kolestasis1.pdf

Upload: ratu-toding

Post on 11-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kolestasis1.pdf

TRANSCRIPT

  • DETEKSI DINI KOLESTASIS NEONATAL

    (EARLY DETECTION OF NEONATAL CHOLESTASIS)

    Sjamsul Arief

    Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak

    FK UNAIR / RSU Dr Soetomo - Surabaya

    Korespondensi: Sjamsul Arief, dr, MARS, SpA(K). Divisi Hepatologi Bagian Ilmu

    Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya. Telepon: 031-5501681,

    0811307430. e-mail: [email protected].

    ABSTRAK

    Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan dibidang ilmu kesehatan anak disebabkan spektrum

    penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan dibidang teknik diagnosa dengan adanya

    ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan biologi molekuler tidak serta merta dapat menegakkan

    diagnosa dengan cepat sebab pada kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan

    adanya kolestasis pada bayi dengan ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan

    diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal adalah hepatitis

    neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik,

    endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma

    paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh

    proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang

    sangat berperan adalah asam empedu hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan diagnostik

    adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau ekstrahepatik. Pada

    kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan medikamentosa sedang pada kelainan

    ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis.

    Kata kunci: kolestasis, ikterus, neonatus

    ABSTRACT

    Neonatal cholestasis remains a major problem in todays child health caused by wide spectrum causes with

    similar clinical symptoms. Advances in diagnostic technique such as ultrasound, scintigraphy, histopathologic

    examination, and molecular biology, can not establish the diagnosis satisfactory, however, since there is no such

    superior technique in diagnosing the disorder. Awareness of cholestasis in infants of more than 14 days of age

    with jaundice is the key to early diagnosis which influences the prognosis. The main cause of neonatal cholestasis

    is neonatal hepatitis, a neonatal hepatopathy with nonspecific inflammatory process of liver tissue due to

    metabolic and endocrine disorders, and intra-uterine infection. Other causes are obstruction of extrahepatic bile

    duct, and intrahepatic paucity syndrome. Functional and structural damage of liver tissue can be caused by the

    primary process disease or secondary by cholestasis itself. In cholestasis, the main cause is hydrophobic bile acid

    with detergenic capacity. One of diagnostic objectives is determining the cause of cholestasis, whether

    intrahepatic or extrahepatic process. In intrahepatic disorder, conservative treatment with medicamentous therapy

    is done; while in extrahepatic disorder, particularly biliary atresia, the main prognostic factor is the age at

    surgery.

    Keyword: cholestasis, jaundice, neonate

    1

  • PENDAHULUAN

    Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu.

    Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi

    hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik

    dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal.1 Diagnosis dini kolestasis sangat penting

    karena terapi dan prognosa dari masing-masing penyebab sangat berbeda.2 Pada atresia bilier,

    bila pembedahan dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk.3 Salah

    satu tujuan diagnostik yang paling penting pada kasus kolestasis adalah menetapkan apakah

    gangguan aliran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik. 1,2

    DEFINISI

    Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah

    normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai

    tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum.4 Dari segi klinis didefinisikan sebagai

    akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan

    kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah

    terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. 1,2,4

    EPIDEMIOLOGI

    Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada

    hepatitis neonatal, rasionya terbalik 5,6,7.

    Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377

    (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).3,5

    Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari

    19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal

    hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1

    (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).8

    KLASIFIKASI

    Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:

    1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan

    kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan

    2

  • saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik1,2,4.

    Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,9 infeksi virus

    terutama CMV10 dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan

    genetik11. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas

    dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20%

    penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan

    kardiovaskuler.4,9 Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting

    sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila

    dilakukan setelah umur 2 bulan. 12 Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu

    kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran

    empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal

    mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak

    menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.1,4

    Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan

    proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam

    duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung

    untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.1,2,4,5

    2. Kolestasis intrahepatik a. Saluran Empedu

    Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)

    Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik

    (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan

    saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran

    ekstrahepatik saja.4 Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik

    fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik.13 Kelainan yang disebabkan

    oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai kedua bagian

    saluran intra dan ekstra-hepatik.4,9,10 Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara

    umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase,

    albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan

    meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar dapat

    timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.14,15

    Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal

    dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity

    apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.4 Contoh dari sindromik adalah

    sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada

    gene JAGGED 1.16 Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi

    3

  • organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae),

    kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu

    frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit).17,18 Nonsindromik adalah

    paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu

    intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma

    imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.4,19

    b. Kelainan hepatosit

    Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan

    aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit,

    fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah

    sehingga mudah terjadi kolestasis.1,2,4 Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus,

    bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon

    hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.20

    Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal

    hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin,

    metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu

    adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel

    radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa

    hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila

    penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.1,2,4,5

    4

  • Tabel 1. Kolestasis pada neonatus

    A. Saluran empedu ekstrahepatik

    Biliary atresia

    Choledochal cyst dan choledochocele

    Biliary hipoplasia

    Choledocholithiasis

    Bile duct perforation

    Neonatal sclerosing cholangitis

    B. Saluran empedu intrahepatik

    Syndromic paucity (sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)

    Nonsyndromic paucity

    Hypothyroidism

    Bile duct dysgenesis

    Congenital hepatic fibrosis

    Ductal plate malformation

    Polycystic kidney disease

    Carolis disease

    Hepatic cyst

    Cystic fibrosis

    Langerhans cell histiocytiosis

    Hyper-IgM syndrome

    C. Hepatocytes

    Sepsis-associated cholestasis

    Neonatal hepatitis

    Viral infections

    Hepatitis B

    Cytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)

    Herpes viruses (simplex and HHV-6 and 8)

    Adenovirus

    Enterovirus

    Parovirus B19

    Toxoplasmosis

    Syphilis

    Progressive familial intrahepatic cholestasis syndromes

    PFIC-1: mutation in FIC1, ? aminophospholipid transporter

    PFIC-1: mutation in BESP, the canalicular bile salt export pump

    PFIC-1: mutation in MDR3, canalicular phospholipid flippase

    Bile acid synthetic defects

    Urea cycle defects

    Ormithine transcarbamylase deficiency

    Carbomoyl phosphate synthetase deficiency

    Tyrosinemia

    Fatty acid oxidation disorders

    5

  • Mithocondrial enzymopathies

    Peroxisomal disorders(zellweger syndrome)

    Carbohydrate disorders

    Galactosemia

    Hereditary fructose intolerance

    Glycogen storage disease

    Lipid storage disorders

    Niemann-Pick cell disease

    Gauchers disease

    Wolmans disease

    1-Antitrypsin deficiency Neonatal hemochromatosis

    Total parenteral nutrition-associated cholestasis

    (Dikutip dari Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol.

    2002;29:159-80)

    PATOFISIOLOGI

    Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan

    kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,

    kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin

    terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang

    bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah

    sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan

    basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)

    berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan

    pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi

    intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.1,2,4,5 Salah satu contoh

    adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).

    Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada

    membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450

    menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh

    transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas

    asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh

    transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu

    menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia

    terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan

    iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran

    empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.21

    6

  • Perubahan fungsi hati pada kolestasis

    Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:

    A. Proses transpor hati

    Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari

    hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan

    lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.22

    B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik

    Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan

    gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan

    terganggu.23

    C. Sintesis protein

    Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum

    protein albumin-globulin akan menurun.14,15

    D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol

    Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan

    kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA

    reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga

    menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan

    detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun

    karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.24,25

    E. Gangguan pada metabolisme logam

    Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar

    ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu

    mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.26

    F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes

    Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan

    dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan

    meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena

    diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.27

    G. Mekanisme kerusakan hati sekunder

    1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati

    melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan

    kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan

    terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase,

    Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,

    sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.(28)

    Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin

    7

  • berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun

    peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.4,26,27

    2. Proses imunologis

    Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada

    permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga

    menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan

    terjadi sirosis bilier.29

    MANIFESTASI KLINIS

    Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah

    ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis

    klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.

    Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.

    .

    Gambar 1. Manifestasi klinis kolestasis

    Diare, kalsium turun

    A: rabun senja D: kelainan tulang metabolik E: degenerasi neuromuskuler K: hipoprothrombinemia

    REGURGITASI/ RETENSI EMPEDU

    PENURUNAN ALIRAN EMPEDU KE USUS

    SIROSIS BILIER PROGRESIF

    As. Empedu pruritus hepatotoksik Kolesterol xanthelasma, hiperkolesterolemia Bilirubin ikterus Tembaga hepatotoksik

    Konsentrasi asam empedu intraluminal turun

    Hipertensi portal

    malabsorbsi

    Defisiensi Vitamin Larut Lemak Malnutrisi hambatan

    pertumbuhan

    KOLESTASIS

    8

  • DIAGNOSIS

    Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara

    kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini

    obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis

    intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan

    medikamentosa.1,2,4,5

    Anamnesis

    a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus

    dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.1,2,4

    b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat

    badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan

    dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih

    awal.5-7,9

    c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam

    atau disertai tanda-tanda infeksi.20

    d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan

    suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1-antitripsin).1,2,4,5 Pemeriksaan fisik

    Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin

    sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar

    bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung

    banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan

    sklera lebih sensitif.4,5

    Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota

    pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan

    permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada

    epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal).

    Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila

    limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau

    keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan

    gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa

    adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal

    dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan

    bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan

    organ lain.1,2,4,5

    9

  • Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk

    membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut

    kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik 82% dari 133 penderita.31 Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.

    Tabel 2. Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstraheptik

    Data klinis Kolestasis

    Ekstrahepatik

    Kolestasis

    Intrahepatik

    Kemaknaan

    (P)

    Warna tinja selama dirawat

    - Pucat

    - Kuning

    79%

    21%

    26%

    74%

    0.001

    Berat lahir (gr) 3226 45* 2678 55* 0.001 Usia tinja akolik (hari) 16 1.5* 30 2* 0.001 Gambaran klinis hati

    Normal Hepatomegali**: Konsistensi normal

    Konsistensi padat

    Konsistensi keras

    13

    12

    63

    24

    47

    35

    47

    6

    0.001

    Biopsi hati***

    Fibrosis porta Proliferasi duktuler Trombus empedu

    intraportal

    94%

    86%

    63%

    47%

    30%

    1%

    *MeanSD; **Jumlah pasien; ***Modifikasi Moyer (Dikutip dari Alagille D. Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M. Liver and biliary tract

    disease in children. Paris: Flammarion. 1992:426-38)

    10

  • Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium pada kolestasis neonatal Darah

    Panel hati (alanine transferase, aspartate transaminase, alkaline phosphatase, GGT, Bu, Bc)

    Darah tepi

    Faal hemotasis

    1-Antitrypsin dan phenotype Kadar asam amino

    Kadar asan empedu

    Kultur bakteri

    RPR

    Endokrin (indek tiroid)

    Amonia

    Glukosa

    Indeks zat besi

    Hepatitis B surface antigen

    IgM Total

    Kultur virus

    Urine

    Zat-zat reduksi

    Asam organik

    Succinylacetone

    Metabolit asam empedu

    Kultur bakteri

    Kultur virus (CMV)

    Tes keringat

    Pencitraan

    Ultrasound (patensi saluran empedu, tumor, kista, dan parenkim hati)

    Biopsi hati

    Evaluasi histologi

    Mikroskop Elektron

    Enzim dan analisa DNA

    Kultur

    (Dikutip dari Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol.

    2002;29:159-80)

    11

  • KOLESTASIS NEONATAL

    Anamnesis : BBLR, riwayat penyakit keluarga, tinja kuning Klinis : tampak sakit

    Gamba lestasis

    TIDAK YA Kolestasis intrahepatik

    USG

    Diagnostik Nondiagnostik

    Pembedahan (Tumor, kista, Striktur)

    TIDAK YA

    Biopsi hati

    Proliferasi duktuli

    Operasi Kasai

    Kolangiopera

    Reevaluasi penyebab kolestasis intrahepatik

    Skintigrafi Ekskresi (+)

    Pemeriksaan penyaring: - TORCH - Infeksi bakteri - Metabolik

    Neonatal hepatitis

    Diagnostik

    Kolestasis ekstrahepatik

    PENUTU

    D

    spesialis a

    ikterus p

    terkonyug

    mendapat

    deteksi di

    prognosis

    r 2. Algoritme diagnosis koP

    eteksi dini dari kolestasis neonatal

    nak. Kunci utama adalah kesadaran

    ada usia diatas 2 minggu. Dengan

    asi maka proses diagnosa untuk me

    kan hasil yang optimal dalam pengo

    ni etiologi kolestasis menyebabkan t

    .1,2,4,5ografi tif merupakan tantangan bagi dokter dan dokter

    adanya kolestasis pada bayi yang mengalami

    ditemukannya peningkatan kadar bilirubin

    ncari penyebab harus segera dilakukan agar

    batan maupun pembedahan. Kegagalan dalam

    erlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi 12

  • KEPUSTAKAAN 1. Roberts EA. The jaundiced baby. In: Deirdre A Kelly. Disease of the liver and biliary system 2nd Ed.

    Blackwell Publishing 2004, 35-73. 2. A-Kader HH, Balisteri WF. Neonatal cholestasis. In: Behrman, Kliegman, Jenson. Nelson Textbook of

    Pediatrics 17th Ed. Saunders, 2004;1314-19. 3. Mieli-Vergani G, Howard ER, Portmann B, et al. Late referral for biliary atresia-missed opportunities for

    effective surgery. Lancet i. 1989:421-423. 4. Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol. 2002;29:159-80. 5. Suchy FJ. Approach to the infant with cholestasis. In: Suchy FJ Liver disease in children. St Louise: Mosby-

    Yearbook. 1994:399-55. 6. Yoon PW, Bresee JS, Olney RS, et al. Epidemiology of biliary atresia: A population-based study. Pediatrics.

    1997;99:376. 7. Dick MC, Mowat AP. Hepatitis syndrome in infancy-an epidemiologic survey with 10 year follow up. Arch

    Dis Child. 1985;60:512-16. 8. Arief S. The profile of cholestasis in infancy. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39:suppl 1 S188. 9. Haber BA. Biliary atresia. Gastroenterol Clin North Am. 2003;32:891-911. 10. Hart MH, Kaufmann SS, Vanderhoof JA et al. Neonatal hepatitis and extrahepatic biliary atresia associated

    with cytomegalovirus infection in twins. Am J Dis Children. 1991;145:302-305. 11. Tyler KL, Sokol RJ, Oberhaus SM, et al. Detection of reovirus RNA in hepatobiliary tissues from patients

    with extrahepatic biliary atresia and choledocal cyst. Hepatology. 1998;27:1475-82. 12. Charder C, Carton M, Spire-Bendelac N, et al. Is the Kasai operation still indicated in children older than 3

    months old diagnosed with biliary atresia? J Pediatr. 2001;138:224-28. 13. Alvarez F, Bernard O, Brunelle F, et al. Congenital hepatic fibrosis in children. J Pediatr. 1981;99:370-

    375. 14. Hatoff DE, Hardison WGM. Induced synthesis of alkaline phosphatase by bile acids in rat liver cell culture.

    Gastroenterology. 1979;77:1062-67. 15. Bulle F, Mavier P, Zafrani ES, et al. Mechanism of -glutamyltranspeptidase release in serum during

    intrahepatic cholestasis in rat: A histochemical, biochemical and molecular approach. Hepatology. 1990;11:545-550.

    16. Crosnier C, Driancourt C, Raynaud N, et al. Mutations in the JAGGED1 gene are predominantly sporadic in Alagille syndrome. Gastroenterology. 1999;116:1141-48.

    17. Alagille D, Odievre M, Gautier M, et al. Hepatic ductular hypoplasia associated with characteristic facies, vertebral malformations, retarded physical, mental, and sexual development, and cardiac murmur. J Pediatr. 1975;86:63-71.

    18. Alagille D, Estrada A, Hadchousel M, et al. syndromic paucity of interlobular bile ducts (Alagille syndrome or arteriohepatic dysplacia): Review of 80 cases. J Pediatr. 1987;110:195-200.

    19. Levy J, Espanol-Boren T, Thomas C, et al. Clinical spectrum of X-linked hyper-IgM syndrome. J Pediatr. 1997;131:47-54.

    20. Moseley RH. Sepsis-associated cholestasis. Gastroenterology. 1997;112:302-06. 21. Arrese M, Ananthananarayanan M, Suchy FJ. Hepatobiliay transport: Mechanism of development and

    cholestasis. Pediatr Res. 1998;44:141. 22. Schachter D. Fluidity and function of hepatocyte plasma membranes. Hepatology. 1984;4:146-151. 23. Kawata S, Imai Y, Inada M et al. Selective reduction of hepatic cytochrome P-450 content in patient

    with intrahepatic cholestasis. A mechanism for impairment of microsomal drug oxidation. Gastroenterology. 1987;92:299-303.

    24. Bove KE. Liver disease caused by disorders of bile acid synthesis. Clin Liver Dis. 2000;4:831-48. 25. Koopen NR, Muller M, Vonk RJ, et al. Molecular of cholestasis: Causes and consequences of impaired bile

    formation. Biochim Biophys Acta. 1998;1408:1-17. 26. Janssens AR, Bosman FT, Ruiter DJ, van den Hamer CJA. Immunohistochemical demonstration of the

    cystoplasmic copper-associated protein in the liver in primary biliary cirrhosis: Its identification as metallothionein. Liver. 1984;4:139-147.

    27. Keppler D, Hagmann W, Rapp S, et al. The relation of leukotrienes to liver injury. Hepatology. 1985;5:883-891.

    28. Spector AA, Yorek MA. Membrane lipid composition and cellular function. J Lipid Res. 1985;26:1015-35. 29. Innes GK, Nagafuchi Y, Fuller BJ, et al. Increased expression of major histocompability antigens in the liver

    as a result of cholestasis. Transplantation.1988;45:749-752. 30. Eisenburg J. Cholestasis guiding symptom in liver disease, pathogenesis and clinical pictures. Munich.

    1996:5-20. 31. Alagille D. Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M. Liver and biliary tract disease in

    children. Paris: Flammarion. 1992:426-38.

    13

    PENDAHULUANDEFINISI

    A. Saluran empedu ekstrahepatikB. Saluran empedu intrahepatikC. HepatocytesPATOFISIOLOGIMANIFESTASI KLINIS

    Pemeriksaan fisikDarahUrineTes keringatBiopsi hati