komunikasi the asian muslim action network (aman...
TRANSCRIPT
KOMUNIKASI THE ASIAN MUSLIM ACTION NETWORK (AMAN)
INDONESIA DALAM MEMBANGUN PERDAMAIAN DI POSO
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Laily Rahmawati
NIM: 1111051000160
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H/2016M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Desember 2016
Laily Rahmawati
Laily Rahmawati
Komunikasi The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dalam
Membangun Perdamaian di Poso
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak budaya, suku bangsa,
bahkan agama. Oleh karena itu, saat berbicara dengan masyarakatnya tidak bisa
luput dari keagamaan dan keberagaman. Kondisi yang beragam ini salah satu
faktor yang dapat memicu konflik. Konflik yang terjadi seringkali memicu
terjadinya kekerasan yang lebih banyak terjadi pada perempuan. Namun
perempuan ternyata juga dapat menjadi agen perdamaian. Dalam kasus Poso
contohnya, inisiasi pembangunan perdamaian juga dilakukan oleh perempuan.
The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia merupakan lembaga yang
berkontribusi dalam membangun perdamaian di Poso dengan mengedepankan
partisipasi perempuan. Dalam prosesnya tentu AMAN Indonesia membutuhkan
komunikasi khusus hingga mencapai tujuannya.
Merujuk dari latar belakang di atas, akhirnya timbul pertanyaan bagaimana
proses komunikasi AMAN Indonesia dalam membangun perdamaian di Poso?
Metodologi penelitian yang menggunakan jenis penelitian kualitatif
dengan pendekatan sosiologis. Penelitian ini menggunakan teori Komunikasi
Nirkekerasan dari Marshall Rosenberg. Teori ini menjelaskan bahwa komunikasi
nirkekerasan merupakan salah satu cara untuk membimbing kita agar bisa
berkomunikasi dengan hati melalui empat proses yakni observasi, perasaan,
kebutuhan dan permintaan. Komunikasi nirkekerasan biasanya digunakan dalam
proses bina damai atau resolusi konflik.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa proses komunikasi AMAN
Indonesia dalam membangun perdamaian di Poso menggunakan komunikasi
nirkekerasan dengan empat prosesnya. Tahapan observasi dilakukan dengan
datang langsung ke Poso dan berkomunikasi langsung dengan masyarakat Poso.
Tahap perasaan diimplementasikan lewat aktivitas sharing perasaan sebelum
program dimulai. Tahap kebutuhan dilakukan dengan memberikan program yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat Poso. Tahap permintaan dilakukan salah
satunya dengan selalu berkata positif.
Kata kunci: AMAN Indonesia, perempuan, perdamaian, komunikasi
nirkekerasan,.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan
kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa
untuk nikmat sehat yang selalu Allah berikan kepada penulis sehingga penulis
masih bisa merasakan indahnya kehidupan. Sholawat dan salam tidak pernah lupa
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw. kekasih setiap hamba yang telah
mengajarkan kepada kita tentang indahnya keberagaman.
Bahagia rasanya karena atas izin Allah Swt. penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan judul: Komunikasi The Asian Muslim Action Network
(AMAN) Indonesia dalam Membangun Perdamaian di Poso.
Penyelesaian skripsi ini tentu tidak mulus, banyak aral dan rintangan yang
dihadapi. Namun penulis selalu berusaha untuk mensyukuri setiap detik dalam
perjuangan yang dijalani. Karena penulis meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia
dalam perjuangan selagi ia berada dalam jalan kebaikan. Sejujurnya, butuh waktu
yang lama bagi penulis dalam menggarap dan menyelesaikan skripsi ini. Mulai
dari riset tentang permasalahan yang akan diangkat hingga penentuan judul. Bagi
penulis, menyusun skripsi bukan suatu hal yang mudah. Butuh pendalaman
masalah dan fokus yang tepat hingga akhirnya dapat melakukan penelitian.
Meskipun penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini,
namun skripsi ini adalah hasil dari usaha terbaik penulis.
Penyelesaian skripsi ini tentu tidak lepas dari dukungan semua pihak.
Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Arif Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Masran M.Ag. selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
dan Fita Faturrokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ade Masturi, MA. selaku Dosen Pembimbing yang dengan sangat
bijaksana memberi motivasi dan arahannya kepada penulis hingga
terselesaikannya skripsi ini.
5. Rachmat Baihaky, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
memberikan arahannya dalam pembuatan judul skripsi hingga
terbentuklah judul tersebut.
6. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan banyak ilmu kepada
penulis selama menempuh pendidikan di jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Orang tua tercinta, Bapak Slamet Riyadi & Ibu Satifah yang telah
memberikan do’a tulusnya untuk penulis dan juga dengan kesabaran dan
dukungan yang luar biasa dari mereka, penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
8. Untuk Lembaga The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia
khususnya kepada Bapak Gufron dan Mbak Siti Hanifah serta pendeta
Roswin Wuri yang telah memberikan banyak informasi dan telah
meluangkan waktunya dalam penyelesaian penelitian ini.
9. Untuk saudara tersayang, Mustaghferi El-Riyadi dan Arini Robbi Izzati.
Kalian adalah sumber semangat dan motivasi bagi penulis. Love you both!
10. Untuk suami tercinta, Hasbul. Thank’s for supporting me and always been
here. I’m proud for having you.
11. Untuk teman-teman KPI E yang sedari awal bersama melalui “lika-liku”
jalannya perkuliahan. Semoga silaturrahmi kita tetap terjaga.
12. Untuk Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK FM) dan teman-teman se-
organisasi. Terrima kasih untuk moment dan pelajaran yang sangat
berharga.
13. Untuk teman-teman Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar
(FKMSB) Jakarta dan teman-teman Forum Mahasiswa Madura
(FORMAD). Dukungan kalian sangat berarti bagi penulis.
14. Untuk teman-teman KKN RICKS. Terima kasih untuk sepenggal kisah
yang tertoreh.
15. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Doa dan dukungan kalian sangat
berarti bagi penulis. Semoga Allah Swt. Senantiasa membalas kebaikan
kalian semua.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan penelitian ini. Semoga
skripsi ini dapat memberikan kontribusi pada penelitian selanjutnya.
Jakarta, 01 Oktober 2016
Peneliti
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 10
D. Metodologi Penelitian .......................................................... 10
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 15
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 17
BAB II TINJAUAN TEORITIS ........................................................... 19
A. Komunikasi Nirkekerasan Marshall Rosenberg ................... 19
B. Konseptualisasi Perdamaian .................................................. 25
C. Partisipasi Perempuan dalam Membangun Perdamaian ....... 33
BAB III GAMBARAN UMUM AMAN INDONESIA ........................ 38
A. Sejarah The Asian Muslim Action Network
(AMAN) Indonesia............................................................. 38
B. Struktur Badan Pekerja The Asian Muslim Action
Network (AMAN) Indonesia ..................................................... 46
vi
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA ........................... 48
A. Komunikasi Asian Muslim Action Network (AMAN)
Indonesia dalam membangun perdamaian di Poso ............... 48
1. Empat proses komunikasi nirkekerasan AMAN
Indonesia........ ............................................................... 48
a) Tahap Observasi (Observe) ..................................... 51
b) Tahap Perasaan (Feeling) ........................................ 57
c) Tahap Kebutuhan (Need) ........................................ 60
d) Tahap Permintaan (Request) ................................... 64
BAB V PENUTUP ................................................................................. 73
A. Kesimpulan ........................................................................... 73
B. Saran ..................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ ...... 75
LAMPIRAN ................................................................................................. 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak budaya, suku
bangsa, bahkan agama. Penduduk di Indonesia kebanyakan beragama
Islam, namun banyak juga penduduk yang menganut agama Kristen,
Hindu, Buddha dan agama lain. Berdasarkan sensus penduduk 2010 yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penganut agama di Indonesia
yaitu Islam 87,2 %, Kristen 6,9 %, Katolik 2,9 %, Hindu1,7 %, Buddha
0,7 % dan Konghucu 0,005 %.1 Oleh karena itu, saat berbicara dengan
masyarakatnya tidak bisa luput dari keagamaan dan keberagaman.
Keberagaman merupakan sunnatullah yang harus direnungi dan diyakini
setiap umat, kesadaran umat beragama menjadi kunci bagi
keberlangsungan dalam menjalankan agamanya masing-masing.2
Kondisi yang beragam ini dapat dikatakan sebagai pluralitas. Kata
pluralitas diartikan sebagai keadaan atau fakta yang bercorak majemuk.3
Pluralitas merupakan agenda kemanusiaan dan dianggap sebagai salah satu
faktor yang dapat memicu konflik.4 Anggapan ini bisa jadi benar, jika
1“Agama di Indonesia” dilansir pada Senin, 30 Oktober 2016 pkl. 16.00 WIB melalui
www.indonesia-investments.com/id/budaya/agama/item69 2M. Syaiful Rahman, “Islam dan Pluralisme”, diakses pada 28 Februari 2016 dari
http://journal.stainkudus.ac.id/index..php/Fikrah/article/view/666 3
Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama, (Bandung:PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 42 4Tobroni dan Syamsul Arifin, Islam: Pluralisme Budaya dan Politik, Refleksi Teologi
untuk Aksi dalam Keragaman dan Pendidikan, (Yogyakarta: SIPRESS, 1994), h.34
2
masyarakat bersifat acuh dan tidak pandai menerima dan mengelola
perbedaan. Namun jika masyarakat bersifat peduli, dan mau menerima
perbedaan maka ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa untuk
membangun keharmonisan, kesejahteraan dan peradaban umat manusia.
Secara singkat, konflik dapat didefinisikan sebagai persaingan atau
perjuangan antar orang-orang yang memiliki kebutuhan ide, kepercayaan,
nilai, atau tujuan yang berbeda. Dalam definisi ini, adanya konflik ditandai
oleh kondisi yang menunjukkan oposisi atau ketidaksesuaian sebagai inti
dari konflik, baik antar individu, kelompok atau posisi-posisi sosial, yang
disebabkan oleh perbedaan kepentingan atau kepercayaan, atau karena
eksistensi material atau terwujud melalui wacana.5
Sedangkan dalam hal konflik bernuansa agama, maksudnya adalah
permasalahan yang timbul dengan melibatkan agama baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal, pertama,
karena faktor sosial-ekonomi: kesenjangan ekonomi, sedangkan dalam
ranah politik seringkali agama dijadikan alasan untuk mendapat kekuasaan
atau senjata untuk melawan kelompok lawan politik. Kedua, faktor dari
alam. Dengan kata lain konflik yang bernuansa agama bisa terjadi secara
alamiah sebagai konsekuensi logis dari perbedaan tetapi juga bisa terjadi
karena direkayasa.6
5
Ani Soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender & Hubungan International Sebuah
Pengantar, (Yogyakarta: Jalasutra anggota IKAPI, 2013), h. 41 6Syafa‟atun Elmirzanah, dkk., Pluralisme, Konflik dan Perdamaian Studi Bersama Antar-
Iman, (Yogyakarta: DIAN, 2002), h.10-11
3
Sebagai contoh, konflik yang terjadi di kabupaten Poso tahun
1998. Kerusuhan Poso meletus pada tanggal 25 Desember 1998 bertepatan
dengan hari Natal. Tiga pemuda Kristen (satu di antaranya bernama Roy)
mendatangi Akhmad Ridwan (muslim, 21 tahun) yang sedang tidur di
mesjid Darussalam Sayo. Diduga ketiga pemuda Kristen ini sedang
mabuk. Tiba-tiba ketiga pemuda Kristen itu membacok Ridwan. Ridwan
melawan dan berteriak meminta tolong. Warga muslim sekitar mesjid
yang sedang makan sahur berlarian ke luar rumah mengejar ketiga pemuda
Kristen pelaku pembacokan itu. Peristiwa inilah yang memicu pecahnya
konflik Muslim-Kristen di Poso. Selain pembakaran dan pembunuhan,
Konflik Poso juga diwarnai oleh pelecehan seksual dan pelecehan terhadap
martabat kemanusiaan (martabat wanita). Konflik Poso juga telah
mengakibatkan terjadinya pengungsian secara besar-besaran dari
penduduk setempat. Mereka berhamburan ke daerah-daerah yang dirasa
aman untuk menyelamatkan diri.7
Pada akhirnya konflik yang terjadi di Poso saat muncul ke
permukaan lebih terlihat mengandung isu SARA (suku, agama, ras dan
antar golongan). Menurut Ketua Umum Forum Silaturahmi dan
Perjuangan Umat Islam (FSPUI) Poso, H. Muh. Adnan Arsal, konflik
tersebut terus terjadi dan bertujuan kembali mengadu domba antarumat
beragama di Poso. Akan tetapi, bila diperhatikan secara jeli, ketegangan di
Poso pada awalnya lebih didasarkan pada kesenjangan politik
7 Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 86-87
4
pemerintahan yang dipicu oleh pergeseran tampuk pemerintahan
daerah/lokal dan kesenjangan sosial ekonomi.8
Sebagian kalangan berpendapat bahwa perbedaan konsep
keagamaanlah yang menjadi sumber konflik dan ketiadaan rasa aman
antarumat beragama. Akan tetapi, beberapa hal menunjukkan bahwa
ketidakamanan antarumat beragama terjadi justru berkaitan erat dengan
faktor-faktor yang berada di luar lingkup agama9, meskipun sedikit banyak
agama memberikan pertimbangan tersendiri bagi penganutnya. Padahal
jika saja baju agama tersebut dikesampingkan dan lebih mengedepankan
sisi humanisme mungkin konflik yang terjadi bisa diselesaikan dengan
cara damai. Maka bukan lagi waktunya untuk terus mengklaim agama
mana yang benar dan agama mana yang salah. Namun sudah waktunya
berpikir lebih daripada itu, yakni mengenai bagaimana cara membangun
perdamaian antarumat beragama di Indonesia.
Dalam konteks adanya konflik atau ketegangan, perempuan
sebagai bagian dalam masyarakat dan fenomena sosial tidak luput dan
cenderung berada dalam posisi yang rentan. Seperti yang dikatakan oleh
feminis sosialis kontemporer, Julliet Mitchel, status dan fungsi perempuan
ditentukan secara jamak oleh perannya pada produksi, reproduksi, serta
seksualitas. Dalam hal ini, ideologi patriarkal telah menyebabkan
8
Wa Ode Zainab Z.T, „Konflik Poso’, diakses pada 24 Februari 2016 dari
http://www.academia.edu/7099104/Konflik_Poso 9Bahtiar Effendy, Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan, (Yogyakarta: Galang
Press, 2001), h. 24
5
subordinasi perempuan oleh laki-laki. Posisi perempuan sebagai korban
yang rentan dalam konflik juga tidak lepas dari ketidaksetaraan yang
disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin. Subordinasi perempuan dan
posisi perempuan sebagai korban konflik, karena jenis kelamin dan
fisiknya, serta kontruksi sosial yang menempatkan dominasi laki-laki
terhadap perempuan, membuat perempuan menjadi pihak yang paling
rentan menjadi korban dalam konflik. Misalnya lewat perkosaan baik yang
dilakukan secara individu maupun masal.10
Konflik yang terjadi seringkali memicu terjadinya kekerasan. Akan
tetapi yang menjadi pokok permasalahannya adalah ketika hal itu terjadi,
kekerasan justru lebih banyak terjadi pada perempuan. Kekerasan terhadap
perempuan mencapai lebih dari 216 ribu11
kasus sepanjang tahun 2012.
Sementara itu, data Komnas Perempuan pada 2014 menunjukkan jumlah
kekerasan terhadap perempuan sebanyak 293 ribu lebih. Hasil tersebut
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya
berjumlah sekitar 279 ribu kasus.12
Raimundo Panikkar menggambarkan bahwa perdamaian ini ibarat
suatu atau beberapa simbol positif untuk mengikat cita-cita kehidupan
manusia, sehingga semua manusia harus selalu dan terus berpikir tentang
10
Ani Soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender & Hubungan International Sebuah
Pengantar, (Yogyakarta: Jalasutra anggota IKAPI, 2013), h. 41-43 11
http://www.voaindonesia.com/content/kekerasan-seksual-terhadap-perempuan-di-indonesia-meningkat/2782786.html diakses pada Kamis, 8 Oktober 2015 okl. 11.08 WIB
12http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/07/063647808/indonesia-darurat-
kekerasan-terhadap-perempuan diakses pada Kamis, 8 Oktober 2015.
6
perdamaian tersebut.13
Namun berpikir saja tentu tidak cukup, harus ada
tindakan nyata yang dilakukan baik oleh individu maupun lembaga. Salah
satu yang menajdi faktor penting dalam membangun perdamaian adalah
dengan komunikasi. Komunikasi yang baik dapat membuat hubungan
antar individu atau kelompok juga baik. Kuncinya adalah dengan
mengedepankan empati daripada keegoisan.
Dalam kasus Poso beberapa tahun lalu, inisiasi pembangunan
perdamaian juga dilakukan oleh perempuan. Sebagaimana dituliskan oleh
Dwi Rubby Khalifah, Country Representative AMAN Indonesia
menyebutkan bahwa perempuan desa Tangkura di Poso pada pertengahan
kurun waktu 2002 telah menginisiasi perdamaian. Tangkura adalah salah
satu desa di kabupaten Poso yang cukup kuat. Seperti daerah yang lainnya,
keluarga muslim dan kristen di desa tangkura juga mengungsi di
pegunungan terdekat dari desa mereka. Selama mengungsi kebanyakan
mereka mengkonsumsi ketela pohon, satu-satunya sumber makanan yang
tersedia di pegunungan. Menipisnya stok makanan di pengungsian,
memaksa perempuaan untuk mengambil inisiatif “turun gunung” dan
kembali ke desa dan mengumpulkan makanan yang ada dan dibawa ke
tempat pengungsian. Setelah melihat kondisi dirasa relatif aman, mereka
akhirnya memulai untuk menjual hasil kebun mereka berupa sayur-
sayuran, buah-buahan dan ikan dari pintu ke pintu di desa tetangga. Proses
komunikasi dari pintu ke pintu di mulai untuk saling bertukar informasi
13
Mohammad Abdus Sobur, “Visi Perdamian Generasi Muda”, dalam Amana Magazine
Vol.2 Iss.1 Indonesia, (2008), h. 3
7
keberadaan saudara masing-masing baik dari keluarga Kristen maupun
Muslim. Banyak keluarga mendapatkan manfaat dari pertukaran informasi
yang dimotori oleh perempuan karena dirasa lebih jujur dan apa adanya
menggunakan bahasa perempuan “selamatkan kehidupan”. Kepala desa
Tangkura memonumenkan tempat pertukaran informasi ini sebagai pasar
rekonsiliasi untuk mengenang gerakan rakyat untuk perdamaian.14
Komunikasi dalam prosesnya bisa saja menyebabkan permusuhan
namun juga dapat digunakan dalam proses bina-damai. Komunikasi
tersebut menurut Marshall Rosenberg disebut sebagai nonviolent
communication (Komunikasi Nirkekerasan). Tujuan daripada komunikasi
nirkekerasan adalah untuk membuat hubungan manusia yang
memberdayakan kasih, memberi dan menerima dan membuat struktur
pemerintahan/kehidupan dan korporasi yang mendukung penuh kasih
memberi dan menerima.15
Komunikasi nirkekerasan dapat dilihat baik
sebagai praktek spiritual yang membantu kita melihat kemanusiaan kita,
menggunakan kekuatan kita dengan cara yang menghormati kebutuhan
semua orang, dan keterampilan konkret yang membantu kita menciptakan
kehidupan melayani keluarga dan masyarakat. Komunikasi nirkekerasan
adalah komunikasi untuk menciptakan perdamaian satu sama lain.16
14
Dwi Ruby Khalifah, “Gerakan Perdamaian Perempuan?”, diakses pada 26 Februari
2016 dari diakses pada 26 Februari 2016 dari
http://amanindonesia.org/discourse/2010/12/01/gerakan-perdamaian-perempuan[ask].html 15
Lini Zurlia, “Dialog Antaragama dan Peran Perempuan; Analisis Semiotika Pesan Film
Where Do We Go Now?,” (Skripsi SI Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 2 16
Lini Zurlia, “Dialog Antaragama Dan Peran Perempuan,” h. 2
8
Maka dalam menyebar arti pentingnya membangun perdamaian,
The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia hadir di tengah-
tengah masyarakat. AMAN Indonesia adalah lembaga yang bekerja untuk
pembangunan perdamaian melalui peningkatan kapasitas dan partisipasi
perempuan. Lembaga ini berdiri sejak tanggal 1 Maret 200717
dan hingga
saat ini masih menampakkan eksistensinya.
AMAN Indonesia sebagai fasilitator Sekolah Perempuan (SP) yang
dibangun di Poso.18
Sekolah Perempuan (SP) yang diinisiasi oleh AMAN
Indonesia merupakan sebuah media bagi perempuan untuk berpartisipasi
aktif dalam proses pembangunan perdamaian. Melalui media Sekolah
Perempuan dan fokus pada pendidikan perempuan, perempuan memiliki
ruang mengekspresikan hasrat belajarnya sekaligus memiliki kesempatan
belajar dari pengalaman sesama secara terencana. Melalui pendidikan pula
perempuan akan lebih percaya diri menyampaikan pengetahuannya kepada
orang-orang sekitar dan masyarakat luas. Sirkulasi pengetahuan
pembangunan perdamaian inilah yang diharapkan mampu mempengaruhi
tindakan sehari-hari masyarakat.19
Sekolah Perempuan merupakan wadah
belajar yang menggunakan kurikulum berbasis budaya perdamaian dan ke-
17 http://amanindonesia.org/profile.html diakses pada Kamis, 8 Oktober 2015. 18
Mukhlison S. Widodo dan Rach Alida Bahaweres, “Lian Gogali: Ruang Bicara
Perempuan Poso”, diakses pada 26 Februari 2016 dari http://www.gatra.com/fokus-berita/22876-
lian-gogali-ruang-bicara-perempuan-poso.html 19
Tentang Sekolah Perempuan,diakses pada 26 Februari 2016 dari
http://amanindonesia.org/sekolah-perempuan/2010/12/20/tentang-sekolah-perempuan.html
9
Islaman dengan tingkat kelenturan waktu, tempat dan metode yang mampu
mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta.20
Berdasarkan hal di atas, AMAN Indonesia mempunyai tugas dalam
bidang garapannya sebagai lembaga yang bergerak dalam pembangunan
perdamaian melalui kapasitas dan partisipasi perempuan di Indonesia.
Selanjutnya penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
AMAN Indonesia mengenai komunikasi yang digunakan AMAN
Indonesia dalam membangun perdamaian antarumat beragama di
kabupaten Poso. Maka, skripsi ini memiliki judul: “Komunikasi The
Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dalam Membangun
Perdamaian di Poso”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah hanya
pada komunikasi The Asian Muslim Action Network (AMAN)
Indonesia dalam membangun perdamaian di Poso.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka peneliti merumuskan
masalah yang akan diteliti yaitu:
a. Bagaimana proses komunikasi AMAN Indonesia dalam
membangun perdamaian di Poso?
20
Dwi Ruby Khalifah, “Perempuan Mengelola Perdamaian”, diakses pada 25 Februari
2016,dari http://amanindonesia.org/discourse/2010/09/30/perempuan-mengelola-perdamaian.html
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
a. Ingin mengetahui proses komunikasi AMAN Indonesia dalam
membangun perdamaian di Poso.
2. Manfaat Penelitian
Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat dari
segi akademisi dan praktisi, yaitu:
Secara akademisi yaitu: untuk pengembangan ilmu
komunikasi, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan
referensi dan peningkatan wawasan akademis khususnya dalam
komunikasi nirkekerasan.
Secara praktis yaitu: memberikan informasi bagi akademisi dan
masyarakat luas mengenai komunikasi AMAN Indonesia dalam
membangun perdamaian di Poso dimana dalam membangun
perdamaiannya juga melibatkan partisipasi perempuan.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan menggunakan jenis
penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiologis. Penelitian kualitatif
adalah mengemukakan gambaran dan atau pemahaman mengenai
11
mengapa dan bagaimana suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.21
Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif akan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan
terhadap sesuatu yang diamati dan menemukan kebenaran yang dapat
diterima akal sehat.
2. Sifat penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu
memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin
tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.22
Penelitian deskriptif
adalah data yang dikumpulkan merupakan kata-kata, gambar-gambar,
dan bukan merupakan angka-angka (statistik). Data tersebut mugkin
berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape,
catatan atau memo atau teks tertentu, serta dokumen-dokumen resmi
lainnya. 23
3. Metode penelitian
Studi kasus merupakan bagian dari penelitian kualitatif,
dimana data atau hasilnya tidak diperoleh dan disajikan dengan
menggunakan angka-angka atau data statistik, melainkan menghasilkan
dan mengolah data yang deskriptif dengan harapan dapat diperoleh
gambaran secara menyeluruh tentang subyek terhadap keadaan yang
21
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara,
2007), h. 35 22
Ronny kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis
(Jakarta; Penerbit PPM, 2004), h. 25 23
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Jakarta :PT
Indeks Kelompok Granmedia), h. 70
12
dialaminya, oleh karena itu maka diperlukan data yang bersifat khusus
dan individual untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Kasus ini
dapat berupa individu, kelompok kecil, organisasi, komunitas, bahkan
suatu bangsa.24
Studi kasus digunakan karena pendekatannya yang
efektif untuk mengumpulkan data observasi yang luas dan terinci, yang
di dasari atas satu atau beberapa subyek saja. Penelitian dengan studi
kasus dapat menyoroti kejadian- kejadian dan gejala- gejala social
dalam kehidupan seorang responden dalam suatu kelompok untuk
memahami dinamika social dari kelompoknya, serta kemungkinan
untuk membuka aspek-aspek dari kehidupan seseorang yang biasanya
lebih banyak tersembunyi.25
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan April-September 2016 di
kantor AMAN Indonesia yaitu Komplek Rawa Bambo 1 Jl. L No. 3,
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Penulis berkunjung ke kantor AMAN
sebanyak 6 kali karena data yang didapat telah mencukupi.
5. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian di sini adalah The Asian Muslim Action
Network (AMAN) Indonesia dan objek penelitian di sini adalah proses
komunikasi AMAN Indonesia dalam membangun perdamaian di Poso.
24
Kristi E poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia,
(Jakarta:LPSP UI,2001), h. 28 25
J.Vredenbergt. metode dan teknik penelitian masyarakat ( Jakarta ,
PT.Gramedia,1978 )h. 42-43
13
6. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, penulis
menggunakan metode sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data
yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamatan dan penginderaan.26
Maka, dalam penelitian ini
peneliti melakukan observasi atau pengamatan terhadap AMAN
Indonesia dengan datang langsung ke kantor AMAN Indonesia.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.27
Penulis mewawancarai dan bertanya langsung kepada informan
untuk mendapatkan informasi yang tepat, wawancara ini
ditujukan kepada Gufron selaku Program Manager AMAN
Indonesia, Siti Hanifah selaku Koordinator Divisi Pendampingan
AMAN Indonesia, dan Roswin Wuri selaku sekretaris Pengurus
Persekutuan Perempuan Sinode GKST (Gereja Kristen Sulawesi
Tengah) sebagai perwakilan dari Poso.
26
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2009), h. 115 27
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
h. 186
14
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang
diteliti tidak hanya dokumen resmi.28
Teknik dokumentasi
sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk
meramalkan.29
Untuk melengkapi data yang sudah diperoleh
melalui wawancara, peneliti juga menggunakan metode
dokumentasi untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan
dengan penelitian. Data-data tersebut dapat berasal dari artikel,
media elektronik dan lain sebagainya.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini lebih bersifat dekriptif
kualitatif, yaitu setelah data diklasifikasikan sesuai aspek data yang
terkumpul lalu diinterpretasikan secara logis. Dengan demikian akan
tergambar sejauh mana komunikasi nirkekerasan diterapkan dalam
membangun perdamaian melalui partisipasi perempuan di kabupaten
Poso yang dilakukan AMAN Indonesia dengan melihat data-data
yang diperoleh penulis melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi. Setelah itu dianalisis dan kemudian disusun dalam
laporan penelitian ini.
28
Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.
70 29
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
h. 217
15
8. Teknik Penulisan Skripsi
Dalam teknik penulisan proposal ini penulis menggunakan
buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang disusun oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh CEQDA 2007. Selain itu
penulis juga menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan
Metode Penelitian.
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa skripsi atau penelitian Mahasiswa Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
yang bahasannya hampir sama dengan yang penulis bahas, yaitu:
1. A. Maulidal Mukarrom, Mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010. “Implementasi
Perencanaan Strategis Pada Lembaga Swadaya Masyarakat Asian
Muslim Action Network (AMAN) Indonesia.”30
Skripsi beliau
memiliki fokus kajian terhadap proses perencanaan strategis
AMAN Indonesia dalam membuat program dan menentukkan job
description pengurus maupun staff AMAN Indonesia. Identifikasi
masalah dan isu-isu yang berkembang dijadikan prioritas dalam
merencanakan dan mengambil keputusan untuk masa depan yang
sesuai dengan Visi dan Misi AMAN Indonesia. Sementara itu,
skripsi penulis lebih fokus kepada model komunikasi AMAN
30
A. Maulidal Mukarrom,“Implementasi Perencanaan Strategis Pada Lembaga Swadaya
Masyarakat Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia.” (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2010), h. 1
16
Indonesia dalam membangun perdamaian melalui partisipasi
perempuan.
2. Lini Zurlia, Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. “Dialog Antaragama dan
Peran Perempuan; Analisis Semiotika Pesan Film Where Do We
Go Now?.”31
Dalam skripsi ini Lini Zurlia mengemukakan bahwa
yang ingin disampaikan dalam film tersebut adalah untuk selalu
percaya kepada Allah, saling tolong menolong dan menyelesaikan
konflik dengan jalan damai. Sementara peran perempuan dalam
penyelesaian konflik dalam film tersebut cukup signifikan.
Komunikasi yang digunakan perempuan dalam bina damai pun
adalah komunikasi nirkekerasan. Skripsi tersebut jelas berbeda
dengan penelitian penulis baik dari subjek maupun objeknya.
Subjek dalam skripsi tersebut adalah film dan objeknya adalah
simbol-simbol dan dialog yang ada dalam film tersebut. Sementara
penulis subjeknya adalah sebuah lembaga yaitu AMAN Indonesia.
Hanya saja dalam skripsi tersebut maupun skripsi penulis sama-
sama menggunakan teori komunikasi nirkekerasan Marshall
Rosenberg.
3. Putri Hadiyati Rizkiyah, Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. “Resolusi
Konflik antara Betawi dan Madura di Pedaengan Jakarta Timur:
31
Lini Zurlia,“Dialog Antaragama dan Peran Perempuan; Analisis Semiotika Pesan
Film Where Do We Go Now?.”, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 1
17
Perspektif Komunikasi Antarbudaya.”32
Dalam skripsi ini Putri
menyebutkan bahwa resolusi konflik antara masyarakat Betawi dan
Madura di Pedaengan Jakarta Timur diselesaikan dengan dialog
dan mengikursertakan perwakilan dari tokoh Betawi dan Madura.
Skripsi tersebut jelas berbeda dengan penelitian penulis. Dalam
penelitian tersebut komunikasi yang digunakan adalah komunikasi
antarbudaya sementara skripsi penulis menggunakan komunikasi
nirkekerasan.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan menjadi
lima bab yang meliputi:
BAB I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan
argumentasi mengenai studi ini. Dalam bab ini penulis
menguraikan latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II berisi tentang tinjauan teoritis mengenai konseptualisasi
komunikasi nirkekerasan, konseptualisasi perdamaian
meliputi makna perdamaian, perdamaian menurut islam,
dan partipasi perempuan dalam membangun perdamaian.
32
Putri Hadiyati Rizkiyah, “Resolusi Konflik antara Betawi dan Madura di Pedaengan
Jakarta Timur: Perspektif Komunikasi Antarbudaya.”, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h.
1
18
BAB III membahas sekilas tentang gambaran umum AMAN
Indonesia, meliputi sejarah berdirinya lembaga AMAN
Indonesia, visi dan misi, pendekatan-pendekatan dalam
membangun perdamaian oleh AMAN Indonesia, konsep
besar aktivitas AMAN Indonesia dan struktur badan
pengurus AMAN Indonesia.
BAB IV dalam bab ini menjelaskan tentang hasil temuan dan analisis
terkait bagaimana komunikasi AMAN Indonesia dalam
membangun perdamaian di Poso.
BAB V Penutup. Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan
dari penulisan skripsi, serta saran-saran yang dianggap perlu.
19
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Komunikasi Nirkekerasan Marshall Rosenberg
1. Definisi dan Tujuan Komunikasi Nirkekerasan Marshall
Rosenberg
Nonviolent Communication (NVC) merupakan evolutionary
imperative of human communication yang diperkenalkan oleh
Marshall Rosenberg. Marshall Rosenberg lahir 6 Oktober 1934 di
Canfon, Ohio/Amerika Serikat. Rosenberg dikenal sebagai salah
seorang ahli psikologi ternama di Amerika yang merintis Nonviolent
Communication, yakni komunikasi yang berfungsi membantu para
pihak membangun resolusi konflik bagi terciptanya perdamaian.1
Pada November 2004, Rosenberg memberikan kuliah umum di
Lausanne/Switzerland. Pada saat itu mengemukakan definisi
komunikasi nirkekerasan sebagai berikut; nonviolent communication
(komunikasi nirkekerasan) merupakan keterampilan berkomunikasi
yang ditampilkan dalam cara membahasakan maksud, pikiran,
perasaan yang dapat mempengaruhi orang lain.2 Komunikasi
nirkekerasan adalah salah satu cara untuk membimbing kita agar bisa
1Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011), cet.ke-1,
h. 978 2 Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011), cet.ke-1,
h. 979
20
berkomunikasi dengan hati.3 Komunikasi nirkekerasan mulai
berkembang pada awal tahun 1960 dengan kerangka teori.
Ada dua inti ajaran berkomunikasi tanpa kekerasan/NVC atau
yang sering “berkomunikasi dengan kasih”, bahwa:
a. Pada hakikatnya, semua manusia ketika berusaha untuk
memenuhi kebutuhannya selalu ramah dan tidak saling
menyakitkan. Hal ini sesuai dengan dalil NVC bahwa
konflik antara individu atau kelompok merupakan akibat
dari miskomunikasi antarmanusia.
b. Betapa sering dalam berkomunikasi untuk memenuhi
kebutuhan itu manusia menggunakan bahasa pemaksaan
atau manipulatif sehingga membuat orang lain merasa
takut, bersalah, malu, hingga sampai kepada taraf
mengancam untuk memberikan hukuman atau menjanjikan
hadiah.4 Terkadang tanpa disadari dalam komunikasi
sehari-hari banyak menggunakan komunikasi kekerasan
baik dengan keluarga, tetangga, maupun orang lain.
Kekerasan adalah perilaku emosional, baik ucapan maupun
tindakan yang mendominasi dan mengurangi sisi
kemanusiaan. Bentuk kekerasan dapat berupa fisik
(pemukulan, menampar dan lain-lain), verbal (mencaci
3Marshall B. Rosenberg, Nonviolent Communication (A Language of Life), (USA:
PuddleDancer Press, 2013), h. 3 4 Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011), cet.ke-1,
h. 983
21
maki dan lain-lain), dan psikis (mengintimidasi dan lain-
lain).5
Salah satu tujuan komunikasi nirkekerasan adalah untuk
menciptakan situasi dimana dengan berkomunikasi tanpa kekerasan,
maka semua kebutuhan sesama dapat terpenuhi. Alasannya adalah
dari situasi kebatinan saling pengertian dan kasih sayang, maka akan
timbul strategi baru komunikasi yang membuat pihak-pihak yang
berkomunikasi dapat memenuhi kebutuhan masing-masing. Maka,
benar sebagaimana dikatakan Marshall B. Rosenberg bahwa bahasa,
pikiran, dan keterampilan berkomunikasi merupakan cara terbaik
untuk mempengaruhi orang lain.6
Sementara itu, ada beberapa hal yang menjadi fokus komunikasi
nirkekerasan dan tertuju pada tiga nilai, yaitu:
a. Self-emphaty yakni berempati pada diri sendiri yang dapat
menghasilkan energi untuk membangun empati kepada
orang lain.
b. Honest self-expression, pernyataan diri secara jujur, jadi
jujur terhadap diri sendiri sebelum jujur kepada orang lain.
c. Emphaty for others, berempati kepada orang lain karena
sebelumnya telah berempati terhadap diri sendiri.7
5Tim AMAN Indonesia, Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian
2014-2017, (Jakarta: AMAN Indonesia, 2015), h. 122-123 6Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011), cet.ke-1,
h. 983 7 Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, h. 979-980
22
2. Proses Komunikasi Nirkekerasan
Model dasar komunikasi nirkekerasan (nonviolent
communication) dikembangkan sebagai keterampilan melalui empat
komponen dan sekaligus menjadi tahapan proses komunikasi
nirkekerasan. Keempat komponen tersebut yaitu8:
a. Observe (mengamati): mengamati tanpa evaluasi, penilaian,
atau analisis.9 Kita mengamati apa yang benar-benar terjadi
dalam suatu situasi. Kiatnya adalah mampu
mengartikulasikan pengamatan itu tanpa memasukkan
penilaian atau evaluasi apapun. Dalam Modul Sekolah
Perempuan untuk Perdamaian disebutkan bahwa observasi
adalah pengamatan atas suatu kondisi bukan penilaian
terhadap sesuatu tersebut.10
b. Feelings (perasaan): bagaimana menyatakan apa yang kita
rasa, saat kita mengamati suatu tindakan. Hal ini berkaitan
dengan bagaimana perasaan atau emosional positif dan
negatif yang ada dalam diri kita.11
c. Needs (kebutuhan): bagaimana mengungkapkan kebutuhan
yang berhubungan dengan perasaan. Kita mengatakan apa
8Marshall B. Rosenberg, Ph. D, Nonviolent Communication a Language of Life
Komunikasi Nirkekerasan Bahasa Kehidupan, Penerjemah: Alfons Taryadi, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2010), h. 8-9 9Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011), cet.ke-1,
h. 980-981 10
Tim AMAN Indonesia, Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian
2014-2017, (Jakarta: AMAN Indonesia, 2015), h. 121 11
Tim AMAN Indonesia, Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian
2014-2017, h. 121
23
kebutuhan kita yang terhubungkan dengan perasaan-
perasaan yang telah kita identifikasikan. Dalam hal ini juga
turut mampu untuk membedakan mana kebutuhan dan mana
keinginan. Dalam segala hal kebutuhan seharusnya
mendapatkan prioritas daripada keinginan.12
d. Request (permintaan): bagaimana meminta bantuan dari
orang lain untuk memenuhi kebutuhan kita, atau membuat
orang lain merasakan hidup yang sejahtera. Tahapan ini juga
mengurusi apa yang kita inginkan dari orang lain yang akan
memperkaya hidup kita. Adalah penting untuk diperhatikan
bahwa orang lain juga harus dibiarkan bebas untuk
menghormati atau menolak permintaan.13
Jadi, komunikasi nirkekerasan adalah mengekspresikan empat
komponen tersebut dengan cara sangat jelas, entah secara verbal atau
dengan cara lain. Bagian lain komunikasi ini terdiri atas menerima
empat komponen tersebut dari orang lain. Kita berhubungan dengan
mereka dengan pertama-tama merasakan apa yang mereka amati,
mereka rasakan, dan mereka inginkan; kemudian kita menemukan apa
12
Tim AMAN Indonesia, Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian
2014-201, h. 121 13
Tim AMAN Indonesia, Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian
2014-2017, (Jakarta: AMAN Indonesia, 2015), h. 122
24
yang akan memperkaya hidup dengan menerima komponen
keempat—permintaan mereka.14
Ketika kita menggunakan proses ini, kita boleh memulai dari
diri sendiri dengan mengungkapkan diri kita atau dengan secara
empatik menerima empat komponen tersebut dari orang lain.
Meskipun kita belajar mendengarkan serta secara verbal
mengekspresikan setiap komponen tersebut, penting untuk mengingat
bahwa komunikasi nirkekerasan bukan suatu set formula tetapi
sesuatu yang menyesuaikan diri pada pelbagai situasi. Sementara itu
ketika merujuk pada komunikasi nirkekerasan sebagai suatu “proses”
dan “bahasa”, adalah mungkin untuk mengalami empat potong proses
itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Esensi dari komunikasi
nirkekerasan ada di dalam kesadaran kita tentang empat komponen
itu, bukan di dalam kata-kata yang dipertukarkan.15
Komunikasi nirkekerasan juga mengasumsikan bahwa kita
semua sama, kebutuhan dasar manusia, dan bahwa setiap tindakan kita
adalah strategi untuk memenuhi satu atau lebih dari kebutuhan ini.
Komunikasi nirkekerasan yang mengedepankan empati dan
mengedepankan kejujuran dengan asumsi dasar tersebut dianggap
mampu untuk mengatasi kemungkinan terjadinya konflik oleh
14
Marshall B. Rosenberg, Ph. D, Nonviolent Communication a Language of Life
Komunikasi Nirkekerasan Bahasa Kehidupan, Penerjemah: Alfons Taryadi (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2010), h. 9 15
Marshall B. Rosenberg, Ph. D, Nonviolent Communication a Language of Life
Komunikasi Nirkekerasan Bahasa Kehidupan, Penerjemah: Alfons Taryadi (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2010), h. 10
25
Marshall Rosenberg. Model komunikasi ini juga dapat diterapkan
dalam membangun upaya-upaya perdamaian. Model komunikasi
inilah yang banyak diterapkan oleh banyak pendamping dalam
menyelesaikan konflik atau bahkan mencegah konflik terjadi.16
B. Konseptualisasi Perdamaian
1. Makna Perdamaian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, damai berarti tidak
ada perang, tidak ada kerusuhan, aman, tentram. Sementara
perdamaian adalah penghentian permusuhan (perselisihan dan
sebagainya).17
Konsep tentang perdamaian merentang antara agama
dan kebudayaan karena dia berkaitan dengan nilai-nilai seperti
keamanan dan keselarasan, martabat dan keadilan. Karena itu, tidaklah
mengherankan apabila setiap sistem agama dan kepercayaan, apakah
yang bersifat sekuler atau religious, bagaimanapun juga mempunyai
ajaran tentang perdamaian baik yang nyata maupun perdamaian akhirat
yang dijanjikan sebagai implementasi tentang ajaran-ajaran.18
Dengan cara demikian maka secara implisit, kita juga dapat
membatasi arti perdamaian untuk mengakomodasi suatu sistem
pemikiran tentang kepercayaan dari agama-agama atau ajaran sosial-
kultural lainnya yang selama ini tersembunyi namun belum terungkap
16
Lini Zurlia, “Dialog Antaragama dan Peran Perempuan; Analisis Semiotika Pesan Film
Where Do We Go Now?,” (Skripsi SI Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 20 17
http://kbbi.web.id/damai diakses pada 27 Januari 2016, pkl. 08.44 WIB 18
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), cet.ke-1, h. 434
26
sama sekali. Kita semua tentunya berharap agar ideal perdamaian
memang harus dicita-citakan oleh masyarakat beragama dan berbudaya
di mana pun dan kapan pun dia berada. Karena itu pula, maka
perdamaian selain harus dijadikan sebagai cita-cita tetapi juga harus
diimplementasikan dalam praktek kehidupan agama dan kultural,
sekurang-kurangnya menjadi semacam prioritas dalam semua kerja
kehidupan dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun juga. Dan
jika perlu, perdamaian ibarat sebagai “doa bersama” dari semua
agama-agama di dunia untuk mengimplementasikan ajaran agama
ini.19
Meskipun tidak ada definisi tunggal tentang kata “damai”,
tetapi beberapa tokoh (scholars) mendefinisikan kata damai sebagai
berikut:
1. Menurut Reardon (1988) bahwa damai adalah ketiadaan
kekerasan dalam berbagai bentuk, apakah itu bentuk fisik,
sosial, psikologis, dan struktural.20
2. Menurut Galtung, damai memiliki dua wajah. Pertama, damai
yang negatif adalah ketidakadaan perang atau konflik
langsung. Damai negatif membutuhkan kontrol kekerasan yang
dilakukan oleh pemerintah melalui pengamanan dan
19
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, h. 434 20
Riri Khariroh, Fokus Edisi 35: “Merajut Yang Terkoyak: Seputar Perempuan dan
Pembangunan Perdamaian (Peacebuilding)”, diakses pada 18 Januari 2016 pkl. 14.00 WIB dari
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=778:fokus-edisi-35--
merajut-yang-terkoyak-seputar-perempuan-dan-pembangunan-perdamaian-
peacebuilding&catid=32:fokus-suara-rahima&Itemid=47
27
perlindungan. Strateginya adalah melalui pemisahan, sehingga
pihak-pihak yang berkonflik tidak bertemu satu dengan lain.
Model ini dapat dilakukan dalam situasi konflik baru terjadi,
tetapi untuk jangka waktu lama sebaiknya tidak dilakukan.
Kedua, damai yang positif. Suasana dimana terdapat
kesejahteraan, kebebasan, dan keadilan. Sebabnya, damai
hanya dapat terjadi jika terdapat kesejahteraan, kebebasan, dan
keadilan di dalam masyarakat. Tanpa itu tidak akan pernah
terjadi kedamaian yang sesungguhnya di dalam masyarakat.21
2. Lima Paradigma Perdamaian
Ada beberapa paradigma dalam perdamaian sebagaimana
ditulis oleh Alo Liliweri dalam bukunya Komunikasi: Serba Ada Serba
Makna sebagai berikut22
:
1. Perdamaian melalui Tekanan Kekuasaan
Paradigma ini merupakan suatu kerangka tradisional
yang dominan dalam interaksi sosial manusia pada semua level
kehidupan. Paradigma ini bersumber dari karya-karya klasik
Thucydides Hostory of the Pelonnesian War hingga ke
pemikiran-pemikiran teori politik dari Machiavelli, Hobbes, dan
Hans Morgenthau, yang sebagian besarnya berisi sikap manusia
dalam kompetisi politik international. Para pendukung
paradigma political realism ini berpendapat bahwa tidak ada
21
Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), cet. Ke-2, h. 131-132 22
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, h. 448-453
28
nilai-nilai universal yang dapat dipegang oleh semua actor
dalam sistem international. Juga, tidak ada pemerintahan di
dunia atau “kekuatan yang lebih tinggi” dari suatu bangsa dan
Negara mana pun yang menyatakan bahwa dialah yang paling
berkuasa dan berhak menyelesaikan atau mendorong
perdamaian di dunia, meskipun hanya sekedar mencegah situasi
politik anarkis yang tidak terduga atau sekedar menghindari
ancaman kekerasan. Pendukung paradigma ini selalu
mengatakan bahwa kekerasan yang muncul pasti bersumber dari
daya saing manusia, karena ketamakan namun perdamaian juga
dijamin melalui pengenaan ketertiban yang kuat oleh pelbagai
sistem pengaturan bersama.
2. Tatanan Dunia, Perdamaian melalui Kekuasaan Hukum
Paradigma “kekuasaan hukum sebagai penata dunia”
memandang bahwa semua “perintah” dalam bentuk apa pun
diciptakan oleh praktik-praktik kekuasaan politik sebagai bentuk
gangguan. Oleh karena itu, maka peru ada kerja sama
berkelanjutan antara Negara-negara dan aktor-aktor penting lain
seperti aktivitas lembaga non-pemerintah, organisasi, dan
organisasi antar-pemerintah bagi menerjemahkan hukum secara
benar ke arah tercapainya perdamaian. Kerja sama ini
dimungkinkan karena sifat manusia mengandung dua potensi
yaitu, egoisme dan altruisme, dan hal ini hanya dibatasi oleh
29
kerja sama untuk mengelola tata ke pemerintahan yang baik
yang tidak mendorong Negara yang rakyatnya menjadi sangat
egois atau altruisme.
3. Resolusi Konflik, Perdamaian melalui Komunikasi
Paradigma ketiga, resolusi konflik, menawarkan
pendekatan yang sangat pragmatis terhadap perdamaian melalui
pengembangan dan perbaikan keterampilan untuk menganalisis
konflik dan menanggapinya dengan strategi efektif komunikasi
dan negosiasi. Paradigma ini menganjurkan kepada para praktisi
resolusi konflik agar lebih berfokus pada proses-proses interaksi
individu-individu dan kelompok sebagaimana hubungan yang
menjadi ciri khas mereka.
4. Perdamaian, Antara Yang Nonviolence dan Seni Berkuasa
Menurut paradigma antikekerasan, kekuasaan yang asli
itu berasal dari kemauan dan solidaritas manusia, bukan dari
kekerasan yang merusak masyarakat dengan menabur benih-
benih kehancuran sendiri. Tindakan anti-kekerasan menawarkan
suatu pendekatan untuk perdamaian yang telah digunakan tidak
hanya untuk melawan bentuk diskriminasi sosial dan represi
politik, tetapi juga untuk melawan imperialisme asing dalam
bentuk apapun.
30
5. Transformasi Perdamaian melalui Kekuatan Cinta
Pendekatan ini memandang bahwa transformasi
perdamaian tidak hanya merupakan upaya untuk mengakhiri
sengketa dan perang, menghapus kekerasan structural atau
menetapkan adanya kondisi tertentu yang menyenangkan dua
pihak dari tekanan eksternal. Yang lebih penting adalah harus
ada proses internal yang mendalam bagai perdamaian, dimana
harus ada transformasi dari individu sebagai sebuah metafora
dan instrumen untuk melakukan perubahan yang lebih luas.
3. Konsep Perdamaian dalam Islam
Konsep tentang perdamaian dalam Islam sebenarnya sudah
tercermin dalam namanya. Kata “Islam” berasal dari kata aslama,
yuslimu, islaman yang berarti tunduk, patuh, berserah dir, dan
damai. Dalam pengertian seperti ini, alam semesta berislam
(tunduk, patuh, dan berserah diri) kepada Allah, Sang Maha
Pencipta. Juga, dalam pengertian seperti ini, totalitas diri manusia
dengan segala anggota badan dan kompleksitas jaringan syaraf
yang ada dalam tubuhnya berislam (tunduk dan patuh) kepada-
Nya, tunduk dan patuh kepada hukum-hukum-Nya sehingga
semuanya bekerja dalam sistem hukum-hukum-Nya yang berjalan
dengan amat rapi, harmonis, dan sinergis.23
23
Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama Konflik, Rekonsiliasi, dan
Harmoni, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 2
31
Sebagai agama, Islam adalah tatanan ajaran akidah, ibadah
dan akhlak yang diberikan oleh Allah kepada nabi Muhammad
untuk disampaikan kepada manusia kepada manusia sebagai
bimbingan, pedoman dan petunjuk agar manusia dapat menjalani
hidupnya di dunia ini sesuai kehendak-Nya dalam rangka mencapai
keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karakteristik,
watak dasar, visi dan misi Islam adalah totalitas ajaran
komprehensif-integralistik tentang perlunya bagi umat muslim
untuk selalu menyebarkan keselamatan, menciptakan kedamaian,
dan menegakkan perdamaian dalam aspek hidup dan kehidupan
manusia di dunia ini. Islam, sebagai agama yang memuat
seperangkat tatanan ajran dan sistem norma ilahi, diturunkan oleh
Allah untuk membawa misi yang mulia dengan tujuan utama
untuk mewujudkan salam (keselamatan), kedamaian dan
perdamaian di antara para manusia. Hal ini ditegaskan oleh Allah
ketika mengutus Nabi Muhammad untuk membawa dan
mendakwahkan agama Islam:
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS: Al-Anbiya: 107)24
24
Al-quran dan terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI), h. 331
32
Demikian secara jelas dan gambling penegasan dan jaminan
Tuhan dalam Al-Qur’an. Kedatangan Muhammad sebagai rasul
yang membawa agama Islam merupakan ramat bagi manusia,
bahkan bagi makhluk seluruh alam. Islam identik dengan rahmah
kesejukan, rahmat keselamatan, rahmat kedamaian, dan rahmat
perdamaian. Islam menyuruh pengikutnya untuk mengucapkan
salam perdamaian (assalamu’alaikum warahmatullahi wa
barkatuh, semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah selalu
tercurah kepada Anda) ketika berjumpa dan mengucapkan salam
usai melaksanakan shalat seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Itu
merupakan simbol dan ajaran bahwa Islam dan orang-orang Islam
harus selalu menyemai dan menabur kedamaian, perdamaian, dan
keselamatan. 25
Pada prinsipnya, Islam adalah agama yang mengajarkan
kepada para pemeluknya di mana saja dan kapan saja untuk
melaksanakan toleransi, harmoni, dan perdamaian. Dengan kata
lain, Islam sangat menekankan perlunya ditegakkan kerukunan,
toleransi, harmoni dan perdamaian baik kepada sesame muslim
maupun kepada non-muslim.26
Di dalam Islam gagasan tentang
perdamaian merupakan pemikiran yang sangat mendasar dan
mendalam karena berkait erat dengan watak agama Islam, bahkan
25
Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama Konflik, Rekonsiliasi, dan
Harmoni, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 3 26
Faisal Ismail, Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama Konflik, Rekonsiliasi, dan
Harmoni, h. 2-3
33
merupakan pemikiran universal Islam mengenai alam, kehidupan
dan manusia. Semua tatanan Islam bertitik tolak dari pemikiran
tersebut. Semua pengarahan dan penetapan hukum islam bertemu
di dalam pemikiran itu, dan semua ketentuan syari’at serta syiar-
nya pun terpadu dengan pemikiran tersebut.27
C. Partisipasi Perempuan dalam Membangun Perdamaian
Proses perdamaian yang menghasilkan perdamaian positif hampir
selalu tak lepas dari sentuhan perempuan.28
Di dalam situasi konflik dan
upaya pembangunan perdamaian, kelompok perempuan memegang
peranan yang penting. Jaringan kelompok perempuan sangat kuat dalam
membuat sistem pengamanan untuk perempuan dan anak-anak serta
memberdayakan perempuan untuk menghadapi konflik maupun
membangun kembali kehidupan yang telah hancur. Sebagai contoh,
dalam kasus Poso beberapa tahun lalu, inisiasi pembangunan perdamaian
justru dilakukan oleh perempuan. Sebagaimana dituliskan oleh Dwi Rubby
Khalifah, Country Representative AMAN Indonesia menyebutkan bahwa
perempuan desa Tangkura di Poso pada pertengahan kurun waktu 2002
telah menginisiasi perdamaian. Tangkura adalah salah satu desa di
kabupaten Poso yang cukup kuat. Seperti daerah yang lainnya, keluarga
muslim dan kristen di desa tangkura juga mengungsi di pegunungan
terdekat dari desa mereka. Selama mengungsi kebanyakan mereka
27
Sayyid Qutub, Islam Dan Perdamaian Dunia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, Kotak Pos,
1987), cet.ke-1, h. 7 28
Nur imroatus S., “Jalan Damai Perempuan Berland-Palmeriam”, (Jakarta: The Asian
Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, 2011), Edisi: II, h. 6
34
mengkonsumsi ketela pohon, satu-satunya sumber makanan yang tersedia
di pegunungan. Menipisnya stok makanan di pengungsian, memaksa
perempuaan untuk mengambil inisiatif “turun gunung” dan embai ke desa
dan mengumpulkan makanan yang ada dan dibawa ke tempat pengunsian.
Setelah melihat kondisi dirasa relatif aman, mereka akhirnya memulai
untuk menjual hasil kebun mereka berupa sayur-sayuran, buah-buahan dan
ikan dari pintu ke pintu di desa tetangga. Proses komunikai dari pintu ke
pintu dimulai untuk saling bertukar informasi keberadaan saudara masing-
masing baik dari keluarga kristen maupun muslim. Banyak keluarga
mendapatkan manfaat dari pertukaran informasi yang dimotori oleh
perempuan karena dirasa lebih jujur dan apa adanya menggunakan bahasa
perempuan “selamatkan kehidupan”. Kepala desa Tangkura
memonumenkan tempat pertukaran informasi ini sebagai pasar rekonsiliasi
untuk mengenang gerakan rakyat untuk perdamaian.29
Perempuan sebagai pelaku rekonsiliasi atau sebagai peace
negotiator bukanlah hal baru. Kelebihan dan keistimewaan perempuan
dalam proses rekonsiliasi ini sebagian karena di balik kodratnya
perempuan mempunyai sifat-sifat yang menyejukkan seperti penyayang
dan pengasih yang dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pendekatan
terhadap kelompok yang terlibat konflik.30
Perempuan dan perdamaian
29
Dwi Ruby Khalifah, “Gerakan Perdamaian Perempuan?”, diakses pada 26 Februari
2016 dari diakses pada 26 Februari 2016 dari
http://amanindonesia.org/discourse/2010/12/01/gerakan-perdamaian-perempuan[ask].html 30
Riri Khariroh, Fokus Edisi 35: “Merajut Yang Terkoyak: Seputar Perempuan dan
Pembangunan Perdamaian (Peacebuilding)”, diakses pada 25 Januari 2015 pkl. 15.00 WIB
35
dipertemukan dalam sebuah indikator yaitu terwujudnya masyarakat yang
bisa merasakan cinta dan keadilan. Akan tetapi cinta dan keadilan hanya
bisa dilakukan dalam ruang-ruang yang bisa membuat perempuan tidak
takut mengekspresikan potensinya.31
Selain itu, perempuan sebagai pelaku rekonsiliasi juga berperan
aktif dalam mempromosikan apa yang dikenal dengan sebutan “budaya
perdamaian” atau culture of peace. Dalam konteks masyarakat
international, istilah culture of peace telah digemakan sejak tahun 1997.
Resolusi PBB no. 52/13 Tanggal 15 Januari 1998 menjelaskan culture of
peace sebagai berikut: “Budaya perdamaian didasarkan pada prinsip-
prinsip yang sudah ditetapkan dalam piagam PBB, dengan menghormati
hak asasi manusia, demokrasi dan toleransi, pemajuan pembangunan,
pendidikan untuk perdamaian, arus bebas informasi, dan partisipasi luas
perempuan sebagai pendekatan integral untuk mencegah kekerasan dan
konflik, serta berupaya menciptakan kondisi-kondisi bagi perdamaian dan
konsolidasinya.”32
Perdamaian tidak akan terwujud tanpa cinta dan keadilan, seperti
yang dikatakan oleh Helder Camara. Dimensi cinta inilah yang akan
mengatasi ketakutan. Maka yang perlu kita lakukan adalah menciptakan
31
Maskur Hasan & Nur Imroatus S.,”Mengikis Rasa Takut Di Ruang Perempuan”,
(Jakarta: The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, 2010), Edisi: I/022-12.10, h. 2 32
Riri Khariroh, Fokus Edisi 35: “Merajut Yang Terkoyak: Seputar Perempuan dan
Pembangunan Perdamaian (Peacebuilding),
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=778:fokus-edisi-35--
merajut-yang-terkoyak-seputar-perempuan-dan-pembangunan-perdamaian-
peacebuilding&catid=32:fokus-suara-rahima&Itemid=47 diakses pada 25 Januari 2015 pkl. 15.00
WIB
36
sebanyak-banyaknya ruang bagi perempuan untuk mengungkapkan
cinta dan kasih sayangnya. Dalam ruang tersebut kita bisa
mengupayakan keadilan. Bukan sembarang keadilan, tapi keadilan yang
bersumber pada semangat mencintai.33
Beberapa bentuk partisipasi perempuan dalam membangun
perdamaian di Poso yaitu:34
a. Bidang sosial
1) Pertemanan perempuan lintas agama dan budaya kian
terawat melalui Sekolah Perempuan.
2) Aktif melakukan kampanye untuk kerukunan beragama.
b. Politik
1) Beberapa kader dari Sekolah Perempuan menjadi
anggota legislatif, ini diharapkan dapat
memperjuangkan kepentingan-kepentingan perempuan.
2) Anggota-anggota Sekolah Perempuan sudah diikutkan
dalam rapat-rapat desa/kelurahan.35
3) Anggota Sekolah Perempuan juga pernah mewakili
pemerintah untuk ikut dalam lomba-lomba di tingkat
provinsi.36
33
Maskur Hasan & Nur Imroatus S., “Mengikis Rasa Takut Di Ruang Perempuan”,
(Jakarta: The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, 2010), Edisi: I/022-12.10, h. 7 34
Wawancara via email dengan Pendeta Roswin Wuri, Sekretaris Pengurus Persekutuan
Perempuan Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), 29 April 2016 35
Wawancara pribadi dengan Siti Hanifah, Koordinator Divisi Pendampingan AMAN
Indonesia, Jakarta, 5 April 2016
37
c. Ekonomi:
1) Anggota-anggota Sekolah Perempuan mencari dan
memiliki peluang-peluang untuk meningkatkan
ekonomi keluarga dan komunitas dengan cara: belajar
membuat dan mengemas kue, cemilan-cemilan, ikan
Roa dan lain-lain. Ada juga Sekolah Perempuan yang
menekuni Kebun sayur organik.
36 Wawancara pribadi dengan Siti Hanifah, Koordinator Divisi Pendampingan AMAN
Indonesia, Jakarta, 5 April 2016
38
BAB III
GAMBARAN UMUM ORGANISASI
A. Gambaran Umum The Asian Muslim Action Network (AMAN)
Indonesia
1. Sejarah berdirinya The Asian Muslim Action Network (AMAN)
Indonesia
The Asian Muslim Action Network (AMAN) adalah jaringan
Muslim dan non Muslim -baik individu maupun institusi- di Asia.
Didirikan tahun 1990, AMAN bekerja untuk mempromosikan keadilan
dan perdamaian, termasuk pemberdayaan masyarakat, dialog antar umat
beragama, serta advokasi atas hak-hak asasi manusia dan perempuan.
Sebelum AMAN Indonesia didirikan, AMAN International lebih
dulu ada. Lembaga AMAN International ini berdiri tahun 1990 dan
berpusat di Bangkok, Thailand. Berdasarkan kesepakatan beberapa ulama
dan pemikir-pemikir Islam yang ingin memberikan kontribusi lebih
banyak dalam penanganan konflik khususnya di negara-negara Islam,
maka dibentuklah lembaga AMAN International. Lembaga ini lebih fokus
terhadap komunikasi antarumat beragama. Hal tersebut juga disampaikan
oleh Program Manager AMAN Indonesia ketika ditemui penulis di kantor
AMAN Indonesia.
“AMAN International itu di Bangkok pusatnya berdiri tahun 1990,
itu karena beberapa ulama, beberapa pemikir islam ingin turut
berkontribusi dalam penyelesaian konflik di Negara-negara islam,
misalnya bantuan untuk bencana alam dan sebagainya. Lebih fokus
39
pada upaya-upaya untuk membangun komunikasi antarumat
beragama.”1
Meski telah terbentuk AMAN International yang memiliki fokus
terhadap pembangunan perdamaian, namun belum ada negara yang diberi
mandat khusus dalam membangun perdamaian yang memiliki concern
terhadap perempuan. Sehingga pada tahun 2007 AMAN Indonesia
terbentuk sebagai perwakilan AMAN International yang diberi mandat
khusus dalam menjalankan program khusus untuk perempuan. AMAN
Indonesia merupakan lembaga yang bekerja untuk Pembangunan
Perdamaian melalui peningkatan kapasitas dan partisipasi perempuan yang
berdiri pada tanggal 1 Maret 2007.
“AMAN Indonesia itu baru tahun 2007 terbentuk, itu memang
karena tidak ada Negara yang diberi mandat secara khusus untuk
menjalankan program-program ini terkait dengan perempuan.
Karena memang tidak ada, maka tahun 2007 Indonesia diberi
mandat untuk menjalankan program khusus yang juga memang di
bawah AMAN International untuk lebih fokus pada isu
perempuannya.”2
Sejak awal terbentuknya, AMAN Indonesia memiliki fokus isu
dalam bidang peningkatan kapasitas dan partisipasi perempuan dalam
membangun perdamaian. Perempuan yang seringkali dinilai rentan
mengalami permasalahan gender seperti kekerasan, subordinasi,
marjinalisasi dan sebagainya ternyata juga mampu dan memiliki potensi
untuk menjadi agen perdamaian. Hal ini tak lepas dari sifat nurturer
1Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4
April 2016 2Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4
April 2016
40
perempuan seperti mengandung, melahirkan dan menyusui, perempuan
turut dikenal sebagai makhluk yang memiliki sifat penyayang, lemah
lembut dan berbagai sifat yang halus lainnya. Sehingga sifat-sifat yang
ada pada perempuan tersebut, memiliki potensi yang sangat baik dalam
membangun perdamaian. Maka dua fokus isu tersebut tidak bisa
dipisahkan dan memiliki keterkaitan yang sangat dekat.
“Perempuan itu dalam bahasa kita yang melahirkan kehidupan
maka pasti dia itu punya potensi besar untuk menjaga kehidupan itu
sendiri. Karena itu kita percaya bahwa dengan potensi perempuan
kita bisa menjaga perdamaian ini, menciptakan perdamaian. Jadi
korelasinya sangat kuat karena perempuan yang memiliki rahim,
rahim itu kan yang identik dengan cinta kasih. Trus juga identik
dengan nurturing, nurturing itu kan merawat, menjaga cinta kasih.
Potensi-potensi itu kan lengkap ada di perempuan.”3
Perempuan dikatakan sebagai seseorang yang melahirkan
kehidupan karena pada dasarnya perempuanlah yang melahirkan,
merawat dan menjaga anak yang ia lahirkan hingga tumbuh besar.
Kendati begitu, bukan berarti laki-laki tidak turut serta dalam menjaga
dan merawat sang anak namun jiwa keibuan seorang perempuan lebih
kuat dalam menjaga dan merawat sang anak karena perempuan yang
merasakan bagaimana rasanya melahirkan. Program manager AMAN
Indonesia juga turut menjelaskan terkait fokus isu perempuan dan
perdamaian yang diusung AMAN Indonesia,
“Kami percaya bahwa perempuan punya potensi yang luar biasa
untuk membangun perdamaian. Kuncinya adalah membangun skill
3Wawancara pribadi dengan Siti Hanifah, Koordinator Divisi Pendampingan AMAN
Indonesia, Jakarta, 5 April 2016
41
dan membangkitkan kembali potensi yang dimiliki oleh kelompok
perempuan itu sebagai agen perdamaian. Itu alasannya mengapa
perempuan dan perdamaian.”4
AMAN Indonesia merupakan reperesentasi AMAN national
chapter Bangkok yang mewadahi Muslim Indonesia secara individu
maupun lembaga ataupun kelompok yang memiliki komitmen dalam
pemberdayaan masyarakat sipil terutama kelompok perempuan dan
generasi muda Indonesia dalam membangun perdamaian, dialog
antaragama, keadilan hukum, dan mempromosikan gerakan anti
kekerasan.5
Sesuai dengan fokus isu lembaga AMAN Indonesia, yaitu
perempuan dan perdamaian, maka tujuan dari lembaga ini adalah untuk
meningkatkan kapasitas perempuan sebagai peace agent. Ini dikarenakan
selama ini jika dilihat konflik biasanya didominasi laki-laki, perempuan
cenderung netral, bisa dipercaya dan tidak punya kepentingan meski
sebenarnya perempuan memiliki banyak cerita dalam membangun
perdamaian hanya saja tidak terekspos ke publik. Maka AMAN
Indonesia mencoba untuk mengangkat cerita atau proses perdamaian yang
dibangun oleh perempuan ini dengan dibarengi pendidikan yang diberikan
untuk mengembangkan potensi dan skill yang dimiliki perempuan dalam
membangun perdamaian.
4Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4
April 2016 5 http://amanindonesia.org/profile.html diakses pada 05 Januari 2016 pkl. 08.40 WIB
42
2. Visi dan Misi Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia
a. Visi: Terciptanya masyarakat harmoni tanpa kekerasan.
b. Misi: Meningkatkan kapasitas dan partisipasi perempuan dalam
pengambilan kebijakan dengan spirit cinta kasih, saling pengertian
dan tanpa kekerasan.6
3. Nilai-Nilai dalam Asian Muslim Action Network (AMAN)
Indonesia
a. Terpenuhinya Hak Dasar Manusia
Adanya rasa keadilan, perdamaian, keamanan dan harmoni
untuk kesejahteraan sosial yang menyumbang pada ilmu
pengetahuan.
b. Cinta Kasih
Mengedepankan sikap sederhana, memaafkan, hormat,
peduli dan bertanggungjawab
c. Transformasi Nilai
Membumikan semangat religiusitas sebagai pijakan dalam
kehidupan sosial.
d. Penegakan Kebenaran
Usaha dalam bersikap, bertindak dan berucap untuk
memerjuangkan hak-hak korban dengan berlandaskan pada HAM.
6 http://amanindonesia.org/profile.html diakses pada 05 Januari 2016 pkl. 08.40 WIB
43
e. Keberlanjutan
Adanya jaminan pemenuhan kebutuhan hidup dan
kehidupan secara terus menerus.7 “Bagaimana apa yang kita cita-
citakan itu tidak berhenti di situ saja tapi punya keberlanjutan.”
4. Konsep Besar Aktivitas Asian Muslim Action Network (AMAN)
Indonesia
Konsep besar aktivitas Asian Muslim Action Network
(AMAN) Indonesia diterjemahkan dalam bentuk8:
a. Pendidikan
Mengembangkan strategi pendidikan perempuan dan
pembangunan perdamaian untuk memperkaya model dan
inisiatif pembangunan perdamaian. Beberapa aktivitasnya
antara lain berupa:
1. Perumusan desain besar dan kurikulum Sekolah
Perempuan untuk perdamaian.
2. Desain dan pelaksanaan pelatihan tentang
Pembangunan Perdamaian.
3. Pembuatan modul-modul pelatihan.
4. Perencanaan proses peningkatan kapasitas staff.
Seperti misalnya Minggu Pintar dan InHouse
Training.
7http://amanindonesia.org/profile.html diakses pada 05 Januari 2016 pkl. 08.40 WIB
8 http://amanindonesia.org/activity.html diakses pada 05 Januari 2016 pkl. 08.45 WIB
44
Implementasi pendidikan yang dilakukan AMAN
Indonesia dapat terlihat dari adanya Sekolah Perempuan di
beberapa wilayah, misalnya di Jakarta (SP Pondok Bambu dan
SP Cakung Barat), Jawa Barat (SP Pagentongan), Sulawesi
Tengah (SP Sintuwu Raya Malei, SP Mandiri Pamona, SP
Poso).9
b. Pendampingan
Mengupayakan proses fasilitasi masyarakat menuju
kemandirian kapasitas, institusi dan keberlanjutan, melalui:
1. Fasilitas Sekolah Perempuan untuk Perdamaian.
2. Penguatan kapasitas komunitas.
3. Pendampingan dan fasilitas komunitas.
Pendampingan ini dilakukan sebagai tahap lanjutan
setelah pendidikan. Selanjutnya Hanifah juga menjelaskan
bahwa,
“Pedampingan ini ditujukan bagaimana materi yang
dipelajari di kelas itu bisa dipraktekan oleh ibu-ibu
dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya berhenti di
ibu-ibu tapi bagaimana pembelajaran itu sampai kepada
ke keluarganya, biasanya di dalam sekolah itu ada PR
yang harus diisi oleh ibu-ibu dengan pasanganya
dengan anak-anaknya dengan tetangganya,
pendampingan ini memantau itu jadi bagaimana ilmu
9Draft SOP PSPP (Persatuan Sekolah Perempuan untuk Perdamaian), AMAN Indonesia.
45
yang di dapatkan di kelas dipraktikkan di rumah,
tetangga, lingkungan dan sekitarnya.”10
c. Kampanye
Mengelola data dan informasi tentang kerja-kerja dan
nilai-nilai perdamaian yang diperjuangkan AMAN Indonesia
yang dipromosikan melalui kerja jejaring, media cetak atau
elektronik dan media-media alternative lainnya. Aktifitas ini
meliputi antara lain:
1. Pengelolaan database dan dokumentasi.
2. Penelitian.
3. Penerbitan media
4. Jejaring (network building).
Beberapa contoh kampanye yang dilakukan AMAN
Indonesia adalah sebagai berikut:
10
Wawancara pribadi dengan Siti Hanifah, Koordinator Divisi Pendampingan AMAN
Indonesia, Jakarta, 5 April 2016
46
B. Struktur Badan Pekerja Asian Muslim Action Network (AMAN)
Indonesia 2010
a. Struktur Badan Pekerja Asian Muslim Action Network
(AMAN) Indonesia 2010
Adapun struktur badan pekerja Asian Muslim Action Network
(AMAN) Indonesia sebagaimana terlampir.11
11
http://amanindonesia.org/profile.html diakses pada 05 Januari 2016 pkl. 08.40 WIB
48
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Komunikasi AMAN Indonesia dalam Membangun Perdamaian di Poso
Dalam bab ini, akan dijelaskan tentang model komunikasi AMAN
Indonesia dalam membangun perdamaian antarumat beragama di
Kabupaten Poso melalui partisipasi perempuan. AMAN Indonesia
merupakan lembaga yang memiliki fokus terhadap pembangunan
perdamaian dengan mengedepankan kapasitas dan partisipasi perempuan
sebagai agen perdamaian. Begitu pula dalam membangun perdamaian
antarumat beragama di Poso.
Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 2002 terjadi konflik
yang cukup besar di wilayah Poso dan melibatkan penganut agama Islam
dan Kristen. Peliknya konflik yang terjadi saat itu serta tuntutan
kebutuhan yang harus dipenuhi memaksa mereka berpikir untuk mencari
jalan keluar. Ternyata perempuan yang dianggap sebagai makhluk lemah
justru mendapatkan jalan keluar sekaligus mengabarkan perdamaian
pertama kali khususnya di wilayah Poso. Hal ini sesuai dengan penjelasan
Program Manager AMAN Indonesia,
“Di Poso misalnya, perdamaian-perdamaian itu diinisiasi oleh
kelompok-kelompok perempuan misalnya ketika mereka bertemu di
pasar, ketika mereka mengungsi. Kelompok-kelompok Islam
49
mengungsi, kelompok Kristen juga mengungsi, nah ketika mereka
butuh kebutuhan pokok yang berani ke pasar kan perempuan, laki-
laki gak berani. Laki-laki keluar bisa dibunuh dan bahaya bagi
mereka. Jadi perempuan yang punya sikap netralitas itu sehingga
mereka punya inisiasi harus mempertahankan hidup. Makanya mau
ga mau mereka ke pasar, kalau tidak begitu anak-anaknya mau
makan apa. Sehingga dengan sikap keibuannya, mereka berani
untuk bertemu dengan mereka yang saling bermusuhan. Nah dari
situlah dia mengabarkan perdamaian.”1
Situasi konflik membuat hubungan antara dua kelompok yang
berbeda itu menjadi berubah. Selain itu mereka terpaksa mencari tempat
aman untuk mengungsi, baik kelompok Muslim ataupun kelompok
Kristen. Namun ternyata perempuan dengan sikap netralitas ternyata
memiliki inisiasi untuk membangun perdamaian. Hal ini berawal dari
tanggung jawab perempuan untuk mempertahankan hidupnya, dan
keluarganya dalam masa pengungsian, sehingga kendati konflik masih
berkecamuk, mereka (perempuan) diharuskan untuk mencari jalan keluar
untuk mempertahankan hidup salah satunya adalah dengan ke pasar. Jika
dilihat secara sekilas tampak sederhana, tapi di dalam tindakan yang
dilakukan perempuan ini terkandung nilai-nilai perdamaian. Bagaimana
kelompok muslim dan kelompok Kristen ternyata mampu berinteraksi
satu sama lain dalam satu tujuan yakni upaya mempertahankan hidup.
Contoh ini kemudian menjadi salah satu contoh inisiasi perdamaian yang
dibangun oleh perempuan di Poso.
1Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4 April
2016
50
AMAN Indonesia berkontribusi dalam membangun perdamaian di
Poso melalui Sekolah Perempuan (SP) untuk perdamaian. Program ini
khusus dibuat untuk perempuan-perempuan di sana. Nama Sekolah
Perempuan dipilih karena para perempuan belajar bersama memahami
tentang makna perdamaian dan bagaimana seharusnya perempuan
bersikap dalam membangun perdamaian dan sebagainya melalui program
tersebut. Selain itu, kelompok-kelompok yang terpisah karena konflik
kembali dipertemukan untuk mengurai kesalahpahaman dan membangun
komunikasi dan perdamaian antara keduanya melalui Sekolah Perempuan
pula.
Kemudian jika melihat komunikasi AMAN Indonesia dengan
menggunakan teori komunikasi nirkekerasan (nonviolent communication)
oleh Marshall Rosenberg yang menjelaskan mengenai model komunikasi
dalam proses bina-damai atau model komunikasi yang biasa dipakai
dalam proses membangun perdamaian, penulis menemukan kesamaan
atau kecocokan di dalam lembaga AMAN Indonesia yang telah
diaplikasikan ke dalam program lembaga tersebut.
Menurut teori komunikasi nirkekerasan ada empat tahap atau
proses yang harus dilakukan untuk menerapkan model komunikasi
tersebut. Empat model proses komunikasi nirkekerasan tersebut adalah
observasi (observe), perasaan (feeling), kebutuhan (need) dan permintaan
51
(request). Tahap-tahap tersebut juga dilalui oleh AMAN Indonesia dalam
membangun perdamaian di Poso melalui pertisipasi perempuan.
a. Tahap Observasi (observe)
Observasi adalah mengamati tanpa evaluasi, penilaian atau
analisis. Dalam tahap ini dianjurkan untuk melakukan observasi atau
memperhatikan objek terlebih dahulu. Dalam Modul Sekolah
Perempuan untuk Perdamaian disebutkan bahwa observasi adalah
pengamatan atas suatu kondisi bukan penilaian terhadap sesuatu
tersebut.2 Observasi ini dilakukan untuk mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi agar tidak salah menilai dan menerapkan program.
Namun dalam melakukan observasi ini hal yang perlu diperhatikan
adalah dalam pelaksanaannya tidak diperbolehkan meng-evaluasi,
mengkritik atau memberikan penilaian terhadap objek. Jadi hanya
memperhatikan apa yang terjadi tanpa perlu memberikan penilaian
ataupun men-judge.
“Maka bagaimana menggunakan komunikasi tanpa kekerasan
itu, ya observasi. Observasi adalah datang bertemu langsung
dan berkomunikasi dengan mereka. Kuncinya di dalam
komunikasi ini adalah jangan men-judge dan berkomunikasi
langsung dengan objeknya, maka cara AMAN adalah kita
observasi dan berkomunikasi langsung. Kami bertemu dengan
tokoh agama, pemerintah di sana juga dengan masyarakatnya.
2Tim AMAN Indonesia, Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian 2014-
2017, (Jakarta: AMAN Indonesia, 2015), h. 121
52
Kami melihat kondisi di sana secara langsung. Awalnya
memang mereka curiga dan itu wajar karena memang kondisi
di sana belum pulih sepenuhnya jika ada kesalahpahaman
sedikit saja mungkin bisa terjadi konflik kembali apalagi kami
merupakan lembaga muslim tapi kok mau ikut serta
membangun perdamaian di sana. Namun lama kelamaan
mereka mengerti bahwa maksud kami memang untuk
berkontribusi membangun perdamaian di sana dengan
melibatkan perempuan.”3
AMAN Indonesia menerapkan tahapan pertama ini dengan
mendatangi langsung tempat tejadinya konflik yakni di Poso. Ini
dilakukan untuk menghilangkan prasangka dan memastikan langsung
seperti apa kondisi di sana. Menurut penjelasan di atas, awal mula
masyarakat masih merasa curiga karena AMAN Indonesia
merupakan lembaga muslim namun memiliki keinginan untuk ikut
berkontribusi dalam membangun perdamaian di Poso. Namun pada
akhirnya, masyarakat Poso mengerti maksud kedatangan AMAN
Indonesia untuk ikut serta membangun perdamaian di Poso dengan
melibatkan perempuan.
Sementara itu, dalam proses observasi tersebut AMAN
Indonesia hanya mengamati dan berkomunikasi dengan
masyarakatnya tanpa memberikan penilaian. Roswin Wuri selaku
perwakilan perempuan Poso menjelaskan dalam hasil wawancara
3Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4 April
2016
53
dengan penulis bahwa, “Saya tidak merasa AMAN Indonesia
memberikan penilaian ketika di sini.”4
Observasi merupakan sebuah unsur penting dalam komunikasi
nirkekerasan, tempat kita berhasrat secara jelas dan jujur
mengungkapkan bagaimana ada kita terhadap orang lain. Ketika kita
menggabung observasi dengan evaluasi, orang lain cenderung
mendengar kritikan dan menolak apa yang kita katakan.5 Dalam
psikologi komunikasi ada yang dinamakan sikap suportif yang salah
satu ciri-cirinya adalah evaluasi dan deskripsi. Evaluasi artinya
penilaian terhadap orang lain baik memuji atau mengencam
sedangkan deskripsi adalah penyampaian perasaan dan persepsi
seseorang tanpa menilai.6
Maka observasi dalam teori komunikasi nirkekerasan lebih
dekat dengan yang disebut deskripsi dalam psikologi komunikasi
yakni sikap dimana seseorang hanya memperhatikan tanpa
memberikan penilaian. Penilaian terhadap orang lain sebaiknya
dihindari karena bisa saja penilaian yang diberikan salah dan tidak
4Wawancara via email dengan Pendeta Roswin Wuri, Sekretaris Pengurus Persekutuan
Perempuan Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), 29 April 2016 5Marshall B. Rosenberg, Ph. D, Nonviolent Communication a Language of Life Komunikasi
Nirkekerasan Bahasa Kehidupan, Penerjemah: Alfons Taryadi (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2010), h. 36-44 6Ade Masturi, “Membangun Relasi Sosial melalui Komunikasi Empatik (Perspektif Psikologi
Komunikasi)” Komunika Jurnal Dakwah dan Komunikasi, vol. 4, Nomor 1, (Januari-Juni 2010), h.
21-22
54
sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Sehingga untuk menghindari
penilaian yang salah dan juga menghindari prasangka, maka AMAN
Indonesia melakukan observasi dengan bertemu langsung dan
berkomunikasi dengan masyarakat Poso.
Islam berpandangan bahwa prasangka atau memberikan
penilaian terhadap orang lain tanpa mengetahui kebenarannya
sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an surat Al-
Hujuraat ayat 12 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan),
karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-
Hujuraat, 49 : 12)7
Sementara itu, dalam proses menciptakan perdamaian yang
AMAN Indonesia lakukan salah satunya adalah dengan
7Al-qur’an dan terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI), h. 517
55
mempertemukan dua kelompok Muslim dan Kristen untuk
melakukan komunikasi di antara keduanya.
“Itu juga kita terapkan pada konteks yang di Poso, kalo hanya
denger muslim yah seperti ini, takut segala macem, maka kita
harus mempertemukan mereka. Mereka melakukan sendiri
observasi ke kelompok Kristen begitupun sebaliknya. Ini
dilakukan dalam rangka membangun komunikasi yang lebih
baik sehingga penilaian yang negative itu tidak ada lagi. Kita
datang langsung dan berkomunikasi dengan mereka dan
mempertemukan mereka (Islam dan Kristen). Mereka
membangun komunikasi yang lebih baik sehingga penilaian
yang buruk tadi itu tidak ada lagi.”8
Yurlianti Adimala, Ketua Sekolah Perempuan di Malei Lage
memberikan pernyataan dalam sebuah video yang diunggah oleh
AMAN Indonesia melalui channel youtube-nya. Beliau
mengungkapkan bahwa,
“Setelah kami dipertemukan sebulan dua kali melalui Sekolah
Perempuan, rasa curiga, rasa sakit di hati yang masih ada jadi
hilang dan tidak ada.”9
Upaya ini dilakukan agar mereka dapat melakukan observasi
langsung dan berkomunikasi dengan kelompok yang berbeda
sehingga dapat mengurai kesalahpahaman dan menepis prasangka
yang ada. Proses tersebut menjadi penting untuk mengurai prasangka,
8Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4 April
2016 9The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, “Sekolah Perempuan” diakses pada
28 Agustus 2016 pkl. 13.05 melalui http//www.youtube.com/watch?v=xIQGatXFizw
56
mengurai kecurigaan dan penilaian yang buruk terhadap kelompok
yang berbeda. Karena pasca konflik kecurigaan terhadap kelompok
yang lain masih ada. Sedangkan paradigma perdamaian yang terdapat
dalam proses tersebut adalah melakukan paradigma resolusi konflik
melalui komunikasi, dimana paradigma ini menganjurkan kepada
praktisi resolusi konflik agar lebih fokus pada proses-proses interaksi
individu-individu atau kelompok.10
Prinsip utama kehidupan bersama antara muslim dan
nonmuslim meliputi berbagai aspek penting, salah satunya adalah
menyemai komunikasi. Tidak ada yang menyangkal bahwa
komunikasi merupakan faktor penting untuk mewujudkan kerukunan
di tengah masyarakat. Komunikasi merupakan jalan untuk
membangun keharmonisan. Untuk membangun sikap toleran, maka
diperlukan komunikasi yang intensif di antara umat beragama.11
Maka apa yang dilakukan AMAN Indonesia dengan mempertemukan
dua kelompok tersebut untuk berkomunikasi merupakan cara yang
tepat dalam membangun keharmonisan.
10
Prof. Alo Liliweri, M. S., Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2011), h. 449 11
Amirulloh Syarbini, dkk., Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2011), h. 23-24
57
b. Tahap Perasaan (feeling)
Tahap perasaaan (feeling) adalah bagaimana menyatakan apa
yang kita rasa, saat kita mengamati suatu tindakan. Hal ini berkaitan
dengan bagaimana perasaan atau emosional positif dan negatif yang
ada dalam diri kita.12
AMAN Indonesia turut merasakan apa yang
dirasakan oleh masyarakat di Poso itu sendiri sehingga program yang
dilaksanakan lebih sensitive terhadap perasaan yang mereka rasakan.
“Di dalam Sekolah Perempuan sebelum memulai pelajaran itu
ada yang namanya sharing perasaan tujuannnya itu adalah
bagaimana seseorang belajar untuk terbuka dengan orang lain
dan orang lain belajar mendengarkan. Karena tidak semua
orang berani jujur terhadap dirinya sendiri atau terhadap
orang lain. Pernah satu kelas bubar karena nangis karena
mereka merasa cerita satu orang mewakili semuanya, entah
karena sedih atau empati. di komunikasi kekerasan kan juga
mencakup itu kan kejujuran, empati, maka kita melakukan
olah rasa itu di awal sebelum sekolah dimulai.”13
Berkaitan dengan tahap perasaan, AMAN Indonesia
melakukannya melalui proses sharing perasaan sebelum memulai
materi. Tujuannya adalah agar ada keterbukaan dan kedekatan antar
individu, bersikap jujur terhadap dirinya sendiri dan belajar
mendengarkan terhadap orang lain. Fokus komunikasi nirkekerasan
menyebutkan terdapat tiga hal penting, self-emphaty (berempati
12
Tim AMAN Indonesia, Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian 2014-
2017, (Jakarta: AMAN Indonesia, 2015), h. 121 13
Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4 April
2016
58
terhadap diri sendiri), honest self-expression (pernyataan diri secara
jujur), emphaty for other (berempati kepada orang lain).14
Self-emphaty atau berempati terhadap diri sendiri dilakukan
ketika seseorang mencoba mendalami perasaannya dan
mendengarkan dirinya sendiri kemudian mengekpresikannya dengan
jujur terhadap orang lain. Mungkin tidak banyak orang yang dapat
menerapkan ini terhadap dirinya namun dalam Sekolah Perempuan
hal ini perlu diterapkan karena sebelum jujur terhadap orang lain,
mereka dituntut untuk jujur terhadap diri sendiri.
Sedangkan emphaty for others adalah seseorang yang
bersedia mendengarkan orang lain dan juga mendalami apa yang dia
dengar dan berusaha merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat mendefinisikan empati
sebagai partisipasi emosional dan intelektual secara imajinatif pada
pengalaman orang lain.15
Maka dalam proses sharing terlebih ketika
kejadian satu kelas menangis hanya karena cerita satu orang
mewakili cerita mereka semua menunjukkan apa yang disebut empati
menurut Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Gambaran
mengenai pengalaman ini menunjukkan betapa kuat perasaan
14
Prof. Alo Liliweri, M. S., Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2011), h. 980 15
Dr. Deddy Mulyana, M.A. & Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., Komunikasi Antarbudayya
Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2005), cet.ke-9, h. 87
59
masing-masing perempuan dalam mendalami pengalaman yang
terjadi terhadap perempuan lainnya.
Selain itu, beberapa contoh tahap perasaan (feeling) adalah
pernyataan beberapa perempuan Poso yang dipertemukan oleh
AMAN Indonesia dalam sebuah training toleransi dan perdamaian
yang diadakan pada tanggal 20-23 Januari 2010 di Pamona, Poso.
Pernyataan ini dikutip dari newsletter AMAN Indonesia yakni
SALAM edisi I/003-04.10. Beberapa pernyataan tersebut di
antaranya:
“Saya sangat ingin menyapa ibu Salma. Sampai suatu hari
saya langsung dekap tangan ibu salma (muslim). Ibu, saya
ingin sekali menyapa ibu kemarin-kemarin tapi ragu. Saya
ingin kenalan, saya Dayce dari Pamona.”16
“Saya takut sekali sampai akhirnya saya pergi ke warung
dekat hotel dan kemudian ditanya, dari mana bu? Saya bilang
aja dari Pamona, karena kalau dibilang dari Tentena saya
takut. Saya mulai lega setelah di sana tidak terjadi apa-apa.” 17
Pernyataan di atas menunjukkan perasaan ibu-ibu Poso yang
berasal dari Pamona dan Malei Lage ketika pertama kali
dipertemukan pasca konflik. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
terlihat bahwa mereka masih menyimpan prasangka dan mengalami
ketakutan. Ketakutan ini bagi sebagian orang muncul karena hampir
16
Dwi Ruby Khalifah, “Rajutan Keberagaman Perempuan Pamona”, (Jakarta: The Asian
Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, 2010), edisi: I/003-04.10, h. 5 17
Dwi Ruby Khalifah, “Rajutan Keberagaman Perempuan Pamona”, h. 5
60
tidak pernah tahu perkembangan di luar Pamona terkait dengan relasi
muslim dan kristen. Sehingga tidak ada referensi yang cukup untuk
ibu-ibu Pamona. Namun setelah AMAN Indonesia mempertemukan
mereka dan membiarkan mereka berkomunikasi langsung ternyata
kecurigaan dan ketakutan itu menghilang, justru rasa lega yang
mereka rasakan karena dapat kembali menyambung silaturahmi yang
sempat terputus.
c. Tahap Kebutuhan (need)
Kebutuhan (need) adalah bagaimana mengungkapkan
kebutuhan yang berhubungan dengan perasaan. Dalam tahap ini
komunikator dituntut untuk dapat membuat komunikan
mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhannya sesuai dengan
perasaan yang dirasakan komunikan tersebut. Tahap ini menjadi
penting karena jika mengetahui apa yang menjadi kebutuhan obyek
maka program yang dirancang juga akan sesuai dengan kebutuhan
tersebut.
Komunikasi nirkekerasan mengasumsikan bahwa kita semua
sama, sama-sama memiliki kebutuhan dasar manusia, dan bahwa
setiap tindakan kita adalah strategi untuk memenuhi satu atau lebih
dari kebutuhan ini. Asumsi dasar sebagaimana dikemukakan oleh
Marshall Rosenberg, Inbal Kashtan, Miki Kashtan bahwa semua
manusia adalah memiliki kebutuhan yang sama. Berkaitan dengan
61
asumsi tersebut, maka AMAN Indonesia juga melihat apa yang
dibutuhkan oleh perempuan Poso sebelum membuat program. Tahap
ini tidak lepas dari hasil tahapan observasi dan tahapan perasaan yang
sebelumnya dilakukan.
“Lalu kita bicara kebutuhan, kebutuhan apa yang tepat. Kalau
AMAN itu kita punya mekanisme bagaimana membangun
program bersama komunitas perempuan dan
stakeholder/pemerintah dan tokoh-tokoh agama. Jadi progam
ini bukan harga mati, jadi program yang dibangun bersama.
Kita punya tawaran iya, hasil dari observasi maupun hasil dari
riset tapi di dalam mengkomunikasikan dengan masyarakat
itu pasti melibatkan partisipasi mereka sehingga tidak ada
kesan kalo ini monopoli atau memaksa dalam menjalankan
pogram kita.”18
Dalam tahap ini yang dilakukan AMAN Indonesia untuk
membangun perdamaian adalah dengan melibatkan perempuan dan
juga melibatkan stake holder atau pemerintah di sana serta tokoh-
tokoh agama. Meskipun fokus program hanya untuk perempuan
namun stake holder juga dilibatkan, hal ini untuk memudahkan bagi
AMAN Indonesia dalam menerapkan program. Tokoh agama
dilibatkan agar turut mengetahui maksud dan tujuan dari program
tersebut sekaligus agar tidak ada kecurigaan-kecurigaan yang muncul
nantinya. Selain itu, AMAN Indonesia dalam menjalankan program
18
Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4 April
2016
62
di Poso juga turut dibantu oleh Komisi Wanita Sinode Gereja Kristen
Sulawesi Tengah (KWSGKST).
“KWSGKST (Komisi Wanita Sinode Gereja Kristen Sulawesi
Tengah) itu salah satu partnernya AMAN sejak tahun 2009 di
sana untuk mendorong bagaimana perempuan itu bisa berdaya
dan mereka bisa menjadi pemimpin-pemimpin perempuan.”19
Proses membangun perdamaian dengan menjalin kerjasama
dengan tokoh-tokoh dan organisasi yang dilakukan AMAN Indonesia
ini menjadi contoh paradigma perdamaian melalui kekuasaan hukum.
Paradigma ini memandang bahwa semua “perintah” dalam bentuk
apa pun diciptakan oleh praktik-praktik kekuasaan politik sebagai
bentuk gangguan. Oleh karena itu, maka perlu ada kerja sama
berkelanjutan antara Negara-negara dan aktor-aktor penting lain
seperti aktivitas lembaga non-pemerintah, organisasi, dan organisasi
antar-pemerintah bagi menerjemahkan hukum secara benar ke arah
tercapainya perdamaian.20
Roswin Wuri selaku perwakilan perempuan Poso yang
penulis wawancarai menyebutkan bahwa,
“Untuk kebutuhan cukup terpenuhi dengan adanya Sekolah
Perempuan yang memang sangat kami butuhkan. Program-
19
Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4 April
2016 20
Prof. Alo Liliweri, M. S., Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011),
cet.ke-1, h. 449
63
program AMAN Indonesia sangat bermanfaat bagi
pengembangan diri perempuan dan Sekolah Perempuan adalah
wadah untuk mencetak agen-agen perdamaian terutama untuk
warga Poso sendiri. Berkat Sekolah Perempuan, saya
mempunyai banyak teman, saya bisa memberikan pendidikan
perdamaian dalam keluarga, saya diberi ruang untuk turut
merajut damai di Poso mulai dari komunitas Sekolah
Perempuan yang majemuk.”21
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa program yang
dilakukan AMAN Indonesia di Poso khususnya Sekolah Perempuan
diterima baik oleh perempuan Poso dan juga dapat memenuhi
kebutuhan yang selama ini diinginkan oleh perempuan Poso dalam
membangun perdamaian di Poso.
Hal lain yang dapat dilihat dari tahapan komunikasi ini adalah
gambaran tentang musyawarah. Musyawarah merupakan prinsip
utama dari sifat yang lazim yang dapat memberikan kemaslahatan. Ia
merupakan suatu hal yang utama bagi manusia, karena dengan
musyawarah mereka bisa mendapatkan solusi yang benar atau paling
tidak mendekati kebenaran permasalahan-permasalahan yang
dihadapinya.22
Ajaran Islam menganjurkan adanya musyawarah
dalam membuat suatu keputusan yang melibatkan banyak orang.
21
Wawancara via email dengan Pendeta Roswin Wuri, Sekretaris Pengurus Persekutuan
Perempuan Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), 29 April 2016 22
Akhmad Saehudin, “Tesis Konsep Musyawarah Menurut Al-Qur’an Suatu Kajian Tematik”,
Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999, h. 20
64
Anjuran untuk melakukan musyawarah juga disebutkan dalam Al-
Qur’an misalnya pada surat Asy-Syura (26) ayat 38 yaitu:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura, 42 : 38)23
d. Tahap permintaan (request)
Tahap yang kelima adalah tahap permintaan (request).
Permintaan (request) maksudnya adalah bagaimana meminta bantuan
dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan kita, atau membuat orang
lain merasakan hidup yang sejahtera. Tahapan ini merupakan tahapan
terakhir dari proses komunikasi nirkekerasan. Dalam konteks AMAN
Indonesia, penulis melihat tahapan ini ditandai dengan adanya
beberapa praktik atau pemberian Pekerjaan Rumah dari fasilitator
AMAN Indonesia terhadap anggota Sekolah Perempuan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Program Manager AMAN Indonesia,
“Ada sekolahnya, ada teorinya, ada praktiknya sehingga itu
dapat menularkan kepada orang lain untuk tidak
berkomunikasi dengan kekerasan. Dan ini harus dilatih,
23
Alqur-an dan terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI), h. 488
65
misalnya di Poso kita suruh bikin surat cinta untuk suami,
bikin PR bersama suami, kita minta mereka untuk menuliskan
kata-kata positif sehari berapa, dan juga menghindari
penggunaan kata-kata negative. Ada pilihan-pilihan kata baik
yang tidak menyinggung orang dan berdasarkan kebutuhan.
Maka itu kita sebut nonviolent action, aksi tanpa kekerasan,
dan apapun itu ya cara-cara dalam membangun perdamaian
tidak boleh dengan cara-cara kekerasan.”24
Pembelajaran tanpa adanya praktek rasanya kurang sempurna.
Maka untuk menyempurnakan pembelajaran dalam Sekolah
Perempuan, peserta diminta untuk mengerjakan hal tersebut di atas.
Seluruh upaya-upaya di atas bertujuan untuk mengurangi
penggunaan bahasa atau tindakan kekerasan dan lebih
mengedepankan kasih sayang. AMAN Indonesia menyebutnya
sebagai aksi tanpa kekerasan atau nonviolent action. Dalam tahapan
ini penulis melihat bahwa paradigma perdamaian yang dibangun
adalah perdamaian, antara yang nonviolence atau seni berkuasa atau
disebut pula paradigma antikekerasan. Menurut paradigma ini
kekuasaan yang asli itu berasal dari kemauan dan solidaritas manusia,
bukan dari kekerasan yang merusak masyarakat dengan menabur
benih-benih kehancuran sendiri. Tindakan anti-kekerasan
24
Wawancara pribadi dengan Gufron, Program Manager AMAN Indonesia, Jakarta, 4 April
2016
66
menawarkan suatu pendekatan untuk perdamaian melawan bentuk
diskriminasi sosial.25
Dalam wawancara lain yang dilakukan penulis dengan
pendeta Roswin Wuri, beliau juga menegaskan bahwa:
“Salah satu penerapan komunikasi nirkekerasan adalah
dengan selalu berkata positif. Selain itu, ketika ada
perwakilan dari AMAN datang ke Poso maka mereka tidak
alergi mengunjungi rumah orang nasrani bahkan rumah
ibadahnya, juga sebaliknya.”26
Menurut penjelasan di atas dapat dilihat bahwa implementasi
komunikasi nirkekerasan yang dilakukan salah satunya adalah
dengan selalu berkata positif. Sementara mengenai implementasi
membangun perdamaian antarumat beragama ditunjukkan dengan
tidak menunjukkan rasa ketidaksukaan dan tetap mau mengunjungi
rumah pemeluk agama lain bahkan mengunjungi tempat ibadahnya.
Proses bina-damai yang dilakukan oleh AMAN Indonesia
melalui beberapa tahap di atas adalah upaya yang dilakukan sebagai
jalan resolusi konflik. Upaya ini menggunakan pendekatan
nirkekerasan. Nirkekerasan dalam pendekatan bina-damai adalah
sekumpulan sikap, pandangan, dan aksi yang ditujukan untuk
mengajak orang di pihak lain agar mengubah pandangan, pendapat
25
Prof. Alo Liliweri, M. S., Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2011), h. 449 26
Wawancara via email dengan Pendeta bRoswin Wuri, Sekretaris Pengurus Persekutuan
Perempuan Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), 29 April 2016
67
dan aksi mereka. Nirkekerasan menggunakan cara-cara damai untuk
mencapai hasil yang damai. Nirkekerasan berarti menyampaikan
pesan atau berkomunikasi dengan tidak menggunakan kekerasan,
para aktor tidak membalas tindakan musuh dengan kekerasan.
Sebaliknya, mereka menyerap kemarahan dan kerusakan sambil
menyampaikan pesan ketabahan dan desakan untuk mengatasi
ketidakadilan.27
Definisi nirkekerasan dalam perspektif bina-damai
antaragama ini sangat dekat dengan ajaran-ajaran Islam. Ajaran Islam
yang mengarahkan pada cinta kasih dan menghargai antarsesama
manusia tanpa membedakan sebagaimana pesan Allah SWT dalam
Q.S. An-Nahl, 16: 90
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
27
Abu-Nimer, Mohammad, Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam; Teori dan Praktik.
Edisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Alvabet 2010), h. 122
68
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(QS.
An-Nahl, 16 : 90)28
Komunikasi nirkekerasan yang diterapkan AMAN Indonesia
dapat menjadi representasi bahwa proses bina-damai dapat terjadi
dari hal-hal kecil namun mempunyai efek yang besar. Adanya
pembelajaran dalam Sekolah Perempuan untuk perdamaian bagi para
perempuan pasca konflik di Poso menjadi contoh proses adanya
pembangunan perdamaian antarumat beragama. Diawali dengan
merajut kembali komunikasi dan silaturahmi untuk memperbaiki
keadaan yang terkoyak pasca konflik akhirnya membentuk suatu
keinginan bersama untuk menciptakan perdamaian dan merawat
perdamaian hingga kini sampai pada pencapaian di beberapa bidang.
Lembaga AMAN Indonesia adalah lembaga yang dalam
setiap programnya sarat akan pesan nirkekerasan dengan
mengedepankan komunikasi nirkekerasan. Membangun perdamaian
di wilayah pasca konflik dengan memaksimalkan potensi perempuan
menjadi suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan. Apa yang
penulis paparkan sebelumnya menunjukkan bagaimana perempuan
dengan potensi dan skill-nya mampu membangun dan merawat
perdamaian tersebut hingga kini. Penerapan komunikasi nirkekerasan
28
Al-qur’an dan terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI), h. 277
69
juga memiliki peranan yang sangat penting dalam kesuksesan
membangun perdamaian dan menciptakan agen perdamaian
khususnya perempuan sebagai agen perdamaian.
Perempuan sebagai pelaku rekonsiliasi atau sebagai peace
negotiator bukanlah hal baru. Kelebihan dan keistimewaan
perempuan dalam proses rekonsiliasi ini sebagian karena di balik
kodratnya perempuan mempunyai sifat-sifat yang menyejukkan
seperti penyayang dan pengasih yang dapat dimanfaatkan sebagai
bentuk pendekatan terhadap kelompok yang terlibat konflik.29
Perempuan dan perdamaian dipertemukan dalam sebuah indikator
yaitu terwujudnya masyarakat yang bisa merasakan cinta dan
keadilan. Akan tetapi cinta dan keadilan hanya bisa dilakukan dalam
ruang-ruang yang bisa membuat perempuan tidak takut
mengekspresikan potensinya.30
Dalam konteks Poso, perempuan mulai menebarkan nilai
perdamaian melalui pasar yakni melalui interaksi antara para
perempuan meski dengan kelompok yang berbeda. Potensi
perempuan dalam membangun dan merawat perdamaian kemudian
dimanfaatkan oleh AMAN Indonesia untuk mengembangkan dan
29
Riri Khariroh, Fokus Edisi 35: “Merajut Yang Terkoyak: Seputar Perempuan dan
Pembangunan Perdamaian (Peacebuilding)”, diakses pada 25 Januari 2015 pkl. 15.00 WIB 30
Maskur Hasan & Nur Imroatus S.,”Mengikis Rasa Takut Di Ruang Perempuan”, (Jakarta:
The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, 2010), Edisi: I/022-12.10, h. 2
70
melatih skill tersebut melalui sebuah program yaitu Sekolah
Perempuan untuk perdamaian. Sebenarnya partisipasi perempuan
dalam membangun perdamaian khususnya perdamaian antarumat
beragama dapat terlihat dari tergabungnya para perempuan dalam
Sekolah Perempuan. Hal ini dikarenakan para peserta Sekolah
Perempuan di Poso bukan hanya diikuti oleh perempuan Muslim
namun juga perempuan Kristen. Sehingga jika melihat perdamaian
antarumat beragama di Poso bisa dikatakan telah terlaksa dan
berjalan dengan baik. Hal ini juga disebutkan oleh Siti Hanifah ketika
penulis mewawancarainya mengenai resolusi konflik antarumat
beragama di Poso, “Kalo yang di kita sudah selesai tinggal rasa dan
prasangka.”31
Selanjutnya partisipasi perempuan di Poso berlanjut ke
beberapa bidang seperti sosial, politik, ekonomi. Tentunya partisipasi
yang mereka lakukan saat ini tidak lepas dari peran Sekolah
Perempuan yang diinisiasi oleh AMAN Indonesia. Berikut beberapa
partisipasi perempuan Poso dalam berbagai bidang, berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan Pendeta Roswin Wuri, Sekretaris
Pengurus Persekutuan Perempuan Sinode Gereja Kristen Sulawesi
Tengah (GKST) dan juga wawancara dengan Hanifah selaku
31
Wawancara pribadi dengan Siti Hanifah, koordinator Divisi Pendampingan AMAN
Indonesia, Jakarta, 5 April 2016
71
koordinator divisi Community and Empowerment AMAN
Indonesia32
:
a. Bidang sosial
1) Pertemanan perempuan lintas agama dan budaya kian
terawat melalui Sekolah Perempuan.
2) Aktif melakukan kampanye untuk kerukunan beragama.
b. Politik
1) Beberapa kader dari Sekolah Perempuan menjadi anggota
legislatif, ini diharapkan dapat memperjuangkan
kepentingan-kepentingan perempuan.
2) Anggota-anggota Sekolah Perempuan sudah diikutkan
dalam rapat-rapat desa/kelurahan.33
3) Anggota Sekolah Perempuan juga pernah mewakili
pemerintah untuk ikut dalam lomba-lomba di tingkat
provinsi.34
c. Ekonomi:
1) Anggota-anggota Sekolah Perempuan mencari dan
memiliki peluang-peluang untuk meningkatkan ekonomi
32
Wawancara via email dengan Pendeta Roswin Wuri, Sekretaris Pengurus Persekutuan
Perempuan Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), 29 April 2016 33
Wawancara pribadi dengan Siti Hanifah, Koordinator Divisi Pendampingan AMAN
Indonesia, Jakarta, 5 April 2016 34 Wawancara pribadi dengan Siti Hanifah, Koordinator Divisi Pendampingan AMAN
Indonesia, Jakarta, 5 April 2016
72
keluarga dan komunitas dengan cara: belajar membuat dan
mengemas kue, cemilan-cemilan, ikan Roa dan lain-lain.
Ada juga Sekolah Perempuan yang menekuni Kebun sayur
organik.
Partisipasi yang mereka lakukan hingga saat ini bukan
hanya untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi perempuan namun juga
untuk tetap merawat perdamaian yang telah mereka rajut dengan
cinta kasih dan semangat menuju keadilan. Perdamaian tidak akan
terwujud tanpa cinta dan keadilan. Dimensi cinta inilah yang akan
mengatasi ketakutan. Maka yang perlu dilakukan adalah
menciptakan sebanyak-banyaknya ruang bagi perempuan untuk
mengungkapkan cinta dan kasih sayangnya.35
Para anggota
Sekolah Perempuan di Poso dapat menjadi contoh bahwa
perempuan juga dapat berperan dalam berbagai bidang dan dapat
menjadi agen perdamaian.
35
Maskur Hasan & Nur Imroatus S., “Mengikis Rasa Takut Di Ruang Perempuan”, (Jakarta:
The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, 2010), Edisi: I/022-12.10, h. 7
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan mengenai
bahwa AMAN Indonesia membangun perdamaian di Poso sejak tahun
2009 hingga sekarang. Proses komunikasi AMAN Indonesia dalam
membangun perdamaian di Poso menggunakan komunikasi nirkekerasan.
Dimana komunikasi ini memiliki empat proses komunikasi, yakni
observasi, perasaan, kebutuhan dan permintaan. Keempat proses tersebut
diimplementasikan oleh AMAN Indonesia melalui berbagai cara. Proses
observasi dilakukan dengan datang dan berkomunikasi langsung dengan
warga Poso, proses perasaan dilakukan dengan adanya aktivitas sharing
perasaan, proses kebutuhan dilakukan dengan penerapan program yang
disesuaikan dengana kebutuhan masyarakat dan proses permintaan salah
satunya dilakukan dengan senantiasa berkata positif. AMAN Indonesia
membangun perdamaian di Poso melalui adanya Sekolah Perempuan (SP)
dengan melibatkan partisipasi perempuan di dalamnya.
B. Saran-saran
Berdasarkan penelitian ini, maka penulis merekomendasikan
berupa saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk AMAN Indonesia diharapkan makin gencar menebarkan
arti pentingnya membangun perdamaian dengan menerapkan
komunikasi nirkekerasan.
74
2. Bagi perempuan, diharapkan mampu mengenali skill dan
potensi yang dimiliki sehingga dapat berpartisipasi lebih
banyak dalam membangun perdamaian.
3. Bagi pemerintah, proses pembangunan perdamaian melalui
partisipasi perempuan patut mendapat dukungan pemerintah
untuk memaksimalkan potensi perempuan agar dapat
berpartisipasi di berbagai bidang .
4. Bagi para akademisi hendaknya dapat melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai kajian tentang komunikasi nirkekerasan
dan sejauh mana pengaruhnya terhadap proses membangun
perdamaian. Sehingga nantinya dapat digunakan dalam
membina kerukunan dan perdamaian antarumat beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an dan terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial. Jakarta: Prenada Media Grup. 2009.
Effendy, Bahtiar. Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan. Yogyakarta:
Galang Press. 2001.
Elmirzanah, Syafa’atun dkk.. 2002. Pluralisme, Konflik dan Perdamaian Studi
Bersama Antar-Iman. Yogyakarta: DIAN. 2013.
Indonesia, AMAN. Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian 2014-
2017. Jakarta: AMAN Indonesia. 2015.
Ismail, Faisal. Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama Konflik, Rekonsiliasi,
dan Harmoni. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2014.
Kriyatono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group. 2010.
Liliweri, Alo. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana. 2011.
Modul Pembelajaran Sekolah Perempuan untuk Perdamaian. AMAN Indonesia
(The Asian Muslim Action Network. 2014
Mohammad, Abu-Nimer. Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam; Teori dan
Praktik. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Alvabet. 2010.
Moleong, Lexy J.. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2009.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2007.
Mulyana, Deddy & Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2005.
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.
2007.
Qutub, Sayyid. Islam Dan Perdamaian Dunia. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1987.
Rosenberg, Marshall B.. Nonviolent Communication a Language of Life
Komunikasi Nirkekerasan Bahasa Kehidupan. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. 2010.
Saehudin, Akhmad. “Tesis Konsep Musyawarah Menurut Al-Qur’an Suatu Kajian
Tematik”. Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 1999.
Soehartono, Irwan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2004.
Soetjipto, Ani dan Pande Trimayuni. Gender & Hubungan International Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Jalasutra anggota IKAPI. 2013.
Susan, Novri. Pengantar Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.
Syarbini, Amirulloh dkk.. Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2011.
Tobroni dan Syamsul Arifin. Islam: Pluralisme Budaya dan Politik, Refleksi
Teologi untuk Aksi dalam Keragaman dan Pendidikan. Yogyakarta:
SIPRESS. 1994.
Zurlia, Lini. “Dialog Antaragama dan Peran Perempuan; Analisis Semiotika
Pesan Film Where Do We Go Now?,”. Skripsi SI Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2014.
Artikel
“Indonesia Darurat Kekerasan terhadap Perempuan”. Artikel diakses pada Kamis,
8 Oktober 2015 dari
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/07/063647808/indonesia-
darurat-kekerasan-terhadap-perempuan
“Kekerasan Seksual terhadap Perempuan di Indonesia Meningkat”. Artikel
diakses pada Kamis, 8 Oktober 2015 pkl. 11.08 WIB dari
http://www.voaindonesia.com/content/kekerasan-seksual-terhadap-
perempuan-di-indonesia-meningkat/2782786.html
Hasan, Maskur & Nur Imroatus S..”Mengikis Rasa Takut Di Ruang Perempuan”.
(Jakarta: The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia. 2010.
http://amanindonesia.org/activity.html diakses pada Kamis, 8 Oktober 2015
http://amanindonesia.org/profile.html diakses pada Kamis, 8 Oktober 2015
http://amanindonesia.org/profile.html diakses pada Kamis, 8 Oktober 2015.
http://kbbi.web.id/damai diakses pada Kamis, 8 Oktober 2015
http://www.baynvc.org/assumptions_and_intentions.php diakses pada Kamis, 8
Oktober 2015
Imroatus, Nur S., “Jalan Damai Perempuan Berland-Palmeriam”. Jakarta: The
Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia. 2011.
Khariroh, Riri. Fokus Edisi 35: “Merajut Yang Terkoyak: Seputar Perempuan dan
Pembangunan Perdamaian (Peacebuilding)”, diakses pada 18 Januari
2016 pkl. 14.00 WIB dari
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&i
d=778:fokus-edisi-35--merajut-yang-terkoyak-seputar-perempuan-dan-
pembangunan-perdamaian-peacebuilding&catid=32:fokus-suara-
rahima&Itemid=47
Masturi, Ade. “Membangun Relasi Sosial melalui Komunikasi Empatik (Perspektif
Psikologi Komunikasi)” Komunika Jurnal Dakwah dan Komunikasi, vol. 4,
No. 1, (Januari-Juni 2010).
M. Syaiful Rahman, “Islam dan Pluralisme”, diakses pada 24 Februari 2016 dari
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Fikrah/article/view/666
Sobur, Mohammad Abdus. “Visi Perdamian Generasi Muda”, dalam Amana
Magazine Vol.2 Iss.1 Indonesia. 2008.
The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, “Sekolah Perempuan” diakses
pada 28 Agustus 2016 pkl. 13.05 melalui
http//www.youtube.com/watch?v=xIQGatXFizw
Widodo, Mukhlison S. dan Rach Alida Bahaweres. “Lian Gogali: Ruang Bicara
Perempuan Poso”. Artikel diakses pada 26 Februari 2016 dari
http://www.gatra.com/fokus-berita/22876-lian-gogali-ruang-bicara-
perempuan-poso.html
Zainab, Wa Ode Z.T, “Konflik Poso.” Artikel diakses pada 24 Februari 2016
dari https://www.academia.edu/7099104/Konflik_Poso
Nama : Gufron
Jabatan : Program Manager AMAN Indonesia
Waktu : 4 April 2016
Lokasi : Jl. L No.3 Rawa Bambu 1, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
1. Bagaimana sejarah berdirinya lembaga AMAN Indonesia?
AMAN Indonesia disebut juga perwakilan Negara dari AMAN International,
AMAN International itu di Bangkok pusatnya berdiri tahun 1990, itu karena
beberapa ulama, beberapa pemikir islam ingin turut berkontribusi dalam
penyelesaian konflik di Negara-negara islam, misalnya bantuan untuk bencana
alam dan sebagainya. Lebih fokus pada upaya-upaya untuk membangun
komunikasi antarumat beragama. Nah AMAN Indonesia itu baru tahun 2007
terbentuk, itu memang karena tidak ada Negara yang diberi mandat secara khusus
untuk menjalankan program-program ini terkait dengan perempuan. Karena
memang tidak ada, maka tahun 2007 Indonesia diberi mandat untuk menjalankan
program khusus yang juga memang di bawah AMAN International untuk lebih
fokus pada isu perempuannya.
2. Apa tujuan didirikannya AMAN Indonesia?
Tujuannya, pertama untuk meningkatkan kapasitas perempuan sebagai peace
agent. Kenapa? Karena selama ini kita melihat konflik didominasi laki-laki,
perempuan cenderung netral di dalam konflik dan tidak terlibat dalam konflik dia
bisa dipercaya dan tidak punya kepentingan. Sehingga kalau pun dia melakukan
upaya-upaya perdamaian dia selalu dipercaya dan perempuan punya banyak
cerita dalam potensi mereka dalam membangun perdamaian cuma tidak terekam
ke publik. Di poso misalnya, perdamaian-perdamaian itu diinisiasi oleh
kelompok-kelompok perempuan misalnya ketika mereka bertemu di pasar, ketika
mereka mengungsi. Kelompok-kelompok Islam mengungsi kelompok Kristen
juga mengungsi, nah ketika mereka butuh kebutuhan pokok yang berani ke pasar
kan perempuan laki-laki gak berani. Laki-laki keluar bisa dibunuh dan bahaya
bagi mereka jadi perempuan yang masih punya sikap netralitas itu sehingga
mereka punya inisiasi harus mempertahankan hidup. Makanya mau ga mau
mereka ke pasar, kalau tidak begitu anak-anaknya mau makan apa. Sehingga
dengan sikap keibuannya, mereka berani untuk bertemu dengan mereka yang
saling bermusuhan nah dari situlah dia mengabarkan perdamaian. Sebenarnya
cerita seperti itu banyak, hanya saja media tidak banyak mengeksplorasi. Artinya
perdamaian itu lahir dari inisiatif kelompok-kelompok perempuan. Maka tujuan
kita salah satunya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas itu untuk
kepemimpian yang bisa menyebarkan perdamaian di komunitas mereka terutama
pasca konflik.
3. Apa yang menjadi Nilai-Nilai dasar bagi AMAN Indonesia?
Lima (5) nilai AMAN Indonesia itu memang yang harus dilaksanakan yang
menjadi landasan kita bekerja dan juga merupakan gagasan yang harus ditransfer
ke semua grup kita, misalnya tentang penegakan kebenaran, itu merupakan nilai
dasar yang utama untuk menegakan perdamaian, lalu tentang cinta kasih, karena
memang kita pendekatannya harus begitu, itu tentang bagaimana kita peduli
terhadap orang lain maka itu menjadi semacam spirit pergerakan kita, kemudian
tentang sustainability atau keberlanjutan itu bagaimana apa yang kita cita-citakan
itu tidak berhenti di situ saja tapi punya keberlanjutan.
4. Kenapa memilih fokus terhadap pembangunan peredamaian melalui
partisipasi perempuan?
Kita punya gagasan bahwa pembangunan perdamaian itu adalah upaya yang
komprehensif ya tidak hanya waktu konflik. Pendekatannya itu tidak hanya
sekedar merespon konflik. Tapi bagaimana upaya-upaya pasca konflik dan setelah
itu seperti apa. Ibaratnya kayak siklus, misalnya kadang damai kadang konflik
kadang damai lagi kayak gitu. Nah upaya pembangunan perdamaian itu adalah
upaya yang menyeluruh. Jadi tidak hanya waktu konflik saja kita bekerja tapi juga
bagaimana dalam situasi yang aman kita juga harus bekerja untuk menjaga agen-
agen perdamain tadi agar merawat perdamaian itu termasuk juga bagaimana
mendeteksi dini ketika ada konflik, termasuk juga bagaimana membangun
kekuatan masyarakat kalo nanti ada konflik seperti apa sehingga kalau ada konflik
resikonya tidak terlalu besar. Maka, model dari AMAN Indonesia itu kita gunakan
sebagai basis program kita dan kenapa perempuan? kami percaya bahwa
perempuan punya potensi yang luar biasa untuk membangun perdamaian.
Kuncinya adalah membangun skill dan membangkitkan kembali potensi yang
dimiliki oleh kelompok perempuan itu sebagai agen perdamaian. Itu alasannya
mengapa perempuan dan perdamaian.
5. Ada klasifikasi khusus gak tentang perdamaian itu sendiri menurut anda?
Ada beberapa segmen kalo kita berbicara soal perdamaian Biasanya terkait
dengan konteks konfliknya. Kalau untuk konflik Poso itu awalnya memang
ditengarai oleh konflik antarumat beragama belakangan itu gak benar tapi kalau
dibilang melibatkan dua kelompok agama, iya. tapi apakah itu konflik agama?
Jawabannya tidak jadi konflik horizontal saja sih. Maka model pembangunan
perdamaiannya pun berbeda, misalnya bagaimana agama itu yang inklusif dan
toleran, jadi tidak terjadi ketika kita melakukan pendampingan-pendampingan
terhadap mereka. Maka soal perdamaian itu bukan hanya soal membangun relasi
tapi juga tentang bagaimana menjadi pemenuhan kebutuhan yang utama.
Pembangunan itu harusnya menyatukan hubungan antaretnis bukan justru
merusak hubungan itu. Jadi harusnya pembangunan dapat membangun solidaritas
kesadaran kelompok yang berbeda bukan sebaliknya. Pembangunan justru
menciptakan pemisahan antar kelompok-kelompok itu.
6. Terkait dengan konflik Poso AMAN Indonesia juga turut serta dalam
resolusi konflik di sana, apa yang menjadi pertimbangan bagi AMAN
sehingga memutuskan untuk berkontribusi dalam proses pembangunan
perdamaian di sana?
Kami melakukan assessment (penelitian) terlebih dulu ternyata setelah perjanjian
damai memang tidak ada konflik di sana tapi aslinya itu masih tersimpan suhu
konflik yang luar biasa, misalnya orang Kristen yang dulunya tinggal dengan
muslim pas waktu konflik kan mereka mengungsi, 5-6 tahun mau balik mereka
kan males pasti karena mereka gak nyaman dengan kelompok yang bereda. Bagi
pemerintah itu tidak terlalu banyak dilihat sehingga seakan-akan beritanya bahwa
poso damai, terus yang kayak gini gimana ini? Orang-orang Kristen yang
mengungsi ketemu dengan orang-orang Kristen yang pribumi. Nah orang pribumi
juga merasa bahwa pemerintah ini berat sebelah, kok yang pendatang diurusin
sementara yang pribumi gak padahal mereka sama-sama korban konflik sehingga
mereka hubungannya tidak harmonis awalnya begitu kondisisnya. Artinya banyak
kebijakan-kebijakan pasca konflik itu yang tidak melakukan rekonsiliasi sepenuh
hati, rekonsiliasi yang sepenuh hati itu ya yang memang bisa mencakup semua
aspek. kalau kamu pake teorinya Johan Galtung, ada situasi dimana perdamaian
itu dikatakan positif dan negatif. Perdamaian negatif itu memang tidak ada
kekerasan, tidak ada perang, tidak ada konflik tapi mereka tidak bisa mengakses
kehidupan dengan layak, mereka tidak bisa bekerja dengan layak, pendidikannya
masih kurang. Artinya mereka masih menyimpan potensi-potensi untuk
bergejolak, itu yang membuat situasi di Poso itu hampir seperti yang dikatakan
Johan Galtung bahkan sampai sekarang. Ketimpangan coba kamubisa bayangin
bagaimana ketika keluarganya itu banyak terbunuh anaknya gimana waktu bayi,
trus juga bagaimana kemudian ekonomi ketika mereka mengungsi jadi ini bukan
hanya soal tidak ada perang tapi perutnya gimana setelah itu. Misalnya
pendidikannya, ibadahnya. Misalnya, kelompok muslim lebih enak dimana ada
mesjid mereka bisa sholat, bagi kelompok Kristen gak bisa karena mereka punya
ikatan dengan gereja, gak bisa asal gereja dia masuk karena mungkin ada 7-8
aliran di sana. Aspek-aspek kayak gitu kan juga perlu dipertimbangkan kalo
misalnya pembuatan kebijakan itu sensitive terhadap rakyat gitu. Belum lagi
budaya-budaya yang dulunya bisa menyatukan tapi pasca konflik hilang. Atas
dasar itulah kemudian AMAN Indonesia mengembangkan program di Poso untuk
menjawab salah satu kebutuhan dasar manusia, misalnya mereka bisa membangun
rekonsiliasi dengan sepenuh hati, mempertemukan kelompok-kelompok yang
dulunya saudara tapi karena agama mereka terpisah. Pasca konflik ditemukan
kembali, itu yang awal-awal kami lakukan di Poso tahun 2010-2011, setelah itu
kan berkembang.
7. Program apa yang dilakukan oleh AMAN untuk membangun perdamaian
antarumat beragama di Poso?
Sekolah perempuan, itu salah satu program utama atau regular, selain itu juga
banyaklah misalnya diskusi jadi tidak hanya satu program. Program kan didesain
dengan berbagai varian.
8. Apa yang ingin dicapai dari program tersebut?
Salah satu hal yang ingin dicapai dari program tersebut adalah untuk
mempertemukan sesama kerabat. Kedua adalah untuk membangun women
leadership atau kepemimpinan perempuan, itu yang menjadi problem utama
ketika misalnya dalam situasi-situasi konflik banyak muncul yah yang tadi saya
bilang itu. Potensi-potensi yang saya bilang itu bisa muncul cuma dalam ruang
publik mereka masih lemah posisinya. Selama masih ada pandangan laki-laki
yang lebih kuat, potensi perempuan tidak akan dilihat.
Padahal masa depan itu sebenarnya ada di tangan perempuan karena mereka yang
mengandung dan melahirkan. Kalau program itu masih dipikirkan laki-laki yang
pemikirannya tidak sensitif terhadap perempuan maka yang terjadi adalah
kesejahteraan itu bisa menurun termasuk mengikutsertakan perempuan di dalam
pengambilan kebijakan. Kenapa perempuan kalau rapat atau diskusi itu memilih
jalur damai karena dia tau bagaimana rasanya kalau anak terbunuh karena dia
yang mengandung. Coba bayangin berapa banyak ibu yang kehilangan anaknya di
Poso, mereka yang mati kan anak ibu semua mereka yang mengandung maka
mereka tidak bakal rela jika apapun itu membuat anaknya terbunuh.
Karena dia punya beban dan tanggung jawab untuk hal itu maka seharusnya
perempuan itu harus banyak terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Otaknya laki-laki itu memang kecenderungannya perang. Coba lihat, yang biasa
tawuran itu siapa, laki-laki. Gak ada ibu-ibu tawuran. Maka sebenernya
kelompok-kelompok perempuan ini sangat potensial untuk mencegah konflik
dengan cara dia banyak terlibat di dalam pengambilan keputusan sehingga
keputusan-keputusan tersebut sensitive terhadap perempuan. Maka dia gak mau
ada konflik karena susahnya nyari makan. Waktu konflik di Poso itu kan laki-laki
pada mengungsi ke hutan terus yang nyari makan siapa, perempuan. Perempuan
itu berjuang keras bagaimana caranya agar anaknya bisa makan. Dengan cara apa?
ke pasar mereka. Laki-laki ke pasar pada waktu itu bisa dibunuh mereka.
Sayangnya Negara kita masih begitu jadi waktu ada kesepakatan segala macem
itu, perempuan tidak banyak terlibat. Bahkan sampe FBR itu perempuan tidak
banyak dilibatkan untuk mengambil keputusan. Supaya peran perempuan itu
semakin meluas maka potensi dan kepemimpinan perempuan itu harus didukung.
Sekolah perempuan adalah salah satu yang memberikan wadah bagi perempuan
agar mereka bisa menjadi pemimpin Kalo perempuan jadi pemimpin kan Dia
bisa masuk ke dalam ruang-ruang sehingga apa yang dipikirkan perempuan itu
bisa tersuarakan di dalam forum-forum pengambilan kebijakan sehingga
kebutuhan perempuan itu bisa tercukupi tidak hanya dia menerima pasif saja.
Sekolah perempuan tujuannya adalah untuk membentuk kepemimpian perempuan
yang memiliki perspektif perdamaian. Sekolah perempuan itu yang punya
sensitive terhadap perempuan dan juga damai. Perempuan itu potensial di dalam
membangun perdamaian dan juga untuk merawat perdamaian. Jadi jangan sampe
kebijakan-kebijakan itu justru merusak hubungan itu.
9. Adakah lembaga atau organisasi lain yang bekerja sama dengan AMAN
Indonesia dalam proses membangun perdamaian di Poso?
Ada, KWSGKST (Komisi Wanita Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah) itu
salah satu partnernya AMAN sejak tahun 2009 di sana untuk mendorong
bagaimana perempuan itu bisa berdaya dan mereka bisa menjadi pemimpin-
pemimpin perempuan.
10. Bagaimana tanggapan masyarakat Poso terhadap program yang diadakan
AMAN Indonesia?
Pertama pasti ada kecurigaan karena sebenarnya AMAN ini kan lembaga muslim
tapi kenapa melibatkan kelompok-kelompok kristen untuk membangun Sekolah
Perempuan. Kecurigaan itu wajar karena situasinya seperti yang saya jelaskan
tadi yang masih pada posisi yang masih negative. Maka mereka juga mencari tahu
AMAN itu seperti apa, programnya seperti apa, itu wajar karena AMAN
merupakan lembaga muslim jadi mungkin mereka berfikir ada apa di balik smua
itu. Jadi awalanya seperti itu, sehingga kita juga tertantang untuk melakukan
semacam pendekatan-pendekatan khusus terhadap mereka. Misalnya Intensif
melakukan pendampingan terhadap mereka, menjelaskan kepada pemerintah di
sana apa sebenarnya visi misi kita dan apa sebenarnya program utama kita. Nah
seiring berjalannya waktu ya untuk program SP itu akhirnya mereka tau sendiri
apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan program SP. Nah bagaimana sih
rasanya mereka terlibat,banyak reaksi-reaksi positif kemudian bermunculan
misalnya yah baru pertama kali itu mereka bertemu dengan kelompok yang
berbeda, baru pertama kali sejak konflik itu mereka merasa nyaman bertemu
kembali satu ruangan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, misalnya saya
muslim ngobrol dengan Kristen dalam pelatihan atau di sekolah itu sendiri. Ruang
perjumpaan perempuan-perempuan itu mereka sama-sama merasakan anaknya
terbunuh, jadi ada perasaan satu nasib trus juga ada keinginan aga anak tidak
terbunuh lagi, nah ruang-ruang itu yang akhirnya membuat mereka akhirnya
mempromosikan kepada yang lain. tidak hanya kita, kalo kita kewalahan
menjelaskan pada orang Poso, orang Poso kan banyak, antar individu gitu dari
siapa ke siapa jadi misalnya aku ngajak kamu trus kamu ngajak siapa gitu. Nanti
dia akan menceritakan ke keluarganya trus ke siapa ke siapa begitu jadi kalo
misalnya soal pandangan mereka terhadap AMAN yah tidak ada masalah akhirnya
karena AMAN tujuannya bukan soal agama tapi bagaimana mereka perempuan
juga maju cara berfikirnya dan bagaimana cara mereka menjalani kehidupan itu
lebih baik gitu. Kedua peran KWS (Komisi Wanita Sinede) juga cukup besar yah
perannya untuk memberikan garansi sosial. AMAN juga tidak sendirian mereka
juga memanfaatkan gereja, penganut gereja di sana kan juga cukup besar dalam
memberikan efek terhdap jemaat-jemaat sehingga strategi-strategi ini efisien dan
efektif untuk melewati tantangan terhadap isu-isu yang tidak berkenanlah
misalnya bagaimana islam di sana. wajah kita bukan bagian dari wajah islam
“kelompok yang berkonflik” tapi menjadi wajah Islam yang memang mau terbuka
terhadap kelompok yang lain.
11. Apa yang menjadi tantangan dalam menjalankan program tersebut?
Pertama soal perempuan itu bagaimana mereka juga sadar betul terhadap
kekuatannya. Itu menjadi modal utama ketika mereka juga sadar betul apa yang
menjadi kebutuhan dia dan bagaimana caranya meraih mimpinya itu. Kedua soal
bagaimana mereka punya pengalaman konflik yang luar biasa sehingga
pengalaman-pengalaman tersebut membuat mereka mau gak mau harus banyak
melakukan pendidikan dan pelatihan untuk memperkuat skill dan kapasitas
mereka supaya pengalaman itu tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Ada
pengalaman yang luar biasa bagi ibu-ibu itu untuk menghentikan kekerasan
dimulai dari anak mereka misalnya gitu dimulai dari keluarga mereka sehingga
tidak tumbuh apa yang mereka khawatirkan soal bagaimana kekerasan itu tidak
tumbuh lagi.
Ada pengalaman yang membuat mereka tidak ingin mengulang lagi jadi program
itu menjadi semacam jembatan untuk memperkuat kapasitas diri dia misalnya
perspektif tentang perdamaian dan toleransi itu menjadi program pembuka kita.itu
ada anamanya training toleransi dan perdamaian itu sebagai pembuka, training
peunya kekuatan untuk membuka perspektif dia misalnya perspektif apa sih
sebenarnya perdamaian itu?
12. Apa dampak yang timbul dari adanya program tersebut terutama bagi
masyarakat Poso?
Kapasitas mereka labih fresh atau memahami soal konflik seperti apa dan
perdamaian seperti apa. Kedua mereka juga punya pengetahuan-pengetahuan yang
lain terkait misalnya apa sih sebenarnya perdamaian itu. Lalu punya materi-materi
lain terkait dengan keorganisasian, keuangan dan sebagainya terus juga
manajemen organisasi, manajemen sekolah itu sendiri. Ketiga mereka punya
network jaringan yang luas ya jaringan perempuann di berbagai bidang misalnya
di bidang ekonomi, bidang budaya, sosial. Mereka mendapatkan itu ketika
berjejaring dengan AMAN. Lalu kalau bicara masalah dampak yang paling
dirasakan kalau di keluarga itu ya perubahan ibu yang dulunya lumayan pasif
untuk domestik sekarang itu mereka lumayan keren ya klo misalnya diundang ke
acara apa gitu menjadi leader baru, menjadi fasilitator menjadi guru macam-
macam jadi ada perubahan-perubahan dan itu juga berdampak pada anak-anaknya
ya, kualitas belajarnya juga meningkat seperti itu. Lalu dampak yang lain
misalnya mereka punya pengaruh terhadap kebijakan di tingkat desa. Bagaimana
ibu-ibu di Poso itu terutama di Malei ya mereka mampu mendorong dalam
membangun perekonomian kreatif .
13. Apa saja bentuk-bentuk partisipasi perempuan dalam membangun
perdamaian antarumat beragama khususnya di Poso?
Mereka kan tidak hanya orang yang di rumah tangga saja kan ada anggota jemaat
gereja dan lain-lain mereka juga mentransfer apa yang didapat, misalnya gereja
mereka juga mampu mengajak jemaat untuk melakukan kegiatan bersama, mereka
juga mampu meyakinkan gereja bahwa kader-kader perempuan ini juga bisa
digunakan untuk acara-acara gereja. Jadi gini loh kalau gereja butuh stok orang,
ini banyak dari SP. Jadi kalo diibaratkan kaderisasi SP ini banyak memiliki kader-
kader yang bisa digunukana atau dibutuhkan. Beberapa kader juga melakukan itu
di kelompok lain, mereka juga ada yang menjaadi narasumber untuk kelompok
perempuan lainnya gitu jadi mereka berkembang untuk menjadi pribadi yang
cukup dinamik di dalam mengembangkan atau mentransfer pengetahuan yang ada.
Tantangann terbesar memang di pemerintah karena pemerintah ini masih
dominasi laki-laki dan pemikiran yang sangat patriarkis dan memang cara berfikir
yang tidak terlalu sensitive terhadap perempuan.
14. Berkaitan dengan komunikasi, model komunikasi yang diterapkan AMAN
Indonesia adalah komunikasi nirkekerasan. Ada empat komponen penting
yang ada pada komunikasi nirkekerasan, yaitu observasi, perasaan,
kebutuhan, dan request. Bagaimana proses AMAN Indonesia dalam
menerapkan setiap komponen tersebut?
Jadi begini salah satu materi pokok kita di dalam pembelajaran itu memang
namanya komunikasi nirkekerasan jadi bagaimana kita untuk lebih banyak
mengurangi penilaian terhadap orang lain sebelum kita meng-observasi. Salah
satu subjek yang diberikan waktu itu adalah bagaimana kita melakukan observasi
lebih dalam sebelum kita penelitian. Maka Penilaian bisa dilakukan berdasarkan
observasi, jadi awalnya intinya adalah bagaimana kita tidak terlalu men-judge
orang lain sebelum kita tahu apa yang terjadi. Itu kan sebenarnya prasangka dan
salah satu program kita adalah untuk menepis prasangka. Maka bagaimana
menggunakan komunikasi tanpa kekerasan itu, ya observasi. Observasi adalah
datang bertemu langsung dan berkomunikasi dengan mereka. Kuncinya di dalam
komunikasi ini adalah jangan men-judge dan berkomunikasi langsung dengan
objeknya, maka cara AMAN adalah kita observasi dan berkomunikasi langsung.
Maka sebenarnya komunikasi itu membantu orang untuk mengawal langsung
sehingga ia tidak akan mudah melakukan kekerasan. Itu juga kita terapkan pada
konteks yang di Poso, kalo hanya denger muslim yah seperti ini, takut segala
macem, maka kita harus mempertemukan mereka. Mereka melakukan sendiri
observasi ke kelompok Kristen begitupun sebaliknya. Ini dilakukan dalam rangka
membangun komunikasi yang lebih baik sehingga penilaian yang negative itu
tidak ada lagi. Kita datang langsung dan berkomunikasi dengan mereka dan
mempertemukan mereka (Islam dan Kristen). Mereka membangun komunikasi
yang lebih baik sehingga penilaian yang buruk tadi itu tidak ada lagi.
Untuk perasaan misalnya begini, program kan tidak serta merta up down yah.
Misalnya kita punya peraturan langsung suruh taati oleh bawahan atau yang lain.
kita juga harus memikirkan apa yang mereka rasakan dan inginkan. Maka
perasaan itu lebih kepada bagaimana program kita itu lebih sensistif gender. Di
dalam SP sebelum memulai pelajaran itu ada yang namanya sharing perasaan
tujuaannnya itu adalah bagaimana seseorang belajar untuk terbuka dengan orang
lain dan orang lain belajar mendengarkan. Karena tidak semua orang berani jujur
terhadap dirinya sendiri atau terhadap orang lain. Maka sharing perasaann itu
adalah untuk saling percaya satu sama lain dan kalo ada masalah diselesaikan
secara cepat jadi komunikasi nirkekerasan menurut kita harus ada semacam
kepercayaan antarindividu tanpa itu mustahil, kamu akan bicara indah saja tapi di
dalamnya itu airnya beriak gitu masih bergejolak. Sehingga sharing perasaan itu
menu wajib sebelum masuk ke materi-materi yang akan disampaikan. Pernah satu
kelas bubar karena nangis karena mereka merasa cerita satu orang mewakili
semuanya, entah karena sedih, empati atau tenggng rasa di komunikasi kekerasan
kan juga mencakup itu kan kejujuran, empati, maka kita melakukan olah rasa itu
di awal sebelum sekolah dimulai sehingga orang-orang itu plong semua dan
materi yang diberikan akan masuk dan mengalir dengan cepat di otak mereka.
Lalu kita bicara kebutuhan, kebutuhan apa yang tepat. Kalau AMAN itu kita
punya mekanisme bagaimana membangun progam bersama komunitas perempuan
dan stakeholder/pemerintah dan tokoh-tokoh agama. Jadi progam ini bukan harga
mati, jadi program yang dibangun bersama kita punya tawaran tertntu iya, hasil
dari observasi maupun hasil dari riset tapi di dalam mengkomunikasikan dengan
masyarakat itu pasti melibatkan partisipasi mereka sehingga tidak ada kesan kalo
ini monopoli atau kekerasan itu kan bisa muncul jika memaksa dalam
menjalankan pogram kita.
Komunikasi yang baik adalah bagaimana di sini kita mengajak orang untuk
menjelaskan dan dijelaskan. Harus ada komunikasi dengan mereka berupa
observasi atau riset, pertemuan-pertemuan dengan warga kampung, komunikasi
dengan perempuan sehingga semua merasa dilibatkan. Dari situ baru ketemu
mereka membutuhkan apa, karena kalo program ini hanya digantungkan di
AMAN saja maka program itu sulit berjalan tapi kita punya pendekatan
bagaimana program itu masyarakat mempunyai ownership, mereka harus punya
rasa kepemilikan program. Maka bicara soal kebutuhan itu harus ada aspek
bagaimana mereka mengontrol perasaan. Itu penjelasannya terkait dengan apa
yang diterapkan oleh AMAN dalam noncommunication and nonviolent action.
Dua hal itu gak boleh lepas, satu komunikasi nirkekerasan satu lagi aksi tanpa
kekerasan bagaimana program-program itu juga tidak menimbulkan kekerasan
terhadap orang lain, menimbulkan ketersinggungan terhadap orang lain itu harus
dihindari maka kita punya yang namanya asumsi dan resiko di dalam program.
Apa sih yang bisa membuat program ini berhasil dan yang membuat program ini
tidak berhasil, misalnya ada kelompok-kelompok yang memang tidak setuju itu
harus kita ketahui dari awal kalo gak di tengah jalan pasti ada hambatan-hambatan
itu juga kita komunikasi kan dari awal bagaimana kelompok-kelompok yang
terkait ini harusnya bisa berkontribusi maka itu kita sebut nonviolent action, aksi
tanpa kekerasan,dan apapun itu ya cara-cara dalam membangun perdamaian tidak
boleh dengan cara-cara kekerasan. Komunikasi kekerasan itu harus dipraktikkan
misalnya dalam satu hari bisa gak tidak mengeluarkan kata-kata yang kasar.
Ada sekolahnya, ada teorinya ada praktiknya sehingga itu dapat menularkan
kepada orang lain untuk tidak berkomunikasi dengan kekerasan. Dan ini harus
dilatih, misalnya di Poso kita suruh bikin surat cinta untuk suami, kapan terakhir
bilang cinta untuk suami pasti rata-rata tidak pernah biasanya kalo udah
berkeluarga yang dibicarakan itu adalah duit duit dan hampir semua menggunakan
bahasa negative. Masalah aja dibicarakan tapi hal-hal yang bersifat romantisme
tidak dibahas. Maka salah satu teknik yang AMAN terapkan untuk membangun
hal-hal itu adalah bagaimana ibu-ibu kita minta buat surat cinta, kedua buat PR
bersama suami. Kalo di keluarganya biasanya mintanya palingan duit, panci bocor
dll tapi tiba-tiba misalnya mengerjakan teka-teki silang, pertama mungkin suami
cuek tapi lama-lama dia mau terlibat salah satu komunikasi yang kita terapkan
adalah komunikasi setara dan meningkat.
Maka kita terapinya biasanya kita minta mereka untuk menuliskan kata-kata
positif sehari berapa, menghindari penggunaan kata jangan atau negative lainnya.
Komunikasi itu kan harus dipelajari dan dipraktikkan sebagai sebuah pengetahuan
dan attitude maka orang akan belajar pilihan kata. Ada pilihan-pilihan kata baik
yang tidak menyinggung orang dan berdasarkan kebutuhan. AMAN juga begitu,
kita membuat program berdasarkan kebutuhan kalo mereka gak punya kebutuhan
ya mereka mungkin enggan menjalankan programnya jadi kunci dari program ini
adalah bagaimana kita membangun kebutuhan bersama sesuai dengan sensitivitas
kebutuhan masyarakat. Karena AMAN membangun relasi antar dua kelompok
yang berbeda, maka sensitivitas agama, sensitivitas budaya, gender menjadi
pendekatan kita dalam komunikasi program.
15. Sejauh ini apa saja yang berhasil dicapai oleh AMAN Indonesia?
Banyak itu, misalnya di pendidikan kita sudah 19 cabang SP itu di level wilayah.
Di nasional ikut membidangi Aliansi Nasional Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan, kita juga ikut membidangi Indonesia beragam yang mempunyai 44
jaringan di Indonesia AMAN salah satu koordinatornya, tahun lalu drafter run
P3AKS Rencana Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak di wilayah konflik
sekarang sudah disahkan melalui Perpress No.18 thn 2014 itu di Nasional.
16. Apa harapan AMAN Indonesia selanjutnya terutama dalam proses
pembangunan perdamaian melalui partisipasi perempuan di Indonesia?
Harapannya budaya perdamaian di Indonesia lebih inklusif, tantangan yang kita
hadapi sekarang itu soal bagaimana orang akan mudah melakukan tindakan
kekerasan karena identitas keagamaan. Harapan kita ya punya kontribusi ke sana
bagaimana membangun budaya agama itu yang memang inklusif dan ramah
terhadap kelompok perempuan. Tantangan kita itu adalah bagaimana budaya
pemimpin itu dikembalikan lagi pada budaya moderat, makanya AMAN
mendeklarasikan ini sebagai muslim progresif. AMAN itu jaringan muslim
progresif yang punya cita-cita ingin membangun budaya agama yang lebih santun
lebih toleran, ramah terhadap kelompok perempuan dan sebagai jaringan muslim
progresif maka progressivitas islam yang kita anut dan kita kembangkan. Maka
harusnya, pertama ramah terhadap kelompok perempuan, kedua, turut membela
terhadap hak-hak kelompok minoritas dan kelompok yang didiskriminasi
misalnya ahmadiyah, syiah. Mereka kan termasuk kelompokyang didiskriminasi
maka AMAN pasang badan untuk membela mereka bukan membela agamanya
tapi membela hak-hak-nya. Hak kan banyak hak pendidikan atau hak beribadah,
ketiga adalah bagaimana AMAN juga bisa menjadi perjumpaan kelompok-
kelompok yang berbeda artinya kelompok manapun itu semua bisa masuk di
AMAN tanpa membedakan itu karena nilai yang kita anut adalah soal bagaimana
kebutuhan bersama maka tidak boleh membeda-bedakan. Harapannya perdamaian
bisa terwujud tercipta karena memang sudah tidak ada sekat, sudah tidak ada lagi
istilah mayoritas minoritas, yang ada adalah bagaimana mereka itu sama-sama
punya hak untuk bebas beribadah sesuai dengan aturan yang berlaku. AMAN lahir
dan sekarang menjadi rumah bagi kelompok-kelompok tersebut.
Ciputat, 19 April 2016
Informan Pewawancara
Gufron Laily Rahmawati
Nama : Siti Hanifah
Jabatan : Koordinator Divisi Community and Powerment
Waktu Wawancara : 5 April 2016
Lokasi Wawancara : Jl. L No.3 Rawa Bambu 1, Pasar Minggu Jakarta Selatan
1. Dalam pembangunan perdamaian di Poso AMAN membangun Sekolah
Perempuan untuk Perdamaian (SP), apa sebenarnya SP?
AMAN itu kan memiliki dua model di dalam membangun perdamaian karna kita
fokus pada perempuan dan pembangunan perdamaian. Kita ngambil Poso itu sebagai
representasi dari daerah pasca konflik, sedangkan yang di Jakarta kelompok urban,
yang di bogor itu kita menyebutnya daerah konflik. Nah di Poso itu kita ngambil
sebagai representasi daerah konflik karena sampai sekarang pun konflik itu masih ada
di Poso walaupun konfliknya sudah berbeda kalau dulu kan antaragama kalo sekarang
terorisme. Jadi model SP-nya sama sebenarnya jadi modul kita punya Cuma di dalam
penyampaian materinya disesuaikan dengan permasalahan atau daerah masing-
masing. Kita sesuaikan secara konteks dengan wilayah masing-masing karena di
dalam proses sekolah kita memiliki sesi awal itu sharing. Sharing itu mengggali
pengalaman peserta, menceritakan pengalaman peserta terkait materi yang akan
disampaikan kalo sekarang kita belajar tentang ketidakadilan gender, maka fasilitator
bisa mulai dengan apa sih yang kamu rasa tidak nyaman menjadi seorang perempuan,
itu kan pengalaman-pengalaman mereka berbeda. Nah pengalaman-pengalaman itu
yang kemudian kita rangkum, secara kontekstual kemudian kita tarik dalam sebuah
teori yang disampaikan. AMAN di Poso itu kan sejak 2009 berarti sekarang sudah 7
tahun ya jadi yang kelas lama itu ada dua, Pamona dan di Malei kemudian pada 2013
kita buka kelas baru. Pemimpin-pemimpin yang ada di Poso jadi waktu itu
representasinya ada Aisiyah, ada wanita islam Al-Khairat sama KWS (Komunitas
Wanita Sinode). Kemudian pada perkembangannya setelah kongres tahun 2014 kita
nyatakan bahwa SP adalah organisasi yang mandiri baru kita membentuk yang
namanya PSPP (Persatuan Sekolah Perempuan untuk Perdamaian) PSPP ini yang
menjadi titik awal ibu-ibu mencetuskan pengorganisasian sendiri jadi sudah mulai
mempraktikkan ilmu-ilmu yang mereka dapat setelah mengikuti kelas akhirnya terus
berkembang, di Poso ini sudah ada berkembang sembilan (9) kelas, artinya kalau kita
yang mendirikan ada 3 kelas sisanya itu ibu-ibu yang mendirikan jadi mereka
excercise ilmu mereka. Ini bagian dari usaha AMAN menuju kemandirian SP, mereka
membuka kelas baru jadi kita menciptakan leader-leader baru di sana.
2. Kalau untuk materi apakah ada materi khusus yang disampaikan dalam
Sekolah Perempuan (SP)?
Kalo yang terbaru kita memakai 4 modul. Modul yang pertama transformasi individu,
transformasi relasional, transformasi struktural, transformasi kultural. Jadi materi-
materi yang ada di tiap-tiap modul ini pasti berbeda-beda. Kalo yang transformasi
relasional dan individu itu bagaimana kita menciptakan kesadaran kritis terhadap
lingkungan jadi sesuatu yang terkait dengan individu peserta, kalo korelasional
bagaimana komunikasi bagaimana negosiasi bagaimana mengoorganisir. Jadi masing-
masing itu berbeda, maka modul ini harus diberikan secara berurutan jadi biar capaian
target pembelajarannya jelas.
3. Adakah nilai-nilai tersendiri yang ingin disampaikan AMAN Indonesia melalui
SP?
Jadi sejak 2014, PSPP itu sudah memiliki SOP sendiri. Jadi mereka sudah punya visi
dan misi sendiri nah itu yang menjadi panduan kita dari tujuan besar AMAN. Dari
2014 tentu akan terus berkembang kalo yang di Jakarta cuma ada 2, Jawa baru ada 1
jadi ini berkembang dan terus berkembang. Daerah Sulawesi Tengah itu dulu kan
cuma ada 3 sekarang sudah 9. Nah posisi AMAN sekarang sudah setara dengan SP itu
sendiri, kita sebagai partner, tidak lagi sebagai induk. Kalo sebelumnya kan kita
sebagai induk . visi PSPP adalah terwujudnya masyarakat damai, mandiri, sejahtera,
dan adil gender.
4. Adakah hambatan-hambatan yang dialami AMAN Indonesia selama
membangun dan menjalankan SP itu?
Kalo kita tidak menyebutnya hambatan ya karena kalo hambatan itu lebih ke-internal
kita. Kalo yang dari luar kita, kita menyebutnya tantangan bagaimana kita bisa
menghadapi tantangan itu jadi kalo hambatan itu yang sifatnya internal. Kayak
misalnya masyarakat meminta untuk acara ini, tapi ternyata kita tidak punya dana itu
hambatan. Hambatan itu yang kita tidak bisa mengatasinya. Tapi kalo yang dari
eksternal itu tantangan. Kalo hambatan itu lebih pada keinginan masyarakat, mereka
itu sering kali tidak bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan itu yang
kadang menjadi hambatan kita mereka itu merasa bahwa AMAN itu datang ke
komunitas dan menganggap jika mengikuti program itu membuat mereka kaya raya,
jadi pemberdayaan ekonomi padahal kan AMAN tidak memiliki konsen di situ tapi
bagaimanapun pemberdayaan ekonomi itu harus dilakukan. Kalo ngomong peace
building pemenuhan kebutuhan harus dilakukan akhirnya kita berjejaring dengan
organisasi lain trus kita minta mereka untuk meng-identifikasi kekuatan yang mereka
punya. Karna AMAN memang tidak memiliki spesifikasi di situ jadi kita hanya
linking trus kemudian kita listing apa kekuatan-kekuatan mereka kemudian apa yang
bisa mereka lakukan kita memfasilitasi mempertemukan dengan organisaasi lain yang
memang fokus di situ. Jadi yang menjadi hambatan itu kita tidak bisa memenuhi
semua harapan komunitas karna kadang keinginan komunitas itu berleihan kita
dianggap malaikat yang bisa menyelesaikan semua masalah kemudian mereka
menganggap prosesnya itu kalo AMAN yang datang masalah harus selesai sekarang
juga padahal kan butuh waktu. Trus hambatan di kita juga itu pergantian fasilitator,
masyarakat itu kan trust pada kita itu kadang secara personal mereka lebih nyaman
dengan fasilitator yang A misalnya. Secara kelembagaan berbeda mungkin ketika
saya dengan teman saya yang lain datang kan kadang mereka lebih suka bercerita
dengan saya kemudian saya tiba-tiba keluar. Nah itu kan ketika harus membangun
komunikasi dengan fasilitator yang baru kan harus trust building lagi harus
membangun komunikasi yang intens lagi, itu kan menjadi suatu hambatan. Jadi turn
over fasilitator yang tinggi mungkin ya trust juga mencari fasilitator itu kan gak
gampang. Jadi kita harus memulai dari awal lagi, dia juga belum tau kondisi
komunitas, mengulang-ulang itu kan yang susah buat kita, itu hambatan terbesarnya.
5. Kalau untuk faktor-faktor pendukung sendiri seperti apa?
Faktor pendukung itu masyarakat yang terbuka trus kemudian stake holder yang open
minded, ini mereka terbuka terhadap perubahan itu yang menjadi faktor pendukung
utama buat kita tapi yang paling utama sebenarnya kemauan ibu-ibu yang mau belajar
dan berubah. Karena sebesar apapun prevensi kita kalo ibu-ibunya tidak merasa itu
adalah kebutuhan mereka ya gak papa jadi mereka ngumpul kalo kita yang minta
tanpa inisiatif dari mereka. Trus stake holdernya mendukung itu lebih memudahkan
kita kayak di Poso itu kan stake holder-nya itu membantu betul. Jadi mereka
merekomedasikan adanya kelas baru itu kan medukung dan memudahkan kita ketika
melakukan intervensi kepada masyarakat karena ini sudaah merupakan perintah dari
atasan.
6. Bagaimana tahapan-tahapan Sekolah Perempuan itu senidiri?
Kalo AMAN itu kita memiliki tahapanya itu ada tiga yaitu,
a. prelearning: jadi sebelum pembelajaran itu isinya Assasment (penelitian singkat),
jadi kondisi wilayah, masalah-masalah yang ada di wilayah itu, apa potensinya,
siapa difider-nya, siapa promotornya, nah setelah kita assessment kita melakukan
community planning. Jadi pre learning itu isinya assessment, community planning,
temuan-temuan yang kita temukan itu kita sampaikan di komunitas saat itu. Setelah
menentukan masalah itu apa yang harus kita lakukan itu dibahas di community
planning. Nah dalam community planning itu kita menghasilkan action plan, hasil
action plan itu kita arahkan ke peningkatan kapasitas dan itu di komunitas
perempuan. Setelah ada action plan kita kerangkai mereka di dalam peace and
tolerance training.
b. proses learning atau proses pembelajaranya nah di situ regular class (kelas regular)
baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas, harus masuk ke pendampingan.
Pedampingan ini ditujukan bagaimana materi yang dipelajari di kelas itu bisa
dipraktekan oleh ibu-ibu dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya berhenti di ibu-
ibu tapi bagaimana pembelajaran itu sampai kepada ke keluarganya, biasanya di
dalam sekolah itu ada PR yang harus diisi oleh ibu-ibu dengan pasanganya dengan
anak-anaknya dengan tetangganya, pendampingan ini memantau itu jadi
bagaimana ilmu yang di dapatkan di kelas dipraktikkan di rumah, tetangga,
lingkungan dan sekitarnya. Trus pendampingan ini juga pendekatan kepada stake
holder supaya stake holder itu juga bisa mendukung adanya pembelajaran ini. Jadi
ibu-ibu tidak hanya berhenti di kelas tapi juga bisa melihat permasalahan yang ada
di sekitarnya trus bagaimana menyelesaikannya trus meng-connect-an ibu-ibu
dengan stake holder di pemerintah. Jadi upaya-upaya itu yang kami lakukan jadi
tidak hanya berhenti di pendidikan tapi juga di pendampingan. Ini yang memang
berat sebenarnya karna kan prakteknya.
c. post learning, ini yang monitoring dan evaluasi. Jadi melihat apakah pembelajaran
itu bisa memberikan perubahan bagi ibu-ibu di 4 level yaitu individu, relasional,
struktural dan kultural.
7. AMAN Indonesia ini kan memiliki fokus isu terhadap perempuan dan
pembangunan perdamaian. Nah bagaimana menurut anda keterkaitan
antarkeduanya?
Perempuan itu dalam bahasa kita yang melahirkan kehidupan maka pasti dia itu punya
potensi besar untuk menjaga kehidupan itu sendiri. Proses-proses pembangunan ini
kan biasanya dan kebanyakan itu yang sukses dilakukan oleh perempuan walaupun
kemudian pada kenyataannya yang kita ketahui proses pembangunan perdamaian di
meja perdamaiannya kebanyakan didominanasi laki-laki tapi itu kan officially tapi di
komunitaas perdamaian itu ya perempuan yang menginisiasi, dimanapun cerita itu
ada. Perempuan itu capek melihat anaknya mati, suaminya mati, anaknya diperkosa,
nah pengalaman-pengalaman itu akhirnya membuat mereka tergerak untuk bertindak
agar perempuan-perempuan juga dapat menghentikan kekerasan-kekerasan itu.
Karena itu kita percaya bahwa dengan potensi perempuan kita bisa menjaga
perdamaian ini, menciptakan perdamaian. Jadi korelasinya sangat kuat karena
perempuan yang memiliki rahim, rahim itu kan yang identik dengan cinta kasih kan.
Trus juga identik dengan nurturing, nurturing itu kan merawat menjaga, cinta kasih.
Potensi-potensi itu kan lengkap ada di perempuan walaupun pada kenyatannya tidak
semua perempuan bisa melakukan itu tapi setidaknya secara dasarnya itu di situ
potensinnya.
8. Sejauh mana intervensi AMAN Indonesia dalam membangun perdamaian
melalui pertisipasi perempuan sejauh ini?
Sekarang AMAN intervensinya kalo di propinsi itu di Jakarta, Sulawesi tengah, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jatim. Nah di 6 propinsi itu kalo di Jawa
Barat ada 5 kelas, di Bogor 3, di tasik 2, kalo di Jakarta tinggal satu 1, di Poso 9, di
Wonosobo 1, di Jogja 1, di Sidoarjo sama di Jember.
9. Apa saja bentuk partispasi perempuan Poso dalam membangunperdamaian
antarumat beragama?
Partisipasi politik mereka terlibat dalam muslembang jadi entah di muslembang desa,
kecamatan, itu mereka dilibatkan. Trus mereka terlibat dalam politik praktis termasuk
yang menjadi anggota dewan. Trus sebenarnya beberapa kali yang di Pamona itu,
mewakili pemerintah untuk ikut dalam lomba-lomba di tingkat provinsi. Artinya
organisasi ini sudah ada pengakuan dari kelurahan bahwa ini memang lumbung
kaderisasi perempuan.
Dalam sector ekonomi khususnya di Poso, lumayan banyak produk yang dihasilkan
ibu-ibu. Di malei itu, merek amembuat piring keranjang dengan abon ikan trus juga
beberapa kue-kue. Nah itu produk yang khas ya. Kalo di Poso bersatu itu sambel tapi
ini sifatnya belum secara umum melibatkan semua perempuan sehingga ini
meningkatkan perekonomian perempuan tapi ini masih sifatnya individual-individual
memang ini dikelola oleh anggota SP tapi belum menjadi program bersama yang
ekonomi social egalibity, jadi sifatnya masih individu tapi sekian persen masuk ke kas
SP jadi belum menjadi program bersama solidaritas menjadi ekonomi sosial tapi akan
kita arahkan ke sana jadi kita sudah belajar konsep, solidarity suistanibility economy
(solidaritas ekonomi yang berkelanjutan) jadi akan kita arahkan ke sana bahwa yang
kaya jangan satu orang tapi semua perempuan bukan hanya SP tapi semua masyarakat
yang ada di sana.
Ranah sosial, usaha-usaha membentuk perempuan menjadi agen perdamian trus
mereka menjadi pemimpin-pemimpin baru trus juga berkampanye untuk kerukunan-
kerukunan beragama itu sudah aktif dilakukan ibu-ibu. Ke depannya kita bukan hanya
fokus pada internal tapi juga bagaimana kita menyebar manfaat sebanyak-banyaknya
bagi masyarakat sekitar. Misalnya di Poso banyak kasus narkoba, kekerasan seksual,
kehamilan yang tidak diinginkan, SP sudah mulai observasi ke sana. Tapi sifatnya
masih parsial belum massive bahwa ini memberikan kesadaran kepada semua untuk
mengoorganisir mereka supaya waspada terhadap bahaya narkoba itu masih belum.
Dan fokus kepada bagaimana mengawal undang-undang desa karena di dalam
undang-undang desa itu kan ngomongnya pembangunan jadi harus melibatkan
partisipasi semua elemen masyarakat. Jadi SP itu tidak melulu menggarap perempuan
tapi sudah mulai mendekati anak-anak muda untuk dilibatkan. Jadi gerakan ini bukan
hanya gerakan perempuan tapi juga gerakan banyak orang. jadi yang menjadi fokus
framing ke depan ya pembangunan Undang-undang jadi mereka harus merebut slot,
ketika rencana pembangunan trus bagaimana implementasinya, watch dog mereka
yang bagian kontrol trus kemudian mereka meberikan masukan secara akurat. Kalo
mereka bisa mengakses undang-undang desa dan juga dana desa kan lebih baik. Jadi
tidak ada lagi kendala dana.
10. Apakah pembangunan perdamaian antarumat beragama melalui partisipasi
perempuan yang dilakukan di Poso sudah bisa dikatakan berhasil?
Kalo yang di kita sudah selesai tinggal rasa dan prasangka. Jadi kan sebenarnya
menjadi agen perdamaian itu adalah bagaimana mengurangi diskriminasi, kecurigaan.
Syukur-syukur nanti SP ada dimana-mana ini kan bisa dimanage dengan baik tidak
lagi penuh kecurigaan dan lain-lain.
11. Apa harapan anda selanjutnya terutama dalam membangun perdamaian
dengan melibatkan partisipasi perempuan?
Kita ingin lebih banyak perempuan yang berfikir kritis dan memiliki perspektif damai
dalam menyelesaikan masalah karena itu AMAN terbuka sekali bagi siapapun yang
mau membuka kelas baru dengan modul kita, kita akan izinkan itu. Karena harapan
kita budaya damai ini terus berkembang khususnya di Indonesia karena kan sekarang
kampanye kebencian kan tinggi sekali. Orang itu kan semakin lama bukan semakin
maju tapi semakin mengeras keagamaannya. Orang tidak lagi melihat pada simbol-
simbol keagamaan tapi pada nilai, nilai-nilai agama itu kan semuanya bagus ya kalo
kamu percaya pada agamamu pasti kamu akan baik pada semua orang. itu yang ingin
kita promosikan bahwa strategic planning kita bulan februari kemarin bahwa agama
yang damai itu harus dipromosikan jadi jangan sampai orang-orang melihat islam ini
agama yang jahat, agama teroris, yang menghalalkan orang-orang berbuat jahat itu
yang ingin kita ubah. Jadi harapannya sesuai dengan visi AMAN menciptakan
masyarakat harmoni yang tanpa kekerasan, kita boleh beda tapi gak boleh dengan cara
kekerasan, beda itu boleh kita memang diciptakan untuk berbeda tapi gak boleh ada
kekerasan.
Ciputat, 19 April 2016
Informan Pewawancara
Siti Hanifah Laily Rahmawati
Lembar Wawancara
Nama : Roswin Wuri
Jabatan : Sekretaris Pengurus Persekutuan Perempuan Sinode
Gereja Kristen Sulawesi tengah (GKST)
Tanggal wawancara : 29 April 2016 via email
1. Apakah anda mengikuti atau terlibat dalam program yang dilaksanakan AMAN
Indonesia di kabupaten Poso, misalnya dalam program Sekolah Perempuan
(SP)?
Ya, saya terlibat karena saya merupakan salah seorang anggota Sekolah Perempuan.
2. Apakah anda memiliki peranan tersendiri dalam pelaksanaan program
tersebut? Jika ada, mohon dijelaskan!
Ya, posisi saya sebagai Presidium Persatuan Sekolah Perempuan Perdamaian di
Kabupaten Poso-Sulawesi Tengah, mengkoordinir Sekolah-sekolah perempuan yg ada
di wilayah tersebut.
3. Berapa lama anda mengikuti atau terlibat dalam program tersebut?
Sejak tahun 2013 ketika Aman mengadakan Training Peace and Tolerance di Poso
4. Siapa yang pertama kali memberitahu anda tentang adanya program tersebut?
Saya diberitahu oleh ketua Komisi Wanita Sinode (KWS) Pdt Agustina Lakukua dan
dipercayakan untuk mengikuti Training di Poso.
5. Kenapa anda mau mengikuti dan turut serta dalam program tersebut?
Memang wadah seperti inilah yang saya rindukan pasca konflik Poso
6. Apa saja yang anda pelajari dalam program tersebut? Adakah materi-materi
khusus yang disampaikan?
Diawali dengan transformasi individual inilah fondasi bagi perempuan sehingga
dengan mengenal potensi dirinya dapat membawa perubahan didalam lingkungan
keluarga, dan di dalam masyarakat...dst
7. Menurut anda, bagaimana cara fasilitator dari AMAN Indonesia dalam
menyampaikan materi?
Sangat baik.
8. Apa dampak yang anda rasakan setelah mengikuti program ini baik untuk diri
sendiri, keluarga maupun masyarakat?
Saya mempunyai banyak teman, saya bisa memberikan Pendidikan Perdamaian
dalam Keluarga, Saya diberi ruang untuk turut merajut damai di Poso mulai dari
komunitas Sekolah Perempuan yang majemuk.
9. Bagaimana tanggapan anda terhadap program tersebut?
Program-program AMAN sangat bermanfaat bagi pengembangan diri perempuan
dan Sekolah Perempuan adalah wadah untuk mencetak agen-agen perdamaian
terutama untuk warga Poso sendiri.
10. Berbicara mengenai pembangunan perdamaian oleh perempuan, apakah
program tersebut sukses dalam memaksimalkan kapasitas dan partisipasi
perempuan sebagai agen perdamaian?
Di satu sisi perempuan berkecimpung di ranah domestik dan ini merupakan peluang
baginya untuk memberi pendidikan damai di dalam keluarga sebagai upaya untuk
menangkal faham radikalisme yang menguat dewasa ini. Di ranah publik perempuan
punya potensi menebar damai tanpa tindakan-tindakan kekerasan.
11. Apa saja yang terlah dicapai komunitas atau perempuan-perempuan Poso
sebagai agen perdamaian baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan lain-
lain?
Di bidang sosial: pertemanan perempuan lintas agama, budaya kian terawat melalui
SP. Politik: Sudah ada kader-kader dari Sekolah Perempuan yang menjadi anggota
legislatif yang diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan-kepentingan
perempuan, anggota-anggota SP sudah diikutkan dalam rapat-rapat desa/kelurahan.
Ekonomi: Anggota-anggota SP tercerahkan untuk mencari peluang-peluang untuk
meningkatkan ekonomi keluarga dan komunitas dengan cara: belajar membuat dan
mengemas Kue, cemilan-cemilan, Ikan Roa dll, Ada SP yang menekuni Kebun sayur
organik.
12. Bagaimana pandangan anda terhadap AMAN Indonesia terutama berkaitan
dengan komunikasi AMAN Indonesia terhadap komunitas atau masyarakat di
kabupaten Poso?
Komunikasinya baik dan lancar. Ketika ada perwakilan dari AMAN datang ke Poso
maka mereka tidak alergi mengunjungi rumah orang nasrani bahkan rumah
ibadahnya, juga sebaliknya.
13. Berdasarkan informasi yang saya ketahui, AMAN Indonesia menerapkan
komunikasi nirkekerasan (nonviolent communication) dalam proses
pembangunan perdamaian tersebut, apakah AMAN Indonesia sudah
menerapkan komunikasi tersebut dengan baik? Bisa dijelaskan beberapa
implementasinya.
Ya, beberapa implementasinya adalah Selalu berkata yang positif, Tidak ada
desakan/pemaksaan bagi siapapun untuk bergabung dalam SP, Merangkul kembali
ibu-ibu SP yang tidak aktif dengan mendiskusikan kendala-kendala yang ditemui, dll.
14. Berkaitan dengan teori komunikasi nirkekerasan ada empat hal yang menjadi
tahapan yakni observasi (pengamatan tanpa penilaian), perasaan/identifikasi,
kebutuhan, dan permintaan/introspeksi. Bagaimana pandangan anda mengenai
empat tahapan tersebut jika dikaitkan dengan AMAN Indonesia?
Saya rasa semua sudah tercapai. Pada saat observasi saya tidak merasa AMAN
memberikan penilaian ketika mengamati situasi di sini. Untuk perasaan, AMAN
cukup mengerti perasaan kami, untuk kebutuhan cukup terpenuhi dengan adanya SP
yang memang sangat kami butuhkan dan untuk permintaan, kami merasa perlahan-
lahan kami bangkit untuk membuat hidup lebih sejahtera dengan bantuan AMAN.
15. Apa harapan anda kedepannya terhadap perempuan Poso khususnya dan
perempuan di seluruh Indonesia umumnya?
Saya mengharapkan perempuan Poso dan perempuan di Indonesia bisa menjadi
Perempuan-perempuan hebat yang bisa memimpin dirinya, keluarganya, dan bisa
memberi sumbangsih bagi kemajuan desa, daerah serta bangsa.
LAMPIRAN
Penulis saat sedang melakukan wawancara dengan bapak Gufron dan Mbak Siti
Hanifah
Penulis berkomunikasi dengan pendeta Roswin Wuri via SMS
Bukti wawancara penulis dengan pendeta Roswin Wuri via email
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh AMAN Indonesia bersama perempuan Poso.
Foto ini dilansir melalui facebook AMAN Indonesia
1
STRUKTUR KEPENGURUSAN ASIAN MUSLIM ACTION NETWORK (AMAN) INDONESIA JUNI
2014
COUNTRY REPRESENTATIF
DWI RUBIYANTI KHOLIFAH
PROGRAM MANAGER
GHUFRON
FINANCE & ADMIN
MANAGER
LYDIA
KOORD. DIVISI
PENDIDIKAN
MZ. FANANI
KOORD. DIVISI
PENDAMPINGAN
SITI HANIFAH
OFFICE ASSISTANT
SUJINEM
ADMIN & CASHIER
OFFICER
ALIFTA ARIANI
KOORD. DIVISI
KAMPANYE
MASKUR
STAFF DIVISI
KAMPANYE
M. HAFIDZ GHOZALI
STAFF DIVISI
PENDIDIKAN
STAFF DIVISI
PENDAMPINGAN
DESY ULFA
BOARD
AZYUMARDI AZRA
AMAN ASSEMBLY