komplikasi katarak
TRANSCRIPT
Wulandari R
07120080087
Ilmu Penyakit Mata
Macam operasi : EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular) + IOL
Jenis Anesthesi : Lokal
Laporan Operasi :
1. Mata kiri di teteskan pantocaine
2. Disinfeksi lapangan operasi
3. Forniks di irigasi
4. Duk steril di pasang
5. Pemasangan spreader
6. Injeksi lidocaine subkonjungtiva 0,4 %
7. Konjungtiva dipisahkan dari sklera
8. Corneal mesh ditembus
9. Injeksi methylene blue untuk mewarnai kapsul anterior (tunggu beberapa
saat)
10. Irigasi methylene blue
11. Dilakukan capsulothesis
12. Corneal – scleral groove ditembus pada arah jam 10 -2
13. Nukleus lensa di luksir
14. Di buat 3 jahitan persiapan pada kornea sclera untuk membuat COA
15. Irigasi dan aspirasi sisa korteks
16. Viscous elastis dan IOL dimasukkan
17. Miostat dan udara dimasukkan
18. Jahitan ditambah dua lagi
19. Injeksi gentamisin dan dexamethasone subkonjungtiva
20. Mata kiri diteteskan floxa
21. Mata kiri ditutup dengan kassa
22. Operasi selesai
Komplikasi yang sering terjadi adalah katarak sekunder. Katarak sekunder
adalah katarak yang terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa
yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah dua hari operasi EKEK
(Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler), dan penanaman lensa di segmen posterior. Atau,
katarak yang terjadi sesudah suatu trauma yang memecah lensa.
Katarak sekunder biasanya disebut juga dengan Posterior Capsular Opacity
(PCO) atau juga katarak ikutan (membran sekunder), yang menunjukkan kekeruhan
kapsul posterior akibat katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah
terjadinya EKEK. Biasanya pada saat operasi katarak, lensa tanam intraokuler
diletakkan pada tempat anatomi yang sama dengan tempat lensa asli, yakni di kapsul
posterior lensa. Bagian kapsul anterior dibuka untuk mengeluarkan katarak, dan
kapsul posterior ditinggalkan untuk menahan lensa yang akan ditanam, dan juga
untuk mencegah vitreous humor masuk ke segmen anterior mata. Setelah operasi, ±
20% pasien akan timbul gambaran berkabut pada kapsul, yang dikenal dengan
Posterior Capsule Opacity (PCO), yang menimbulkan gejala penglihatan kabur. Hal ini
karena pertumbuhan epitelial sel dari kapsul. Bila proses ini berkembang secara
signifikan, penglihatan mungkin dapat menjadi lebih buruk daripada sebelum
dilakukan operasi katarak.
ETIOLOGI
Epitel lensa subkapsuler yang tersisa mungkin mencoba melakukan regenerasi serat
serat lensa (epitel subkapsuler berproliferasi dan membesar), sehingga memberikan
gambaran “Busa Sabun atau Telur Kodok” pada kapsul posterior, disebut juga
dengan Mutiara Elsching atau Elsching Pearl. Lapisan epitel yang berproliferasi
tersebut, mungkin menghasilkan banyak lapisan, sehingga menimbulkan kekeruhan.
Sel-sel ini mungkin juga mengalami diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat
ini menimbulkan banyak kerutan-kerutan kecil di kapsul posterior, yang
menimbulkan distorsi penglihatan. Cincin Soemmering juga dapat timbul sebagai
akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi kearah pinggir-pinggir melekat pada
kapsul posterior, meninggalkan daerah yang jernih ditengah, dan membentuk
gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.
Semua faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan setelah
EKEK.
Gejala klinis Katarak Sekunder :
Penglihatan kabur (seperti berkabut atau berasap), mungkin dapat lebih
buruk daripada sebelum di operasi.
Fotofobia, yaitu rasa silau bila melihat cahaya.
Tajam penglihatan menurun
Pada pemeriksaan akan ditemukan :
Pada awal gejala akan tampak gelembung-gelembung kecil dan debris pada
kapsul posterior.
Pada tahap selanjutnya akan ditemukan gambaran Mutiara Elsching pada
kapsul posterior lensa. Mutiara Elsching ini mungkin akan menghilang dalam
beberapa tahun oleh kerena dindingnya pecah.
Dapat juga ditemukan cincin Soemmering pada daerah tepi kapsul posterior
lensa.
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien setelah menjalani operasi EKEK
ataupun setelah suatu trauma pada mata, yang mengakibatkan penglihatan menjadi
semakin kabur, juga rasa silau bila melihat cahaya. Dan jika dilakukan pemeriksaan,
melalui pupil yang didilatasikan dengan menggunakan oftalmoskop, kaca pembesar,
atau slit lamp, akan tampak gelembung-gelembung kecil pada daerah belakang
lensa, ataupun dapat ditemukan gambaran mutiara Elsching maupun cincin
Soemmering pada kapsul posterior lensa. Pada tes tajam penglihatan didapatkan
visus yang menurun.
Pengobatan katarak sekunder adalah dengan pembedahan seperti disisio
katarak sekunder, kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan seluruh
membran keruh. Namun pada tahun-tahun terakhir ini, laser Neodymium YAG telah
populer sebagai metoda non-invasif untuk melakukan disisi kapsul posterior.
Komplikasi teknik ini antara lain adalah :
Naiknya tekanan intraokuler sementara.
Kerusakan lensa intraokuler.
Ruptur muka hialoid anterior dengan penggeseran depan vitreous menuju
kamera anterior. Kenaikan tekanan intraokuler biasanya dapat diketahui
dalam 3 jam setelah terapi & menghilang dalam beberapa hari dengan terapi.
Komplikasi pada penyakit katarak bisa terjadi pada selama operasi dan setelah
operasi.
1. Komplikasi Selama Operasi
a. Hifema
Perdarahan bisa terjadi dari insisi korneo-skeral, korpus siliaris, atau
vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka, harus dilakukan
kauterisasi.
b. Iridodialisis
Iridodialisis yang kecil tidak menimbulkan gangguan visus dan bisa
berfungsi sebagai iridektomi perifer, tetapi iridodialisis yang parah dapat
menimbulkan gangguan pada visus. Keadaan ini bisa terjadi pada waktu
memperlebar luka operasi, iridektomi, atau ekstraksi lensa. Perbaikan harus
dulakukan segera dengan menjahit iris perifer pada luka.
c. Prolaps Korpus Vitreum
Prolaps korpus vitreum merupakan komplikasi yang serius pada
operasi katarak, dapat meyebabkan keratopati bulosa, epithelial dan stromal
downgrowth, prolaps iris, uveitis, glaukoma, ablasi retina, edema makular
kistoid, kekeruhan korpus vitreum, endoftalmitis dan neuritis optik.
d. Perdarahan Ekspulsif
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi merupakan problem serius yang
dapat menimbulkan ekspulsi dari lensa, vitreus, uvea. Penanganannya segera
dilakukan tamponade dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka ditutup
dengan rapat. Bila perdarahan sudah berhenti, luka dibuka kembali dan
dilakukan vitrektomi.
2. Komplikasi Setelah Operasi
a. Edema kornea
Edema kornea merupakan komplikasi operasi katarak yang serius, bisa
terjadi pada epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik, inflamasi
dan peningkatan TIO, insidennya naik pada disfungsi endotel. Biasanya akan
teresorbsi sempurna 4-6 minggu setelah operasi, tetapi edema menetap bila
disebabkan perlekatan vitreus pada endotel kornea.
b. Descement fold
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh trauma operasi pada endotel
kornea. Pencegahannya adalah penggunaan cairan viskoelastik untuk
melindungi korea. Pada umumnya akan hilang spontan beberapa hari setelah
operasi.
c. Kekeruhan Kapsul Posterior
Komplikasi ini merupakan penyebab tersering penurunan visus setelah
EKEK. Penyebabnya adalah plak subkapsular posterior residual dimana
insidennya bisa diturunkan dengan polishing kapsul posterior, juga disebabkan
fibrosis kapsular karena perlekatan sisa kortek pada kapsul posterior, atau
dapat diakibatkan proliferasi epitel lensa pada kapsul posterior di tempat
aposisi kapsul anterior dengan kapsul posterior.
d. Residual Lens Material
Pada umumnya disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila material
yang tertinggal sedikit akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila
jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis
anterior kronik dan glaukoma sekunder. Apabila yang tertinggal potongan
nukleus yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea, penanganannya
dengan ekspresi atau irigasi nukleus.
e. Prolaps Iris
Komplikasi ini paling sering terjadi satu sampai lima hari setelah
operasi den penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi
karena komplikasi prolaps vitreus selama operasi. Keadaan ini memerlukan
penanganan (jahitan ulang) untuk menghindari timbulnya komplikasi seperti
penyembuhan luka yang lama, epithelial downgrowth, konjungtivitis kronik,
endoftalmitis, edema makular kistoid dan kadang-kadang opthalmia simpatika.
f. Dekompensasi Kornea
Penyebab tersering edema kornea menetap yang diakibatkan
perlekatan vitreous atau hialoid yang intak pada endotel kornea. Pemberian
agent hiperosmotik sistemik akan menimbulkan dehidrasi vitreus, sehingga
dapat melepaskan perlekatan.
g. Hifema
Bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi. Biasanya hilang spontan dalam
waktu 7-10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila
perdarahan cukup banyak dapat menimbulkan glaukoma sekunder dan corneal
staining, dan TIO harus diturunkan dengan pemberian asetazolamid 250mg 4
kali sehari , serta parasintesis hifema dengan aspirasi-irigasi.
h. Glaukoma Sekunder
Peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48 jam setelah operasi,
mungkin berkaitan dengan penggunaan zonulolyzis den tidal: memerlukan
terapi spesifik. Peningkatan TIO yang berlangsung lama, dapat disebabkan
ileh hifema, blok pupil, sinekia anterior perifer karena pendangkalan COA,
epithelial ingrowth. Glaukoma maligna atau bloksiliar adalah komplikasi
pasca operasi yang jarang terjadi, disebabkan humor akuos mengalir ke
posterior dan mendorong vitreus anterior ke depan. Penanganannya secara
medikamentosa dengan pemberian agent hiperosmotik sistemik, dilatasi pupil
maksimum dengan atropin 4% dan fenilefrin 10% atau dengan melakukan
aspirasi akous humor/vitreus posterior.
i. Endoftalmitis
Endoftalmitis bisa dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk
kronik disebabkan rendahnya patogenitas organisme penyebabnya. Secara
umum endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri, penurunan visus, injeksi siliar,
kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca
operasi, sedangkan bentuk kronis dapat timbul beberapa bulan sampai 1 tahun
atau lebih setelah operasi. Endoftalmitis kronik ditandai dengan reaksi
inflamasi kronik atau uveitis (granlomatus) dan penurunan visus. Penyebab
endoftalmitis akut terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis (gram positif)
dan Staphylococcus coagulase negatif yang lain. Kuman gram positif
merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan dengan
gram negatif. Untuk gram negatif, kuman penyebab terbanyak adalah
Pseudomonas aeruginosa. Umumnya organisme dapat menyebabkan
endoftalmitis bila jumlahnya cukup untuk inokulasi, atau sistem pertahanan
mata terganggu oleh obat-obat imunosupresan, penyakit, trauma, atau bedah
dimana COA lebih resisten terhadap nfeksi dibandingkan dengan kavum
vitreus. Organisme penyebab endoftalmitis kronik mempunyai virulensi yang
rendah, penyebab tersering adalah Propionibacterium acnes organisme
tersebut menstimulasi reaksi imunologik yang manifestasinya adalah inflamasi
yang menetap.
j. Epithelial Ingrowth
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi sangat mengganggu, disebabkan
masuknya epitel konjungtiva melalui defek luka. Sel-sel epitel masuk segmen
anterior dan trabekular meshwork sehingga menimbulkan glaukoma. Faktor
predisposisi adalah flap konjungtiva fornix-base, penymbuhan luka yang tidak
baik dan prolapsiris. Tanda-tanda yang menyertai meliputi uveitis anterior
pasca operasi menetap, fistula (50% dari kasus), membran transparan dengan
tepi berlipat pada bagian superior endotel kornea, pupil distorsi dan membran
pupilar. Penanganannya adalah cryodestruction sel epitel dan eksisi epitel
yang terlihat pada iris dan vitreus anterior.
k. Ablasi Retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui.
Faktor predisposisinya meliputi prolaps vitreus, miopia tinggi, perlekatan
vitreo-retinal dan degenerasi latis. Ablasi retina pada mata afakia khas ditandai
adanya tear kecil berbentuk “U” yang pertama kali mengenai makula. Apabila
ablasi retina terjadi pada mata afakia, resiko terjadinya ablasi retina pada mata
satunya bila belum dioperasi adalah 7%, sedangkan insiden pada mata satunya
yang sudah afakia adalah 25%.
l. Edema Makular Kistoid
Keadaan ini sering merupakan penyebab penurunan visus setelah
operasikatarak yang tidak terjadi komplikasi. Patogenesisnya tidak diketahui,
emungkinan karena permeabilitas perifoveal yang meningkat. Pada
pemeriksaan fluorescein angiography, tampak gambaran flower petal. Mata
bbisa tetap tampak normal atau mudah iritasidan fotofobia. Pada kasus-kasus
yang kronis (berlangsung lebih dari 9 bulan), penurunan visus permanen
karena pembentukan lamelar macular hole. Sebagian besar kasus akan hilang
spontan dalam waktu 6 bulan dan tidak memerlukan terapi spesifik.
m. Inflamasi
Definisi inflamasi adalah reaksi lokal jaringan hidup yang mengandung
vaskular terhadap trauma. Inflamasi adalah proses dinamik yang merupakan
rangkaian reaksi lokal yang terjadi pada tempat trauma dan diakhiri oleh
destruksi jaringan atau penyembuhan. Proses inflamasi dapat diakibatkan baik
oleh destruksi langsung maupun tak langsung. Trauma dapat mengakibatkan
kerusakan selular secara langsung. Proses inflamasi akut ditandai perubahan
pada aliran darah dan permeabilitas vaskular, dimana terjadi peningkatan
aliran darah dan permeabilitas vaskular, yang akan menimbulkan akumulasi
cairan dari plasma pada ruang ekstra selular. Inflamasi yang diakibatkan
trauma termasuk dalam inflamasi akut, dimana daerah dari respon inflamasi
adalah jaringan penunjang yang vaskular. Inflamasi akut biasanya dimulai
beberapa menit setelah trauma dan umumnya berlangsung beberapa hari atau
satu minggu. Setelah inflamasi menghilang, daerah inflamasi akan
menyembuh dan terbentuk sikatrik.