kliping

87
Kewirausahaan dari Perspektif Sosiologi Seperti yang kita ketahui dalam artikel sebelumnya, peluang kewirausahaan membutuhkan formulasi kerangka baru (Casson, 1982). Dalam artikel ini mari kita mengajukan pertanyaan: kenapa seseorang dan bukan yang lain, dapat mengetahui dan melihat adanya peluang? Rumus yang dapat kita ajukan adalah kepemilikan orang tersebut akan informasi dan belief yang dapat mengantarkan seseorang untuk berikir tentang ide-ide inovatif. Karena belief dan kepemilikan informasi tidak sama antara satu orang dengan yang lain maka tidak setiap orang mampu mengenali setiap peluang kewirausahaan yang tersedia (Shane, 2000). Penelitian telah menjelaskan bahwa karakteristik psikologis dan non psikologis dari seseorang mempengaruhi tendensinya untuk mengihat peluang kewirausahaan. Secara umum, yang menyebabkan seseorang mampu melihat peluang usaha dibandingkan yang tidak adalah pertama mereka memiliki akses yang lebih baik akan informasi tentang keberadaan peluang. Kedua, mereka dapat mengenali peluang lebih baik daripada yang lain, walaupun diberikan sejumlah informasi yang sama tentang hal peluang. Biasanya, hanya orang yang memiliki kemampuan kognitif superior yang memiliki kemampuan tersebut.

Upload: cipta-prayoga

Post on 27-Jun-2015

712 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: kliping

Kewirausahaan dari Perspektif Sosiologi

  

Seperti yang kita ketahui dalam artikel sebelumnya, peluang kewirausahaan

membutuhkan formulasi kerangka baru (Casson, 1982). Dalam artikel ini mari kita

mengajukan pertanyaan: kenapa seseorang dan bukan yang lain, dapat mengetahui

dan melihat adanya peluang? Rumus yang dapat kita ajukan adalah kepemilikan

orang tersebut akan informasi dan belief yang dapat mengantarkan seseorang untuk

berikir tentang ide-ide inovatif. Karena belief dan kepemilikan informasi tidak sama

antara satu orang dengan yang lain maka tidak setiap orang mampu mengenali setiap

peluang kewirausahaan yang tersedia (Shane, 2000). Penelitian telah menjelaskan

bahwa karakteristik psikologis dan non psikologis dari seseorang mempengaruhi

tendensinya untuk mengihat peluang kewirausahaan.

Secara umum, yang menyebabkan seseorang mampu melihat peluang usaha

dibandingkan yang tidak adalah pertama mereka memiliki akses yang lebih baik akan

informasi tentang keberadaan peluang. Kedua, mereka dapat mengenali peluang

lebih baik daripada yang lain, walaupun diberikan sejumlah informasi yang sama

tentang hal peluang. Biasanya, hanya orang yang memiliki kemampuan kognitif

superior yang memiliki kemampuan tersebut.

                                     

Akses informasi

Beberapa orang mampu mengenali peluang lebih baik karena mereka

memiliki informasi lebih dibandingkan orang lain (Hayek, 1945; Kirzner, 1973).

Informasi ini memungkinkan seseorang untuk mengetahui bahwa sebuah peluang

adalah sebuah anugerah ketika orang lain mengabaikan situasi tersebut. Informasi

pengalaman hidup yang spesifik, seperti pekerjaan atau kehidupan sehari-hari dapat

memberikan akses pada informasi dimana orang lain belum tentu mendapatkannya

(Venkataraman, 1997). Pengalaman hidup ini memberikan proses permulaan pada

informasi bahwa orang lain telah menggunakan sumberdaya secara tidak lengkap

Page 2: kliping

atau tidak proporsional, seperti perubahan teknologi atau perkembangan peraturan

yang baru.

  

Pengalaman hidup

Aktivitas tertentu memberikan referensi pada pengatahuan yang dibutuhkan

untuk mengetahui peluang. Dalam faktanya, penelitian sebelumnya telah

menunjukkan kejadian dari dua aspek pengalaman hidup yang meningkatkan

probabilitas seseorang untuk mengetahui peluang yaitu pekerjaan dan pengalaman

yang berbeda.

 

Pekerjaan

Pekerjaan seseorang dapat mengantarkan seseorang untuk menemukan

peluang baru. Sebagai contoh, ahli kimia atau fisika lebih dulu dalam menemukan

teknologi dibandingkan ahli sejarah karena penelitian memberikan mereka akses

pada informasi tentang peluang dimana orang lain tidak mendapatkannya (Freeman,

1982). Diantara tipe-tipe pekerjaan yang menyediakan akses pada informasi, yang

paling signifikan adalah Research and Development (Klepper dan Sleeper, 2001).

Karena penelitian dan pengembangan menciptakan sebuah informasi baru yang

menyebabkan perubahan teknologi, sehingga menjadi sebuah sumber utama dari

peluang (Aldrich, 1999) maka orang yang bekerja dalam bidang penelitian dan

pengembangan akan lebih cepat mengetahui tentang adanya peluang dan

perkembangan teknologi dibandingkan orang lain.

Contoh yang paling dekat dengan kita adalah penemuan VCO oleh dosen

MIPA Kimia UGM, Bapak Bambang Prastowo. Beliau adalah seorang peneliti.

Beliau menemukan cara untuk mengambil minyak kelapa tanpa ada proses

pemanasan. Hasilnya, ternyata minyak tersebut memiliki khasiat yang banyak dan

lebih baik. Hasilnya penelitiannya beliau jual dan mendapatkan keuntungan banyak.

 

Page 3: kliping

Variasi dalam pengalaman hidup

Variasi dalam pengalaman hidup menyediakan akses pada informasi yang

baru dan dapat membantu seseorang dalam menemukan peluang. Penemuan peluang

ini kadang seperti menyusun puzzle, karena sebuah kepingan informasi yang baru

kadang memiliki elemen yang hilang dan membutuhkan kecermatan bahwa peluang

baru telah hadir. Variasi dalam pengalaman menyebabkan seseorang akan menerima

informasi yang baru. Selanjutnya, dari hal tersebut individu dapat menemukan

kepingan peluang (Romanelli dan Schoonhoven, 2001) karena individu dengan

pengalaman hidup dan pekerjaan yang banyak akan memiliki akses dalam

pengalaman yang beranekaragam (Casson, 1995).

Delmar dan Davidsson (2000) telah membandingkan sampel secara acak dari

405 orang yang memiliki bisnis dengan sebuah kelompok kontrol yang juga dipilih

secara acak dan menemukan bahwa dalam proses memulai sebuah bisnis umumnya

mereka adalah orang yang sering berpindah-pindah kerja dibandingkan kelompok

kontrol.

 

Ikatan Sosial

Salah satu cara yang penting agar individu bisa mendapatkan akses informasi

tentang peluang kewirausahaan adalah melalui interaksi dengan orang lain atau

jejaring sosial mereka. Struktur dari jejaring sosial seseorang akan mempengaruhi

informasi apa yang mereka terima dan mengkategorikan informasi tersebut.

Ikatan yang kuat pada seseorang yang kita percayai sepenuhnya, juga sangat

menguntungkan dalam menemukan peluang. Dalam ikatan yang kuat, terdapat

kepercayaan sehingga individu dapat mempercayai sepenuhnya keakuratan informasi

yang datang dari orang tersebut. Kepercayaan dalam keakuratan informasi

merupakan hal yang penting untuk penemuan peluang karena wirausahawan

membutuhkan akses informasi, dan selanjutnya mensintesiskannya.

Page 4: kliping

Beberapa penelitian mendukung pendapat ini bahwa ikatan sosial

meningkatkan kemungkinan seseorang dalam menemukan peluang kewirausahaan.

Sebagai contoh, Zimmer dan Aldrich (1987) mempelajari kelompok etnik yang

bekerja secara mandiri di tiga kota di Inggris dan menemukan bahwa kebanyakan

pemilik usaha mendapatkan informasi tentang peluang kewirausahaan melalui

channel mereka.

Sumber :

 http://avin.filsafat.ugm.ac.id

Page 5: kliping

BELAJAR DARI INDIA DALAM

MENGEMBANGKAN

KEWIRAUSAHAAN

Oleh I Wayan Dipta

Pendahuluan  

 

Pada tanggal 19 s/d 23 April 2004 saya diberikan

kesempatan untuk mewakili Indonesia, cq     Kementerian Koperasi

dan UKM menghadiri “Workshop On Entrepreneurship

Development” di Entrepreneurship Development Institute Of India

di Ahmedabad. Enterpreneurship Development Institute (EDI) of

India didirikan pada tahun 1983 dan dikelola secara non-profit.

Sebanyak 21 orang yang hadir dalam workshop tersebut, yaitu

masing-masing 5 orang dari Laos PDR, 4 orang dari Cambodia, 4

orang dari Vietnam, dan 5 orang dari Myanmar, serta masing-

masing 1 orang dari Filipina, Singapura dan Indonesia. 

            Tujuan utama dari workshop adalah membangun kesadaran

dikalangan ASEAN tentang pentingnya pengembangan

kewirausahaan. Disamping belajar dari pengalaman India dalam

mengembangkan kewirausahaan, negara ASEAN – 6, yaitu Laos

PDR, Cambodia, Myanmar dan Vietnam diberikan kesempatan

untuk menyampaikan rencana pengembangan kewirausahaan di

negaranya masing-masing. 

            Selain presentasi dan diskusi dalam kelas, peserta workshop

Page 6: kliping

juga diberikan kesempatan melakukan field visit ke National

Institute of Design (NID), Gujarat Council of Science City, Adalaj

Vav, Law Garden, National Bank for Agriculture and Rural

Development (NABARD), Grillankar Limited, dan Delta Electrical.

 

Kebijakan Yang Sistematik dan Integratif 

            Secara umum, India melakukan pendekatan secara

sistematik dan integratif dalam pengembangan kewirausahaan.

Pendekatan sistematik dilakukan melalui sistem kelembagaan 

mulai dari dibentuknya satu Kementerian Industri Kecil (Ministry

for Small Scale Industry), Small Industry Development Bank

(SIDBI), National Bank for Agriculture and Rural Development

(NABARD), Mutual Credit Guarantee Fund Corporation dan

berbagai lembaga pengembangan kewirausahaan seperti EDI serta

lembaga pendukung pengembangan industri kecil lainnya. 

            Kementerian Industri Kecil di tingkat pusat

mengkoordinasikan kebijakan dan program pengembangan usaha

kecil dan menengah di India. Secara kelembagaan, India yang

merupakan negara federal dengan 22 negara bagian dan 5 gabungan

teritori juga membentuk Kementerian Industri Kecil pada masing-

masing negara bagian. Dengan demikian, pengembangan usaha

kecil dan menengah dilakukan secara intergratif dan koordinatif. 

            Menyadari akan pentingnya pengembangan kewirausahaan

untuk meningkatkan daya saing UKM, maka pengembangan

kewirausahaan oleh berbagai lembaga kewirausahaan seperti EDI

juga dilakukan dengan pendekatan integratif. Di seluruh India

paling sedikit telah tumbuh 13 lembaga yang berkualitas seperti

EDI dalam mendukung kebijakan dan program pemerintah untuk

pengembangan kewirausahaan. Pengembangan kewirausahaan

Page 7: kliping

secara integratif dilakukan dengan 2 premis dasar sebagai

pertimbangan, yaitu (1) memperhatikan 3 komponen  kunci untuk

proses pembangunan perusahaan, yakni : pengusaha, perusahaan,

dan lingkungan bisnis; dan (2) tahapan pengembangan

kewirausahaan dan keterkaitan intervensi.

 

Tahapan Pengembangan kewirausahaan dan keterkaitan

intervensi dapat digambarkan sebagai berikut :

Tingkat Pertumbuhan (Growth Stage)

Tingkat Survival (Survival Stage)

Tingkat Pemula (Start-Up)

Sosialisasi Awal (Early Socialization)

 

  

Page 8: kliping

 

 Pada masing-masing tingkatan ini, program dan model pengembangan kewirausahaan termasuk model intervensi dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.

 

Dalam pengembangan kewirausahaan, beberapa komponen yang

diperhatikan adalah :

(1)  Mengidentifikasi, memilih dan memberikan dukungan kepada

pengusaha-pengusaha potensial untuk mengembangkan usaha

baru.

(2)  Memfasilitasi pertumbuhan pengusaha-pengusaha yang ada.

(3)  Memberikan kontribusi kearah pengembangan budaya

wirausaha.

(4)  Memfasilitasi terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi UKM

pemula dan dalam pertumbuhan.

 

Secara umum, pemerintah India memberikan perhatian yang

cukup besar bagi pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah.

Pada aspek perizinan, misalnya tidak seketat kepada usaha besar.

Kesempatan diberikan seluas-luasnya kepada setiap orang yang

tertarik mengembangkan usaha. Sistem perizinan satu atap

diberlakukan bagi usaha kecil dan menengah yang bergerak disektor

industri yang dipersyaratkan untuk memiliki izin karena berkaitan

dengan faktor kesehatan dan lingkungan. Disamping itu UKM juga

mendapat perkecualian dalam bidang perpajakan dan subsidi bunga

kredit perbankan yang secara umum lebih rendah 2 % dari tingkat

bunga pasar. Lingkungan bisnis yang kondusif dengan sosialisasi

yang intens untuk mendorong tumbuhnya pengusaha baru telah

Page 9: kliping

mendorong semangat dikalangan generasi muda, khususnya yang

baru lulus dari sekolah lanjutan atas dan perguruan tinggi untuk

terjun menjadi pengusaha.

 

Sekilas tentang EDI 

Entrepreneurship Development Institute (EDI) yang terletak

di Ahmedabad, Gujarat merupakan lembaga kewirausahaan non-

profit (nirlaba) yang didirikan pada tahun 1983. Lembaga ini

didirikan oleh seorang pengusaha Gujarat yang sangat peduli akan

pentingnya penumbuhan jiwa kewirausahaan. Lembaga ini

didirikan dengan dukungan pihak pemerintah Gujarat dan lembaga

pendukung lainnya seperti Small Industry Development Bank of

India, National Bank for Agriculture and Rural Development, dan

berbagai lembaga pendukung pengembangan UKM di India.

            Dalam perjalanannya, EDI yang didukung kurang lebih 27

orang staf pengajar yang profesional menjalin berbagai kerjasama

dengan lembaga donor internasional dan nasional seperti ILO,

UNIDO, World Bank, dan ADB. Bersama UNIDO, EDI ikut

memfasilitasi pengembangan lembaga sejenis di banyak negara

seperti : Malawi, Bhutan, Nepal, Ghana, Malaysia, Uganda,

Bahrain, Saudi Arabia, Mozambique, dan pada tahun 2004 ini akan

membantu Laos PDR, Cambodia, Vietnam, dan Myanmar untuk

mengembangkan lembaga sejenis EDI di keempat negara anggota

ASEAN tersebut. 

Di India sendiri, EDI telah membantu tumbuhnya lembaga

sejenis EDI di 13 negara bagian. Kepada 13 lembaga EDI di

masing-masing negara bagian India, EDI memberikan dukungan

melalui Training of Trainers (TOT) dan peningkatan kapasitas

masing-masing lembaga tersebut termasuk dukungan tenaga ahli

Page 10: kliping

dengan menempatkan satu orang tenaga pengajar sebagai anggota

dewan direksi. Disamping itu EDI juga ikut membantu dalam

pemupukan modal bagi ke – 13 lembaga di setiap negara bagian

tersebut dengan memberikan kesempatan penyelenggaraan program

pelatihan, berbagai studi, dan berbagai inisiasi jangka panjang yang

semestinya dilakukan sendiri oleh EDI. 

            Selama membantu negara berkembang lainnya, EDI

merasakan pengalaman yang sangat menarik di 3 negara dalam

penumbuhan lembaga sejenis EDI. Ketiga negara tersebut adalah di

Bahrain dalam pengembangan “Arab Regional Centre for

Entrepreneurship and Investment Training (ARCEIT)”, di

Mozambique dengan “Centro de Aconselhamento para

Desenvolvimento Industrial” dan di Jeddah, Saudi Arabia dengan

“Entrepreneurship Development Institute – Middle East (EDI-

ME)”. 

Keberhasilan EDI Ahmedabad dalam mengembangkan

kewirausahaan telah mendapat pengakuan bukan saja di dalam

negeri India, tetapi juga di berbagai negara berkembang. Di India

sendiri, peranan EDI dalam mengembangkan kewirausahaan untuk

menciptakan wirausaha baru telah mendapat pengakuan dari pihak

pemerintah, dunia usaha, dan pihak perbankan. Keberhasilan EDI

menumbuhkan wirausaha baru bukanlah diraih tanpa konsep. EDI

mengembangkan kewirausahaan dengan pendekatan yang integratif

sejak sebelum pelatihan (pre-training/preparatory phase), pada saat

pelatihan (training/skill development phase) dan setelah pelatihan

(post-training/support phase). 

Pada tahapan awal (pre-training), EDI terlebih dahulu harus

memahami faktor-faktor sosio-kultural, mengidentifikasi peluang

bisnis, menjalin hubungn dengan sistem pendukung, memasarkan

program, dan memilih pengusaha-pengusaha potensial. Upaya

Page 11: kliping

seperti ini biasanya dilakukan antara 3 sampai 6 minggu. Pada

tahapan kedua (training), EDI memberikan perhatian pada masukan

informasi, identifikasi peluang bisnis, fasilitasi pada

penilaian/kajian pasar, pengembangan kompetensi kewirausahaan,

perumusan rancangan bisnis, masalah managerial, implementasi

masukan terkait dan masalah-masalah teknis. Upaya ini bisa

memakan waktu 4 sampai 12 minggu (3 bulan). Selanjutnya  pada

tahapan ketiga (post-training), EDI tetap memberikan bantuan pada

pemecahan masalah dan pengumpulan data tentang kinerja

pengusaha yang pernah dilatih. Tahapan terakhir ini bisa mencapai

6 minggu untuk dukungan yang bersifat terus-menerus setelah

pelatihan dan antara 4 sampai 6 bulan dukungan lanjutan.  

            Menyimak dari apa yang telah dilakukan oleh EDI dapat

dikatakan bahwa EDI tidak pernah henti memberikan dukungan

kepada pengusaha yang pernah dilatih. EDI memang telah

menunjukkan kinerjanya untuk membangun dan mengembangkan

UKM yang mampu berdaya saing baik di dalam dan luar negeri

India.

 

Peranan Pusat Desain

             Tidak kalah pentingnya dengan EDI, India juga sudah lama

merintis pengembangan desain. Sejak tahun 1961, India telah

mengembangkan The National Institute of Design (NID). NID ini

sangat dikenal secara internasional sebagai lembaga multidisiplin

dalam bidang pendidikan desain, penelitian terapan, pelatihan,

layanan konsultasi desain, dan berbagai program jangkauan yang

lain. Sejak didirikan telah memperoleh berbagai penghargaan

bertaraf nasional dan internasional. NID juga dikenal sebagai salah

satu lembaga perintis pendidikan desain industri setelah “Bauhaus

and Ulm” di Jerman dan diakui sebagai penghasil rancangan/desain

Page 12: kliping

terbaik untuk membuat desain di India tetapi juga digunakan di

dunia. 

            Disamping itu, ada banyak lulusan dari NID telah berhasil

membuat desain terkenal untuk sektor perdagangan, industri dan

pengembangan sosial dengan mengambil peranan sebagai

katalis/penghubung dan melalui kepemimpinan yang tangguh. NID

juga sangat dikenal sebagai Lembaga Penelitian Industri dan Sains

oleh Departemen Sains dan Teknologi, India. 

            Peranan Pusat Desain (NID) ini mampu memberikan warna

terhadap berbagai produk dan jasa yang dihasilkan oleh India, baik

oleh industri kecil, menengah, maupun besar. Dalam kaitan dengan

pengembangan desain ini, NID memiliki visi dan misi sampai

dengan tahun 2020, yaitu mampu bersaing dengan negara-negara

maju di dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia,

Jepang dan negara maju lainnya.

             Adapun tanggungjawab yang diemban oleh NID adalah

menawarkan pendidikan desain kelas dunia dan menyadarkan akan

pentingnya desain dan aplikasinya kearah peningkatan taraf hidup

dengan cara dan melalui :

 

Ø  Pendidikan kelas dunia untuk membuat desain professional

terbaik guna membantu kebutuhan berbagai desain di India,

dan melatih pelatih desain untuk lembaga desain lainnya.

Ø  Memperluas pengembangan desain profesional dan para guru

desain, melalui mekanisme kelembagaan yang sudah ada

dan baru;

Ø  Menjadi acuan pengetahuan desain, pengalaman dan

informasi produk, sistem, material, desain dan proses

Page 13: kliping

produksi yang berkaitan dengan teknologi modern dan

tradisional.

Ø  Mendorong pemanfaatan/penggunaan desain produk dan

sistem setiap hari sesuai dengan  spirit kebersamaan sebagai

solusi desain asli;

Ø  Melaksanakan riset dasar dan terapan sejalan dengan

pemahaman dan perkembangan  pengguna;

Ø  Membantu para disainer dalam penetapan acuan standar

pendidikan desain dan praktek serta mendorong “berfikir

global dan bertindak lokal” atau “ thinking global and acting

local”.

Ø  Menawarkan layanan konsultasi desain terintegrasi

diberbagai bidang sebagai penugasan profesional, termasuk

layanan desain sesuai kebutuhan sektoral;

Ø  Menyediakan input desain dengan memanfaatkan desain

sebagai kekuatan integrasi diberbagai bidang seperti sains,

teknologi, manajemen dan lainnya untuk meningkatkan taraf

hidup melalui desain produk, layanan, proses dan sistem

yang baik;

Ø  Memanusiakan teknologi dan mengintegrasikan antara fisikal

dan virtual dan dunia digital melalui informasi yang lebih

baik dan desain interface dan aplikasi lain yang

multidimensi dengan menggerakkan kearah pembuatan

“kreasi”.

 

NID tumbuh menjadi pusat desain di India dengan

menerapkan motto “learning by doing” and “ learning by knowing”.

Page 14: kliping

Dengan kedua motto ini, NID telah berperan besar dalam

menentukan arah desain bagi masa depan produk industri kecil dan

menengah India bekerjasama dengan berbagai lembaga terkait,

termasuk EDI. Disinilah, sekali lagi koordinasi dan keterkaitan

antar lembaga yang membangun sinergi bagi pembangunan masa

depan India.

 

Dari India untuk Indonesia 

            Sebagai sama-sama negara berkembang, barangkali India

ada banyak hal yang dapat ditiru dalam mengembangkan usaha

kecil dan menengah, khususnya kewirausahaan. Secara

kelembagaan, pengembangan UKM di India tampak lebih sistimatik

dan terintegratif. Mulai dari tingkat kementerian sampai dengan

lembaga pendukung lainnya seperti bank, penjaminan kredit,

inkubator, modal ventura, dan lembaga kewirausahaan terjadi

sinergitas yang sangat luar biasa. Entrepreneurship Development

Institute (EDI) di Ahmedabad yang nirlaba dikelola secara

professional dan mendapat pengakuan secara nasional dan

internasional diantaranya patut untuk ditiru dan diterapkan di

Indonesia. 

            Dimana kita bisa tiru dan kembangkan hal yang sama seperti

ini ? Indonesia secara kebetulan juga anggota G-15 seperti India.

Disamping itu, Indonesia juga ditunjuk dalam kerangka G-15

sebagai koordinator untuk pusat pengembangan UKM melalui CD-

SMEs (Center For Development of SMEs). CD-SMEs  selama ini

telah mengembangkan sekitar 18 SME-Center bekerjasama dengan

BRI dan SMEDI (Small and Medium Entrepreneurship

Development Institute) yang ditujukan kepada pengembangan

kewirausahaan. SME-Center sebagai sarana business networking

yang banyak didukung Bank Rakyat Indonesia dan juga diperkuat

Page 15: kliping

hardware dan softwarenya oleh pemerintah Korea melalui KOICA

tampak sudah menunjukkan kinerja lebih baik. Sedangkan SMEDI

yang belum banyak mendapat dukungan, tampak kurang

berkembang. 

            Bagaimana caranya agar SMEDI ini tampak lebih bergairah

dan mendapat kepercayaan pelaku bisnis kecil dan menengah ? Ada

4 solusi yang harus ditempuh untuk memperkuat SMEDI. Pertama,

Dewan Pengurus SMEDI mungkin perlu ditambah dari unsur

perbankan, seperti Bank Mandiri, Bank Ekspor Indonesia,

Permodalan Nasional Madani, Bank BNI, Perum Sarana

Pengembangan Usaha, dan lembaga pendukung pengembangan

UKM lainnya. Para Dewan Pengurus ini haruslah memberikan

komitmen yang tinggi untuk mengembangkan SMEDI. Kedua,

Direktur SMEDI dan staf pengajarnya hendaknya orang-orang yang

professional dibidangnya dan mampu menciptakan pekerjaan yang

mendatangkan uang. Pekerjaan ini bisa bersumber dari proyek

pemerintah dan bantuan lembaga donor, seperti ADB, UNIDO,

JICA, ILO, USAID, World Bank, Swisscontact, GTZ, dan lainnya.

Di EDI-Ahmedabad setiap staf pengajar adalah pencipta uang

(create profit). Inilah mestinya dapat dikembangkan SMEDI.

Ketiga, sebagai langkah awal pemerintah dapat mendukung melalui

bantuan perkuatan untuk mengembangkan SMEDI sehingga

akhirnya mampu menjadi lembaga yang independent. Keempat,

pada tataran makro,  Bank Indonesia sebagai central Bank perlu

mengeluarkan Surat Edaran Gubernur BI untuk melakukan relaksasi

perbankan mengenai persyaratan penyaluran kredit. Persyaratan 5 C

(Character, Capability, Capacity, Capital, dan Collateral) kiranya

perlu direlaksasi, khususnya menyangkut collateral. Di India,

pemberian pinjaman kredit kepada UKM tidak mesti harus memiliki

jaminan asalkan usaha yang dijalankan layak (feasible).

            Dengan keempat solusi diatas, mudah-mudahan CD-SMEs

Page 16: kliping

dengan SMEDI-nya mampu berkiprah lebih baik guna ikut

menumbuhkan wirausaha-wirausaha tangguh ke depan. Barangkali

upaya ini dapat memperkuat upaya penumbuhan wirausaha baru

sebanyak 20 juta orang sampai dengan tahun 2020.  

            Disamping keempat langkah diatas, barangkali ada baiknya

mengadakan lokakarya sehari dengan mengundang stakeholders

untuk memberikan apresiasi tentang pentingnya pengembangan

kewirausahaan di Indonesia.

   

 

Kewirausahaan Digalakkan di PTN-PTS

Jakarta, Kompas - Pendidikan kewirausahaan atau entrepreneurship akan semakin

digalakkan di perguruan tinggi negeri atau PTN dan perguruan tinggi swasta agar

lulusan perguruan tinggi mampu mandiri. Pada tahun 2009, pemerintah

mengalokasikan anggaran sekitar Rp 37 miliar untuk menjalankan pendidikan

kewirausahaan bagi mahasiswa.

Page 17: kliping

 Hendarman, Direktur Kelembagaan Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional di Jakarta, Senin (10/11), menjelaskan, pendidikan kewirausahaan di

perguruan tinggi ini diharapkan bisa menyiapkan mahasiswa untuk berani mandiri,

tidak lagi terfokus menjadi pencari kerja.

 ”Apalagi data pengangguran terdidik di Indonesia menunjukkan, semakin tinggi

pendidikan seseorang, semakin rendah kemandirian dan semangat

kewirausahaannya,” kata Hendarman.

 Data dari Badan Pusat Statistik soal jumlah penganggur menurut jenjang pendidikan

tinggi selama kurun 2004-2007 menunjukkan, pengangguran sarjana mencapai lebih

dari 50 persen jika dibandingkan dengan pengangguran lulusan diploma I/II dan

akademi/diploma III. Lebih dari 80 persen sarjana memilih bekerja sebagai buruh

atau karyawan, dan hanya sekitar 6 persen yang bekerja sendiri.

 Menurut Hendarman, sekitar 1.500 dosen dari PTN dan PTS akan menjalani

pendidikan kewirausahaan tahun depan. ”Para dosen ini perlu diperkaya wawasan dan

pengalamannya dalam bidang kewirausahaan karena mereka akan menjadi fasilitator

mahasiswa dalam menjalankan pendidikan kewirausahaan di kampus,” ujanya.

 Selain itu, pemerintah mengalokasikan dana untuk pendidikan kewirausahaan

masing-masing Rp 1 miliar untuk 12 kopertis dan masing-masing Rp 500 juta untuk

26 politeknik negeri. Adapun enam universitas yang masuk worldclass university,

seperti Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia,

Universitas Airlangga, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Diponegoro,

mendapat anggaran masing-masing Rp 2 miliar.

 

Antonius Tanan, Presiden Universitas Ciputra Entrepreneurship Center, mengatakan,

pendidikan kewirausahaan untuk mahasiswa harus sampai pada tahap mereka

mengalami sendiri. Oleh karena itu, pendidikan kewirausahaan ini perlu didampingi

dengan orang-orang yang berpengalaman sebagai wirausaha.

Page 18: kliping

 

”Pendidikan kewirausahaan di kampus ini tidak lagi berhenti pada teori-teori, tetapi

harus tahu bagaimana cara menjalankan kewirausahaan, dan mengalami sendiri

menjadi wirausahawan,” kata Antonius.

 

Hendri Utama, alumnus Fakultas Hukum UGM, mengatakan bahwa pendidikan

kewirausahaan yang diikutinya di kampus setahun lalu memicu keberanian untuk

memulai usaha. Kini usahanya di bidang sportainment dan makanan berkembang

pesat. (ELN)

Sumber :

http://www.rumahilmuindonesia.net

Memulai Berwirausaha

Avin Fadilla Helmi

Pengantar

            Yang sering dikeluhkan oleh para mahasiswa ketika akan memulai

berwirausaha, harus memulai dari mana? Selain itu, sering kali mahasiswa bahkan

Page 19: kliping

masyarakat umum, dijangkiti penyakit ‘jangan-jangan’ seperti ‘jangan-jangan saya

rugi’, ‘jangan-jangan tidak laku’ ketika akan memulai sebuah usaha. Selain itu,

muncul keraguan ‘waduh saingannya banyak’, bagaimana mungkin saya dapat

memenangkan persaingan?

            Berikut ini akan disajikan langkah-langkah dalam memulai sebuah usaha

berdasarkan kerangka teoritik modul kuliah 3,  4, 5,  7, dan 8.

 

Langkah-langkah memulai berwirausaha

1.         Mengenali peluang usaha

Dalam modul kuliah 3 mengenai peluang usaha dinyatakan bahwa peluang

sebenarnya ada di sekeliling kita, hanya saja ada beberapa individu yang mampu

melihat situasi sebagai peluang ada yang tidak. Hal ini disebabkan faktor informasi

yang dimilikinya Informasi memungkinkan seseorang mengetahui  bahwa peluang

ada sat orang lain tidak menghiraukan situasi tersebut. Akses terhadap informasi

dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan hubungan sosial (Shane, 2003).

a.      Pengalaman hidup. Pengalaman hidup memberikan akses yang lebih

mengenai informasi dan pengetahun mengenai penemuan peluang. Dua aspek

dari pengalaman hidup yang meningkatkan kemungkinan seseorang menemukan

peluang yaitu fungsi kerja dan variasi kerja.

b.      Hubungan sosial. Sebuah langkah penting dimana seseorang mendapatkan

informasi dari interaksi dengan orang lain. Beberapa ahli menyarankan ketika

seorang takut berwirausaha secara sendirian, maka mengawali usaha secara

kelompok adalah alternative. Oleh karenanya, kualitas dan kuantitas dalam

interaksi sosial akan lebih memungkinkan individu akan membuat kelompok

dalam berwirausaha. Informasi yang penting ketika akan memulai usaha adalah

informasi mengenai lokasi, potensi pasar, sumber modal, pekerja, dan cara

pengorganisasiannya. Kombinasi antara jaringan yang luas dan kenekaragaman

latar belakang akan mempermudah mendapatkan informasi tersebut.

Page 20: kliping

Beberapa sumber peluang usaha antara lain:

a.         Perubahan teknologi

b.         Perubahan kebijakan dan politik

c.         Perubahan sosial demografi

 

2.         Optimalisasi Potensi diri

Setelah mengenai peluang usaha maka harus dikombinasikan dengan potensi

diri. Keunggulan kompetitif apa yang saya miliki? Yang sering terjadi di masyarakat

kita adalah memilih usaha yang sedang trend saat itu. Hal ini sah-sah saja tetapi

ketika dalam proses perkembangan tidak membuat inovasi, maka akan sulit bersaing.

Counter HP di Yogyakarta merupakan bisnis yang menjamur dalam 3-4 tahun ini.

Jika mereka tidak mempunyai keunggulan kompetitif misalnya layanan purna jual,

harga yang bersaing, ataukah layanan secara umum baik, maka sulit akan

berkembang. Seseorang datang ke sebuah toko untuk membeli HP, sebagian besar

karena informasi yang telah didapatkan sebelumnya apakah dari mulut ke mulut

ataukah dari koran.

Hal ini sangat berbeda dengan ahli terapis untuk anak autis. Kenyataan

menunjukkan penderita autis  meningkat di masyarakat, sementara layanan atau

terapis autis belum terlalu banyak. Keahlian khusus yang ‘langka’ akan dicari orang

tanpa mempertimbangkan aspek lokasi usaha.

Usaha jasa berbasis pengetahuan (knowledge intensive service) merupakan

satu alternatif usaha yang memiliki keunggulan kompetitif. Biasanya mereka

mendirikan usaha misalnya konsultan keuangan, konsultan manajemen, konsultan

enjinering karena kemampuan pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karenanya,

model usaha ini yang seharusnya dikembangkan dalam kewiarausahaan di Perguruan

Tinggi. Mahasiswa didorong untuk melakukan riset sesuai dengan bidang ilmunya

untuk memiliki pengetahuan baru dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Page 21: kliping

            Selain potensi diri dalam arti pengetahuan yang kita miliki, maka masih perlu

mengoptimalkan aspek motivasi dan kepribadian. Dalam modul kuliah 5

kharakteristik kewirausahaan dari perspektif Psikologi maka dapat diperoleh

gambaran ada beberapa kaharakteristik yang mendorong kesuksesan usaha dan yang

tidak. Oleh karenanya, sejauh mana potensi psikologis anda mampu dioptimalkan

dalam memulai  sebuah usaha?

 

3.         Fokus dalam bidang usaha

Peter Drucker pakar dalam kewirausahaan menyatakan bahwa dalam dalam

memulai sebuah usaha atau inovasi dilakukan disarankan untuk terfokus –dimulai

dari yang kecil berdasarkan sumberdaya yang kita  miliki. Vidi catering di

Yogyakarta adalah salah satu contoh dimana pendirinya berlatar belakang sarjana

teknologi pertanian, jurusan pengolahan makanan. Memulai usaha rantangan untuk

anak kost karena tinggal di sekitar kampus, kemudian karena basic knowledge di

bidang pengolahan makanan, kemudian berkembang menjadi catering, hotel, dan

sekarang ini gedung pertemuan dan paket pernikahan (event organizer).

 

4.         Berani memulai.

Dunia kewirausahaan adalah dunia ketidakpastian sementara informasi yang

dimiliki oleh yang akan memulai usaha sedikit. Oleh karenanya, ‘sedikit agak gila’ 

(overconfidence) dan berani mengambil resiko adalah sangat perlu dilakukan.

Lakukan dulu. Jalan dulu. Jika ada kesulitan, baru dicari jelan keluarnya.

Page 22: kliping

Sumber : 

Sumber Pustaka

Shane, S. 2003. A General Theory of Entrepreneurship.the Individual-

opportunity Nexus. USA: Edward Elgar

Kewirausahaan Mahasiswa mengubah Sampah

Menjadi Emas

Salah satu program strategis yang akan dikembangkan Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi mulai tahun 2008 ini adalah program kewirausahaan mahasiswa. Program ini

dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan relevansi pendidikan tinggi yang

terjadi saat ini. Dikti juga melihat salah satu problem terberat juga adalah problem

ironi pendidikan Indonesia yang menunjukkan bahwa semakin lama seorang anak

Page 23: kliping

bersekolah semakin tidak mandiri dia.

Opsi pengembangan kewirausahaan mahasiswa sebetulnya bukan tanpa preseden.

Beberapa kampus, institusi, dan pihak yang peduli akan urgensi kewirausahaan ini

sudah memulai bagaimana menjadikan kewirausahaan sebagai suatu budaya yang

menginternal pada setiap perguruan tinggi dan segenap civitas academika, terutama

mahasiswanya. Orientasi lulusan tidak lagi mencari kerja (job seeker), tapi

menciptakan lapangan kerja (job creator). Dalam konteks itulah, Dirjen Dikti, Dr.

Fasli Jalal pada Selasa (16/9) mengadakan pertemuan dengan Founder dan Chairman

Ciputra, Dr. Ir. Ciputra, model pengusaha yang sukses menapaki karirnya dari

wirausaha. Melalui University of Ciputra Enterpreneurshp centernya (UCEC) beliau

telah mengembangkan berbagai program pendidikan dan  pelatihan kewirausahaan,

seperti CROWN dan Trusty Worthy.

Dalam pertemuan yang dihadiri seluruh eselon II dan III lingkungan Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi itu, Bapak Ciputra memaparkan secara atraktif segala hal

yang terkait dengan kewirausahaan. Baginya sederhana, wirausahawan adalah

seseorang yang mampu mengubah sampah menjadi emas. Kompetensi kewirausahaan

ini baginya bukanlah ilmu magic yang tidak bisa dipelajari dan lembaga pendidikan

adalah tempat paling efektif untuk melakukan proses pembelajaran kewirausahan.

Menurut Ciputra ada tiga hal penting yang menjadi ciri pembeda seorang

wirausahawan yaitu pertama mampu menciptakan kesempatan (opportunity creator),

mampu menciptakan hal-hal atau ide-ide baru yang orisinil (innovator) dan berani

mengambil resiko dan mampu menghitungnya (calculated risk taker).

Segala kekayaan pengalaman yang dimiliki bapak Ciputra bagaimana menjadikan

mahasiswa seorang yang opportunity creator, innovator dan calculated risk taker,

akan dijadikan sebagai pengetahuan amat penting bagi Dikti untuk mengaplikasikan

program kewirausahan mahasiswa di perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Semoga

lulusan perguruan tinggi kita adalah para inovator yang memiliki orientasi job creator

ketimbang job seeker.

Page 24: kliping

Sumber :

By Irwandi

http://www.dikti.go.id

Menyadari dan Menghargai Kewirausahaan UKM

Oleh Bob Widyahartono MA

Jakarta (ANTARA News) - Kini makin perlu pelaku birokrasi Pemerintahan di pusat

sampai di daerah mereformasi sikap pandang mengenai Usaha Kecil dan Menengah

(UKM). Padahal, UKM kalau di banyak negara tetangga negeri ini diapresiasi secara

wajar. Sebut saja di Jepang, Korea Selatan, China, dan bahkan di negara tetangga

dekat layaknya Thailand, Malaysia, Vietnam dan Singapura.

Page 25: kliping

UKM di negeri ini hendaknya oleh bank, terutama di daerah/desa, tidak dipandang

"sebelah mata, dinilai merepotkan dan kalau mau utang tidak bisa membawa

dokumen jaminan dan sebagainya". Apa tidak ada pendekatan yang berbeda dengan

segala formalitas, meskipun akhirnya ada sedikit formalitas dari kalangan birokrasi

dan perbankan terhadap kebanyakan UKM?

Secara konseptual, kewirausahaan meliputi kegiatan secara terarah atau urutan

keputusan yang dilakukan oleh orang perorangan atau suatu kelompok individu,

untuk memprakarsai, mengorganisasi atau meluaskan unit bisnisnya untuk

berproduksi, atau distribusi barang atau jasa yang dikategorikan ekonomis.

Jiwa kewirausahaan itu merupakan suatu aspirasi terhormat (noble aspiration) dan

lazimnya dimulai dari tekad, imajinasi dan informasi para pengambil prakarsan.

Dalam kenyataan terdapat suatu konsensus umum tentang proses kewirausahaan,

yakni: 1. persepsi peluang-peluang baru demi pencapaian laba, 2. memberdayakan

sumber daya bisnis dan penciptaan organisasi yang tepat guna (viable) untuk secara

kompeten dan kredibel menggarap peluang peluang itu, dan 3. tanggap terhadap

perubahan-perubahan dalam peluang-peluang tersebut.

Dalam setiap tahap tersebut, bagi kewirausahaan terbuka kemungkinan untuk

inovasi. Tentunya, harus senantiasa tanggap atas adanya peluang untuk inisiatif

berinovasi. Dalam motivasi yang dikenal sebagai motivasi berkarya dan berprestasi,

keberanian berisiko dengan menginvestasi yang memang ada dalam sifat dan sikap

pandang pelaku ekonomi UKM. Taruhan mereka adalah merugi atau mengkaji ulang

peluang baru secara sederhana dalam kondisi perubahan yang tidak menentu.

Motivasi berprestasi ini tidaklah merupakan bakat sejak lahir. Banyak dipengaruhi

oleh nilai-nilai sosio-kultural, kondisi lingkungan politis, geografis, infrastruktur,

serta ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu menghadirkan

sejumlah hal baru dilandasi pendidikan formal dan "co-curriculum" yang membuka

Page 26: kliping

daya pikir di luar format menghafal dan "multiple choice" (pilihan berganda). Berani

berpikir lebih dari yang standar alias "thinking outside the box".

Setiap pelaku UKM walaupun tidak secara eksplisit dinyatakan "apa lagi yang

menjadi visi ke masa depan sambil memperbaiki mutu kerja dalam operasi yang

ada?" Dalam benak pelaku UKM sebagai wirausahawan masa depan, apa pun

motivasinya yang berkesinambungan dengan mengindahkan nilai nilai sosial,

menghasilkan uang atau profit yang beretika. Kehormatan termasuk pengakuan

lingkungan yang terhitung "stakeholders" karena kerja keras dan cerdas,

keingintahuan (curiosity) dan tanggungjawab sosial (social responsibility). Mereka

terhitung yang memiliki cita cita atau hasrat mencapai yang lebih bermutu (they aim

high and of values).

Secara lebih spesifik sekalipun tidak secara eksplisit terungkap, motivasi berprestasi

berarti membangun kepribadian berbisnis dengan tetap mematuhi aturan (rule of law

dan bukan law of the ruler) tanpa sejumlah hambatan buatan oknum yang tidak

bermoral.

Dalam masyarakat kita, pelaku UKM banyak yang masih milik tunggal (single

ownership). Bentuk formal, seperti PT (Perseroan Terbatas), CV (Commanditaire

Vennotschap) mereka terapkan sesuai dengan skala operasi dan tumbuhnya bisnis.

Kepemilikan tunggal tidak terlalu memperhatikan perlunya manajemen dan

keputusan baik prinsipiil termasuk administrasi berada di tangan pemilik. Bentuk

formal koperasi sesuai Undang Undang (UU) Koperasi perlu diketahui dan dalam

perkembangan operasi unit koperasi dipahami gerak langkahnya demi anggotanya.

Apa yang dikenal sebagai "owner cum manager" dalam UKM swasta masih eksis

dalam masyarakat di negeri ini secara umumnya. Artinya, fungsi bisnis yang terkait,

seperti produksi, marketing, administrasi (belum dipakainya sistem akuntansi),

pembelanjaan (financing) dan kepegawaian (belum dipakainya istilah sumber daya

manusia). Sekalipun demikian, mayoritas UKM itu harus diperlakukan secara

terhormat sebagai agen pembangunan.

Page 27: kliping

Apa ada yang gagal atau mengecil atau alih usaha? Tentu ada dan serangkaian sebab

kegagalan itu bersumber pada kekakuan berpikir dalam arti ketidakterbukaan untuk

hal hal baru sementara pesaing melaju dengan menggergoti pangsa pasar (market

sgment).

Tujuan pisau analisis semacam ini adalah untuk menguraikan dan membuka

persepsi/sikap pandang dengan memahami fenomena fenomena yang eksis atau yang

akan berkembang. Suatu pemahaman bervariasi dalam pengalaman masa lalu, kini

dan ke masa depan tidak hanya di perkotaan tapi di pedesaan termasuk mutu sumber

daya bisnis: manusia, keuangan, pemasaran dan proses produksi langsdung di

palangan akan memberi visi (insght) karena heteroginitas masyarakat pelaku

ekonomi dalam masing-masing lingkungan, sekali pun dengan landasan berbangsa

dan bernegara Indonesia.

Kenyataan bahwa UKM, khususnya yang kecil itu dipersepsikan oleh banyak

ekonom kita sebagai "sederhana", tidak berarti bahwa mereka menolak kemajuan

berpikir dan boleh kurang mau maju. Modernisasi operasi yang bukan westernisasi

operasi dengan peningkatan mutu pengetahuan dan ketrampilan untuk menggapai

peluang baru bukan kemustahilan.

Oleh karena itu, fungsi birokrasi pemerintahan setempat yang terjun kelapangan

hendaknya tidak mencurigai dan mempersulit dan menghambat dengan segala

macam aturan. Tapi, justru tanpa menghambat, memotivasi untuk berprestasi secara

lebih baik dengan tanpa kenal lelah.

Sebelum mencuatkan konsep-konsep baru yang hanya birokrasi setempat memahami

seadanya (superficial knowledge and skill), hendaknya membenahi diri dengan

mendidik diri sesuai kebutuhan pelayanan pada masyarakat di lingkungan kerjanya.

Mutu infrasuktur di lingkungan kerja harus dipelihara secara konsisten sesuai misi

pelayanan yang sudah dianggarkan. Inilah pemahaman yang perlu kita sadari

semuanya, agar tidak terjebak dalam sikap pandang yang terlalu sempit.

Page 28: kliping

*)Bob Widyahartono MA ([email protected]) adalah pengamat studi

ekonomi/bisnis pembangunan; Lektor Kepala Fakultas Ekonomu Universitas

Tarumanagara (FE Untar) Jakarta.

COPYRIGHT © 2007

Kewirausahaan Sosial Juga Punya Misi Pecahkan

Masalah Sosial

19 Maret 2009

Page 29: kliping

Laporan oleh: Anton Sumantri

[Unpad.ac.id, 19/03] Kewirausahaan sosial tidak hanya memberi ikan atau cara

memancing ikan. Kewirausahaan sosial bahkan tidak akan berhenti meski akhirnya

terjadinya industri perikanan. Kewirausahaan sosial tidak hanya usaha mencari laba

semata-mata, namun juga mempunyai misi untuk menyelesaikan persoalan sosial.

Jadi, kewirausahaan sosial perlu dicermati untuk menumbuhkembangkan bangsa ini.

Narasumber meyakinkan pentingnya menumbuhkembangkan wirausaha sosial di

Indonesia (Foto: Dadan T.)

Demikian dikatakan Pembantu Rektor IV Unpad, Prof. Dr. Tb. Zulrizka Iskandar,

S.Psi., M.Sc., ketika memberikan sambutan pada Seminar Internasional

Kewirausahaan Sosial yang diselenggarakan Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas

Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Unpad di Bale Rumawat Padjadjaran Kampus

Unpad, Jl. Dipati Ukur 35 Bandung pada Kamis (19/03).

Acara yang mengambil tema Meningkatkan Semangat Kemandirian Bangsa ini

dihadiri oleh Pembantu Rektor Bidang Kerjasama, Prof. Dr. Tb. Zulrizka Iskandar,

S.Psi., M.Sc., Sekretaris Daerah Kota Bandung, Dr. H. Edi Siswadi, M.Si.,

perwakilan Warisan Global-Malaysia, Dhaksina Moorty dan Zulfikar M. Rachman,

Pembantu Dekan III FISIP Unpad, Dr. Soni A. Lukmanulhaqim, Drs. M.Si., Ketua

Jurusan Kesejahteraan Sosial, Drs. Budhi Wibhawa, M.S., perwakilan British

Council, Keith Davis, John Peppin dan Fajar Anugerah, serta sejumlah undangan dan

peserta.

Page 30: kliping

Prof. Tb. Zulrizka mengatakan, Unpad kini mendorong mahasiswanya untuk tidak

hanya mencari pekerjaan, namun membuat lapangan kerja. Hal itu bisa terlihat dalam

beberapa usaha yang dilakukan Unpad. “Unpad mendidik para mahasiswanya

khususnya yang sedang dalam tingkat akhir untuk menjadi wirausahawan. Setelah

menjalani pendidikan dan pelatihan, mereka akan bisa membuat perencanaan bisnis

dan kemudian akan diberi modal secara bergulir sebagai stimulus”. Hal ini dilakukan

sebagai upaya menuju Unpad sebagai entrepreneur university.

Soni A. Lukmanulhaqim menambahkan, semangat membangun jiwa kewirausahaan

ini ditanggapi Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) Unpad antara lain dengan adanya mata kuliah tentang kewirausahaan dan

mendorong mahasiswanya untuk menjadi wirausahawan sosial. Seminar

Internasional ini merupakan salah satu dari rangkaian acara Dies FISIP yang ke-50.

Sementara itu, Keith Davis mengatakan, Bandung diakui dunia sebagai kota kreatif

(creative city). Sedangkan Unpad sebagai institusi pendidikan yang memelopori dan

memberikan perhatian lebih terhadap kewirausahaan sosial dan kreativitas.

Sekda Kota Bandung, Edi Siswadi mengatakan, Indonesia merupakan negara yang

mempunyai potensi yang luar biasa. Namun kendala utama dalam pengelolaan

potensi tersebut ialah sumber daya manusia (SDM). Namun ia menambahkan,

sebenarnya SDM Indonesia jika dikelola dan diarahkan dengan baik maka akan

menghasilkan negara yang kuat. Hal ini tentunya didukung oleh pemerintah sebagai

regulator. Dengan membuat peraturan yang jelas, tegas dalam penegakannya dan

berpihak pada rakyat, niscaya Indonesia akan mengalami tahun-tahun keemasannya.

Sayangnya penduduk Indonesia tidak mendapatkan hal itu dengan maksimal. Bahkan

penduduk Indonesia cenderung konsumtif.

Sementara itu pembicara dari British Council, John Peppin mengatakan,

kewirausahaan sosial yang berkembang di Inggris memberikan perhatian dan solusi

pada permasalahan sosial dan sekaligus laba. Hingga saat ini terdapat sekitar 55.000

kewirausahaan sosial yang berkembang di Inggris. Menurutnya, orang-orang yang

berkecimpung di bidang ini haruslah ulet, teguh pada pendirian, berani menerima

tantangan dan resiko. Ia menambahkan, Indonesia sangat berpotensi terhadap tumbuh

Page 31: kliping

kembangnya wirausaha sosial. Hal ini antara lain terlihat dengan penghargaan yang

diberikan kepada kota Bandung sebagai kota kreatif oleh British Council.

Seminar tersebut kemudian dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan

Dhaksina Moorty dan Zulfikar M. Rachman dari Warisan Global-Malaysia, dan

Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial, Drs. Budhi Wibhawa, M.S., sebagai pembicara.

Setelah diskusi panel, peserta kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok untuk

berdiskusi dengan pembicara dan praktisi wirausaha sosial.  (eh)*

Sumber :

http://www.unpad.ac.id

Kewirausahaan Bagi Mahasiswa dan Dukungan

Universitas

Wageningen University and Research Centre (WUR) di Belanda sangat

berambisi dalam mengembangkan bisnis di bidang Life Science and Agrotechnology

Page 32: kliping

(mikrobiologi, industri makanan, minuman, proteksi lingkungan dan teknik

pertanian). Universitas ini mempunyai sejumlah lembaga riset dan juga mempunyai

lembaga permodalan (bekerjasama dengan pemerintah Belanda dan pemerintah

provinsi Gelderland) untuk membantu industri kecil  dan wirausahawan baru yang

ingin membangun bisnis baru berbasis Life Science dan Agrotechnology, dengan

atau tanpa memanfaatkan teknologi - teknologi WUR.

Sekarang banyak perusahaan terkait bidang ini tumbuh di sekitar WUR, dan

sampai saat ini boleh dibilang terbilang cukup sukses. Kompleks Food Valley cukup

berkembang. Mahasiswa di bidang Life Science maupun Agricultural Engineering

diarahkan untuk mengambil kuliah - kuliah bisnis (bahkan untuk Agricultural

Engineering kuliah Technology, Innovation and Strategy adalah kuliah wajib).

Dalam kuliah ini saya tergabung dalam kelompok yang mendapat tugas membangun

rencana bisnis dan pemasaran bagi sebuah perusahaan Jepang yang ingin

membangun bisnis teknologi membran di Uni Eropa. Tugas kelompok ini tugas

dunia nyata, bukan sekadar simulasi. Kelompok lain  mendapat tugas mengenai

rencana bisnis di sekitar Wageningen, seperti perusahaan - perusahaan di sekitar

Food Valley. Dengan mengerjakan tugas yang benar - benar nyata, tantangannya

serasa berbeda.

Untuk mendukung kuliah dan tugas, pembicara - pembicara di dunia usaha

diundang untuk sharing pengalaman. Seperti dijelaskan dalam postingan

sebelumnya, kemarin sore kami mendapat kuliah dari seorang broker. Hari ini kami

mendapat kuliah dari 3 pengusaha sekaligus. Mereka menceritakan kisah - kisah

sukses dan kisah - kisah pahit yang mereka alami. Dukungan modal di awal - awal

memang sangat krusial, karena bahkan di Belanda pun bank enggan mengucurkan

dana untuk bisnis - bisnis baru berbasis inovasi ini. WUR dan Pemerintah Belanda

membangun perusahaan khusus untuk pendanaan bisnis - bisnis ini. Akan tetapi

ketiga pengusaha tersebut bilang bahwa kuncinya adalah fokus, dan mencurahkan

perhatian kita pada bisnis yang kita bangun dan jangan patah semangat kalau banyak

hambatan menghadang. Sebelum tamat, mahasiswa diharapkan paling tidak punya

konsep bisnis dan rencana bisnis terkait dengan bidangnya.

Page 33: kliping

Selain itu, kalau dia ingin bekerja pada orang lain sesudah tamat, WUR juga

mempersiapan kuliah simulasi bernilai 12 ECTS (setara 8 SKS di Indonesia) terdiri

dari Pelatihan Konsultasi Akademik (Academic Consultancy Training-/ACT 9

ECTS) dan Pengembangan Skill (3 ECTS, berupa modul - modul praktis seperti

pengembangan karir, komunikasi interkultural, perencanaan proyek dan sebagainya),

yang umumnya wajib bagi sebagian besar program Master di WUR. Pelatihan

konsultasi Akademik ini adalah berupa pengerjaan proyek dunia nyata oleh

mahasiswa, umumnya berupa pengembangan bisnis atau teknologi tertentu. Proyek

ini disediakan dan dicari oleh WUR. Pemberi proyek turut memberi nilai, begitu juga

teman - teman anda sekelompok turut memberi nilai kepada anda. Di sini, para

mahasiswa master bukan hanya bersimulasi menjadi konsultan, tetapi juga proyek

yang dikerjakan umumnya langsung dicari WUR dari industri. Kemampuan

berinteraksi dalam sebuah kelompok yang anggotanya berasal dari berbagai negara,

mengerjakan proyek sesuai target dan tenggat waktu dan mengelola anggaran proyek

langsung diasah. Hal ini ditopang dengan internship wajib (24 ECTS atau setara 18

SKS) yang durasinya 4 bulan, yang bisa diganti dengan minor thesis kalau mau.

Untuk yang belum punya pengalaman kerja, kombinasi ACT dan magang

(internship) sangat bermanfaat untuk mengenal dunia kerja. Untuk yang sudah punya

pengalaman kerja, kemampuan berinteraksi dalam tim yang berasal dari berbagai

bangsa diasah. Selain itu, sebagian besar mata kuliah mempunyai tugas kelompok.

Dengan demikian, keahlian yang diasah dan dipersiapkan untuk mahsiswa bukan

hanya untuk siap berkembang (aspek teoretis, seperti umumnya sarjana), tetapi juga

siap kerja atau membuka lapangan kerja. Social skill dikembangkan secara rutin dari

awal kuliah sampai tamat.

Kita sering mendengar bahwa Universitas - Universitas terkenal seperti MIT dan

Stanford di Amerika hampir semua bergerak kepada pengembangan model ini. Siapa

yang tidak pernah dengar Silicon Valley. Membuat cluster khusus seperti Silicon

Valley atau Food Valley ini sangat bermanfaat baik bagi industri maupun universitas.

Nah, untuk ini, universitas harus menjalin hubungan yang kuat dan erat dengan

industri, dan all out dalam mempersiapkan mahasiswanya. Kalau koneksi kurang

kuat dengan industri, dari mana bahan untuk simulasi dunia nyata bagi mahasiswa?

Page 34: kliping

Selain itu, tampil all out dengan mempersiapkan mahasiswanya baik yang ingin kerja

untuk orang lain maupun membuka lapangan kerja sendiri.

Saya berharap universitas dengan tradisi alumni yang kuat di Indonesia

seperti ITB, UI, IPB dan UGM mempersiapkan diri ke arah ini. Uang yang diperoleh

dari jalur ‘jalan tol’ sebagian dipergunakan untuk pengembangan bisnis. Kalau perlu

anak pengusaha yang mau masuk ITB misalnya, bapaknya harus merekrut lulusan

ITB juga untuk kerja di perusahaannya, minimal membantu permodalan alumni yang

ingin membangun usaha. Kombinasi mahasiswa yang lancar otak dengan lancar dana

cukup bagus untuk membangun jaringan, yang merupakan salah satu modal utama

dalam bisnis. Mahasiswa yang berasal dari jalur umum (bukan jalan tol) harus

banyak kuantitasnya, untuk mempertahankan kualitas. Kawasan industri tentu

dikembangkan di sekitar kampus, yang berbasis ciri khas kampus tersebut (untuk

ITB adalah teknologi). Khusus ITB, industri berbasis teknologi bisa dikembangkan

di Jawa Barat. Alumni - alumni yang sukses sebagai profesional karir maupun

pengusaha direkrut, minimal memberi proyek dunia nyata bagi alumni ITB, sehingga

sebelum tamat sudah punya gambaran.

Bagaimana menurut teman - teman?

Sumber: http://muridkehidupan.blogdetik.com

Kewirausahaan Sejak Dini

Page 35: kliping

Kajian menarik tentang kewirausahaan disampaikan tiga orang yang

berkompeten, yaitu CEO PT Graha Layar Prima   (pendiri Blitzmegaplex) Ananda

Siregar, pakar kepribadian sekaligus Presiden Direktur Lembaga Pendidikan Duta

Bangsa Mien Rachman Uno, dan Presiden Direktur Kiroyan Kuhon Partners/PT

Komunikasi Kinerja, Noke Kiroyan.

Gambaran singkatnya, menanamkan jiwa kewirausahaan adalah dengan

melakukan perubahan mental dan sikap yang dapat dilakukan sejak dini, tanpa

mempertentangkan apakah kemampuan berwirausaha itu berkat bakat (terlahir) atau

hasil pendidikan (terdidik). Selain itu, pendidikan dapat menjadi faktor pendorong

kesuksesan berwirausaha atau sebaliknya.

Kewirausahaan Dibina sejak Dini Dibutuhkan Perubahan Mental Jakarta, Kompas

- Jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship dapat dibina atau ditanamkan sejak

kecil. Kewirausahaan lebih kepada menggerakkan perubahan mental. Tidak perlu

dipertentangkan apakah kemampuan wirausaha itu berkat bakat (terlahir) atau hasil

pendidikan (terdidik). Demikian antara lain terungkap dalam Parenting Seminar yang

diselenggarakan Universitas Paramadina, Sabtu (1/3). Hadir sebagai pembicara, CEO

PT Graha Layar Prima (pendiri Blitzmegaplex) Ananda Siregar, pakar kepribadian

sekaligus Presiden Direktur Lembaga Pendidikan Duta Bangsa Mien Rachman Uno,

dan Presiden Direktur Kiroyan Kuhon Partners/PT Komunikasi Kinerja, Noke

Kiroyan. Mien Uno mengatakan, untuk menjadi wirausahawan andal, dibutuhkan

karakter seperti pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, mampu

berpikir kritis, mampu memecahkan permasalahan (problem solving), dapat

berkomunikasi, mampu membawa diri di berbagai lingkungan, menghargai waktu

(time orientation), empati, mau berbagi dengan orang lain, mampu mengatasi stres,

dapat mengendalikan emosi, dan mampu membuat keputusan. Karakter-karakter

tersebut dapat dibentuk melalui pendidikan sejak dini. ”Untuk mendidik anak

menjadi seorang wirausahawan tidak dalam hitungan satu, dua, dan tiga, melainkan

sebuah proses panjang. Dalam proses tersebut, orangtua perlu mengambil peranan,”

ujarnya. Orangtua perlu menyupervisi anak dengan memberikan contoh yang baik

dan menjaga agar ucapan sama dengan tindakan. Selain itu, orangtua ikut

memotivasi anak, mengevaluasi mereka, dan memberikan apresiasi atas kerja keras

anak. Selama proses tersebut, orangtua dapat mengamati kecenderungan sang anak.

Page 36: kliping

Perubahan mentalHal senada diungkapkan Noke Kiroyan. Bagi Noke,

kewirausahaan lebih soal menggerakkan perubahan mental. Dia sendiri berpendapat

tidak perlu dipertentangkan kewirausahaan itu sesuatu yang dapat dipelajari atau

didapatkan sebagai bakat secara genetis. Pada dasarnya, apa yang disebut ”bakat”

sebetulnya dapat saja merupakan pengaruh lingkungan dan hasil pendidikan.

Pendidikan, bagi sebagian orang, bisa menjadi faktor pendorong kesuksesan

berwirausaha atau sebaliknya. ”Seseorang tidak perlu predikat sarjana untuk menjadi

pengusaha, tetapi dengan latar belakang pendidikan akademik, saya menduga banyak

peluang akan terbuka karena lebih luas wawasannya dalam melihat peluang,”

ujarnya. Sebaliknya, kata Noke, dengan pendidikan tinggi, seseorang dapat saja

malah enggan mengambil risiko. Dalam pendidikan bisnis, misalnya, individu justru

belajar menghindari risiko. Padahal, kewirausahaan itu sangat identik dengan

mengambil risiko, menciptakan hal-hal baru, baik berupa produk, proses, atau cara

pandang baru, serta melihat peluang yang belum dilihat orang lain. Negara

berkembang justru potensial sebagai tempat mengembangkan kreativitas dan usaha-

usaha baru. Terlebih lagi, Indonesia sangat kaya akan potensi sumber daya, baik

alam, budaya, maupun manusia. Pengusaha muda Ananda Siregar meyakini,

kewirausahaan diawali dengan sikap (attitude). Individu harus memiliki keyakinan

bahwa tak ada yang mustahil. ”Yang dibutuhkan ialah sikap can do. Menjadi

wirausahawan lebih merupakan cara pandang, pikir, dan sikap bahwa semua hal

dapat dipelajari. Kewirausahaan tidak sekadar keterampilan teknis,” ujarnya. Semasa

Ananda kecil, sang ayah suka bercerita tentang kesuksesan dan keberanian para

pengusaha membangun bisnisnya(INE)

Sumber: Kompas

Ciputra: Wirausaha Dituntut Kreatif Hadapi Ekonomi Sulit

Page 37: kliping

Di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi

yang berjalan lambat akibat krisis ekonomi

global dan menimbulkan efek negatif, para

pengusaha dituntut menjadi lebih kreatif

untuk memanfaatkan peluang yang ada.

Pasalnya, di setiap kesulitan dan rintangan

disitu ada peluang emas, bagi mereka yang

jeli dan tidak berserah diri.

Presiden Komisaris PT Ciputra Tbk (CTRA)

Ciputra mengatakan, para pengusaha saat ini dituntut kreatif dan memanfaatkan

peluang yang ada, bilamana ingin bertahan atau survive. Namun sayangnya, para

pengusaha Indonesia bisa jeli memanfaatkan kondisi yang ada kecil jumlahnya .

"Seiring persaingan dan rintangan kedepan, pengusaha yang sejati dituntut untuk

lebih kreatif," katanya dalam sebuah talkshow di Jakarta pada akhir pekan lalu.

Kata Ciputra, negara ini butuh para entrepreneurship yang sejati untuk membantu

pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat dan tidak hanya menjadi bangsa pekerja.

Karena saat ini lapangan kerja yang ada tidak lagi mampu menampung lulusan

perguruan tinggi yang jumlahnya jutaan setiap tahun.

Tak ayal, jiwa entrepreneurship di kalangan anak muda dinilai menjadi jalan keluar

untuk membuka lebih besar lapangan kerja. Di sisi lain, berkembangnya wirasusaha

muda di berbagai sektor mempunyai nilai tambah yang mampu meringankan beban

pemerintah mengatasi pengangguran.

Dia kembali menegaskan, upaya mengatasi masalah ketenagakerjaan, tidak ada cara

lain kecuali melahirkan wirausaha-wirausaha. Ini menjadi tantangan berat buat

Indonesia. "Dan pengusaha yang ada jangan melakukan pemutusan hubungan kerja,"

paparnya.

Penyerapan tenaga kerja, kata Ciputra tidak bisa hanya bergantung pada perusahaan

yang ada dan terlebih ditengah kondisi perekonomian yang memburuk serta

Page 38: kliping

banyaknya perusahaan yang merumahkan karyawan dan potensi gulung tikar.

Setidaknya dibutuhkan 4,4 juta wirausaha sejati untuk membantu menyelesaikan

masalah tersebut.

Menurut Ciputra, seorang wirausaha atau entrepreneur adalah orang yang dapat

mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Wirausaha sejati tidak hanya

mampu mengubah rongsokan jadi emas, tetapi juga dapat melahirkan wirausaha

sukses lainnya. "Di Eropa, kewirausahaan sudah populer 6-7 tahun lalu, sementara di

Amerika 30 tahun lalu. Pemerintah di negara-negara Eropa aktif membantu dan

menjadikan entrepreneur sebagai gerakan nasional," ungkapnya.

Menjadi seorang wirausaha muda yang sejati, dinilainya tidak pernah ada ruginya

dan selalu membawa manfaat bagi orang lain. Dia pun menceritakan pendek

pengalamannya menjadi wirausaha, di mana berkat semangat entrepreneurship yang

dimilikinya, dia mampu pertama kalinya keluar negeri hingga memiliki asset tanah

seluas 400 hektar di Vietnam.

Seakan tidak bosan, lelaki yang di juluki bapak real estate Indonesia ini, selalu

menganjurkan pentingnya menumbuhkan semangat wirausaha muda sejak dini dan

perlunya dorongan pemerintah untuk memfasilitasi mereka. Pasalnya bangsa yang

maju bukanlah dicetak dari bangsa pekerja, namun pencipta pekerja.

Sebagai gambaran, Ciputra yang biasa disapa Pak Cik ini mengawali karirnya

sebagai konsultan arsitektur bangunan yang hanya bermodalkan garasi sebagai

kantor utamanya. Alumnus Institut Teknlogi Bandung (ITB) jurusan arsitektur pada

tahun 1960 ini sudah merintis karirnya sejak duduk di tingkat IV semasa kuliah.

Karirnya mulai melejit ketika hijrah ke Jakarta bersama teman-temannya dengan

menggarap proyek bergengsi untuk pembagunan pusat perbelanjaan di kawasan

Senen. Berhasil menjalankan proyek tidak membuat dirinya puas begitu saja. Dia

kemudian mendirikan Grup Jaya di tahun 1961 dengan modal Rp 10 juta.

Kesabaran dan keseriusannya menjadi enterpreneur, membuat nilai asetnya terus

Page 39: kliping

beranak pinak dan hingga kini tercatat sekira Rp 5 triliun. Dengan dukungan

kemampuan lobinya, Ciputra secara bertahap juga mengembangkan jaringan

perusahaan di luar jawa, yakni Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi

Serpong Damai dan terakhir Grup Ciputra.

Selain merambah properti dalam negeri, Ciputra juga merambah properti luar negeri.

Di mana saat ini Grup Ciputra sedang mengembangkan Citra Westlake City seluas

400 hektar di Ho Chi Minh City Vietnam.

Sumber :

http://www.pojokberita.web.id

Kewirausahaan dan Daya Saing Bangsa

Dunia saat ini tengah berada dalam era globalisasi yang membawa setiap

negara di dalamnya masuk ke dalam persaingan ketat dan intensif. Karena itu, setiap

Page 40: kliping

negara termasuk Indonesia dituntut untuk membangun daya saing yang kuat agar

tetap bertahan.

Pengusaha nasional dan pendiri Universitas Sahid (Usahid), Prof Sukamdani Sahid

Gitosardjono dalam kuliah umum di universitas swasta itu belum lama ini

mengatakan, salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing adalah dengan

meningkatkan kewirausahaan, baik sisi kualitas maupun kuantitasnya. Menurut

mantan pegawai Kementerian Dalam Negeri yang telah sukses membangun Sahid

Group itu, universitas yang didirikannya 20 tahun lalu tersebut, menanamkan

semangat kewirausahaan kepada mahasiswanya sebagai dasar pondasi dan jati diri.

Dalam kuliah umum yang diselenggarakan khusus untuk menyambut mahasiswa

baru tahun ajaran 2008/2009 tersebut, Sukamdani menekankan bahwa kewirausahaan

memegang peranan yang sangat kuat dalam meningkatkan daya saing bangsa.

"Setiap individu dalam bangsa ini harus memiliki pemikiran yang jauh ke depan,

pola pikir bahwa wirausaha adalah nilai yang harus dimiliki oleh setiap bangsa yang

modern dan maju," kata Sukamdani yang 14 Maret lalu genap berusia 80 tahun.

Dia menyebutkan, berdasarkan hasil penelitian seorang ilmuwan Amerika Serikat

(AS), David McClelland, suatu negara dapat dikatakan makmur, minimal harus

memiliki jumlah entrepreneur atau wirausahawan sebanyak dua persen dari jumlah

populasi penduduknya.

Hasil pemantauan menunjukkan, AS pada tahun 2007 memiliki 11,5 persen wira-

usahawan, kemudian Singapura 7,2 persen. Sementara Indonesia pada tahun 2007

diperkirakan hanya mencapai 400.000 orang atau hanya 0.18 persen dari yang

seharusnya 4,4 juta wirausahawan.

Alasan mengapa jumlah wirausahawan menjadi sangat penting untuk sebuah bangsa,

seperti dituturkan Sukamdani adalah karena wira- usahawan unggul dalam kualitas.

Kehadiran mereka membuat perekonomian negara akan semakin sejahtera dan kuat.

Page 41: kliping

"Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah negara untuk menjadi

sejahtera dan kuat, yaitu terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa,

kemudian memiliki sejumlah wirausahawan yang memiliki dedikasi atau pengabdian

tinggi terhadap bangsa dan negara. Selain itu, suatu negara yang kuat juga harus

memiliki ilmuwan-ilmuwan yang siap menyumbangkan atau mempersembahkan

hasil penelitiannya, sebagai komoditas yang berharga untuk pasar global," tuturnya.

Tiga komponen tersebut, imbuh Sukamdani, harus dimiliki oleh rakyat Indonesia dan

tertanam dalam jiwa dan watak mereka. Dengan demikian, rasa bangga akan dimiliki

oleh segenap bangsa Indonesia.

Beberapa alasan yang diindikasikan oleh Sukamdani tentang kewirausahaan yang

belum berkembang di Indonesia adalah, karena budaya wirausahawan yang juga

belum mengakar dalam setiap masyarakat Indonesia terutama para kaum muda.

Mayoritas masyarakat Indonesia, masih berada dalam struktur dan alam pikiran

agraris.

"Nilai agraris pada umumnya masih didominasi oleh nilai-nilai yang lebih

bergantung pada alam daripada bertumpu pada kemampuan sendiri seperti

kemampuan inovasi dan kepandaian mengadopsi," ujarnya.

Selain itu, profesi wira- usahawan di Indonesia masih dianggap sebagai profesi yang

kurang terhormat. Budaya atau pemikiran masyarakat pada kenyataannya lebih

memandang profesi sebagai pegawai pemerintahan atau pegawai swasta sebagai

profesi yang lebih pantas dan terhormat, bukan sebagai pedagang.

Pencipta Lapangan Kerja

Sementara alasan yang kedua adalah konsep pendidikan yang menghasilkan

pekerja dan bukan pencipta lapangan kerja masih merupakan arus utama dalam

pendidikan nasional Indonesia. Menjadi karyawan adalah alasan utama mengapa

seseorang melanjutkan kuliah.

Page 42: kliping

"Masyarakat Indonesia masih cenderung mencari gaya bekerja dengan zona nyaman,

sementara budaya itu sangat bertolak belakang dengan budaya seorang wirausa-

hawan yang menuntut semangat yang pantang menyerah, berani mengambil risiko,

kreatif, dan inovatif," kata Sukamdani.

Di samping itu, pembangunan kewirausahaan juga tidak lepas dari peran Kamar

Dagang dan Industri (Kadin) yang pada tahun 2005 yang mengungkapkan bahwa

keberhasilan pembangunan kewirausahaan ternyata tidak lepas dari peran serta

swadaya masyarakat. Peran serta masyarakat ternyata menjadi kunci penting dalam

membangun kewirausahaan yang berdaya saing global.

Masih banyak pula yang harus dikembangkan dan dibenahi dalam menciptakan

swadaya pembangunan kewirausahaan. Misalnya, dalam sistem pendidikan

kewirausahaan. Masih banyak yang harus ditingkatkan, misalnya kurangnya minat

para wira- usahawan sukses untuk mengajar, lalu kurikulum kewirausahaan yang

dianggap kurang menarik dan lebih indoktrinatif, mental pengajar yang formal dan

sekadar menyelesaikan sejumlah minggu pertemuan, dan kurang terciptanya pusat-

pusat pelatihan kewirausahaan.

Pembangunan kewirausahaan di Indonesia tidaklah mudah, berdasarkan penelitian

dari Entrepreneurship Working Group Asia Paci- fic Economic Cooperation (APEC)

pada tahun 2004, terlihat bahwa hanya sedikit wirausahawan yang berhasil menjadi

pengusaha menengah dan besar dalam siklus pola kewirausahaan. Gejala inilah yang

juga terjadi di Indonesia, seperti kenyataan bahwa mayoritas wirausahawan yang

sukses di Indonesia berasal dari keturunan atau etnis Tionghoa.

"Seharusnya, nilai dan semangat yang dimiliki oleh masyarakat etnis Tionghoa

dalam berwirausaha ini dapat ditularkan dan dicontoh oleh masyarakat Indonesia.

Misalnya, dengan belajar dari pengalaman negara yang telah sukses dengan

kewirausahaannya," ujar mantan ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin)

Indonesia ini.

Page 43: kliping

Identitas Usahid sebagai universitas berbasiskan kewirausahaan pun, dibangun bukan

dengan kebetulan atau tanpa proses sejarah. Sukamdani menguraikan, ada dua

pertimbangan mengapa kewirausahaan harus menjadi norma dan identitas Usahid,

pertama adalah karena Sukamdani yang juga sebagai pendiri Usahid adalah seorang

wirausahawan. Alasan yang kedua adalah karena kewirausahaan merupakan identitas

masyarakat modern.

Dalam bukunya yang berjudul Wirausaha Mengabdi Pembangunan pada tahun 2001,

jelas tergambar bagaimana Sukamdani membuat sejarah, mulai dari seorang pegawai

pemerintahan pada tahun 1952 hingga menjadi pencipta peluang kerja dengan

mendirikan perusahaan percetakan dari seorang pejuang nasional menjadi seorang

wirausahawan nasional.

Suara Pembaruan Daily

Sumber :http://alumnifatek.forumotion.com

100 Tahun Kebangkitan Nasional dengan

Kewirausahaan

Page 44: kliping

Oleh senity

Tahun ini kita memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional. Momentum

ini menjadikan kita perlu memahami jika pergerakan modern perjuangan bangsa ini

yang dimotori oleh kaum berpendidikan telah memasuki usia satu abad.

Seabad Kebangkitan Nasional tampaknya tidak akan berarti apa-apa ketika

kita harus dihadapkan pada realitas sosial jika Indonesia tengah mengalami

perlambatan pertumbuhan (bila tak ingin disebut sebagai dekadensi) hingga

ketergantungan bangsa Indonesia terhadap kekuatan asing. Semuanya tidak ada yang

perlu disalahkan, karena inilah skenario global yang anehnya justru diamini oleh elite

bangsa ini yang menyeret kita semua ke persoalan multidimensi.

Sebagai bangsa yang mengaku menghargai jasa para pahlawannya, kita harus

malu terhadap arwah dr. Tjipto Mangunkusumo, Danudirdja Setiabudi, dr. Wahidin

Soedirohusodo, dan banyak tokoh lainnya yang mewarnai pergerakan pada dekade

awal abad 20 tersebut. Namun, rasa malu tak akan bermanfaat apa-apa bagi

kehidupan kita sekarang bila tidak dibarengi upaya nyata untuk membalikkan

keadaan kita sekarang.

Bila kita saat ini sangat tergantung pada impor bahan pangan, sudah saatnya

kita menjadi eksportir bahan pangan seperti era swasembada dulu. Bila kita saat ini

tergantung pada pasokan produk BBM dari luar, maka sekaranglah saatnya kita

merintis jalan untuk memiliki produk-produk BBM yang sepenuhnya bergantung

pada potensi lokal. Inilah saatnya kepada kita untuk melecut kemandirian!

Memandirikan bangsa ini tidak lain tidak bukan dengan memanfaatkan sebaik

mungkin potensi ekonomi yang ada di sekeliling kita. Kemandirian—di era

kapitalisme saat ini—sangat erat dengan kepemilikan kapital yang cukup untuk bisa

berbuat lebih dan lebih memberdayakan. Jadi, singkatnya kita harus mewujudkan

sebuah masyarakat yang kaya, memiliki kapital besar dan relatif terdistribusi dengan

baik di seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat yang kaya tersebut bukan hanya

terkonsentrasi di satu lini sosial saja, tetapi merata dari semua lini.

Berbicara tentang masyarakat kaya, kita memang memiliki selapisan kecil

masyarakat kaya—bahkan sangat kaya—yang sudah jamak menduduki peringkat-

Page 45: kliping

peringkat orang terkaya di Asia bahkan dunia. Namun, kenyataannya, karena

kekayaan mereka bersumber dari bisnis keluarga maka kekayaan tersebut hanya

terdistribusi di kalangan tertentu saja. Akibatnya, distribusi pendapatan berlangsung

tersendat dan dampaknya kesenjangan sosial semakin terbuka lebar.

Untuk mengantisipasi hal itu semua maka kita harus memaknai 100 tahun

Kebangkitan Nasional kali ini dengan sebuah gerakan moral untuk membangkitkan

kewirausahaan. Mengapa? Hanya kewirausahaan yang mampu menciptakan

masyarakat-masyarakat kaya sekaligus mendistribusikan pendapatan lebih besar dan

lebih banyak.

Kewirausahaan terbukti telah mampu mengantarkan pribadi-pribadi

menduduki ranking-ranking teratas dalam peringkat orang terkaya. Lihat saja 3 besar

peringkat orang terkaya dunia, Mukesh Ambani, Bill Gates, dan Carlos Slim Helu.

Ketiganya menduduki peringkat tersebut karena memiliki kekayaan yang didapat

dari sektor usaha. Ketiganya adalah wirausaha di ranahnya masing-masing. Jadi, kita

tinggal melakukan copy-paste pola sukses mereka dengan mengamplifikasi dan

melipatgandakan jumlah orang-orang dengan mental dan sikap seperti mereka.

Mental dan sikap seorang entrepreneur.

Membangkitkan kewirausahaan di bangsa Indonesia memang bukan

pekerjaan mudah. Ada stigma sosial yang kurang begitu mendukung keberadaan

”profesi” wirausaha di masyarakat. Tampaknya, sejalan dengan perkembangan

tingkat pendidikan kita, keinginan untuk bekerja di perusahaan-perusahaan besar

akan lebih menggiurkan ketimbang memilih menjadi wirausaha. Gaji menarik,

fasilitas yang serba dicukupi, hingga tunjangan pensiun di hari tua telah menjadi

alasan sebagian besar kelas terpelajar kita.

Tak percaya? Coba Anda tanyakan kepada kelas mahasiswa yang sekarang

tengah giatnya berkuliah, dari 10 orang yang Anda tanya mungkin hanya 2-3 orang

saja yang berani secara terbuka mengatakan akan menjadi wirausaha sebagai pilihan

masa depan mereka.

Membangkitkan kewirausahaan di Indonesia membutuhkan sebuah momentum

revolusioner. Jika momentum ini tidak diambil oleh pemerintah sebagai leading

Page 46: kliping

sector, ada baiknya berbagai komunitas kewirausahaan yang saat ini mulai tumbuh

berjamuran mengambil peranan tersebut.

Secara konkret, momentum revolusioner tersebut bisa dilakukan dengan

kegiatan sosialisasi kewirausahaan yang akhir-akhir ini telah sering dilakukan di

berbagai kampus-kampus. Frekuensi dan kualitas sosialisasi tersebut mungkin dapat

ditingkatkan agar kewirausahaan terus menjadi gaung yang semakin menggema.

Upaya sosialisasi melalui media yang saat ini sudah terbentuk melalui ekspos

pemberitaan hingga jam khusus yang disediakan di media televisi perlu didukung

oleh kesigapan kantong-kantong komunitas untuk menyiapkan materinya. Sinergi

antara kantong komunitas kewirausahaan dengan media bisa menumbuhkan sebuah

simbiosis mutualisme. Di satu sisi, komunitas kewirausahaan secara langsung

maupun tidak langsung akan mendapatkan efek promosi dan di sisi yang lain media

mendapatkan materi untuk mengisi ruang publik mereka.

Keberadaan momentum revolusioner ini setidaknya juga akan menstimulasi

penerbit-penerbit buku untuk lebih banyak lagi menerbitkan buku-buku yang

bernuansa kewirausahaan. Frekuensi penerbitan buku kewirausahaan saat ini

memang cukup baik, tetapi bila momentum revolusioner ini tercipta, frekuensi

tersebut akan menciptakan ceruk pasar yang lebih besar. Rantai pengetahuan akan

terjadi ketika referensi semakin banyak maka minat orang untuk membaca juga

semakin banyak. Rantai pengetahuan ini akan terjadi setidaknya di lapisan

masyarakat urban yang sudah semakin melek terhadap budaya literasi.

Bila sosialisasi terus-menerus ini berlangsung, maka paradigma masyarakat

mengenai kewirausahaan kemungkinan besar akan perlahan berubah. Inilah yang

menjadi modal positif dan kuat untuk menciptakan sebuah komunitas berbasis

kewirausahaan. Bila komunitas kita sudah sudah entrepreneur minded, maka secara

perlahan ataupun cepat pemerintahan akan mulai melirik dengan sungguh-sungguh

kewirausahaan sebagai sebuah solusi masalah bangsa. Semoga!

Page 47: kliping

Dua Pemuda Indonesia Raih Penghargaan

Wirausahawan di Inggris

Page 48: kliping

Dua pemuda Indonesia yaitu Oscar Lawalata (32) dan

Mahrizal Paru (34) mendapat penghargaandan memenangkan

International Young Creative Entrepreneur Award (IYCE)

2009 di Inggris.

Oscar Lawalata (32)

"Dua pemuda Indonesia yaitu Oscar dan Mahrizal berhasil memenangkan IYCE

Award 2009 yang diselenggarakan oleh British Council," kata Team Leader

Learning and Creativity British Council, Yudhi Soerjoatmodjo, di Jakarta,

Rabu.Pihaknya menyelenggarakan IYCE untuk menjaring entrepreneur muda

berbakat di bidang sosial, lingkungan hidup, dan industri kreatif tingkat dunia. Sejak

2006, British Council telah mengidentifikasi, memfasilitasi, dan membangun

jaringan bagi para wirausahawan.

Oscar Lawalata (32), salah satu contohnya. Ia meraih penghargaan IYCE

Fashion Award 2009 di London, Inggris. Pria kelahiran Riau itu mengalahkan

saingannya dari Brazil, India, Polandia, Srilanka, Saudi Arabia, Thailand, Tunisia,

dan Vietnam.

Berkat dia, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memenangkan

penghargaan tersebut sebanyak empat kali sejak 2005. Oscar mempekerjakan 20

orang dan memiliki omzet Rp100 juta per bulan. Ia memukau juri di Inggris berkat

kerjasamanya dengan sekitar 100 orang pembatik, penenun, dan pengrajin perhiasan

tradisional di Sulawesi Selatan, Bali, NTT, dan Jawa sejak 10 tahun terakhir.

"Semula apa yang saya lakukan hanyalah tuntutan untuk memenuhi misi dan

cita-cita pribadi saya," katanya. Namun, ternyata yang dilakukannya lebih dari

sekadar mewujudkan impian karena terbukti mampu mengangkat kain tradisional ke

tingkat internasional dengan melibatnya banyak orang dalam prosesnya.

Sementara itu, Mahrizal Paru sukses memenangkan Champion Asian Young

Leaders Climate Forum. Pria kelahiran Aceh itu membangun komunitas perkebunan

cokelat di Pidi, Aceh. Usaha itu menghasilkan 700 ribu dolar AS per tahun bagi 182

Page 49: kliping

anggota desa yang kesulitan mencari kerja selama konflik. Upayanya sekaligus

melindungi 280 ha hutan hujan yang sebelumnya menjadi sasaran para penjarah.

"Keluarga saya bisa membiayai pendidikan saya. Tetapi saya ingin melihat

generasi yang lebih muda bisa mendapatkan hasil yang sama dari kakao dan sama

beruntungnya dengan saya," katanya. -ant

Sumber : http://www.pojokberita.web.id

Page 50: kliping

Kewirausahaan dan Strategi Bisnis : Arti penting

sebuah logo merek usaha

Sejauh mana korelasi strategi bisnis, strategi marketing dengan ekuitas merek

yang dibangun dari ciri sebuah logo? Betapa hebatnya strategi bisnis Garuda

Airways dimata saya sewaktu saya masih SMP, karena orangtua saya pernah bilang

Logo itu senilai 1 milyar di tahun 80-90-an.Dalam hati saya, seberapa hebat sebuah

logo?

Logo perusahaan atau produk merupakan salah satu kebijakan manajemen,

juga representasi dari strategi bisnis yang mempunyai kaitan dengan bagaimana

dapat menimbulkan ciri dan persepsi kepada masyarakat dalam sebuah simbol yang

komunikatif, sehingga terjadi koneksi antara visualisasi/penglihatan  pelanggan

dengan benak pelanggan. Logo mampu menciptakan daya komunikasi walau hanya

berukuran beberapa sentimeter saja.

Di tahun 80-an saya begitu bangga dengan Celana Jin saya yang warna biru.

Bangga bukan karena warna dan style yang menawan, namun karena celana jin saya

dibelakangnya ada tempelan logo merek “TIRA”.  Strategi bisnis dan strategi

marketing yang dibangun dengan pencitraan logo yang begitu besar di setiap produk

celananya  cukup membuat saya percaya diri, saat kemana-mana dengan merek itu. 

Maklum seumuran itu.

 Setelah 2 tahun saya baru tahu ternyata celana merek TIRA yang saya pakai

adalah tiruan yang 99% benar-benar mirip, dan dibuat oelh sekelompok wirausaha

wan dari Tangerang. PErtanyaannya, apakah celana jin langsung saya buang?? 

Tidak saya tetap memakainya dengan bangga, walaupun dibuat bukan dari pabrikan

namun dari wirausaha wan kecil, namun merek yang melekat dibelakang masih tetap

melekat. dan 99% mirip.

 Bisnis di era sekarang berkembang dengan banyaknya waralaba. Secara

umum tidak semua pe waralaba itu mempunyai pengalaman bisnis dan marketing

Page 51: kliping

yang bagus, mungin hanya mempunyai pengalaman wirausaha yang terbatas. Bahkan

mungkin strategi bisnisnya pun tidak terencana. Namun masyarakat begitu

mengidamkan bisnis berbasis waralaba, lalu apa sebenernnya yang dicari????

Salahsatu jawabnya adalah, bahwa dengan waralaba maka kita sebenernya beli Logo.

Namun yang kita beli adalah logo yang telah mampu masuk ke benak pelanggan

secara luas. Apakah ada garansi jika beli ayam goreng dari merek pewaralaba

nasional yang berada di Jakarta dengan di Yogya bisa sama 100%??? Tidak, karena

kondisi air, minyak goreng, tepung dan timing menggoreng yang berbeda. Namun

apakah perbedaan dipermasalahkan secara hebat oleh pembeli?? Jawabnya tidak,

karena ayam goreng itu berlogo tertentu, dan sudah berkesan. Soal rasa mungkin

nomor 2, walau jangka panjang mungkin akan berubah.

Keluarga pernah saya tes dengan menukar isi sebuah produk ayam goreng

produk waralaba internasional seharga 21ribu dengan yang seharga 8 ribu dari

wirausaha wan biasa. Dos tetap yang ayam goreng mahal, namun isi sya ganti denga

ayam yang 8 ribu milik wirausaha wan yg tetangga saya. Setelah makan,  saya coba

tanya apakah enak?. Jawabnya iya.  Kemudian, baru esok paginya  keluarga saya

kasih info bahwa ayam itu ditukar.  Apa jawab keluarga?? Ah masak, enaknya sama

kok sambil tidak percaya. 

Saya hanya terdiam, celana jin saya yang palsupun tidak mempengaruhi,

apalagi ayam goreng pinggir jalan pun tidak masalah, yang penting logo yang

melekat itu mampu mencitrakan nilai-nilai tertentu.

Logo atau merek sudah saatnya menjadi bagian dari strategi bisnis dan unsur-

unsur  wirausaha anda, sehingga seirama antara membangun kerajaan bisnis atau

wirausaha anda dengan membangun persepsi pelanggan terhadap merek. Setidaknya

kita tahu kalau bicara soal Kartu Perdana XL maka yang terbayang adalah  huruf XL

warna Hijau Putih background biru seperti dalam banyak iklan2 di TV dan Baleho.

Page 52: kliping

Sumber : http://ipan.web.idpage2

Page 53: kliping

Kewirausahaan dan Strategi Bisnis : 7 Penyebab

Kegagalan Usaha/Bisnis Secara Rata-Rata

Kewirausahaan saat ini menjadi aspek pendukung reformasi bisnis lokal dan

nasional yang skala pertumbuhannya mudah meningkat dan mudah menurun, bahkan

secara praktikal boleh dikatakan bisa cepat untung dan cepat rugi.

Strategi bisnis dalam menunjang kewirausahaan sangatlah penting mengingat

tidak semua wirausaha bisa dijalankan dengan konsep tradisiononal dan natural,

seiring perubahan ekonomi, kondisi negara dan teknologi. Contoh perubahan itu,

dahulu banyak usaha mikro di bidang cetak foto kilat 10 menit jadi, hampir di setiap

lokasi baik kantor dan lembaga pendidikan ada. Terutama ketika musim pendaftaran

ajaran baru. Namun apa yang terjadi dalam 2 tahun ini ketika Negara menurunkan

pajak-pajak impor untuk yang sebelumnya berstatus pajak barang mewah menjadi

barang konsumsi umum (Dari PPnBM mennjadi PPN, maka biaya impor barang-

barang cetak mencetak untuk foto semakin murah dan berdampak menjamurnya

kepemilikannya, semua berbasis digital. Sehingga pengusaha mikro Cetak Foto kilat

dengan lampu petromax bangkrut karena masyarakat lebih memilih  penggunaan

cetak digital baik  dari  kamera  digital yang praktis kemudian make over  foto 

dengan komputer kemudian cetak dan print pun bisa secara mandiri dan cepat,

ditinggal mandipun cetak foto 50 buah bisa selesai. Semua ini berkaitan dengan

pemahaman, kuangan, prediksi dan teknologi.

Berikut ada 7 hal yang penyebab kegagalan usaha/bisnis secara umum;

1.Kurangnya Pemahaman Usaha dan tempat usaha

Memahami secara kontekstual dan strategi bukan saja bagaimana produk itu

mempunyai nilai tambah dan dibuat. Namun perlunya pemahaman akan kebutuhan

Page 54: kliping

masyarakat akan produk tersebut, baik secara frekuensi, kuantitas, bentuk/jenis dan

kualitasnya. Pemahaman usaha juga berkaitan terhadap sarana dan prasarana misal

lokasi usaha, info usaha, kondisi kelengkapan usaha. Misal saya ambil contoh,

seorang ibu yang pandai sekali memasak belum tentu berhasil dalam usaha rumah

makan karena bisnis tidak saja tentang pemahaman proses produksi saja. Misal lagi,

tempat usaha yang disewa ratusan juta belum tentu akan membawa keberhasilan

usaha, jika tidak mempunyai kedekatan pasar dan kemudahan akses (akses berbasis

jangkauan fisik dan teknologi). Kedekatan lokasi dengan sumber bahan baku/sumber

produksi juga menjadi bagian penting karena dapat mengefisiensikan biaya

transportasi dan produksi.

2. Kurangnya pengalaman dan strategi pemasaran

Kewirausahaan dalam kontek usaha masyarakat, tetap perlu ada pengalaman

usaha. Kalo sekiranya pemodal dan pemilik belum pengalaman maka belilah orang

untuk dijadikan staf atau patner usaha, baik secara aktif maupun konsultan.

Pengalaman berhubungan dengan bagaimana menjual, kepada siapa menjual,

mengikat pelanggan, menangkap reaksi pelanggan dll.

Secara umum masyarakat perilaku kewirausahaan, mampu dan giat dalam

produksi, baik dalam usaha kerajinan, makanan,  layanan jasa dan lain-lain namun

tidak mempunyai kekuatan dan metode dan konsep pemasaran yang sistematis,

ketika hari ini cukup laku maka tidak memperhitungkan kemungkinan bulan yang

akan datang bahkan tahun-tahun mendatang. Saya coba pernah terlibat dalam

penjauan beberapa UKM, rata-rata tidak mempunyai rencana pemasaran, bahkan

rencana usaha atau bisnis plan tidak punya, sehingga rencana peningkatan usaha juga

tidak bisa dijadwalkan dan dipacu untuk dicapai.

Pemasaran yang diterapkan masih tradisional dan rentan terhadap perebutan

pelanggan oleh pesaing. Tidak ada usaha untuk membangun loyalitas dan fanatisme.

BIsakah usaha mikro membangun fanatisme? Sangat bisa, ketika saya menambal ban

kendaraan yang bocor saya memilih satu tukang tambal ban dari 3 yang ada di

sekitar saya, karena memang kualitas alat pembakar yang menghasilan tambalan

Page 55: kliping

yang bagus dan sosoknya pun yang komunikatif, menghargai dan rela mengulang

dan dikritik  bila kurang sempurna hasilnya.

3. Kurangnya pemahaman dalam pengadaan dan pemeliharaan bahan baku

dan sarana.

Pengadaaan bahan baku tidak serta merta sepreti logika membeli bahan baku

cabe, daging dalam rumaha makan atau logika semen, besi dalam usaha bangunan,

tetapi lebih kepada bagaimana bahan baku diperlakukan. Banyak pebisnis yang baru

membuka usaha membeli bahan baku sebanyak mungkin namun tidak dengan

pemahaman bagaimana bahan baku dipelihara, serta pemahaman frekuensi

penggunaan bahan baku harian, mingguan dan permintaan masyarakat .Contoh lain

lagi, pemahaman sarana, banyak pengusaha dalam bidang digital printing membeli

alat jutaan bahkan ratusan juga impor, namun tidak paham bagaimana memelihara

dan antisipasi hariannya secara rutin dan strategis, sehingga keseringan rusak

menimbulkan  ketergantungan teknisi dari luar kota dan luar negeri, membuat usaha

macet ketika alat rusak. Sehingga banyak order yang di batalkan, pelanggan pun lari.

Padahal ada beberapa penyedia sarana digital printing  yang memberikan layanan

garansi secara pasti sampai ke mendatangkan teknisinya dari China sana, walau

harga lebih mahal, ini semua hasil studi kasus di pebisnis digital printing di Yogya.

4. Kurang nya kehandalan pengelolaan administrasi dan keuangan

Kebijakan dalam menentukan keputusan strategi ber wirausaha hendaknya

tidak mengandalkan dari insting dan naluri saja. Namun histori dalam catatan

administrasi perlu di jadikan modal dalam menentukan keputusan.

Kebijakan/Keputusan berbasisis data. Begitu juga dalam hal keuangan, banyak kasus

usaha yang dirintis tidak mempunyai kekuatan data keuangan yang baik, sehingga

pemilik tidak paham akan pendapatan rutin bulanan, tidak bisa mengkorelasi antara

pendapatan, penjualan dan penggunaan bahan baku. Sehingga kemungkinan

penyalahgunaan di tingkat bawah bisa dijalankan tanpa diketahui.

5. Kurangnya kehandalan pengelolaan modal dan kendali kredit

Page 56: kliping

Wirausaha-wan yang baik memahami modal tidak saja uang. Sehingga kredit

yang membabi buta ke bank-bank bukan salah satu solusi tunggal, apalagi

mengambil kredit maksimal dari plafon jaminannya, yang tidak diperhitungkan dari

kebutuhan operasional. Pengusaha mikro banyak menjadi kan kredit sebagai expansi

produksi dan pra investasi. Tidak akurasi dalam memperhitungkan kebutuhan

suntikan modal dengan kemampuan bayar bulanan dan skala likuditas nya.

Likuiditasnya misal apakah pelanggan anda selalu cash membayar atau menunda-

nunda pembayaran. Dengan kata lain, ketika anda memgajukan kredit ke bank, tentu

andapun  juga harus hati-hati dalam memberikan kredit atau pending payment

kepada pelanggan anda, pilah-pilah mana yang tertib dan tidak,lali tentukan sikap

skala prioritasnya.

Pemodalan yang semu dan tidak terpisah dengan kepentingan/kebutuhan  pribadi

juga menjadi awal kegagalan usaha, penarikan dana dari perusahaan/toko terlalu

sering dan cepat namun tidak memperhitungkan dengan arus pembayaran dan

pendapatan perusahaan/toko/usaha.

6. Kurangnya kehandalan SDM yang berwawasan wirausaha

Wirausahawan yang sejati tidak serta merta menjadikan seluruh keluarganya

adalan staf dari perusahaan/toko/usahanya. Kenapa? Karena hubungan yang terlalu

cair dalam keluarga dapat menghilangkan kinerja fungsi stuktural yang seharusnya.

Misal harusnya pimpinan berhak menegur proses pengelolaan pengadaaan barang

yang sesuai standar, namun karena staf yang bertanggungjawab adalah adik ipar,

maka segan untuk menegur, dan beranggapan bahwa nanti tentu akan berubah. SDM

yang berwawasan wirausaha maka akan membentuk jiwa yang kokoh, karena

beranggapan bahwa selain dia staf namun juga sosok yang yakin bahwa dengan

sukses di bidangnya maka dia terlah berhasil sebagai wirausaha wan layaknya

pemilik usaha, walau hanya dalam area kerjanya, seakan-akan bekerja sukses juga

kepuasan pribadi dan teamwork. Sehingga staf mempunyai daya tahan terhadap

masalah yang timbul, karena beranggapan bahwa masalah adalah bagian dari proses

berwirausaha. Caranya, jangan jadikan staf anda seorang robot yang harus turut pada

perintah namun juga diberikan tantangan untuk analisa perbaikan, dan ada reward

periodik, inilah hal yang tidak dilakukan penguasana secara umum, dan salah satu

Page 57: kliping

kegagalan dalam skop SDM. Memasukkan nilai kewirausahaan menyatu dalam

motivasi kerja bawahan bukan hal yang mudah, tetapi jika anda memberikan

tantangan dan standar pencapaian per unit, maka itu salah satu bentuk

pendidikannya, tinggal metode harmonisasiny antara divisi.

KEkurangan dalam menentukan kualifikasi staf dalam rekrutmen merupakan

sebagian penyebab kegagalan dalam usaha peningkatan keberlangsungan usaha.

Sehingga perencaaan usaha yang baik selalu menyiapkan kriteria SDM masing-

masing divisi baru melakukan rekrutmen. Jangan terbalik.

7. Kekurangan pemahaman perubahan teknologi

Dalam awal tulisan ini disinggung masalah seorang pengusaha individu

bidang Cetak Foto Kilat, secara logika pengusaha Cetak Kilat 10 menit tad harusnya

i langsung bermigrasi ke bisnis cetak berbasis digital ketika ada perubahan teknologi

cetak foto, namun karena justru banyak keterbatasan pemahaman teknologi maka

pelarian usaha justru keluar dari bisang usaha sebelumnya. PEmahaman teknolgi

bagi SDM tidak serta merta harus berkaitan dengan computer dan internet, namun

juga berdasar kemudahan dari dampak teknologi yang ada, misal mengulek sambel

dari cobek beralih dengan blender, dari penghangat nasi dengan kompor beralih ke

magic jar. Sekarang kalo dalam bidang cetak mencetak, yang dahulunya dengan

mesin cetak warna yang mahal sekarang cukup dengan yang portable dan print

namun tetap dengan kualitas handal.

Kegagalan usaha pemahaman teknologi ini tidak semata karena pemahaman

pembelian namun juga pemeliharaan, misal banyak data keuangan, data nasabah

yang hilang karena virus, atau ketidakmampuan staf dalam melindungi data file

konsumen sehingga ada pesaing yang bisa mengambil melalui salah satu stafnya

yang hendak kena PHK atau pindah, sehingga data-data dengan mudah digunakan

oleh pesaing.

Teknologi juga berkaitan dengan prediksi kehandalan perangkat yang

digunakan saat ini agar tetap survive dalam 5 s.d 15 tahun mendatang. serta

hendaknya SDM harus mau belajar setiap saat untuk mengikuti perkembangan

teknologi.

Page 58: kliping

Teknologi juga berakitan dengan keberhasilan pemasaran baik dalam

mendesain grafis, pubklikasi profil dalam cd, membuat website atau blog gratis.

Jangan berpikir bahwa usaha kecil pun tidak perlu website, karena beberapa waktu

lalu saya mendesain sistem sebuah web untuk promosi kecil usaha jahit baju, saat ini

order dari beberapa kota hasil promosi di website sudah mulai berdatangan. Yang

penting unik, entah harga, hasil, pengguna dan nuansa.

Sukses selalu

Ipan Pranashakti KIP

Sumber : http://ipan.web.idpage2

Page 59: kliping

KATA PENGANTAR

Pertama penyusun panjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat RahmatNyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas kliping

kewirausahaan ini tepat pada waktunya.

Kliping tentang kewirausahaan ini dibuat untuk melengkapi tugas dari mata

kuliah Kewirausahaan. Dimana materi dari kliping ini diambil dari berbagai sumber

baik dari media cetak mapun internet yang berkaitan dengan kewirausahaan.

Semoga kliping ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang

kewirausahaan bagi pembacanya. Sebagai akhir kata penyusun menyampaikan rasa

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu didalam penyelesaian tugas

ini.

Denpasar , Juli 2009

Penyusun

Page 60: kliping