konsep mati menurut hukum

9
KONSEP MATI MENURUT HUKUM A. DEFINISI KEMATIAN Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117, kematian didefinisikan sebagai “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung-sirkulasi dan system pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dibuktikan” Pada saat seseorang sudah dinyatakan mati, maka akan terjadi perubahan pada beberapa haknya, diantaranya: Kehilangan hak o Dihentikannya segala tindakan medis o Status kependudukan berubah o Segala kepemilikan berpindah tangan pada ahli waris Timbulnya hak o Pernyataan medis (sertifikat kematian: surat keterangan kematian) o Deklarasi/pernyataan dari pemerintah (akta kematian) B. PENANGANAN KEMATIAN Penanganan kematian dibedakan dalam 2 hal, yaitu: Kegiatan sertifikasi yang menghasilkan sebuah surat keterangan bahwa seseorang telah meninggal yang disebut dengan “Surat Keterangan Kematian”

Upload: anumillah-arini-zidna

Post on 26-Oct-2015

615 views

Category:

Documents


48 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Mati Menurut Hukum

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

A. DEFINISI KEMATIAN

Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117, kematian

didefinisikan sebagai “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung-sirkulasi

dan system pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian

batang otak telah dibuktikan”

Pada saat seseorang sudah dinyatakan mati, maka akan terjadi perubahan pada

beberapa haknya, diantaranya:

Kehilangan hak

o Dihentikannya segala tindakan medis

o Status kependudukan berubah

o Segala kepemilikan berpindah tangan pada ahli waris

Timbulnya hak

o Pernyataan medis (sertifikat kematian: surat keterangan kematian)

o Deklarasi/pernyataan dari pemerintah (akta kematian)

B. PENANGANAN KEMATIAN

Penanganan kematian dibedakan dalam 2 hal, yaitu:

Kegiatan sertifikasi yang menghasilkan sebuah surat keterangan bahwa

seseorang telah meninggal yang disebut dengan “Surat Keterangan

Kematian”

Kegiatan non-sertifikasi yang akan menghasilkan data dan informasi

seputar kematian, diantaranya:

o Cara kematian: sifat peristiwa yang menimbulkan penyebab

kematian (Wajar-tidak wajar)

o Sebab kematian: jenis kekerasan atau penyakit yang menimbulkan

kematian

o Mekanisme kematian: perubahan biologis, kimiawi dan patologis

akibat penyebab kematian

Page 2: Konsep Mati Menurut Hukum

o Lokasi kematian: temapt terjadinya kematian atau ditemukannya

jenazah (Fasilitas Kesehatan-Diluar fasilitas kesehatan)

C. SURAT KETERANGAN KEMATIAN

Surat keterangan kematian mempunyai fungsi sebagai berikut:

Pernyataan kematian dari petugas medis

Untuk memfasilitasi kebutuhan registrasi penyebab kematian

Syarat pengurusan administrasi kependudukan & pemulasaraan

Surat keterangan kematian berisi:

Identitas jenazah (nama, NIK, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama,

pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat, status kependudukan)

Deklarasi kematian

Waktu meninggal

Umur saat meninggal

Tempat meninggal

Rencana pemulasaraan

Dokter pemeriksa dan keluarga penerima jenazah

Keterangan lengkap penyebab kematian

D. AUTOPSI

Autopsy adalah pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembedahan untuk

mengetahui penyebab kematian. Dasar hukum untuk penyelenggaraan autopsy adalah

Undang Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 119

1) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan

kesehatan dapat dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit

2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan

untuk menegakkan diagnosis dan / atau menyimpulkan penyebab

kematian

3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

atas dasar persetujuan pasien semasa hidupnya atau persetujuan

tertulis keluarga terdekat pasien

Page 3: Konsep Mati Menurut Hukum

4) Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang

membahayakan masyarakat dan bedah mayar klinis mutlak

diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan/atau penyebab

kematiannya, tidak diperlukan persetujuan.

E. VISUM ET REPERTUM

Pengertian Visum et Repertum

Pengertian yang terkandung dalam Visum Et Repertum ialah : ”YANG DILIHAT

DAN DIKETEMUKAN”. Jadi Visum Et Repertum adalah suatu keterangan dokter

tentang apa yang ”dilihat dan diketemukan” di dalam melakukan pemeriksaan terhadap

orang yang luka atau terhadap mayat. Jadi merupakan kesaksian tertulis.

Menurut Pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M04.UM.01.06 tahun

1983 menyatakan, bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut Visum et

Repertum. Dengan demikian, menurut KUHAP keterangan ahli yang diberikan oleh ahli

kedokteran kehakiman atau dokterdan atau ahli lainnya disebut Visum et Repertum.

Tugas seorang dokter dalam bidang ilmu kedokteran kehakiman adalah

membantu para petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap suatu

perkara pidana yang berhubungan dengan perusakan tubuh, kesehatan dan nyawa

manusia, sehingga bekerjanya harus objektif dengan mengumpulkan kenyataan-

kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk kemudian

mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada waktu memberi laporan dalam

”pemberitaan” dari Visum Et Repertum itu harus yang sesungguh-sungguhnya dan

seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu

pemeriksaan dan dengan demikian Visum Et Repertum merupakan kesaksian tertulis.

Tidak dapat disangkal lagi bahwa tubuh manusia selalu berubahubah jadi

keadaannya tidak statis, misalnya pada suatu kasus perkara pidana ada orang yang kena

tusukan sehingga luka, lalu perkara ini diajukan ke sidang pengadilan, akan tetapi

sidangnya mungkin baru dilaksanakan beberapa bulan kemudian dan sementara itu

lukanya mungkin sudah sembuh atau semakin membusuk, keadaan luka itu sudah lain

daripada waktu penusukkan itu terjadi dan oleh karena itu diperlukan suatu keterangan

Page 4: Konsep Mati Menurut Hukum

yaitu Visum Et Repertum yang menerangkan keadaan luka pada saat atau tidak lama

setelah peristiwa tersebut terjadi. Oleh sebab itu pengiriman barang bukti harus dilakukan

dengan cepat.

Visum Et Repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang

dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan

secara obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus dapat mengganti

sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan sehingga

akhirnya daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat. Selain itu Visum Et

Repertum dipakai pula sebagai dokumen dengan nama ditanyakan pada dokter lain

tentang barang bukti yang telah diperiksa apabila yang bersangkutan (Jaksa, Hakim) tidak

menyetujui hasil pemeriksaan tersebut.

Ada kemungkinan keluarga si korban berkeberatan dan menentang /menghalang-

halangi untuk diadakan pemeriksaan bedah mayat (sectio), apabila demikian dapat

dikenakan pasal 222 KUHP yang berbunyi : ”Barangsiapa dengan sengaja menghalang-

halangi, merintangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum

penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 4500,-”

Dari uraian tersebut diatas maka dapat ditarik simpulan bahwa tujuan Visum Et

Repertum ialah :

a) Harus sepenuhnya mengganti barang bukti yang diperiksa

b) Merupakan dokumen kedokteran

Syarat Pembuatan Visum et Repertum

Pembuatan Visum et Repertum haruslah memenuhi syarat formil dan materiil.

Syarat formil, yaitu menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam pembuatannya.

Menurut Instruksi Kepala Polisi Republik Indonesia No. Pol. : INS/E/20/IX/75 tentang

Tata Cara Permohonan/Pencabutan Visum et Repertum, adalah :

• Permintaan Visum et Repertum haruslah secara tertulis (sesuai dengan Pasal 133

ayat (2) KUHAP)

• Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara dibedah, jika ada keberatan dari

pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau pemeriksa memberikan penjelasan

tentang pentingnya dilakukan bedah mayat

Page 5: Konsep Mati Menurut Hukum

• Permintaan Visum et Repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa Pidana yang

baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas peristiwa yang telah lampau;

• Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya bedah mayat;

• Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi perlu

melakukan pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat

Syarat materiil dalam pembuatan Visum et Repertum adalah berkaitan dengan isi,

yaitu sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh korban yang diperiksa, pada saat

diterimanya Surat Permintaan Visum et Repertum dari Penyidik.

Peristiwa pidana yang memerlukan pembuatan Visum et Repertum, seperti

ditentukan dalam KUHP adalah :

1. Pelaku Tindak Pidana yang diduga menderita kelainan jiwa, yaitu berkaitan

dengan berlakunya ketentuan Pasal 44;

2. Penentuan umur korban/pelaku Tindak Pidana :

- Berkaitan dengan korban Tindak Pidana terhadap anak,khususnya di

bidang kesusilaan misalnya, ditentukan dalam Pasal 287, 288, 290 sampai

dengan 295, 300 dan 301.

- Berkaitan dengan pelaku Tindak Pidana anak yang ditentukan dalam UU

No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak.

3. Kejahatan kesusilaan diatur dalam Pasal 284 sampai dengan 290, dan Pasal 292

sampai dengan 294;

4. Kejahatan terhadap nyawa, yaitu Pasal 338 sampai dengan 348;

5. Penganiayaan, berkaitan dengan Pasal 351 sampai dengan 355,

6. Perbuatan alpa yang mengakibatkan mati atau luka orang lain, yaitu Pasal 359 dan

360.

Permintaan VER berdasarkan KUHAP pasal 133;

1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban

baik luka, keracunan atau mati yg diduga karena peristiwa yg merupakan

tindak pidana, ia berwenang mengajukan keterangan ahli kepada ahli

kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Page 6: Konsep Mati Menurut Hukum

2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)

dilakukan secara tertulis, yg dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk

pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

3. Mayat yg dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah

sakit harus diperlakukan secara baik dgn penuh penghormatan terhadap mayat

tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap

jabatan yg diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.

Dasar hukum mengenai pembuatan Visum et Repertum

Berdasarkan Undang Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 122

1) Untuk kepentingan penegakkan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensic

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

2) Bedah mayat forensic sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

dokter ahli forensic, atau dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensic dan

perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensic tidak memungkinkan