lapsus dc bab iii laily

31
BAB III PEMBAHASAN 3.1. ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Gambar 3.1. Anatomi Jantung Manusia 15

Upload: akhmad-ferro-avisena

Post on 03-Dec-2015

243 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

uyutyfyfyf

TRANSCRIPT

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di

rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.

Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya

kira-kira 250-300 gram.

Gambar 3.1. Anatomi Jantung Manusia

Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel

kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan

berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung.

dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh

tubuh.

15

16

Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari

seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari

paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan

berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-

paru.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen

keseluruh tubuh.

Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan

selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti

dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan

terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.

1) Siklus jantung

Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama

peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi

(sistolik) dan relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus

jantung. Kontraksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut

sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi

ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi

kedua atrium pendek,sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih

kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong

darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.

Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi

tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya

lebih rendah.

2) Curah jantung

Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel

per menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan

oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian

akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang

dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan

demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung per

menit.16 Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan

total ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah

17

darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar curah jantung

seseorang tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah

jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat

meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan.

3) Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung

Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem

parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung

sekitar 60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam

keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup

dan umur. Pada waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2)

meningkat dan pengeluaran karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga

kecepatan jantung bisa mencapai 150 x/ menit dengan daya pompa 20-25

liter/menit.16 Pada keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh

ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga tidak teradi penimbunan.

Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal

mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena dekat

jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik

dalam jangka waktu lama, bisa menjadi edema.

Gambar 3.2. Preload, Afterload, Kontraktilitas Jantung (Fauci, et al., 2008)

18

Tekanan darah manusia dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi

perifer. Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa

oleh ventrikel setiap menit. Setiap periode tertentu volume darah yang

mengalir melalui sirkulasi pulmonalis di periode tertentu ekuivalen dengan

volume darah yang mengalir ke sirkulasi sistemik. Faktor yang

mempengaruhi curah jantung yaitu frekuensi denyut jantung dan volume

sekuncup (Stroke volume). Volume sekuncup adalah jumlah darah yang

dipompa keluar oleh ventrikel dalam sekali berdenyut. Volume sekuncup

dipengaruhi oleh kontraktilitas otot jantung, volume darah yang kembali ke

jantung atau aliran balik vena menuju atrium (preload) serta volume darah

yang diejeksikan dari ventrikel (afterload).

3.2. Pengertian Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh suatu

kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh dan dapat dikenali dari respons hemodinamik, renal,

neural dan hormonal yang karakteristik (Prabowo dan Priyatini, 2010).

Sindrom klinis ini bisa disebabkan oleh karena perubahan struktur dan atau

fungsi dari jantung oleh karena penyakit jantung bawaan maupun didapat.

Gagal jantung dapat bermanifestasi sebagai sesak nafas dan kelemahan serta

dapat menimbulkan tanda klinis berupa bengkak dan ronkhi paru (Fauci, et

al., 2008).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada

kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal

jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri

dan sisi kanan (Mansjoer, 2001). Gagal jantung adalah ketidak mampuan

jantung untuk mempertahankan curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam

memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini

19

meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system

vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (Kabo dan Karim,

2002). Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan

oksigen dan nutrisi (Smeltzer dan Bare, 2001), Waren dan Stead dalam

Sodeman, 1991), Renardi, 1992).

3.3. Etiologi Gagal Jantung

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi

gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah

jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung

dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung,

volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat

dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada

setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, konteraktilitas,

afterload.

Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung

dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot

jantung.

Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi

pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut

jantung dan kadar kalsium

Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan

untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh

tekanan arteriol.

Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah

jantung berkurang (Brunner and Suddarth 2002).

20

Faktor Etiologi Gagal Jantung (Fauci, et al., 2008)

3.4. Patogenesis Gagal Jantung

Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan tubuh akan O2. Kondisi ini sangat letal, dengan mortalitas

berkisar antara 15-50% per tahun, bergantung pada keparahan penyakitnya.

Mortalitas meningkat sebandingg dengan usia, dan resiko pada laki-laki

lebih besar dari pada perempuan.

21

Gambar 3.4. Patofisiologi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinik yang kompleks akibat

kelainan struktural dan fungsional jantung yang mengganggu kemampuan

ventrikel untuk diisi dengan darah atau untuk mengeluarkan darah.

Manifesti gagal jantung yang utama adalah (1) sesak napas dan rasa lelah,

yang membatasi kemampuan melakukan kegiatan fisik; dan (2) retensi

cairan, yang menyebabkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua

abnormalitas tersebut menggangu kapasitas fungsional dan kualitas hidup

pasien, tetapi tidak selalu ditemukan bersama pada seorang pasien. Ada

pasien dengan aktivitas fisik terbatas tanpa retensi cairan, tetapi juga ada

pasien dengan edema tanpa sesak napas atau rasa lelah. Tidak semua pasien

disertai edema pada awal diagnosis ataupun selanjutnya, karena itu istilah

“gagal jantung” lebih tepat dari pada “gagal jantung kongesif”.

Penurunan COP

Aktivasi Simpatis RAA sistem ADH

Kontraktilitas ↑ Frekuensi Nadi ↑

Vasokonstriksi Volume sirkulasi ↑

Arteri Vena

Tekanan darah dipertahankan

COP

Stroke volume ↑

Preload ↑

Edema periferCongestive pulmo

22

Pada kebanyakan pasien dengan gagal jantung, disfungsi diastolik

ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi ventrikel

kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung

berkurang. Pada disfungsi diastolik, relaksasi dinding ventrikel terganggu

sehingga pengisian darah berkurang, menyebabkan curah jantung

berkurang. Berkurangnya curah jantung inilah yang menimbulkan gejala-

gejala gagal jantung, sebagai akibat langsung dan/atau kompensasinya.

Disfungsi sistolik biasanya terjadi akibat infrak miokard yang menyebabkan

kematian sebagian sel otot jantung, sedangkan disfungsi diastolik biasanya

terjadi akibat hipertensi yang menyebabkan kompensasi miokard berupa

hipertrofi dan kekakuan dinding ventrikel. Sel miokard yang mati pada

infrak miokard diganti dengan jaringan ikat, dan pada sel mookard yang

tinggal (jumlahnya telah berkurang) terjadi hipertrofi sebagai mekanisme

kompensasi.

Kompensasi pada gagal jantung sistolik terjadi melalui 2 mekanisme

utama, yaitu sistem simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron

(RAA). Aktivitas sistem simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap penurunan

curah jantung yang dipersepsi oleh baroreseptor. Peningkatan aktivitas

simapatis menyebabkan peningkatan kontraksi otot jantung dan frekuensi

denyut jantung melalui stimulasi reseptor adrenergik ß1 di jantung.

Akibatnya terjadi peningkatan curaj jantung sebagai kompensasi terhadap

penurunan curah jantung pada gagal jantung sistolik. Aktivitas sistem RAA

di mulai dengan sekresi renin oleh sel jukstaglomerular di ginjal melalui

stimulus reseptor adrenergik ß1 dan sebagai reaksi terhadap berkurangya

perfusi ke ginjal. Sekresi renin akan menghasilkan angiotensin 2 yang

memiliki dua efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai

perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi dan

aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban hulu (preload) dan

beban hilir (afterload) jantung, dan aldostreon menyebabkan retensi air dan

natrium yang akan menambah penigkatan preload jantung. Tekanan

pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah

23

jantung (menurut hubungan Frank-Starling) sebagai mekanisme

kompensasi.

Akan tetapi mekanisme kompensasi ini tidak berjalan lama, karena

dengan berjalannya waktu, mekanisme kompensasi tersebut justru

memperburuk disfungsi miokard. Dengan tujuan untuk tetap meningkatkan

curah jantung yang kurang, terjadilah perubahan maladaptasi berupa

hipertrofi dinding ventrikel untuk meningkatkan kontraktilitas miokard dan

ekspansi volume ventrikel untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel

sehingga meningkatkan kontraktilitas miokard. Akan tetapi perubahan

maladaptasi tersebut, terutama peningkatan dinding ventrikel yang berlebih

akan menyebabkan apoptosis sel jantung dan proliferasi jaringan ikat

sehingga kontraktilitas miokard akan menurun. Proses yang menghasilkan

perubahan maladaptaasi dalam struktur dan fungsi jantung ini disebut proses

remodeling jantung. Selain itu melalui peningkatan stres hemodinamik pada

ventrikel, aktivasi sitem neurohormonal endogen sendiri maupun bersama-

sama memiliki, juga memiliki efek toksik langsung pada sel jantung untuk

terjadinya remodeling jantung dengan menstimulasi terjadinya apoptosis

dan fibrosis miokard.

Proses remodeling jantung merupakan proses yang progresif, sehingga

akan berjalan terus tanpa perlu adanya kerusakan berulang pada jantung.

Proses remodeling jantung yang progresif ini menyebabkan kontraktilitas

miokard akan makin menurun, sehingga curah jantung akan makin

menurun. Disamping itu peningakatan after load juga akan menurunkan

curah jantung akibatnya terjadi dekompensasi kordis (Setiawati A dan

Nafrialdi, 2007).

24

3.5. Diagnosis Gagal Jantung

1) Gejala dan Tanda Klinik

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis

gagal jantung kongestif (Panggabean M, 2007):

Mayor Minor

Paroxismal Nocturnal Dispneu edema ekstremitas

distensi vena leher batuk malam hari

ronkhi paru dispneu de effort

Kardiomegali Hepatomegali

edema paru akut efusi pleura

gallop S3 Takikardi

peninggian tekanan vena jugularispenurunan kapasitas vital sepertiga

dari normal

refluks hepatojugular

Diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major

dan 2 kriteria minor.

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association

(NYHA), umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan

gejala dan derajat latihan fisik:

Kelas Gejala

Klas I tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan

timbulpada aktivitas yanglebih berat dari aktivitas sehari-

hari.

Klas II gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.

Klas III gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas

sehari-hari

Klas IV gejala timbul pada saat istirahat.

Klasifikasi gagal jantung kongestif berdasarkan American Heart

Association (AHA)

Klasifikasi Gagal Jantung

25

A Pasien mempunyai risiko tinggi mengalami gagal jantung

karena menderita penyakit yang merupakan penyebab

terjadinya gagal jantung. Pasien seperti ini tidak mempunyai

abnormalitas struktur jantung maupun fungsi perikardia,

miokard, atau katup jantung dan tidak pernah

memperlihatkan gejala gagal jantung.

B Pasien dengan penyakit jantung dengan abnormalitas

struktur yang merupakan penyebab terjadinya gagal jantung

namun tidak pernah menunjukkan gejala gagal jantung.

C Pasien yang pernah atau sedang mengalami gejala gagal

jantung akibat adanya abnormalitas struktur jantung.

D Pasien dengan abnormalitas struktur jantung yang parah dan

menunjukkan gejala gagal jantung pada saat beristirahat

meskipun diberikan terapi medik secara maksimal sehingga

memerlukan penanganan yang khusus.

2) Pemeriksaan Penunjang

a) Rontgen Thorax

Pada pemeriksaan foto toraks dapat ditemukan kardiomegali

(cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis

terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal

lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura

horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Dapat pula

tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang

lebih banyak terkena adalah bagian kanan (Davies MK, 2000;

Nieminen MS, 2005).

26

Kardiomegali Kongesti Vena Pulmonalis

Edem Pulmo Efusi Pleura

b) EKG

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal

pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun

gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang

sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST – T,

hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila

gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran

yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu

pada pasien sangat kecil kemungkinannya (Davies MK, 2000).

c) Ekokardiografi

27

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat

berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan

gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita

yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah: semua pasien dengan

tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan

murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta

penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard

anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,

mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli

(Davies MK, et al., 2000).

d) Darah lengkap

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia

sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya

penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat

berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul

hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia

menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum

kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan

ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi

peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin

converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal

jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi

pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat

potassiumsparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat

dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta

obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati

(bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti

hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan

sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda

biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan

28

plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml (Santoso A, 2007; Davies MK,

et al., 2003; Watson RDS,et al. 2000; Gillespie ND, 2005; Abraham

WT dan Scarpinato L, 2002).

3.6. Penatalaksanaan Gagal Jantung

Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung (Fauci, et al., 2008):

Terapi simtomatis

Menghilangkan faktor pencetus

Mengontrol penyakit yang mendasari

Mencegah remodeling jantung

1) Terapi non farmakologi

a) Edukasi mengenal gagal jantung, penyebab dan bagaimana

mengenal serta upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan

b) Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari

c) Edukasi pola diet, control asupan garam, air dan kebiasaan alcohol

d) Monitoring berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan

secara tiba-tiba

e) Mengurangi berat badan pada obesitas

f) Hentikan kebiasaan merokok

g) Konseling mengenai obat.

2) TerapiFarmakologi

Gambar 3.5. Algoritma penatalaksanaan gagal jantung

29

Gambar 3.6. Obat Gagal Jantung

30

Daftar obat-obatan yang digunakan dalam terapi gagal jantung

1) Vasodilator

Vasodilator dapat menurunkan secara selektif beban jantung

sebelum kontraksi, sesudah kontraksi atau keduanya (vasodilator

yang seimbang)

a) Vasodilator Parental hendaknya diberikan kepada pasien dengan

kegagalan jantung berat atau tidak dapat diminum obat-obatan

oral misalnya pada pasien setelah operasi.

Nitrogliserin adalah vasodilator kuat dengan pengaruh pada

vena dan pengaruh yang kuat pada jaringan pembuluh darah

arteri. Penumpukan vena paru dan sistemik dipulihkan

melalui efek tersebut. Obat ini juga merupakan vasodilator

koroner yang efektif sehingga merupakan vasodilator yang

31

lebih disukai untuk terapi kegagalan jantung pada keadaan

infark miokard akut atau angina tak stabil.

Natrium nitropusida adalah vasodilator kuat dengan sifat-

sifat venodilator kurang kuat. Efeknya yang menonjol adalah

mengurangi beban jantung setelah kontraksi dan ini terutama

efektif untuk pasien kegagalan jantung yang menderita

hipertensi atau reguitasi katub berat (Kelly dan Fry, 1995).

b) Vasodilator Oral

Penghambat ACE

Mengeblok sistem renin angiotensin aldosteron dengan

menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II,

memproduksi vasodilator dengan membatasi angiotensin II,

menginduksi vasokonstriksi dan menurunkan retensi sodium

dengan mengurangi sekresi aldosteron (Massie dan Amidon,

2002). Obat yang serba guna tersebut menurunkan tahanan

perifer sehingga menurunkan afterload, menurunkan

resistensi air dan garam (dengan menurunkan sekresi

aldosteron) dan dengan jalan menurunkan preload (Katzung,

1992).

Angiotensin reseptor bloker (ARB)

Merupakan pendekatan lain untuk menghambat system RAA

adalah yang akan mengeblok atau menurunkan sebagian

besar efek sistem. Namun demikian agen ini tidak

menunjukkan efek penghambat ACE pada jalur potensial lain

yang memproduksi peningkatan bradikinin, prostaglandin

dan nitrit oksida dalam jantung pembuluh darah dan jaringan

lain. Karena itu, ARB dapat dipertimbangkan sebagai

alternatif pendapat ACE pada pasien yang tidak dapat

menerima pendapat ACE (Massie dan Amidon, 2002).

Contoh obat pada golongan ARB yang digunakan dalam

terapi gagal adalah losartan, valsartan, dan kondensartan.

32

Ketiga obat tersebut tidak memiliki interaksi yang berarti

dengan obat-obat lain (Stokley, 1996).

Beta-Bloker

Untuk terapi kegagalan jantung bersifat kontroversial namun

dapat efek-efek yang merugikan dari katekolamin pada

jantung yang mengalami kegagalan termasuk menekan

reseptor beta pada otot jantung situasi kegagalan jantung

(Kelly dan Fry, 1995). Beta bloker digunakan pada pasien

gagal jantung stabil ringan, sedang atuau berat (Massie dan

Amidon, 2002). Obat ini digunakan untuk terapi gagal

jantung adalah karvedilol, bisoprolol dan metoprolol

succinate (Hunt et al., 2005).

Antagonis kanal kalsium

Secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh

darah dan penghambat pemasukan kalsium kedalam sel otot

jantung. Kegunaan pokok obat ini dalam terapi gagal jantung

adalah berasal dari pengurangan iskemia pada pasien dengan

penyakit jantung koroner yang mendasari. Semua antagonis

kalsium mempunyai sifat inotropik negatif sehingga

digunakan secara berhati-hati pada pasien dengan difungsi

ventrikal kiri (Kelly dan Fry, 1995). Obat-obat golongan

tersebut sebaiknya dihindari kecuali untuk dipakai dalam

terapi hipertensi dan angina dan untuk indikasi tersebut

hanya amlodipin yang boleh digunakan pada pasien gagal

jantung (Hunt et al., 2005)

Nitrat

Terutama berkhasiat venodilator dan oleh karena ini

bermanfaat untuk menyembuhkan gejala-gejala penumpukan

vena dan paru-paru. Obat-obat golongan ini mengurangi

iskemia otot dengan menetralkan tekanan pengisian ventrikel

dan dengan melebarkan arteri koroner secara langsung (Kelly

33

dan Fry, 1995). Contoh obat golongan ini adalah Isosorbit

mono nitrat (ISMN) dan dinitrat (ISND).

Hidralazin

Hidralazin adalah obat yang murni mengurangi beban

jantung setelah konstraksi yang bekerja langsung pada otot

polos arteri untuk menimbulkan vasodilatasi. Hidralazin

terutama berguna dalam pengobatan reguitasi mitral kronis

dan insufisiensi aorta (Kelly dan Fry, 1995). Hidralazin oral

merupakan dilator arterioral poten dan meningkatkan output

kardiak pada pasien gagal jantung kongestif (Massie dan

Amidon, 2002).

Diuretik

Tujuan dari pemberian diuretik adalah mengurangi gejala

retensi cairan yaitu meningkatkan tekanan vena jugularis atau

edema ataupun keduanya. Diuretik menghilangkan retensi

natrium pada CHF dengan menghambat reabsorbsi natrium

atau klorida pada sisi spesifik di tubulus ginjal. Bumetamid,

furosemid, dan torsemid bekerja pada tubulusdistal ginjal

(Hunt et al., 2005). Pasien dengan gagal jantung yang lebih

berat sebaiknya diterapi dengan salah satu loop diuretik,

obat-obat ini memiliki onset cepat dan durasi aksinya yang

cukup singkat. Manfaat dari terapi diuretik yaitu dapat

mengurang edema pulmo dan perifer dalam beberapa hari

bahkan jam. (Hunt et al., 2005).

Obat-obat Inotropik

Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot

jantung dan meningkatkan curah jantung. Meskipun obat-

obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda, dalam tiap

kasus kerja inotropik adalah akibat penigkatan konsentrasi

kalsium sitoplasma yang memicu kontraksi otot jantung

(Mycek et al., 2001).

34

2) Digitalis

Obat golongan digitalis ini memiliki berbagi mekanisme kerja

sebagi berikut:

a) Pengaturan konsentrasi kalsium sitosol

Terjadi hambatan pada aktivitas pompa proton. Hal ini

menimbulkan peningkatan konsentrasi natrium intra sel, yang

menyebabkan kadar kalsium intra sel yang meningkat

menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik.

b) Peningkatan kontraktilitas otot jantung

Pemberian glikosida digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi

otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi

meningkatkan efisiensi kontraksi. Efek-efek ini menyebabkan

reduksi kecepatan jantung dan kebutuhan oksigen otot jantung

berhenti (berkurang) (Mycek et al., 2001).

Terapi digoksin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi

sistolik ventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretic dan

vasodilator. Digoksin tidak diindikasikan pad pasien dengan gagal

jantung sebelah kanan atau diastolik. Obat yang termasuk dengan

golongan ini adalah digoksin dan digitoksin. Glikosida jantung

mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang, termasuk otot

polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini belum diselidiki

secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan hambatan Na+ K+ -

ATPase di dalam jaringan ini (Katzung, 1992).

3) Agonis β- adrenergic

Stimuli β- adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan

efek inotropik spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan

masuknya ion kalsium ke dalam sel miokard meningkat, sehingga

dapat meningkatkan kontraksi. Contoh obat ini adalah dopamine dan

dobutamin (Mycek et al., 2001).

35

4) Inhibitor fosfodiesterase

Inhibitor fosfodiesterase memacu konsentrasi intrasel siklik –

AMP. Ini menyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan

kontraktilitas jantung. Obat yang termasuk dalam golongan inhibitor

fosfodiesterase adalah amrinon dan mirinon (Mycek et al., 2001).

5) Antagonis aldosteron

Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor

konduktan natrium diktus kolektifus (triamteren dan amilorid). Obat-

obat ini sangat kurang efektif bila digunakan sendiri tanpa kombinasi

dengan obat lain untuk penatalaksanaan pada gagal jantung.

Meskipun demikian, bila digunakan kombinasi dengan Tiazid atau

diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif dalam

mempertahankan kadar kalium yang normal dalam serum (Kelly dan

Fry, 1995). Spironolakton merupakan inhibitor spesifik aldosteron

yang sering meningkat pada gagal jantung kongestif dan mempunyai

efek penting pada retensi potassium. Triamteren dan Amilorid

bereaksi pada tubulus distal dalam mengurangi sekresi potassium

(Massie dan Amidon, 2000).