konseling program terapi rumatan metadon
DESCRIPTION
konseling bagi peserta PTRMTRANSCRIPT
Konseling dan Evaluasi Klinis Dalam Program Rumatan Metadon
Pendahuluan
Penyalahgunaan Napza seperti yang telah diketahui merupakan suatu penyakm multi
dimensi, tidak saja menyangkut aspek biologis dan psikologis penderita melainkan juga
bersinggungan dengan masalah-masalah sosial dan hukum seorang penyalahguna, terutama
mereka yang telah masuk dalam fase ketergantungan(atau disebut sebagai pecandu) memiliki
risiko kesehatan dan psiko-sosial yang cukup tinggi Risiko kesehatan mencakup kemungkinan
overdosis, komplikasi medis dan tertularnya virus yang menular melalui darah seperti HIV dan
Hepatitis B& c terutama pada suntikan atau penasun). Risiko psiko-sosial antara lain
kemungkina kemunduran fungsi berpikir, perubahan perlaku dan perasaan ke arah yang negati
terganggunya interpersonal, ketidakmampuan mengikuti tuntutan akademi hubungan an hingga
keterlibatan pada berbagai tindak kriminalitas. Melihat komplekst masalah yang ditimbulkan
dari perilaku penyalahgunaan Napza, maka menang masalah ini dirasakan sebagai hal yang
bersifat mutlak, sehingga dampak neg sebagaimana yang disebutkan di atas dapat
diminimalisasi.
Berbagai studi di Amerika menunjukkan bahwa untuk setiap dolar keluarkan pecandu
yang menjalani berbagai modalitas perawatan seperti pro ebas zat rawat jalan, halfway house,
rehabilitasi rawat inap, maupun rur dapat menghemat sekitar 7 biaya yang terkait dengan krimin
esehatan, hilangnya produktivitas dan lain-lain apabila yang bersangkutan enjalani program
perawatan(Maryland ADAA, 2003). Intinya, perawatan nyalahguna Napza termasuk program
rumatan metadon, merupakan hal yan lam program penanganan penyalahgunaan Napza.
Penelitian di Amerika(us National Evaluation Study) menunjukkan ba eatment',
termasuk rumatan metadon, adalah prediktor yang penting dala erilaku pasien jika pasien
bertahan pada program tersebut dalam kurun Waktu yang signifikan (Ward et al. 1999. Broome
et al, 1999, Zhang et al, 2003). Reporting Program (DARP), suatu penelitian juga di Amerika,
menyimpu jangka waktu tiga bulan adalah waktu minimal untuk memperoleh peru signifikan
dari berbagai macam program. Mengutip berbagai penelitian, (2001) mengemukakan bahwa
mereka yang dapat bertahan pada prog metadon(PRM) dalam kurun waktu yang signifikan
terbukti sukses mengu mampu menurunkan aktivitas kriminal dan angka berisiko terkait HIV
293) Gossop dkk(2000) juga menemukan bahwa setelah satu tahun m penggunaan Napza illegal
pada pasien-pasien metadon menurun secara Substansial.
Permasalahan utama adalah sebagian besar pasien berhenti mengikuti sua program
sebelum mereka merasakan efek terapeutik dari program tersebut seca khusus penelitian yang
dilakukan oleh Ward, Mattick& Hall 1992) atas beberapa PF di Amerika menunjukkan data
bahwa 7% hingga 64% akan meninggalkan PRM seca premature dalam enam bulan pertama
Hal ini berarti efek terapeutik program meta hanya dapat dialami oleh beberapa pasien yang
mampu bertahan pada progr tersebut dalam jangka panjang. Data sementara dari program
rumatan metadon(PR di RSKo Jakarta juga menunjukkan bahwa 43% pasien hingga Agustus 2
mengalami drop-out, 75% drop-out sebelum 5 bulan menjalani program. Hal ini be sejalan
dengan hasil yang diperoleh pada negara-negara maju.
Ada berbagai macam faktor yang berpengaruh dalam mempertahankan pasien pada suatu
program perawatan. Faktor ini ada yang berasal dari diri pasien itu sendiri dan ada yang berasal
dari program perawatan. Faktor karakteristik pasien antara lain adalah motivasi, tingkat
kepercayaan terhadap program, dukungan keluarga dan lain ain Sementara faktor karakteristik
program mencakup kualitas staf klinik(termasuk hubungan yang dibangun antara staf klinik
dengan pasien), kebijakan dosis dar kebijakan biaya perawatan(Strain dkk, 1999). Makalah ini
hanya akan membicaraka entingnya konseling dalam meningkatkan karakteristik pasien dan
pembinaan hubungan pasien dengan staf klinik.
Evaluasi klinis
Evaluasi klinis dalam program perawatan terkait penyalahgunaan Napza termasuk
program rumatan metadon (PRM) sesungguhnya merupakan proses yang bersifat kontinyu,
tidak saja dilakukan pada awal program, melainkan terus berkesinambungan bahkan hingga
pasien telah berhenti menjalani suatu program. Hal ini terjadi karena tujuan evaluasi klinis
adalah untuk mengetahui dan menilai beberapa hal dari diri pasien, diantaranya:
Derajat keparahan penyalahgunaan Napza
Menegakkan diagnosis diferensial dan/atau diagnosis ganda (dual diagnosis)
Membuat rencana perawatan.
Keberhasilan suatu program dan perubahan perilaku yang signifikan juga dapat dipantau
melalui proses evaluasi klinis. oleh karena sifatnya yang krusial, evaluasi klinis mutlak
dijalankan oleh program rumatan metadon.
Agar evaluasi klinis dapat beralan secara efektif, diperlukan pengetahuan dan teknik
ketrampilan yang perlu dipelajari oleh para staf klinik. Hal ini didasari oleh fakta bahwa
evaluasi mencakup berbagai macam pertanyaan yang seringkali menimbulkan perasaan tidak
nyaman, bukan saja pada diri pasien tetapi juga pada diri staf klinik/terapis.
Pengetahuan yang perlu dikuasai antara lain adalah pengetahuan dasar-dasar farmakologi
fisiologis dan gejala klinis dan Napza yang disalahgunakan. Hal ini diperlukan agar staf klinik
setidaknya mengetahui kondisi fisik pasien ketika pertama kali ditangani, apakah dalam kondisi
intoksikas, mengalami putus zat atau dalam kondisi mental emosional normal. Dengan
demikian staf klinik dapat mengukur validitas evaluasi klinis berlangsung, atau keterangan yang
diberikan oleh pasien pada saat justru menunda proses evaluasi yang bersifat in-depth, hingga
kondisi fisik pasien lebh siap Pengetahuan lain yang juga perlu diketahui adalah sumber-sumber
rujukan baik lokal, daerah hingga nasional. Dalam kasus penerapan program rumatan metadon
staf klinik hendaknya mengetahui dimana saja PRM dijalankan, sehingga apabila pasien hendak
bepergian, atau pindah tempat tinggal program ini dapat terus dikut oleh yang bersangkutan.
Pengetahuan tentang keberadaan rumah sakit rumah sak atau lembaga swadaya masyarakat
rujukan juga penting diketahui, sehingga apabil diperlukan proses detoksifikasi, penanganan
komplikasi medis hingga kebutuha dampingan dukungan, staf klinik dapat segera merujuk
pasien kepada institusi yan bersangkutan.
Ketrampilan yang perlu dikuasai pertama adalah teknik bertanya tentang riway gunaan&
penyalahgunaan Napza. Pengetahuan tentang riwayat penyalahgunaan Napza ini adalah alat
yang paling penting dalam proses evaluasi klinis, tidak saja u kepentingan diagnosis, melainkan
juga untuk perkiraan keberhasilan terapi dan renc perawatan seorang pecandu umumnya peka
dengan ketrampilan staf klinik Me dapat merasakan bagaimana sesungguhnya sikap staf klinik
terhadap perilaku riwayat penyalahgunaan Napza mereka oleh karenanya staf klinik perlu
membeba diri dari sikap yang bersifat judgmental atau mengambil penilaian. Ketidakberha
membebaskan diri dari kecenderungan menghakimi pasien dapat berujung kegagalan
mendapatkan riwayat penyalahgunaan Napza yang sesunggu Akibatnya, akan banyak informasi
penting gagal diperoleh bahkan mungkin sese yang sesungguhnya membutuhkan program
metadon luput dari saran ini, sem yang belum membutuhkan justru disarankan untuk mengikuti
PRM.
Ketrampilan berikutnya yang perlu dikuasai adalah ketrampilan untuk be mengenai
perilaku yang berisiko. Pertanyaan-pertanyaan terkait perilaku b sangat membutuhkan hubungan
saling percaya yang mendalam antara sta dengan pasien. Sekali lagi sikap nonjudgmental sangat
penting dalam mengu hubungan baik dengan pasien. Dari pengalaman di lapangan, umumnya p
terbuka atas pertanyaan tentang perilaku berisikonya terkait dengan peng Napza pola
penggunaan, kecenderungan bertukar jarum, frekuen sebagainya Namun demikian tidak semua
pecandu mudah mengutarakan terkait dengan tindak seksual mereka. Banyak diantara merek
menutupi kondisi sebenarnya, atau menunda memberi jawaban yang sesun hingga benar-benar
merasa percaya pada staf klinik.
Berikutnya adalah ketrampilan bertanya dengan menggunakan metode o ended dan
mendengar aktif Bertanya dengan teknik open-ended artinya ad bertanya dengan menggunakan
kata-kata Mengapa. Bagaimana, Dimana, Ka Siapa serta Apa Dengan kata-kata ini diharapkan
pasien tidak merasa jawaba dibatasi dan diharapkan staf klinik juga tidak menjebak' pasien pada
pola piki klinik Sebagai contoh, ketika staf klinik merasakan ada yang ganjil tentang hub pasien
dengan ayahnya, maka pertanyaan seperti"dapatkah anda menerangka jelas bagaimana pola
hubungan anda dengan ayah anda akan memberi kelelu lebih bagi pasien untuk menjelaskan
hubungannya daripada pertanyaan sep hubungan anda dengan ayah tidak dekat ya?"
Berikut adalah komponen-komponen evaluasi klinis yang perlu dilakukan laksanaan
program rumatan metadon:
Riwayat Penggunaan Napza
Riwayat Perawatan terkait Napza
Riwayat Kesehatan
Perilaku Berisiko
Riwayat Pendidikan/Pekerjaan
Kondisi keluarga
Riwayat legal
Konseling Awal dalam Program Rumatan Metadon
Perlu diperhatikan bahwa tidak ada satupun jenis perawatan yang cocok untuk semua
orang yang terlibat dalam penyalahgunaan Napza(NIDA notes, 1999), Artinya, satu program
mungkin sesuai buat seorang pecandu, tetapi menjadi tidak sesuai buat pecandu lainnya.
Demikian pula yang terjadi dalam program rumatan metadon Tidak semua pecandu, khususnya
pecandu heroin, harus mengikuti program rumatan metadon. Untuk itulah staf klinik perlu
melakukan konseling awal-sebagai salah satu teknik melakukan evaluasi klinis- sebelum
seorang penderita ketergantungan heroin memulai program metadon-nya.
Konseling adalah percakapan dua arah yang didasari oleh hubungan saling percaya dan
ditujukan untuk membahas suatu masalah. Melihat definisi ini maka suatu konseling bukan
hanya untuk kepentingan penggalian data bagi staf klinik semata- mata, tetapi juga media untuk
penyampaian informasi yang dibutuhkan bagi pasien, serta media untuk mengurangi segala
perasaan negatif yang mungkin dihadapi oleh pasien Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dan diterapkan untuk tercapainya proses konseling yang optimal, antara lain adalah tahapan
konseling dan sikap yang membantu.
Tahapan konseling yang pertama adalah menjalin terlebih dahulu hubungan baik(rappor)
dari staf klinik kepada pasien. Mengapa hubungan baik harus merupakan inisiatif staf klinik
daripada pasien? Sebab pasien datang kepada staf klinik dengan segala masalahnya, tidak
jarang disertai dengan sikap-sikap bermusuhan. Itu sebabnya, inisiatif akan hubungan baik yang
dicerminkan oleh staf klinik dapat meredakan permasalahan yang ada, atau setidaknya
mencairkan segala ketegangan yang ditunjukkan pasien. Hubungan baik dapat dimulai dari cara
terapis berjabatan tangan, menyapa, kontak mata yang bersahabat dan tidak terganggu dengan
sikap penolakan pasien, sikap tubuh yang cenderung ke arah pasien, serta intonasi suara yang
tenaga. Pertanyaan pembuka seperti apa kabar, bagaimana situasi perialanan tadi..." dan
sebagainya sangat menolong mencairkan kebekuan antara staf klinik dengan pasien.
Tahapan konseling yang kedua adalah mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk
suatu program rumatan metadon, sekaligus juga memberi kesempatan pasien untuk bertanya
tentang segala hal yang berkaitan dengan PRM itu sendiri yang berkaitan dengan masalah
ketergantungannya sebagai suatu teknik dalam melakukan evaluasi klinis, maka konseling awal
hendaknya dapat menggali hal-hal berikut ini:
Riwayat penyalahgunaan Napza: perlu dipastikan bahwa pasien sungguh- sungguh
mengalami ketergantungan atas opioida(dalam hal ini heroin). Hal ini menjadi sangat
mendasar, mengingat rumatan metadon dari hasil penelitian jangka panjang adalah salah
satu program perawatan yang efektif untuk pecandu heroin, bukan untuk pecandu jenis
zat lainnya.
Riwayat protokol perawatan terkait Napza: sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
nasional dalam implementasi metadon, maka program ini hendaknya diprioritaskan bagi
mereka yang pernah menjalani program-program perawatan lainnya. Artinya,
diharapkan bahwa PRM merupakan pilihan akhir bagi pecandu heroin, setelah jenis
perawatan lain tidak dapat bekena efektif bagi mereka. Hal ini dapat dipahami mengingat
tujuan PRM bukan untuk membebaskan pecandu dari perilaku ketergantungan Napza,
melainkan lebih untuk menjamin' mereka akan pola hidup yang lebih sehat dan produktif
Penggalian data atas mwayat perawatan juga sangat penting untuk dapat mengetahui apa
harapan pasien dan keluarganya akan PRM. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
sebagian besar orangtua masih memiliki harapan bahwa anaknya yang pecandu dapat
berhenti menggunakan Napza, demikian pula si pecandu itu sendiri. Pertanyaan seperti
kapan sebaiknya saya berhenti menggunakan metadon atau pernyataan seperti kalo begitu
sama aja dong saya ini kecanduan terus adalah cermin bahwa proses konseling awal
sebelum pelaksanaan metadon tidak benalan secara optimal.
Data pribadi pasien seperti tempat tinggal, kondisi ekonomi, aktivitas harian dan
dukungan sosial adalah ha-hal yang juga perlu digali pada fase konseling awa Analisis
data atas implementasi metadon di RSKO Jakarta menunjukkan bahwa aksesibilitas
pasien atas keberadaan klinik sangat mempengaruhi daya tahannya dalam mengikuti
program ini Aksesibilitas terkait transportasi yang mereka harus jalani dan jarak rumah
klinik. Beberapa pasien yang tinggal di Jakarta Utara dapat bertahan hingga lebih dari
satu tahun, tetapi umumnya mereka memiliki kendaraan pribadi seperti motor.
Sementara kondisi ekonomi bukan saja berpengaruh pada kemampuan pasien"membeli
metadon, melainkan juga pada kemampuannya menjalani transportasi dari rumah klinik
Aktivitas harian perlu diketahui oleh staf klinik, karena mereka yang mempunyai jadwal
pekerjaan atau akademik reguler, dapat terganggu aktivitasnya karena mengikuti
program metadon ini. Alternatif program substitusi lain seperti Buprenorphine dapat
dipertimbangkan karena lebih sesuai bagi mereka dengan jadwal harian yang padat
Terakhir adalah faktor dukungan sosial Fakta menunjukkan bahwa ikatan keluarga di
Asia, khususnya Indonesia, sangat mempengaruhi proses pemulihan seseorang dari
suatu penyakitnya'. Isu ini akan dibahas pada uraian yang berikutnya, dalam topik
mengenai konseling keluarga.
Tahapan terakhir dari konseling awal ini adalah mengambil kesimpulan sta klinik
hendaknya membuat kesimpulan atas segala hal yang telah diutarakan pasien untuk
menunjukkan bahwa pasien sungguh-sungguh didengarkan dan bahwa pendapat pasien adalah
penting Apabila PRM ditetapkan menjadi program pilihan, maka hal ini hendaknya harus
merupakan keputusan pasien, bukan keputusan staf klinik Pada tahap terakhir ini hendaknya staf
klinik kembali mengingatkan pasien akan hal-hal yang menjadi kewajiban dan haknya selama
menjadi peserta PRM, seperti pasien dapat merencanakan kapan program akan mulai dan kapan
akan berhenti.
Konseling lanjutan dalam program rumatan metadon
Dole dan Nyswander mendisain PRM pada 1963 di Rockefeller University, New York,
sebagai program yang bersifat komprehensif. drmana pelayanan tidak saja menyasar pada aspek
farmakologis(penyediaan metadon) tetapi juga aspek non- armakologis, seperti konseling
individual, terapi kelompok, konseling pasngan, test urine, kontrak program, rehabilitasi
vokasional, program edukasi, pertemuan keluarga, tes dan konseling HIV, layanan perawatan
medis dasar, asesmen psikiatris dan penanganan atas gangguan komorbiditas(Strain& Stroller,
1999).
Lebih lanjut Dole dan Nyswander menunjukkan bahwa layanan hanya menekankan pada
aspek farmakologis semata-mata tidak akan berhasil dengan baik Nyswander sendiri
menekankan tentang pentingnya sensitivitas staf klinik akan problem individual pasien(Strain s
stroller, 1999) itulah sebabnya mengapa konseling lanjutan perlu disediakan bagi para peserta
program metadon studi yang dilaksanakan oleh McLellan sendiri pada tahun 1992 menunjukkan
bahwa konseling menghasilkan perbedaan yang signifikan pada outcome(keluaran) suatu
program layanan terkait penyalahgunaan Napza(Kidorf, dkk, 1999).
Konseling lanjutan secara umum menyasar pada isu-isu mendasar yang dihadapi oleh
para peserta PRM. Beberapa pasien mengeluhkan tentang ketidakmampuannya mengontrol
emosi, terutama pada orang-orang yang signifikan dengan dirinya, seperti ibunya, sekalipun
telah mengikuti PRM selama lebih dari 3 bulan Pasien lain menghadapi persoalan mendasar
penolakan dari lingkungan sosialnya, sehingga amat mempengaruhi ketegarannya dalam
mencoba bertahan pada PRM Sebagian pasien perempuan menghadapi masalah krusial tentang
ketidakmampuannya bersikap asertif dalam hubungan seksualnya, serta masalah- masalah lain
yang sangat bervariasi dari satu pasien ke pasien lainnya Disinilah konseling memegang peranan
amat besar dalam membantu pasien untuk mendapatkan manfaat program metadon secara
optimal.
Penyediaan layanan konseling sebagaimana yang telah digagas oleh pendiri PRM. Dole
dan Nyswander pada kenyataannya di banyak tempat seringkali tidak banyak dimanfaatkan oleh
pasien(underutilized) Mengemas konseling sebagai suatu bagian yang tak terpisahkan dari
pemberian dosis metadon nampaknya dapat meningkatkan pemanfaatan layanan ini secara
signifikan( Kidorf dkk. 1999).
Pelaksanaan konseling dalam program implementasi dapat berlangsung seminggu sekali
dengan rentang waktu sekitar 20 hingga 60 menit pertemuan ldealnya, proporsi staf klinik
dengan pasien untuk tercapainya suatu layanan yang terintegrasi antara program farmakologis
dengan non-farmakologis adalah 1 staf konselor untuk 25 orang pasien.Semakin banyak pasien
yang ditangani oleh seorang staf/konselor, semakin mengarahkan layanan hanya kepada aspek
farmakologis semata-mata.
Staf klinik pada konseling lanjutan ini hendaknya bekerja bersama pasien untuk
mengidentifikasi masalah-masalah pasien dan menetapkan prioritas atas masalah tersebut dalam
rencana perawatan. Penempatan prioritas masalah amat penting agar pasien dapat memecahkan
masalahnya secara rasional Prioritas pertama umumnya adalah untuk menekankan pentingnya
berhenti dan penggunaan zat-zat ilegal lain selain metadon atau fa lain yang diberikan oleh
dokter. Problem-problem yang dirasakan mengganggu pasien dalam upayanya berhenti
menggunakan zat iega(seperti banyaknya waktu luan yang mendorong pasien untuk iseng'
tergoda menggunakan benzodiazepine atau juga heroin) perlu dibahas pada waktu yang
bersamaan Prioritas berikutnya adalah problem-problem kehidupan pasien lainny seperti
pekenaan, keluarga dan hubungan sosial, dimana dalam hal ini adalah sanga berguna apabila
staf klinik konselor juga mengetahui sumber-sumber rujukan yan dapat membantu pasien
mengatasi masalahnya.
Konseling keluarga
Keluarga, terutama pada negara-negara di Asia, memegang peranan sangat penting
dalam proses pemulihan seorang pecandu. Data dari RSKO sendiri menunjukkan bahwa 68%
pasien datang karena dibawa oleh keluarganya. Keluarga bahkan berperan penting dalam
rencana program perawatan para pecandu, terutama didasari oleh fakta bahwa umumnya
pecandu yang datang ke RSKO masih hidup tergantung secara finansial dengan keluarganya.
Fakta juga menunjukkan bagaimana keputusan pasien untuk ikut suatu program dapat berubah
dalam sekejap hanya karena ketidaksetujuan keluarga. Untuk itulah keberhasilan program
rumatan metadon tidak dapat terlepas dari faktor keluarga para pasien.
Pada tahap awal, konseling keluarga dalam PRM umumnya lebih diarahkan pada
pemberian informasi yang mendalam akan program rumatan metadon. Dengan demikian
diharapkan bahwa keluarga memahami dengan benar apa yang menjadi tujuan pemberian
metadon, sehingga dapat bekerjasama dengan staf klinik dalam mengoptimalkan efektivitas
program tersebut bagi penderita ketergantungan heroin. Perlu diingat bahwa pendidikan tentang
metadon kepada keluarga ini bukanlah tujuan dari konseling keluarga. Pendidikan tentang
metadon diletakkan pada tahap awal konseling keluarga agar tercapai persamaan persepsi atas
program, yang menjadi landasan utama tercapainya perubahan perilaku pecandu yang
signifikan.
Tujuan dari konseling keluarga adalah untuk memperbaiki fungsi psikologis dari sistem
keluarga sehingga diharapkan perbaikan ini dapat mendukung proses pemulihan pecandu.
Fungsi psikologis dari sistem keluarga mencakup berjalann kembali peran anggota keluarga,
misalnya ayah menjadi kepala keluarga dan dapat berkonsentrasi penuh dalam mencari nafkah,
sementara ibu dapat menjalankan peran manajerial domestik tanpa harus khawatir terus-menerus
akan perilaku penyalahgunaan Napza yang dilakukan oleh anaknya, anak yang pecandupun
dapat kembali berfungsi secara produktif dan berinteraksi dengan lebih sehat dengan anggota
keluarga secara umum.
Seorang konselor yang biasa bekerja melakukan konseling individual tidak otomatis
mampu menjadi konselor keluarga. Ada beberapa isu penting dalam menangani keluarga
sebagai satu kesatuan. Isu-isu tersebut adalah:
Peran masing-masing anggota keluarga: dalam keluarga dengan penyalahguna zat di
dalamnya, seringkali anggota keluarga tidak dapat menjalankan peran yang seharusnya
karena perhatian dan waktu tersita hanya untuk mengurusi anggota keluarga yang
bermasalah tersebut. Peran ayah sebagai pengambil keputusan, misalnya, dapat saja
terganggu karena pada kenyataannya anak yang penyalahgunalah yang lebih sering
mengambil keputusan karena sikapnya yang agresif dan menakutkan anggota keluarga
lainnya.
Subsistem dalam keluarga: apakah orangtua bersatu/kompak dalam mendidik anak,
apakah anak-anak memiliki hubungan yang erat satu sama lain, atau justru mengalami
konflik yang berkepanjangan, dan lain-lain.
Batasan dalam keluarga: siapa boleh berbicara kepada siapa serta apa saja yang
diperbolehkan untuk dibicarakan, adalah beberapa contoh yang dimaksud dengan
batasan dalam keluarga
Pola komunikasi dalam keluarga: apakah bersifat terbuka atau tertutup, apakah
pembicaraan jelas dan konsisten, atau justru bermakna ganda, apakah satu atau dua arah.
Penerapan pola asuh: bagaimanakah garis besar pola asuh yang diterapkan dalam
keluarga pasien: apakah bersifat otoriter, permisif, otoritatif atau justru tak acuh?
Isu-isu diatas merupakan hal-hal yang mendasar perlu untuk dibahas bersama-sama dalam sesi
konseling keluarga.
Pada keluarga dengan penyalahguna Napza, seringkali kehadiran penyalahguna menjadi
indikator atas gejala disfungsi keluarga Penyalahguna umumnya adalah pasien yang
teridentifikasi dengan jelas pada sesi awal konseling keluarga Seinng dengan berjalannya waktu
akan semakin terlihat bahwa bukan hanya penyalahguna yang menjadi pasien, tetapi juga
anggota keluarga lainnya Tidak jarang gejala penyalahgunaan zat tanpa disadari digunakan oleh
keluarga yang bersangkutan untuk menjaga keseimbangan(homeostatis) fungsi keluarga Sebagai
contoh, pada saat anak aktif menyalahgunakan zat, konflik permanen diantara ayah ibu menjadi
mereda, karena perhatian mereka tercurah sepenuhnya pada kasus anak tersebut Ketika anak
menjalani proses pemulihan dimana perilakunya menjadi terkendali. seringkali permasalahan
mendasar antara ayah bu tersebut mencuat kembali ke permukaan dan memberikan rasa tidak
nyaman pada anggota keluarga.
Adalah penting untuk menggarisbawahi bahwa konseling keluarga mengajak keluarga
untuk dapat melihat realitas dari sudut pandang setiap anggota keluarga. Hal ini dimaksudkan
untuk memperbaiki interaksi yang terjadi diantara anggota keluarga Sebagai contoh, ibu
diharapkan memahami kesulitan yang dihadapi anaknya yang pecandu dalam upayanya untuk
mencoba berhenti menggunakan Napza, sementara pecandu diharapkan dapat memahami
mengapa ibunya bersikap tidak percaya kepadanya interaksi anggota keluarga yang konstruktif
diharapkan dapat membantu keluarga tersebut menghadapi situasi-situasi sulit terkait dengan
proses pemulihan pecandu.