kondisi pendidikan di perbatasan

11
Memprihatinkan Kondisi Pendidikan di Perbatasan BALIKPAPAN, (Tubas) – Kondisi pendidikan di daerah perbatasan Indonesia cukup memprihatinkan. Tidak hanya dari sarana dan prasarana, namun juga menyangkut tunjangan bagi para tenaga pendidik, yakni guru. Dari hasil kunjungan tiga hari ke daerah perbatasan Kalimantan Timur-Malaysia ini, anggota Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian menemukan, para guru di daerah tersebut yang tidak memperoleh tunjangan khusus guru. Mereka pun mempertanyakan keseriusan pemerintah terhadap nasib pendidikan masyarakat perbatasan. “Berdasarkan informasi, ada 400 guru di Kabupaten Nunukan yang yang bertugas di perbatasan. Sementara dari pusat ke provinsi hanya memberikan tunjangan khusus kepada delapan guru dan hanya dua orang yang menerima tunjangan tersebut. Akhirnya, ya dikembalikan,” kata Hetifah. Para guru tersebut tidak dapat tunjungan khusus guru perbatasan dengan alasan mereka mengajar tidak sampai 48 jam dalam sepekan. “Bagaimana mereka mau mengajar penuh jika murid dan fasilitasnya saja sangat minim? Seharusnya di perbatasan jam mengajar 48 jam itu dihitung juga dengan kegiatan ekstrakulikuler, seperti olahraga dan aktivitas lain,” tambah Hetifah. Akibat kesenjangan ini, guru-guru di perbatasan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layaknya guru-guru lain yang mendapat tunjungan khusus. “Kami menemukan banyak guru yang mengomsumsi mi instan dan kangkung sebagai lauk,” ungkapnya. Persoalan-persoalan yang mengemuka di dunia pendidikan daerah perbatasan, lanjut Hetifah, diakibatkan karena pemerintah pusat tidak memperhatikan karakterisitik daerah dalam memberikan bantuan.

Upload: umery-lathifa

Post on 25-Jul-2015

530 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kondisi Pendidikan Di Perbatasan

Memprihatinkan Kondisi Pendidikan di Perbatasan

BALIKPAPAN, (Tubas) – Kondisi pendidikan di daerah perbatasan Indonesia cukup memprihatinkan. Tidak hanya dari sarana dan prasarana, namun juga menyangkut tunjangan bagi para tenaga pendidik, yakni guru.

Dari hasil kunjungan tiga hari ke daerah perbatasan Kalimantan Timur-Malaysia ini, anggota Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian menemukan, para guru di daerah tersebut yang tidak memperoleh tunjangan khusus guru. Mereka pun mempertanyakan keseriusan pemerintah terhadap nasib pendidikan masyarakat perbatasan.

“Berdasarkan informasi, ada 400 guru di Kabupaten Nunukan yang yang bertugas di perbatasan. Sementara dari pusat ke provinsi hanya memberikan tunjangan khusus kepada delapan guru dan hanya dua orang yang menerima tunjangan tersebut. Akhirnya, ya dikembalikan,” kata Hetifah.

Para guru tersebut tidak dapat tunjungan khusus guru perbatasan dengan alasan mereka mengajar tidak sampai 48 jam dalam sepekan. “Bagaimana mereka mau mengajar penuh jika murid dan fasilitasnya saja sangat minim? Seharusnya di perbatasan jam mengajar 48 jam itu dihitung juga dengan kegiatan ekstrakulikuler, seperti olahraga dan aktivitas lain,” tambah Hetifah.

Akibat kesenjangan ini, guru-guru di perbatasan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layaknya guru-guru lain yang mendapat tunjungan khusus. “Kami menemukan banyak guru yang mengomsumsi mi instan dan kangkung sebagai lauk,” ungkapnya.

Persoalan-persoalan yang mengemuka di dunia pendidikan daerah perbatasan, lanjut Hetifah, diakibatkan karena pemerintah pusat tidak memperhatikan karakterisitik daerah dalam memberikan bantuan.

“Litbang pusat harus melakukan riset dan perencanaan sejauh mana kebijkan-kebijakan pusat dapat diimplementasikan di daerah perbatasan,” imbuhnya.

Dia menambahkan, pemerintah provinsi dan daerah kabupaten juga harus jujur mengungkapkan kekurangan daerahnya. “Pemerintah provinsi dan kabupaten juga harus pro aktif menyampaikan tuntutan masyarakat daerahnya ke pusat. Jangan pasif,” katanya. (red)

(Terbit pada 9 November 2011 - 08:45 WIB)

Page 2: Kondisi Pendidikan Di Perbatasan

Kunjungan ke Perbatasan: Buku Sekolah Sangat Minim

http://regional.kompas.com/read/2011/11/06/17225783/Buku.Sekolah.Sangat.Minim

BALIKPAPAN, KOMPAS.com — Sekolah-sekolah di perbatasan Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, kekurangan buku bacaan, pengetahuan umum, dan pelajaran. Perpustakaan pun tidak bisa optimal.

Demikian dikatakan Hetifah Sjaifudian, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Golkar, dalam jumpa pers di Balikpapan, Minggu (6/11/2011) sore. Ia memaparkan hasil kunjungannya ke sejumlah sekolah di Kabupaten Nunukan yang berbatasan dengan Sabah, Malaysia.

Sekolah yang dikunjungi antara lain SDN 007 Krayan, SDN 017 Krayan, SDN 018 Krayan, SDN 010 Krayan, SMPN 1 Krayan, SMPN 2 Krayan, SMPN 4 Krayan, SMKN 1 Krayan, dan SMAN 1 Krayan. Selain itu juga SMKN 1 Sebatik Barat, SDN 003 Sebatik, SDN 006 Sebatik, SDN 008 Sebatik, dan SMPN 1 Sebatik.

Koleksi buku di perpustakaan sekolah-sekolah itu sangat sedikit. Koleksi perpustakaan yang paling baik hanya di SDN 008 Sebatik, yang ruangan perpustakannya malah paling jelek karena hanya bangunan kayu sederhana. “Itu saja koleksinya masih minim, belum sampai ratusan. Idealnya satu sekolah minimal punya 3.000 judul,” kata Hetifah.

Buku pelajaran di perpustakaan SMAN 1 Krayan, misalnya, hanya buku Kurikulum 1984. Di sekolah itu, yang punya buku pegangan pelajaran hanya guru-guru. Banyak faktor di balik itu, seperti ongkos kirim buku yang mahal dan sekolah tak mampu mengusahakan buku sendiri. Dinas pendidikan setempat dilihat Hetifah kurang proaktif.

“Anehnya, urusan buku sulit dan minim, tapi mi instan terdistribusi merata,” kata Hetifah.

Page 3: Kondisi Pendidikan Di Perbatasan

DPR RI: pendidikan di Nunukan terjadi kesenjangan antarwilayah (korankaltim.co.id)

Artikel Dipublikasikan Pada 24 October 2011http://entikong.web.id/pendidikan-di-entikong-2

NUNUKAN - Anggota Komisi X DPR RI Hetifah mengatakan kondisi pendidikan di Nunukan masih terjadi kesenjangan antarwilayah. Masih ada kesenjangan baik fasilitas maupun kualitas pendidikan di Nunukan. Hal itu dikatakan disela kunjungannya ke Nunukan kemarin.

“Problem utamanya masih ada kesenjangan. Jadi ada yang bagus sekali (bangunan sekolahnya) seperti SMK dan SD 03 ini bagus,” kata Hetifah saat mengunjungi SDN 03 Nunukan.

Ada beberapa sekolah di wilayah lain terutama di daerah pedesaan, pedalaman, perbatasan dan terpencil tak memiliki fasilitas memadai seperti di daerah perkotaan. “Mungkin nanti ada di daerah lain lebih terpencil tempatnya kondisi baik dari fisiknya dan kualitas pendidikannya. Jadi ada isu kesenjangan antarwilayah terutama karena kondisi geografis,” ujarnya.

Dalam kunjungannya bersama beberapa anggota Komisi X DPR RI kemarin pihaknya ke SMK I Nunukan, SDN 08 Nunukan, SDN 03 Nunukan, Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) Nunukan. (kh)

sumber:

http://www.korankaltim.co.id/read/news/2011/17561/dpr-ri-pendidikan-di-nunukan-terjadi-kesenjangan-antarwilayah.html

Page 4: Kondisi Pendidikan Di Perbatasan

Kondisi Pendidikan di Entikong Masih MemprihatinkanAda satu ungkapan bernada canda di kalangan masyarakat Entikong yang sebenarnya ”menyindir” tajam pemerintah. Pejabat hingga warga Entikong tak pernah bosan menyampaikannya dalam perbincangan ringan hingga kata sambutan kepada tamu.”Rasanya tidak ada pejabat yang tidak pernah mampir ke Entikong. Tapi, tak juga ada kemajuan di daerah ini. Cuma malaikat yang belum mampir ke Entikong.”Yang mendengar tak kuasa menahan tawa. Namun, secepat kilat tawa itu juga bisa berubah jadi rasa kasihan dan geram.Bagi guru-guru Sejarah dan Geografi se-Indonesia yang terpilih dalam program Kemah Wilayah Perbatasan Entikong (Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat)-Malaysia yang diprakarsai Direktorat Geografi Sejarah, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, beberapa waktu lalu, kondisi serambi muka Indonesia yang ”suram” itu terasa mengenaskan. Dan, kenyataan itu mesti tersampaikan kepada siswa mereka bahwa daerah perbatasan tak pernah dianggap halaman muka negara yang seharusnya indah, tetapi justru jadi bagian belakang yang tak terurus.Warga Entikong menanti ”malaikat” yang bisa menyediakan infrastruktur, seperti jalan, alat transportasi, listrik, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai untuk menghalau keterisolasian dan keterbelakangan. Sebab, mereka cuma bisa gigit jari jika membandingkan dengan kondisi warga di perbatasan Malaysia yang keadaannya bertolak belakang dengan warga Indonesia di perbatasan kedua negara serumpun itu.Suharna, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Entikong, mengatakan, Entikong juga menanti ”malaikat” yang berpihak pada kemajuan pendidikan di sini. Bagaimana tidak timbul rasa iri jika di depan mata, mereka melihat sebuah sekolah pendidikan dasar di perbatasan Malaysia punya siswa 120 orang, tetapi disediakan 15 guru dan satu tenaga administrasi.Siswa kelas III SD saja sudah kenal internet. Selain itu, ada asrama untuk siswa dari desa.Di SMPN 4 Entikong yang berjarak 8 kilometer dari Kecamatan Entikong, siswa diajar guru-guru yang tidak sesuai kualifikasinya. Suharna mengatakan, ada lulusan SMA yang dijadikan guru honor untuk mengajar Bahasa Inggris dan Kesenian. Setiap guru mengajar dua-tiga mata pelajaran.Kepala Desa Suruh Tembawang Imran Manuk mengatakan, di daerahnya ada satu guru yang harus mengajar 111 siswa SD. Warga yang hendak ke Entikong mesti lewat jalur sungai sekitar 8 jam dengan biaya bisa mencapai Rp 1,5 juta.Desa itu berpenduduk 2.795 orang. Sebanyak 963 orang buta huruf, tidak tamat SD 689 orang, tamat SD (917), SLTP (113), SLTA (102), diploma (10), dan sarjana (1).Budi Suri, guru SMPN 2 Suruh Tembawang, berkisah, 73 siswa di sekolah itu belajar teori teknologi informasi dan komunikasi. Namun, siswa tidak pernah melihat komputer.Aliran listrik pun belum dinikmati warga. Sekolah ini cuma punya satu peta Kalimantan Barat dan bola dunia.

Ada satu ungkapan bernada canda di kalangan masyarakat Entikong yang sebenarnya ”menyindir” tajam pemerintah. Pejabat hingga warga Entikong tak pernah bosan menyampaikannya dalam perbincangan ringan hingga kata sambutan kepada tamu.”Rasanya tidak ada pejabat yang tidak pernah mampir ke Entikong. Tapi, tak juga ada kemajuan di daerah ini. Cuma malaikat yang belum mampir ke Entikong.”Yang mendengar tak kuasa menahan tawa. Namun, secepat kilat tawa itu juga bisa berubah jadi

Page 5: Kondisi Pendidikan Di Perbatasan

rasa kasihan dan geram.Bagi guru-guru Sejarah dan Geografi se-Indonesia yang terpilih dalam program Kemah Wilayah Perbatasan Entikong (Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat)-Malaysia yang diprakarsai Direktorat Geografi Sejarah, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, beberapa waktu lalu, kondisi serambi muka Indonesia yang ”suram” itu terasa mengenaskan. Dan, kenyataan itu mesti tersampaikan kepada siswa mereka bahwa daerah perbatasan tak pernah dianggap halaman muka negara yang seharusnya indah, tetapi justru jadi bagian belakang yang tak terurus.Warga Entikong menanti ”malaikat” yang bisa menyediakan infrastruktur, seperti jalan, alat transportasi, listrik, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai untuk menghalau keterisolasian dan keterbelakangan. Sebab, mereka cuma bisa gigit jari jika membandingkan dengan kondisi warga di perbatasan Malaysia yang keadaannya bertolak belakang dengan warga Indonesia di perbatasan kedua negara serumpun itu.Suharna, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Entikong, mengatakan, Entikong juga menanti ”malaikat” yang berpihak pada kemajuan pendidikan di sini. Bagaimana tidak timbul rasa iri jika di depan mata, mereka melihat sebuah sekolah pendidikan dasar di perbatasan Malaysia punya siswa 120 orang, tetapi disediakan 15 guru dan satu tenaga administrasi.Siswa kelas III SD saja sudah kenal internet. Selain itu, ada asrama untuk siswa dari desa.Di SMPN 4 Entikong yang berjarak 8 kilometer dari Kecamatan Entikong, siswa diajar guru-guru yang tidak sesuai kualifikasinya. Suharna mengatakan, ada lulusan SMA yang dijadikan guru honor untuk mengajar Bahasa Inggris dan Kesenian. Setiap guru mengajar dua-tiga mata pelajaran.Kepala Desa Suruh Tembawang Imran Manuk mengatakan, di daerahnya ada satu guru yang harus mengajar 111 siswa SD. Warga yang hendak ke Entikong mesti lewat jalur sungai sekitar 8 jam dengan biaya bisa mencapai Rp 1,5 juta.Desa itu berpenduduk 2.795 orang. Sebanyak 963 orang buta huruf, tidak tamat SD 689 orang, tamat SD (917), SLTP (113), SLTA (102), diploma (10), dan sarjana (1).Budi Suri, guru SMPN 2 Suruh Tembawang, berkisah, 73 siswa di sekolah itu belajar teori teknologi informasi dan komunikasi. Namun, siswa tidak pernah melihat komputer.Aliran listrik pun belum dinikmati warga. Sekolah ini cuma punya satu peta Kalimantan Barat dan bola dunia.

Page 6: Kondisi Pendidikan Di Perbatasan

Masalah - Masalah Pendidikan di Indonesia

Tulisan Bulan Mei

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan

data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index),

yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang

menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara

di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia

berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang

dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu

hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari

lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi

dari 53 negara di dunia.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari

146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam

kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan

sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari

8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The

Diploma Program (DP).

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi

dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada

umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

Page 7: Kondisi Pendidikan Di Perbatasan

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Kualitas Pendidikan di Indonesia

Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini

terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan

terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang

kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana.

Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman

mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan.

Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di

Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.

Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia,

terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut,

yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak

masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada

umumnya, antara lain guru dan sekolah.

“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin

(12/3/2007).

Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka

meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:

Page 8: Kondisi Pendidikan Di Perbatasan

· Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk

bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.

· Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa

dan kota, serta jender.

· Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta

meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.

· Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi

sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.

· Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan

perpustakaan di sekolah-sekolah.

· Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44

triliun.

· Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.

· Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.

Solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.

Sumber :

http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia/