akhir penyelesaian skripsi tidak terlepas dari

bimbingan, saran maupun dukungan dari setiap orang yang banyak membantu

penulis. Dengan demikian pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tolabi Karlie, S.H., M.A. M.H. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

jajarannya.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Kamarusdiana M.H. dan Mufidah S.H.I., M.H. yang telah meluangkan

waktunya dan banyak memberikan bimbingan, motivasi, saran, maupun arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

vii

4. Seluruh staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanannya

dalam membantu peneliti mendapatkan sumber data studi kepustakaan dalam

rangka menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu, Bapak Suryanto dan Ibu Siti Muawanah, kedua orangtua

peneliti yang senantiasa berada di sisi peneliti dalam keadaan suka maupun

duka dan yang telah banyak memberikan dukungan berupa materil dan moril

kepada peneliti. Penelti yakin seluruh perjuangan dan jasanya tidak akan

pernah bisa dibalas oleh penulis, dan semoga Allah Swt membalas segala

kebaikan mereka yang telah diberikan kepada penulis.

6. Pihak-pihak yang telah terlibat dalam perkembangan kegiatan akademik dan

non-akademik penulis selama dalam menempuh kuliah jenjang S-1 di Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 10 April 2020

Ricko Anas Extrada

Page 9: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING.....................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI.................................iii

LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................iv

ABSTRAK ............................................................................................................v

KATA PENGANTAR.........................................................................................vi

DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1

B. Identifikasi, Pembahasan, dan Perumusan masalah.........................9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan.........................................................10

D. Metode Penelitian................................................................................11

E. Sistematika Pembahasan....................................................................15

BAB II TINJAUAN PRIVATISASI DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Kerangka Konseptual......................................................................14

1. Pemahaman Umum Sumber Daya Air.......................................14

2. Privatisasi......................................................................................14

3. Hak Asasi Manusia......................................................................16

B. Kerangka Teoritis..............................................................................20

1. Konsepsi Negara Hukum di Indonesia........................................21

2. Konsepsi Negara Kesejahteraan Dalam Bingkai Hak Asasi

Manusia............................................................................................26

C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu...............................................32

BAB III SISTEM TATA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI

INDONESIA

A. Kebijakan Global Dalam Pengelolaan Sumber Daya

Air......................................................................................................39

Page 10: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

ix

B. Fenomena Privatisasi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air…......44

BAB IV IMPLEMENTASI PENGELOLAAN AIR DI INDONESIA

BERDASARKAN KAIDAH HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Kedudukan dan Peran Negara Dalam Pengelolaan Sumber Daya

Air......................................…............…………..................................45

B. Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia atas

Air di Indonesia...................................................................................50

C. Implementasi Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Swasta di

Indonesia Pasca Dibatalkannya UU Sumber Daya Air Melalui

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XII/2013..............56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................71

B. Rekomendasi.........................................................................................74

Page 11: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya air merupakan benda publik (public good) yang

dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk digunakan dan dinikmati guna

kelangsungan kehidupan seluruh makhluk hidup. Atas dasar fungsi air tersebut,

maka sepatutnya konsep kepemilikan sumber daya air adalah milik bersama

umat manusia (res communitis), dan oleh sebab itu tidak tepat apabila swasta

diberikan peran penuh dalam mengelola air guna memenuhi hajat hidup

manusia, karena air bukanlah benda pribadi (privat good) yang biasanya

dapat

dikuasai oleh korporasi.

Pemenuhan atas air bagi manusia dikategorikan sebagai natural rights,

yang artinya hak yang melekat pada sifat manusia karena kondisi historis,

kebutuhan dasar, dan gagasan akan keadilan. Hak atas air merupakan hak asasi

yang bukan diberikan oleh negara, akan tetapi hak asasi yang didadapatkan

karena konteks ekologis dari eksistensi manusia yang menimbulkan hak atas

air. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban dalam mengelola sumber daya

air semata-mata untuk melindungi dan memenuhi hak asasi manusia atas air

yang sifatnya alamiah tersebut.

Kewajiban negara dalam hal pengelolaan sumber daya air untuk

kesejahteraan rakyatnya secara konstitusional telah tegas dinyatakan dalam

Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Ketentuan yang terdapat dalam konstitusi tersebut merupakan dasar

hukum dan tujuan hukum sekaligus sebagai bentuk cita luhur bangsa Indonesia

yang menjadi titik temu kehidupan sosial dalam rangka melaksanakan

Page 12: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

2

pengelolaan sumber daya alam di Indonesia secara optimal guna mewujudkan

kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia.1

Air merupakan unsur dasar yang penting bagi stabilitas ekosistem. Air

juga merupakan sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi hidup dan

kehidupan, tidak hanya manusia tetapi juga makhluk hidup lain beserta

lingkungannya. Ketersediaan sumber daya air bervariasi baik jumlah maupun

mutunya. Fungsi dan manfaat air memerlukan berbagai upaya peningkatan dan

perlindungan air agar berdaya guna dan berhasil guna.2

Kebutuhan manusia terhadap air secara berkelnjutan terus mengalami

peningkatan. Hal ini dikarenakan meningkatnya ragam kebutuhan manusia

terhadap air dan juga karena meningkatnya jumlah manusia yang

membutuhkan air. Di sisi lain, air yang tersedia di alam berpotensi mengalami

penurunan jumlah.3

Fungsi air adalah sebagai kebutuhan sosial maupun lingkungan

hidup, maka negara tidak semestinya membiarkan dan memberikan

ruang seluas-luasnya kepada pihak swasta dalam mengelola air, karena

pengelolaan air oleh swasta (privatisasi) hanyalah salah satu dari

agenda besar liberalisasi ekonomi.4

Munculnya agenda liberalisasi ekonomi terhadap pengelolaan air

dapat membahayakan kepentingan masyarakat luas, karena ketika

suatu negara menghadapi kelangkaan air justru hal tersebut akan

dimanfaatkan menjadi kesempatan pasar (market opportunity) yang

akan diperebutkan oleh korporasi dunia untuk meraup keuntungan.

Menurut data yang disampaikan MARS Indonesia, produksi air minum

dalam kemasan (AMDK) di Indonesia menyumbang sebagian besar

1 Djaren Saragih, Dunia Hukum Sebagai Dunia Nilai-Nilai, (Surabaya: Pusat Studi

Hukum Pembangunan Fakultas Hukum UNAIR, 1977), h. 23.

2 Ahmad Santoso, Demokratisas Pengelolaan Sumber Daya Alam, (Jakarta: Indonesian

Center for Enviromental Law, 1999), h. 195.

3 Daud Silalahi, Pengaturan Hukum Sumber Daya Air dan Lingkungan di Indonesia,

(Bandung: Alumni, 2006), h. 11. 4 Munawar Khalil, Privatisasi Sumber Daya Air dalam Tinjauan Hukum Islam, Jurnal

Pemikiran Islam Afkaruna, Vol.1 No.1, 2006, h. 12.

Page 13: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

3

eksploitasi air yang dilakukan oleh pihak swasta. Kebutuhan akan air

akan semakin bertambah seiring dengan adanya kelangkaan air yang

melanda di beberapa daerah sehingga hal tersebut dapat dimanfaatkan

oleh pihak swasta untuk meraup keuntungan semata.5

Paham liberalisasi ekonomi pada sektor pengelolaan sumber daya

air di Indonesia salah satunya dipengaruhi faktor krisis moneter yang

dialami Indonesia pada masa orde baru, yang kemudian menarik

perhatian organisasi internasional seperti World Bank yang mencoba

untuk merestrukturisasi sistem pengelolaan air dan menanamkan

modalnya dalam sektor tersebut di Indonesia. World Bank memberikan

pinjaman di sektor sumber daya air atau Water Resources Sector

Adjustment Loan (WATSAL) sebesar USD 300 juta untuk penataan

kembali kebijakan sektor air di Indonesia. Penataan ini untuk

memberikan peluang partisipasi sektor swasta (privatisasi) dalam

pengelolaan layanan air. Akibat dari kesepakatan tersebut, berimplikasi

pada terbukanya agenda privatisasi terhadap air.

Implikasi hukum yang timbul akibat kerjasama pemerintah

Indonesia dengan organisasi internasional seperti World Bank salah

satunya adalah adanya pembentukan dan pemberlakuan Keputusan

Presiden nomor 96 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa pengelolaan

dan penyediaan air minum boleh dikuasai asing hingga 95%. Dengan

seperti itu, pemerintah Indonesia telah membuka keran munculnya

liberaliisasi ekonomi yang dapat dikuasai oleh pihak swasta, karena

pada dasarnya sifat maupun tujuan utama swasta (korporasi) pada

umumnya hanya untuk mencari keuntungan semata (profit oriented),

maka pelayanan kepada masyarakat atau public service dalam bidang

pengelolaan air bukanlah orientasi utamanya, dengan begitu peran

swasta dalam hal pengelolaan air dapat mengabaikan kepentingan

masyarakat luas.6

5 https://tirto.id/melawan-komersialisasi-air-bJ75 diakses pada tanggal 10 Februari 2020

6 Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016) , h. 41.

Page 14: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

4

Gagasan privatisasi air menimbulkan kerangka berpikir baru mengenai air

yang awalnya sebagai benda publik yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat

dengan mudah kini berubah sebagai benda ekonomi yang dieksploitasi oleh

swasta sehingga semakin mudah melanggengkan praktik komersialisasi atau

materialisasi terhadap pengelolaan air. Hal ini sekali lagi tentu akan mengubah

makna air yang sebelumnya barang publik dan pemenuhannya merupakan

kewajiban pemerintah/negara. Akibatnya adalah memposisikan air sebagai

komoditas ekonomi yang cenderung mengarah pada arah privatisasi dan

komersialisasi di mana hanya orang-orang. tertentu yang dapat mengaksesnya.7

Meningkatnya permintaan akan air di tengah-tengah kelangkaan air telah

menjadikan perusahaan-perusahaan besar (swasta) menanamkan usahanya di

bidang pengelolaan air. Tujuan perusahaan besar tidak lain adalah untuk

mencari keuntungan yang sebesar-besarnya yang akan membahayakan

keberadaan masyarakat kecil. Padahal air merupakan komoditas sangat primer

bagi kehidupan, dan tidak seharusnya ada peristiwa kekurangan air karena

salah dalam pengelolaannya.

Kelangkaan air yang muncul sebagai masalah serius di banyak Negara di

dunia khususnya di Asia dan Afrika, disebabkan ketersediaan air yang tidak

sebanding dengan kebutuhan terhadapnya. Di samping pengelolaan yang tidak

berkeadilan dan tidak berpihak kepada masyarakat, kondisi demikian antara

lain juga disebabkan oleh ketidakstabilan lembaga, atau kurangnya struktur

kelembagaan dan sosial yang ada.8

Isu keterbatasan air baik kualitas maupun kuantitas menjadi isu yang

sangat penting sehingga menarik perhatia dalam dalam tataran internasional.

Sebagaimana yang ditulis oleh Maria Adelaida Henao Canas9:“Water is today

subject of debate in the international arena due to the deep politic, economic and

7 Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air, ...h,.30.

8 Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air, … h,.91.

9 Maria Adelaida Henao Canas, The Right To Water: Dimension and Opportunies, EAFIT

Of International Law Journal Columbia, Vol.1, No.1, 2010.

Page 15: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

5

social implications it carries, along with challenges that require strong commitment

by government and international agencies.”

Sama halnya dengan apa yang dipaparkan dalam penelitian jurnal

internasional terindex scopus Harvard law review yang menjelaskan esensi air

bagi manusia di tengah kelangkaan air yang terjadi di belahan dunia. Jurnal

tersebut berjudul what price for the priceless:

“Implementing justiciability of the right to water is scare, such as Asia, South

America, Sub Saharan Africa, the relative cost of purchasing water is high,

and water takes on radically different level of importance. When its general

importance is coupled with scarcity, waters value increases exponentially,

making it more comparable to gold or diamondthan to air, with the added

weight of being necessary for survival. In this sense, there are few (perhaps

no) other resources of equal importance.”10

Krisis dan kelangkaan air yang terjadi baik secara kualitas maupun

kuantitas hampir di seluruh dunia dan minimnya dana serta teknologi yang

dimiliki pemerintah merupakan kelemahan yang membuat beberapa kelompok

memanfaatkan hal tersebut dengan menciptakan perubahan cara pandang

terhadap air dan pengelolaannya. Praktik komersialisasi atau privatisasi

terhadap air yang telah diterapkan di beberapa negara adalah contoh

keberhasilan pengaruh globalisasi dalam merubah perspektif terhadap

pengelolaan dan pemanfaatan air. Bahkan penguasaan sumber air oleh swasta

atau asing telah terjadi dan terus berkembang serta masif .11

Setiap konsep maupun prinsip dalam pengelolaan air, negara dihadapkan

dengan beberapa tantangan sebagaimana yang dikemukakan oleh M.A. Salman

bahwa:

“However, implementation of the right to water face multiple

challenges. One major challenge relates to the absence of legislation in

most countries to reflect the country’s international obligations and to

10 Note, “What the price for the priceless: Implementing the Justiciability of The Right To

Water”, Harvard Law Review, Vol. 120, 2007.

11

Samekto dan Suteki, Membangun Politik Hukum Sumber Daya Alam Berbasis Cita

Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Thafa Media, 2015), h. 4.

Page 16: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

6

institutionalize and elaborate the right. Another challenge relates to

financial.”12

Kontrol pemerintah yang lemah dan kentalnya nuansa korupsi, kolusi dan

nepotisme di tingkat birokrasi pemerintah menyebabkan posisi tawar

(bargaining position) antara konsumen dan pemerintah terus melemah dan

tidak berdaya. Dalam kondisi tersudut dan tertekan, investor swasta dapat

melakukan aneka manuver baru guna meraup keuntungan dengan

mengeksploitasi sumber daya alam dan membebankan kepada konsumen dan

pemerintah melalui beragam cara seperti perpanjangan kontrak lebih lama,

peningkatan presentase bagi hasil yang terus meningkat untuk investor sampai

tuntutan penyertaan modal pemerintah. Pada tahap ini kolonisasi modern

dalam akses, kontrol, dan partisipasi penyediaan air minum terbentuk secara

alamiah.13

Berlakunya Undang-Undang Sumber Daya Air semakin membatasi peran

negara yang hanya sebagai pembuat dan pengawas aturan atau sebagai

regulator semata. Negara sebatas hanya sebagai regulator dan swasta sebagai

penyelenggara sistem air (privatisasi air) merupakan penjabaran dari penerapan

sistem ekonomi liberal. Peran sosial dalam penyelenggaraan sistem kelola air

tidak dapat digantikan oleh swasta yang memiliki orientasi pada keuntungan

sebagai tujuan utama.

Negara yang hanya menjadi regulator dikhawatirkan akan kehilangan daya

untuk mengontrol atas setiap tahapan pengelolaan air untuk memastikan

terjaminnya keselamatandan kualitas bagi setiap pengguna air. Apabila kontrol

yang dilakukan negara lemah, maka akan ada kemungkinan negara tidak dapat

menjamin dan memberikan perlindungan terhadap kelompok-kelompok tidak

mampu dan rentan dalam mendapatkan akses terhadap air yang sehat dan

terjangkau.

12

Salman M. A. Salman, “The Human Right to Wate : Challenges of Implementation”,

American Society of International Law, Vol. 106, 2012, h. 44.

13

http://www.ampl.or.id/digilib/read/dampak-privatisasi-air-minum/ diakss pada tanggal

10 Desember 2019

Page 17: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

7

Penyelenggaraan air minum dan pengelolaan air oleh swasta diyakini juga

akan berpengaruh terhadap biaya dan tarif yang ditanggung pengguna.

Keuntungan perusahaan, biaya eksternal, biaya operasional dan investasi

menjadi biaya total yang ditanggung oleh pengguna air. Inilah yang disebut

pengenaan full cost recovery.14

Dampak dari privatisasi di mana orientasi pengelolaan oleh perusahaan

adalah mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan

sekecil-kecilnya berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi telah mengubah

hubungan negara dengan warganya yang semula bersifat pelayanan menjadi

hubungan pengusaha dan konsumen yang berdasarkan perhitungan untung

rugi.

Penegasan hak atas air dalam suatu konstitusi dan peraturan perundang-

undangan di bawahnya adalah dalam kerangka untuk memberikan keadilan

bagi seluruh rakyat. Konkretnya, hal ini adalah suatu bentuk pembatasan

terhadap manusia itu sendiri dalam memanfaatkan air. Tidak boleh hanya

dimanfaatkan hanya untuk kepentingan pribadi dan atau kepentingan kelompok

tertentu dengan tidak memperhatikan kepentingan orang lain. Dengan adanya

pengaturan tersebut akan melahirkan keadilan untuk seluruh rakyat tanpa

adanya diskriminasi dan monopoli oleh seseorang atau kelompok tertentu

saja.15

Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia dihadapkan kepada

gelombang globalisasi yang mempunyai kecenderungan ekonomi global.

Ekonomi global yang cenderung memiliki atribut aliran liberal kapitalis yang

tidak pro pengelolaan sumber daya alam berdasarkan kebutuhan rakyat.

Namun atribut globalisasi berupa kapitalisme ternyata telah memaksa

14

Henry Heyneardhi dan Savio Wermasuban, Dagang Air: Perihal Peran Bank Dunia

dalam Komersialisasi dan Privatisasi Layanan Atas Air di Indonesia (Salatiga: Widya Sari Press,

2004), h. ii.

15 JJ. Rouseau, Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip-Prinsip Hukum Politik, Alih Bahasa:

Sundari Husen dan Rahayu Hidayat, (Jakarta: Dian Rakyat, 1989), h. 38.

Page 18: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

8

Indonesia untuk menuruti kemauannya untuk menciptakan ekonomi pasar,

misalnya dengan privatisasi tadi.16

Dengan melihat latar belakang tersebut, peneliti sangat tertarik untuk

membahas masalah ini dengan mengambil judul: Wewenang Negara Terhadap

Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan Prinsip Hak Asasi Manusia

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Bedasarkan pada penjabaran yang telah diuraikan dalam latar belakang di

a. Konstitusionalitas wewenang menguasai oleh Negara dalam pengelolaan

air dalam Undang-Undang Sumber Daya Air terhadap UUD 1945 yang

tidak sesuai terhadap penerapan privatisasi air oleh swasta saat ini.

b. UU SDA telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, namun

penyalahgunaan pemberian izin (legitimasi) secara bebas dan masif oleh

pemerintah masih kerap terjadi terhadap pengelolaan air oleh swasta di

Indonesia.

c. Krisis air yang banyak melanda daerah di Indonesia sebagai bentuk

pelanggaran hak asasi manusia atas tindakan pengelolaan dan

pendistribusian air yang tidak merata dan tidak berkeadilan.

d. Negara wajib mengurangi serta membatasi pihak swasta yang

mengekploitasi air secara eksploratif dan materialistik untuk mencari

keuntungan semata (economic value).

2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran dan meluasnya

pembahasan dalam penulisan ini serta pembatasan masalah bertujuan untuk

mendapatkan hasil penelitian yang kritis dan terkonsentris. Maka peneliti

membatasi penulisan ini pada permasalahan peran dan kewajiban negara

dalam pemenuhan hak asasi manusia terhadap air di Indoensia sejalan

dengan pengelolaan air yang masih dikelola oleh swasta (privatisasi) untuk

16 Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air,… h.14.

Page 19: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

9

dikomersialisasikan. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini

adalah:

a. Tanggung jawab negara dalam pengelolaaan air berdasarkan prinsip hak

asasi manusia dan konsep welfare state.

b. Implikasi hukum timbulnya perizinan pengelolaan air dalam bentuk

privatisasi air di Indonesia pasca pembatalan UU SDA oleh Mahkamah

Konstitusi yang mengharuskan air dikelola oleh negara.

3. Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka

peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Dengan adanya praktik

pengelolaan air oleh swasta (privatisasi air) di Indonesia banyak

menimbulkan permasalahan seperti sulitnya mengakses dan mendapatkan

air bersih yang terjangkau. Oleh sebab itu, negara memiliki

tanggungjawab untuk mengambil alih pengelolaan air dari swasta guna

melindungi dan memenuhi hak asasi manusia atas air dan demi terciptanya

kesejahteraan bagi rakyat. Untuk mempertegas dan menjawab dari

masalah utama yang telah diuraikan di atas, maka peneliti akan

menjabarkan penulisan ini melalui rincian dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut:

a. Bagaimana tanggung jawab Negara dalam pengelolaan sumber daya

air berdasarkan konsepsi welfare legal state?

b. Apa terhadap pengelolaan sumber daya air dapat menjamin dan

melindungi HAM terhadap air?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian memiliki tujuan penelitian Bedasarkan latar belakang

dan perumusan masalah yang telah dibentuk dalam penelitian ini, berikut ini

merupakan pemaparan atas tujuan penelitian sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tanggung jawab negara dalam pengelolaan sumber

daya air dalam konsep welfare state.

Page 20: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

10

b. Untuk memahami urgensi praktik privatisasi air dalam melindungi,

menjamin, dan memenuhi hak asasi manusia atas air di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi aktivitas akademis di

manapun khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum untuk mengetahui

dan memperluas wawasan dalam bidang hukum dan Hak Asasi Manusia

dan sekaligus dapat berguna sebagai referensi ilmiah untuk penelitian

selanjutnya yang lebih ekstensif.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi

kalangan profesi hukum dan aktivis HAM dalam memberikan

argumentasi hukum dan Hak Asasi Manusia yang dapat

dipertanggungjawabkan. Selain itu, penelitian ini secara praktis dapat

berguna bagi pemerintah pusat maupun daerah dalam menentukan arah

kebijakan atas legitimasi privatisasiair yang nantinya akan berdampak

pada keberlangsungan hidup rakyat luas sekaligus dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam pengelolaan air oleh negara.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu

penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan

hukum dari sisi normatifnya, yang dibangun berdasarkan objek hukum itu

sendiri.17

Dalam penelitian hukum normatif, menitikberatkan pada kajian

literatur (kepustakaan) guna mengsinkronisasi hukum, menyelaraskan

hukum, konstruksi hukum, maupun histori pembentukan hukum

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan metode penelitian kepustakaan

17

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya :

Bayumedia Publishing, 2005), h. 57.

Page 21: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

11

(library research) serta pendekatan konseptual (conseptual approach)

dengan mempelajari pandangan dan doktrin hukum dalam membangun

argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.18

3. Sumber Data

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka.19

Sumber

data dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara umum (perundang-undangan) Peraturan perundang-

undangan yangberkaitan dengan masalah yang dikaji, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999)

3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air.(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377)s

4) Undang-Undang Nomer 11 Tahun 1974 tentang Pengairan

5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara

6) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Privatisasi Perusahaan Perseroan

7) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2005 tentang SPAM

8) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013

9) Intenational Covenant On Economic, Social, and Cultural Rights.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan

terhadap bahan hukum primer, seperti jurnal, makalah, buku, hasil

lokakarya, seminar, simposium, diskusi, dan hasil-hasil penelitian, tesis

18

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 95. 19

Soerjono Soekanto dan Sri, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : PT. RajaGrafindo

Persada, 2011, cet.XIII, edisi I,), h. 12.

Page 22: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

12

dan disertasi, serta tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang ada hubungannya

dengan obyek penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang diperoleh baik dari bahan

yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, kamus bahasa Indonesia,

ensiklopedia, artikel-artikel pada majalah/koran/internet dan sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yang merupakan

upaya untuk mencari dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan

perundang-undangan, artikel dan jurnal hukum yang relevan dengan

penelitian agar dapat digunakan untuk menjawab suatu pertanyaan atau

untuk memecah suatu masalah.20

5. Metode Analisis Data

Jenis penelitian yang digunakan dalam mengolah data menggunakan

metode kualitatif, metode penelitian secara kualitatif ini lebih menekankan

pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada

melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi, yang menggunakan

teknik analisis mendalam (in-depth analysis). Bahan hukum (data) hasil

pengolahan dianalisis secara kualitatif yang merupakan suatu upaya yang

sistematis dalam penelitian hukum. Termasuk di dalamnya adalah kaidah

dan teknik untuk memuaskan keingintahuan peneliti pada suatu gejala

yuridis atau cara untuk menemukan kebenaran dalam memperoleh

pengetahuan.21

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode penulisan

yang sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada buku “Pedoman

20

Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Bumi Intitama Sejahtera,

2009), h. 56. 21

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 2004), h. 14.

Page 23: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

13

Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2017.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika ini merupakan gambaran dari penelitian agar memudahkan

dalam mempelajari seluruh isinya. Penelitian ini dibahas dan diuraikan menjadi

5 (lima) bab, adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I : Pada bab ini terdiri dari uraian mengenai latar belakang

masalah yang diteliti, identifikasi masalah, pembatasan dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode dan

sistematika penulisan.

BAB II : Pada bab ini memuat kajian pustaka yang membahas kerangka

konseptual, kajian teoritis dan review (tinjauan) hasil studi

terdahulu. Dari uraian teori maupun tinjauan studi terdahulu

tersebut digunakan untuk membentuk kerangka penelitian

serta menganalisis penelitian secara komprehensif.

BAB III : Pada bab ini menyajikan data penelitian. Penyediaan data

berupa deskripsi data yang berkenaan dengan variabel yang

diteliti secara objektif.

BAB IV : Pada bab ini menyajikan analisis dari hasil pembahasan

maupun data yang didapatkan pada bab sebelumnya. Analisis

yang digunakan dalam bab ini mencakup analisis secara

yuridis, sosiologis, dan filosofis.

BAB V : Pada bab ini menyajikan bagian penutup dari penelitian yang

isinya mencakup kesimpulan yang isinya diambil dari inti sari

pembahasan / data dan pada bab ini menyajikan bagian

rekomendasi / saran yang diberikan oleh penulis kepada

pihak-pihak yang berhubungan dengan objek penelitian guna

memperbaiki masalah yang diteliti.

Page 24: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

14

BAB II

TINJAUAN UMUM PRIVATISASI DAN HAK ASASI MANUSIA

1. Kerangka Konseptual

a. Pemahaman Umum Sumber Daya Air

Pada dasarnya komoditas berupa air sangat vital bagi konsumsi dan

kebutuhan manusia. Air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa wajib

dikelola dengan baik, dengan prinsip keadilan. Keadilan dalam makna

sederhana tidak boleh ada yang memonopoli air, sehingga merugikan

kepentingan orang lain. Distribusi air secara berkeadilan menjadi dasar

pemenuhan kebutuhan biologis manusia terhadap air. Sementara di

dalam tata pengelolaan sumber daya air secara mendasar meliputi tiga

hal, yaitu: konservasi, pendayagunaan, dan pengendali daya rusak air.

Di dalam perspektif religiusitas, air merupakan karunia Allah SWT

bagi kelangsungan hidup makhlukNya. Boleh dikatakan bahwa tidak ada

makhluk hidup bernyawa yang tidak perlu air, termasuk tetumbuhan. Air

merupakan zat khusus yang tidak bisa digantikan atau tidak ada

penggantinya. Kebutuhan manusia terhadap air sangat mendasar atau

kebutuhan yang bersifat pokok, karena air merupakan unsur penting bagi

kehidupan.

b. Privatisasi

Privatisasi menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang

No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara adalah penjualan

saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain

dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar

manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham

Michael oleh masyarakat.

Hadlow dalam disertasinya mengemukakan pengertian privatisasi

sebagai berikut:1“privatization has come to be applied both to the sale of

public enterprise to private shareholders and to wholesale transformation of the

1 Michael Hadlow, Privatization in Crechoslavakia, Disertation, Praha, 1993, h. 8.

Page 25: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

15

state enterprissector into private ownership.” Selanjutnya, Ewa Baginska

mengemukakan privatisasi sebagai suatu pengertian yang luas bukan

hanya meliputi penjualan aset publik, tetapi juga meliputi kontrak

pelayanan yang dahulunya dilakukan oleh negara kemudian dialihkan

oleh swasta.2

Privatisasi sering diasosiasikan dengan perusahaan berorientasi

jasa atau industri, dan diterapkan pada aset apa saja, seperti tanah, jalan,

atau bahkan air. Privatisasi berkecenderungan ke arah pasar bebas dan

berorientasi pada kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya

dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik.

Pada sisi lain, privatisasi dinilai negatif, karena memberikan layanan yang

penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol

publik dan hanya akan berorientasi pada mencari keuntungan sebanyak-

banyaknya.

Privatisasi sendiri diyakini bermuara dari teori neo-liberalisme,

sebuah teori yang menggerakkan “revolusi” ekonomi dunia pada

pertengahan tahun 1980-an yaitu revolusi neo-liberalisme. Revolusi ini

bermakna bergantinya sebuah manajemen ekonomi yang berbasiskan

persediaan menjadi berbasis permintaan. Paham/aliran neo-liberalis

dengan tokoh terkenal penganjur paham ini adalah Milton Friedman,

seorang pemikir yang masih percaya pada kapitalisme klasik yang

berpendapat bahwa urusan negara hanyalah masalah tentara dan polisi

yang melindungi hidup warganya.

Paham neoliberal menganggap bahwa negara tidak boleh

mencampuri perekonomian dan menarik pajak dari rakyatnya, karena

menurutnya telah terbukti bahwa krisis ekonomi semakin memburuk jika

negara berusaha mengatasinya. Pokok-pokok ajaran neoliberal tergambar

pada ciri-ciri berikut: Biarkan pasar bekerja, kurangi pemborosan dengan

memangkas semua anggaran negara yang tidak produktif seperti subsidi

2 Ewa Baginska, Privatization Process in Poland: Legal Aspect of the Privatization

Process in Poland, (Nicolaus Copernicus University, Torun, 1995), h. 1.

Page 26: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

16

pelayanan sosial, lakukan deregulasi ekonomi, keyakinan terhadap

privatisasi, keyakinan pada tanggung jawab individual.3

c. Hak Asasi Manusia

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia:

“Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa

dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.” Selain hak asasi, terdapat kebalikan dari hak yakni suatu kewajiban.

Hal tersebut merupakan konsekuensi hukum, yaitu timbulnya hak maka

timbul pula kewajiban. Oleh karena itu, selain hak asasi, manusia juga

memiliki kewajiban fundamental yang mesti dipatuhi sebagai warga

negara. Secara normatif, kewajiban dasar manusia berdasarkan pasal 1

ayat (2) didefinisikan sebagai berikut: “Kewajiban dasar manusia adalah

seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan

terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia.”

John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak

yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak

yang kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang

dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi

hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa

terlepas dari kehidupan manusia.4

Menurut Miriam Budiardjo, hak asasi adalah hak yang dimiliki

manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan

kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Perlakuan

dalam melindungi dan memenuhi beberapa hak tersebut tanpa perbedaan

atas dasar negara, ras, agama, dan kelamin dan karena itu bersifat asasi

serta universal. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa manusia harus

3

Wisnu HKP Notonagoro, Neoliberaisme Mengcengkerem Indonesiia, IMF-World Bank,

WTO Sumber Bencana Ekonomi Bangsa, (2011, Jakarta: Sekretariat Jenderal Kebangkitan Rakyat

Semesta), h. 26.

4 Masyhur Effendi. Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional

dan Internasional, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994), h. 3.

Page 27: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

17

memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan

cita-cita.5

Hak asasi digolongkan menjadi beberapa bagian, Vicky Jakson dan

Mark Tushnet menjelaskan bahwa:

a. Hak asasi manusia generasi pertama, yaitu individual and political

rights, meliputi:

1. Freedom of Expression: Freedom of Expression mencakup antara

lain, freedom of press, freedom of opinion, dan freedom of association.

2. Freedom of Religion: Apabila dikaitkan dengan first and

amandements UU Amerika Serikat (1791), freedom of religion

merupakan bagian dari freedom of expression yang dikenal dengan

sebutan estabilishment clause.

3. Non discrimination (freedom from discrimination). Wujud dari

freedom from discriminations, antara lain lahir prinsip „equality before

the law larangan segala perbudakan dan peluluran (non slavery)

eksploitasi manusia oleh manusia (exploitation de I’homme Par

I’Homme). Dalam kaitan ini perlu dicatat “state of union’ di hadapan

para kongres pada tahun 1941 yang kenal dengan sebutan „Four Freedom

Roosevelt‟ yaitu:

a). Freedom of speech and expression (Kebebasan berbicara dan

berekspresi)

b). Freedom of Worship (Kebebasan beragama)

c). Freedom from want (Kebebasan dari kemiskinan)

d). Freedom from fear (Kebebasan dari ketakutan)

a. Hak asasi manusia generasi kedua yaitu, social and political rights

Demi terjaminnya hak asasi manusia di suatu negara, maka negara

sebagai entitas mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi

dan memenuhi hak asasi manusia. Hal ini disebabkan karena sejarah

5 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,

1999), h. 120.

Page 28: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

18

pelanggaran HAM yang pernah terjadi sebelumnya hanya dilakukan oleh

negara terhadap hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial, dan

budaya. Negara adalah satu-satunya pengemban kewajiban terhadap

HAM, adapun pihak selain negara adalah pemegang hak.

Norma-norma HAM menempatkan individu sebagai pemegang hak

(right holders) dan negara sebagai pemangku kewajiban (duties holder).

Pihak negara sebagai pemangku kewajiban harus mengakui,

menghormati, melindungi dan memenuhi dan menegakkan hak asasi

manusia. Berdasarkan paradigma ini, maka tanggung jawab negara

terhadap hak asasi manusia dapat dilihat dalam 3 hal, yakni:6

1. Kewajiban Negara untuk Menghormati HAM (obligation torespect)

Kewajiban negara untuk tidak melakukan tindakan intervensi atau

campur tangan oleh negara itu sendiri yang dapat mengurangi hak-hak

atau menghalangi penikmatan hak. Seperti hak untuk hidup, maka

kewajiban negara adalah tidak membunuh. Hak atas kebebasan

beragama, maka kewajiban negara adalah tidak memaksa seseorang

untuk berpindah pada keyakinan tertentu.

2. Kewajiban Negara untuk Melindungi HAM (obligation to protect)

Kewajiban negara untuk bertindak aktif dalam memastikan tidak

terjadinya pelanggaran hak asasi manusia oleh indvidu atau korporasi.

3. Kewajiban Negara untuk Memenuhi HAM (obligation to fulfill)

Kewajiban negara untuk mengambil tindakan-tindakan legislatif,

administratif, yudisial dan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk

memastikan bahwa hak-hak yang diperhatikan dilaksanakan sebesar

mungkin atau dapat diakses untuk semua orang. Misalnya, setiap

orang yang ditahan berhak untuk didampingi oleh kuasa hukum,

dokter dan/atau konsulat dari negara asalnya sesaat setelah ditahan.

Pada dasarnya negara selalu menjadi pihak yang kuat karena

memiliki wewenang dan kekuasaan, sedangkan masyarakat berada pada

posisi yang lemah karena tidak memiliki wewenang dan kekuasaan. Hak

6 Eko Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia, ( Depok: Rajawali Press, 2018), h. 69.

Page 29: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

19

asasi manusia merupakan proses pembelaan oleh masyarakatatas

tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh negara karena tidak

seimbangnya posisi negara dengan masyarakat tersebut.

Rumusan dari UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 memuat

beberapa ketentuan pokok yang berkenaan dengan jaminan atas

perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Salah satunya adalah

mengenai hak untuk hidup. Sebagaimana yang diketahui, hak untuk

hidup adalah hak yang sifatnya tidak dapat diderogasikan (non derogable

rights) artinya tidak ada satupun manusia atau dalam kondisi apapun

yang dapat merenggut hak seseorang untuk hidup.

Hak untuk hidup secara tegas dijamin dalam Konstitusi Indonesia

yang tercantum dalam Pasal 28 A yang menyatakan bahwa “Setiap orang

berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Dengan demikian, hak untuk

hidup merupakan hak konstitusional.

Lebih lanjut konstitusi Indonesia bukan hanya menjamin hak untuk

hidup, akan tetapi hak untuk hidup sejahtera serta berhak menikmati

lingkungan yang bersih dan sehat yang merupakan bagian tidak terpisah

dari hak hidup itu sendiri. Ketentuan tersebut dapat dilihat dalam Pasal

28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapalkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM,

menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu,

pemerintah, bahkan negara. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak

tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan.

Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh

merusak kepentingan orang banyak (kepentingan umum). Karena itu

pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM harus

Page 30: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

20

diikuti dengan kewajiban asasi manusia dan tanggung jawab asasi

manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara.7

B. Kerangka Teoritis

1. Konsepsi Negara Hukum di Indonesia

Pemikiran negara hukum dimulai sejak Plato mengemukakan

konsepnya “bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang

didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik atau yang disebut dengan

istilah nomoi.8Konsep negara hukum menurut Plato itu kemudian

dilanjutkan lagi oleh muridnya, Aristoteles (lahir 384 SM). Dalam karyanya

Politica (baru ditemukan tahun 1891), Aristoteles telah memperkenalkan

keharusan adanya konstitusi dan kedaulatan hukum (recht souvereniteit)

dalam suatu negara.

Berkenaan dengan konstitusi yang harus dibentuk oleh suatu negara

hukum, sebagaimana yang dikutip Azhari, Aristoteles mengatakan:

”Konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara, dan menentukan

apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan, dan apa akhir dari setiap

masyarakat, konstitusi merupakan aturan‐aturan, dan penguasa harus mengatur

menurut aturan‐aturan tersebut.”9

Aristoteles juga mengatakan bahwa suatu negara yang baik adalah

negara yang diperintahkan dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum.

Ada tiga unsur dari pemerintahan yang berkonstitusi yaitu; pertama,

pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua,

pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada

ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-

wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; ketiga,

pemerintah berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas

7 Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

(Jakarta : Prenada Me0dia,2003) h. 201.

8 Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 66.

9 Tahir Azhary, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur‐

unsurnya, (Jakarta: Ul‐ Press, 1995), h. 21.

Page 31: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

21

kehendak rakyat, bukan berupa paksaan maupun tekanan seperti yang

dilaksanakan oleh pemerintahan despotik.10

.

A.Hamid S. Attamimi dengan mengutip pendapat Burkens,

mengatakan bahwa negara hukum (rechstaat) adalah negara yang

menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan

kekuasaan negara. Atas dasar itu penyelenggaraan kekuasan tersebut dalam

segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum.11

Di Indonesia sendiri, pengaturan dan penegasan bahwa Indonesia

adalah negara hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang

menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Menurut Jimly

Asshiddiqie, “Indonesia diidealkan dan dicita-citakan oleh the founding

fathers sebagai suatu negara hukum (Rechtsstaat/The Rule of Law)”. 12

Prinsip negara hukum di setiap negara dapat berubah seiring dengan

perkembangan masyarakat dan negara. Menurut Utrecht ada dua macam

negara hukum yaitu:

1. Negara hukum formal atau negara hukum klasik, menyangkut pengertian

hukum yang bersifat formal dan sempit, yaitu dalam arti peraturan

perundang-undangan tertulis semata. Tugas negara adalah melaksanakan

peraturan perundang-undangan tersebut untuk menegakan ketertiban.

2. Negara hukum material atau negara hukum modern, mencakup pengertian

yang lebih luas termasuk keadilan di dalamnya. Tugas negara tidak

hanya menjaga ketertiban dengan melaksanakan hukum, tetapi juga

mencapai kesejahteraan rakyat sebagai bentuk keadilan.13

.

10 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),

h. 2.

11

A.Hamid S. Attamimi, 1992, Teori Perundang-Undangan Indonesia, makalah pada

PidatoUpacara pengukuhan Guru Besar tetap di Fakultas Hukum UI, Jakarta, h. 8.

12

Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, (Jakarta: PT Bhuana

Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2009), h. 3.

13

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2004), h. 122.

Page 32: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

22

Pembedaan antara negara hukum formal dan material dimaksudkan

untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak

serta-merta akan terwujud secara substantif. Jika hukum dipahami secara

kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya

pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan

terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantif.

Tugas dan fungsi negara dalam konsep hukum material menjadi

semakin luas sampai menjangkau kehidupan masyarakat di bidang sosial,

ekonomi, budaya, agama, teknologi, politik, pertahanan dan keamanan,

bahkan masuk hingga ranah privasi warga negaranya, karena yang

terpenting dalam konsepnegara hukum secara material itu adalah bertindak

sebagai pelayan masyarakat (public service) dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan rakyatnya.14

Sedangkan pada umumnya negara yang berideologi hukum formal

(klasik) mengenal tipe negara liberal individualis kapitalistik, sehingga

dalam perwujudannya, negara yang bertipe semacam ini semata-mata

bertindak sebagai penjaga malam (nachtwachterstaat). Kemudian dari sisi

politik, bahwa yang menjadi tugas pokok negara yang menganut hukum

formal, dititikberatkan pada bagaimana menjamin dan melindungi status

ekonomis dari kelompok yang menguasai alat-alat pemerintahan yang

dalam sistem klas dikenal dengan istilah rulling elite, yang merupakan klas

penguasa atau golongan eksekutif.15

Paham negara hukum formal menimbulkan berbagai akibat buruk bagi

kalangan klas bawah dalam wujud; 16

(1) Kelas bawah tidak mendapat perhatian yang serius oleh alat-alat

pemerintahan;

(2) Lapangan pekerjaan alat-alat pemerintahannya sangat sempit;

(3) Terjadi pemisahan antara negara dan masyarakatnya.

14 B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia, Menuju Konsolidasi Sistem

Demokrasi, (Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), h. 20.

15

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1985), h. 3.

16

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara, ... h.4

Page 33: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

23

Dengan demikian, apabila paham negara hukum formal liberalistik

dipertahankan, maka rakyat kebanyakan akan mengalami penderitaan dan

kemiskinan yang dalam, sementara kalangan eksklusif akan semakin kaya

karena tipe negara yang memiliki paham seperti ini hanya memberi proteksi

kepada kalangan elite, sehingga cita-cita negara untuk memakmurkan

rakyaknya justru terbalik, dimana rakyat menjadi tidak berdaya dan hidup di

bawah ambang batas (di bawah garis kemiskinan).17

Azhary dalam melakukan penelitiannya menemukan dan merumuskan

dalam kepustakaan lima macam konsep negara hukum, yaitu:18

1. Negara hukum menurut Al-quran dan Sunnah. Untuk konsep ini Azhary

cenderung menggunakan istilah nomokrasi Islam dari Malcolm H.Kerr.

Majid Khadduri juga menggunakan istilah nomokrasi untuk konsep

negara dari sudut Islam, namun untuk membedakannya dengan konsep

negara yang sekuler atau negara hukum menurut konsep barat, Azhary

berpendapat istilah nomokrasi islam lebih tepat memperlihatkan kaitan

nomokrasi atau negara hukum itu dengan hukum Islam.

2. Negara hukum menurut konsep yang dianutEropa kontinental yang

dinamakan rechtsstaat. Model negara hukum ini diterapkan misalnya di

Belanda, Jerman maupun Perancis.

3. Konsep rule of law yang diterapkan di negara-negara Anglosaxon, antara

lain Inggris dan Amerika Serikat.

4. Suatu Konsep yang disebut socialist legality yang diterapkan antara lain

di Uni Soviet sebagai negara komunis.

5. Konsep negara Hukum Pancasila.

Menurut Philipus M. Hadjon, Indonesia sebagai negara yang

menganut konsep negara hukum berdasarkan Pancasila harus memberikan

perlindungan hukum terhadap masyarakatnya sesuai dengan Pancasila.

Artinya, perlindungan yang berarti pengakuan dan perlindungan hukum atas

17 Marilang, Ideologi Welfare State Konstitusi: Hak Menguasai Negara Atas Barang

Tambang, UIN Alauddin Makassar,Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 2, Juni 2012

18

Triyanto, Negara Hukum dan HAM, (Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 3.

Page 34: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

24

harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,

kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan serta keadilan sosial. Nilai-nilai

tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam

wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan

dalam mencapai kesejahteraan bersama.19

Philipus M. Hadjon memberikan pendapat mengenai ciri-ciri negara

hukum Pancasila, yaitu:

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan atas

kerukunan

b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan

Negara

c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan

merupakan saran terakhir.

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.20

Sedangkan menurut Maria Farida, prinsip negara hukum di Indonesia

adalah negara hukum pengurus (Verzonginstaat).21

Apabila dicermati secara

sungguh-sungguhkonsep negara hukum ini sangat mendekati konsep negara

hukum kesejahteraan (welfarestaat). Hal ini dapat dipahami melalui

pembukaan Undang-undang Dasar 1945, khususnya pada alinea ke IV, yang

selanjutnya dirumuskan sebagai berikut:“Negara melindungi segenap bangsa

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”

Dalam negara hukum juga dikenal adanya teori stufenbautheory atau

teori hukum berjenjang. Menurut Adolf Merkl, suatu norma hukum itu ke

atas ia bersumber dan menjadi sumber bagi norma hukum di bawahnya

sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa berlaku (rechtskracht)

19 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina

Ilmu, 1987) , h. 84.

20

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, … h. 90

21

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan

Pembentukannya, (Jakarta: Kanisius, 1998), h. 1.

Page 35: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

25

yang relatif oleh karena itu masa berlakunya suatu norma hukum itu

tergantung pada norma hukum yang berada diatasnya sehingga apabila

norma hukum yang berada diatasnya dicabut atau dihapus, maka norma-

norma hukum yang berada dibawahnya tercabut dan terhapus pula.22

Berdasarkan teori Adolf Merkl tersebut, dalam teori jenjang normanya

Hans Kelsen juga mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum

(stufentheori), dimana ia berpendapat bahwa norma hukum-norma hukum

itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan,

dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar

pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber

dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai

pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat

hipotetis dan fiktif. Sehingga kaidah dasar diatas sering disebut dengan

grundnorm.23

2. Konsepsi Negara Kesejahteraan Dalam Bingkai Hak Asasi Manusia

Secara umum, istilah kesejahteran sosial sering diartikan sebagai

kondisi sejahtera (konsepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya

segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti

makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan perawatan

kesehatan. Pengertian kesejahteraan sosial juga menunjuk pada segenap

aktivitas pengorganisasian dan pendistribusian pelayanan sosial bagi

kelompok masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung

(disadvantage groups). Penyelenggaraan berbagai skema perlindungan

sosial (social protection) baik yang bersifat formal maupun informal adalah

contoh aktivitas kesejahteraan sosial.24

22

Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya,

(Yogyakarta: Kanikus, 2006), h. 25. 23

Ni‟matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, ( Jakarta : Rajawali Press

;2008)h. 54

24

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika

Aditama, 2009), h. 154.

Page 36: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

26

Merujuk pada pendapat Spicker, Midgley, Tracy, Livermore Thomson

dan Suharto mengenai pengertian kesejahteraan sedikitnya mengandung

empat makna:25

a. Sebagai Kondisi Sejahtera (Well-Being)

Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial

(welfare state) yaitu sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material

dan non material. Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia

aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan,

pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan dapat dipenuhi; serta

manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko utama yang

mengancam kehidupannya.

b. Sebagai Pelayanan Sosial

Negara-negara seperti Inggris, Australia dan Selandia Baru,

pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial

(social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan

pelayanan sosial personal (personal social services).

c. Sebagai Tunjangan Sosial

Negara Amerika Serikat khususnya, untuk tunjangan sosial ini

diberikan kepada masyarakat miskin,orang cacat, pengangguran sebagai

peerima fasilitas ini, sehingga menimbulkan konotasi negatif pada istilah

kesejahteraan, seperti kemiskianan,kemalasan, ketergantungan, yang

sebenarnya lebih tepat disebut “social illfare” daripada “social welfare.”

d. Sebagai Proses atau Usaha Terencana

Hal ini dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial,

masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk kmenngkatkan

kualtas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan

sosial. Negara kesejahteraan secara garis besar menunjuk pada sebuah

model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan

kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara

25 Erwiningsih, Winahyu, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, (Yogyakarta: Penerbit

Total Media, 2009), h. 63.

Page 37: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

27

untuk memberikan pelayanan sosial secara universal dan komperehensif

kepada warganya.

Dalam perkembangannya, konsep kesejahteraan banyak

dikembangkan oleh aliran sosiologis. Menurut Habermas suatu negara

modern harus dapat menjamin kesejahteraan seluruh rakyat. Selanjutnya

Habermas menyebutkan beberapa jaminan yang diberikan negara sebagai

indikasi negara modern dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya yang

diwujudkan dalam perlindungan atas:

“The risk of unemployment, accident, ilness, old age, and death of the

breadwinner must be covered largely through welfare provisions of the

state.”26

Miriam Budiarjo mengemukakan bahwa negara berkewajiban

menyelenggarakan beberapa fungsi yang mutlak sebagai negara, yaitu:

a. Melaksanakan penertiban (law and order), di mana fungsi ini dijalankan

untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan dari

masyarakat. Fungsi ini juga disebut sebagai “stabilisator”;

b. Mengusahakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya;

c. Pertahanan, di mana diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan

dari luar; dan

d. Menegakkan keadilan yang dilaksanakan melalui badan peradilan.27

Menurut Mac Iver, negara tidak dipandang lagi sebagai alat kekuasaan

(instrument of power) semata, tetapi lebih dari itu, dipandang sebagai alat

pelayanan (an agency of services). Paham yang pragmatis ini, kemudian

melahirkan konsepsi negara kesejahteraan (welfare state) atau negara

hukum modern atau negara hukum dalam arti material, yang menurutnya

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:28

1) Dalam negara hukum kesejahteraan, yang diutamakan adalah terjaminnya

hak-hak asasi sosial ekonomi rakyat;

26 Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta:

Mutiara Sumber Widya, 1987), h. 7.

27

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar,… h. 39.

28

Mac Iver, The Modern State, (London: Oxford University Press, 1950), h. 4.

Page 38: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

28

2) Pertimbangan efisiensi dan manajemen lebih diutamakan daripada

pembagian kekuasaan yang berorientasi politis, sehingga peran

eksekutif lebih besar daripada peran legislatif;

3) Hak milik tidak bersifat mutlak;

4) Negara tidak hanya menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga turut

serta dalam usaha-usaha sosial dan ekonomi;

5) Kaidah-kaidah hukum administrasi semakin banyak mengatur sosial

ekonomi dan membebankan kewajiban tertentu kepada warga negara;

6) Lebih bersifat negara hukum material yang mengutamakan keadilan

sosial.

Paham negara hukum kesejahteraan sering juga disebut sebagai

negara hukum modern dalam arti material. Bagir Manan mengatakan bahwa

konsep negara hukum kesejahteraan adalah: “Negara atau pemerintah tidak

sematamata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi

memiliki tanggung jawab melindungi dan memenuhi hak asasi manusia,

mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum, dan sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”29

Oleh karena itu setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di

depan hukum untuk mendapatkan haknya sebagai manusia dan warga

negara tanpa adanya diskriminasi dari siapaun. Kemudian, negara

bertanggung jawab dalam melindungi dan memenuhi hak rakyat atas

kesejahteraan dengan cara menjamin setiap warga negara dalam hal ini

untuk mendapatkan air untuk kehidupan dan mendapatkan perlindungan

terhadap hak atas air.30

Kemunculan usaha negara dalam bidang pelayanan atau jasa yang

berbentuk perusahaan negara (state enterprises), merupakan bagian dari

aktivitas negara yang menerapkan konsep kesejahteraan. Lahirnya

perusahaan negara dalam bidang pelayanan/jasa tersebut merupakan reaksi

29 Bagir Manan, Politik Perundang-undangan dalam Rangka Mengantisipasi Liberalisme

Perekonomian, (Bandar Lampung: FH UNILA, 1996), h. 9.

30

Francisca Romana Harjiyanti, Memperjuangkan Hak Rakyat atas Air dalam Hukum

Positif Iindonesia (Yogyakarta: Janabadra, 2016) , h. 3.

Page 39: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

29

atas anggapan bahwa selalu ada sektor atau bidang yang dianggap penting

bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak serta dinilai vital dan

strategis, sehingga hal tersebut tidak begitu saja dapat diserahkan

pengelolaan atau penyelenggaraannya kepada usaha swasta.31

Peran negara menjadi lebih penting lagi ketika banyak ahli ekonomi

kesejahteraan (welfare economics) yang begitu percaya bahwa sistem atau

mekanisme pasar tidak akan dapat menyelesaikan sepenuhnya semua

persoalan ekonomi. Kehadiran negara diperlukan justru untuk mengurangi

dampak kegagalan pasar (market failure), kekakuan harga (price rigidities),

dan dampak eksternalitas pada lingkungan maupun sosial.32

Di dalam negara kesejahteraan, negara atau pemerintah memiliki

banyak pilihan yang dapat dilakukan yang tidak dapat dilakukan oleh

institusi lain. Dalam hal ini negara dapat menentukan aturan (state establish

rules) sebagai bagian dari sistem hukum yang menjadi dasar pemberian

pelayanan, pemerintah memberikan subsidi dan pelayanan (government

subsidize and provide).

Marshall mengemukakan tentang karakteristik dari negara

kesejahteraan, yaitu individualisme dan kolektivisme. Yang dimaksud

dengan individualisme adalah menitikberatkan pada individu sebagai hak

untuk menerima kesejahteraan, sedang kolektivisme adalah prinsip dimana

negara mempunyai suatu kewajiban untuk meningkatkan dan menjamin

kesejahteraan seluruh masyarakat. Negara kesejahteraan tidak menolak

ekonomi pasar, namun dengan pertimbangan-pertimbangan khusus untuk

kesejahteraan masyarakat, pemerintah mengurangi peran pasar yang

menghasilkan kapitalisme yang diperlunak oleh sosialisme.33

31 Sjahrir dan Mohammad Ikhsan, Mendefinisikan Kembali Peranan Pemerintah dalam

Pembangunan Ekonomi, Majalah Manajemen dan Usahawan No. 4, 1994, h.9

32

J.M. Keynes, The General Theory of Employment, Interest and Money, (London:

Harvest, 1953), h. 34.

33Harry Puguh Sosiawan, Telaah Tentang Peran Negara Dalam Kesejahteran

Sosial(Pandangan 6 Fraksi MPR Dalam Proses Amandemen Ke-4 Pasal 34 UUD’45), Tesis pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta: 2003.

Page 40: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

30

Negara yang demokratis pada dasarnya memperjuangkan realisasi

kepentingan umum atau res republica.34

Indonesia sebagai negara yang

berbentuk republik lebih lanjut harus menegaskan isi republik menurut

hakekat pengertian asalnya, yaitu res republica yang artinya untuk

kepentingan umum. Sesuai dengan makna res republica, penyelenggara

negara harus selalu berorientasi pada kepentingan umum atau kesejahteraan

sosial.

Dengan dijaminnya kesejahteraan dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, menurut Jimly Asshidiqie, konstitusi

Indonesia dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi (economic constitution)

dan bahkan konstitusi sosial (social constitution) sebagaimana juga terlihat

dalam konstitusi negara Rusia, Bulgaria, Cekoslowakia, Albania, Italia,

Belarusia, Iran, Suriah dan Hongaria. Selanjutnya menurut Jimly,

menyangkut corak muatan yang diatur dalam UUD 1945 nampak

dipengaruhi oleh corak penulisan konstitusi yang lazim ditemui pada

negara-negara sosialis.35

Bila dipandang dengan menggunakan kacamata teori negara

kesejahteraan (welfare state), maka campur tangan negara sebagai pengelola

sumber daya air dalam rangka menjamin kesejahteraan dan pemenuhan hak

rakyatnya atas air merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan.

Tanggung jawab negara yang besar dalam melindungi dan memajukan

kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negara merupakan aspek penting

dalam negara kesejahteraan.

Konsep negara kesejahteraan Indonesia sebenarnya terdapat dalam

budaya asli bangsa Indonesia dari budaya asli suku Jawa yang direfleksikan

dalam seni budaya wayang kulit. Negara kesejahteraan ini oleh para

pujangga Jawa digambarkan sebagai “Negara panjang hapunjung pasir

wukir loh jinawi, gemah ripah kartoraharjo.” Makna yang terkandung

34 Sri Soemantri dan Bintan R. Saragih, Ketatanegaraan Indonesia dalam Kehidupan

Politik Indonesia 30 Tahun ke UUD NRI 1945.( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983), h. 101.

35

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta:

Konstitusi Press, 2005), h. 124.

Page 41: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

31

didalamnya adalah bahwa suatu wilayah negara meluas dari pantai sampai

puncak gunung dengan tanah yang subur dan murah sandang dan murah

pangan, keadaan aman tenteram dengan suasana rukun, serta tidak adanya

kejahatan, serta Pemerintah selalu memenuhi kebutuhan rakyat.36

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

1. Skripsi

a. PRIVATISASI ATAS AIR PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN

HUKUM INDONESIA (UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2004)

Skripsi ini ditulis oleh Achmad Usman, program studi

Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan

Kalijaga pada tahun 2008. Pada skripsi tersebut, aksentuasi dari

penelitiannya adalah studi komparatif, yang membandingkan pengaturan

privatisasi air menurut ketentuan dalam hukum positif Indonesia dan

hukum Islam yang dimana penelitian itu memaparkan bagaimana

pengelolaan air menurut Islam dan hukum positif dan apa saja yang

menjadi sumber hukum dari kedua hukum tersebut baik dari hukum

Islam menurut Al-Quran dan hadits maupun pengaturan dari hukum

positif berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004.

Perbedaan dari penelitian yang dibuat adalah peneliti meneliti

pengelolaan sumber daya air dari perspektif hukum Islam mengatur dan

di dalam penelitian tersebut pun mengkaji bagaimana negara Islam dalam

memanfaatkan dan mengelola air.

Persamaan pada studi kajian terdahulu ini adalah menganalisis

bagaimana kegiatan privatisasi air berjalan ditinjau berdasarkan

peraturan nasional.

b. SISTEM EKONOMI NEOLIBERALISME DAN SUMBER DAYA AIR

INDONESIA

36 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asal Ilmu Negara dan Politik, (Eresco: Jakarta, 1981) h.

14

Page 42: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

32

Skripsi tersebut ditulis oleh Yustine Hendyana Molle, program

studi hubungan internasional, fakultas ilmu sosial dan politik, Universitas

Airlangga dan skripsi ini ditulis pada tahun 2008.

Pada skripsi tersebut membahas mengenai bagaimana sistem ekonomi

neoliberalisme yang mempengaruhi timbulnya kebijakan atau akses

untuk melaksanakan kegiatan privatisasi air.

Perbedaan dari peneletian yang dibuat adalah dari sudut objek

tinjauan kajian terdahulu tersebut lebih memfokuskan pada bagaimana

sistem ekonomi neoliberal yang dipengaruhi dan atas campur tangan

keuangan internasional seperti Bank Dunia, IMF, dll sehingga

terciptanya sistem untuk membuka akses kepada pihak swasta dalam

menanggulangi dan mengambil alih kebutuhan negara dalam mengelola

air untuk rakyatnya.

Persamaannya adalah pada studi kajian terdahulu ini juga

menyinggung apa dampak terhadap manusia dan lingkungan atas

munculnya praktik privatisasi sumber daya air.

2. Jurnal

a. DAMPAK PRIVATISASI AIR BERSIH PERKOTAAN BAGI

MASYARAKAT KAITANNYA DENGAN Undang-Undang SUMBER

DAYA AIR

Jurnal ini dipublikasikan oleh Universitas Islam Indonesia yang

ditulis oleh Wijanto Hadipuro dengan nomor jurnal UNISIA

NO.63/XXX/I/2007.

Isi atau subtansi artikel dari jurnal di atas adalah memaparkan

dampak yang akan didapat baik oleh negara maupun rakyatnya atas

kebijakan privatisasi air yang diterapkan. Seperti halnya dampak yang

akan ditanggung oleh negara seperti minimnya kontrol akan tarif yang

dikenakan atas penggunaan air, korupsi yang akan bermunculan antara

pemerintah daerah dan swasta untuk memudahkan langkah swasta dalam

mengambil alih pengelolaan air.

Page 43: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

33

Perbedaan pada penelitian dalam jurnal ini adalah menjelaskan

bagaimana strategi perusahaan swasta dalam andil mengelola sumber

daya air pada masyarakat miskin di perkotaan dan masyarakat pada

umumnya berdasarkan studi privatisasi air di Argentina.

Persamaan pada penelitian ini adalah penelitian ini juga membahas

mengenai dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan aktivitas

privatisasi air.

Page 44: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

34

BAB III

SISTEM TATA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

A. Kebijakan Global Mengenai Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam

Menjamin Hak Asasi Manusia

Gagasan mengenai hak atas air yang diakui sebagai sebagai hak asasi

manusia dicetuskan pada tahun 1946 yang dirumuskan dalam konstitusi

WHO (World Health Organization). Di dalam konstitusi tersebut, WHO

memang tidak menyebut secara eksplisit mengenai hak atas air tetapi hak

untuk menikmati standar kesehatan tertinggi yang bisa dicapai.

Hak untuk hidup yang sehat juga diakui dalam Universal Declaration of

Human Rights atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang

diadopsi pada tahun 1948. Pengakuan ini tertuang dalam Pasal 25 DUHAM

khususnya pada ayat (1) yang menyatakan:

“Everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well-

being of himself and of his family including food, clothing housing and medical care

and necessary social services,and the right to security in the event of unemployment,

sickness,disability, widowhood, old age orother lack of livelihood in circumstances

beyond his control.”

Hak asasi atas kehidupan yang diakui dalam Universal Declaration of

Human Rights itu kemudian diakui sebagai hak asasi manusia melalui

International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR)

atau Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

khususnya dalam Pasal 12 ayat (1), yaitu:

“The State Parties to the present Covenant recognize the right of everyone

to the enjoyment of the highest attainable standard of physical and mental

health.”

Pada perkembangan pengakuan terhadap hak atas air, baik di arus

global maupun di tingkat nasional, hak atas air semakin diakui sebagai salah

satu hak asasi manusia (human right to water). Melalui pernyataan dan

himbauan melalui Deklarasi Millenium yang mencetuskan proyek MDGs

(Millenium Development Goals), yang merupakan komitmen para kepala

negara/ pemerintahan anggota PBB untuk memerangi kemiskinan global.

Page 45: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

35

Pengakuan dan komitmen di level internasional tersebut bisa dilihat

salah satunya dalam “General Comments on the Right to Water” atau yang

biasa disebut “General Comments No. 15 (GC-15) yang dikeluarkan oleh

Committee on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR) pada bulan

November tahun 2002 yang antara lain memuat penyataan”The human right

to water entitles everyone to sufficient, safe, acceptable, physically accessible

and affordable water for personal and domestic uses. An adequate amount of

safe water is necessary to prevent death fromdehydration, reduce the risk of

water-related disease and provide for consumption, cooking, personal and

domestic hygienic requirements.”1

Didasari atas berbagai macam ancaman dari kesehatan yang menular

dan tidak menular, maka pembuat kebijakan mengharapkan kedepannya

setiap negara dapat mengatasi persoalan yang berkelanjutan akibat

permasalahan air. Hak asasi manusia menawarkan kerangka normatif untuk

memajukan keadilan global melalui kebijakan publik, menguraikan tanggung

jawab hukum untuk semakin menyadari bahwa air dan sanitasi untuk semua.2

Pentingnya hak atas air dan kaitannya dengan berbagai macam

permasalahan yang disebabkan oleh kurangnya akses terhadap air telah

disadari sejaklama. Organisasi kesehatan dunia atau World Health

Organisation (WHO) pada tahun 2003 mengeluarkan publikasi berjudul The

Right to Water, dalam publikasi ini WHO menyatakanbahwa dari 6 miliar

penduduk bumi, 1,1 miliar diantaranya tidak memiliki aksesyang cukup

terhadap air minum yang aman. Minimnya akses ini membawa akibat

lanjutan, yakni terhalangnya pemenuhan akan hak atas kesehatan dan hak

asasi manusia lainnya seperti hak atas makanan dan tempat tinggal yang

1 UN ECOSOC, Committee on Economic, Social & Cultural Rights, General Comments

No. 15: The Rights to Water, Geneva, 11-29 November 2002. (U.N. Doc. E/C.12/2002/11, Nov.

2002)

2 Donnelly, Universal Human Rights in Theory and Practice, (Ithaca, 2003:Cornell

University Press), h. 20.

Page 46: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

36

memadai. Pernyataan demikian menunjukkan bahwa terpenuhinya hak atas

air (theright to water) sangat menentukan pemenuhan hak-hak asasi lainnya.3

Sedangkan mengenai persoalan yang timbul akibat praktik privatisasi air,

terdapat aturan dalam ruang lingkup internasional mengenai tanggung jawab

korporasi dalam pemenuhan hak atas air terutama yang berkaitan dengan

privatisasi air. Hal tersebut telah diatur dalam The Norms on the

Responsibilities of Transnational Corporations andOther Bussiness Entities

with Regard to Human Rights (UN Draft Norms). Dokumen tersebut mengatur

kewajiban perusahaan transnasional untuk menjamin pemenuhan hak asasi

manusia sebagaimana diatur dalam hukum nasional dan hukum internasional.

Dokumen tersebut juga mewajibkan perlindungan dan pemenuhan terhadap

hak atas air kepada pihak yang terlibat dalam privatisasi air.4

B. Fenomena Privatisasi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Di Indonesia, gelombang privatisasi mulai terjadi setelah krisis ekonomi

pada pertengahan tahun 1997. Meski demikian, sebenarnya privatisasi BUMN

di Indonesia sudah dimulai sejak awal tahun 1990-an, tetapi privatisasi pada

waktu itu baru dalam bentuk kebijakan perekonomian terhadap BUMN, berupa

penjualan saham perusahaan milik negara di pasar bursa.5

Asumsi yang muncul atas privatisasi yang dilakukan di Indonesia

bertujuan agar perusahaan luar negeri atau investor asing dapat masuk sebagai

penanam modal atau saham sekaligus menanamkan pengaruhnya pada skala

ekonomi nasional.Indonesia termasuk negara di Asia yang memiliki hutang

luar negeri cukup besar.6Hal itu juga yang memengaruhi praktik privatisasi

yang dilakukan oleh pemerintah.

Sehubungan dengan privatisasi air di Indonesia telah mengubah nilai air

yang seharusnya bernilai sosial menjadi bernilai ekonomi. Air sebagai

3 World Helath Organisation, “The Right to Water”, (Prancis: WHO, 2003), h. 3.

4 Mellina Williams, “Privatization and The Human Right to Water: Challenges for The

New Century,” (Michigan Journal of International Law 469, 2007), h. 489. 5 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI. (2005). Analisa

dan Evaluasi Hukum tentang Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jakarta: BPHN RI,

h. 17.

6 Jimly Asshidiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah

Konstitusi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK), h. 43.

Page 47: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

37

komoditi publik (sosial), yang mempunyai multifungsi dan keberadaan multi

skala yang saling berkaitan, harus dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan

siklusnya. Penggunaan hak guna air di segala tingkatannya (baik untuk

kebutuhan individu, kelompok maupun global) merubah keberadaannya dari

barang publik menjadi barang privat. Oleh sebab itu, tidak sepatutnya untuk

eksploitasi serta diperdagangkan secara bebas dan sebebas-bebasnya.7

Padahal ada konsekuensi yang begitu besar yang harus dibayar akibat

munculnya fenomena liberalisasi dan privatisasi air tersebut, satu diantaranya

adalah semakin terpinggirkannya hak orang-orang dengan kemampuan

ekonomi lemah untuk mengakses dan memperoleh air akibat merajalelanya

praktik liberalisasi dan privatisasi air, padahal air merupakan kebutuhan yang

paling dasar bagi setiap manusia untuk dapat melangsungkan kehidupannya

yang semestinya tersedia/dapat diakses secara bebas dan adil oleh siapa pun.8

Beberapa wilayah di Indonesia merasakan kesulitan mendapatkan akses

air bersih untuk pertanian, perkebunan, bahkan untuk kehidupan sehari-hari.

Sebagian pakar lingkungan berpendapat, krisis air disebabkan oleh faktor

kerusakan ekologis. Di banyak wilayah pedesaan, permukaan air di bawah

tanah jauh menurun, mata air tercemar, dan persediaan air menurun drastis.

Selain karena faktor ekologis, pakar lingkungan berpendapat krisis air

disebabkan berkenaan dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan

keterlibatan swasta dalam pengelolaan air. Sekitar 95% dari kegiatan

pelayanan air ini masih dikendalikan oleh sektor publik, yang kemudian

diserahkan kepada pihak swasta.9

Menanggapi krisis air yang dihadapi banyak negara, World Bank

beranggapan bahwa agar pelayanan air dapat dilaksanakan secara terus

menerus dengan baik dan efisien, maka harus dilakukan dengan privatisasi

7Tim Kruha, Kemelut Sumberdaya Air Menggugat Privatisasi Air Di Indonesia,

(Yogyakarta: LAPERA Pustaka Utama, 2005), h.xiii.

8 Hamid Chalid dan Arief Ainul Yaqin, Studi Tentang Hukum Airdan Problematika

Pemenuhan Hak Asasi Manusia Atas Airdi Indonesia, Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 2

(2018), h. 411-435.

9 Marwan Batubara, Menggugat Penjajahan Sumber Daya Air dengan Modus Privatisasi,

https://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus diakses pada 15 Desember 2019.

Page 48: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

38

pelayanan air. World Bank juga menyarankan agar privatisasi pelayanan air

dapat dilaksanakan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh

negara dalam memberikan pelayanan air untuk seluruh rakyatnya, oleh karena

itu swasta dapat dilibatkan demi terjaganya kualitas layanan penyediaan air

bersih.10

Permasalahan dan isu kelangkaan air tersebut justru dimanfaatkan oleh

World Bank untuk melakukan upaya liberalisasi dan privatisasi air secara

besar-besaran dengan membawa masuk air ke dalam kerangka pikir dan

kerangka kerja ekonomi kapitalis, yakni mengkonspesikan dan

mempromosikan air sebagai benda ekonomi (economic good).11

Dalam hal tersebut World Bank berpegang pada hasil Konferensi tentang

Air dan Lingkungan (Water and Environment Conference) yang

diselenggarakan di Dublin, Irlandia pada tahun 1992 yang kemudian

melahirkan apa yang disebut dengan “Prinsip-prinsip Dublin” (Dublin

Principles). Dublin Principles itu sendiri memuat prinsip atau pedoman tentang

kebijakan global seputar masalah air dan lingkungan yang berisi empat prinsip

berikut ini:

1. Fresh water is a finite and vulnerable resource, essential to sustainlife,

development and the environment;

2. Water development and management should be based on a participatory

approach, involving users, planners and policy-makers at all levels;

3. Women play a central part in the provision, management and

safeguarding of water;

4. Water has an economic value in all its competing uses and should be

recognized as an economic good.

World Bank memperkirakan potensi pasar air senilai 1 trilyun Dollar AS.

Hal tersebut menjadikan bisnis air sebagai industri paling menguntungkan bagi

10 WHO, The Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000, (Geneva,: 2000), h.

1. 11

Hamid Chalid dan Arief Ainul Yaqin, Studi Tentang Hukum Air Dan Problematika

Pemenuhan HakAsasi Manusia Atas Air Di Indonesia” Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 2

(2018), h.411-435.

Page 49: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

39

para investor.12

Potensi pasar air yang besar telah menjadikan World Bank

melirik Indonesia untuk menginvestasikan modalnya dalam hal penataan ulang

peraturan akan air. Selain ketertarikan dari pihak luar, hal ini juga tidak

terlepas dari kebutuhan pemerintah Indonesia terhadap lembaga-lembaga donor

dalam hal pengucuran dana bantuan untuk menghadapi krisis khususnya krisis

ekonomi saat itu dihadapi bangsa Indonesia yang memerlukan bantuan asing.

Pada saat krisis ekonomi tahun 1997 yang menyebabkan jatuhnya

perekonomian Indonesia dan defisit neraca pembayaran (balance of payments),

akhirnya mendorong Pemerintah untuk mencari pinjaman yang sifatnya „quick

qisburse' untuk membantu neraca pembayaran Indonesia yang negatif pada

saat itu. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Dunia menawarkan pinjaman

seperti Structural Adjustment Loan (SAL) kepada pemerintah Indonesia,

dengan persyaratan dilakukan perubahan struktural (kelembagaan, peraturan

dan pengelolaan dari sektor tertentu). Dalam hal ini Bank Dunia memberikan

syaratbagi pinjaman yang langsung berkaitan dengan pengelolaan hutan dan

sumber daya alam lain.13

Adapun penyesuaian struktural yang dimaksud adalah suatu proses dari

pengukuran perubahan struktural secara sistematis, berupa pembaharuan

kebijakan nasional yang mencakup aspek reformasi ekonomi, reformasi

desentralisasi, pembaharuan peraturan perundang-undangan, pembaharuan

organisasi pemerintahan, pengembangan kapasitas tingkat lokal, regional,

maupun nasional.14

Dengan banyaknya hutang yang dimiliki Indonesia dari negara-negara

donor yang tergabung dalam International Monetery Fund (IMF) dan

Consultative Group on Indonesia (CGI) maupun World Bank telah membuat

pemerintah Indonesia menyepakati persyaratan khusus yang antara lain adalah

legalisasi privatisasi pada beberapa bidang perekonomian, salah satunya yaitu

12 Vandhana Shiva, Water Wars: Privatisasi Profit dan Polusi, (Yogyakarta: Insist Press.

2003), h. 100. 13

Hariadi Kartodiharjo dan Hira Djamtani, Politik Lingkungan Hidup dan Kekuasaan di

Indonesia, (Jakarta: Equinoq Publishing, 2006), h. 30.

14

Hariadi Kartodiharjo dan Hira Djamtani,Politik Lingkungan Hidup dan Kekuasaan di

Indonesia,… h.31.

Page 50: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

40

investasi di bidang sumber daya air. Upaya ini ditempuh pemerintah Indonesia

dengan mengeluarkan UU.No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.15

Dalam laporan hasil studi Bank Dunia tentang SDA di Indonesia tahun

1997 menyimpulkan bahwa Indonesia perlu segera mengadakan perubahan

dalam pendekatan, cara pandang dan implementasi pengelolaan SDA.

Beberapa perubahan itu adalah dari penyediaan air untuk pertanian menuju

alokasi air lebih merata bagi sektor-sektor lain. Dari fokus pada pendekatan

pasokan (supply approach) ke pendekatan pengelolaan permintaan (demand

management) dan pendekatan pasokan secara seimbang. Selanjutnya

disarankan agar Bank Dunia tidak memberikan bantuan lebih lanjut unruk

sektor SDA dan irigasi kecuali ada upaya melakukan reformasi pada sektor ini.

Privatisasi merupakan bentuk perkembangan dari ekonomi kapitalis,

yang berujung pada eksploitasi dan komersialisasi atas sumber daya air

maupun eksploitasi manusia. Karena dorongan dari sistem kapitalisme adalah

keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengesampingkan moral.

Semangat privatisasi dengan pelibatan swasta dalam pengelolaan air

minum sangat bertolak belakang dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal

37 ayat (1) PP Nomor 16 Tahun 2005 Tentang SPAM. Ditegaskan bahwa

“pengembangan SPAM menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemerintah

daerah dalam menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi

kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat,

bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangan.

Ada beberapa bentuk komersialisasi yang dipakai dalam komersialisasi

sumberdaya air antara lain :

a. Kontrak Jasa (service contracts).

Aspek individual dari penyediaan infrastruktur (pemasangan dan

pembacaanmeteran air, operasi stasiun pompa dan sebagainya) diserahkan

kepada swastauntuk periode waktu tertentu (6 bulan sampai 2

tahun).Kategori ini kurangmemberi manfaat bagi penduduk miskin.Kontrak

15 Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air,… h.36.

Page 51: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

41

jasa dipergunakan dibanyak tempat seperti di Madras (India), dan Santiago

(Chile).

b. Kontrak Manajemen.

Manajemen swasta mengoperasikan perusahaan dengan memperoleh

jasa manajemen baik seluruh maupun sebagian operasi.Kontrak bersifat

jangkapendek (3 sampai 5 tahun) dan tidak terkait langsung dengan

penyediaan jasa sehingga lebih fokus pada peningkatan mutu layanan

daripada peningkatanakses penduduk miskin. Kontrak manajemen

dilaksanakan di Mexico City,Trinidad, dan Tobago.

c. Kontrak Sewa-Beli (lease contracts).

Perusahaan swasta melakukan lease terhadap aset perusahaan

pemerintah dan bertanggung jawab terhadap operasi dan pemeliharaannya.

Biasanya kontraksewa berjangka 10-15 tahun.Perusahaan swasta mendapat

hak daripenerimaan dikurangi biaya sewa beli yang dibayarkan kepada

pemerintah.Menurut Panos (1998), perusahaan swasta tersebut memperoleh

bagian daripengumuman pendapatan yang berasal dari tagihan

pembayaran.Konsep”enhancedlease” diperkenalkan karena di negara

berkembangdibutuhkan investasi pengembangan sistem distribusi,

pengurangankebocoran, dan peningkatan cakupan layanan.Perbaikan kecil

menjaditanggungjawab operator dan investasi besar untuk fasilitas

pengolahanmenjadi tanggungjawab pemerintah.Kontrak sewa-beli banyak

digunakan diPerancis, Spanyol, Ceko, Guinea, dan Senegal.

d. Bangun-Operasi-Alih (Build-Operate-Transfer/BOT).

BOT dan beragam variasinya biasanya berjangka waktu lama

tergantung masaamortisasi (25-30 tahun).Operator menanggung risiko

dalam mendesain,membangun dan mengoperasikan aset. Imbalannya adalah

berupa jaminan aliran dana tunai. Pada akhir masa perjanjian, pihak swasta

mengembalikan seluruh aset ke pemerintah. Terdapat beragam bentuk BOT.

Pelaksanaan BOTterdapat di Australia, Malaysia, dan Cina. Di bawah

prinsip BOT, pendanaan pihak swasta akan digunakan untuk membangun

dan mengoperasikan fasilitas atau sistem infrastruktur berdasarkan standar-

Page 52: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

42

standar performance yang disusun oleh pemerintah. Masa periode yang

diberikan memiliki waktu yang cukup panjang untuk perusahaan swasta

guna mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan dalam membangun

konstruksi beserta keuntungan yang akan didapat yaitu sekitar 10 sampai 20

tahun. Pemerintah tetap menguasai kepemilikan fasilitas infrastruktur dan

memiliki dua peran sebagai pengguna dan regulator pelayanan infrastruktur

tersebut.

e. Konsesi.

Konsesi biasanya berjangka waktu 25 tahun yang berupa pengalihan

seluruh tanggungjawab investasi modal dan pemeliharaan serta

pengoperasian ke operator swasta. Aset tetap milik pemerintah dan operator

swasta membayarjasa penggunaannya.Tarif mungkin dibuat rendah dengan

mengurangi jumlahmodal yang diamortisasi, yang dapat menguntungkan

penduduk miskin jikamereka menjadi pelanggan. Konsesi dengan target

cakupan yang jelasmengarah pada layanan bagi seluruh penduduk dapat

menjadi alat yang tepatdalam memanfaatkan kemampuan swasta

meningkatkan investasi,memberikan layanan yang baik, dan menetapkan

tarif yang memadai. Melaluicara ini, pemerintah tetap mengatur tarif

melalui sistem regulasi danmemantau kualitas layanan. Konsesi mempunyai

sejarah panjang di Perancis kemudian berkembang di Buenos Aires

(Argentina), Macao, Manila(Pilipina), Malaysia, dan Jakarta.

Dalam konsesi, Pemerintah memberikan tanggung jawab dan

pengelolaanpenuh kepada kontraktor (konsesioner) swasta untuk

menyediakan pelayanan infrastruktur dalam sesuatu area tertentu, termasuk

dalam hal pengoperasian,perawatan, pengumpulan dan

manajemennya.Konsesioner bertanggung jawabatas sebagian besar investasi

yang digunakan untuk membangun,meningkatkan kapasitas, atau

memperluas sistem jaringan, dimanakonsesioner mendapatkan pendanaan

atas investasi yang dikeluarkan berasaldari tarif yang dibayar oleh

konsumen.Sedangkan peran pemerintahbertanggung jawab untuk

memberikan standar kinerja dan jaminan kepadakonsesioner.

Page 53: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

43

f. Divestiture.

Kategori ini merupakan bentuk paling ekstrim dari privatisasi, yang

berupapengalihan aset dan operasi ke swasta, baik keseluruhan maupun

sebagian aset. Pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap regulasi.

Tidak banyakcontoh dari divestiture, hanya Inggris dan Wales melakukan

dalam skalabesar.

Selama perjalanan bangsa ini sampai merdeka, telah banyak

pengaturan hukum sumber daya air yang telah berlaku, mulai yang

bersumber dari perundang-undangan pemerintah kolonial Belanda, sampai

produk hukum pasca kemerdekaan. Di antara produk perundang-undangan

terkait sumber daya air dan dalam kerangka perlindungan lingkungan hidup,

sebagai berikut:

1. Hinder Ordonnantie 1926 No. 226, diubah dan ditambah terakhir dengan

Stb. 1940 No.450

2. Mijn Politie Reglement Stbl,1930 No. 341

3. Undang-Undang Penyaluran Perusahaan 1934. Stbl. 1938 No.86 jo Stb.

1948 No.224

4. Algemeen Wettereglement, (A.W.R) 1936 tentang Pengaturan Perairan

Umum.

5. Undang-Undang Nomor 11/1974 tentang Pengairan Tertanggal 26

Desember 1974

6. Undang-Undang Nomor 4/1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 1982 Tentang

Tata Pengaturan Air.

8. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi

9. INPRES No.1 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Pengairan

(Pengaturan Air dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi)

10. PERMEN Pertambangan Nomor 04/M/pertamb/73, tentang Pencegahan

dan Penanggulangan Pencemaran Perairan dalam Kegiatan Eksploitasi

Page 54: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

44

11. PERMEN Kesehatan Nomor 01/BIRHUKMAS/1/1975, tentang Syarat-

Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Perundang-undangan di atas merupakan produk hukum dari

pemerintahan zaman Kolonial hingga Orde Baru.Pasca reformasi 1998,

konfigurasi pengaturan tentang sumber daya air mengalami perubahan, di

antaranya lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 Tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), dan Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan SDA. Akan tetapi,

terdapat kekhawatiran di kalangan civil society. LSM, akademisi, hingga

ormas keagamaan terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air. Kecurigaan itu karena a qua dinilai telah menawarkan

paradigma baru dalam hal pengelolaan SDA.16

Kondisi bias norma dalam UU SDA mengakibatkan ketakutan akan

masuknya perusahaan besar untuk mengambil alih penyediaan air, sehingga

yang lazim terbayang adalah privatisasi tersebut merubah perspektif air

sebagai benda publik menjadi benda yang dapat diukur secara materil dan

akan merujuk pada pola korporatisasi yang profit oriented an sich, yang

menyulitkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar asasinya.17

16 Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air,… h.75.

17

Jundiani, Perlindungan Hak Rakyat atas Sumber Daya Air, (El-Qisth, Malang, 2006) ,

h. 278.

Page 55: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

45

BAB IV

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR OLEH SWASTA DI

INDONESIA BERDASARKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Kedudukan dan Peran Negara Dalam Mengelola Sumber Daya Air

Untuk mencapai tujuan kesejahteraan umum, pemerintah memiliki

kedudukuan yang bersifat rangkap dan keduanya harus dijalankan pada saat

yang bersamaan, dimana kedudukan itu berkaitan satu sama lain. Pertama, di

satu pihak, pemerintah berkedudukan sebagai penguasa yang berwenang

membuat aturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat supaya keteritiban dan

ketentraman masyarakat dapat diwujudkan. Kedua, di sisi lain, pemerintah

berkedudukan sebagai pelayan masyarakat (public servant) yang bertugas

mengurus, menyelenggarakan, melayani segenap urusan dan kepentingan

masyarakat.1

Penguasaan oleh negara merupakan refleksi dari tanggung jawab negara

dalam menyelenggarakan pemerintahan sebagai public servant dalam hal ini

pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan oleh negara merupakan suatu

wewenang formal yang melekat pada negara dan memberikan kesempatan

kepada negara untuk bertindak baik secara aktif maupun pasif dalam bidang

pemerintahan negara.2

Abrar berpendapat bahwa hak penguasaan negara ialah hak negara

melalui pemerintah yang mewakili kewenangan untuk menentukan

penggunaan, pemanfaatan, dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup

mengatur (regelen), mengurus atau mengelola (bestuuren, beheren) dan

mengawasi (toezichthouden) penggunaan serta pemanfaatan sumber daya

alam.3

Dalam konteks negara pembuat hukum (law making), dalam

merekonstruksikan aturan mengenai pengelolaan air wajib

1 Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara,… h. 11.

2Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2012), h. 24.

3 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang, Dalam Konsep Kebijakan

Otonomi Daerah (Bandung: Nuansa, 2008), h. 24.

Page 56: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

46

mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan kemanfaatan, bukan hanya

memenuhi aspek kepastian hukum saja. Berdasarkan konstruksi politik

hukum, hak menguasai negara atas sumber daya air perlu diprioritaskan. Hal

tersebut bukan untuk menambah kekuatan negara dalam bertindak sewenang-

wenang terhadap rakyat atas pengelolaan sumber daya air, melainkan untuk

menjaga peran negara tetap pada koridornya sebagai entitas yang

berkewajiban melindungi hak asasi manusia sekaligus sebagai alat kontrol

terhadap deviasi pengelolaan sumber daya air.

Pengaturan mengenai pengelolaan air sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 33 ayat (3) UUD NKRI 1945, posisi negara yang merupakan organisasi

yang oleh satu atau beberapa bangsa yang berdiam dalam suatu wilayah

tertentu. Gunanya adalah untuk memelihara hukum yang berlaku di kalangan

mereka, membela kepentingan dan kesejahteraan bersama terhadap serangan

dari luar dan menyelenggarakan cita-cita kemakmuran bersama, baik di

lapangan kerohanian maupun materi.

Frasa “dikuasai oleh negera” yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3)

UUD 1945 menurut Soepomo makna “dikuasai” memberi pengertian

mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan

mempertimbangkan produksi. Sedangkan Menurut Mohammad Hatta

pengertian “dikuasai” bukan secara otomatis dikelola langsung oleh negara

atau pemerintah, akan tetapi dapat menyerahkan pada pihak swasta, asalkan

dengan pengawasan pemerintah.

Pendapat Mohammad Hatta berbeda dengan pendapat Bagir Manan,

bahwa cakupan pengertian dikuasai oleh negara atau hak penguasaan negara,

sebagai berikut:

(1) Penguasaan semacam pemilikan oleh negara, artinya negara melalui

Pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan

hak wewenang atasnya, termasuk di sini bumi, air, dan kekayaan yang

terkandung di dalamnya.

(2) Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan.

Page 57: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

47

(3) Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk usaha-

usaha tertentu.

Penguasaan sumber daya alam oleh negara, sebagaimana diatur dalam

UUD 1945 tidak dapat dipisahkan dengan tujuan dari penguasaan tersebut

yaitu guna mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Keterkaitan

penguasaan oleh negara untuk kemakmuran rakyat, menurut Bagir Manan

akan mewujudkan kewajiban negara dalam hal: 4

1. Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat

(kekayaan alam), harus secara nyata dapat meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat;

2. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam

atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat

dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat;

3. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan

rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknnya dalam

menikmati kekayaan alam.

Sementara itu, Emil Salim menjelaskan mengenai pengertian dikuasai

oleh negara itu sebagai berikut. “Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan

alam yang terkandung dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi

kemakmuran rakyat dalam melaksanakan hak “menguasai” ini perlu dijaga

agar sistem yang berkembang tidak menjurus ke arah etatisme. Oleh karena

itu hak “menguasai” oleh negara harus dilihat dalam konteks pelaksanaan hak

dan kewajiban negara sebagai (1) Pemilik, (2) pengatur, (3) perencana, (4)

pelaksana, dan (5) pengawas.5

Ramuan kelima pokok tersebut di atas dapat menempatkan negara

dalam kedudukannya untuk menguasai lingkungan alam sehingga hak

menguasai bisa dilakukan dengan memiliki sumber daya alam, atau tanpa

4 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 18.

5 Dian Cahya Ningrum,Politik Hukum Pengaturan Privatisasi dalam Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, (Fakultas Hukum Universitas

Indonesia: Tesis, 2004), h. 28.

Page 58: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

48

memiliki sumber daya, namun mewujudkan hak menguasai itu melalui jalur

pengaturan, perencanaan, dan pengawasan. Dalam sistem ekonomi Pancasila,

negara tidak perlu memiliki semua sumber daya alam, tetapi tetap bisa

menguasai melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan pengawasan.”6

Dalam hal kaitannya hak menguasai oleh negara memiliki beberapa

poin-poin penting, beberapa poin penting dari hak menguasai negara ini

tentunya memiliki tujuan dan makna serta nilai yang berbeda namun tujuan

yang sama, diantaranya adalah sebagai berikut7:

a) Lahir dalam konteks anti imperialisme, anti kapitalisme dan anti

feodalisme;

b) Sebagai penghapusan terhadap asas-asas domein negara yang

dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk mengambil alih

kepemilikan rakyat dan kemudian menyewakan atau menjualnya kepada

pengusaha asing dan partikelir; c)Sebagai sintesa antara individualisme

dan kolektivisme/sosialisme;

d) Penguasaan ini lebih bersifat mengatur dan menyelenggarakan (publik),

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (sebagai pertanggungjawaban);

e) Dibatasi oleh konstitusi;

f) Penyelenggaraan hak menguasai oleh negara adalah untuk kesejahteraan

umum, dapat didelegasikan kepada daerah atau masyarakat hukum adat,

tetapi tidak berlaku kepada swasta.

Peranan pemerintah yang sangat vital dalam urusan pengelolaan air

dimaksudkan untuk menciptakan keadilan sosial. Keadilan sosial adalah

keadilan yang pelaksanaannya tidak lagi bergantung kepada kehendak pribadi

atau pada kebaikan individu yang bersikap adil, tetapi sudah bersifat

struktural.

6 Dian Cahya Ningrum, Politik Hukum Pengaturan Privatisasi dalam Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,… h. 28.

7 Imam Koeswahyono, Hak Menguasai Negara, Perspektif Indonesia Sebagai Negara

Hukum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-38

No.1 Januari-Maret 2008.

Page 59: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

49

Apabila dihadapkan dengan monopoli dalam pengelolaan sumber daya

air, pertentangan dengan kecenderungan paham liberalisme yang mengususng

pasar bebas bisa saja memunculkan pertentangan. Namun, dalam posisi air

sebagai benda publik, campur tangan pemerintah menjadi sebuah keniscayaan

dan dalam konteks Indonesia, campur tangan pemerintah ini telah menjadi

cara pandang konstitusional. Adanya campur tangan pemerintah dalam

pengawasan, pengaturan, maupun pemanfaatan sumber daya air guna

mencegah monopoli oleh segelintir orang atau kelompok tertentu. Pada titik

inilah makna penting campur tangan negara dalam pengelolaan sumber daya

air dibutuhkan dalam rangka memberikan jaminan hak untuk memperoleh

hasil darinya yang merupakan hak asasi seluruh rakyat Indonesia.8

Begitu pentingnya air bagi kehidupan manusia dan apabila ada pihak-

pihak tertentu yang memonopoli air yang sejatinya milik publik, maka dalam

hal ini negara harus bertanggung jawab menyelesaikannya.Oleh karena itu,

pentingnya pengaturan di bidang air tidak kalah pentingnya dengan air itu

sendiri. Pada hakikatnya, air termasuk zat yang tidak dapat digantikan.

Air sebagai barang publik merupakan tanggung jawab negara untuk

menjamin perolehan dan pemenuhannya sebagai konsekuensi penguasaan air

oleh negara sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, persoalan

air harus ditata dengan baik melalui perangkat peraturan perundang-undangan

yang dapat melindungi dan mewujudkan ketertiban umum yang

mencerminkan keadilan masyarakat.

Negara memiliki kewajiban fundamental untuk memastikan bahwa

kebutuhan dasar demikian terpenuhi dengan baik. Kegagalan memenuhi

kebutuhan dasar tersebut atau setidaknya menyediakan akses untuk

terpenuhinya kebutuhan tersebut dapat menempatkan negara pada posisi tidak

bertanggungjawab (irresponsible) da n melanggar HAM.9

8 Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air,… h.24.

9 Helmy Kasim dan Titis Anindyajati, “Perspektif Konstitusional Kedudukan Negara dan

Swasta dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Menurut UUD 1945”, Vol. 3 No. 2 Jurnal

Konstitusi, Juni, 2016, h. 16.

Page 60: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

50

Mengenai hak atas air, Vendhana Shiva memberikan konsepsi tentang

hak atas sumber daya air yang mana negara memiliki peran yang vital dalam

mengelolanya untuk dinikmati sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yakni:

Pertama, konsepsi kedaulatan territorial, yakni negara yang memiliki

kekuasaan wilayah territorial memiliki hak eksklusif atau kedaulatan atas air

yang mengalir di dalam territorial negara tersebut.Artinya, di sini pemerintah

lebih berhak atas pengaturan atas air.

Kedua, konsepsi aliran air alami juga dikenal sebagai teori integritas

territorial, bahwa karena aliran air yang terdapat pada sungai merupakan

sebagian wilayah territorial negara, maka tiap pemilik riparia – hak yang

didasarkan pada konsep hak guna, kepemilikan umum dan pemanfaatan yang

masuk akal yang lebih rendah berhak atas aliran alami sungai, dirintangi oleh

pemilik riparia yang lebih tinggi.

Ketiga, konsepsi penggunaan yang adil.Secara harfiah penggunaan yang adil

merupakan bentuk upaya yang harus dimanfaatkan secara adil. Artinya

prinsip utama yang menjadi landasan bukan pada asas penyamarataan namun

lebih memperimbangkan perbedaan kebutuhan sosial dan kemampuan

ekonomi.

Keempat, konsepsi kepentingan komunitas (hak kolektif) dalam konsepsi ini

sebenarnya terkait erat dengan konsepsi penggunaan yang adil.

B. Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia atas Air

Dalam Konstitusi

Hampir di seluruh negara, konstitusi yang memuat berbagai materi

muatan termasuk kaidah-kaidah tentang hak asasi manusia, ditempatkan

sebagai peraturan tertinggi atau high ranking regulatory law, a statute fraught

with direct legal consequences.10

Menurut Prof. Sri Soemantri, tidak ada

suatu negara di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-

undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak

10 Frank Michelman, “The Constitution, social rights, and liberal political justification”,

I.CON, Vol.1, No.1, 2003, h.13.

Page 61: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

51

dapat dipisahkan satu dengan yang lain.11

Dengan demikian, dalam batas-

batas minimal, negara hukum identik dengan negara yang berkonstitusional

atau negara yang menjadikan konstitusi sebagai atauran main kehidupan

bernegara, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

Meskipun tidak semua negara yang memiliki konstitusi diilhami oleh

semangat individualisme, namun semangat untuk melindungi kepentingan

individu dan warganya melalui konstitusi dianggap paling memungkinkan,

terlepas dari falsafah negara yang bersangkutan. Dengan kata lain esensi dari

negara berkonstitusi adalah perlindungan terhadap hak asasi manusia. Atas

dasar itu, keberadaan konstitusi dalam suatu negara merupakan (kemutlakan)

conditio sine quanom.12

Konsep tentang hak asasi manusia (HAM) sekarang ini sudah diterima

secara universal sebagai a moral, political, legal framework and as a guidline

dalam pembangunan dunia yang lebih damai dan bebas dari ketakutan dan

penindasan serta perlakuan yang tidak adil. Oleh karena itu dalam paham

negara hukum (rechtsstaat), jaminan terhadap perlindungan hak asasi

manusia dianggap sebagai ciri yang mutlak harus ada dalam setiap negara.13

Mengenai asas perlindungan, dalam setiap konstitusi dimuat ketentuan

yang menjamin hak asasi manusia. Ketentuan tersebut antara lain:

1. Kebebasan berserikat dan berkumpul;

2. Kebebasan mengeluarkan pikiran baik lisan dan tulisan;

3. Hak bekerja dan penghidupan yang layak;

4. Kebebasan beragama;

5. Hak untuk ikut mempertahankan negara; dan

6. Hak lain-lain dalam pasal-pasal tentang hak asasi manusia.14

11 Dahlan Thalib dkk,Teori dan Hukum Konstitusi, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,

2008) , h. 53.

12

Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2014), h. 24. 13

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Konstitusi Press,

2006), h. 85.

14

Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia (Bandung: Mandar

Maju, 2011), h. 132.

Page 62: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

52

Dalam konteks hak asasi manusia, Thomas Hobbes melihat bahwa hak

asasi manusia merupakan jalan keluar untuk mengatasi perilaku buas manusia

terhadap sesamanya (hommo homini lupus). Menurutnya keadaan seperti

itulah yang mendorong terbentuknya perjanjian masyarakat dalam keadaan

rakyat menyerahkan hak-haknya kepada penguasa.15

John Locke berpendapat yang sebaliknya bahwa manusia tidaklah

secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada penguasa. Hak-hak

yang diserahkan menurutnya hanyalah hak-hak yang berkaitan dengan

perjanjian negara semata, sedangkan hak-hak lainnya tetap berada pada

masing-masing individu. Setiap individu selalu memiliki hak-hak yang tak

tertanggalkan yaitu life, liberty, serta estate. Maka logis apabila tugas negara

adalah memberikan perlindungan kepada masing-masing individu.

Teori perjanjian John Locke menjadi dasar negara dengan kekuasaan

terbatas. Menurut Locke, meskipun ada perjanjian membentuk satu kesatuan

masyarakat atau negara, rakyat tetap memiliki hak alamiah (natural rights)

sebagai inalienable rights. Negara atau pemerintah tidak boleh merampas

atau mengganggu hak-hak alamiah seperti right of life, right of liberty

maupun right of property sebagaimana disampaikan oleh John Locke dalam

buku Two Treaties of Civil Government:

“But though men when they enter into society give up the equality, liberty,

and executive power they had in the state of Nature into the hands of

society, to be so far disposed of by the legislative as the good society shall

require, yet it being only with the intention in everyone the better preserve

himself, his liberty and property,…the power of the society or legislative

constitute by them can never be supposed to extend further than the

common good but is obliged to secure everyone’s property by providing

against those three defects above mentioned that made the state of nature

an uneasy”.16

Terbentuknya negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan

suatu negara, tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak

asasi manusia, oleh karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan

15

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, …h.88.

16Clarence Morris, The Great Legal Philoshopers, (Philadhelpia: University of

Pennsylvania Press, 1979), h. 152.

Page 63: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

53

terhadap hak-hak asasi manusia merupakan pilar yang sangat penting dalam

setiap negara yang disebut sebagai negara hukum. Jika dalam suatu negara,

HAM terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang

ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, negara yang bersangkutan

tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya.17

Dalam konteks eksistensi hak asasi manusia atas air, awalnya hak atas

air hanya dianggap sebagai subordinat dari hak untuk hidup. Baru pada tahun

1977 ada upaya untuk menarik hak atas air menjadi hak asasi manusia yang

berdiri sendiri dan terpisah dari hak untuk hidup. Konferensi internasional

yang pertama tentang air diselenggarakan di Mar Del Plata, Argentina.

Konferensi tersebut mengeluarkan sebuah resolusi yang berbunyi: “all peoples

have the right to have access to drinking water in quantities and of a quality equal to

their basic needs.18

Di Indonesia, dengan diakui dan ditegaskannya hak atas air sebagai hak

asasi manusia (human right to water) oleh Mahkamah Konstitusi dalam

menafsirkan hak atas air menurut UUD 1945, maka hal tersebut menciptakan

konsekuensi bahwa hak asasi manusia atas air harus dilindungi, dimajukan,

dan dipenuhi oleh negara.19

Air disebut dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 meskipun

secara spesifik tidak disebut tentang hak atas air. Pasal-pasal lain tentang hak

asasi manusia dalam UUD 1945 juga tidak menyebutkan hak atas air. Namun,

dalam putusan Mahkamah Konstitusi, hak atas air tersebut telah dinyatakan

sebagai derivasi dari hak hidup yang dijamin oleh UUD 1945.3 Sebagai hak

hidup yang merupakan salah satu hak asasi manusia, maka negara utamanya

pemerintah berkewajiban untuk menghargai, melindungi dan memenuhinya.

Kewajiban ini secara konstitusional telah ditegaskan dalam UUD 1945.

17 JimlyAsshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi (Jakarta: Konstitusi

Press, 2005), h. 21.

18

The United Nation Water Conference, Mar del Plata, Argentina, 14-25 Maret 1977.

19

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang

Judicial Review atas Undang-Undang No.7Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, khususnya

bagian “Pendapat Mahkamah.”

Page 64: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

54

Jaminan hak atas air bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan bentuk

kesejahteraan. Jaminan hak atas air merupakan penjelmaan dari pemenuhan

hak asasi manusia masyarakat Indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 ayat

(3) UUD NKRI 1945. Hak menguasasi negara dalam bumi, air, dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya merupakan bentuk hak asasi sosial.20

Menurut Jimly Assidiqy, UUD 1945 juga disebut dengan Green

Constitution, hal itu disebabkan karena UUD 1945 memasukkan lingkungan

ke dalam masalah ketatanegaraan Indonesia.21

Dalam hal air, dasar

konstitusional pengelolaan sumber daya air yang berasaskan pelestarian

kemampuan lingkungan dimuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang - Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemaknaan frasa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara

dan yang menguasai hajat hidup orang banyak” dalam Pasal 33 UUD 1945

dapat ditinjau dari pendapat Jimly Asshiddiqie yang memberikan 4 (empat)

kategori kemakmuran dan kesejahteraan yang dikaitkan dengan penguasaan

oleh Pemerintah, yaitu: a. Sumber-sumber kekayaan yang penting bagi

Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak (harus dikuasai oleh

Pemerintah); b. Sumber-sumber kekayaan yang penting bagi Negara, tetapi

tidak menguasai hajat hidup orang banyak (dapat dikuasai oleh Pemerintah);

c. Sumber-sumber kekayaan yang tidak penting bagi Negara, tetapi

menguasai hajat hidup orang banyak (tidak perlu dikuasai oleh Pemerintah);

d. Sumber-sumber kekayaan yang tidak penting bagi Negara dan tidak

menguasai hajat orang banyak (tidak boleh dikuasai oleh Pemerintah).22

Berbagai kovenan yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) juga menyebutkan bahwa bukan hanya air itu sendiri yang merupakan

hak, tetapi akses terhadap air bersih juga menjadi hak asasi manusia. Namun

20 Sugeng Istanto, Undang-Undang Dasar dan Jaminan Hak Asasi Manusia, Jurnal

Mimbar Hukum (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1999), h. 12.

21

Jimly Assidiqy, Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia (Jakarta: Rajawali, 2010), h. 79.

22 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya

di Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 95.

Page 65: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

55

faktanya pemenuhan hak atas air (the right to water) untuk sebagian

penduduk dunia, termasuk Indonesia masih belum tercapai.23

Dalam UUD 1945 memang tidak mengatur mengenai hak atas air

secara eksplisit, tetapi secara implisit merupakan bagian dari hak asasi

manusia yang dijamim oleh konstitusi Indonesia. Pada Pasal 28 ayat (1)

menyatakan bahwa“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Penegasan dalam konsitusi di atas dapat ditafsirkan merupakan bagian

dari kewajiban negara untuk memenuhi hak atas air bagi warga negaranya

dan merefleksikan tiga elemen hak atas air yang wajib dipenuhi. Tiga elemen

dasar yang wajib dipenuhi menurut Majda meliputi, ketersediaan

(availability), kualitas (quality) dan mudah dicapai (accessibility) termasuk di

dalamnya mudah dicapai secara fisik (physical accessibility), kemampuan

pengadaan (affordability or economicaccessibility), non-diskriminasi (non-

discrimination) dan kemudahan informasi (information accessibility).24

.

Dengan merujuk pada ciri-ciri menonjol dari pemahaman HAM yang

dikemukakan oleh James W. Nickel, maka dalam kerangka hak asasi manusia

atas air memiliki kesamaan karakteristik sebagai berikut:25

1). Hak asasi manusia merupakan norma-norma yang pasti dan memiliki

prioritas tinggi yang penegakannya bersifat wajib.

2). Hak asasi manusia dianggap bersifat universal, yang dimiliki oleh

manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Pandangan ini

menunjukan dan menegaskanbahwa karakteristik seperti ras, jenis

kelamin, agama, kedudukansosial, dan kewarganegaraan tidak sesuai

23 Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Hak Atas Air Pro Rakyat, (Semarang: Surya Pena

Gemilang, 2009), h. 3.

24 Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 133.

25

James W Nickel, Hak Asasi Manusia Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 5.

Page 66: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

56

untuk mempersoalkan apakah seseorang dapat memiliki atau tidak

memiliki hak.

3). Hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya dan tidak bergantung

pada pengakuan dan penerapannya di dalam sistem adat atau sistem

hukum di negara-negara tertentu. Hak ini memang menjadi yang paling

efektif sampai ia dijalankan menurut hukum, namun hak itu eksis sebagai

dasar argumen dan kritik yang tidak bergantung pada penerapan

hukumnya.

4). Hak asasi manusia dipandang sebagai norma-norma yang penting.

5). Mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah untuk

tidak melanggar hak seseorang.

C. Sistem Pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia Pasca Dibatalkannya

UU SDA Melalui Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor 85/PUU-

XII/2013

Pada latar filosofis, Pancasila sebagai groundnorm merupakan sumber

berlakunya hukum yang tertinggi dan terakhir (souce of the source). Ia

memberikan pertanggungjawaban mengapa hukum itu harus dilaksanakan.

Meskipun, ketidakpatuhan terhadapnya tidak terdapat sanksi. Ia diterima

masyarakat secara aksiomatis. Pasal 33 UUD Tahun 1945 merupakan dasar

demokrasi ekonomi konstitusional. Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan

ayat (3) UUD Tahun 1945 merupakan kerangka pemikiran pengelolaan

sumber daya alam oleh negara terkait cabang-cabang produksi yang

menguasai hajat hidup orang banyak dan untuk kemakmuran banyak orang.

Pesan konstitusional tersebut tampak jelas, bahwa yang dituju adalah suatu

sistem ekonomi tertentu, yang bukan ekonomi kapitalistik (berdasar paham

individualisme), namun suatu sistem ekonomi berdasar kebersamaan dan

berdasar atas asas kekeluargaan dan jaminan sosial kepada seluruh rakyat

Indonesia secara berkeadilan.

Pengelolaan air oleh negara menjadi sebuah keniscayaan berdasarkan

pada doktrin hak menguasai negara, bahwa negara memiliki peran sebagai

entitas pemangku kewajiban (duty holder) yang diberikan mandat oleh rakyat

Page 67: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

57

untuk menjamin hak asasi manusia dan mengatur pengelolaan air secara

berkeadilan. Maka dari itu peran negara dalam pengelolaan air sangat penting

sebagai alat kontrol dalam rangka menciptakan keadilan sosial dan

mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 33 UUD NRI 1945 merupakan roh atau dasar dari pengaturan

pengelolaan sumber daya air, pasal ini memberikan wewenang negara sebagai

organisasi kekuasaan seluruh rakyat untuk mengatur hal-hal yang sehubungan

dengan air, tentunya juga dengan pengelolaan sumber daya air. Maka dari itu

penguasaan terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh negara. Dikuasai yang dimaksud adalah memiliki,

bukan dalam arti memiliki secara mutlak namun negara memiliki wewenang

yang berdasarkan hak bangsa yang diserahkan kepada negara untuk secara

penuh mengelola, mengatur, memanfaatkan, penggunaan, serta

mengusahakan air dimana segala bentuk perlakuan pemerintah tersebut

bertujuan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.26

Negara hakikatnya hanya melakukan tindakan administrasi, tindakan

pengurusan dan tidak melakukan domaindad (tindakan pemilikan) terhadap

sumber daya air. Sedangkan air sendiri berdasarkan interpretasi nilai-nilai

dalam Konstitusi pada dasarnya air sebagai benda publik dan negara sebagai

pemangku amanah (trustee) untuk mengatur, mengawasi, maupun mengelola

air bagi kesejahteraan rakyat.

Konstitusi negara Indonesia pada dasarnya tidak menutup partisipasi

swasta dalam penyelenggaraan cabang-cabang produksi yang menguasai

hajat hidup orang banyak, termasuk penyelenggaraan air minum, namun juga

tidak menghilangkan makna penguasaan oleh negara. Partisipasi swasta dapat

dilakukan dalam kerangka kerja sama dan dalam tahapan penyelenggaraan

yang tidak menghambat negara dalam penyelenggaraan air minum tersebut.

Jika dianalisis secara historis maksud dari para pendiri negara

membentuk konstitusi khususnya dalam Pasal 33 UUD 1945 adalah untuk

26

Sri Hajati dan Sri Winarsai, Buku Ajar Politik Hukum Pertanahan, (Surabaya: Airlangga

University Press, 2018), h. 53.

Page 68: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

58

menghapuskan dan mengubah sistem ekonomi liberal warisan kolonial

Belanda, lalu membentuk sistem ekonomi nasional yang berkeadilan. Dalam

sistem liberalisme kapitalisme, peran swasta sangat dominan dalam

pengelolaan sumber daya air dan negara sebagai pelindung modal korporasi

dari setiap aktivitasnya.

Landasan pemikiran lahirnya Pasal 33 UUD NKRI 1945 tidak lepas

dari nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri, seperti tolong

menolong dan usaha bersama yang membedakannya dengan paham

kapitalisme. Hal demikian yang justru mengasikan nilai-nilai yang menjadi

dasar kehidupan dan interaksi dengan sesama, yang terus hidup dan

berkembang sesuai perkembangan masa.

Dalam hal prinsip kapitalisme, kepemilikan modal dan alat produksi

hanya dimiliki segelintir orang saja dalam praktik privatisasi air. Dalam

konteks negara Indonesia, pengelolaan sesuatu yang menjadi hajat hidup

banyak orang harus dikuasai negara seperti terkandung dalam Pasal 33 ayat

(2) UUD NKRI 1945 dalam kerangka keadilan sosial. Hal ini untuk

mencegah terjadinya monopoli oleh kelompok pemodal atau segelintir orang.

Dalam rangka melaksanakan pembangunan hukum dan pengelolaan

sumber daya air, diperlukan asas-asas yang harus diterapkan dalam

pelaksanaannya. Itu artinya peran negara atau pemerintah sangat dibutuhkan

dan tidak dapat digantikan oleh swasta/korporasi, karena negara sebagai

entitas yang memiliki wewenang dan juga memiliki kewajiban dalam

memastikan bahwa sistem pengelolaan air di Indonesia dilaksanakan

berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum,

keterpaduan, keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan

stabilitas.

Peran negara dalam mengelola sumber daya air semata-semata guna

meyeimbangkan fungsi dari sumber daya air yakni sebagai fungsi sosial,

fungsi lingkungan, dan juga fungsi ekonomi. Jika praktik privatisasi air

diterapkan secara bebas dan tidak diawasi secara ketat maka fungsi air hanya

akan berfokus pada fungsi ekonomi atau keuntungan ekonomi semata.

Page 69: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

59

Kerangka berfikir terhadap sumber daya air di era globalisasi saat ini,

menciptakan persaingan usaha dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber

daya air. Air sebagai komoditas utama dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat yang pada awalnya sebagai fungsi sosial dan lingkungan dalam

rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia dan makhluk hidup lainnya, kini

sifatnya berubah menjadi ekonomis.

Sebagaimana diketahui sumber daya air yang semakin langka justru

dimanfaatkan dengan cara dieksploitasi tidak secara proporsional dimana

guna memberikan keuntungan bagi korporasi. Maka dari itu bagi kalangan

masyarakat yang berada di ambang batas kemiskinan pun tidak luput dari

korban praktik pengelolaan air oleh swasta (privatisasi air) yang semakin hari

semakin sulit untuk mendapatkan air yang berkualitas dan terjangkau.

Akibatnya adalah banyak masyarakat yang tidak mampu untuk

membeli air bersih karena harganya yang cukup tinggi. Padahal, air

merupakan sumber utama kehidupan yang memberikan kewajiban bagi

negara untuk menjamin dan memenuhi hak asasi atas air bagi seluruh

masyarakat. Jaminan yang dimaksud adalah bukan hanya persoalan kuantitas,

akan tetapi negara perlu memerhatikan bagaimana kualitas air dan cara

masyarakat untuk mendapatkan akses air yang mudah dan terjangkau.

paradigma air sebagai benda privat yang bersifat ekoonomi (profit

oriented) akan mendorong korporasi dan pihak global untuk mengambil

kesempatan dalam mengeksploitasi sumber daya air tanpa batas. Dengan

begitu, dalam menjalankan bisnisnya di bidang pengelolaan air, korporasi

tidak segan-segan melakukan penyuapan, korupsi dan praktik-praktik

unfair lainnya. Praktik-praktik yang dilarang semacam itu akan membawa

ancaman ke depan yakni praktek bisnis yang tidak mengedepankan prinsip

hak asasi manusia serta kelangkaan (scarcity) sumber daya air yang akan

merugikan masyarakat luas.

Selain mengenai kelangkaan air, jaminan atas hak lingkungan yang

sehat maupun sumber daya alam. Isu lingkungan hidup dan pengelolaan

sumber daya air tidak lagi dipahami sebagai isu individual akan tetapi lebih

Page 70: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

60

dipahami sebagai isu kolektif. Dengan demikian, bagi negara adanya hak

asasi manusia atas lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam

yang baik, sehat, dan berkelanjutan menjadi kewajiban negara menjamin

terpenuhinya hak-hak tersebut.27

Menghadapi berbagai permasalahan sumber daya air yang semakin hari

semakin rumit dengan adanya peningkatan akan kebutuhan air yang sejalan

dengan bertambahnya jumlah penduduk serta yang diiringi dengan

pertumbuhan sosial-ekonomi. Selain itu, kekeliruan dalam pengelolaan

sumber daya air menyebabkan upaya untuk meningkatkan kebutuhan akan air

telah menimbulkan eksploitasi sumber daya air secara berlebihan, tidak

seimbang, dan pendistribusian secara tidak berkeadilan sehingga

mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan sumber daya air yang

pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air. Disamping tantangan

fisik tersebut, pengelolaan sumber daya air juga mengalami tantangan dalam

penanganannya seperti tidak tercukupinya dana operasi dan pemeliharaan,

lemahnya koordinasi antar instansi terkait dan masih kurangnya akuntabilitas,

transparansi serta partisipasi para pihak yang dilaksanakan secara good

governance.

Di sisi lain pemerintah justru mendorong komersialisasi air bersih

dengan kebijakan memberikan izin seluas- luasnya untuk penguasaan sumber

daya air oleh perusahaan swasta (domestik dan asing). Sehingga nampaknya

kebijakan pemerintah dalam hal swastanisasi atau privitasasi usaha - usaha

yang bergerak dalam bidang sumber daya air scolah bertentangan dengan

ketentuan dalam kebijalan hukumnya sendiri yakni dalam UU Nomor 7 tahun

2004 dan PP Nomor 16 Tahun 2005 yang notabenenya menggariskan bahwa

pemenuhan sarana air bersih bagi setiap warga negara merupakan kewajiban

bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

27

Bambang Sugiri, Pergeseran Kebijakan Hukum Pidana Tentang Pencemaran

Lingkungan Hidup dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Malang, Disertasi PDIH FH UB, 2012), h. 2.

Page 71: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

61

Kebijakan privatisasi air yang digariskan dalam kebijakan mengenai

sumber daya air yang tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA,

menyebakan sekarang ini semakin banyaknya dibuat kebijakan daerah dalam

bentuk Perda yang memberikan peluang besar untuk privatisasi di bidang

pengeloaan sumber daya air. Keyakinan Pemerintah terhadap privatisasi di

bidang SDA ini membuat pemerintah seolah reaktif dengan segera

melahirkan kebijakan yang memberikan peluang besar kepada investor baik

asing maupun domestik dalam usaha berkenaan dengan sumber daya air di

Indonesia. Sekarang ini nampaknya bangsa kita sedang mengalami proses

dehumanisasi yang sering mengakibatkan kebijakan-kebijakan negara yang

tidak pro rakyat.28

Kajian tentang demokrasi ekonomi yang tertuang dalam pasal 33 UUD

1945, bahwa demokrasi ekonomi itu pada prinsifnya memiliki ciri positif,

yaitu :

1. Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh Negara .

3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

4. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara dipergunakan dengan

permufakatan lembaga- lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan

terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga perwakilan rakyat.

5. Warga negara memiliki kebebasaan dalam memilih pekerjaan yang

dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang

layak.

6. Hak perorangan di akui dan pemanfaaatannya tidak boleh bertentangan

dengan kepentingan masyarakat.

28

Rahmida, Kebijakan Negara Tentang Privatisasi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Dalam Relevansinya Dengan Keadilan Sosial Ekonomi, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume

6, h. 11, No. 2012

Page 72: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

62

7. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga Negara diperkembangkaan

sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umun. 8.

Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.29

Partisipasi sektor swasta, yang lazim juga disebut dengan privatisasi,

dipandang sebagai sebuah jalan keluar dalam memberikan pelayanan publik

yang tidak efisien, berbelit-belit dan cenderung koruptif karena birokrasi

negara yang membesar. Birokrasi negara yang membesar disebabkan

setidaknya oleh tiga hal: kebutuhan pelayanan publik yang semakin banyak,

keinginan birokrasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik dan

meningkatnya sumber daya untuk pemenuhan pelayanan publik.

Gagasan yang mendukung pravitiasasi air di Indonesia beralasan bahwa

bila negara tidak mampu menjamin pemenuhan hak-hak asasi manusia atas

air, maka penyediaan air dilakukan oleh pihak ketiga. Negara harus

melakukan pengaturan terhadap kepatutan penguasaan terhadap sumber air,

keterjangkauan harga, jaminan terhadap kesehatan air. Demi terwujudnya hal-

hal tersebut, suatu sistem pengaturan harus dibuat. Dapat pula dibentuk suatu

badan pengawas independen, partisipasi publik, dan sanksi terhadap

pelanggaran.

Berdasarkan Undang-Undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air telah memberikan hak guna usaha air secara luas kepada swasta untuk

ikut mengelola sumber daya air, sehingga muncul pemahaman terhadap

fungsi sosial dan fungsi ekonomi serta terjadinya usaha privatisasi dan

komersialisasi sumber daya air yang merugikan masyarakat.30

Pengaturan

lainnya terdapat dalam TAP MPR Nomor IX/MPR/2001, dalam ketetapan

tersebut ditegaskan arti dari pentingnya sumber daya alam sebagai suatu

kekayaan nasional dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat

Indonesia. Ketetapan ini mengamanatkan pengelolaan secara optimal

terhadap sumber daya alam, khususnya air sebagai bentuk rasa syukur atas

29

Soementoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 23. 30

Albertus Sentot Sudarwanto, Dampak Dibatalkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2004 Tentang Sumber Daya Air Terhadap Manajemen Air untuk Kesejahteraan Masyarakat,

Yustisia. Vol. 4 No. 2 Mei – Agustus 2015

Page 73: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

63

kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan. Hal ini untuk mewujudkan cita-

cita luhur yang terdapat dalam pembukaan UUD NKRI 1945 yang menuntut

keseriusan komitmen politik pemerintah dalam mewujudkannya.

Atas latar pertimbangan di atas, Mahkamah Konstitusi menghapus

keberadaan seluruh pasal dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang

Sumber Daya Air yang diajukan oleh pimipinan pusat Muhammadiyah dkk.

Pasalnya dalam UU tersebut dianggap belum, atau bahkan tidak menjamin

pembatasan pengelolaan air oleh pihak swasta. Kondisi demikian secara

substantif, dinilai bertentangan dengan UUD NKRI 1945. Dengan

dibatalkannya Undang-undang tersebut, kala itu MK memutuskan untuk

kembali ke Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan untuk

mencegah kekosongan hukum sampai pembentukan UU yang baru.31

Berdasarkan putusan MK dengan perkara No. 85/PUU-XI/2013 yang

diputus oleh Mahkamah Konsitusi pada tanggal 18 Februari 2015 yang isi

putusannya membatalkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air, setidaknya ada enam pembatasan yang harus diperhatikan

dan ditegakkan oleh Pemerintah ketika Pemerintah hendak membuka keran

investasi atau pengusahaan air kepada swasta. Keenam pembatasan tersebut

adalah:

a. Setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan,

apalagi meniadakan hak rakyat atas air, karena bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya selain harus dikuasai oleh negara, juga

peruntukannya adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air. Sebab akses terhadap air

adalah hak asasi tersendiri, sementara Pasal 28I Ayat (4) menyatakan

bahwa “perlindungan, pemajuan, pengakuan, dan pemenuhan hak asasi

manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

c. Harus mengingat kelestarian lingkungan hidup, sebab sebagai salah satu

hak asasi manusia, Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa

“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

31

Samsul Wahidin, Hukum Sumber Daya Air,… h.15.

Page 74: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

64

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh

pelayanan kesehatan.”

d. Sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang

banyak yang harus oleh negara (vide Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945 dan air

yang menurut Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 harus dikuasai oleh Negara

dan dipergunakan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat maka

pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak.

e. Sebagai kelanjutan hak menguasai oleh negara dan karena air merupakan

sesuatu yang sangat menguasai hajat hidup orang banyak maka prioritas

utama yang diberikan pengusahaan air adalah Badan Usaha Milik Negara

(State-Owned Enterprises) atau Badan Usaha Milik Daerah (Regional-

Owned Enterprises), dan

f. Apabila setelah semua pembatasan tersebut di atas sudah terpenuhi dan

ternyata masih ada ketersediaan air, Pemerintah masih dimungkinkan

untuk memberikan izin kepada badan usaha swasta untuk melakukan

pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.

Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaan-

perusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan

Pemerintah. Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria

yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan,

selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada

DPR. Privatisasi harus mendapat persetujuan dari DPR dan tata cara

privatisasi sesuai ketentuan Pasal 83 UU BUMN diatur lebih lanjut pada

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi

Perusahaan Perseroan (Persero).

Perspektif konstitusional pengelolaan sumber daya air dapat ditemukan

dalam dua sumber yakni naskah konstitusi itu sendiri dan putusan Mahkamah

Konstitusi. Dalam UUD 1945, air disebut secara eksplisit dalam ketentuan

Pasal 33 ayat (2). Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 058-059-

060-063/PUU-II/2004 dan No. 008/PUU-III/2005 serta Putusan No. 85/PUU-

XI/2013 maka setidaknya ada empat pertimbangan yang mendasari bangunan

Page 75: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

65

perspektif konstitusional yang dihadirkan Mahkamah Konstitusi dalam

pengelolaan sumber daya air yakni: (1) relasi antara negara, rakyat dan air;

(2) Jaminan hak asasi atas air dalam UU SDA; (3) Penguasaan air oleh

negara; dan (4) Pembatasan dalam pengusahaan air.

Pertimbangan pertama mengenai relasi antara negara, rakyat dan air

menekankan pada keharusan adanya campur tangan negara dalam pengaturan

air berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, pertimbangan mengenai

kewajiban negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi

akses terhadap air. Terkait hal tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan

dalam putusannya bahwa:

“Menimbang bahwa pengakuan akses terhadap air sebagai hak asasi

manusia mengindikasikan dua hal, di satu pihak adalah pengakuan terhadap

kenyataan bahwa air merupakan kebutuhan yang demikian penting bagi hidup

manusia, di pihak lain perlunya perlindungan kepada setiap orang atas akses

untuk mendapatkan air. Demi perlindungan tersebut perlu dipositifkan hak

atas air menjadi hak yang tertinggi dalam bidang hukum yaitu hak asasi

manusia. Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana posisi

negara dalam hubungannya dengan air sebagai benda publik atau benda sosial

yang bahkan telah diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Sebagaimana hak-hak asasi manusia lainnya posisi negara dalam

hubungannya dengan air sebagai benda publik atau benda sosial yang bahkan

telah diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia. Sebagaimana hak-hak

asasi manusia lainnya posisi negara dalam hubungannya dengan

kewajibannya yang ditimbulkan oleh hak asasi manusia, negara harus

menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhinya (to

fulfill).”

Kewajiban negara yang demikian tidak hanya dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan sekarang tetapi juga harus berkesinambungan untuk

masa depan sebab terkait erat dengan eksistensi manusia. Kedua,

pertimbangan mengenai karakter/ sifat air yang khusus di mana kebutuhan

manusia akan air tidak bergantung pada tempat tinggalnya. Terkait

Page 76: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

66

karakter/sifat air yang khusus, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya

menerangkan bahwa:

“Sifat air berbeda dengan sumber daya alam udara yang relatif secara

bebas dapat diperoleh di mana saja. Kondisi alam menyebabkan ketersediaan

air tidak selalu terdistribusi sejalan dengan penyebaran manusia yang

memerlukan air bagi kehidupannya. Pada hal, kebutuhan manusia akan air

bagi kehidupannya tidak tergantung oleh tempat tinggalnya. Artinya, ada atau

tidak tersedianya air di satu tempat tidak akan mengurangi kebutuhan

manusia akan air.”

Pertimbangan kedua yang berkenaan dengan jaminan hak asasi atas air

mewajibkan bahwa dalam undang-undang mengenai sumber daya air harus

ada jaminan oleh negara akan hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi

kehidupan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kebutuhan hidup

layak. Jaminan seperti ini sebenarnya terdapat dalam UU 7/2004 yang telah

dibatalkan Mahkamah Konstitusi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5

yang berbunyi, “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air

bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang

sehat, bersih dan produktif.” Namun, Mahkamah Konstitusi menegaskan

dalam putusannya bahwa jaminan negara ini harus dijabarkan secara lebih

rinci dalam bentuk tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Provinsi serta

pemerintah Kabupaten/Kota dengan tetap mendasarkan pada penghormatan,

perlindungan dan pemenuhan hak asasi atas air. Meskipun UU 7/2004 telah

dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi namun substansi pengaturan

sebagaimana ketentuan Pasal 5 UU tersebut yang diikuti dengan penjabaran

tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah menjadi aspek penting

yang seharusnya diatur dalam undang-undang mengenai sumber daya air

yang akan dibentuk kemudian. Hal ini mengingat UU 11/1974 tidak memuat

substansi pengaturan yang demikian. Tidak pula terdapat penjabaran yang

rinci mengenai tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.

Pertimbangan ketiga tentang penguasaan oleh negara menegaskan

bahwa karena air adalah res commune maka pengaturan air harus tunduk pada

Page 77: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

67

ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Konsep penguasaan ini secara umum

merujuk pada tafsir atas frasa “dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 UUD

1945 yang telah menjadi konsep dasar hak menguasai negara atas sumber

daya alam termasuk namun tidak terbatas pada sumber daya air yang meliputi

kegiatan merumuskan kebijakan (beleid), melakuan tindakan pengurusan

(bestuursdaad), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan

pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan pengawasan

(toezichthoudensdaad). Berdasarkan konsep demikian maka penggunaan air

selain untuk pemenuhan kebutuhan pokok minimal harus dilakukan

berdasarkan izin yang diberikan oleh pemerintah.

Pertimbangan keempat adalah mengenai pembatasan dalam

pengusahaan air. Pembatasan ini pada dasarnya terkait erat dengan ketiga

perspektif sebelumnya. Pembatasan-pembatasan tersebut diterapkan agar hak

asasi atas air terpenuhi dan bahwa pemerintah bisa menjalankan

kewajibannya untuk melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi

hak asasi tersebut yang juga sangat terkait dengan hak asasi lainnya yakni hak

atas lingkungan hidup yang sehat serta penguasaan negara atas sumber daya

air baik sebagai kekayaan alam maupun sebagai cabang produksi yang

penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Peran BUMN

atau BUMD yang juga termasuk dalam pembatasan yang diputuskan

Mahkamah Konstitusi menegaskan kehadiran negara dan membatasai peran

swasta dalam pengelolaan sumber daya air. Bahkan, dalam putusannya,

Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa swasta dapat diberi izin untuk

mengushakan air setelah hak warga negara atas air teah terpenuhi semua dan

masih ada ketersediaan air untuk diusahakan. Mekanisme perizinan dalam

pengusahaan air menjadi instrumen kontrol agar negara tidak kehilangan

kendali atas pengeleolaan sumber daya air.

Dari kesemua perspektif tersebut, penekanannya adalah bahwa air harus

dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Oleh karena itu, penguasaan atas air oleh negara dilakukan dengan

maksud semata-mata agar air dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Bila

Page 78: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

68

merujuk pada public trust doctrine maka dalam hal ini penguasaan oleh

negara atas air tersebut mengandung pengertian bahwa penguasaan tersebut

merupakan amanah yang dipercayakan rakyat kepada negara yang berarti

menempatkan rakyat sebagai pemberi amanah dan negara sebagai penerima

amanah.32

Dalam kaitan ini, putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus UU

SDA dan memberlakukan kembali pada UU Pengairan, konsistensi dari

keputusan tersebut patut dipertanyakan, adakah pengingkaran terhadap

pelaksanaannya, adakah jiwa kebersamaan di dalam pengelolaan air masih

dalam semangat kebersamaan yang berpihak kepada rakyat.

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka

kepada para pihak yang menjadi adressat, seluruh lembaga negara,

penyelenggara negara dan seluruh warga negara yang terkait dengan putusan

tersebut harus mematuhi dan melaksanakannya. Hal inilah yang kemudian

memunculkan dan berlakunya asas erga omnes pada putusan Mahkamah

Konstitusi karena Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang

tidak hanya mengikat para pihak (inter parties) akan tetapi juga harus ditaati

oleh siapapun (erga omnes). Asas erga omnes tercermin dari ketentuan yang

menyatakan bawa putusan Mahkamah Konstitusi langsung dapat

dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang

berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Ketentuan

tersebut merefleksikan kekuatan hukum mengikat dan karena sifat hukumnya

secara publik

Permasalahan kemudian muncul ketika putusan Mahkamah Konstitusi

acapkali tidak serta merta dilaksanakan oleh para pihak yang berperkara,

lembaga negara, penyelenggara negara dan juga warga negara yang terkait

dengan putusan tersebut dengan berbagai alasan. Fakta empiris menunjukkan

bahwa ternyata, kekuatan dari putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat

final dan mengikat serta berlakunya asas erga omnes dari putusan Mahkamah

32

Helmi Kasim dan Titis Anindyajati, Perspektif Konsititusional kedudukan negara dan

swasta dalam pengelolaan sumber daya air menurut UUD 1945, Jurnal Konsititusi Vol. 13, Nomor

2, Juni 2016.

Page 79: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

69

Konstitusi tidak dapat serta merta menjadikan putusan tersebut

diimplementasikan secara konkret (non-excutiable) dan hanya mengambang

(floating execution).

Dalam realitas empirik, masalah implementasi putusan Mahkamah

Konstitusi seringkali mengalami kesulitan, setidaknya menunjukkan banyak

variasi masalah dan pola implementasinya. Persoalan implementasi putusan

Mahkamah Konstitusi setidaknya disebabkan oleh 3 (tiga) hal yaitu: (1)

sebagaimana dituangan dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD RI 1945, putusan

Mahkamah Konstitusi hanya bersifat final akan tetapi tidak disertai kata

mengikat sehingga terkadang dipersepsikan tidak mengikat; (2) Mahkamah

Konstitusi tidak memiliki unit eksekutor yang bertugas menjamin aplikasi

putusan final (special enforcement agencies); dan (3) putusan final sangat

bergantung pada cabang kekuasaan negara yang lain yakni eksekutif dan

legislatif, yaitu kerelaan dan kesadaran untuk melaksanakan putusan.33

Dampak dibatalkannya Undang-Undang No 7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air mempunyai pengaruh bagi Pemerintah (eksekutif), badan

usaha pengelola Air, maupun masyarakat.

a. Dampak Bagi Pemerintah

1). Berimplikasi kepada peraturan perundang-undangan sebagai aturan

pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tidak berlaku,

sehingga sebagai payung hukum diberlakukan kembali Undang-

undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan

2). Negara mempunyai hak menguasai sumber daya air, prioritas utama

menguasai atas air diberikan kepada Badan Usaha Milik

Negara(BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

b. Dampak bagi Badan Usaha Pengelola Air

1). Dibatalkannya Undang-undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air (SDA) berimplikasi turunan peraturan sebagai peraturan

pelaksanaannya menjadi batal sehingga hilangnya payung hukum yang

33

Fadzlun Budi Sulistyo Nugroho, “Sifat Keberlakuan Asas Erga Omnes Dan Implementasi Putusan

Mahkamah Konstiusi”, Jurnal Gorontalo Law Review, Volume 2 No. 2, Oktober 2019.

Page 80: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

70

menjadi dasar penerbitan ijin pengambilan air bagi Badan Usaha

Pengelola Air baik ditingkat pusat maupun daerah.

2). Untuk proses pengusahaan air bagi Badan Usaha Pengelola Air Swasta

harus bermitra dengan BUMN atau BUMD diwilayahnya.

3). Akan berdampak pada terhambatnya iklim yang tidak kondusif dan

proses investasi yang belum ada kepastian hukumnya untuk mengatur

pendirian industri berbasis air di Indonesia.

c. Dampak Bagi Masyarakat

1). Dibatalkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Airakan berdampak positif dalam kehidupan masyarakat secara

luas. Artinya semangat hak masyarakat atas air bisa terpenuhi sesuai

landasan konstitusional UUD 1945 Pasal 33 ayat (3).

2). Kekayaan alam berupa air bisa sepenuhnya dimanfaatkan untuk

kemakmuran masyarakat dan kesempatan komersialisasi air oleh

perusahaan swasta harus diatur dan diawasi secara ketat.

3). Akses masyarakat dalam pengelolaan sumber daya airterbuka lebar,

artinya harus menempatkan masyarakat pada akses yang lebih besar

dalam rangka memperkuat daya tawar masyarakat sipil.

Jika dilihat dari pengelolaannya terutama terkait tentang pengusahaan

air bersih, ada perbedaan yang mendasar yaitu bagi pihak swasta yang

melaksanakan pengusahaan air pasca dibatalkannya UU No. 7 Tahun 2004

dan memberlakukan kembali pengaturan mengenai pengelolaan sumber daya

air menurut UU No. 11 Tahun 1974, bahwa pihak swasta cukup meminta izin

pemerintah pusat akan tetapi syaratnya wajib berpedoman pada usaha

bersama dan kekeluargaan (koperasi), jika menurut UU No. 7 Tahun 2004,

boleh dilakukan swasta dengan skema izin guna air usaha air, tidak

disyaratkan adanya badan koperasi. Dengan hilangnya syarat berbadan

koperasi ini, maka hak guna usaha air sudah mencerminkan privatisasi air

untuk perdagangan.

Page 81: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

71

Sehingga setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 18

Februari 2015 perihal putusan perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 yang

membatalkan seluruh isi dalam Undang-Undang Nomor Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumber Daya Air dan mengembalikan pengelolaan air ke

Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang pengairan, maka sistem

pengusahaan air seharusnya menggunakan sistem usaha bersama atas dasar

kekeluargaan jika dikelola oleh swasta, atau negara mengambil alih

pengelolaan air.34

34

Muhammad Azil Maksur, Kebijakan Pengelolaan Air Pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi tentang Undang-Undang Sumber Daya Air, Jurnal Konstitusi, Vol 16 No 3, September

2019.

Page 82: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasill pembahasan yang telah dipaparkan dan dianalisa, maka

peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa:

1. Berdasarkan amanat konstitusi yang ditegaskan dalam Pasal 33 ayat

(3) UUD 1945 secara implisit menyatakan bahwa hakikatnya negara

memiliki trias obligation yakni kewajiban untuk menghornati,

melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia terhadap air. Dengan

demikian peran negara dalam pengelolaan sumber daya alam khusus

sumber daya air sangat vital dan dominan karena negara memiliki

wewenang yang besar dalam hal mengatur, mengawasi, serta mengelola

sumber daya air untuk kelangsungan hajat hidup banyak manusia.

Ditambah lagi dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah

membatalkan UU Sumber Daya Air, memberikan konsekuensi dan

implikasi hukum bagi negara untuk mengambil alih pengelolaan

sumber daya air dari swasta yang selama ini sudah masif dan

berlangsung lama. Karena apabila privatisasi air masih terus dilakukan

di tengah krisis air yang melanda, hal tersebut dapat menimbulkan tidak

terpenuhinya hak seluruh rakyat Indonesia untuk menikmati air dengan

mudah dan terjangkau. Privatisasi air secara masif merupakan paham

liberal kapitalistik dalam mengeksploitasi sumber daya air secara

materialistik yang semata-mata untuk mencari keuntungan yang

sebesar-besarnya dan bukan untuk melaksanakan pelayan publik seperti

yang melekat pada tanggungjawab negara.

2. Implementasi privatisasi air di Indonesia masih sangat dimungkinkan

terjadi berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan

berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Namun dalam

penerapannya, negara wajib mengintervensi setiap tahapan pengelolaan

air oleh swasta dengan cara memberikan izin dan pengawasan yang

sangat ketat dan harus memastikan terlebih dahulu bahwa hak atas air

Page 83: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

73

seluruh rakyat Indonesia sudah terpenuhi. Karena air bukan benda yang

hanya dapat dimanfaatkan nilai ekonomisnya (economic value) akan

tetapi fungsi sosial dan lingkungan juga harus diutamakan.

B. Rekomendasi

Dari hasil pembahasan serta analisis yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka penulis memiliki saran terhadap pengelolaan sumber daya

air di Indonesia sebagai berikut:

1. Pemerintah sudah seharusnya mengambil alih pengelolaan sumber

daya air dari swasta melalui program remunisipalisasi dan

mengembalikan pelaksanaannya kepada BUMN maupun BUMD.

Pemerintah seharusnya dapat mengontrol izin dan pengawasan yang

ketat apabila mengizinkan pengelolaan air oleh swasta dengan syarat

hak atas air seluruh rakyat Indonesia telah terpenuhi sebelumnya.

2. Pemerintah dan Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-

Undangan harus segera merevisi UU SDA dan peraturan di bawahnya

yang lebih komprehensif agar terdapat kepastian hukum dalam

menerapkan pengelolaan sumber daya air.

3. Pemerintah seharusnya mengajak partisipasi publik maupun LSM

yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air untuk

bekerjasama dalam mengurus sektor sumber daya alam di Indonesia

dengan prinsip kekeluargaan. Dengan partisipasi dan keterbukaan

terhadap publik tersebut diharapkan dapat mengoptimalisasi institusi

dan memperbaiki pendistribusian air secara merata dan berkeadilan.

4. Pemerintah maupun aparat penegak hukum disarankan dapat

bertindak tegas dalam menindak korporasi yang dalam pengelolaan

air tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat merusak

lingkungan dan tidak memerhatikan kesehatan manusia serta

mengurangi ketersediaan air bagi masyarakat sekitar.

Page 84: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

74

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asshiddiqie, Jimly, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta: Konstitusi Press,

2005)

Asshiddiqie, Jimly, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer

Kelompok Gramedia, 2009)

Asshidiqie, Jimly Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia (Jakarta: Rajawali, 2010)

Azhary, Tahir, Negara Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992)

Azhary, Tahir, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur‐ unsurnya,

(Jakarta: Ul‐Press, 1995)

Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999)

Donnelly, Universal Human Rights in Theory and Practice, (Ithaca, 2003:Cornell University

Press)

Effendi, Masyhur, Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan

Internasional, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994)

Erwiningsih, Winahyu, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, (Yogyakarta: Penerbit Total Media,

2009)

Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987)

Hajati, Sri dan Sri Winarsi, Buku Ajar Politik Hukum Pertanahan, (Surabaya: Airlangga

University Press, 2018)

Handoyo, Hestu Cipto, Hukum Tata Negara Indonesia, Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi,

(Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2009)

Harjiyanti, Francisca Romana, Memperjuangkan Hak Rakyat atas Air dalam Hukum Positif

Iindonesia (Yogyakarta: Janabadra, 2016)

Heyneardhi, Henry dan Savio Wermasuban, Dagang Air: Perihal Peran Bank Dunia dalam

Komersialisasi dan Privatisasi Layanan Atas Air di Indonesia (Salatiga: Widya Sari Press, 2004),

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011)

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya : Bayumedia

Publishing, 2005)

Ilmar, Aminuddin, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2012)

Iver, Mac, The Modern State, (London: Oxford University Press, 1950)

Jean-Jacques Rouseau, Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip-Prinsip Hukum Politik, Alih Bahasa:

Sundari Husen dan Rahayu Hidayat, (Jakarta: Dian Rakyat, 1989)

Jundiani, Perlindungan Hak Rakyat atas Sumber Daya Air, (El-Qisth, Malang, 2006)

Page 85: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

75

Juniarso, Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang, Dalam Konsep Kebijakan Otonomi

Daerah (Bandung: Nuansa, 2008)

Kartodiharjo, Hariadi dan Hira Djamtani, Politik Lingkungan Hidup dan Kekuasaan di Indonesia,

(Jakarta: Equinoq Publishing, 2006)

Kertonegoro, Sentanoe, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Mutiara

Sumber Widya, 1987)

Keynes, John Maynard, The General Theory of Employment, Interest and Money, (London:

Harvest, 1953)

Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004)

Muhtaj, Majda El, Dimensi-Dimensi HAM mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2009)

Nasution, Bahder Johan, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia (Bandung: Mandar Maju, 2011)

Nickel, James W, Hak Asasi Manusia Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996)

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asal Ilmu Negara dan Politik, (Eresco: Jakarta, 1981)

Qamar, Nurul, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, (Jakarta: Sinar Grafika,

2014)

Riyadi, Eko, Hukum Hak Asasi Manusia( Depok: Rajawali Press, 2018)

Santoso, Ahmad, Demokratisas Pengelolaan Sumber Daya Alam, (Jakarta: Indonesian Center for

Enviromental Law, 1999)

Saragih, Djaren, Dunia Hukum Sebagai Dunia Nilai-Nilai (Surabaya: Pusat Studi Hukum

Pembangunan Fakultas Hukum UNAIR, 1977)

Shiva, Vandhana, Water Wars: Privatisasi Profit dan Polusi, (Yogyakarta: Insist Press. 2003)

Silalahi, Daud, Pengaturan Hukum Sumber Daya Air dan Lingkungan di Indonesia, (Bandung:

Alumni, 2006)

Sinamo, Nomensen, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Bumi Intitama Sejahtera, 2009)

Soekanto, Soerjono dan Sri, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,

2011)

Soemantri, Sri dan Bintan R. Saragih, Ketatanegaraan Indonesia dalam Kehidupan Politik

Indonesia 30 Tahun ke UUD NRI 1945.( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983)

Soeprapto, Maria Farida Indrati , Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya,

(Jakarta: Kanisius, 1998)

Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama,

2009)

Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Hak Atas Air Pro Rakyat, (Semarang: Surya Pena Gemilang,

2009)

Suteki, Membangun Politik Hukum Sumber Daya Alam Berbasis Cita Hukum Indonesia,

(Yogyakarta: Thafa Media, 2015)

Page 86: KONSTITUSIONALITAS WEWENANG NEGARA TERHADAP …

76

Thalib, Dahlan dkk,Teori dan Hukum Konstitusi, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2008)

Tim Kruha, Kemelut Sumberdaya Air Menggugat Privatisasi Air Di Indonesia, (Yogyakarta:

LAPERA Pustaka Utama, 2005

Triyanto, Negara Hukum dan HAM, (Yogyakarta: Ombak, 2013)

Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1985)

Wahidin, Samsul, Hukum Sumber Daya Air, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016)