kolonial inggris

23
Masuknya kekuatan-kekuatan asing di Indonesia Kekuatan-kekuatan asing yang masuk ke Indonesia adalah ekspedisi pelayaran yang dilakukan oleh bangsa Barat yaitu Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris sejak akhir abad 15-16 yang sering disebut Abad Penjelajahan Samudra. Faktor-faktor apakah yang mendorong bangsa-bangsa tersebut menjelajahi samodra menuju belahan dunia Timur? Beberapa faktor pendorong penjelajahan Bangsa Eropa adalah: a . Kisah perjalanan Marcopolo (1254-1324) seorang pedagang dari Venesia, Italia ke Cina yang dituangkan dalam buku “Book of Various Experiences” mengisahkan tentang keajaiban dunia atau Imago mundi. b . Jatuhnya Konstantinopel, Ibukota Romawi Timur ke tangan kesultanan Turki tahun 1453 menyebabkan terputusnya hubungan dagang ke dunia Timur. Bangsa Barat berusaha mencari jalan sendiri ke pusat rempah-rempah di Asia. Tahukah Anda, yang termasuk rempah-rempah kebutuhan bangsa Eropa dan untuk apa? a . Jenis rempah-rempah yang dicari dan dibutuhkan oleh bangsa Eropa adalah cengkih, lada, pala dan bunga pala yang disebut fuli. b . Fungsi rempah-rempah adalah untuk: - bumbu/melezatkan masakan - obat-obatan - penghangat tubuh terutama pada musim dingin. Begitu pentingnya rempah-rempah bagi bangsa Eropa sehingga muncul ungkapan “semahal lada” atau “Siapa menguasai pusat rempah-rempah, mereka menguasai kerongkongan Eropa” c . Adanya semangat penaklukan (Reconquesta) terhadap orang- orang yang beragama Islam serta membuat daerah-daerah kekuasaan yang dimiliki kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Semangat penaklukan ini misalnya dilakukan oleh Spanyol – Ratu Isabella membiayai penjelajahan Samodra Columbus tahun

Upload: andri-ramadhan-sudrajat

Post on 28-Jun-2015

1.158 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kolonial Inggris

Masuknya kekuatan-kekuatan asing di Indonesia

Kekuatan-kekuatan asing yang masuk ke Indonesia adalah ekspedisi pelayaran yang dilakukan oleh bangsa Barat yaitu Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris sejak akhir abad 15-16 yang sering disebut Abad Penjelajahan Samudra.

Faktor-faktor apakah yang mendorong bangsa-bangsa tersebut menjelajahi samodra menuju belahan dunia Timur? Beberapa faktor pendorong penjelajahan Bangsa Eropa adalah:a. Kisah perjalanan Marcopolo (1254-1324) seorang pedagang dari Venesia, Italia ke Cina

yang dituangkan dalam buku “Book of Various Experiences” mengisahkan tentang keajaiban dunia atau Imago mundi.

b. Jatuhnya Konstantinopel, Ibukota Romawi Timur ke tangan kesultanan Turki tahun 1453 menyebabkan terputusnya hubungan dagang ke dunia Timur. Bangsa Barat berusaha mencari jalan sendiri ke pusat rempah-rempah di Asia.

Tahukah Anda, yang termasuk rempah-rempah kebutuhan bangsa Eropa dan untuk apa?

a. Jenis rempah-rempah yang dicari dan dibutuhkan oleh bangsa Eropa adalah cengkih, lada, pala dan bunga pala yang disebut fuli.

b. Fungsi rempah-rempah adalah untuk:-   bumbu/melezatkan masakan-   obat-obatan-   penghangat tubuh terutama pada musim dingin.

Begitu pentingnya rempah-rempah bagi bangsa Eropa sehingga muncul ungkapan “semahal lada” atau “Siapa menguasai pusat rempah-rempah, mereka menguasai kerongkongan Eropa”

c. Adanya semangat penaklukan (Reconquesta) terhadap orang-orang yang beragama Islam serta membuat daerah-daerah kekuasaan yang dimiliki kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Semangat penaklukan ini misalnya dilakukan oleh Spanyol – Ratu Isabella membiayai penjelajahan Samodra Columbus tahun 1492 untuk mencari jalan ke “Barat”

d. Berkembangnya teknik pelayaran dan penemuan kompas. Kompas dapat berfungsi menentukan arah dan posisi laut. Mereka menciptakan kapal yang lebih mudah dan lebih cepat digerakkan dengan memperbaiki konstruksi kapal serta memadukan layar yang berbentuk segi tiga dengan tali temali persegi.

e. Penemuan Copernicus yang didukung oleh Galileo-Galileo menyatakan bahwa bumi ini bulat. Pendapat ini memperkuat keberanian para pelaut karena orang yang berlayar ke dunia Timur tidak akan tersesat. Semakin ke Timur akan sampai ke tempat semula.

f. Adanya keinginan untuk mengetahui lebih jauh mengenai rahasia alam semesta, keadaan geografi dan bangsa-bangsa yang tinggal di belahan bumi lain.

g. Ingin memperoleh keuntungan/kekayaan sebanyak-banyaknya.

Page 2: Kolonial Inggris

Inggris

Inggris merupakan bangsa Eropa yang paling banyak memiliki daerah jajahan yaitu benua Amerika bagian Utara, Australia, Afrika maupun Asia. Jajahan Inggris di Asia terutama adalah India. Semenanjung Malaya. Bangsa Inggris mendirikan perusahaan dagang bernama EIC ( East India Company) pada tahun 1600 yang bermarkas di Calanta India. Pengaruh Inggris di Indonesia berupa pemerintahan Raffles pada tahun 1811-1816.

Masa pemerintahan Thomas Stamfort Raffles di Indonesia 1811-1816

Pada tahun 1811 pimpinan Inggris di India yaitu Lord Muito memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Penang (Malaya) untuk menguasai Pulau Jawa. Dengan mengerahkan 60 kapal, Inggris berhasil menduduki Batavia pada tanggal 26 Agustus 1811 dan pada tanggal 18 September 1811 Belanda menyerah melalui Kapitulasi Tuntang.

Pemerintahaan Inggris di Indonesia dipegang oleh Raffles yang gambarnya dapat anda lihat di samping. Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur dengan tugas mengatur pemerintahan dan peningkatan perdagangan dan keamanan.

1. Bidang pemerintahan- Membagi Pulau Jawa menjadi 18 karesidenan- Mengangkat Bupati menjadi pegawai negeri yang digaj- Mempraktekan sistem yuri dalam pengadilan seperti di Inggris- Melarang adanya perbudakan- Membangun pusat pemerintahan di Istana Bogor

2. Bidang perekonomian dan keuangan- melaksanakan sistem sewa tanah (Land rente), Tindakan ini didasarkan

pada pendapatan bahwa pemerintah Inggris adalah yang berkuasa atas

Page 3: Kolonial Inggris

semua tanah, sehingga penduduk yang menempati tanah wajib membayar pajak.

- Meneruskan usaha yang pernah dilakukan Belanda misalnya penjualan tanah kepada swasta, serta penanaman kopi.

- Melakukan penanaman bebas, melibatkan rakyat ikut serta dalam perdagangan.

- Memonopoli garam agar tidak dipermainkan dalam perdagangan karena sangat penting bagi rakyat.

- Menghapus segala penyerahan wajib dan kerja rodi

Di samping tindakan Raffles di bidang pemerintahaan dan perekonomian/ keuangan tersebut masih ada tindakan lain yang berpegaruh bagi Indonesia? Selain pengusaha, Raffles juga seorang sarjana yang sangat tertarik dengan sejarah dan keadaan alam Indonesia. Tindakan yang dilakukan Raffles antara lain:- Membangun gedung Harmoni di jalan Majapahit Jakarta untuk Lembaga

Ilmu pengetahuan yang berdiri sejak tahun 1778 bernama Bataviaasch Genootschap

- Menyusun sejarah Jawa berjudul “Histori of Jawa“ yang terbit tahun 1817.- Namanya diabadikan pada nama bunga Bangkai raksasa yang ditemukan

seorang ahli Botani bernama Arnold di Bengkulu dan Raffles adalah Gubernur Jenderal di daerah tersebut. Tahukah anda nama bunga tersebut?Rafflesia Arnoldi namanya.

- Isteri Raffles bernama Olivia Marianne merintis pembuatan kebun Raya Bogor.

- Tindakan yang merugikan Indonesia adalah pada masa Raffles, bendabenda purbakala di boyang untuk memperkaya musium Calcutta di India di antaranya prasasti Airlangga tahun 1042 yang sering disebut Batu Calcutta

Mengapa pemerintahaan Raffles hanya bertahan sampai tahun 1816? Keadaan di negeri jajahan rupanya sangat bergantung pada keadaan di negeri Eropa. Pada tahun 1814 Napoleon Bonaparte kalah melawan raja–raja di Eropa dalam perang koalisi. Untuk memulihkan kembali keadaan Eropa maka diadakan konggres Wina 1814 sedangkan antara Inggris dan Belanda ditindaklanjuti

Konsekuensi dari perjanjian tersebut maka Inggris meninggalkan Pulau Jawa. Raffles kemudian menduduki pos di Bengkulu. Pada tahun 1819 Inggris berhasil memperoleh Singapura dari Sultan Johor. Pada Tahun 1824 Inggris dan Belanda kembali berunding melalui Treaty Of London tahun 1824 isinya antara

Page 4: Kolonial Inggris

lain menegaskan :

1.Belanda memberikan Malaka kepada Inggris dan sebaliknya Inggris memberikan Bengkulu kepada Belanda.

2. Belanda dapat berkuasa di sebelah selatan garis paralel Singapura sedangkan Inggis di sebelah Utaranya.

Sampai disini uraian tentang masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Untuk menguji pemahaman Anda, kerjakan isian tabel di bawah ini tentang perbandingan pemerintahan Daendels dan Raffles.

Seiring dengan perubahan permintaan dan kebutuhan di Eropa dari rempahrempah ke tanaman industri yaitu kopi, gula dan teh maka pada abad 18 VOC mengalihkan perhatiannya untuk menanam ke tiga jenis barang komoditi tersebut. Misalnya tebu di Muara Angke (sekitar Batavia), kopi dan teh daerah Priangan.

Dalam melaksanakan pemerintahan VOC banyak mempergunakan tenaga Bupati. Sedangkan bangsa Cina dipercaya untuk pemungutan pajak dengan cara menyewakan desa untuk beberapa tahun lamanya.

Bagaimana perkembangan VOC selanjutnya? Pada pertengahan abad ke 18 VOC mengalamii kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan.1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari

Gowa.3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai

yang banyak4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah

pemasukan VOC kekurangan5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis.6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis

dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.

Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Perbandingan Pemerintahan Daendels dan Raffles di Indonesia.Akibat perluasan kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.

Masuknya kekuasaan bangsa Asing di Indonesia telah menyebabkan perubahan tatanan politik, sosial, ekonomi dan budaya bagi bangsa Indonesia sebagai berikut:

a. PolitikBaik Daendels maupun Raffles telah meletakkan dasar pemerintahan modern. Para Bupati dijadikan pegawai negeri dan diberi gaji, padahal menurut adat, kedudukan bupati adalah turun temurun dan mendapat upeti dari rakyat. Bupati telah menjadi alat kekuasaan pemerintah kolonial.

Page 5: Kolonial Inggris

Belanda dan Inggris juga melakukan intervensi terhadap persoalan kerajaan, misalnya soal pergantian tahta kerajaan sehingga imperialis mendominasi politik di Indonesia. Akibatnya peranan elite kerajaan berkurang dalam bidang politik, bahkan kekuasaan pribumi mulai runtuh.

b. Sosial EkonomiEksploitasi ekonomi yang dilakukan bangsa Barat membawa berbagai dampak bagi bangsa Indonesia. Munculnya monopoli dagang VOC menyebabkan mundurnya perdagangan nusantara di panggung perdagangan internasional. Peranan syahbandar digantikan oleh para pejabat Belanda

Kebijakan tanam paksa sampai sistem ekonomi liberal menjadikan Indonesia sebagai penghasil bahan mentah. Eksportirnya dilakukan oleh bangsa Belanda, pedagang perantara dipegang oleh orang timur asing terutama bangsa Cina dan bangsa Indoensia hanya menjadi pengecer, sehingga tidak memiliki jiwa wiraswasta jenis tanaman baru serta cara memeliharanya.

Dengan dilaksanakannya politik pintu terbuka, maka:- pengusaha pribumi yang modalnya kecil kalah bersaing sehingga gulung tikar.- Perkebunan di Jawa berkembang sedangkan di Sumatra kesulitan tenaga kerja

sehingga dilakukan program transmigrasi.- untuk mendukung program penanaman modal Barat di Indonesia pemerintah

Belanda membangun : Irigasi, waduk, jalan raya, jalan kereta api dan pelabuhan. Untuk pembangunan tersebut digunakan tenaga secara paksa dengan sistem rodi (kerja paksa)

- dengan memperkenalkan sistem sewa tanah, terjadi pergeseran dari sistem ekonomi barang ke sistem ekonomi uang yang juga menyebar di kalangan petani.

- Daerah Indonesia terisolasi di laut sehingga kehidupan berkembang ke pedalaman.

Kemunduran perdagangan di laut secara tak langsung menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Dengan feodalisme rakyat pribumi dipaksa untuk tunduk/patuh pada tuan tanah Barat/Timur Asing. Sehingga kehidupan penduduk Indonesia megalami kemerosotan.

c. Budaya- Tindakan pemerintah Belanda untuk menghapus kedudukan menurut adat

penguasa pribumi dan menjadikan mereka pegawai pemerintah, merutuhkan kewibawaan tradisional penguasa pribumi.

- Upacara dan tatacara yang berlaku di istana kerajaan juga disederhanakan dengan demikian ikatan tradisi dalam kehidupan pribumi menjadi lemah.

- Dengan merosotnya peranan politik maka para elit politik baik raja maupun bangsawan mengalihkan perhatiannya ke bidang senibudaya. Contoh Paku Buwono V memerintahkan penulisan serat Centhini, R.Ng Ronggo Warsito manyusun Kitab Pustakaraya Purwa, Mangkunegara IV menyusun kitab Wedatama dan lain-lain.

Bangsa Inggris

Page 6: Kolonial Inggris

Kedatangan bangsa Inggris ke Indonesia dirintis oleh Francis Drake

dan Thomas Cavendish. Dengan mengikuti jalur yang dilalui Magellan, pada

tahun 1579 Francis Drake berlayar ke Indonesia. Armadanya berhasil

membawa rempah-rempah dari Ternate dan kembali ke Inggris lewat

Samudera Hindia. Perjalanan beriktunya dilakukan pada tahun 1586 oleh

Thomas Cavendish melewati jalur yang sama.

Pengalaman kedua pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I

meningkatkan pelayaran internasioalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka

menggalakan ekspor wol, menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari

rempah-rempah. Ratu Elizabeth I kemudian memberi hak istimewa kepada

EIC (East Indian Company) untuk mengurus perdagangan dengan Asia. EIC

kemudian mengirim armadanya ke Indonesia. Armada EIC yang dipimpin

James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis (lewat Afrika). Namun,

mereka gagal mencapai Indonesia karena diserang Portugis dan bajak laut

Melayu di selat Malaka.

Awal abad ke 17, Inggris telah memiliki jajahan di India dan terus

berusaha mengembangkan pengaruhnya di Asia Tenggara, kahususnya di

Indonesia. Kolonialisme Inggris di Hindia Belanda dimulai tahun 1604.

menurut catatan sejarah, sejak pertama kali tiba di Indonesia tahun 1604, EIC

mendirikan kantor-kantor dagangnya. Di antaranya di Ambon, Aceh,

Jayakarta, Banjar, Japara, dan Makassar.

Walaupun demikian, armada Inggris tidak mampu menyaingi armada

dagang barat lainnya di Indonesia dagang Barat lainnya di Indonesia, seperti

Belanda. Mereka akhirnya memusatkan aktivitas perdagangannya di India.

Mereka berhasil membangun kota-kota perdagangan seperti Madras, Kalkuta,

dan Bombay.

Zaman Inggris

Pemerintah Inggris mulai menguasai Indonesia sejak tahun 1811 pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles (TSR) sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia. Ketika TSR berkuasa sejak 17 September 1811, ia telah menempuh beberapa langkah yang dipertimbangkan, baik di bidang

Page 7: Kolonial Inggris

ekonomi, social, dan budaya. Penyerahan kembali wilayah Indonesia yang dikuasai Inggris dilaksanakan pada tahun 1816 dalam suatu penandatanganan perjanjian. Pemerintah Inggris diwakili oleh John Fendall, sedangkan pihak dari Belanda diwakili oleh Van Der Cappelen. Sejak tahun 1816, berakhirlah kekuasaan Inggris di Indonesia.

1INDONESIA : HUKUM TANAH DI ZAMAN PENJAJAHAN∗Oleh : Erman Rajagukguk∗∗1. PendahuluanIndonesia pernah dijajah Inggris selama lima tahun (1811-1816). GubernurJenderal Raffles mengenalkan sistem sewa tanah di pulau Jawa. Raffles memandangsemua tanah sebagai milik raja-raja Jawa. Karena raja telah mengakui kedaulatanInggris, maka tanah menjadi kepunyaan negara. Teori ini menjadi dasar untukpenerapan sistem sewa tanah di Jawa. Gagasan ini datang dari pengalaman Inggris diIndia.Raffles meninggalkan Jawa pada tahun 1816, setelah pulau tersebutdikembalikan Inggris kepada Belanda. Belanda meninjau kembali kebijaksanaanmereka atas Jawa. Gubernur Jenderal Van Der Cappellen menerapkan suatukebijaksanaan, diantaranya ialah, bahwa penduduk Jawa bebas menggunakan tanahmereka untuk menanam yang mereka kehendaki, tapi sebagai imbalan atas hak ini,orang-orang tersebut harus membayar sewa atas tanah. Pada tahun 1827, sebagian besarsewa harus dibayarkan baik dalam bentuk mata uang perak atau emas, dan sisanyadalam bentuk mata uang tembaga. Diharapkan dengan konsep liberal ini, pendudukJawa kemudian akan memproduksi hasil bumi yang lebih dapat di pasarkan, dan dengandemikian mampu membayar sewa tanah.2. Tanam Paksa Menjadikan Rakyat SengsaraKebijakan Belanda kemudian berubah karena kesulitan keuangan dan persainganketat. Pemberontakan Diponegoro tahun 1852-1830 menguras keuangan pemerintahkolonial di Jawa. Kebijaksanaan Belanda yang membingungkan kedudukan orang-orangEropa dan Jawa menyebabkan pecahnya perang. Pertentangan mulai setelah pemerintahkolonial membatalkan perjanjian-perjanjian sewa tanah antara pengusaha-pengusaha∗ Disampaikan pada Seminar Antarbangsa, “Tanah Keterhakisan Sosial dan Ekologi :Pengalaman Malaysia dan Indonesia”, Dewan Bahasa dan Pustaka Institut Alam dan Tamadun Melayu(ATMA), Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, 4-5 Desember 2007.∗∗ Guru Besar Universitas Indonesia. Sarjana Hukum (SH) Universitas Indonesia (1974), LL.M.University of Washington, School of Law, Seattle (1984), Ph.D University of Washington, School ofLaw, Seattle (1988). Dekan Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia.2Eropa dan para pangeran dari kerajaan Surakarta dan Jogyakarta di Jawa Tengah.Penghapusan atas kontrak-kontrak ini menyebabkan kesulitan keuangan bagi penyewapenyewapribumi, yang telah benci terhadap bermacam pelanggaran terhadap hak-hakistimewa bangsawan oleh Deandels dan pengganti-penggantinya. Mereka menyerahkankepemimpinan kepada Diponegoro, seorang pangeran dari kalangan istana Jogyakartayang diakui sebagai seorang penantang pengaruh Eropa di istana dan yang mempunyaisuatu reputasi kuat sebagai pemimpin mistis. Diponegoro menyatakan suatu “perangsuci” Islam melawan Belanda. Pemberontakan ini dapat dipadamkan setelah melaluiberbagai kesukaran dan kerugian yang besar.1 Walaupun perang ini mempunyai cirikeagamaan atau Imam Mahdi, terdapat alasan-alasan yang kuat bahwa pemberontakanyang didukung oleh rakyat pada intinya merupakan kebencian kepada pemerintahkolonial sebagai akibat dari kondisi ekonomi yang buruk. Contohnya, keluhan pahitmenentang permintaan-permintaan yang berlebihan dalam bentuk pajak dan jasa-jasaatas Particuliere Landaerijen (tanah-tanah pertikulir).2 Di Belanda, Pemerintah jugamenghadapi kesulitan keuangan dan memerlukan sumbangan dari daerah-daerah

Page 8: Kolonial Inggris

jajahannya.3 Kesulitan keuangan tersebut ditambah lagi dengan kenyataan bahwa hargakomoditi pertanian daerah tropis jatuh di pasar dunia dan petani Jawa harus bersaingdengan negeri-negeri lain, terutama Amerika dan Hindia Barat, yang dapatmenghasilkan komoditi yang sama seperti gula dan nila dengan tingkat harga yangrendah berkat penggunaan tenaga budak.4Van Den Bosch, yang menggantikan Van Der Cappellen, muncul dengan suatugagasan Culturstelsel. Tujuannya adalah untuk membuat Jawa sebagai suatu asset yangbernilai dengan menghasilkan sebanyak mungkin kopi, gula dan nila dengan biayaproduksi yang serendah mungkin.Menurut sistem yang baru ini, rakyat harus menanam 1/5 tanah desa dengantebu, kopi atau nila. Persyaratan tersebut kemudian diganti menjadi 1/3. Pada tahun1 Robert Van Niel, “The Course of Indonesia History,” dalam Ruth T. McVay Indonesia (NewHaven : Southeast Asian Studies, Yale University, 1963), h. 283-289.2 Lihat Sartono Kartodirjo, Protest Movement in Rural Java: A Study of Agraria Unrest in theNineteenth and Early Twentieth Countries (New York : Oxford University Press, 1973), h. 21-22.3 Situasi semakin lebih menyedihkan ketika Belanda sendiri, setelah kehilangan Belgia tahun1830, mengalami suatu kebangkrutan, Ailsa Zainuiddin, A Short History of Indonesia (Victoria : CasselAustralia, Ltd., 1968, h. 128, lihat juga John.O.H. Broek, Economic Development of The NetherlandsIndia (New York : Institute of Pacific relation, 1942), h. 10.4 Robert Van Neil, “The Function of Land Rent under the Cultivation System in Java”, Journalof Asian Studies 23 (1964) : 359 R.E. Elson, Javanese Peasants and the Colonial Sugar Industry (London: Oxford University Press, 1984) h. 34-35.31983 Van Den Bosch mengumumkan bahwa sewa tanah tidak perlu dibayar jika rakyatmenanam tanaman-tanaman ini pada tanah mereka dan menjualnya kepada pemerintahdengan tingkat harga yang rendah. Penerapan kebijaksanaan ini bertentangan dengankonsep awalnya. Di beberapa daerah, kebijaksanaan ini diterapkan dibawah tekanan danpaksaan yang keras. Sewa atas tanah masih diwajibkan sebagai tambahan atas tanampaksa, dimana Pemerintah yang menentukan jenis komoditi yang harus ditanam danhasilnya harus dijual pada pemerintah. Pandangan-pandangan yang berbeda tampakdiantara kalangan akademis mengenai apa sebenarnya fungsi sewa tanah di bawahsistem tanam paksa. Beberapa orang percaya bahwa ini hanyalah suatu ukuran untukmenjamin hasil produksi pertanian guna keperluan ekspor pemerintah. Jika suatu desamenghasilkan jumlah yang lebih besar dari uang sewa, pemerintah akan membayarimbalan kepada penduduk desa tersebut. Sebaliknya, jika produksi mempunyai nilaiyang kurang dari uang sewa, desa harus membayar kekurangannya dalam bentuk uangtunai atau hasil bumi.5Van Den Bosch berpendapat bahwa sistem ini hanya akan berfungsi jika suatupersekutuan dibentuk antara pemerintah kolonial, bupati-bupati, dan kepala-kepala desa.Tahun 1831 dia mengembalikan kekuasaan bupati-bupati, yang pada waktu itudihapuskan oleh Raffles. Menurut Van Den Bosch, kebijaksanaan liberal Raffles padawaktu lampau, yang begitu menaruh perhatian terhadap kekuasaan bupati-bupati atasrakyat dan hendak menghapuskannya, bertanggung jawab atas ketidakstabilan yang dipulau ini. Stabilitas di Jawa hanya dapat di capai, kata Ven Den Bosch, “atas dasarpenegakkan kekuasaan bangsawan yang berdiri kukuh, melalui pengaruh mereka,berjuta-juta penduduk dapat tunduk pada kita”. Tahun 1863, dia mengeluarkan suatuperaturan yang memperbaharui kekuasaan bupati-bupati atas Rakyat.6 Setelahmengadakan perundingan-perundingan dengan para bupati dan kepala-kepala distrik,pemerintah memutuskan mana tanah yang harus ditanami, misalnya dengan tebu; dandesa mana yang akan diwajibkan untuk menyediakan buruh-buruh untuk keperluanpenanaman, pengangkutan hasil pertanian, pengelohan, dan sebagainya. AdminitrasiBelanda tidak terlibat secara langsung dalam pengurusan tersebut; kepala-kepala desa5 Robert Van Neil, op.cit., h. 366. Lihat juga “A Kumar, The Peasantry and The State on Java :“Changes in Relationship, Seventeenth to Nineteenth Centuries”, dalam Indonesia : AustraliaPerspectives, ed. J.A.C. Mackie (Canberra : Australia National University, 1980), h. 577-600.

Page 9: Kolonial Inggris

6 John Bastin, The Native Policies of Sir Stanford Raffles in Java and Sumatera, an EconomicInterpretation (London : Oxford University Press, 1957), h. 71.4yang memeriksa perkebunan atas nama pemerintah dan bertanggung jawab ataskeberhasilannya. Setiap hari mereka memberikan tugas-tugas kepada penduduk desa,yang menggarap tanah, meliputi penanaman dan pekerjaan lain yang ada hubungannyadengan pengelohan tanah.7Sistem tanam paksa mengakibatkan perobahan pola penguasaan tanah di desadesaJawa pada waktu itu. Tanah yang semula digarap secara individu, kini menjadimilik bersama orang-orang desa. Dalam kerangka tersebut tanah dibagi-bagikan kepadasebanyak mungkin orang sebagai cara untuk mendapatkan tenaga kerja. Penduduk desayang mendapatkan tanah desa diharuskan bekerja untuk desa atau untuk pemerintah.Sebagai akibat dari hal tersebut sikep (petani-petani yang mempunyai tanah) menjaditidak ada lagi, sebab tanah mereka didistribusikan kepada petani numpang (petanipetaniyang tak mempunyai tanah), sehingga dapat membujuk mereka untuk tidakpindah ketempat lain demi menghindari beban yang berat sebagai buruh paksa.8

Sebaliknya, kaum bangsawan dan kepala-kepala desa mempunyai kepentingan atastanah untuk menjadikannya sebagai hak milik dari desa-desa yang mereka kuasai.Untuk pemerintah kolonial, sistem tanam paksa di bawah Van den Boschmembawa hasil-hasil yang tak terduga. Nilai ekspor dari Jawa terus meningkat, naikmenjadi 11,3 juta gulden pada tahun 1830. Pada 1840, perhitungan ini meningkatmenjadi 66,1 juta. Total ekspor dari Jawa volumenya meningkat selama periode tersebutdari 36,4 menjadi 161,7 juta kilogram. Persentase dari ekspor ini yang ditujukan keBelanda meningkat dari 66 pada tahun 1830 menjadi rata-rata 83 pada tahun 1841sampai 1850 dan menjadi lebih dari 90 dalam periode setelah 1861.9 Tidak ada keraguraguanbahwa setelah tahun 1840 negeri Belanda memperoleh keuntungan dari labaekspor kolonial yang meningkat sangat besar, dan keuntungan-keuntungan atas eksporini memainkan peranan sebagai pemasukan yang sangat besar bagi anggaran NegeriBelanda.7 C. Fasseur, “The Cultivation System and its Impact on the Dutch Colonial Economy and TheIndigenous Society in Nineteenth Century Java,” dalam Two Colonial Empires, ed, C.A. Bayly andD.H.A. Kolf (Dordrecht : Martinus Nijhoff, 1986), h. 191.8 Onghokham, Perubahan Sosial di Madiun Selama Abad 19 : Pajak dan PengaruhnyaTerhadap Pengusaan Tanah, (Bogor : Survey Agro Ekonomi, Institut Pertanian Bogor, 1979), h. 15-16.9 C. Fasseur, “The Cultivation System and its Impact on the Dutch Colonial Economy and TheIndigenous Society in Nineteenth Century Java,” dalam Two Colonial Empires, ed, C.A. Bayly andD.H.A. Kolf (Dordrecht : Martinus Nijhoff, 1986), h. 137.5Ada yang berpendapat bahwa sistem tanam paksa juga meningkatkan standarkehidupan di Jawa, khususnya di wilayah dimana terdapat perkebunan tebu. Ini dapatdiukur dari peningkatan import tekstil untuk penduduk asli Jawa dan Madura, lebihbanyak beras yang diekspor, dan lebih banyak pendapatan yang diperoleh dari pajakpajakperdagangan lokal pada pasar-pasar pribumi.10 Juga terdapat peningkatan dalampopulasi ternak yang dikelola oleh pribumi. Penduduk juga meningkat karenaperbaikan-perbaikan tersebut. Namun pendapat-pendapat seperti ini tentu dapatdisangkal. Sistem kerja paksa membutuhkan lebih banyak buruh sehingga, keluargakeluargaJawa dipaksa untuk mempunyai lebih banyak anak. Tambahan anakmemungkinkan tersedianya tenaga kerja untuk mengolah tanah penyambung nafkahhidup, sementara tenaga lainnya dapat menjalankan kerja wajib yang diharuskan olehsistem tanam paksa.11

Pendapat yang berbeda tentang pengertian “kesejahteraan” ini, jikakesejahteraan itu benar-benar ada, yaitu hanya sebagian kecil orang-orang tertentu yangdiuntungkan oleh sistem tersebut yaitu golongan elite pada waktu itu seperti bupatibupati,kepala-kepala desa, dan pengusaha-pengusaha Cina. Kesejateraan mereka

Page 10: Kolonial Inggris

diperoleh hanya atas beban yang dipikul oleh rakyat Jawa.12 Rakyat menderita, karenaharus menanam tanaman-tanaman yang diperlukan dan menyediakan diri pula sebagaitenaga kerja yang diperlukan oleh para pejabat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaanumum. Pengaturan ini membutuhkan begitu banyak waktu sehingga mereka tidakmampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. Di beberapa daerah, sepertiCirebon (1840an) Semarang (1849-1850) dan Demak, hal itu telah menimbulkanbencana kelaparan. Di Semarang, bencana kelaparan diduga mengakibatkan 200.000korban meninggal atau terpaksa pindah ke daerah lain. Hal tersebut menjadi halamanhitam dalam sejarah pemerintahan Belanda di Jawa.13

10 R.E. Elson, Javanese Peasant And The Colonial Sugar Industry (Singapore, Oxford, NewYork : Oxford University Press, 1984), h. 83 C. Fasseur, Ibid., h. 145-147.11 Benjamin White, “Demand For Labor and Population Growth in Colonial Java”, “HumanEcology Vol. 1,3 (1973) : 217 lihat juga Daniel Chirot, Social Change in The Modern Era, (New York,Chicago : Harcourt Brace Jovanivick, Publishers, 1986), h. 174.12 G.R. Knight, “From Plantation to Padi Field : The Origins of The Nineteenth CenturyTransformation of Java’s Sugar Industry”, Modern Asian Studies 14,2 (1980) : 149-199. W.F Wertheim,Indonesia Society in Transition, a Study of Social Change (The Hague Bandung W. Van Hoeve Ltd.,1956), h. 240-241.13 W.R. Hugenhaltz, “Famine and food supply in Java 1830-1914”, dalam Two ColonialEmpires, ed, C.A. Bayly and D.H.A. Kolf (Dordrecht : Martinus Nijhoff, 1986), h. 165.6Sistem tanam paksa menciptakan kekuasaan otoriter pada tingkat atas dankesengsaraan pada kalangan rakyat. Sistem itu juga menhapuskan peranan usaha-usahaswasta. Situasi ini menjadi pusat kritik Partai Liberal, yang kemudian berkembangsemakin kuat dan akhirnya pada tahun 1854, memenangkan suatu mayoritas diParlemen Belanda.14

3. Agrarische Wet 1870 Untuk Mengundang Investor SwastaKekeuatan Partai Liberal yang terus meningkat di Negeri Belanda mendorongperubahan-perubahan politik di wilayah jajahan yang sebagian didasarkan pada alasankemanusian, sebagian lainnya bersumber pada filsafat ekonomi liberal. Kaum liberalpercaya mengenai keuntungan-keuntungan ekonomi pasar bebas, tidak hanya untukrakyat Jawa tetapi juga untuk perusahaan-perusahaan Belanda secara umum. Sistemtanam paksa secara berangsur-angsur dihapuskan, begitu juga monopoli pemerintah.Pada akhirnya kemudian perusahaan swasta boleh meluaskan usahanya.Salah satu masalah yang dihadapi adalah bagaimana membuka pulau Jawa untukinvestor swasta. Pada tahun 1854 lahir Regerings Reglement yang memungkinkan tanahdisewa oleh pihak swasta. Pasal 62 dari peraturan ini berbunyi :1. Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah.2. Larangan ini tidak termasuk bidang-bidang tanah yang kecil untuk maksud perluasankota-kota atau desa-desa.3. Gubernur Jenderal boleh menyewakan tanah berdasarkan undang-undang yang nantiakan dikeluarkan. Ini tidak meliputi tanah-tanah yang diakui milik orang Indonesiaasli atau tanah milik bersama dan tanah lain milik desa.15

Pasal 62 Regering Reglement tidak memuaskan para pemilik modal sebab peraturanyang dihasilkan memang mengijinkan tanah untuk disewa tetapi untuk tidak lebih daridua puluh tahun. Jangka waktu tersebut dipandang tidak cukup untuk tanah sewa agardapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. Lagi pula, tanah yang tersedia terletak diwilayah pedalaman dimana tenaga kerja tidak cukup tersedia. Kaum pemodalmeneruskan usaha mereka untuk memperoleh tanah dengan menciptakan hukum agrariayang baru.14 J.S. Furnivall, Colonial Policy and Practice, A Comparative Study of Birma and NetherlandsIndia (New York : New York University Press, 1956).15 A.D.A. De Kat Anggelino, Colonial Policy (The Hagve : Marthinus Nijhoff, 1931), h. 438.7Terdapat perbedaan pendapat antara golongan Liberal dan golongan Konservatif

Page 11: Kolonial Inggris

mengenai kebijaksanaan pertanahan di Jawa. Kaum liberal menekankan perlunyaperusahaan swasta diijinkan untuk mengolah tanah, yaitu dengan mengakui hakkepemilikan perseorangan atas tanah yang dimiliki oleh orang Indonesia asli sehinggatanah tersebut dapat disewakan atau dijual oleh mereka; dan menyatakan semua tanahyang kepemilikannya tidak dapat dibuktikan menjadi tanah negara. Oleh karena itudapat tersedia tanah yang cukup untuk disewakan kepada pihak swasta untuk jangkawaktu yang lama (99 tahun) pada tingkat harga yang rendah.16 Kaum konservatifmenentang usul ini dengan menyatakan bahwa hak penduduk asli atas tanah didasarkanpada syarat-syarat yang bersifat asli, pengusaan bersama dan kebiasaan yang tidak dapatdisatukan dengan konsep “hak milik” dari Barat modern.17

Tahun 1854, Partai Liberal, yang telah berkembang menjadi partai yangberkuasa sejak tahun 1848, melakukan pengawasan, melalui parlemen, atas masalahmasalahHindia Belanda. Van de Putte, seorang pemimpin dari partai itu, mengajukansuatu Rancangan Undang-Undang Cultuur (Perkebunan). Rancangan ini mencitacitakanpengalihan tanah milik bersama menjadi milik perseorangan. Ini sebagiandidasarkan pada pemikiran bahwa kepemilikan bersama dianggap sebagai suatuhambatan terhadap pengolahan tanah yang baik, tetapi sebab yang utama adalahkepemilikan perseorangan akan memudahkan penyewaan dan pembelian tanah-tanaholeh orang Eropa.18 Golongan konsevatif yang sejak mula menentang perusahaanswasta di Jawa, merasa bahwa usul ini akan melanggar hak-hak penduduk asli. Namun,dibalik itu adalah kekwatiran bahwa pengakhiran milik bersama atas tanah, akanmengakibatkan suatu tingkat “kemakmuran”, akan hilang dengan adanya kepemilikanswasta, dan mengakibatkan kesulitan dalam mendapat tanah dan tenaga kerja.19

Fraksi yang menekankan kemanusian di Partai Liberal yang dipimpin VanHoevell, mendukung pandangan Partai Konservatif yang tidak menginginkan campurtangan atas adat istiadat dan pengusaan tetap penduduk asli. Kekalahan atas rencana ini16 J.S. Furnivall, Netherlands India, A Study of Rural Economy (London : Cambridge UniversityPress, 1939), h. 78-79. Mochammad Tauchid, Masalah Agraria II (Jakarta : Penerbit Tjakrawala, 1952),h. 63.17 Hiroyhoshi Kano, Land Tenure System and the Desa Community in Nineteenth Century Java(Tokyo : Institute of Development Economics, 1977), h. 518 J.S. Furnivall, op.cit., h. 164.19 J.S. Furnivall, Ibid., h. 164.8menyebabkan Van de Putte kehilangan jabatannya.20 Perbedaan antara golongan Liberaldan Konservatif menyebabkan Raja mengeluarkan instruksi kepada Gubernur Jenderaluntuk melakukan suatu survey tanah di Jawa.Penelitian yang dimulai tahun 1868, mencakup semua tanah yang ada dibawahpengawasan langsung pemerintah kolonial. Semua kabupaten di Jawa dan Madura,kecuali Batavia dan Kerajaan Yogyakarta dan Solo, menjadi bagian dari penelitian ini.Survey ini memilih dua desa di tiap kabupaten, sehingga jumlah keseluruhan desa yangdisurvey adalah 808. Walaupun penelitian selesai tahun 1870, hasilnya belum segeratersusun. Semua laporan diterbitkan dalam 3 jilid pada tahun 1876, 1880, 1896 secaraberturut-turut.21 Oleh karena itu hasil penelitian tersebut hanya mempunyai sedikitpengaruh terhadap kebijaksanaan pertanahan.Sementara itu, pada tahun 1870 Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria)berhasil dilahirkan. Undang-Undang tersebut memuat 3 bagian dari Pasal 62 RegeringReglement (1854) ditambah lima bab baru, yang meletakkan prinsip-prinsip dasarmengenai kebijaksanaan pertanahan. Undang-Undang ini menggambarkan kemenanganuntuk Partai Liberal dengan beberapa konsesi yang diberikan kepada Partai Konservatif.Diakui bahwa modal swasta diperlukan untuk perushaan-perusahaan perkebunan, tetapikepentingan-kepentingan penduduk pribumi akan terancam jika pengalihan tanah tetaptidak dibatasi. Agrarische Wet tahun 1870 menghilangkan kesulitan-kesulitan berkenaan

Page 12: Kolonial Inggris

dengan pemberian tanah berdasarkan peraturan tahun 1856, dengan mengijinkan parapemilik modal untuk memperoleh hak sewa turun temurun (erpacht) dari pemerintahuntuk periode sampai dengan 75 tahun dan juga menyewa tanah dari penduduk pribumi.Pada saat yang sama undang-undang tersebut menjamin kepemilikan penduduk pribumiatas hak-hak adat mereka yang telah ada atas tanah, dan memungkinkan pula merakamendapatkan hak milik pribadi. Agrarische Wet 1870 kemudian menjadi Pasal 51 thewet op Staatsinrichting van Nedherlands Indie (konstitusi Hindia Belanda), yangberbunyi sebagai berikut :1. Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah.2. Larangan ini tidak berlaku terhadap bidang-bidang tanah sempit untuk perluasan kotaatau desa atau penggunaan tanah untuk pendirian perusahaan-perushaan komersial(bukan pertanian dan kerajinan).20 J.S. Furnivall, Ibid., h. 164.21 J.S. Furnivall, Ibid., h. 180.93. Gubernur Jenderal boleh menyewakan tanah sesuai dengan Undang-Undang. Hak initidak berlaku terhadap tanah yang telah dibuka oleh penduduk asli atau terhadaptanah yang biasanya digunakan untuk pengembalaan atau yang meliputi wilayahperbatasan desa untuk maksud-maksud lain.4. Sewa menurut hukum dapat sampai masa 75 tahun.5. Dalam memberikan hak sewa sedemikian itu, Gubernur Jenderal akan menghormatihak-hak tanah penduduk asli.6. Gubernur Jenderal tidak dapat menguasai tanah yang telah dibuka oleh pendudukasli, atau tanah yang biasa digunakan untuk pengembalaan, atau tanah yang termasukwilayah perbatasan desa yang digunakan untuk tujuan-tujuan lain, kecuali : untuktujuan-tujuan kepentingan umum yang didasarkan pada Pasal 133; dan untukpendirian perkebunan atas suatu perintah atasan, ganti rugi yang wajar dapatdiberikan.7. Tanah-tanah yang dimiliki oleh penduduk asli dapat diberikan pada merekaberdasarkan hak eigendom (hak milik), termasuk hak untuk menjual kepada pihaklain, penduduk asli atau bukan penduduk asli.8. Sewa tanah oleh penduduk asli kepada bukan penduduk asli harus dilakukan sesuaidengan Undang-Undang.22

Prinsip-prinsip yang tercantum dalam Agrarische Wet tahun 1870 untuk Jawadan Madura dituangkan dalam Agrarische Besluit tahun 1870. No. 118 dimana Pasal 1menyatakan :“Dengan kekecualian atas tanah-tanah yang termasuk dalam klausul 5 dan 6Pasal 51 dari Indisch Staatsinrichting Van Netherland Indie semua tanah hakmiliknya tidak dapat dibuktikan, akan dianggap milik negara”.23

Ketentuan ini melahirkan penafsiran yang berbeda, umpamanya, Prof. NaltsTrenite, mempertahankan pendapat bahwa tanah yang menurut hukum dikecualikan darimilik negara adalah hanya tanah yang menurut kenyataan dan biasanya digunakan olehpenduduk. Pandangan ini ditolak oleh sarjana lain, seperti Van Vollenhoven, Logemanndan Ter Haar. Menurut mereka, tujuan yang sebenarnya dari pembuat undang-undang22 Stlb. 1925-44723 Stlb. 1870-118.10adalah tidak mengecualikan tanah apapun juga. Semua tanah hutan, jika perlu sampai kepuncak gunung, jika penduduk mempunyai hak baik yang nyata maupun hak secaradiam-diam diakui, tanah itu bukan tanah negara.24 Menurut hukum adat, desamempunyai hak untuk menggarap atau mencari nafkah dari hutan dengan ijin darikepala desa. Menurut penafsiran Trenite, tanah tersebut milik negara, namun menurutpandangan Van Vollenhoven, Logemann dan Ter Haar tanah tersebut tidak dibawah

Page 13: Kolonial Inggris

kekuasaan negara. Apabila mengikuti pendapat Trenite, tidak cukup untukmenghentikan sewa atas tanah bebas apabila penduduk suatu desa atau desa yang lainmenyatakan bahwa tanah bersangkutan dibawah kekuasaan mereka. Pernyataan ini tidakdapat ditolak. Namun mengikuti kenyataan bahwa tanah seperti itu selain perludibuktikan menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan dari bagian territorial desa,harus juga terdapat bukti tanah tersebut dimanfaatkan. Desa dapat menggunakansedemikian rupa, baik sebagai padang rumput pengembalaan milik bersama atau untukmaksud-maksud lain.Teori domein ini menciptakan hak-hak “barat” tertentu, seperti, hak eigendom(hak milik); opstal (hak untuk membangun atau mengusahakan tanah milik orang lain);dan erfpacht (hak sewa turun-temurun), dan lain-lain. Disamping hak-hak yangdiundangkan tersebut, hak-hak adat terus berlanjut, seperti, hak milik adat, hak untukmemungut hasil hutan, hak pakai, hak gadai dan hak sewa.4. PenutupSejak diundangkannya Agrarische Wet 1870, yang memberikan hak ”erfpacht”(hak sewa turun temurun) dan hak ”opstal” (hak untuk membangun atau mengusahakantanah milik orang lain) selama 75 tahun kepada perusahaan-perusahaan swasta,perusahaan Belanda dan negeri lain datang ke Indonesia membuka perkebunanperkebunantembakau, gula, karet, teh dan kelapa sawit. Komoditi tersebut di jual dipasar Eropa dan Amerika Utara.

________24 A.D.A. De Kat Anggelino, op.cit., h. 441.