klhs-rtrwk-sekadau
TRANSCRIPT
KLHS
OKTOBER 2011 RTRW KABUPATEN SEKADAU 2011-2031
KLHS RTRW Kabupaten Sekadau ini merupakan hasil kajian
menyeluruh dan strategis terhadap isu-isu strategis lingkungan
dikaitkan dengan kebijakan, rencana dan program yang
ditetapkan di dalam RTRW Kabupaten Sekadau 2011-2031
dengan metode penilaian cepat (quick appraisal).
KLHS
1
KLHS RT RW K A B U PATE N S E K ADAU 2 0 1 1 - 2 0 3 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sesuai amanah Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Pasal 15,
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan
suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau
program, wajib dilaksanakan kajian lingkungan hidup strategis
(KLHS). Kebijakan-kebijakan yang sifatnya strategis dan
jangka panjang di daerah meliputi. Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM) serta berbagai
kebijakan, rencana dan/ atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
Jadi KLHS RTRW Kabupaten Sekadau merupakan rangkaian
kajian atau analisis yang dilakukan secara sistematis, holistis
(menyeluruh/komprehensif) dan melibatkan seluruh
stakeholder untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, rencana dan
program (KRP) yang dirumuskan di dalam RTRW Kabupaten
Sekadau hingga Tahun 2031. Dengan KLHS ini diharapkan
setiap KRP akan memperhatikan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup serta menjamin terjaganya
kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan
masyarakat
Ada tiga langkah pokok yang dilakukan dalam KLHS ini
yaitu :
a. Mengkaji pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program
yang dirumuskan dalam RTRWK Sekadau terhadap
kondisi lingkungan hidup di wilayah Kabupaten Sekadau.
b. Berdasarkan hasil kajian di atas, dirumuskan alternative
penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program.
c. Merumuskan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana dan/atau program yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Sebelum ketiga langkah poko tersebut terlebuh dahulu
dirumuskan isu-isu pokok lingkungan hidup di Kabupaten
KLHS
Page 2
Sekadau sebagai tolok ukur kondisi lingkungan hidup yang
akan dikaji.
Tujuan Klhs RTRW
Kabupaten Sekadau
KLHS terhadap Rencana Tata Ruang Wilyah Kabupaten
Sekadau dilakukan untuk memastikan agar proses, prosedur
dan produk dari rencana tata ruang tersebut telah memuat
asas keseimbangan, keadilan dan kesalingtergantungan
ditinjau dari asfek lingkungan hidup, sosial budaya dan
ekonomi.
ISUE-ISUE LINGKUNGAN HIDUP
STRATEGIS
Isue Terkait Masalah
Fisik dan Sumberdaya
Alam
Sungai Sekadau Dan
Belitang Sebagai Sumber
Air Terancam
Kabupaten Sekadau merupakan integrasi 2 (dua) sub sistem
DAS sebagai bagian dari sistem DAS Kapuas yaitu DAS
Sekadau di selatan dan DAS Belitang di utara yang
mempunyai potensi sebagai sumberdaya air dan sumberdaya
energi. Di kawasan hulu Sungai Sekadau yang umumnya
berupa kawasan pegunungan dengan kemiringan di atas
15 % terdapat begitu besar sumberdaya air yang dapat
dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, sumber air baku dan
juga sebagai daya tarik wisata minat khusus seperti arung
jeram, river cruising dan lain-lain. Beberapa sub kawasan
bahkan dapat dikembangkan sebagai waduk buatan seperti
kawasan Riam Terap Pugan pada Aliran Sungai Menterap
Hulu di Kecamatan Nanga Taman (berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Sekadau Tahun 2009).
Potensi Pengembangan
Pertanian Tinggi
Disamping itu, Iklim di wilayah Kabupaten Sekadau
berdasarkan klasifikasi Schmid dan Ferguson termasuk iklim
type A yang sangat basah dengan curah hujan cukup tinggi
antara 3000 s/d 5000 mm per tahun. Kondisi iklim tersebut
sangat menunjang bagi kegiatan pertanian khususnya
pertanian lahan basah dan kecukupan tersedianya
sumberdaya air. Potensi ini juga ditunjang oleh jenis tanah
dominan yang secara umum sangat mendukung
pengembangan budidaya pertanian (perkebunan, pertanian
tanaman pangan, hortikultura, perikanan, dll). Sekitar 78 %
dari luas wilayah kabupaten merupakan tanah dengan
kedalaman efektif tanah > 90 cm (mampu menunjang
tumbuhnya perakaran tanaman), dan sekitar 83 % merupakan
tanah dengan tekstur sedang yang cukup sesuai untuk
pengembangan kegiatan budidaya pertanian.
Luas Wilayah Sangat
Terbatas, Tekanan
Terhadap Lingkungan
Cenderung Tinggi
Wilayah Kabupaten Sekadau yang hanya 544.430 Ha atau
sekitar 3,7 % saja dari luas Propinsi Kalimantan Barat sangat
membatasi ruang gerak investasi di bidang pertanian
terutama perkebunan dan budidaya hutan yang memerlukan
lahan yang cukup luas. Apalagi bila dikaitkan dengan
amanant Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang untuk menyediakan areal hutan dan
KLHS
1
kawasan lindung sebanyak 30% dari luas DAS (Sekadau dan
Belitang), maka praktis, hanya sekitar 380.000 Ha saja
wilayah Kabupaten Sekadau yang dapat dikembangkan
sebagai kawasan budidaya non kehutanan. Dengan sangat
terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai
kawasan budidaya, maka di masa depan, tekanan-tekanan
terhadap lingkungan hidup akan cenderung tinggi, terutama
akibat pertamabahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi
regional.
Tutupan Hutan di Hulu
Sungai Belitang Sangat
Minim
Dari aspek hiroorologis wilayah, dengan adanya dua sungai
utama di Kabupaten Sekadau ini, maka pengamanan 30 %
dari wilayah DAS Sekadau dan Belitang di bagian hulu
masing-masing harus dikelola dengan baik sebagai kawasan
perlindungan sungai secara keseluruhan. DAS bagian tengah
dan hilir (60%) sebagai zona pemanfaatan akan sangat
tergantung pada kelestarian bagian hulu DAS kedua sungai
itu. Permasalahannya adalah pada Sungai Belitang, dimana
areal hulu DAS Belitang ini sebagian besar merupakan
kawasan dataran bukan pegunungan, dengan tutupan hutan
yang sudah sangat minim.
Rawan Erosi dan Degradasi
Lingkungan di Hulu Sungai
Sekadau
Tingginya curah hujan di Kabupaten Sekadau harus diimbangi
dengan pengelolaan hutan yang maksimal di catchment area
Sungai Sekadau dan Belitang. Kalau kawasan hulu kedua
sungai ini rusak, maka besarnya curah hujan akan
meningkatkan fluktuasi debit air kedua sungai ini dan
cenderung menimbulkan permasalahan di kawasan tengah
dan hilir kedua DAS dimana saat bulan-bulan basah dengan
curah hujan maksimal akan terjadi luapan banjir dan di bulan-
bulan kering debit air kedua sungai utama ini akan jauh
menurun.
Sekitar 21 % atau seluas 114.325 Ha, merupakan lahan
dengan kemiringan di atas 15 % (sekitar 6% diantaranya
memiliki kemiringan di atas 40%). Kondisi ini tentu saja
merupakan kendala utama dalam pengembangan wilayah di
Kabupaten Sekadau terutama dalam penyediaan infrastruktur
pengembangan perkotaan/perdesaan. Seluruh kawasan
dengan kemiringan di atas 40 % berada di wilayah Sub DAS
Sekadau, sehingga pengembangan wilayah selatan
kabupaten ini harus dilakukan dengan hati-hati melalui
pembatasan-pembatasan pemanfaatan lahan yang
berpotensi menimbulkan degradasi lingkungan.
Jenis tanah di Kabupaten Sekadau sebagian besar (71,8 %)
merupakan tanah Podsolik Merah Kuning (PMK). Kendala
pengembangan lahan Podzolik Merah Kuning beriklim basah
dengan topograsi bergelombang cukup kompleks. Kesalahan
KLHS
1
dalam pengelolaan merupakan penyebab degradasi lahan
yang mendasar.
Perusakan Alam oleh
Penambangan Emas Tanpa
Ijin
Kerusakan lingkungan menjadi ancaman baru bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas penambangan
tanpa izin (PETI) disejumlah kawasan di Kabupaten Sekadau,
terutama tersebar di Kecamatan Belitang Hilir (Sungai Ayak
dan sekitarnya) dan Kecamatan Belitang. Aktifitas Untuk
menghindari kerusakan lingkungan akibat bahan kimia yang
dipakai oleh para penambang, maka penertiban PETI menjadi
pilihan terbaik. Namun saat ini proses penertiban ini berjalan
tersendat-sendat, karena para penambang seringkali
melawan saat ditertibkan.
Penerapan aturan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat)
perlu di pikirkan agar bisa membantu pemerintah daerah
memberikan solusi. Pada zonasi yang tidak boleh ada
penambangan liar, maka pemerintah kabupaten harus berani
melakukan penertiban meskipun terkadang mendapat
perlawanan dari warga. Penggunaan merkuri secara bebas
dalam proses penambangan emas ini berdampak buruk bagi
lingkungan sekitar terutama anak-anak sungai yang di aliri
sebagai tempat sumber kehidupan manusia.
Pengaruh dari menyebarnya mercuri dan sianida secara
sembarangan di lingkungan memang masih belum dirasakan.
Namun pengaruh dari pencemaran lingkungan ini bisa
dirasakan dalam jangka beberapa tahun ke depan, sebagai
akumulasi dari dampak pencemaran lingkungan yang terjadi.
Isue Terkait
Pemanfaatan Ruang
Alih Fungsi Hutan dan
Semakin Meluasnya Lahan
Kritis
Pola penggunaan lahan yang terjadi saat ini menunjukkan
bahwa luas hutan yang ada di Kabupaten Sekadau hanya
mencapai 12,1 % dari luas kabupaten. Kenyataan ini sangat
memprihatinkan mengingat Kabupaten Sekadau mencakup 2
wilayah Sub DAS yaitu Sub DAS Belitang dan Sub DAS
Sekadau dimana 30 % dari luas masing-masing sub DAS
tersebut yang merupakan bagian hulu kedua sungai harusnya
dipertahankan sebagai kawasan hutan yang berfungsi
sebagai catchment area kedua sungai untuk menjamin
kelestarian dan kestabilan ekologis kedua sub DAS tersebut
(sesuai amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, pasal 17:5).
Bila dikaji lebih dalam, wilayah DAS Sekadau yang luasnya
sekitar 280.798 Ha memiliki hutan sekitar 44.900 Ha atau
sekitar 15 % dari luas DAS Sekadau. Dari luasan itu sebagian
besar kawasan hutan yang masih tersisa justru berada di
Kecamatan Sekadau Hilir dan Sekadau Hulu, bukan di daerah
perhuluan Sungai Sekadau (Nanga Taman dan Nanga
Mahap) yang hutannya hanya sekitar 3.800 Ha saja.
KLHS
1
Dari data dan informasi penggunaan lahan ini dapat
disimpulkan bahwa kondisi lingkungan DAS Sekadau maupun
DAS Belitang sudah dalam taraf memprihatinkan, apalagi bila
dikaitkan dengan pesatnya perkembangan perkebunan
kelapa sawit di seluruh bagian wilayah Kabupaten Sekadau.
Bila dilihat perkembangannya selama 5 tahun terakhir, terjadi
pergeseran pola penggunaan lahan yang cukup berarti di
wilayah Kabupaten Sekadau, terutama berkurangnya lahan-
lahan hutan seiring dengan meningkatnya kawasan semak
belukar dan lahan kering hampir di seluruh wilayah
kecamatan. Kawasan hutan baik hutan rakyat maupun hutan
negara telah berkurang sekitar 24.000 Ha selama 5 tahun
terakhir. Pengurangan l;uas hutan ini lebih banyak terjadi
pada hutan rakyat yaitu berkurang sekitar 20.000 Ha. Secara
umum, pengurangan areal hutan banyak terjadi di Kecamatan
Belitang Hilir dan Kecamatan Nanga Taman.
Sementara itu, seiring dengan berkurangnya areal hutan,
kawasan semak, alang-alang dan lahan kering yang terlantar
makin meluas. Selama 5 tahun terakhir lahan-lahan ini telah
bertambah hampir 40.000 Ha. Menariknya bila diteliti lebih
dalam, pertambahan lahan kritis ini ternyata paling parah
terjadi di Kecamatan Nanga Mahap yang notabene menjadi
hulu DAS Sekadau. Di kecamatan ini, lahan kering terlantar ini
telah bertambah sekitar 71.000 Ha. Sementara di Kecamatan
Nanga Taman lahan tidur justru berkurang signifikan yaitu
sekitar 28.000 Ha, demikian pula di Kecamatan Belitang Hulu,
lahan ini berhasil dikurangi sebanyak 10.000 Ha lebih.
Lahan kering terlantar ini juga bertambah luas di Kecamatan
Sekadau Hilir sekitar 5.000 Ha serta di beberapa kecamatan
lain dengan perluasan lebih dari 1000 Ha.
Isue Terkait Masalah
Sosial-Budaya
Ketimpangan Penyebaran
Penduduk
Penyebaran penduduk kurang merata, masih terkonsentrasi
pada kecamatan-kecamatan yang merupakan pusat-pusat
permukiman utama. Penyebaran penduduk perkecamatan
seperti diperlihatkan pada Tabel 4 menunjukkan terjadinya
ketimpangan wilayah (disparitas). Ketidakseimbangan
pertumbuhan (imbalance growth) atau ketimpangan (disparity)
antar wilayah di Kabupaten Sekadau terutama ditunjukkan
oleh ketimpangan penyebaran penduduk antara daerah hilir
dan hulu DAS Sekadau maupun DAS Belitang. Penduduk
banyak terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan yang berada
di hilir DAS kedua sungai tersebut sementara di kecamatan-
kecamatan yang berada di hulu DAS cenderung lebih sedikit.
Ketimpangan juga terjadi antara penduduk di bagian utara
aliran Sungai Kapuas dengan bagian selatan. Penduduk di
selatan cenderung lebih banyak dibandingkan penduduk di
KLHS
1
utara. Hal ini terkait erat dengan penyediaan infrastruktur
yang juga sangat timpang antara utara dan selatan.
Dilihat dari kepadatan penduduknya, wilayah Kabupaten
Sekadau merupakan daerah yang mempunyai kepadatan
penduduk rendah dengan 32,7 orang/km2. Rendahnya
kepadatan penduduk ini membuat perkembangan wilayah
Kabupaten Sekadau juga cukup rendah. Kepadatan penduduk
ini juga menunjukkan pola disparitas seperti yang dijelaskan di
atas. Penduduk dengan kepadatan tinggi banyak terjadi di
kecamatan yang dilalui Sungai Kapuas (hilir DAS Sekadau
dan Belitang) sedangkan kecamatan-kecamatan di hulu kedua
DAS tersebut cenderung lebih rendah.
Dampak Sosial
Pengembangan Perkebunan
Kelapa Sawit
Dampak sosial dari perkebunan kelapa sawit baru mulai
dipahami beberapa tahun terakhir. Meskipun tidak diragukan
lagi bahwa perkebunan kelapa sawit menyediakan
kesempatan kerja yang besar, ada keraguan mengenai
keadilan dari sistem yang ada, yang sepertinya kadang kala
menjadikan para pemilik perkebunan kecil dalam kondisi yang
mirip dengan perbudakan.
Kelangkaan kayu beberapa tahun terakhir, membuat
penduduk Kabupaten Sekadau saat ini hanya memiliki
beberapa pilihan untuk mengatasi perekonomian. Perkebunan
kelapa sawit sepertinya menjadi alternatif terbaik bagi
masyarakat yang mengandalkan hidupnya dari menanam
karet, menanam padi, dan menanam buah-buahan. Saat
sebuah perusahaan pertanian besar masuk ke suatu daerah,
beberapa anggota masyarakat kebanyakan sangat tertarik
untuk menjadi bagian dari perkebunan kelapa sawit. Karena
mereka tak memiliki kepemilikan legal atas tanah mereka,
kesepakatan biasanya dibuat sehingga mereka memiliki 2-3
hektar lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Mereka
biasanya meminjam 25 – 30 juta rupiah (dengan bunga 30
persen per tahun) dari perusahaan induknya untuk biaya bibit,
pupuk, dan kelengkapan lain. Karena kelapa sawit
membutuhkan sekitar 7 tahun untuk berbuah, mereka bekerja
seperti buruh dengan bayaran maksimal 25.000 rupiah per
hari di perkebunan besar. Sementara lahan mereka belum
menghasilkan namun membutuhkan pupuk dan pestisida, yang
dibeli dari perusahaan kelapa sawit. Saat perkebunan
mereka mulai berproduksi, pendapatan umum untuk lahan
seluas 2 hektar adalah 500.000 rupiah sampai 1 juta rupiah
per bulan. Rendahnya pendapatan digabung dengan
tingginya modal yang dibutuhkan dan tingginya bunga
pinjaman tampaknya akan membuat para pemilik kecil ini
tetap terus-menerus berhutang pada perusahaan kelapa
sawit.
KLHS
1
Hutang ini, ditambah dengan total ketergantungan pada
perusahaan yang tidak bisa mereka percaya, mempunyai
dampak psikologis pada masyarakat. Karena tidak ada jalan
untuk melawan tindakan perusahaan, konflik pun muncul di
dalam masyarakat, terutama bila sebagian besar masyarakat
melawan perusahaan tersebut. Survei yang pernah dilakukan
di wilayah Kalimantan Barat secara umum menunjukkan
bahwa masyarakat di daerah Kalimantan Barat sangat
prihatin dengan munculnya banjir setelah diberdirikannya
perkebunan-perkebunan kelapa sawit. Mereka juga khawatir
akan kehilangan budaya dan hasil-hasil hutan. Beberapa
generasi tua masyarakat tidak menyetujui wanita dan anak-
anak bekerja di perkebunan. Penanaman kelapa sawit juga
membuat penduduk lokal lebih tergantung pada perusahaan
besar karena mereka tidak lagi menanam makanan mereka
sendiri. Sementara, perusahaan kelapa sawit meraup
keuntungan besar. Beberapa perusahaan di Kalimantan Barat
akan mendapatkan 26 persen tingkat pengembalian modal
per tahunnya selama 25 tahun.
Isue Terkait Masalah
Ekonomi dan
Prasarana Wilayah
Ekonomi Biaya Tinggi di
Pedalaman
Keterbatasan infrastruktur wilayah terutama prasarana dan
sarana transportasi darat terutama pada wilayah utara, dan
selatan (pedalaman) dapat meningkatkan harga-harga
komoditi unggulan dari wilayah tersebut sehingga kurang
dapat bersaing di pasaran. Pengembangan usaha sektor
sekunder yang produktif akan sangat terhambar. Hal ini akan
berakibat tekanan kuat kepada perekonomian masyarakat
sehinggi memilih alternatif usaha yang cenderung ilegal
seperti penebangan hutan secara ilegar dan pertambangan
emas tanpa ijin. Kondisi ini didukung pula oleh kenyataan
bahwa sub sektor kehutanan mengalami penurunan dari tahun
ke tahun. Dimulai pada tahun 2005, sub sektor kehutanan
mengalami laju pertumbuhan yang negatif. Tahun 2005
pertumbuhan sub sektor kehutanan sebesar minus 15,89
persen, dan kini pertumbuhannya sebesar minus 7,24 persen.
Kondisi tersebut diiringi dengan peranannya yang terus
menurun dari tahun ke tahun. Jika tahun 2005 peranannya
mencapai 2,65 persen, maka tahun 2007 peranannya menjadi
2,23 persen dan tahun 2008 menurun menjadi 1,97 persen.
Kelangkaan kayu di pasaran memicu harga kayu melambung
tinggi dan hal ini cenderung memicu keinginan masyarakat
untuk melakukan penebangan hutan secara ilegal.
Penurunan Peranan
Transportasi Sungai Akibat
Fluktuasi Air Sungai Tinggi
Sistem transportasi Sungai Kapuas, Sungai Sekadau dan
Sungai Belitang terus mengalami penurunan baik peranan
maupun kualitas pelayanan sistem transportasi yang menjadi
urat nadi penting di masa silam itu. Penurunan pernanan sistem
transportasi sungai ini lebih banyak diakibatkan oleh kondisi
debit sungai yang sangat fluktuatif dan sangat tidak menentu
KLHS
1
dan sangat tergantung pada perubahan cuaca serta kondisi
alam di hulu sungai. Sementara itu, perkembangan sistem
transportasi jalan raya yang sebagian besar paralel dengan
jalur-jalur pelayaran sungai ini turut menjadi andil besar
dalam penurunan peranan transportasi sungai ini. Kondisi ini
juga diperparah dengan kurangnya perhatian pemerintah
dalam mengembangkan sistem transportasi sungai terutama
bila disadari bahwa masih banyak sekali bagian wilayah
Kabupaten Sekadau yang masih sulit dijangkau oleh sistem
transportasi darat.
Krisis Energi ditengah
Potensi Tenaga Air Yang
Tinggi
Seperti halnya Kalimantan Barat secara umum, bahkan untuk
cakupan wilayah Indonesia, Kabupaten Sekadau juga
mengalami krisis energi terutama energi listrik. Tidak ada
peningkatan signifikan kapasitas terpasang di seluruh PLTD
yang terpasang di kecamatan-kecamatan di wilayah
Kabupaten Sekadau. Jumlah pelanggan PLN Kabupaten
Sekadau saat ini adalah sebanyak 10.847 pelanggan,
terbanyak berada dii Kecamatan Sekadau Hilir yaitu
sebanyak 4.960 pelanggan (52%). Apabila dilihat dari
golongan pelanggannya maka golongan yang paling banyak
menjadi pelanggan PLN adalah golongan rumahtangga
(77,65%) dan golongan industri (12,17%). Bila diasumsikan
satu pelanggan mewakili 5 orang, maka penduduk yang
terlayani listrik PLN baru mencapai 32.729 atau sekitar
18,38 % dari jumlah penduduk Kabupaten Sekadau. Angka
pelayanan ini sangatlah rendah, sehingga perlu dipikirkan
untuk mencari sumber-sumber listrik alternatif dikaitkan
dengan besarnya potensi tenaga air di beberapa kawasan
hulu Sungai Sekadau.
Krisis Air Bersih ditengah
Air Sungai Yang Melimpah
dan Curah Hujan Tinggi
Permasalahan penting dalam kaitannya dengan pelayanan
infrastruktur wilayah Kabupaten Sekadau adalah kurangnya
pelayanan PDAM kepada masyarakat Kabupaten Sekadau.
PDAM Sekadau sampai saat ini baru mampu melayani sekitar
8.125 penduduk kabupaten atau sekitar 4,5 % saja.
Disamping itu masih ada 4 kecamatan lagi (dari 7 kecamatan
yang ada di Kabupaten Sekadau) yang belum memiliki
instalasi pengolahan air bersih, yaitu Kecamatan Belitang Hilir,
Belitang, Belitang Hulu dan Nanga Mahap., padahal sumber
air dari aliran Sungai Belitang dan Sungai Sekadau cukup
melimpah, bila kualitas lingkungan kawasan hulu kedua sungai
ini terjaga.
Degradasi lingkungan dan menurunnya luas kawasan hutan di
hulu kedua sungai penting itu membuat terganggunya fungsi
perhuluan sebagai ‘catchment area’. Akibatnya, di musim
hujan air yang terserap makin sedikit dan mingkat debit run
off membuat air yang mengalir ke sungai sangat melimpah
KLHS
1
dan menimbulkan banjir di permukiman di sepanjang
alirannya. Sebaliknya di saat curah hujan rendah (kemarau)
debit air sungai jauh menurun sehingga menimbulkan masalah
kekurangan air baku bagi intake-intake PDAM yang ada.
KAJIAN PENGARUH KRP RTRW TERHADAP
ISU-ISU STRATEGIS
Metode pengkajian dilakukan melalui kombinasi antara
perencanaan teknis (technical planning) dan perencanaan
parsitipatif (parsitipative planning) dengan melibatkan
stakeholder yang terdiri dari instansi terkait di lingkungan
pemerintah kabupaten, perwakilan akademisi, perwakilan
dunia usaha, perwakilan masyarakat, dan anggota legislatif.
Pengkajian dilakukan dengan membuat matrik pengaruh KRP
terhadap isu-isu pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan matrik pengaruh yang disajikan pada Tabel 1,
apabila dikaji dari aspek KRP maka dapat disimpulkan
bahwa sebagian rencana dan program dalam rancangan
RTRW Kabupaten Sekadau memberikan dampak yang
dominan positif baglitang. Rencana pengembangan kawasan
hutan produksi di hulu Sungai Belitang sebaiknya dilaksanakan
dengan dibarengi usaha penghutanan kembali kawasan-
kawasan yang saat ini memang sudah tidak berhutan lagi.
Pengembangan kawasan perkebunan dan pertanian lahan
kering harus dikendalikan agar tidak mengkonversi kawasan
hutan.
Isue lingkungan yang perlu mendapat perhatian adalah isu
alih fungsi hutan dan meluasnya lahan-lahan kritis, terutama
dikaitkan dengan program pengembangan kawasan
budidaya pertanian lahan kering, perkebunan dan
pertambangan.
Adapun rencana dan program yang dikhawatirkan banyak
memberikan banyak dampak negatif terhadap isu-isu
strategis yang yang berkaitan dengan lingkungan adalah
pengembangan kawasan budidaya perkebunan kelapa sawit
dan pengembangan kawasan budidaya pertambangan
mineral. Rencana pengembangan kedua budidaya ini harus
dilaksanakan dengan hati-hati dan selalu diawali dengan
studi AMDAL yang ketat.
Analisa pengaruh KRP terhadap isu-isu strategis dapat dilihat
pada matrik berikut:
Rencana
Program
ISU - ISU STRATEGIS
Frekwensi Pengaruh
Positif
Frekuensi Pengaruh
Negatif
Sun
ga
i Seka
da
u
Da
n Belit
ang
Seb
aga
i Sum
ber
Air
Tera
nca
m
Pote
nsi
Peng
em
ba
nga
n
Pert
ani
an
Ting
gi
Lua
s W
ilaya
h
Sang
at
Terb
ata
s
Tutu
pa
n H
uta
n d
i
Hul
u Sun
ga
i Belit
ang
Sa
ngat
Min
im
Ra
wa
n Er
osi
da
n
Deg
rada
si
Ling
kung
an
di H
ulu
Sun
ga
i Seka
da
u
Peru
saka
n A
lam
ole
h
Pena
mb
ang
an
Emas
Tanp
a Ijin
Alih
Fung
si H
uta
n
da
n Sem
aki
n
Melu
asn
ya
La
han
Kri
tis
Ketim
pa
nga
n
Peny
eb
ara
n
Pend
uduk
Da
mp
ak
Sosia
l
Peng
em
ba
nga
n
Perk
eb
unan
Kela
pa
Sa
wit
Ekono
mi Bia
ya
Tin
gg
i
di Ped
ala
ma
n
Penur
una
n Pera
nan
Tra
nsp
ort
asi S
unga
i
Aki
ba
t Fl
uktu
asi
Air
Sun
ga
i Ti
ngg
i
Kri
sis
Energ
i
diteng
ah
Pote
nsi
Tena
ga A
ir Y
ang
Ting
gi
Kri
sis
Air
Bers
ih
diteng
ah
Air S
unga
i
Ya
ng M
elim
pa
h da
n
Cur
ah
Huj
an
Ting
gi
Struktur Ruang Wilayah
Penetapan Pusat-Pusat Kegiatan
+
+ + + +
5 0
Pengembangan Jaringan Jalan Strategis Kabupaten dan Jalan Lokal Primer
+ +
+ + +
5 0
Pengembangan PLTA di Terappugan, Meragun Kecamatan Nanga Taman dan Air Terjun Sosah Kain Desa Tembaga Kecamatan Nanga Mahap, dan pengembangan PLTMH di pedesaan
-
+
+ + +
+ + 6 1
Pengembangan Sumberdaya Air dalam bentuk engembangan daerah-daerah irigasi
+ + +
+ +
5 0
Pengembangan Jaringan Pelayanan Air Minum di seluruh pusat-pusat kegiatan (PKWp, PKL, PPK, PPL)
+
+ 2 0
Pola Ruang
Penetapan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi serta resapan air + + -
+ + + - + + + 8 2
Penetapan Sempadan Sungai dan Sekitar Mata Air
+ +
+
+ 4 0
Pengembangan kawasan hutan produksi +
+ + + + + + + 8 0
Pengembangan areal (ekstensifikasi) di Kecamatan Belitang Hulu dan Nanga Belitang; dan intensifikasi sentra-sentra produksi padi di Kecamatan Sekadau Hilir, Sekadau Hulu, Nanga Taman, dan Nanga Mahap
+ +
+ + +
5 0
Kawasan pertanian lahan kering dan hortikultura ke semua kecamatan
+ +
- - + +
4 2
Pengembangan kawasan perkebunan karet di seluruh kecamatan dengan prioritas utama di Kecamatan Nanga Taman, Nanga Mahap, Sekadau Hilir, Belitang Hulu dan Belitang Hilir
+ -
+ - +
3 2
KLHS
1
Pengembangan kawasan perkebunan kelapa sawit diprioritaskan pengembangannya di Kecamatan Sekadau Hulu, Sekadau Hilir bagian Timur, Nanga Belitang dan Kecamatan Belitang Hulu bagian timur sampai ke perbatasan dengan Kabupaten Sintang serta Kecamatan Belitang Hilir bagian selatan dan timur
- +
-
- + - + 3 4
Pengembangan peruntukan pertambangan mineral dan batubara di Kecamatan Nanga Taman, Sekadau Hilir, Belitang Hilir dan Belitang Hulu
- -
+ - + 2 3
Kawasan peruntukan industri menengah di Kota Sekadau, Sungai Ayak dan Nanga Taman
- + + + + - 4 2
Pengembangan kawasan pariwisata budaya dan pariwisata alam + + + 3 0
Pengendalian perkembangan permukiman penduduk di Kawasan Lindung
+ + + + 4 0
Pengembangan Kawasan Strategis
Kawasan strategis koridor arteri primer Sanggau – Sekadau – Sintang - - 0 2
Kawasan strategis percepatan pembangunan wilayah utara dari wilayah utara Kecamatan Belitang Hilir hingga ke perbatasan dengan Kecamatan Ketungau Hulu
- + + + + + + - 6 2
Kawasan strategis pelestarian lingkungan Hulu Sungai Sekadau di Kecamatan Nanga Taman dan Nanga Mahap
+ + + + + + + + 7 0
Kawasan strategis penguatan swasembada pangan yaitu kawasan sepanjang tepian Sungai Belitang bagian hilir
+ + - + + + + 6 0
Frekuensi Dampak + 7 11 8 2 6 5 5 8 12 13 4 4 6
Frekuensi Dampak -
3 2 3 2 1 0 4 1 1 2 0 1 1
REKOMENDASI ALTERNATIF
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Berdasarkan penilaian di atas, beberapa kebijakan, rencana dan
program utama yang tertuang dan ditetapkan di dalam RTRW
Kabupaten Sekadau Tahun 2011-2031 masih memiliki potensi
berdampak negatif terhadap beberapa isue lingkungan strategis
di masa mendatang, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan
catatan-catatan dalam implementasi KRP tersebut. Berikut ini
adalah alternatif kebijakan yang perlu dipertimbangkan untuk
menekan dampak negatif KRP terhadap lingkungan agar
pembangunan yang sustainable seperti yang ditegaskan dalam
tujuan penataan truang Kabupaten Sekadau dapat dicapai.
1. Kebijakan dan rencana pengembangan perkebunan terutama
perkebunan kelapa sawit sebaiknya dilakukan dengan lebih
berhati-hati terutama pengembangannnya di kawasan-
kawasan yang masuk dalam wilayah hulu sub DAS baik sub
DAS Belitang maupun sub DAS Sekadau. Bahkan untuk wilayah
hulu Sungai Sekadau yang mencakup Kecamatan Nanga
Mahap dan Nanga Taman, sebaiknya pengembangan
perkebunan kelapa sawit sama sekali tidak dilakukan,
mengingat dari struktur tanah dan faktor-faktor fisik lahan
lainnya, kawasan ini sangat rentan terhadap pengembangan
komoditas perkebunan yang sifatnya monokultur dan rakus air
seperti kelapa sawit.
2. Kebijakan pengembangan kawasan pertambangan sebaiknya
lebih diperjelas dan dirinci melalui arahan pengendalian
pemanfaatan ruang yang jelas dan tegas sehingga dapat
diminimalkan timbulnya usaha-usaha pertambangan ilegal
maupun pertambangan di kawasan-kawasan hutan dan
kawasan-kawasan dengan potensi tinggi bagi pengembangan
pertanian tanaman pangan. Hal ini penting mengingat salah
satu isue penting lingkungan Kabupaten Sekadau adalah
terbatasnya lahan yang dapat dibudidayakan. Disamping itu,
belum ada kebijakan yang jelas mengenai pengelolaan dan
penanganan kawasan-kawasan pertambangan emas tanpa ijin
yang semakin hari semakin marak. Dan yang lebih penting lagi,
belum ada kebijakan yang langsung mengarah pada
mekanisme reklamasi kawasan-kawasan eks PETI yang cukup
luas di beberapa kecamatan, padahal, sekali lagi, lahan
Kabupaten Sekadau sangat terbatas.
3. Pengembangan kawasan hutan produksi di Belitang Hulu
sebaiknya bukan hanya distujukan untuk m,emanfaatkan
kawasan-kawasan hutan yang ada saat ini, tetapi juga
dibarengi dengan kebijakan dan program-program
penanaman kembali hutan-hutan produksi yang kenyataannya
saat ini sudah tidak berhutan lagi, dan sedapat mungkin
dicegah terjadinya alih fungsi kawasan hutan menjadi kawasan
pertanian atau perkebunan. Hal ini penting mengingat hulu
Sungai Belitang masih membutuhkan tambahan catchment area
agar fluktuasi air Sungai Belitang kembali stabil dan fungsinya
KLHS
1
sebagai sumberdaya air bagi Kabupaten Sekadau bagian
utara dapat dikembalikan.
Kebijakan-kebijakan dan rencana yang masih memiliki potensi
dampak negatif terhadap minimal satu issue lingkungan strategis,
dalam tingkat implementasinya harus didahului dengan studi
AMDAL sehingga dapat dipastikan dalam pelaksanaannya tidak
terjadi tekanan-tekanan yang menyebabkan degradasi dan
kerusakan lingkungan.