konsep dan mekanisme pengawasan terhadap …

12
Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan Daerah Dihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah :: Achmad Sodik Sudrajat 155 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010 KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PERATURAN DAERAH DIHUBUNGKAN DENGAN HAKIKAT OTONOMI DAERAH Achmad Sodik Sudrajat STIA LAN Bandung. Jl. Cimandiri No 34-38 Bandung 40115 Telp. 022-4327375, 4220921, Fax. 022-4267683 E-mail: [email protected] Concept and Monitoring Mechanism of Regional Regulation in Relation with the Spirit of Regional Autonomy Abstract Surveillance has become an important part of the administration and bureaucracy’s performance which its relation cannot be separated with the public administration management system in the local area. One of the surveillance forms should be done to the law products that were issued by the local government, particularly Local Regulations (Peraturan Daerah/PERDA). At the moment, the surveillance that could be done to PERDA is through the test performed by the Supreme Court (MA). PERDA that had been appointed should be submitted to the government, through an Academic Text in every PERDA formation. These three concepts are used as the surveillance tools to the local law product (PERDA). Keywords: PERDA, controlling, authonomy. A. PENDAHULUAN Tidak ada yang dapat menafikan kenyataan seperti yang kita hadapi sekarang bahwa agenda otonomi daerah merupakan sebuah agenda nasional yang sangat penting dan telah menjadi agenda publik yang utama di tengah-tengah menghadapi persoalan bangsa yang semakin kompleks dan tidak jelas arahnya. Sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah yang terakumulkasi dalam ketentuan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat dinyatakan bahwa hampir tiada hari yang kita lewati tanpa membicarakan masalah desentralisasi dan otonomi daerah ini. Masalah ini tidak kalah populernya dengan sejumlah persoalan bangsa yang sedang kita hadapi seperti misalnya masalah Antasari, Pansus Bank Century dan masalah-masalah lainnya lagi. Desentralisasi atau otonomi daerah diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan kebijaksanaan nasional yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional. Kebijakan otonomi daerah juga merupakan sarana kebijakan yang secara politik ditempuh dalam rangka memelihara keutuhan “Negara Kesatuan Republik Indonesia”, karena dengan pelaksanaan otonomi akan kembali memperkuat ikatan semangat kebangsaan serta persatuan dan kesatuan diantara segenap warga bangsa. Namun, implementasi sebuah kebijakan bukanlah hal yang sederhana, karena implementasi menyangkut dimensi interprestasi, organisasi dan dukungan sumber daya yang ada. Tampaknya , banyak masyarakat yang sudah mulai mempertanyakan keseriusan dari implementasi kebijaksanaan tersebut. Hal ini dapat kita pahami, karena kita berhadapan dengan dua kepentingan yang sering bertentangan secara diametris, yaitu kepentingan daerah yang sudah sangat mendesak, serta kepentingan pemerintah pusat yang sudah menikmati kekuasaan yang lama, kemudian muncul berbagai kesalahan dalam memberikan interprestasi terhadap kebijakan otonomi daerah. Salah satu permasalahan tersebut adalah mengenai kewenangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, terutama dalam masalah pembentukan produk hukum. Tarik ulur kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, baik pada level pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota akan selalu menjadi permasalahan yang actual untuk diperbincangkan. Demikian perkembangan masyarakat baik pada tataran global maupun pada tataran lokal senantiasa mempengaruhi tarik ulur tersebut. Dengan demikian tidak aka nada kata final di dalam permasalahan yang berhubungan dengan kekuasaan pemerintah dan kewenangan dari masing-masing mekanisme, kalau saja keduanya diletakan bersebrangan. Di dalam prespektif administrasi, pengawasan menjadi kata kunci yang mendinamisasi hubungan antara pusat dengan daerah tersebut. Namun disadari menjadi semacam hukum bahwa ketika pengawasan itu dikaitkan dengan dimensi kekuasaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia maka harus diterima kenyataan bahwa makna pengawasan itu adalah pusat mengawasi daerah dan tidak tikenal adanya pengawasan daerah oleh pusat. Daerah tidak punya alur cerita untuk mengawasi pusat. Meskipun secara substansi tidak diakui adanya atasan dan bawahan, tetapi realitanya tetap saja ada. Pusat mempunyai kewenangan untuk mengawasi daerah. Sementara itu tidak ada domain daerah mengawasi pusat. Hal ini berarti pada dasarnya

Upload: others

Post on 02-Jan-2022

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

155Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PERATURANDAERAH DIHUBUNGKAN DENGAN HAKIKAT OTONOMI DAERAH

Achmad Sodik SudrajatSTIA LAN Bandung. Jl. Cimandiri No 34-38 Bandung 40115

Telp. 022-4327375, 4220921, Fax. 022-4267683E-mail: [email protected]

Concept and Monitoring Mechanism of Regional Regulation in Relationwith the Spirit of Regional Autonomy

AbstractSurveillance has become an important part of the administration and bureaucracy’s performance which its relation cannot

be separated with the public administration management system in the local area. One of the surveillance forms should be doneto the law products that were issued by the local government, particularly Local Regulations (Peraturan Daerah/PERDA).

At the moment, the surveillance that could be done to PERDA is through the test performed by the Supreme Court (MA).PERDA that had been appointed should be submitted to the government, through an Academic Text in every PERDAformation. These three concepts are used as the surveillance tools to the local law product (PERDA).

Keywords: PERDA, controlling, authonomy.

A. PENDAHULUANTidak ada yang dapat menafikan kenyataan

seperti yang kita hadapi sekarang bahwa agendaotonomi daerah merupakan sebuah agenda nasionalyang sangat penting dan telah menjadi agenda publikyang utama di tengah-tengah menghadapi persoalanbangsa yang semakin kompleks dan tidak jelasarahnya. Sejak diberlakukannya kebijakan otonomidaerah yang terakumulkasi dalam ketentuanUndang-undang No 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah, dapat dinyatakan bahwahampir tiada hari yang kita lewati tanpamembicarakan masalah desentralisasi dan otonomidaerah ini. Masalah ini tidak kalah populernyadengan sejumlah persoalan bangsa yang sedang kitahadapi seperti misalnya masalah Antasari, PansusBank Century dan masalah-masalah lainnya lagi.

Desentralisasi atau otonomi daerah diharapkandapat menjadi salah satu pilihan kebijaksanaannasional yang dapat mencegah kemungkinanterjadinya disintegrasi nasional. Kebijakan otonomidaerah juga merupakan sarana kebijakan yang secarapolitik ditempuh dalam rangka memeliharakeutuhan “Negara Kesatuan Republik Indonesia”,karena dengan pelaksanaan otonomi akan kembalimemperkuat ikatan semangat kebangsaan sertapersatuan dan kesatuan diantara segenap wargabangsa.

Namun, implementasi sebuah kebijakan bukanlahhal yang sederhana, karena implementasimenyangkut dimensi interprestasi, organisasi dandukungan sumber daya yang ada. Tampaknya ,banyak masyarakat yang sudah mulaimempertanyakan keseriusan dari implementasikebijaksanaan tersebut. Hal ini dapat kita pahami,karena kita berhadapan dengan dua kepentinganyang sering bertentangan secara diametris, yaitu

kepentingan daerah yang sudah sangat mendesak,serta kepentingan pemerintah pusat yang sudahmenikmati kekuasaan yang lama, kemudian munculberbagai kesalahan dalam memberikan interprestasiterhadap kebijakan otonomi daerah. Salah satupermasalahan tersebut adalah mengenaikewenangan pemerintah daerah dan pemerintahpusat, terutama dalam masalah pembentukanproduk hukum.

Tarik ulur kewenangan antara Pemerintah Pusatdan Pemerintah Daerah, baik pada level pemerintahprovinsi maupun pemerintah kabupaten/kota akanselalu menjadi permasalahan yang actual untukdiperbincangkan. Demikian perkembanganmasyarakat baik pada tataran global maupun padatataran lokal senantiasa mempengaruhi tarik ulurtersebut. Dengan demikian tidak aka nada kata finaldi dalam permasalahan yang berhubungan dengankekuasaan pemerintah dan kewenangan darimasing-masing mekanisme, kalau saja keduanyadiletakan bersebrangan.

Di dalam prespektif administrasi, pengawasanmenjadi kata kunci yang mendinamisasi hubunganantara pusat dengan daerah tersebut. Namundisadari menjadi semacam hukum bahwa ketikapengawasan itu dikaitkan dengan dimensikekuasaan dalam Negara Kesatuan RepublikIndonesia maka harus diterima kenyataan bahwamakna pengawasan itu adalah pusat mengawasidaerah dan tidak tikenal adanya pengawasan daeraholeh pusat. Daerah tidak punya alur cerita untukmengawasi pusat.

Meskipun secara substansi tidak diakui adanyaatasan dan bawahan, tetapi realitanya tetap saja ada.Pusat mempunyai kewenangan untuk mengawasidaerah. Sementara itu tidak ada domain daerahmengawasi pusat. Hal ini berarti pada dasarnya

Page 2: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

156 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

daerah adalah bawahan dari pusat. Konstruksi inimerupakan keadaan yang juga akan terus menjadipermasalahan tentang seberapa ketat, seberapa keraspengawasan yang dilakukan oleh pusat kepadadaerah dan bagaimana standarisasi yang ideal untukpengawasan dimaksud.

Satu diantara mekanisme pengawasanberlangsung adalah terhadap produk hukum yangdihasilkan oleh pemerintah daerah, baik itu berupaperda maupun ketetapan dan keputusan yang dibuatoleh kepala daerah semestinya mendapatkan kontrolatau pengawasan dari pihak pemerintah. Perlunyahal tersebut dilakukan, karena selama ini sering kitajumpai atau mendengar di media masa tentangmunculnya perda-perda yang bermasalah, baik itupermasalahannya karena bertentangan denganaturan yang lebih atas dan ada juga kemunculanperda tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai yangtumbuh dan berkembang dalam masyarakat itusendiri maupun karena adanya pihak-pihak yangmerasa dirugikan terutama dalam hal ini pelakukegiatan di daerah dan umumnya adalah masyarakatdaerah itu sendiri.

Salah satu kemunculan persoalan disekitar Perda-Perda yang bermasalah antara lain disebabkan olehsemangat yang berlebihan dari daerah terutamadalam rangka meningkatkan pendapatan aslidaerah. Dengan adanya ketentuan pelaksanaanotonomi daerah yang terakumulasi dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2008 daerah seolah-olahberlomba untuk sebanyak-banyaknya membuatperaturan daerah terutama peraturan-peraturandaerah yang berhubungan dengan pajak, retrebusidan peraturan–peraturan lainnya yangberhubungan dengan kewenangan daerah dandalam rangka pelaksanaan pemerintahan di daerah.Ada Perda yang di pandang bermasalah karenabertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, adajuga yang bertentangan dengan kepentingan umumdan ada juga perda yang dipandang dapatmenghambat lajunya investasi di daerah. Selainberlomba dalam mendapatkan penghasilan bagidaerah, munculnya perda-perda bermasalah yaitukarena dalam membuat peraturan di daerahterkadang mengindahkan ketentuan-ketentuanperaturan perundang-undangan, banyak perda-perda muncul mendahului dari PeraturanPemerintah (PP), dengan kata lain pada saat suatuUndang-undang terbit terkadang daerah langsungmembuat peraturan daerah sesuai dengan yangtermuat dalam aturan undang-undang tanpamenunggu terlebih dahulu munculnya PeraturanPemerintah, sehingga pada saat PeraturanPemerintah muncul ada peraturan daerah yang tidaksinkron dengan ketentuan Peraturan Pemerintah.Selain hal tersebut munculnya produk-produkhukum daerah bermasalah juga diakibatkan dalammerumuskan produk hukum tersebut mengindahkanpula konsep Asas-Asas Pemerintahan yang baik.

Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraanpemerintahan suatu negara adalah pembentukanperaturan perundang-undangan yang baik,harmonis dan mudah diterapkan dalam masyarakat.sebagai wacana untuk melaksanakan pembentukanperaturan perundang-undangan yang baikdiperlukan adanya suatu peraturan yang dapatdijadikan pedoman dan acuan bagi para pihak yangberhubungan dalam pembentukan peraturanperundang-undangan,baik itu di tingkat pusatmaupun di tingkat daerah.

Sebagai upaya menciptakan harmonisasi dalamsetiap pembentukan peraturan perundang-undangan dan sebagai upaya dalam menghindarimunculnya peraturan perundang-undangan yangbermasalah termasuk dalam hal ini Peraturan Daerah(Perda), maka sudah selayaknya untuk diterapkankonsep dan mekanisme pengawasan yang dilakukanbaik itu oleh pemerintah itu sendiri maupun olehmasyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akanmelakukan penelaahan terhadap konsep dan sistemmekanisme pengawasan terhadap peraturanperundang-undangan khususnya terhadapPeraturan Daerah.

B. KONSEP DAN SISTEM PENGAWASANSebagai konsekuensi dari penerapan asas

desentralisasi dalam kerangka membangun dasardari hubungan pemerintah pusat dengan pemerintahdaerah dalam kerangka negara kesatuan RepublikIndonesia yang kokoh, diperlukan pemahaman yangbersifat komprehensif terhadap pola yang dimaksud.Dasar dari hubungan ini adalah bahwa pemerintahpusat menyerahkan sebagian wewenangpemerintahan kepada daerah untuk diatur dandiurus sendiri sebagai urusan rumah tangga daerah(otonomi). Hal ini berarti daerah memiliki kebebasandan kemandirian dalam mengatur dan mengurusurusan pemerintahan yang telah menjadikewenangannya. Namun demikian kebebasan dankemandirian daerah tersebut harus tetap di dalamkerangka negara kesatuan sebagai dasar darimekanisme pemerintahan di dalam negara.

Untuk menjaga agar kebebasan itu tidak keluardari ikatan negara kesatuan maka diperlukanpengawasan sebagai media untuk berkoordinasiantara pemerintah pusat dengan pemerintah daerahdan sebagai media kontrol terhadap pemerintahdaerah. Pengawasan dilaksanakan sebagai usahapreventif atau juga untuk memperbaiki apabila terjadikekeliruan, sebagai tindakan represif. Pengawasanmerupakan tindakan yang dimaksud untukmencegah kemungkinan terjadinya penyimpangantugas dari pemerintahan sebagaimana yang telahdiamanatkan didalam konstitusi dan jabarannyadalam peraturan perundang-undangan.

Page 3: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

157Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

Konsep terhadap pemahaman tentangpengawasan pada hakikatnya di kenal dandikembangkan dalam ilmu manajemen, dimanadalam konsep manajemen pengawasan merupakansalah satu unsur kegiatan pengelolaan. Dalam ilmumanajemen ataupun Hukum Administrasi Negarapengawasan diartikan sebagai kegiatan mengawasidalam arti melihat sesuatu dengan seksama, sehinggatidak ada kegiatan lain diluar itu ( Murhani, 2008).Dengan pengawasan, berbagai aktivitas yang telahdigariskan dalam setiap ketentuan perundang-undangan maupun perencanaan akan dapatdilaksanakan secara baik dalam arti sesuai denganapa yang telah direncakan dan sesuai juga secarayuridis.

Kata pengawasan pada hakikatnya berasal darikata “awas”, berarti antara lain “penjagaan” istilahpengawasan seperti disebutkan di atas, dikenaldalam ilmu administrasi dan manajemen, yaitusebagai salah stau unsur dalam kegiatan pengelolaan.George R. Terry menggunakan istilah control,sebagaimana di kutip oleh Muchsan, yaitu:

Pengawasan adalah menentukan apa yang telahdicapai, mengevaluasi dan menerapkan tindakankorektif, jika perlu, memastikan hasil yang sesuaidengan rencana.

Muchsan sendiri berpendapat bahwa yangdimaksud dengan pengawasan adalah kegiatanuntuk menilai suatu perlaksanaan tugas secara defacto, sedangkan tujuan pengawasan hanya terbataspada pencocokan apakah kegiatan yangdilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yangtelah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujuddalam suatu rencana/plan). Sedangkan Bagir Mananmemandang kontrol merupakan sebuah fungsisekaligus hak, sehingga lazim disebut kontrol atauhak kontrol. Kontrol mengandung dimensipengawasan dan pengendalian. Pengawasanbertalian dengan pembatasan dan pengendalianbertalian dengan arahan (Manan, 2000).

Pengawasan atau kontrol terhadap pemerintah,menurut Paulus Efendi adalah upaya untukmenghindari terjadinya kekeliruan-kekeliruan, baikdisengaja maupun tidak disengaja, sebagai upayapreventif atau juga untuk memperbaiki apabila sudahterjadi kekeliruan itu, sebagai usaha represif.

Sedangkan arti dan fungsi pengawasan dalamkonsep Hukum Administrasi Negara adalahmencegah timbulnya segala bentuk penyimpangantugas pemerintah dari apa yang telah digariskan(preventif) dan menindak dan memperbaikipenyimpangan yang terjadi (represif). Pengawasandari sudut hukum administrasi negara adalahterletak dari hukum administrasi negara itu sendiri,sebagai landasan kerja atau pedoman bagiadministrasi negara dalam melaksanakan tugasnyamenyelenggarakan pemerintahan. Hal ini sesuaidengan fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat

yang condition sine quanon berpanca fungsi, secara(Marbun, 2001):a. Direktif, sebagai pengarah dalam membangun

untuk membentuk masyarakat yang hendakdicapai sesuai dengan tujuan kehidupanbernegara;

b. Integratif, sebagai Pembina kesatuan bangsa;c. Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk

kedalamnya hasil-hasil pembangunan) danmenjaga keselarasan, keserasian dankeseimbangan dalam kehidupan bernegara danbermasyarakat;

d. Perfektif, sebagai penyempurna terhadaptindakan-tindakan administrasi negara, maupunsikap tindak warga dalam kehidupan bernegaramaupun bermasyarakat;

e. Korektif, baik warga negara maupun administrasinegara dalam mendapatkan keadilan.

Dalam sistem ketatanegaraan kita sesungguhnyapengawasan terhadap perbuatan pemerintah terjadidari beberapa sudut, yaitu oleh instansi pemerintahanyang lebih atas, oleh instansi yang menganbilkeputusan itu sendiri, oleh badan peradilan tatausaha negara maupun oleh warga masyarakatmelalui DPR atau instansi yang khusus ditunjukuntuk mengadakan pengawasan seperti BPKataupun oleh Ombusman yang merupakan lembagabaru yang memiliki tugas pengawasan.

Dari cara pengawasan tersebut dapatlah dirincisebagai berikut :1. Ditinjau dari segi kedudukan badan/organ yang

melaksanakan pengawasan :a. Pengawasan Intern, yaitu yaitu pengawasan

yang dilaksanakan oleh suatu badan yangsecara organisatoris atau stuktural masihtermasuk dalam lingkungan pemerintahansendiri.Dalam pengawasan ini biasanya dilakukanoleh pimpinan atau atasan terhadapbawahannya secara hirarkis, di mana dalampengawasan ini dilakukan dengan cara :1) Pengawasan yang dilakukan oleh

pimpinan atau atasan langsung baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah;

2) Pengawasan yang dilakukan secarafungsional oleh aparat pengawasan

b. Pengawasan ekstern, yaitu pengawasan yangdilakukan oleh organ atau lembaga secaraorganisatoris atau struktural berada di luarpemerintah (dalam hal ini eksekutif). Sebabagaicontoh adalah BPK merupakan salah satuperangkat pengawas ektern terhadappemerintah, karena ia berada di luar susunanorganisasi pemerintah (dalam arti eksekutif)

2. Ditinjau dari segi waktu/dilaksanakannyaa. Pengawasan preventif atau pengawasan

apriori, yaitu pengawasan yang dilakukan

Page 4: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

158 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

sebelum dikeluarkannya suatu keputusanatau ketetapan pemerintah

b. Pengawasan represif atau a posteriori, yaitupengawasan yang dilakukan sesudahdikeluarkannya keputusan atau ketetapanpemerintah, sehingga bersifat korektif danmemulihkan suatu tindakan yang keliru

Selanjutnya selain konsep pengawasan tersebutdi atas, pengawasan dapat juga ditinjau dari segihukum. pengawasan dari segi hukum terhadapperbuatan pemerintah pada hakikatnya merupakanpengawasan dari segi rechtmatigheid, jadi bukanhanya dari wetmatigheid-nya saja. Pengawasan darisegi hukum merupakan penilaian tentang sah atautidaknya perbuatan pemerintah yang menimbulkanakibat hukum. Pengawasan yang demikian tersebutbiasanya dilakukan oleh hukum peradilan.

Sampai sejauhmanakah wewenang peradilanyang dalam hal ini hakim untuk mengadakanpengawasan? Hakim hanya berwenang menilai segihukumnya dari kepentingan-kepentingan yangsaling berbenturan. Dengan kata lain hakimmengadakan pengawasan atau control terbatasterhadap perbuatan pemerintah mengenai aspek-aspek hukumnya. Artinya mengadakan pengadakanapakah pada penentuan tentang kepentingan umumoleh pemerintah itu tidak mengurangi hak-hakindividu yang adil secara tidak seimbang (Indroharto,1984: 6). Dapat disimpulkan bahwa hakim hanyamemberikan pengawasan atau penilaian apakahtindakan administrasi negara dalammenyelenggarakan pemerintahan itu termasuksebagai perbuatan yang disebut onrechtmatigeoverheidsdaad.

Suatu hal yang diterima sebagai suatu asas umum,bahwa pengawasan atas bijakan atau tidaknya suatutindakan pemerintah tidak dapat diserahkan kepadahakim, tetapi tetap ditangan administrasi negarasendiri. Dengan kata lain dalam hal beleidpemerintah, hakim tidak dapat mengadakanpenilaian karena hal itu akan mendudukan hakimpada kursi eksekutif.

Dalam memberikan penilaian terhadap sikaptindak administrasi negara apakah, sikap tindak itutermasuk onrechtmatige overheidsdaad, badanperadilan atau hakim bertugas pula untukmemberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Sikaptindak administrasi negara dalam menyelenggarakanpemerintahan dengan mengemban tugas servicepublik, tidak jarang menimbulkan perbenturankepentingan, yaitu antara kepentingan umum dankepentingan warga, dalam hal ini tugas badanperadilan atau hakim untuk menyelesaikannya.Dalam praktik berbagai negara, sekalipun pokoksesungguhnya disemua negara adalah sama, tetapiperkembangannya serta pemecahan tentangpengawasan serta perlindungan hukum bagi wargamasyarakat di semua negara pada akhirnya

menunjukan perbedaan baik dalam bentuk maupunsistemnya. Perbedaan tersebut pada prinsipnyaberkaitan dengan unsur utama dari negara hukumbahwa tindakan pemerintah itu haruslahberdasarkan hukum yang berlaku.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapatdiambil suatu kesimpulan, bahwa apabiladihubungkan dengan pengawasan terhadappemerintah, terlihat bahwa pengertian secara umumpengawasan masih tetap relevan. Alasannya :1. Pada umumnya, sasaran pengawasan terhadap

pemerintah adalah pemeliharaan atau penjagaanagar negara hukum kesejahteraan dapat berjalandengan baik dan dapat membawa kekuasaanpemerintah sebagai penyelenggara kesejahteraanmasyarakat kepada pelaksanaan yang baik dantetap dalam batasan kekuasaan (Lihat Marbun,1997:12)

2. Tolak ukurnya adalah hukum yang mengatur danmembatasi kekuasaan dan tindakan pemerintahadalam bentuk hukum material maupun formal,serta manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat;

3. Adanya pencocokan antara perbuatan dan tolakukur yang telah ditetapkan;

4. Jika terdapat tanda-tanda akan terjadinyapenyimpangan terhadap tolak ukur tersebut dapatdilakukan tindakan pencegahan;

5. Apabila dalam pencocokan menunjukan telahterjadi penyimpangan dari tolak ukur, makadiadakan koreksi melalui tindakan pembatalan,pemulihan terhadap akibat yang ditimbulkan danmendisiplinkan pelaku kekeliruan itu ( Fachrudin,2004: 90)

C. HAKIKAT OTONOMI DAERAHOtonomi sering diartikan sebagai hak untuk

mengurus rumah tangganya sendiri (otonoom).Hakikat otonomi adalah kemandirian, walaupunbukan suatu bentuk kebebasan sebuah satuan yangmerdeka (zelfstandigheid bukan onafhankelijkheid)(Manan, 2001). Isi otonomi itu sendiri bisa terbatasbisa juga luas. Tetapi sungguhpun otonomi itudiberikan secara luas, namun tentu ada batasnya.Batasnya ialah bahwa daerah-daerah otonom ituberada dalam negara kesatuan. Artinya bahwaotonomi itu tidak boleh sedemikian rupa, sehinggadaerah otonom itu seolah-olah berdaulat sendiri.

Otonomi (autonomy) berasal dari bahasa Yunani,auto berarti sendiri dan nomous berarti hukum atauperaturan. Menurut encyclopedia of social science,otonomi dalam pengertian original adalah The legalself of sufficiency of cicial body and in actual independence.Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintahan,otonomi daerah bersifat self government atau thecoundition of living under one’s own laws. Jadi otonomidaerah adalah daerah yang memiliki legal self suffiencyyang bersifat self government yang diatur dan diurusoleh own law, oleh karena itu otonomi daerah lebih

Page 5: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

159Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

menitikberatkan pada aspirasi dari pada kondisi(Sarundajang, 2001)

Adapun mengenai letak hak otonomi bagipemerintah daerah, ada dua pendapat yang berbeda.Menurut Welstra dikatakan bahwa “tidak ada hakkekuasaan otonomi yang asli dari daerah bawahan,sebab semuanya diberikan atau berasal daripemerintah Pusat”. Pendapat tersebut nampak sangatdipengaruhi oleh teori “staats souvereiniteit” dariJellinek dan Bodin. Namun menurut Van Vollenhovendikatakan bahwa “sejak jaman Hindu, di India timur(Hindia Belanda) sudah ada pemerintahan yangberotonomi, yaitu kesatuan masyarakat hukum adat”.Berdasar pada dua pendapat tersebut dapatlahdisimpulkan bahwa, ada dua jenis otonomi, yaituotonomi yang diberikan oleh pemerintah Pusat; danotonomi bagi kesatuan masyarakat hukum adat yangdiakui oleh pemerintah pusat. (Syarifudin, 2000)Berdasarkan hal itu, otonomi yang dimiliki olehkesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-haktradisionalnya dapat digolongkan pada kategoriotonomi yang kedua yang disebutkan di atas.

Masalah otonomi adalah masalah yang sangatpenting yang dihadapi oleh Negara dan MasyarakatIndonesia pada saat sekarang ini. Masalah otonomiini adalah masalah dasar dari pembangunan dalamketatanegaraan.

Otonomi Daerah itu tidak sekedar mekanismeketatanegaraan tapi juga merupakan sendi bernegara.Untuk memajukan kesejahteraan umum itu lebihefektif dengan otonomi daerah. Ada 7 (tujuh) sendiberkaitan dengan otonomi yaitu :1. Otonomi/pemerintahan otonomi itu didasarkan

pada dua prinsip, yaitu otonomi dan TugasPembantuan. Ini koreksi dari cara berfikir lamayaitu asas Desentralisasi, Dekonsentrasi danTugas Pembantuan. Desentralisasi itu ada dua,yaitu satu di bidang Ketatanegaraan(Staatsrechtelyke), dan kedua di bidang manajemenadministrasi (Administratiefrechtelijke). AdapunDekonsentrasi merupakan sub sistem darisentralisasi. Dalam desentralisasi itu tidak adalagi unsur-unsur pusat (seperti kantor-kantorwilayah jaman dulu), melainkan semua otonom,tidak ada lagi campur tangan pusat. Walaupundemikian unsur pusatnya tidak hilang, yaitu adapada aspek pengawasan. Pengawasan denganotonomi daerah atau desentralisasi itu merupakantwo side of one coin.

2. Sendi otonomi luas. Pada dasarnya semua fungsipemerintahan itu adalah wewenang daerahotonom kecuali yang ditentukan sebagai urusanpusat (residual). Hal ini ada kelemahannya yaitu:a. Jika ditentukan urusan pusat itu sebanyak-

banyaknya, maka residunya sedikit.b. Urusan pemerintahan itu tidak terletak pada

jenis-jenis atau kuantitasnya, melainkanterletak pada kualitasnya. Dan lagi urusanpemerintahan itu “uncountable”. Jadi luas itu

bukan terletak pada banyaknya, Tapi padakeleluasaan mengurusnya.

3. Isi otonomi itu didasarkan pada keanekaragaman,tidak didasarkan pada keseragaman. Maka olehkarena itu tidak ada keharusan seragam, sebabkenyataannya masyarakat kita memang berbeda-beda. Jadi otonomi itu harus didasarkan pada atausesuai dengan (1). Kebutuhan, keadaan dan lain-lain seperti urusan pariwisata di KabupatenBandung berbeda dengan Kabupaten Lebak. (2).Tingkat kehidupan ekonomi, seperti daerahindustri dengan daerah agraris pasti berbeda.

4. Menghormati dan mengembangkan masyarakatHukum Adat atau suatu sistem masyarakat asli.(tidak harus seragam), desa, gampong, Nagari danlain-lain tetap hidup.

5. Ada bentuk daerah khusus dan daerahistimewa.Bentuk khusus itu ada dua, yaituotonomi khusus (Aceh dan Papua) dan Istimewa(Jogjakarta).

6. Sendi pemerintahan demokratis ataukeikutsertaan masyarakat dalam pemerintahan.

7. Hubungan Pusat dan Daerah secara wajar danAdil.

Pertanyaannya, urusan Pemerintahan padadaerah Otonom itu apa? Urusannya yaitumenyangkut penyelenggaraan pemerintahan bukanpenyelenggaraan negara. Jadi hanya yangmenyangkut administratiefrechtelijke saja, dan bukanyang bersifat staatsrechtelijke. Perlu dicermati pulabahwa di negara yang sistem pemerintahannyaPresidensial, kedua urusan atau wewenang tersebutada pada satu jabatan, yaitu eksekutif yang diIndonesia dipegang oleh Presiden. Jadi pada tanganEksekutif (Presiden) itu terdapat dua bidang urusanyaitu: bidang urusan kenegaraan (staatrechtelyke),yakni urusan penyelenggaraan negara atauorganisasi negara, yang ditentukan dalam UUD(kewenangan konstitusional).

Proses peralihan dari sistem sentralisasi ke sistemdesentralisasi disebut pemerintah daerah denganotonomi. Otonomi adalah penyerahan urusanpemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifatoperasional dalam rangka sistem birokrasipemerintahan. Tujuan otonomi adalah untukmencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayananpublik. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalampenyerahan urusan ini adalah antara lainmenumbuh-kembangkan daerah dalam berbagaibidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakatdan meningkatkan daya saing daerah dalam prosespertumbuhan ( Widjaya, 2004)

Selanjutnya Sarundajang mengartikan otonomidaerah adalah (dalam Widjaya, 2004)a. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu

daerah otonom, hak tersebut bersumber dariwewenang pangkal dan urusan-urusan

Page 6: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

160 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

pemerintah (pusat) yang diserahkan kepadadaerah

b. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurusdan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidakdapat menjalankan hak dan wewenangotonominya itu di luar batas-batas wilayahdaerahnya

c. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengaturdan mengurus rumah tangga daerah lain sesuaidengan wewenang pangkal dan urusan yangdiserahkan kepadanya

d. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain.

Oleh karena itu, otonomi daerah ini harusdibedakan dengan kedaulatan, karena kedaulatanmenyangkut pada kekuasaan tertinggi dalam suatunegara sedangkan otonomi hanya meliputi suatudaerah tertentu dalam suatu negara tertentu.Sehubungan dengan itu, hak pengaturan rumahtangga dalam kerangka otonomi itu tidaklahmerupakan hak yang tidak ada batasnya, masihdiperlukan hak yang lebih makro dari negara sebagaipemegang hak kedaulatan atas keutuhan dankesatuan nasional (Sudjono dan Rusdianto, 2003).

Berkaitan dengan pengertian otonomi tersebut,Bagir Manan mengatakan (Manan, 2002) :

Untuk memungkinkan penyelenggaraankebebasan tersebut (kebebasan dalam menjalankanpemerintahan di daerah) dan sekaligusmencerminkan otonomi sebagai suatu demokratisasi,maka otonomi senantiasa memerlukan kemandirianatau keleluasaan. Bahkan tidak berlebihan apabiladikaitkan hakekat otonomi adalah kemandirian,walaupun bukan suatu bentuk kebebasan sebuahsatuan yang merdeka.

Menurut Fauzi, penerapan otonomi daerahsesungguhnya ditujukan untuk mendekatkanproses pengambilan keputusan kepada kelompokmasyarakat yang paling bawah, denganmemperhatikan ciri khas budaya dan lingkungansetempat, sehingga kebijakan publik dapat diterimadan produktif dalam memilih kebutuhan serta rasakeadilan masyarakat (Fauzi, 2002).

Selain itu, Pasal 1 ayat (5) Undang-undang No. 12tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahdaerah, menegaskan pengertian otonomi daerahadalah:

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dankewajiban daerah otonom untuk mengatur danmengurus sendiri urusan pemerintahan dankepentingan masyarakat sesuai dengan peraturandan perundang-undangan.

Mencermati pengertian otonomi daerah di atas,otonomi daerah dalam ketentuan Undang-undangNo. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua AtasUndang-undang No. 32 tahun 2004 tentangpemerintah daerah ini adalah memberikankesempatan kepada daerah agar dapat mengatur dan

mengurus urusan rumah tangganya menurutprakarsa sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakatdalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, memberikankeleluasaan kepada daerah untuk menjalankanotonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawabberdasarkan peraturan perundang-undangan yangberlaku. Hal tersebut sangat cocok dengan keadaannegara yang mempunyai aneka ragam suku bangsadan aneka potensi daerah yang ada di masyarakat,sehingga dengan diberikannya otonomi kepadadaerah diharapkan dapat memaksimalkan segalakemampuan yang dimiliki oleh daerah.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwasistem pemerintahan otonomi daerah mempunyai ciri-ciri atau batasan-batasan sebagai berikuta. Pemerintahan daerah yang berdiri sendiri;b. Melaksanakan hak, wewenang dan kewajiban

pemerintahan oleh sendiri;c. Melakukan pengaturan, pengurusan dari hak,

wewenang, dan kewajiban yang menjaditanggungjawabnya melalui peraturan yang dibuatsendiri;

d. Peraturan yang menjadi landasan hukum urusanpemerintahan tidak boleh bertentangan denganperaturan dan perundang-undangan diatasnya.

D. PENGAWASAN TERHADAP PRODUKHUKUM DAERAH

1. Sistem dan Mekanisme Pengawasan TerhadapProduk Hukum Daerah (Perda)Pengawasan menjadi bagian penting dari kinerja

administrasi dan birokrasi yang tidak dapatdilepaskan kaitannya dengan sistem pengelolaanadministrasi pemerintahan di daerah. Denganpengawasan yang baik dengan arti tidak semata-matahanya didasarkan pada aturan yang jelas, tetapi jugadilaksanakan secara konsisten oleh tenaga yangprofersional dan kompeten, maka penyelenggaraanpemerintahan di daerah akan berjalan dengan baik.Salah satu bentuk pengawasan yang perlu dilakukanyaitu terhadap produk-produk hukum yangdikeluarkan oleh daerah, khususnya PeraturanDaerah (Perda).

Perlunya konsep dan sistem pengawasanterhadap produk-produk hukum daerah, khususnyaterhadap Perda, karena munculnya polemic diseputarPerda yang dipandang bermasalah, dimanapermasalahannya tersebut diakibatkan oleh beberapafaktor penyebabnya. Terhadap permasalahan yangmuncul di sekitar Perda bermasalah, sebenarnya telahpernah direkomendasikan pada saat pelaksanaanSidang Tahunan MPR pada tahun 2001, dimanadalam sidang tersebut merekomendasikan kepadaMahkamah Agung untuk melakukan uji materiilterhadap semua Perda yang bertentangan denganperaturan perundang-undangan, dimana ketentuantersebut sekarang terakumulasi dalam Pasal 31

Page 7: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

161Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentangMahkamah Agung yang berbunyi “MahkamahAgung memempunyai wewenang menguji secaramateriil terhadap peraturan perundang-undanganyang berada di bawah undang-undang”. ArtinyaMahkamah Agung berwenang untuk menyatakantidak sahnya terhadap peraturan perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang(termasuk dalam hal ini adalah Perda).

Selanjutnya dalam kaitannya denganpengawasan terhadap daerah Undang-undang No.34 Tahun 2000 Pasal 5A ayat (1) menegaskan dalamrangka pengawasan, Perda sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (1)disampaikan kepada pemerintah psaling lama 15 harisetelah ditetapkan. Dalam hal perda sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengankepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka pemerintahmelalui Departemen Dalam Negeri dapatmembatalkan Perda yang dimaksud. Pembatalansebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukanpaling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Perdadimaksud (ayat 2).

Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 25 ayat (1)ditegaskan lagi “Dalam rangka pengawasan, Perdasebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) danPasal 24 ayat (1) disampaikan kepada Pemerintahpaling lama 15 (lima belas) hari setelah di tetapkan.Dalam hal Perda sebagaimana dimaksud dalamketentuan ayat (1) bertentangan dengan kepentinganumum dan atau peraturan perundang-undanganyang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkanperda yang dimaksud (lihat dalam ketentuan ayat 2).Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak Perdadimaksud di terima.

Sedangkan dalam ketentuan Undang-undang No32 Tahun 2004 Pasal 145 ditegaskan, bahwa Perdadisampaikan kepada Pemerintah paling lama 7(tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yangbertentangan dengan kepentingan umum dan atauperaturan perundang-undangan yang lebih tinggidapat dibatalkan oleh Pemerintah. Keputusanpembatalan Perda diterapkan dengan PeraturanPresiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejakPerda diterima. Setelah keluarnya keputusan tersebutselanjutnya paling lama 7 (tujuh) hari setelahdikeluarkannya keputusan tersebut, maka Kepaladaerah harus memberhentikan pelaksanaan Perdadan selanjutnya DPRD setempat bersama kepaladaerah mencabut Perda tersebut.

Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapatmenerima keputusan mengenai pembatalan Perdatersebut dengan alasan yang dapat dibenarkan olehperaturan perundang-undangan, maka KepalaDaerah dapat mengajukan keberatan kepadaMahkamah Agung. Apabila keberatan tersebut

dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusanmahkamah Agung tersebut menyatakan bahwaPeraturan Presiden yang membatalkan Perda tadimenjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukumapabila pemerintah tidak mengeluarkan PeraturanPresiden untuk membatalkan Perda tersebut, makaPerda dimaksud akan tetap berlaku.

Ketentuan Pasal 154 merupakan suatu upayapenegasan bahwa keberatan terhadap pembatalanPerda dimajukan kepada Mahkamah Agung setelahmengajukannya kepada Pemerintah. Pengajuankeberatan kepada Mahkamah Agung merupakansebagai upaya yang terakhir hal tersebut sesuaidengan salah satu tugas dari Mahkamah Agung yangterakumulasi dalam ketentuan Undang-undang No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

2. Meminimalisir Munculnya Produk HukumDaerah (Perda) BermasalahUntuk mengantisipasi jangan sampai munculnya

produk-produk hukum bermasalah (yang dalam halini Perda bermasalah) dan banyaknya Perda yangdibatalkan oleh Pemerintah ataupun Perda-Perdayang diselewengkan oleh pejabat-pejabat daerah,maka dalam ketentuan Undang-undang No 32 Tahun2004 ditegaskan adanya sistem evaluasi terhadapRancangan Peraturan Daerah dan Peraturan KepalaDaerah, khususnya dalam hal Raperda tentangAPBD, Pajak dan Retrebusi. Mengenai ketentuanRaperda APBD dapat dilihat dalam ketentuan Pasal185 yang mengatur :a. Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang

telah disetujui bersama dan Rancangan PeraturanGubernur tentang penjabaran APBD sebelumditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga)hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeriuntuk dievaluasi;

b. Hasil evaluasi disampaikan kepada Gubernurpaling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejakditerimanya rancangan tersebut;

c. Apabila hasil evalusi menyatakan sudah sesuaidengan kepentingan umum dan peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi, makaGubenur menetapkan rancangan tersebut menjadiPerda;

d. Apabila hasil evaluasi menyataksan Raperdatersebut tidak sesuai dengan kepentingan umumdan peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi, maka Gubernur bersama DPRDmenyempurnakan paling lama 7 (tujuh) hari sejakditerimanya hasil evaluasi;

e. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti olehGubernur dan DPRD dan Gubernur tetapmenetapkan rancangan perda tentang APBD,maka Menteri Dalam Negeri membatalkan Perdadan sekaligus menyatakan pemberlakuan PerdaAPBD tahun sebelumnya;

Page 8: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

162 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

Sedangkan mengenai penaturan Raperdakabupaten/kota di atur dalam ketentuan Pasal 186sebagai berikut :a. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD

yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkanoleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) haridisampaikan kepada Gubernur untuk di evaluasi;

b. Hasil evakuasi disampaikan oleh Gubernurkepada Bupati/Walikota pali lama 15 (lima belas)haruis terhitung sejak diterimanya rancanganPerda;

c. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasirancangan Perda sudah sesuai dengankepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Bupati/Walikota menetapkan rancanga tersebut menjadiPerda;

d. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasitersebut tidak sesuai dengan kepentingan umumdan peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi, maka Bupati/Walikota bersama DPRDsetempat melakukan penyempurnaan paling lama7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasilevaluasi;

e. Apabila hasil dari evaluasi tersebut tidakditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRDdan Bupati/Walikota tetap menetapkan Perdatersebut, maka Gubernur membatalkan Perdatersebut sekaligus menyatakan berlakunya PerdaAPBD tahun sebelumnya;

f. Gubernur menyampaikan hasil evaluasirancangan Perda kabupaten/kota tentang APBDkepada Menteri Dalam Negeri.

Proses penetapan rancangan perda tentangperubahan perubahan APBD dan rancanganPeraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBDmenjadi Perda dan Peraturan Kepala Daerah berlakuketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185,Pasal 186 dan Pasal 187. Proses penetapan Perdayang berkaitan dengan pajak daerah, retrebusi daerahdan tata ruang daerah menjadi perda, berlakuketentuan Pasal 185 dan Pasal 186 dengan ketentuanpajak dan retrebusi daerah dikordinasikan terlebihdahulu dengan Menteri Keuangan dan untuk tataruang daerah di koordinasikan dengan Menteri yangmembidangi urusan tata ruang.

Untruk lebih memperjelas ketentuan Raperda danPeraturan Kepala Daerah tentang APBD, perubahanAPBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,penjelasan umum angka 9 Undang-undang No. 32Tahun 2004 menegaskan dalam hal pengawasanterhadap Rancangan Perda dan Perda pemerintahmelakukan dengan dua cara, yaitu :a. Pengawasan terhadap Rancangan Peraturan

Daerah (Raperda) yaitu terhadaprancanganperturan daerah yang mengatur pajak daerah,retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelumdisahkan oleh Kepala Daerah terlebih dahulu

dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untukRaperda provinsi, dan oleh Gubernur terhadapRaperda kabupaten/kota. Mekanisme inidilakukan agar pengaturan tentanghal-haltersebut dapat mencapai daya guna yang optimal;

b. Pengawasan terhadap semua peraturan daerahdi luar yang termasuk dalam angka 1, yaitu setiapperaturan daerah wajib di sampaikan kepadaMenteri Dalam Negeri untuk memperolehklarifikasi. Terhadap peraturan daerah yangbertentangan dengan kepentingan umum danperaturan yang lebih tinggi dapat dibatalkansesuai mekanisme yang berlaku.

Selain hal tersebut di atas, untuk meminimalisasiterjadnya produk-produk hukum bermasalah dapatdilakukan dengan cara menyusun suatu naskahakademik, dimana naskah ini di buat sebagai bahanpertimbangan untuk melakukan rancangan darisuatu produk hukum (peraturan perundang-undangan) termasuk Peraturan Daerah. Artinyamelalui naskah akademik diharapkan setiapperaturan perundang-undangan telah melalui kajianilmiah apakah aturan tersebut telah memenuhi unsur-unsur dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dalam ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khususnya Bab V yang mengatur tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidakdirumuskan kewajiban untuk menyusun naskahakademik dalam pembentukan setiap rancanganperaturan perundang-undangan. Namun setelahberlakunya ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun2004 tersebut, pengaturan tentang naskah akademikmulai dirumuskan dalam Peraturan Presiden No. 68Tahun 2005 tentang Tata Cara MempersiapkanRancangan Undang-Undang, Rancangan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang, RancanganPeraturan Pemerintah, dan Rancangan PeraturanPresiden.

Dalam Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005tersebut, pengertian naskah akademis dirumuskandalam Pasal 1 butir 7 yang berbunyi sebagai berikut:

“Naskah akademis adalah naskah yang dapatdipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenaikonsepsi yang berisi latar belakang, tujuanpenyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan danlingkup, jangkauan, obyek, atau arah pengaturanRancangan Undang-Undang,”

Selanjutnya dalam Pasal 5 Peraturan Presiden No68 Tahun 2005 tersebut dirumuskan bahwa:1. Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan

Undang-Undang dapat terlebih dahulumenyusun Naskah Akademis mengenai materiyang akan diatur dalam Rancangan Undang-undang;

Page 9: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

163Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

2. Penyusunan naskah Akademis sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan olehPemrakarsa bersama-sama dengan Departemenyang tugas dan tanggung jawabnya di bidangperaturan perundang-undangan danpelaksanaannya dapat diserahkan kepadaperguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yangmempunyai keahlian untuk itu;

3. Naskah akademis sebagaimana dimaksud padaayat (1) paling sedikit memuat dasar filosofis,sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi yangakan diatur;

4. Pedoman penyusunan Naskah Akademis diaturdengan Peraturan Menteri.

Selain itu, dalam Pasal 121 Surat KeputusanDewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No.08/DPR RI/2005-2006 tentang Tata Tertib DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia dirumuskansebagai berikut:1. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-

undang;2. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh

DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuanbersama;

3. Rancangan Undang-Undang dapat berasal dariDPR, Presiden, atau DPD;

4. DPD dapat mengajukan kepada DPR RancanganUndang-Undang yang berkaitan dengan otonomidaerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan dan pemekaran dan penggabungandaerah, pengelolaan sumber daya alam dansumber daya ekonomi lainnya, serta yangberkaitan dengan perimbangan keuangan pusatdan daerah;

5. Rancangan Undang-Undang sebagaimanadimaksud pada ayat (3), diajukan besertapanjelasan, keterangan, dan/atau naskahakademis.

Rumusan serupa juga terdapat dalam Pasal 125ayat (1) dan Pasal 134 ayat (1) Peraturan Tata TertibDewan Perwakilan Rakyat tersebut, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:Pasal 125 ayat (1):

Rancangan Undang-Undang beserta penjelasan,keterangan, dan/atau naskah akademis ynagberasal dari Presiden disampaikan secara tertuliskepada Pimpinan DPR dengan Surat PengantarPresdiden.

Pasal 134:Rancangan Undang-Undang beserta penjelasan,keterangan, dan/atau naskah akademis yangberasal dari DPD disampaikan secara tertulis olehPimpinan DPD kepada Pimpinan DPR.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 68 Tahun2005, dan Surat Keputusan DPR No 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan

Perwakilan Rakyat tersebut telah merumuskanpengertian naskah akademis, yang mengeturnyadalam beberapa pasal, namun semua ketentuandalam pasal tersebut tidak memberikan kewajibanuntuk menyusun naskah akademis bagi pembentukrancangan undang-undang. Dengan kata lainj,kewajiban membentuk naskah akademis dalampembentukan rancangan undang-undang adalahmerupakan suatu alternatif. Namun pada hakikatnyadengan dibuatnya naskah akademik dalam setiappembentukan peraturan perundang-undangandiharapkan menjadi alat kontrol dari masyarakatyang diwakili oleh pihak akademis dalammenciptakan peraturan perundang-undangan yangsesuai dengan ketentuan ataupun asas-asas yangtermuat dalam peraturan yang berlaku.

Berkenaan dengan partisipasi masyarakattersebut, pemerintah pusat dan daerah harusmenyelenggarakan suatu sistem informasi terpaduyang memungkinkan dipublikasikannya secara luasrancangan perda dan perda yang telah berlaku, agarmasyarakat dapat dengan mudah memberi masukanatas suatu rancangan perda dan memantaupelaksanaan perda yang telah berlaku

Hal lain yang dapat meminimalisasi munculnyaperaturan daerah yang bermasalah adalah adanyasosialisasi peraturan perundang-undangan yanglebih tinggi dari perda kepada pemerintah daerahmutlak untuk dilakukan oleh pemerintah pusat secaraintensif. Terlalu naif apabila mengharapkan semuapemerintah daerah telah tahu dan dapat mengertisendiri peraturan perundang-undangan di tingkatpusat yang harus dijadikan acuan bagi pemerintahdaerah dalam menyusun perdanya, mengingat lokasidan kemampuan menyerap informasi dari masing-masing pemerintah daerah berbeda-beda.

Selanjutnya pemerintah pusat harusmengevaluasi peraturan perundang-undangan ditingkat pusat yang berhubungan dengan otonomidaerah untuk melihat sejauh mana peraturan itu pekaterhadap perkembangan situasi dan kondisi didaerah. Apabila memang suatu daerah karena cirikhasnya serta perkembangan situasi dan kondisinyaperlu diatur secara khusus atau dikecualikan dariperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi,maka pemerintah pusat harus dapat mengakomodasihal tersebut. Untuk itu, parameter yang digunakanpemerintah pusat untuk menilai apakah suatu perdabertentangan dengan kepentingan umum dan/atauperaturan yang lebih tinggi juga harus dievaluasi.

Selain ketentuan tersebut, dalam menanganiperda bermasalah, hendaknya pemerintah pusat jugamelakukan introspeksi diri dan tidak selalumenimpakan kesalahan kepada pemerintah daerahsemata. Jangan hanya demi mengundang investasiasing sebesar-besarnya, pemerintah pusat bertindakgegabah membatalkan suatu perda tanpamempertimbangkan perkembangan situasi dankondisi aktual dari daerah yang bersangkutan.

Page 10: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

164 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

Berpijak pada uraian-uraian di atas, dapatdisimpulkan bahwa untuk menghindari munculnyaketentuan Perda-perda bermasalah, diperlukanadanya partisipasi dari pemerintah baik itupemerintah pusat sebagai pemegang kendali dalampemerintahan maupun pemerintah daerah sebagaipelaksana dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah dan pihak masyarakat dalammengimplementasikan setiap ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku, sehingga akanterciptanya harmonisasi, baik itu harmonisasiterhadap peraturan perundang-undangan maupunharmonisasi dalam kepentingan dari masing-masingtingkatan pemerintahan.

Dengan terciptanya harmonisasi kepentingan danharmonisasi peraturan perundang-undangan, makaakan terbentuk sistem hukum yang mengakomodirtuntutan dan kepastian hukum dan terwujudnyakeadilan, begitu juga dalam hal pelaksanaan hukum,harmonisasi peraturan perundang-undangan akandapat menghindari adanya peraturan-peraturan(Perda) yang bermasalah.

E. KONSEP DAN POLA PENGAWASANTERHADAP PRODUK HUKUM DAERAH(PERDA) DIHUBUNGKAN DENGANHAKIKAT OTONOMI DAERAHSesuai dengan semangat ketentuan Pasal 18 UUD

1945, seyogyanya pemahaman desentralisasi lebihdiarahkan pada otonomi. Otonomi mengandungpengertian kemandirian untuk mengatur danmengurus sendiri sebagian urusan sataun rumahtangga satuan pemerintahan lebih rendah, yaitukebebasan untuk berinisiatif dan bertanggungjawabsendiri dalam mengatur dan mengurus pemerintahanyang menjadi urusan rumah tangganya (Manan,1997: 268).

Dalam makna otonomi, maka desentralisasi bukanhanya bermakna efesiensi, melainkan juga sebagaisarana demokrasi penyelenggaraan pemerintahan,seperti yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 18UUD 1945, bahwa pemerintahan daerah (pemerintahotonom) diselenggarakan dengan memandang danmengingati dasar permusyawaratan dalam sistempemerintahan negara. Dasar permusyawaratanhanya djalankan dalam corak pemerintahandemokrasi. Sedangkan demokrasi memberikan tempatkeikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan negaraatau pemerintahan, baik secara individu maupunmelalui kelompok organisasi masyarakat atau politik.Dengan demikian ditinjau dari sudut pandang ilmuhukum delegasi semata-mata berisi delegasiwewenang dari satuan pemerintahan lebih tinggikepada bagian-bagiannya, bukanlah desentralisasimelainkan sebagai suatu bentuk sentralisasi. Bahkandalam pandangan ilmu hukum, isi desentralisasitidak lain dari otonomi, tetapi otonomi tidak sekedar

pemancaran wewenang (Manan dan Magnar, 1997:269).

Pola hubungan antara pemerintah pusat denganpemerintah daerah merupakan ranah strategis yangtidak pernah final dipermasalahkan, pola hubunganitu senantiasa terjadi tarik ulur, dari dimensikekuasaan, kadang lebih besar kekuasaan pusat,namun kadang juga lebih besar kekuasaan daerah,dan dinamika demikian menjadi problematika danpekerjaan tersendiri bagi eksistensi negara.

Dalam pandangan pemahaman hukumadministrasi negara, distrubusi atau pembagiankekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintahdaerah itu dilaksanakan melalui asas desentralisasi.Berdasarkan asas desentralisasi tersebut, makapemerintah pusat mengalihkan kewenangan atauurusan yang secara tunggal menjadi pemegangkekuasaan tunggal dalam negara kesatuan kepadadaerah agar pemerintahan tersebut diatur dan diurussendiri sesuai dengan prinsip-prinsip administrasipemerintahan. Pola pengurusan demikiandilaksanakan atas dasar ketentuan umum yang telahdigariskan oleh pusat demi untuk menjaga nilai dankeutuhan negara kesatuan. Hal demikianlah yangdimaksud dengan otonomi daerah (Suriansyah, 2008:7). Dengan demikian kewenangan yang dimiliki olehpemerintah daerah untuk mengelola daerahnyaberdasarkan prinsip-prinsip yang diatur oleh pusatmenjadi kata kunci di dalam otonomi daerah.

Dari pemahaman sebagaimana diuraikan di atas,maka konsekuensi lebih lanjut dari penerapan asasdesentralisasi itu senantiasa berhubungan eratdengan kewenangan yang menjadi tanggung jawabpemerintah daerah selaku pelaksana dan pemerintahpusat selaku pemberi otoritas. Pemerintah pusatsenantiasa melakukan pengawasan sehinggaotonomi yang menjadi kewenangan daerah tidakmerusak elemen dan nilai negara kesatuan. Sementaradaerah yang memiliki tanggung jawab ataspengelolaan daerahnya dengan itikad baik harussenantiasa berada pada rambu yang ditetapkan olehpusat.

Pada tataran hukum administrasi negara,permasalahan yang berhubungan dengan asasdesentralisasi terkait erat dengan kewenangan yangdiserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahdaerah. Secara yuridis, kebijakan yang dilakukan olehpemerintah daerah merupakan turunan dari adanyapelimpahan kewenangan tersebut harus dituangkandalam bentuk hukum sehingga akan memperolehlegitimasi yang kuat. Dalam kontruksi pemerintahandaerah biasanya kebijakan tersebut dituangkankedalam suatu aturan yang terakumulasi dalamPeraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota.

Sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 10Tahun 2004 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-undangan, Peraturan Daerah (Perda)termasuk dalam tata urutan peraturan perundang-

Page 11: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

165Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

undangan paling bawah dan hal tersebutmerupakan refleksi dari kebijakan yangmencerminkan kekuasaan dan sekaliguskewenangan dari pemerintah daerah. Dengandemikian pemerintah daerah memiliki keleluasaansebagai kewenangannya tersebut untuk secara bebasmengatur dan mengurus segala macam urusanrumah tangganya sendiri sesuai dengan bataskewenangannya yang dilimpahkan oleh pemerintahpusat.

Akan tetapi kebebasan dan keleluasaan yangdimiliki daerah dan menjadi kewenangan daerahuntuk mengatur dan menyelenggarakan rumahtangganya sendiri itu masih tetap harus berada didalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesiadan secara yuridis dibakukan dalam pengaturanproduk hukum yang secara hirarkis dimilikikewenangannya oleh pemerintah pusat.

Pemahaman atas hirarki peraturan perundang-undangan sebagai bentuk hukum itu memberikanpengertian bahwa otoritas kekuasaan di dalamNegara Kesatuan itu dipegang oleh pemerintah pusat,sedangkan daerah menerima pelimpahankewenangan untuk dilaksanakan sasuai denganprinsip-prinsip otonomi yang batasan-batasannyatelah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Hirarki peraturan perundang-undanganmenunjukan bahwa pada dasarnya daerah itumerupakan institusi yang kewenangannya adalahmenjabarkan ketentuan dari pemerintah pusat.

Berdasarkan uraian di atas, pemerintah daerahmempunyai kewenangan meskipun terbatas dalamarti secara substansial dan kewilayahan dengan garisyang tegas yaitu di dalam ikatan Negara KesatuanRepublik Indonesia. Hal ini berarti pemerintahdaerah terikat, tunduk dan harus melaksanakanperaturan perundang-undangan yang dibuat dengansumber kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat.

Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut diatas, segala sesuatu yang dikeluarkan olehpemerintah daerah dan menjadi kebijakan daerahsenantiasa mengacu dan berdasar pada kebijakanyang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Makanademikian menjadi dasar kewenangan di dalampengelolaan administrasi pemerintahan daerah didalam sisten Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Aspek penting yang penting dalam pembagiankekuasaan antara pemerintah pusat denganpemerintah daerah adalah masalah pengawasan. Didalam pelaksanaannya masalah pengawasanternyata hanya dimiliki oleh pemerintah pusat.Pemerintah pusat memiliki otoritas untukmenyatakan bahwa apa yang terjadi di daerah,termasuk terhadap produk hukum yang dihasilkanoleh pemerintah daerah tidak sesuai dengankebijakan pusat yang menjadi implementasi otonomidaerah.

Apabila melihat ketentuan di atas, maka yangmenjadi pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang

mempunyai kewenangan untuk mengawasiterhadap berbagai kebijakan yang sudah terlanjurdikeluarkan oleh pemerintah daerah. Seperti yangtelah diuraikan pada pembahasan sebelumnyabahwa munculnya kebijakan-kebijakan daerah yangterakumulasi dalam produk hukum daerah beradapada koridor kewenangan pemerintah pusat, artinyapemerintah pusat memiliki otoritas untukmembatalkan setiap produk hukum yang dihasilkanoleh daerah.

Adanya otoritas yang dimiliki oleh pemerintahyang lebih tinggi terhadap pembatalan produk-produkhukum daerah mengakibatkan banyaknya produk-produk hukum daerah yang gugur. Adapun alasanyang paling banyak digunakan untuk membatalkanPerda-Perda tersebut adalah karena bertentangandengan peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi, sedangkan alasan lainnya adalah karenabertentangan dengan kepentingan umum.

Model pengawasan terhadap produk hukumdaerah sebagaimana yang dianut dalam setiapperaturan perundang-undangan tentangpemerintahan daerah tidak mencirikan adanyakebebasan dan kemandirian kepada daerah. Namunsemestinya pengawasan tidak semestinya dilakukanoleh pemerintah pusat atau pemerintah yang lebihtinggi yang merupakan sama-sama memegangkekuasaan eksekutif, akan tetapi sebaiknya dilakukanoleh suatu lembaga peradilan melalui mekanismepengawasan terhadap produk hukum yudisial(judicial review). Hal tersebut dikarenakan bahwamodel pengawasan oleh pemerintah (eksekutifreview) terhadap produk hukum daerah tidak sesuaidan mencerminkan sistem pembagian kekuasaanyang dianut oleh negara Indonesia, juga tidak sesuaidengan prinsip-prinsip demokrasi yang dianut dalampenyelenggaraan otonomi daerah yang memberikankebebasan dan kemandirian kepada daerah otonomuntuk mengurus rumah tangganya sendiri.

F. PENUTUPKonsekuensi dari penerapan asas desentralisasi

dalam kerangka membangun dasar dari hubunganpemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalamkerangka negara kesatuan Republik Indonesia yangkokoh, diperlukan pemahaman yang bersifatkomprehensif terhadap pola yang dimaksud. Hal iniberarti daerah memiliki kebebasan dan kemandiriandalam mengatur dan mengurus urusanpemerintahan yang telah menjadi kewenangannya.Namun demikian kebebasan dan kemandiriandaerah tersebut harus tetap di dalam kerangka negarakesatuan sebagai dasar dari mekanismepemerintahan di dalam negara.

Secara yuridis, kebijakan yang dilakukan olehpemerintah daerah merupakan turunan dari adanyapelimpahan kewenangan dari pemerintah yang lebihtingi, pelimpahan kewenangan tersebut harus

Page 12: KONSEP DAN MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP …

Konsep dan Mekanisme Pengawasan terhadap Peraturan DaerahDihubungkan dengan Hakikat Otonomi Daerah

:: Achmad Sodik Sudrajat

166 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 3 September 2010

dituangkan dalam bentuk hukum sehingga akanmemperoleh legitimasi yang kuat. Dalam kontruksipemerintahan daerah biasanya kebijakan tersebutdituangkan kedalam suatu aturan yang terakumulasidalam Peraturan Daerah (Perda), PeraturanGubernur/Bupati/walikota.

Agar kewenangan yang dimiliki oleh daerahtersebut tidak keluar konsep Negara Kesatuan, makadiperlukan suatu konsep pengawasan terhadapkebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Akantetapi konsep pengawasan yang dilakukan terhadapdaerah agar tidak keluar dari hakikat otonomi daerahhendaknya tidak dilakukan oleh pemerintah yangmemiliki kedudukan yang lebih tinggi, akan tetapidilakukan oleh badan peradilan, konsep tersebutdilakukan dengan maksud agar sistem desentralisasitidak keluar dari hakikat otonomi daerah, dan sistemdesentralisasi juga akan tetap berada dalam kerangkanegara kesatuan.

REFERENSIBUKUBagir Manan. 1983. Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945.

Karawang: Unsika. . 1994. Hubungan Pusat dan Daerah Menurut

UUD 1945. Jakarta: Sinar Harapan. . 2002. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah.

Jakarta: Pustaka Sinar FH UII.___________ dan Kuntana Magnar. 1987. Peranan Peraturan

Perundang-undangan dalam Pembinaan Hukum Nasional.Bandung: Amrico.

dan Kuntana Magnar. 1999. Beberapa MasalahHukum Tata Negara di Indonesia. Bandung: Alumni.

Fauzi, Noer. 2002. Otonomi Daerah dan Sumber DayaLingkungan. Jakarta: Pustaka Utama.

Indroharto. 1993. Usaha Memahami Undang-undang tentangPeradilan Tata Usaha Negara.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.Marbun, SF. 2001. Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum

Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press.Widjaya, HAW. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi.

Jakarta: Raja Grafindo.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANUndang-Undang Dasar 1945.Undang-undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-undang No. 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah.

Unang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang MahkamahAgung.

Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang PembentukanPeraturan Perundang-undangan.

Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang Tata CaraMempersiapkan Rancangan Undang-undang.

Surat Keputusan DPR No 08/DPR RI/I/2005-2006 tentang

Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.