konservasi kelautan

17

Click here to load reader

Upload: muhamad-miftahudin

Post on 22-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konservasi kelautan

TUGAS MATA KULIAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

KONSERVASI DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-

PULAU KECIL

Di susun Oleh:

Muhamad Miftahudin 26020212120008

Muhamad Fatih Hidayatullah 26020212120012

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

Page 2: Konservasi kelautan

A. Pendahuluan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR PER.17/MEN/2008 dan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 memiliki bahasan

yang sama yaitu mengenai konservasi. Namun dalam kajiannya kedua peraturan menteri

tersebut memiliki kajian yang berbeda. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 mengkaji tentang

kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sedangkan PERATURAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PER.02/MEN/2009 mengkaji tentang tata cara penetapan kawasan konservasi perairan.

Dalam kedua peraturan tersebut dijelaskan bahwa kawasan konservasi adalah bagian

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu

kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan secara berkelanjutan

untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.

Dan kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan

sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara

berkelanjutan.

Page 3: Konservasi kelautan

B. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008

Dalam peraturan ini disebutkan bahwa katagori kawasan konservasi terdiri dari kawasan

konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP3K), kawasan konservasi maritim (KKM),

kawasan konservasi perairan (KKP), dan sempadan pantai. Setiap kawasan konservasi

memiliki kriteria masing-masing.

Untuk wilayah KKP3K kriteria yang dibuat lebih mengarah pada kehidupan biota serta

pendidikan dan penelitian, seperti yang disebutkan di pasal 6, bahwa “merupakan wilayah

pesisir yang menjadi tempat hidup dan berkembangbiaknya (habitat) suatu jenis atau

sumberdaya alam hayati yang khas, unik, langka dan dikhawatirkan akan punah, dan/atau

merupakan tempat kehidupan bagi jenis-jenis biota migrasi tertentu yang keberadaannya

memerlukan upaya perlindungan, dan/atau pelestarian” serta “merupakan pulau kecil yang

menjadi tempat hidup dan berkembangbiaknya (habitat) suatu jenis atau beberapa

sumberdaya alam hayati yang khas, unik, langka dan dikhawatirkan akan punah, dan atau

merupakan tempat kehidupan bagi jenis-jenis biota migrasi tertentu yang keberadaannya

memerlukan upaya perlindungan, dan/atau pelestarian”.

Untuk wilayah KKM kriteria yang dibuat lebih merujuk kepada nilai budaya dari apa

yang terdapat di perairan tersebut. Seperti yang dituliskan pada salah satu point di pasal 8,

bahwa “situs sejarah kemaritiman yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan dan budaya yang perlu dilindungi bagi tujuan kelestarian dan pemanfaatan

guna memajukan kebudayaan nasional”.

Penetapan suatu kawasan agar menjadi kawasan konservasi akan melewati beberapa

tahapan. Untuk KKP3K dan KKM memiliki tahapan yang berbeda. Tahapan-tahapan untuk

penetapan KKP3K diantaranya adalah usulan inisiatif calon KKP3K, identifikasi dan

inventarisasi KKP3K, pencadangan KKP3K, penetapan KKP3K, dan penataan KKP3K.

sedangkan tahapan-tahapan untuk penetapan KKM adalah usulan inisiatif calon KKM,

penilayan calon KKM, dan penetapan KKM. Dalam pelaksanaannya masyarakat berperan

serta dalam mengusulkan suatu daerah untuk menjadi kawasan konservasi baik secara

individu atau kelompok. Pemerintah berperan dalam pengesahan serta pembuatan kebijakan

Page 4: Konservasi kelautan

terkait kawasan konservasi tersebut. Pemerintah yang berperan dapat Menteri, Gubernur, dan

Walikota atau Bupati.

Dalam pola pengelolaan kawasan konservasi terdapat istilah zonasi. Zonasi adalah suatu

bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai

dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung

sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Sistem zonasi ini terdiri dari:

Zona inti;

Zona pemanfaatan terbatas;

Zona lainnya yang sesuai dengan peruntukan kawasan.

Zona inti dikhususkan untuk bidang penelitian dan pendidikan dimana populasi serta

ekosistem ikan yang ada disana diawasi secara serius demi kelangsungan hidupnya. Pada

pasal 32 disebutkan bahwa “perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, serta alur

migrasi biota laut”. Zona pemanfaatan kawasan konservasi dapat dilakukan kegiatan

pariwisata dan rekreasi. Zona lainnya dijelaskan dalam pasal 32 yaitu “zona lainnya

merupakan zona diluar zona inti dan zona pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan

kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain zona rehabilitasi”.

Dalam penggunaan kawasan konservasi KKP3K dan KKM diperlukan perizinan melalui

Menteri, gubernur, walikota/bupati. Dimana izin tersebut meliputi objek dan subyek

perizinan, jenis perizinan, jangka waktu, tatacara dan persyaratan pemberian izin, berakhirnya

izin, hak dan kewajiban pemegang izin, dan sanksi pemegang izin.

C. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009

Dalam peraturan ini disebutkan serta dijelaskan mengenai kriteria kawasan konservasi.

Diantaranya adalah kriteria ekologi, kriteria sosial budaya dan kriteria ekonomi. Disebutkan

dalam bab II pasal 4 bahwa “kriteria ekologi meliputi keanekaragaman hayati, kealamiahan,

keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produkvitas, daerah ruaya, habitat ikan

langka, daerah pemijahan ikan, dan daerah pengasuhan. Kriteria sosial budaya meliputi

dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, dan kearifan lokal

Page 5: Konservasi kelautan

serta adat istiadat. Kriteria ekonomi meliputi nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan

pariwisata, estetika, dan kemudahan mencapai kawasan”.

Jenis-jenis wilayah konservasi perairan adalah taman nasional perairan, suaka alam

perairan, taman wisata perairan, dan suaka perikanan. Setiap wilayah konservasi memiliki

peran masing-masing. Taman nasional perairan diperuntukan untuk kegiatan penelitian serta

pendidikan yang mendukung ilmu pengetahuan. Suaka alam perairan untuk perlindungan

terhadap biota dan ekosistem. Taman wisata perairan untuk keperluan rekreasi dan

pariwisata. Suaka perikanan diperuntukan untuk perlindungan terhadap jenis ikan tertentu.

Tahapan penetapan kawasan konservasi perairan terdiri dari usulan inisiatif kawasan

konservasi, identifikasi dan inventarisasi calon kawasan konservasi, pencadangan kawasan

konservasi, penetapan kawasan konservasi perairan, dan penataan batas kawasan konservasi

perairan. Dalam proses penetapan kawasan konservasi, calon wilayah konservasi dapat

diusulkan oleh masyarakat baik secara perorangan atau kelompok yang selanjutnya dapat

dikoordinasikan dengan pemerintah (Menteri, gubernur, bupati/walikota).

Dengan ketentuan yang ada kawasan konservasi dapat ditunjuk oleh pemerintah,

pemerintah daerah provinsi atau kota/kabupaten apabila Peraturan Menteri tersebut belum

dibuat dengan nantinya kawasan konservasi ini harus menyesuaikan dengan peraturan yang

ada apabila telah selesai dibuat.

Page 6: Konservasi kelautan

PERATURAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1/PERMEN-KP/2015

TENTANG

PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.), KEPITING (Scylla spp.), DAN

RAJUNGAN (Portunus pelagicus spp.)

Pasal 2

Setiap orang dilarang melakukan penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting

(Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur.

Pasal 3

(1) Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus

pelagicus spp.) dapat dilakukan dengan ukuran:

a. Lobster (Panulirus spp.) dengan ukuran panjang karapas >8 cm (di atas delapan

sentimeter);

b. Kepiting (Scylla spp.) dengan ukuran lebar karapas >15 cm (di atas lima belas

sentimeter); dan

c. Rajungan (Portunus pelagicus spp.) dengan ukuran lebar karapas >10 cm (di atas

sepuluh sentimeter).

(2) Cara Pengukuran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus

pelagicus spp.) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4

Setiap orang yang menangkap Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan

Rajungan (Portunus pelagicus spp.) wajib:

a. melepaskan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus

pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau dengan

ukuran yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) jika

masih dalam keadaan hidup;

Page 7: Konservasi kelautan

b. melakukan pencatatan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan

(Portunus pelagicus spp.) dalam kondisi bertelur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

dan/atau dengan ukuran yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) yang tertangkap dalam keadaan mati dan melaporkan kepada Direktur Jenderal

melalui kepala pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan

Ikan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015

yang telah ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Nomor 18/MEN-KP/I/2015. Surat Edaran ini

diterbitkan guna memberikan kejelasan pada publik terkait pelaksanaan Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015.

Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting, baik secara

lokal maupun global. Lobster merupakan bahan makanan popular yang memiliki nilai ekonomis

tinggi sehingga banyak dicari dan ditangkap secara global.Sehingga tidak salah apabila banyak

orang yang berburu Lobster,Kepiting dan Rajungan ini.

Karena eksploitasi yang berlebihan terhadap Lobster, kepiting dan Rajungan kurang

terkendali sehingga menyebabkan penurunan produktivitas sumberdaya Perairan.Seperti yang

dilansir dari website Jurnal Asia bahwasanya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti

menyatakan bahwa saat ini semakin berkurangnya populasi kepiting dan lobster sudah mulai

terlihat di dua tempat yaitu di Simeuleu, Aceh dan Pangandaran, Jawa Barat.

Menurut Yusnaini, dkk. 2009 menyatakan bahwa kelestarian dan produksi dapat

ditingkatkan dengan pengelolaan yang taat pada asas keberlanjutan dengan memberi

kesempatan induk memijah, menjaga jumlah minimal induk di setiap area dan memperbaiki

habitat. Tetapi hal tersebut sulit diwujudkan karena keterbatasan dalam pengontrolan eksploitasi

dan pertumbuhan lobster relatif lambat.

Dengan di keluarkannya peraturan Menteri ini, diharapkan masyarakat tidak lagi

mengeksploitasi Lobster, Kepiting dan juga Rajungan di luar aturan yang telah ditentukan oleh

Pemerintah. Namun dengan dikeluarkannya aturan ini, banyak yang tidak setuju, terutama

nelayan – nelayan dan para pengusaha Lobster. Bahkan banyak dari para Nelayan tersebut

meminta untuk meninjau kembali peraturan tersebut bahkan ada yang meminta untuk menghapus

Peraturan tersebut.

Page 8: Konservasi kelautan

Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi kepada publik terutama kepada para Nelayan

dan para pengusaha pada sector perikanan laut khususnya Lobster, Kepiting dan rajungan.

Berdasarkan surat Nomor 18/MEN-KP/I/2015 menyatakan bahwa peraturan Menteri tersebut

memuat pelarangan penangkapan Lobster, kepiting dan rajungan dalam kondisi bertelur dan

pengaturan pembatasan ukuran ketiga pesies tersebut yang boleh ditangkap.

Pembatasan ukuran Lobster, Kepiting, dan rajungan yang boleh ditangkap dilaksanakan

secara bertahap sebagia berikut :

1. Bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Desember 2015, Ukuran yang boleh ditangkap

dan di perjualbelikan yaitu:

a. Lobster dengan ukuran berat > 200 gram

b. Kepiting dengan ukuran berat > 200 gram

c. Rajungan dengan ukuran berat > 55 gram

d. Dan kepiting soka dengan berat > 150 gram

2. Bulan Januari tahun 2016 hingga seterusnya , ukuran dan berat yang boleh ditangkap

yaitu:

a. Lobster dengan ukuran panjang karapas > 8 cm atau dengan ukuran berat > 300

gram

b. Kepiting dengan ukuran lebar karapas > 15 cm atau dengan ukuran berat > 350

gram

c. Rajungan dengan ukuran lebar karapas > 10 cm atau dengan ukuran berat >55

gram.

Ketentuan Pelarangan dan pembatasan Penangkapan Lobster, Kepiting dan rajungan ini

dikecualikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan serta kegiatan pendidikan.

Page 9: Konservasi kelautan

PERATURAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 34/PERMEN-KP/2014

TENTANG

PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU

KECIL

Pada PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 34/ PERMEN –KP/2014 menjelaskan tentang bagaimana dalam

merencanakan pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Peraturan

ini di buat sebagai bentuk norma, standar dan pedoman bagi pemerintah daerah Provinsi dan

pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan penyusunan perencanaan pengelolaan

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 34/ PERMEN –KP/2014 ini merupakan perbaikan terhadap peraturan

sebelumnya yaitu PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR

16 /PERMEN –KP / 2008. Pada PERMEN KP NO 34 /2014 ini pada intinya sama dengan

peraturan yang berada pada PERMEN KP –NO 16/2008 hanya ada beberapa pasal dan ayat

yang di rubah redaksinya atau bahkan ada yang dihilangkannya.

Seperti pada Pasal 1 ayat 3 pada PERMEN KP NO 16 tahun 2008 yang berbunyi “

“ Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses

penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan

didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil

yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah

atau daerah dalam jangka waktu tertentu.”

Ayat tersebut pada PERMEN KP No 34/2014 dihilangkan, Selain itu pada PERMEN

KP No 34 /2014 lebih tertuju kepada masyarakat sebagai objek, hal ini dapat di buktikan ada

beberapa ayat yang membahas tentang masyarakat yang dimana pada peraturan sebelumnya

tidak di temukan hal tersebut. Adapun bunyi ayat – ayat tersebut adalah sebagai berikut :

Page 10: Konservasi kelautan

Ayat 19 pasal 1 PERMEN KP NO 34/ 2014 “Masyarakat adalah masyarakat yang

terdiri atas Masyarakat Hukum Adat,Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang

bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.”

Ayat 20 pasal 1 PERMEN KP NO 34 /2014 “Masyarakat Hukum Adat adalah

sekelompok orang yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara

Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat

dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan

hukum adat di wilayah adatnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Ayat 21 pasal 1 PERMEN KP NO 34 /2014 berbunyi “Masyarakat Lokal adalah

kelompok Masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan

yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung

pada Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tertentu.”

Ayat 22 pasal 1 PERMEN KP NO 34 /2014 berbunyi “Masyarakat Tradisional adalah

masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan

kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada

dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.”

Adapun Prinsip perencanaan Pembangunan Wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil di

jelaskan dalam pasal 3 PERMEN KP NO 34 /2014 .

Prinsip perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu:

a) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dari sistem

perencanaan pembangunan daerah;

b) mengintegrasikan kegiatan antara pemerintah dengan pemerintah daerah, antarsektor,

antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem darat dan

ekosistem laut, dan antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen;

c) dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi yang dimiliki masing-masing

daerah, serta dinamika perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan

d) melibatkan peran serta masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya.

Jadi pada intinya, Pada prinsip perencanaan Pembangunan wilayah pesisir dan pulau pulau

kecil tidak bisa dilakukan sendiri- sendiri, tapi harus ada kerjasama dari berbagai pihak dalam

hal ini pihak yang terkait yaitu Masyarakat, Pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun

Page 11: Konservasi kelautan

pemerintah daerah, lembaga-lembaga mitra usaha masyarakat, dan berbagai macam SDM yang

di perlukan dalam pengelolaan SDA di wilayah pesisir.

Adapun ruang lingkup Perencanaan Pemangunan wilayajh pesisir dan pulau –pulau kecil

tercantum dalam pasal 4 PERMEN KP no 34 tahun 2014.

Ruang lingkup perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:

a) Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut

RSWP-3-K;

b) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut

RZWP-3-K;

c) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut

RPWP-3-K; dan

d) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya

disebut RAPWP-3-K.

Selanjutnya pada pasal- pasal selanjutnya di jelaskan bahwa pemerintah daerah ( kabupaten /

provinsi) yang akan menyusun dan mengatur Rencana Strategis wilayah pesisir dan pulau –

pulau kecil yang dimana dalam pembentukanya itu pemerinth daerah tidak bekerja sendiri , akan

tetapi harus membuat kelompok kerja yang terdiri dari Kepala Bappeda sebagai ketua, Kepala

Dinas yang membidangi kelautan dan perikanan sebagai sekretaris, dan anggota terdiri dari

SKPD/instansi terkait sesuai dengan kewenangan dominan dan karakteristik daerah yang

bersangkutan.

Dan pada peraturan ini dijelaskan pula langkah- langkah penyusunan, dan pembuatan

rencana pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan pada akhir kegiatan menteri

kelautan, Gubernur, Bupati / wali kota di wajibkan untuk mengadakan evaluasi terhadap

kegiatan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan hasil evaluasi ini yang akan

digunakan sebagai bahan dalam penyusunan perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dann

pulau-pulau kecil.

Page 12: Konservasi kelautan

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan menteri kelautan dan perikanan republik indonesia nomor 1/permen-kp/2015 tentang

penangkapan lobster (panulirus spp.), kepiting (scylla spp.), dan rajungan (portunus

pelagicus spp.)

Peraturan menteri kelautan dan perikanan republik indonesia nomor 34/permen-kp/2014 tentang

perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Peraturan menteri kelautan dan perikanan republik indonesia nomor per.02/men/2009 tentang

tata cara penetapan kawasan konservasi perairan

Peraturan menteri kelautan dan perikanan republik indonesia nomor per.17/men/2008 tentang

kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

peraturan menteri kelautan dan perikanan republik indonesia Nomor per.16/men/2008 tentang

perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Surat edaran no 18/ men-kp/1/2015 tentang penangkapan lobster (panulirus spp.), kepiting

(scylla spp.), dan rajungan (portunus pelagicus spp.)

http://www.jurnalasia.com/2014/11/13/lobster-dan-kepiting-bertelur-tak-boleh-ditangkap/

Page 13: Konservasi kelautan