konsep mandat budaya sebagai upaya menjaga …
TRANSCRIPT
(Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen)
Volume 2, No.1, Juni 2020 (1-16)
htttp://e-journal.sttaw.ac.id/index.php/kaluteros
KONSEP MANDAT BUDAYA SEBAGAI UPAYA MENJAGA
KELSETARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Daud Darmadi
Sekolah Tinggi Teologi Adhi Wacana Surabaya
Abstract
The Cultural Mandate is God's command to all humanity to
manage, and maintain the environment as a shared home. The
church needs to have a service method and strategy that can
awaken the congregation to the responsibility of managing the
environment.
Designing the service of the cultural mandate is to set the
goals of the church, design learning curricula for the congregation
oriented towards environmental management, apply service
methods and strategies to build congregational awareness in
practicing life based on managing the environment.
Key Word: mandate, cultural, environment
Abstrak
Mandat Budaya adalah perintah Allah kepada semua umat
manusia untuk mengelola, dan menjaga lingkungan hidup sebagai
rumah bersama. Gereja perlu memiliki suatu metode dan strategi
pelayanan yang dapat menyadarkan jemaat akan tanggungjawab
mengelola lingkungan hidup.
Rancang bangun pelayanan mandat budaya adalah dengan
jalan menetapkan tujuan gereja, merancang kurikulum
pembelajaran kepada jemaat yang berorientasi pada pengelolaan
KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 1 Juni, 2020
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2
lingkungan hidup, Menerapkan metode dan strategi pelayanan
untuk membangun kesadaran jemaat dalam mempraktekkan
kehidupan yang berbasis pada mengelola lingkungan hidup.
Kata kunci: mandate, budaya, Lingkungan hidup,
Pendahuluan
Allah menciptakan alam semesta pada awalnya dalam
keadaan baik dan sempurna. Dia sendiri berfirman bahwa apa
yang diciptakannya semua sempurna dan baik. Kejatuhan
manusia dalam dosa membuat alam yang indah ini menjadi
terkutuk, semak duri, dan binatang buas menjadikan
keharmonisan manusia dengan alam menjadi terkoyak. Ditambah
lagi perangai manusia yang berdosa tidak mampu mengelola alam
ini dengan baik. Tugas memelihara, mengelola dan memanfaatkan
SDM dengan tanggungjawab tidak dapat dilaksanakan.
Akibat yang pasti terjadi jika tanggungjawab mengelola
yang adalah mandat dari Allah ini tidak dapat dilaksanakan adalah
alam menjadi rusak dan anak cucu sebagai ahli waris akan
mengalami penderitaan. Setiap orang lintas etnis dan religi perlu
menyadari bahwa tugas menjaga dan mengelola ini adalah tugas
seluruh umat manusia secara universal. Sebab semua manusia
apapun etnik dan religinya tinggal di bumi yang sama; memiliki
tanggungjawab yang sama dalam mandat budaya ini.
Posisi gereja bukan gereja di bawah misi atau misi di bawah
gereja. Sebaliknya, keduanya harus diangkat ke dalam Missio Dei,
yang menjadi konsep yang memayunginya. Missio Dei
menciptakan Missio Ecclesiae. Gereja berubah dari pengutus
menjadi yang diutus.1
Pengutusan ini berhubungan erat dengan keseluruhan
pekerjaan Allah untuk menyelamatkan dunia, pemilihan Israel,
pengutusan para nabi kepada bangsa Israel dan kepada bangsa-
bangsa di sekitarnya, pengutusan Yesus Kristus ke tengah-tengah
1 David J. Bosh, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK-
GM, 2006), hlm. 568
Daud Darmadi: Konsep Mandat Budaya sebagai…
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 3
dunia, pengutusan rasul-rasul dan pekabar-pekabar Injil kepada
bangsa-bangsa.2
Misi shalom Allah memiliki hakekat yang holistik. Hakekat
misi yang holistik ini dapat dijelaskan sebagai “suatu aspek yang
menyeluruh” yang memiliki kesatuan yang integral dengan aspek-
aspek lengkap yang utuh.3
Panggilan misi meliputi sebuah kesadaran akan
kebutuhan-kebutuhqan dari dunia yang terhilang, perintah
Kristus, keprihatinan bagi mereka yang terhilang, sebuah
komitmen yang radikal kepada Allah, penegasan dari gereja Anda,
restu dan pengutusan, hasrat yang dalam, karunia Roh, dan
kerinduan yang tak terlukiskan yang memotivasi melebihi segala
pengertian.4 dapat dipahami bahwa tanggungjawab misi tidak
hanya sebatas kepada manusianya saja namun termasuk kepada
ekologi dunia tempat dimana karya keselamatan sedang
berlangsung.
Berangkat dari berbagai definisi misi di atas ada suatu
tanggungjawab bersama, orang percaya dalam berkarya lebih
nyata untuk melaksanakan mandat budaya. Jemaat dan gereja
perlu membuat program yang bersifat pelayanan untuk
membangun kesadaran bersama pentingnya melestarikan
lingkungan hidup.
Gereja perlu merancang dan merekonstruksi sebuah
pelayanan dan pembelajaran yang di dalamnya ada muatan-
muatan mandat budaya, yang berbasis lingkungan hidup.
Pelayanan dalam khotbah dan misi, penginjilan perlu
ditambahkan muatan-muatan untuk menyadarkan jemaat
terhadap pentingnya tanggung jawab mandat budaya.
Muara yang hendak dicapai adalah jemaat dan semua
orang percaya memiliki kepedulian dalam menjaga kelestarian
2 Arie de Kuiper, Misiologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1996), 10 3 Yakob Tomatala, Teologi Misi, (Jakarta: YT Leadership
Foundation, 2003), hlm. 63 4 M. David Sills, Panggilan Misi, (Surabaya: Momentum,
2011), 23
KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 1 Juni, 2020
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 4
lingkungan hidup sebagai rumah bersama segala mahluk. Jika hal
ini terjadi dan tertanam dalam kehidupan setiap orang maka
kelestarian lingkungan hidup akan dapat terjaga.
Metode
Metode yang digunakan dalam menyusun artikel ini adalah
melalui studi literatur. Penulis melakukan penelitian atas sumber-
sumber pustaka yang ada dan melakukan studi teologis tentang
mandat bersama untuk mengelola lingkungan hidup sebagai
rumah bersama umat manusia.
Pembahasan
Tanggung Jawab Manusia terhadap Mandat Budaya
Taman Eden yang dikisahkan dalam kitab Kejadian, adalah
sebuah negeri impian bagi segenap umat manusia. Lingkunan
alam buatan Allah yang sempurna diciptakan untuk manusia,
sebagai tempat untuk berkarya sebagai bagi kemuliaannya.
Namun taman Eden yang indah tidak lagi menjadi tempat bagi
manusia karena kejatuhannya di dalam dosa. Tempat ini hanya
menjadi impian bagi anak-anak manusia, dan terus menerus
diceritakan agar tetap menjadi harapan bahwa taman Eden akan
kembali.
Bumi yang telah rusak dan mejadi tua tidak bisa dibiarkan
begitu saja perlu ada kepedulian dari setiap manusia sebagai
mahluk mulia yang tinggal didalamnya untuk menjaga dan
memelihara. Tugas ini menjadi tugas bersama secara universal,
lintas etnis, lintas agama. Dalam upaya menyelamatkan bumi
sebagai wujud pelaksanaan mandat budaya, setiap umat manusia
bertemu.
Dalam perjumaannya ini mucul pertanyaan, milik siapakah
bumi ini? dan siapakah yang bertanggungjawab untuk
menjaganya? Dalam Mazmur 24:1 dituliskan “TUHANlah yang
empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di
Daud Darmadi: Konsep Mandat Budaya sebagai…
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 5
dalamnya.” Ayat ini menegaskan bahwa Tuhan yang mempunyai
bumi karena Dialah yang menciptakannya. Akan tetapi bila kita
baca dalam bagian lain dalam Kitab Mazmur 115: 16 “Langit itu
langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-Nya
kepada anak-anak manusia.” Ayat ini memberikan jawaban yang
pasti bahwa bumi adalah milik Allah yang diberikan kepada
manusia.
Hal yang sama juga dikatakan oleh John Stott sebagai
berikut:
“Jadi jawaban Alkitabiah yang lengkap atas pertanyaan kita
ialah bahwa bumi ini milik Allah sekaligus milik manusia.
Milik Allah sebab Ia yang menciptakannya. Milik kita sebab
Ia telah memberikannya kepada kita. Tapi jelas bukan
memberikannya kepada kita sedemikian tuntas sehingga Ia
sama sekali tak punya hak dan tak punya control lagi
atasnya, melainkan memberikannya kepada kita supaya
menguasainya atas nama DIa. Itulah sebabnya penguasaan
kita atas bumi ini adalah berdasarkan hak pakai, bukan
berdasarkan hak milik. Kita hanya penggarap saja; Allah
sendiri tetap (dalam artinya yang paling harafiah) ‘Tuan
tanah’-nya, Tuan atas semua tanah.”5
Manusia diberikan sebuah tanggungjawab yang unik
dalam Kejadian pasal 1:26 dan 28. Allah menempatkan manusia
sebagai ciptaan diantara ciptaan-Nya yang lain dan diberi
tanggungjawab khusus. Dari ayat di atas dapat dituliskan bahwa
tanggungjawab manusia terhadap ciptaan-Nya adalah:
Pertama, Allah memberikan manusia kekuasaan atas bumi,
dalam ayat 26 dituliskan Berfirmanlah Allah, ‘Baiklah kita
mejadikan manusia menurut gambar Kita … supaya mereka
berkuasa … atas seluruh bumi’. Untuk melaksanakan mandate
menguasai bumi Tuhan memperlengkapi manusia dengan
menciptakannya menurut gambar dan rupa Allah sendiri.
5 John Stott, Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF), 1996, hlm. 150
KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 1 Juni, 2020
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 6
Berkuasa disini memiliki arti bahwa manusia tidak dapat
mengeksplorasi sampai habis Sumber Daya Alam yang ada, akan
tetapi manusia harus mengusahakannya untuk menjadi lebih baik.
Tentu saja pada awalnya sebelum segala macam bentuk
kerusakan alam dan pencemaran ada, alam telah memberikan
manfaat secara langsung kepada manusia, akan tetapi pada masa
kini manusia memiliki tanggungjawab untuk mengelola dan
mengusahakannya. Melalui pertanian, peternakan, pengolahan
alam melalui industri adalah wujud tanggungjawab manusia
dalam menguasai bumi.
Kedua, adalah tanggungjawab untuk menaklukkan bumi.
Dalam Kejadian 1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah
berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah
banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi." Menaklukkan bumi adalah
mandat tanggungjawab kedua yang perlu dipahami dalam cara
pandang yang benar.
Berangkat dari kata menaklukkan ׁבַש kabash6, memang כָּ
memiliki arti yang negatif yaitu menaklukkan atau menundukkan.
Sekalipun demikian studi yang benar dari kata ini tidak bisa
diambil dalam pengertian berdasarkan etimologinya saja, akan
tetapi juga harus dilahat bagaimana kata-kata ini dipakai dalam
konteksnya. Menaklukkan adalah sebuah tanggungjawab bersama
yang bersifat kooperati antara Allah dengan manusia. Kekuasaan
untuk menaklukkan adalah anugerah Allah yang menuntut sebuah
tanggungjawab. Kekuasaan itu harus membiaskan keprihatinan
yang sama terhadap kelestarian lingkungan seperti keprihatinan
pencipta-Nya. Manusia diberi tanggungjawab untuk untuk
mengelola dan mendayadunakannya sedemikian rupa untuk
melayani Allah dan sesama manusia.
6 Mickelson, Book View 3 Dictionary, (Software Komputer:
The Word)
Daud Darmadi: Konsep Mandat Budaya sebagai…
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 7
Manusia Penyebab Kerusakan Lingkungan Hidup
Kejatuhan manusia dalam dosa membuatnya tidak dapat
menempati taman Eden. Mereka harus keluar dari sana dan
menempati bumi yang terkutuk, dan untuk mengusahakannya
harus bekerja dengan keras. Dalam keadaan seperti ini manusia
bukannya semakin baik akan tetapi dosa da pemberontakannya
kepada Allah semakin besar (Kej.6:5-7).
Akibat kejahatan manusia yang semakin besar Allah
murka dan menenggelamkan bumi dengan air bah. Hanya Nuh
dan keluarganya, seorang yang benar diantara orang-orang
sejamannya yang hidup bergaul dengan Allah (Kej. 6:8-9).
Mengapa Allah menghancurkan bumi? Karena manusia jahat dan
memberontak tidak lagi menjalankan kehidupan sebagai mahluk
yang diberikan tanggungjawab mandat budaya.
Namun demikian Allah adalah kasih, Dia masih ingin
manusia memiliki kesadaran dan kembali kepada
tanggungjawabnya sebagai pengelola bumi. Orang-orang yang
benar di mata Tuhan seperti Nuh dan keluarganya adalah mereka
yang diselamatkan untuk dijadikan mandataris-mandataris baru
dalam penciptaan kembali dunia yang telah rusak binasa.7
Kerusakan alam yang terjadi penyebab utamanya adalah
manusia itu sendiri. Allah menghancurkan kota Sodom dan
Gomora (Kej. 18:16-19:29), karea kejahatan yang dilakukan oleh
manusia. Lingkungan Sodom dan Gomora hancur karena Tuhan
murka kepada segenap mahluk kota itu yang tidak memuliakan-
Nya. Sekalipun kota ini dihancurkan namun belas kasihan Tuhan
masih dinyatakan dengan menyelamatkan orang-orang yang
benar.
Para ahli mengatakan ada 6 masalah besar lingkungan
hidup yang sementara ini semakin memprihatinkan8:
7 Deker J. Mauboi, Pendidikan Ekologi dalam PAK, dalam
Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 2004, hlm. 105
8 Ibid, hlm 108
KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 1 Juni, 2020
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 8
1. Ancaman pemusnahan nuklir, dunia dalam baying-bayang
ketakutan akan pemusnahan otal karena perang nuklir.
2. Bahaya kelebihan penduduk: ledakan penduduk di beberapa
bagian dunia ini sudah berada di luar batas kemampuan daya
dukung sosial dan ekonominya.
3. Degradasi ekologi global: di belahan dunia industry terjadi
hujan acid, polusi air dan udara serta terkoyaknya lapisan
ozon; sedangkan masalah di dunia sedang berkembang
adalah kehancuran hutan tropis, erosi lapisan tanah dan
polusi air di bawah tanah.
4. Kesenjangan Utara-Selatan: Kesenjangan kemakmuran utara
selatan semakin melebar.
5. Rekonstrukturisasi sistem pendidikan: Rekonstrukturisasi
pendidikan dan moralitas diperlukan dalam memecahkan
keempat macam agenda tersebut di atas, khususnya ilmu-
ilmu dasar, humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Disamping itu
perlu pemerataan pendidikan diantara Negara maju dan
Negara berkembang.
6. Moralitas akan menjadi sangat penting dimasa-masa
mendatang dalam menangani masalah-masalah yang tengah
mengancam dunia ini.
Rancang Bangun Konsep Mandat Budaya
Usaha manusia dalam melaksanakan mandat budaya yaitu
mengelola SDA secara bijak untuk kemuliaan Tuhan dan
pelayanan kepada sesama telah dilakukan oleh banyak orang.
Demikian juga dengan upaya mengatasi berbagai kerusakan alam.
Para ilmuwan dalam dunia pendidikan telah memberikan
sumbangan pemikiran serta temuan-temuan teknologi yang
berbasis ramah lingkungan. Berbagai kampanye, konferensi,
pertemuan-pertemuan global, regional, maupun lokal telah
diselenggarakan. Banyak pendekatan baik secara sosial ekonomi,
maupun politik telah dilaksanakan untuk mengatasi berbagai
kerusakan lingkungan hidup ini. Namun demikian hasil yang
dicapai masih belum menunjukkan pencapaian yang maksimal.
Daud Darmadi: Konsep Mandat Budaya sebagai…
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 9
Wirght, membedakan kata misi dalam bahasa inggris dalam
bentuk kata tunggal (misson) dengan betuk jamak misi-misi
(missions). Misi adalah misi tunggal yang mengandung maksud
atau sasaran tertentu sedangkan misi-misi, jamak adalah berbagai
misi yang dikerjakan. Menurutnya mission adalah “Sesuatu yang
Allah lakukan di dalam maksud akbarNya bagi seluruh ciptaan,
dan segala sesuatu yang untuk itu Ia memanggil kita untuk
melakukan segala sesuatu yang untuk itu Ia memanggil kita untuk
melakukannya sejalan dengan maksud itu.”9 Sedangkan Missions
memiliki cakupan arti yang lebih luas, menyangkut segala sesuatu
yang dilakukan orang percaya sebagai kehadirannya yang
misioner ditengah-tengah dunia. Berangkat dari pengertian ini
tanggungjawab misi tidak hanya sebatas kepada manusianya
tetapi secara holistik termasuk juga kepada dunia tempat manusia
tinggal.
Rancang bangun secara harafiah dapat diartikan sebagai
upaya aktif untuk membuat sebuah desain yang memiliki tujuan
yang spesifik. Dalam hubungannya dengan pokok bahasan dalam
sub judul ini yaitu rancang bangun alkitabiah mandat budaya
dalam praktek PAK. Selanjutnya penulis akan menuliskan sebuah
praktek PAK ekologis sebagai wujud pelaksanaan mandat budaya
yaitu: Tujuan PAK dalam mandat budaya, Rekonstrukturisasi
Kurikulum PAK, Metode Pembalajaran PAK berbasis Lingkungan
Hidup
1. Tujuan Pelayanan di Gereja dalam mandat budaya
Praktek Pelayanan di Gereja perlu memberikan
sumbangan khusus bagi pemecahan masalah ekologi. Allah telah
meciptakan bumi ini dan mempercayakan pemeliharaannya
kepada manusia, dan bahwa Ia suatu ketika akan menciptakan
ulang bumi ini, pada saat menjadikan ‘langit baru dan bumi baru’.
Karena sampai sekarang segala mahluk sama-sama mengeluh dan
9 Christopher J.H. Wright, Misi Umat Allah, (Literatur
Perkantas, 2011), 28
KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 1 Juni, 2020
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 10
sama-sama sakit bersalin. Keluhannya disebabkan oleh
kertergantungannya kepada alam yang sudah mulai rusak.
Pemahaman akan pelayanan yang holistik diungkapkan
Herlianto, sebagai pelayanan yang mencakup pemberitaan Injil
baik secara verbal maupun secara perbuatan dan ditujukan untuk
menjangkau manusia seutuhnya, yaitu manusia yang terdiri dari
tubuh, jiwa dan roh, dan manusia yang mempunyai kaitan-kaitan
sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik dengan
lingkungannya10.
Sebagai konsekwensinya maka Gereja harus mengajarkan
kepada setiap jemaat untuk memiliki kepedulian terhadap
keletarian alam, untuk berpikir dan bertindak ekologis. Bertobat
dari segala tindakan yang bersifat menghambur-hamburkan
sumber daya alam , mencemarkan dan merusak tanpa alasan.
Kesadaran yang muncul bahwa lebih mudah menaklukkan bumi
dari pada menaklukkan diri sendiri. Kerusakan alam lebih besar
dilakukan oleh manusia sendiri.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memfokuskan salah satu tujuan pelaksanaan Pelayanan dalam
penyelamatan lingkungan hidup. Alasan mendasar mengapa
tujuan keberadaan gereja perlu diarahkan kepada pokok
permasalahan ini adalah sebagai berikut:
a) Pelayanan di Gereja sebagai cara yang efektif dalam
memberikan arahan bimbingan yang selanjutnya
berdampak terhadap kesadaran akan pentingnya menjaga
linkungan hidup.
b) Jemaat diarahkan dalam menjaga kelestarian hidup akan
membawa perubahan pola pikir dan tingkah laku.
c) Pendidikan Ekologi dalam Gereja diperlukan untuk
membentuk watak dan prilaku setiap jemaat, dan
menyadari bahwa kelestarian lingkungan bukan hanya
untuk masa sekarang, akan tetapi untuk kelangsungan
10 Herlianto, Pelayanan Perkotaan, (Bandung: Yabina, 1998),
hlm 123
Daud Darmadi: Konsep Mandat Budaya sebagai…
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 11
hidup generasi selanjutnya sampai dengan kedatangan
Tuhan Yesus ke dua kali.
Sementara itu untuk mewujudkan atau
mengimplementasikannya ke dalam praktek pelayanan di gereja
atau sekolah adalah sebagai berikut:
a) Gereja perlu mengambil tanggungjawab dalam mandat
budaya ini, dengan jalan melaksanakan pelayanan yang
berbasis lingkungan hidup.
b) Pendeta dan hamba Tuhan memiliki beban untuk
menlaksanakan tujuan tersebut dengan memberikan
pemahaman melalui khotbah dan pengajaran kepada
jemaat.
c) Pendeta perlu memikirkan dan memakai suatu metode dan
strategi pelayanan yang berorientasi kepada upaya
pelestarian lingkungan.
2. Pembentukan Kurikulum Pendidikan Kristen di Gereja
Secara sederhana kurikulum dapat diartikan sebagai
sebuah sistem pendidikan yang diciptakan sebagai rencana untuk
mengembangkan pengalaman belajar peserta didik, dalam
interaksinya dengan lingkungan belajar, untuk mencapai tujuan
yang diharapkan.
Pengertian di atas memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. Kurikulum adalah sebuah sistem pendidikan
Dalam kurikulum memuat sebuah sistem pendidikan dan
pembelajaran. Dalam hal ini sistem pendidikan memiliki
cakupan yang luas yaitu dalam lingkup satuan pendidikan
tertentu. Sedangkan pembelajaran mengarah kepada cakupan
yang lebih sempit yaitu kepada mata pelajaran tertentu.
Sebuah sistem berarti didalamnya memuat pengembangan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Di dalam setiap satuan pendidikan telah memiliki kurikulum,
sehingga tugas guru sebagai pelaksana kurikulum adalah
mengembangkan dalam batas-batas tertentu, sesuai dengan
tujuan belajar yang diharapkan. Seorang guru harus memiliki
KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 1 Juni, 2020
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 12
kemampuan untuk mengadakan evaluasi dan revisi terhadap
pelaksanaan kurikulum yang dilaksanakannya. Kurikulum
sebagai sebuah sitem pendidikan juga menunjukkan adanya
interaksi aktif antara peserta didik dengan seluruh
lingkungan sekolah, misalnya guru, kepala sekolah, antar
peserta didik, bagian administrasi, perpustakaan,
laborotarium, dan semua sarana prasarana yang ada di
linkungan sekolah.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana
Memiliki arti sebagai suatu pedoman persiapan sebelum
melaksanakan pendidikan dan pembelajaran. Sebagai sebuah
persiapan maka di dalam kurikulum memuat rencana
pembelajaran, yang disusun dengan baik untuk mencapai
tujuan belajar, seperti tujuan, isi materi, strategi
pembelajaran, dan evaluasi.
3. Kurikulum berhubungan erat dengan pengalaman belajar
peserta didik.
Pengalaman belajar ini memiliki cakupan yang luas karena
meliputi interaksi aktif antara peserta didik dengan guru,
antar peserta didik, linkungan belajar baik disekolah maupun
di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam kurikulum
harus dirancang kegiatan untuk memperkaya pengalaman
belajar peserta didik. Contoh pengalaman belajar adalah :
mendengarkan penjelasan guru, mengerjakan tugas individu
dan kelompok, berdiskusi, mengamati, interaksi buku,
membuat proyek, unjuk kerja, menerapkan teori, melakukan
percobaan, membuat laporan, dan lain sebagainya.
4. Kurikulum sebagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
Berarti kurikulum perlu memuat sejumlah hasil
belajar/kompetensi yang terukur, yang mencakup
kemampuan pengetahuan, skill, dan perubahan sikap. Guru
sebagai pelaksana kurikulum harus mengarahkan setiap
desain pembelajaran kepada kompetensi dan kemampuan
hasil belajar yang tersturuktur dan jelas.
Daud Darmadi: Konsep Mandat Budaya sebagai…
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 13
Mengingat bahwa kurikulum melibatkan pengalaman
belajar mahasiswa maka penataan ulang terhadap kurikulum yang
dapat dilakukan adalah dengan menambahkan pemahaman dan
pengetahuan tentang lingkungan hidup.
Penambahan materi tentang lingkungan hidup
dimaksudkan agar setiap peserta didik baik di sekolah maupun di
gereja memiliki pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup.
Materi-materi yang dapat diajarkan antara lain:
1. Pemanasan global dan dampaknya bagi kelangsungan
mahluk hidup
2. Kebersihan lingkungan tempat tinggal
3. Penghijauan
4. Rumah sehat
5. Kesehatan badan
Contoh-contoh materi tersebut di atas dapat dijadikan
materi inti atau materi tambahan dalam PAK di gereja maupun di
sekolah. Selain itu dalam setiap bahasan guru dapat
mengaplikasikannya ke dalam persoalan lingkungan hidup.
3. Metode Pelayanan dan Pembelajaran berbasis
Lingkungan Hidup di Gereja
Metode yang dapat dipakai dalam pelayanan di Gereja
dalam mengajarkan tentang lingkungan hidup dapat beraneka
ragam tergantung dari materi dan hasil yang ingin dicapai dalam
sebuah pembelajaran. Guru perlu memilih metode yang tepat agar
pesan materi dalam hal ini adalah tentang lingkungan hidup dapat
disampaikan dengan baik.
Metode yang dapat dipakai milsanya adalah metode
cerita. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling tua
dan dipakai dalam segala macam kebudayaan, pada semua
golongan umur dan untuk mencapai beraneka macam tujuan.
Tuhan Yesus, Sang Guru Agung, sering menggunakan metode
bercerita untuk menjadikan kebenaran abstrak akhirnya nyata.
Contoh: cerita Anak yang Hilang menjelaskan kesediaan Allah
Bapa untuk mengampuni orang berdosa.
KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 1 Juni, 2020
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 14
Berikut ada beberapa prinsip yang perlu diingat sewaktu
bercerita.
Metode bercerita dapat digunakan dalam mengajarkan
ekologi di gereja sebagai wujud pelaksanaan mandat budaya.
Seperti yang dituliskan oleh Deker J. Mauboi
Jadi bercerita adalah sebuah budaya universal. Siapapun,
kapan pun dan di mana pun cerita bisa dituturkan maupun
dinikmati. Disamping fungsinya untuk memberikan hiburan
dan sebagai sarana pendidikan, ternyata cerita mempunyai
kekuatan dalam mempengaruhi, mengubah, dan
membentuk diri seseorang. Dengan demikian maka
bercerita bisa dijadikan sebuah ragam, gaya dan cara
mengajar ekologi dalam PAK, baik pada aras global maupun
pada aras lokal. Disamping cerita penciptaan di dalam
ALkitab, hendaknya gereja tidak mengabaikan pelbagai
cerita rakyat yang sangat kaya kandungan pedagogisnya
dalam rangka membangun suatu pandangan dunia yang
utuh dengan kesadaran dan tanggung jawab yang tulus
terhadap lingkungan hidup.11
Selain itu metode bermain peran, simulasi atau drama
dapat juga dipakai sebagai cara untuk mengajarkan ekologi dalam
PAK. Dalam PL juga sudah banyak dituliskan metode-metode yang
berhubungan drama simulasi atau bermain peran. Sebagai contoh
dalam hari raya orang Yahudi bersifat dramatis. Misalnya hari
Paskah yang mempertunjukkan kembali adegan diselamatkannya
anak-anak sulung di Mesir. Juga Hari Raya Pondok Daun-daunan
mempertunjukkan secara dramatis pengalaman bediam dalam
pondok-pondok ketika sedang dalam perjalanan keluar dari Mesir.
Upacara-upacara di Bait Allah juga merupakan drama, terutama
yang berhubungan dengan hal memilih, menyembelih dan
11 Deker J. Mauboi, Pendidikan Ekologi dalam PAK, dalam
Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hlm. 100)
Daud Darmadi: Konsep Mandat Budaya sebagai…
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 15
mempersembahkan binatang-binatang berkenaan dengan
pelbagai korban.
Dalam Perjanjian Baru Yesus tidak memberikan secara
dramatis yang formal, tetapi Dia menggunakan prinsip drama.12
Metode drama dipakai dalam pembabtisan dan Perjamuan Tuhan.
Itu merupakan pengganti hari raya dalam Perjanjian Lama.
Pembabtisan dan Perjamuan Tuhan bukanlah semata-mata
merupakan perintah, atau upacara, atau kegiatan persekutuan
saja, malainkan suatu pola pengajaran. Secara dramatis kedua hal
itu menggambarkan pengalaman dan pengajaran yang terpenting
dalam kehidupan Kristus.
Selain itu bisa juga digunakan metode wisata, prakarya,
kerja bakti dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk melihat dari
dekat berbagai kerusakan ekologi yang mungkin terjadi. Melalui
pembelajaran di luar kelas, setiap peserta didik memiliki
kesempatan untuk melihat dari dekat berbagai kerusakan alam,
yang mungkin terjadi dan selanjutnya secara bersama-sama
melakukan tindakan nyata.
Hal ini dilakukan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat
sederhana, misalnya membersihkan linkungan gereja, membuat
taman di lingkungan tempat tinggal, membuat bak penampungan
sampah di sekolah atau di gereja, turut serta dalam
pemberantasan nyamuk demam berdarah melalui kegiatan 3 M.
karya nyata dilapangan inilah yang secara efektif mengubah
perilaku banyak orang, sehingga dengan ketekunan dan
pembelajaran yang terus menerus, maka kelestarian linkungan
dapat terjaga dengan baik.
12 J.M. Price, Yesus Guru Agung, (Bandung: LBB), 2011,
hlm. 110
KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen), Vol 2, No 1 Juni, 2020
Copyright © 2020, KALUTEROS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 16
Kesimpulan
Dari uraian di atas penulis membuat kesimpulan sebagai
berikut:
a. mandat budaya untuk menjaga kelangsungan hidup mansusia
menjadi tanggungjawab bersama, lintas etnis, lintas agama,
karena setiap manusia tinggal dalam bumi yang sama sebagai
milik Tuhan yang diberikan kepada manusia.
b. Gereja perlu merancang tujuan pelayanannya dengan
menambahkan kepeulian terhadap kelestarian linkungan
hidup kepada setiap jemaat pada umumnya.
c. Gereja perlu menyusun sebuah kurikulum yang didalamnya
memuat pembelajaran tentang lingkungan hidup, yang pada
akhirya akan memberikan kesadaran dan perubahan pola
pikir terhadap kelestarian linkungan.
d. Gereja perlu menerapkan metode dan strategi pelayanan
yang relevan untuk mewujudkan kelestarian linkungan, yang
akan berdampak pada perubahan perilaku yang peduli
dengan kelestarian linkungan.
Daftar Pustaka
Mauboi Deker J., Pendidikan Ekologi dalam PAK, dalam
Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004,
hlm. 100)
Price J.M., Yesus Guru Agung, (Bandung: LBB), 2011
Stott John, Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani,
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF), 1996
Sudarmanto, G., Teologi Multikultural, (Batu: YPPII), 2014
Sills, M. David, Panggilan Misi, (Surabaya: Momentum, 2011
Herlianto, Pelayanan Perkotaan, (Bandung: Yabina, 1998)
Kuiper, Arie de, Misiologi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996)