klasifikasi elastisitas dan peran rerata upah minimum

105
KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM PROVINSI TERHADAP KONSUMSI ROKOK (STUDI KASUS: 2002 – 2018) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) Oleh: Bagus Pamuncak Negoro NIM. 11150840000032 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH

MINIMUM PROVINSI TERHADAP KONSUMSI ROKOK

(STUDI KASUS: 2002 – 2018)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.)

Oleh:

Bagus Pamuncak Negoro

NIM. 11150840000032

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2020 M

Page 2: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Page 3: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari Kamis, tanggal 9 Mei 2019 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama

mahasiswa:

1. Nama : Bagus Pamuncak Negoro

2. NIM : 11150840000032

3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Klasifikasi Elastisitas dan Peran Rerata Upah Minimum

Provinsi terhadap Konsumsi Rokok (Studi Kasus: 2002 –

2018)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang

bersangkutan selama proses uji komprehensif maka diputuskan bahwa mahasiswa

tersebut di atas dinyatakan β€œLULUS” dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke

tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (UIN) Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah.

Jakarta, 9 Mei 2019

1. Dr. Muhammad Hartana Iswandi Putra, M.Si.

NIP. 196806052008011023 (.................................)

Penguji

2. Dr. Pheni Chalid, M.A.

NIP. 195605052000121001 (.................................)

Penguji

Page 4: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Bagus Pamuncak Negoro

NIM : 11150840000032

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Ekonomi Pembangunan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya:

1. Tidak menggunakan ide pihak lain tanpa mampu mengembangkan

dan mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah pihak lain tanpa

menyebutkan sumber asli ataupun tanpa izin pemilik karya.

3. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data.

4. Proses pengerjaan dilakukan sendiri dan turut bertanggung jawab atas

segala hal yang berkenaan dengan karya terkait.

Jika di kemudian hari terdapat tuntutan atas karya saya dan telah terbukti

ditemukan pelanggaran pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenakan sanksi

dan melalui proses hukum yang berlaku di Fakultas Ekonomi & Bisnis (UIN)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 4 April 2020

Bagus Pamuncak Negoro

NIM. 11150840000032

Page 5: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

iv

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI

Page 6: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi

1. Nama Lengkap : Bagus Pamuncak Negoro

2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 24 September 1997

3. Alamat : Jl. Tanah Sereal XII, RT 08, RW 11, No. 42

Tanah Sereal, Tambora, Jakarta Barat.

4. Telepon : 0821-1102-0325

5. Email : [email protected]

[email protected]

B. Pendidikan Formal

1. SDN Keagungan 01 Pagi Tahun 2003 – 2009

2. SMPN 72 Jakarta Tahun 2009 – 2012

3. SMAN 2 Jakarta Tahun 2012 – 2015

4. UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2015 – 2020

C. Pengalaman Organisasi

1. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, 2015 – 2017.

2. Komunitas Investor Saham Pemula, 2016/2017.

3. Generasi Baru Indonesia UIN Syarif Hidayatullah, 2018/2019.

D. Pengalaman Profesional

1. Analis Media; Bidang Monitoring dan Analisis Media, Asisten Deputi

Hubungan Masyarakat, Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan

Kemasyarakatan, Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 14

Januari – 26 April 2019.

2. Asisten Peneliti; Wadah Pemikir, Center for Indonesian Policy Studies

(CIPS), Agustus – Oktober 2019.

3. Notulis; Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS), Bank

Indonesia, November 2019.

Page 7: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

vi

ABSTRACT

Cigarettes are a very important commodity for the economic life of the Indonesian

people. Contrary, problems related to health are things that need to be addressed.

Government through excise duty instrument seeks to reduce consumers prevalence

by indirectly intervening in price. This study aims to assess the effectiveness of the

cigarette price affected by excise, on the percentage of cigarette consumers. The

author uses two analytical tools which are elasticity and regression. Elasticity is

used as a classifier of cigarette commodity and an effort to see the spectrum of the

elasticity coefficient. Regression is used as a predictor, how far the average

provincial minimum wage influences cigarette consumption decision. The results

show that cigarette is in the inelastic spectrum which explains that the increase in

price is not strong enough to reduce cigarette consumers, both men and women.

While the regression analysis tool shows that the provincial minimum wage

contributes but not heavily impactful to cigarette consumption.

Keywords: Cigarette Prices, Percentage of Consumers, Provincial Minimum Wage

(UMP), Elasticity Classification, Unintended Consequences.

Page 8: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

vii

ABSTRAK

Rokok adalah komoditas yang sangat penting bagi kehidupan ekonomi masyarakat

Indonesia. Namun di sisi lain, masalah yang berkaitan dengan kesehatan menjadi

hal yang perlu diperhatikan. Pemerintah melalui instrumen cukai, berusaha untuk

mengendalikan prevalensi rokok dengan secara tidak langsung melakukan

intervensi harga. Penelitian ini bertujuan menilai seberapa jauh efektivitas harga

rokok yang dipengaruhi cukai, terhadap persentase konsumen rokok. Penulis

menggunakan dua buah alat analisis yakni elastisitas dan regresi. Elastisitas

digunakan sebagai klasifikator atas komoditas rokok serta upaya untuk melihat

spektrum koefisien yang dihasilkan. Regresi digunakan sebagai alat prediksi

seberapa jauh rerata upah minimum provinsi berpengaruh atas keputusan konsumsi

rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rokok berada pada spektrum inelastis

yang menjelaskan bahwa kenaikan harga tidak cukup kuat memengaruhi persentase

konsumen rokok, baik laki-laki dan perempuan dewasa. Sedangkan alat analisis

regresi menilai bahwa rerata upah minimum provinsi berkontribusi namun tidak

berdampak terlalu besar terhadap konsumsi rokok.

Kata Kunci: Harga Rokok, Persentase Konsumen, Upah Minimum Provinsi

(UMP), Klasifikasi Elastisitas, Unintended Consequences.

Page 9: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Tuhan YME karena telah melimpahkan segala daya upaya

sehingga membuat Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul β€œKlasifikasi

Elastisitas dan Peran Rerata Upah Minimum Provinsi terhadap Konsumsi

Rokok (Studi Kasus: 2002 – 2018)” dengan baik. Penulis juga turut mengucapkan

terima kasih atas segala kondisi dan keadaan yang telah memungkinkan tercapainya

penyelesaian tugas akhir.

Skripsi ini ditujukan sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di

(UIN) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penulis merasa sangat

terbantu dengan keberadaan pihak-pihak yang telah mendukung melalui bermacam

cara. Sebagai ucapan terima kasih, Penulis ingin sedikit memberikan ungkapan rasa

sukacita kepada;

1. Orang tua Penulis, Bapak Prakoso dan Ibu Royani yang selalu mendampingi

Penulis dengan doa dan harapan yang tidak pernah putus. Jiwo dan Paman

yang juga menjadi alasan bagi Penulis untuk terus berpacu dengan waktu.

2. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA, BKP., QIA selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah.

3. Bapak Dr. M. Hartana I. Putra, M.Si selaku Ketua Program Studi dan Bapak

Deni Pandu Nugraha, SE., M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah.

4. Bapak Sofyan Rizal, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu

Penulis perihal arahan dan saran dalam penyusunan skripsi. Semoga Bapak

selalu diberkahi dengan kebahagiaan.

5. Bapak Drs. Rusdianto, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah mendorong Penulis untuk selalu memiliki target tiap semester sebagai

pengingat agar terus mengalami eskalasi.

6. Seluruh jajaran dosen yang telah memberikan bibit berkualitas bagi Penulis

dalam bentuk ilmu yang tak tergantikan, juga sebagai teman diskusi. Jajaran

staf dan karyawan yang telah melayani Penulis perihal kebutuhan birokrasi

administrasi akademis.

Page 10: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

ix

7. Superstar Family yang telah menemani Penulis dan turut mengisi kehidupan

kampus dengan cerita, diskusi, serta kesenangan yang tidak terbatas. Terima

kasih telah membuat kampus seperti rumah yang sangat nyaman ditempati.

8. Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) Aksara 012 yang telah memberi hal

menarik berupa pengalaman tanpa dua. Satu bulan tidak terlalu lama, namun

tidak juga terlalu singkat. Terima kasih telah menerima dan mengajarkan.

9. SEPERGEMBELAN; Harits, Apeb, dan Iim yang selalu menjadi keluarga

kecil meski temporer. Semoga lekas mencapai segala hal yang telah kalian

impikan.

10. Organisasi dalam dan luar kampus yang telah membentuk Penulis menjadi

pribadi matang. Penulis sangat menghargai kesempatan berproses dan maju

bersama. Setiap tekanan adalah peluang untuk mempertajam diri.

11. Entitas dan institusi yang telah memberikan pelajaran berharga luar kampus

melalui pengalaman profesional. Begitu banyak aspek yang Penulis rasa,

sangat menarik untuk dipelajari. Penulis berjanji tidak akan pernah berhenti

mengasah dan memberi makan hasrat ingin tahu.

12. West Coast: Bang Lanu dan Bang Sambas sebagai guru yang memberikan

begitu banyak ilmu hidup melampaui tembok kelas.

13. Seluruh teman-teman Ekonomi Pembangunan 15 sebagai pencipta atmosfer

dan kultur kampus yang paling membuat sejuk.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak ruang

untuk pengembangan. Kesalahan, miskonsepsi, dan alur yang berpikir yang curam

adalah murni kesalahan karena keterbatasan ilmu dan pengalaman pribadi Penulis.

Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan saran, kritik, dan komunikasi semata

untuk mencapai hasil yang lebih sempurna.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, April 2020

Bagus Pamuncak Negoro

Page 11: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..............................................................i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI ....................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v

ABSTRACT .............................................................................................................. vi

ABSTRAK .............................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiii

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 7

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................................................. 7

D. Sistematika Penulisan............................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 10

A. Alfred Marshall dan Kontribusi Ekonomi ............................................................ 10

B. Kebutuhan Manusia (Needs) ................................................................................ 14

C. Nilai Guna (Utilitas) ............................................................................................. 15

D. Teori Elastisitas .................................................................................................... 18

1. Elastisitas Permintaan ....................................................................................... 19

2. Elastisitas Penawaran ........................................................................................ 22

E. Komoditas Rokok dan Hal-Hal yang Melingkupi ................................................ 23

1. Tembakau .......................................................................................................... 23

2. Prevalensi Budaya Merokok ............................................................................. 27

3. Perusahaan Rokok Tanah Air ........................................................................... 28

4. Perihal Cukai ..................................................................................................... 30

F. Dikotomi Jenis Kelamin ....................................................................................... 32

G. Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 34

Page 12: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

xi

H. Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 39

I. Hubungan Antar Variabel .................................................................................... 39

1. Elastisitas .......................................................................................................... 39

2. Regresi .............................................................................................................. 40

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 42

A. Populasi dan Sampel ............................................................................................ 42

B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 43

C. Data & Sumber Data ............................................................................................ 43

1. Data Harga Rerata Rokok ................................................................................. 43

2. Data Konsumen Rokok ..................................................................................... 43

3. Data Rerata Upah Minimum Provinsi ............................................................... 43

D. Instrumen Penelitian............................................................................................. 44

E. Metode Pengumpulan Data .................................................................................. 44

F. Metode Analisis Data ........................................................................................... 44

1. Elastisitas .......................................................................................................... 44

2. Regresi .............................................................................................................. 44

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 45

A. Gambaran Objek Penelitian ................................................................................. 45

B. Temuan Hasil Penelitian ...................................................................................... 49

1. Elastisitas .......................................................................................................... 52

2. Regresi .............................................................................................................. 63

C. Pembahasan .......................................................................................................... 74

BAB V SIMPULAN & SARAN ..................................................................................... 78

A. Simpulan .............................................................................................................. 78

B. Saran..................................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 80

LAMPIRAN..................................................................................................................... 85

Page 13: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

xii

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1. LDMU Konsumsi Mangga.........................................................................16

2.2. Penelitian Pola Konsumsi...........................................................................33

2.3. Penelitian Terdahulu...................................................................................35

4.1. Harga Rokok Retail/20 Batang...................................................................47

4.2. Harga Rokok/20 Batang di Indonesia.........................................................49

4.3. Prevalensi Konsumen Rokok......................................................................50

4.4. Rerata Upah Minimum Provinsi.................................................................51

4.5. Harga Rokok/20 Batang di Indonesia – Ekstrapolasi..................................53

4.6. Prevalensi Konsumen Rokok – Inter & Ekstrapolasi..................................54

4.7. Penyederhanaan Nilai.................................................................................55

4.8. Perubahan/Delta Variabel Harga Rerata Rokok.........................................57

4.9. Perubahan/Delta Variabel Konsumen Rokok.............................................58

4.10. Uji Normalitas Konsumen Laki-Laki.........................................................64

4.11. Uji Normalitas Konsumen Perempuan.......................................................65

4.12. Uji Heteroskedastisitas...............................................................................68

4.13. Uji Autokorelasi.........................................................................................69

4.14. Koefisien Korelasi......................................................................................70

4.15. Uji Autokorelasi Cochrane-Orcutt..............................................................70

4.16. Output Regresi............................................................................................71

4.17. Output Regresi Dummy..............................................................................73

4.17. Nilai Elastisitas Rokok atas Laki-Laki........................................................74

4.18. Nilai Elastisitas Rokok atas Perempuan......................................................75

Page 14: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

xiii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1. Kombinasi Kurva Elastisitas Harga Permintaan.........................................21

2.2. Kerangka Pemikiran...................................................................................39

4.1. Uji Linearitas Konsumen Laki-Laki...........................................................66

4.2. Uji Linearitas Konsumen Perempuan.........................................................67

Page 15: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

xiv

DAFTAR GRAFIK

No. Keterangan Halaman

1.1. Tren Kenaikan Cukai Rokok........................................................................4

1.2. Produksi dan Konsumsi Rokok.....................................................................5

2.1. LDMU Konsumsi Mangga.........................................................................17

2.2. Statistik Luas Areal dan Produksi Tembakau.............................................24

2.3. Volume Ekspor dan Impor Tembakau........................................................24

4.1. Prevalensi Jenis Kelamin Berdasarkan Tipe Tembakau.............................45

4.2. Prevalensi Berdasarkan Tipe Rokok...........................................................46

Page 16: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Data Penelitian Output Regresi...................................................................85

2. Data Penelitian Output Regresi Dummy.....................................................86

Page 17: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia memiliki pola hidup dan tingkah laku yang kompleks. Argumen

terkait dapat terlihat dari perbedaan situasi interaksi manusia waktu demi waktu.

Beberapa aspek yang menjadi prioritas hidup manusia dekade lalu, tentu berbeda

jika mengambil perspektif waktu saat ini. Dinamisme manusia dalam berinteraksi,

berbudaya, dan berkehidupan adalah suatu hal yang mutlak.

Salah satu aspek hidup yang berubah seiring waktu adalah preferensi. Hal-

hal apa saja yang menarik bagi manusia telah bergeser. Dalam aktivitas ekonomi,

sangat terlihat bahwa leisure economy sebagai contoh, cukup menjadi narasi besar

dalam kegitan modern. Term terkait tidak pernah dikenal dan menjadi hal penting

sebelumnya. Sebuah bukti bahwa zaman membawa banyak perubahan.

Leisure economy adalah term yang mengacu pada pergeseran pola konsumsi

dari goods-based consumption ke experience-based consumption. Kondisi serupa

memberi pandangan bahwa terdapat perubahan preferensi yang terjadi antar setiap

zaman. Istilah-istilah ekonomi lain (sharing economy, industry 4.0, dan artificial

intelligence) yang akhir-akhir ini muncul juga menjadi bukti bahwa memang

manusia telah dan akan selalu berubah terkait preferensi. Preferensi menjelaskan

bagaimana seorang konsumen menilai sejumlah barang dan juga jasa, terkait

kecenderungan antara satu dengan yang lain (Anojan & Subaskaran, 2015: 11).

Melalui preferensi dari banyaknya pilihan komoditas yang beredar di pasar,

aktor ekonomi tanpa sadar berkontribusi dalam ekspansi pemahaman. Semakin

terkonsentrasi pilihan atas suatu komoditas, menunjukkan bahwa komoditas terkait

penting bagi kegiatan ekonomi. Sebaliknya, jika preferensi tidak tertuju pada suatu

komoditas, maka dipastikan komoditas berada dalam kluster yang berlainan.

Beragamnya preferensi yang juga dihasilkan dari beragamnya komoditas,

membuat proses klasifikasi akan mudah dilakukan. Klasifikasi berhasil tercipta dari

polarisasi preferensi. Klasifikasi suatu barang dan jasa dapat memberikan gambaran

bagi pelaku ekonomi dalam kegiatan pengambilan keputusan. Ekonomi di sisi lain,

sangat kental dengan term klasifikasi.

Page 18: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

2

Jika ditelaah lebih lanjut, disiplin ilmu ekonomi berkutat dalam proses atas

klasifikasi. Klasifikasi negara berdasarkan pendapatan nasional, klasifikasi sistem

ekonomi, klasifikasi jenis-jenis uang dalam kajian moneter, klasifikasi usaha kecil,

dan sebagainya. Klasifikasi dengan demikian dapat memberikan informasi tertentu

bagi kajian disiplin ilmu ekonomi.

Urgensi klasifikasi sangat fundamental dalam kehidupan. Klasifikasi barang

dan jasa, sangat mampu membantu manusia untuk bersikap adil serta bijak perihal

proses pemilihan yang dilakukan. Masalah utama dalam ekonomi yakni scarcity,

dapat diselesaikan jika pemahaman atas klasifikasi barang dan jasa, renewable atau

inexhaustible, mencapai tingkatan yang menyeluruh (Cuesta, 2013: 14).

Distingsi populer dari klasifikasi yang telah diberikan oleh ilmu ekonomi,

terkait aspek konsumsi, berada pada istilah kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.

Istilah terkait yang dikenal dengan β€œtiga wilayah konsumsi” adalah jenis barang dan

jasa yang memiliki nilai dan derajat mandatory berbeda-beda. Tingkatan perbedaan

dapat dipengaruhi oleh utilitas atau nilai guna objek (barang dan jasa) terhadap

subjek (konsumen).

Teori klasifikasi melalui istilah β€œtiga wilayah konsumsi”, cukup memberi

sedikit gambaran bagaimana manusia menilai komoditas tertentu. Namun terdapat

satu kelemahan jika kita menggunakan term β€œtiga wilayah konsumsi” sebagai alat

untuk mengukur letak wilayah suatu komoditas, bahwa konsep terkait tidak mampu

memberikan argumen valid karena tidak didukung dengan perhitungan matematis.

Andaian mungkin muncul dan karakteristik pun dapat disesuaikan dengan

kategori tertentu. Lagi, bukan perkara mudah bagi komoditas yang tersebar untuk

diklasifikasikan hanya dengan opini serta anggapan tanpa bukti. Komoditas primer,

sekunder, dan tersier bahkan mungkin telah berpindah wilayah karena dinamisme

zaman terus bergerak ke arah tatanan yang lebih kompleks dan abstrak.

Selain ketiga kategori populer (primer, sekunder, tersier), klasifikasi barang

dan jasa lain yang juga penting adalah elastisitas, dicetuskan oleh ekonom Inggris

bernama Alfred Marshall (1842 – 1924). Sebuah teknik dan juga kalkulasi

matematis untuk mengukur sensitivitas perilaku konsumen, atas perubahan pada

variabel lain yang dependen secara langsung, maupun tidak langsung (Anderson et

al., 1997: 1).

Page 19: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

3

Melalui pengukuran elastisitas yang teratur dan sistematis, komoditas akan

mudah diklasifikasikan. Berbeda dengan β€œtiga wilayah konsumsi”, elastisitas turut

serta memberikan metode-metode dan alat hitung yang selalu dapat dibuktikan serta

diuji. Klasifikasi yang didasarkan pada konsep elastisitas, memiliki dasar yang kuat

sebagai faktor penyangga argumen.

Elastisitas memiliki berbagai macam tipe, sedikitnya terdapat lima yakni

elastis sempurna, elastis, uniter, inelastis, dan inelastis sempurna. Kelima tipe dapat

mewakili jenis barang dan jasa yang juga berbeda-beda. Kategori tipe akhir dari

term elastisitas (koefisien) membantu aktor-aktor ekonomi untuk dapat memahami

suatu komoditas dengan dasar empiris serta ilmiah (Trianto, 2017: 24).

Lebih lanjut, dampak yang diperoleh atas proses klasifikasi elastisitas, dapat

turut serta membantu aktor penting dalam aktivitas ekonomi, yaitu pemerintah

sebagai regulator/pemangku kebijakan. Kebijakan teknis yang berkaitan langsung

dengan komoditas yang terdapat di pasar, perlu memperhatikan aspek elastisitas

karena sifatnya yang akan menyentuh langsung aktivitas tiap-tiap aktor ekonomi.

Salah satu regulasi yang belakangan terjadi terkait dengan suatu komoditas

adalah kenaikan cukai sebagai faktor utama pembentuk harga rokok. Pemerintah

melalui Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani berencana untuk menyesuaikan tarif

cukai tembakau sebesar 23% yang telah ditetapkan pada tahun 2020 (Kementerian

Keuangan, 2019). Alasan dari kenaikan adalah demi mengurangi konsumsi.

Perbedaan opini dialami hampir di segala kalangan, baik masyarakat sipil,

juga akademisi. Berdasarkan satu penelitian, kenaikan tarif cukai berdampak buruk

bagi perekonomian Jawa Tengah. Penurunan output akan terjadi secara keseluruhan

juga sektoral, disebabkan oleh penurunan tingkat konsumsi rokok karena

peningkatan tarif cukai (Ashar & Firmansyah, 2015: 109).

Sedangkan penelitian lain menunjukkan hal yang jauh berbeda. Tobacco

Control Support Center (2012: 1) menyebutkan bahwa manfaat yang dihasilkan atas

kenaikan tarif cukai yakni meningkatkan penerimaan pemerintah dan menurunkan

biaya sosial. Hal-hal semacam ini membuktikan bahwa regulasi terkait cukai harus

selalu dikaji dengan matang secara khusus, dan komoditas lain serupa secara umum.

Ambivalensi adalah hal yang cocok untuk dijadikan narasi dasar. Regulasi

akan berdampak baik jika memperhatikan sejumlah kriteria. Barang dan jasa, perlu

Page 20: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

4

dipahami baik seberapa jauh jangkauan bagi ekonomi, efek samping yang mungkin

dihasilkan, dan yang lebih penting, letak, posisi, dan kondisi suatu barang dan jasa

sebagai objek yang dikenakan aturan.

Grafik 1.1. Tren Kenaikan Cukai Rokok

Tren Kenaikan: Persen (%)

Sumber: Katadata Databoks, September 2019.

Grafik di atas menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai hampir selalu terjadi

kecuali di tahun 2014 dan 2019. Kecenderungan tren meningkat dengan sedikit

fluktuasi. Jika melihat interval tahun 2009 – 2020 (12 tahun), 7% dan 23% adalah

angka yang cukup kontras. Peningkatan tarif cukai terendah terjadi di dua tahun

yang telah disebutkan (2014 dan 2019 sebesar 0%) dan peningkatan tertinggi di

tahun 2020 sebesar 23%.

Dikotomi atas opini dimungkinkan karena kompleksitas komoditas rokok

yang penuh dengan ambiguitas. Hasil perolehan cukai bagi penerimaan negara yang

cukup besar, sejajar dengan dampak kesehatan yang dihasilkan. Hampir seluruh

kalangan, baik perempuan dan laki-laki, menjadikan merokok sebagai aktivitas

yang rutin dan seperti yang telah diperkirakan, rokok menyentuh banyak lapisan.

Data lain menunjukkan baik produksi dan konsumsi rokok dari tahun 2011

– 2016, menunjukkan tren kenaikan. Jumlah produksi beranjak naik dari 279 hingga

342 miliar batang. Sisi lain yakni konsumsi juga mengalami hal yang sama, dari

296 hingga 339 miliar batang. Persentase kenaikan produksi adalah 22,41% dan

konsumsi yakni 14,46%. Angka yang cukup signifikan (Zheng et al., 2018: 7).

7

16

6

12.2

8.5

0

8.72

11.19 10.54 10.04

0

23

0

5

10

15

20

25

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Page 21: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

5

Grafik 1.2. Produksi dan Konsumsi Rokok

Produksi & Konsumsi: Miliar Batang

Sumber: The World Bank Group, Mei 2019.

Penulis juga turut memberikan gambaran lebih spesifik bagaimana kondisi

atau prevalensi merokok bagi kalangan pelajar di Indonesia. Aktivitas serupa tidak

hanya terjadi di kalangan dewasa. Penggunaan hasil olahan tembakau, melalui

medium rokok serta instrumen lain, telah menjadi kebiasaan umum untuk sebagian

lapisan masyarakat Indonesia. Penulis tidak beropini atas baik/buruk dari fenomena

terkait. Berikut adalah simpulan yang didapat oleh GYTS (Global Youth Tobacco

Survey) Indonesia Report (2014);

1. Satu dari lima pelajar (20.3%) adalah pengguna tembakau (39.2% laki-laki

dan 4.3% perempuan).

2. Berdasarkan semua pelajar yang menggunakan tembakau (19.4%), dapat

dihitung sekitar 18.3% adalah perokok. Hampir 35.6% pelajar merokok satu

batang sehari. Sedangkan bagi perempuan, 58.3% merokok kurang dari satu

batang sehari.

3. Berdasarkan persentase non-perokok, 43.2% disebutkan pernah setidaknya

merokok pada umur 12-13 tahun.

Jika ingin ditelisik lebih lanjut, maka terdapat beberapa faktor penyebab

remaja melakukan perilaku merokok. Sikap permisif orang tua, lingkungan teman

sebaya, dan kepuasan psikologis yang bersangkutan menjadi alasan (Komasari &

Helmi, 2000: 40). Penulis tidak akan berusaha menyematkan narasi normatif terkait

dengan fenomena remaja yang merokok. Penulis hanya berusaha untuk memahami

hal yang berkaitan dengan lebih holistis.

279.4301

345 344 348 342296.5

320.4 327.7 335 342.5 339.4

0

100

200

300

400

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Produksi Konsumsi

Page 22: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

6

Komoditas tembakau dan produk turunan yang dihasilkan, berdampak

penting bagi penerimaan pajak pemerintah juga aspek ekonomi para petani dan

tenaga kerja yang terserap. Tembakau telah berkontribusi pada penerimaan negara

sampai 114 triliun rupiah dan peningkatan pendapatan petani tembakau hingga 70%

di tahun 2014 (Djajadi, 2015: 27).

Selain dari aspek positif, aspek negatif juga perlu diperhatikan. Kematian

yang dihasilkan oleh tembakau di tahun 2016 mencapai 21,37% untuk laki-laki, dan

7,02% untuk perempuan. Bahkan perlu digaris-bawahi, merokok tidak hanya lekat

dengan kaum laki-laki, perempuan di sisi lain juga menjadi konsumen yang perlu

diperhatikan. Biaya ekonomi terhitung sebesar 639 triliun rupiah dalam bentuk

pengeluaran kesehatan dan hilangnya produktivitas karena kematian dini. (The

Tobacco Atlas, 2019: 1).

Catatan dari WHO (World Health Organization) adalah, β€œTobacco: deadly

in any form or disguise.” WHO menyatakan bahwa tembakau, baik smoking atau

smokeless, jenis apa saja, bentuk apa saja, sangat mematikan. Tembakau dan produk

hasil olahan yang berkaitan telah menjadi gambaran menakutkan bagi dunia. Opini

terkait dikemukakan WHO karena memperhatikan dampak kesehatan yang timbul.

Kebijakan harus disesuaikan dan memperhatikan derajat elastisitas, terlebih

memperhatikan klasifikasi suatu barang. Apabila tidak, maka potensi kegagalan

dalam perumusan kebijakan akan sulit untuk dihindarkan.

Sampai bagian ini, Penulis berharap bahwa telah jelas maksud dan tujuan

atas penelitian yang akan dilakukan. Berkaitan dengan judul, penentuan klasifikasi

diupayakan memperjelas kondisi rokok dalam pasar. Rokok menjadi variabel utama

karena selain ambiguitas, kenaikan cukai juga cukup ramai dibicarakan. Penulis

akan berusaha melihat prevalensi dari dua sisi sudut pandang jenis kelamin, baik

laki-laki dan perempuan serta dampak upah minimum provinsi.

Kementerian Keuangan beralasan bahwa dengan menaikkan tarif cukai,

maka konsumsi rokok akan menurun. Apa kebijakan tersebut efektif? Bagaimana

jika derajat elastisitas rokok berkata hal sebaliknya? Masyarakat tetap melakukan

konsumsi rokok layaknya beras dengan sifatnya yang inelastis? Penulis pun dengan

ini mengajukan skripsi dengan judul β€œKlasifikasi Elastisitas dan Peran Rerata

Upah Minimum Provinsi terhadap Konsumsi Rokok (Studi Kasus: 2002 – 2018).

Page 23: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

7

B. Rumusan Masalah

Kebijakan harus dilandasi logika dan nalar yang sehat. Konsistensi pola

pikir serta kajian yang menyeluruh diharuskan menjadi landasan urgensi sebuah

regulasi untuk diterapkan. Beberapa kebijakan, tidak berhasil untuk menjadi solusi

atas masalah. Bahkan yang lebih buruk, menimbulkan masalah baru tanpa mampu

untuk menyelesaikan masalah yang lama. Adagium β€œThe road to hell is paved with

good intentions.” adalah sebuah term dimana niat baik terkadang tidak serta merta

menuju hal yang baik pula. Cara-cara yang baik juga perlu diperhatikan.

Berikut adalah rumusan masalah yang akan Penulis coba jawab,

berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan;

1. Berapa derajat elastisitas komoditas rokok yang terjadi di Indonesia pada

tahun 2002 – 2018?

2. Apakah terdapat perbedaan derajat elastisitas antara jenis kelamin laki-laki

dan perempuan?

3. Bagaimana pengaruh antara rerata upah minimum provinsi atas prevalensi

konsumsi rokok di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Berikut adalah tujuan penelitian yang akan Penulis coba capai, berdasarkan

rumusan masalah yang telah diajukan;

1. Mengetahui derajat elastisitas komoditas rokok yang terjadi di Indonesia

pada tahun 2002 – 2018.

2. Mengetahui perbedaan derajat elastisitas antara konsumen rokok laki-laki

dan perempuan.

3. Menganalisis hubungan antara rerata upah minimum provinsi Indonesia

terhadap persentase konsumen rokok laki-laki dan perempuan.

Berikut adalah manfaat penelitian yang Penulis harap dapat terlaksana,

berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan;

1. Penelitian berfungsi untuk mengetahui derajat elastisitas komoditas rokok

yang terjadi di Indonesia pada tahun 2002 – 2018.

Page 24: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

8

2. Penelitian berfungsi untuk membandingkan perbedaan derajat elastisitas

antara konsumen rokok laki-laki dan perempuan.

3. Penelitian berfungsi untuk memperkirakan hubungan rerata upah minimum

provinsi Indonesia terhadap persentase konsumen rokok laki-laki dan juga

perempuan.

4. Penelitian berfungsi untuk menjadi bahan diskusi bagi pemangku kebijakan

atas penerapan kenaikan persentase cukai tembakau bagi komoditas rokok.

5. Penelitian berfungsi untuk memberikan gambaran bagi penelitian lanjutan

yang mungkin memiliki kesamaan topik dan pembahasan.

D. Sistematika Penulisan

Berikut adalah sistematika penulisan yang telah disesuaikan;

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

D. Sistematika Penulisan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Alfred Marshall dan Kontribusi Ekonomi

B. Kebutuhan Manusia (Needs)

C. Nilai Guna (Utilitas)

D. Teori Elastisitas

E. Komoditas Rokok dan Hal-Hal yang Melingkupi

F. Dikotomi Jenis Kelamin

G. Penelitian Terdahulu

H. Kerangka Pemikiran

I. Hubungan Antar Variabel

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

B. Tempat dan Waktu Penelitian

C. Data & Sumber Data

D. Instrumen Penelitian

Page 25: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

9

E. Metode Pengumpulan Data

F. Metode Analisis Data

BAB IV. TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Objek Penelitian

B. Temuan Hasil Penelitian

C. Pembahasan

BAB V. SIMPULAN & SARAN

A. Simpulan

B. Saran

Page 26: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Alfred Marshall dan Kontribusi Ekonomi

Alfred Marshall adalah seorang ekonom berkebangsaan Inggris yang lahir

di Clapham pada 26 Juli tahun 1842. Ia merupakan anak dari William Marshall dan

Rebecca Oliver. William Marshal dahulu bekerja sebagai seorang kasir di Bank of

England dan terbiasa dalam struktur keluarga evangelis yang ketat. Alfred Marshall

meninggal pada 13 Juli 1924 pada umur 81 tahun (Keynes, 1924: 311).

Alfred Marshall lahir dalam keluarga yang religius. Ayahnya memiliki hobi

yang berhubungan dengan sastra. William Marshall pun penulis dari risalah teologis

dengan perspektif agama protestan dan konten puritanisme. Meski begitu, William

Marshall akhirnya mengizinkan Alfred belajar matematika di Cambridge alih-alih

belajar di Oxford yang memiliki hubungan erat dengan Gereja Inggris.

Alfred Marshall (yang seterusnya akan disebut Marshall) lebih dekat dengan

sang Ibu. Argumen dibuktikan dengan surat yang dikirim Marshall dari Amerika

Serikat tahun 1875. Selain surat, Marshall sering mengirimkan barang-barang yang

disukai oleh sang Ibu. Kondisi demikian tercipta karena Ibu, Rebecca Oliver sering

menyelamatkan anak-anaknya dari hukuman fisik yang dilakukan sang Ayah.

Kehidupan Marshall sebagai ekonom berawal di tahun 1860. Karya besar

atau magnum opus Marshall adalah Principles of Economics yang terbit pada tahun

1890. Selain The Principles, Marshall juga menulis karya lain; Industry and Trade

(1919), Money, Credit and Commerce (1923), dan Economics of Industry yang

ditulis bersama istrinya di tahun 1879 (Groenewegen, 2007: 2).

Kontribusi spesifik Marshall atas disiplin ekonomi dapat disimpulkan dalam

beberapa paragraf. Namun di samping itu, kekuatan argumen dari Marshall cukup

membuat dampak yang besar bagi generasi ekonom masa depan. Evolusi perspektif

Marshall dijadikan tumpuan untuk menjadi dasar perkembangan kajian mikro-

ekonomi bagi pemikir-pemikir yang berpengaruh.

Berikut adalah hasil dari beberapa pemikiran Marshall, dijabarkan dengan

singkat serta padat. Penulis hanya akan membahas beberapa konsep populer yang

membuat Marshall dikenal dalam disiplin ilmu mikroekonomi, serta yang membuat

Marshall dinilai berpengaruh pada masanya;

Page 27: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

11

1. Making Time Itself a Major Factor in The Theory of Value

Marshall menekankan pentingnya jangka waktu perihal analisis ekonomi.

Jangka waktu dapat dibagi menjadi tiga rentang waktu; market period, short

period, dan long run. Dampak yang ditimbulkan mengarah pada perbedaan

penawaran dan karakteristik elastisitas.

2. Internal and External Economies of Scale

Marshall memberikan pandangan bahwa produktivitas sebuah perusahaan

dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor itu

berhubungan, baik langsung atau tidak langsung atas ongkos produksi dan

output yang dihasilkan perusahaan.

3. Representative Firm

Untuk setiap lini industri, dipastikan selalu terdapat entitas perusahaan yang

cukup mampu mewakili keadaan industri berjalan. Perusahaan terkait bukan

pemain lama juga baru, tidak efisien serta tidak juga inefisien dalam derajat

yang ekstrem. Perusahaan berada dalam kondisi rata-rata.

4. Consumer Surplus

Marshall juga memberikan term yang populer dalam disiplin ilmu mikro-

ekonomi. Surplus konsumen berarti perbedaan antara harga yang sanggup

dibayarkan oleh konsumen dengan harga berlaku yang ditetapkan pasar atas

komoditas tertentu. Selisih harga yang diterima dimaknai dengan surplus.

Selain beberapa teori di atas, Marshall juga memperkenalkan alat analisis

seperti elastisitas, substitusi, dan konsep-konsep lain yakni quasi-rent serta yang

berkaitan dengan aspek moneter. Magnum opus Marshall pun dinobatkan menjadi

literatur yang mempopulerkan penggunaan diagram sebagai bentuk ilustrasi. Meski

hanya dalam footnote, upaya terkait membantu menjelaskan argumen ekonomi.

Jika diperhatikan, kontribusi Marshall sangat penting bagi mikroekonomi.

Hingga saat ini, hasil pemikiran Marshall dapat dinikmati serta menjadi pondasi

bagi kajian ekonomi lanjutan. Penulis pun sadar bahwa informasi terkait sangatlah

penting bagi akademisi yang memiliki keterkaitan dengan sejarah dan bagaimana

disiplin mikroekonomi tercipta.

Selanjutnya, Penulis mencoba untuk memberikan sedikit gambaran terkait

konsep elastisitas berdasarkan opini beberapa ekonom. Pro dan kontra tentu mutlak.

Page 28: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

12

Upaya untuk mengetahui dan memahami bagaimana harga tercipta, Penulis

akan bertanya, manakah yang lebih penting, permintaan atau penawaran? Dorongan

mana lebih kuat dalam proses pembentukan harga di pasar? Marshall memberikan

analogi yang sempurna untuk menjawab pertanyaan terkait. Pasar, bekerja seperti

gunting; butuh kedua pisau untuk memotong kertas.

Kedua aspek, permintaan dan penawaran, sama-sama penting dalam upaya

untuk menentukan harga menuju equilibrium. Harga barang di pasar tidak tercipta

secara kebetulan dan semata-mata. Harga bergerak melalui interaksi dan kekuatan

aspek permintaan dan penawaran. Melalui argumen semacam ini, Alfred Marshall

menempatkan prinsip dan konsep yang membuat disiplin mikroekonomi muncul.

Marshall bukan seorang teknisi. Marshall pun berhati-hati untuk tidak selalu

membuat ekonomi terlalu matematis. Menurut siswa yang diajar Marshall yakni A.

C. Pigou, menyatakan bahwa kondisi tersebut terjadi bukan karena Marshall kurang

pandai matematika, tetapi Marshall khawatir jika matematika dapat menjauhkan

prinsip ekonomi yang berantakan dan terus berkembang dari pemahaman individu

awam yang cerdas. Jika memang Marshall tidak pandai matematika, Ia tidak akan

mampu mencipta term elastisitas, bukan?

Marshall juga β€œayah” dari ekonometrik – Schumpeter. Marshall mencipta

konsep elastisitas, consumer surplus, biaya jangka pendek vs. biaya jangka panjang

dan secara langsung mendorong para ekonom untuk menghitung variabel tersebut.

Adam Smith berkontribusi atas nalar dengan teori spesialisasi dan division of labor,

sedangkan Marshall memperkenalkan prinsip yang membutuhkan perhitungan.

Referensi awal dari term elastisitas dapat ditemukan dalam karya Marshall

berjudul On The Graphic Method of Statistics dalam Jubilee Volume dari Royal

Statistical Society (1885). Pengenalan hanya dalam catatan singkat menggunakan

diagram atas kurva permintaan.

Konsep elastisitas sangat lekat dan familier bagi seluruh ekonom di penjuru

dunia. Akademisi yang memiliki fokus kajian, baik mikro maupun makroekonomi,

pasti pernah mendengar serta berkenalan dengan term elastisitas. Begitu populer

hingga menjadi materi ajar wajib di fakultas ekonomi perguruan tinggi. Tidak sulit

untuk menemukan referensi mengenai elastisitas, baik literatur domestik dan asing.

Page 29: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

13

Elastisitas merupakan salah satu bentuk karya penting Alfred Marshall. Ia

adalah inventor term elastisitas. Sangat fundamental bahkan John Maynard Keynes

pernah menulis, β€œI do not think that Marshall did economists any greater service

than by the explicit introduction of the idea of β€˜elasticity’ ... without the aid of which

the advanced theory of Value and Distribution can scarcely make progress.”

β€œSaya tidak berpikir bahwa apa yang Marshall lakukan bagi para ekonom

adalah selain dari pengenalan eksplisit atas ide mengenai β€˜elastisitas’ ... tanpa

bantuannya, teori Nilai dan Distribusi akan sulit menemui progres.” Namun hingga

hari ini, Marshall kurang mendapat pengakuan terkait teori elastisitas. Kontribusi

yang tidak sejalan dengan pengakuan yang seharusnya Marshall dapat.

Elastisitas yang Marshall kembangkan tidak hanya elastisitas permintaan,

namun juga elastisitas penawaran, elastisitas pendapatan, elastisitas pemasaran,

skala elastisitas, elastisitas substitusi intertemporer, serta elastisitas silang. Semua

konsep terkait merupakan buah pemikiran dari Marshall yang mungkin sampai

sekarang masih menjadi kajian bagi ekonom-ekonom modern (Elzinga, 2016: 5).

Meski begitu, tidak semua ekonom sepakat dengan narasi bahwa elastisitas

adalah pencapaian terbesar Marshall. Stigler tidak sepakat dengan Keynes. George

Stigler memiliki pendapat yakni, β€œ... (elasticity) is simply devoid of substantive

economic significance. Elasticities sometimes offer elegant formulations of

relations and have provided an unlimited number of examination questions in

elementary economics. That is all.”

β€œ... (elastisitas) tidak memiliki makna atas signifikansi substansi ekonomi.

Elastisitas terkadang memberikan formula hubungan yang elegan dan menyediakan

jumlah angka yang tidak terbatas dalam pemeriksaan pertanyaan untuk ekonomi

dasar. Itu saja.” Kontroversi serta perbedaan pendapat wajar di kalangan akademisi.

Mungkin bagi sebagian ekonom, elastisitas merupakan hal vital, namun tidak jika

mengacu pendapat ekonomi lain.

Entah Marshall berjasa atau tidak melalui elastisitas, atau Marshall hanya

meletakkan dasar-dasar untuk elastisitas yang selanjutnya dikembangkan ekonom

lain, menurut Kenneth G. Elzinga dari Universitas Virginia, Marshall pantas jika

disandingkan dengan ekonom-ekonom lain terkait kontribusinya bagi disiplin ilmu

mikroekonomi.

Page 30: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

14

B. Kebutuhan Manusia (Needs)

Setelah memahami sejarah mengenai term elastisitas serta menyinggung

sedikit terkait kehidupan personal dan profesional Alfred Marshal, maka subbab

selanjutnya akan memberi landasan sebelum masuk ke dalam pembahasan teknis

elastisitas. Subbab terkait dimulai dengan topik kebutuhan manusia berdasarkan

perspektif umum dan khusus.

Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, manusia melakukan

interaksi dengan manusia lain, baik sebagai pemenuhan yang mendasar serta yang

bersifat rekreasional. Kebutuhan-kebutuhan demikian merupakan faktor penting

terkait keberlangsungan hidup. Menurut Lukman (2007: 2), jenis kebutuhan dapat

dibedakan menjadi beberapa macam kategori, di antaranya;

1. Kebutuhan Pokok (Basic Needs): Sandang, pangan, dan papan.

2. Kebutuhan Adat Istiadat (Conventional Needs): Pakaian penganten dan juga

pakaian adat.

3. Kebutuhan Pekerjaan (Occupational Needs): Pegawai dan karyawan.

4. Kebutuhan Pribadi (Personality Needs): Hobi, pendidikan, dan gaya hidup.

Benda-benda yang selanjutnya dapat dikonsumsi untuk memenuhi asupan

kebutuhan di atas, juga dapat dilihat melalui berbagai sudut pandang berdasarkan

jenis tertentu, yakni;

1. Benda Ekonomi (Economic Goods) adalah barang, jasa atau sumber daya

lain yang tersedia dengan ciri-ciri: langka (scarcity), dapat berpindah dan

dipertukarkan (transferable), mempunyai nilai guna (utility), mempunyai

harga (price), dan jika ingin mendapatkan dibutuhkan pengorbanan.

2. Barang Bebas (Free Goods) adalah alat pemuas kebutuhan manusia yang

bebas dan tersedia dalam perekonomian dalam jumlah yang lebih besar dari

kebutuhan manusia dengan ciri-ciri: mudah diperoleh dan tidak mempunyai

harga pasar, sebagai contoh, udara.

3. Barang Masyarakat/Publik (Public Goods) adalah alat pemuas kebutuhan

yang pada umumnya disediakan oleh pemerintah. Alat atau barang tersebut

bersifat ekonomi bagi penyedia, namun bersifat bebas bagi pemakainya,

sebagai contoh, jalan serta trotoar.

Page 31: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

15

Perlu digaris bawahi, pendapat mengenai kategori yang telah disinggung di

atas dapat beragam sesuai dengan keperluan disiplin ilmu yang dibutuhkan. Jenis-

jenis yang disebutkan berasal dari sumber tertentu dan dimungkinkan berbeda jika

menjadikan sumber lain sebagai referensi.

C. Nilai Guna (Utilitas)

Nilai guna atau utilitas adalah sebuah term yang penting dalam lingkup ilmu

ekonomi. Utilitas, istilah yang akan selanjunya Penulis gunakan, merupakan ukuran

sejauh mana suatu barang dan jasa dapat memberikan kepuasan bagi konsumen.

Hal terkait merasa perlu dikaji, jika mengingat bahwa konsumen diharuskan untuk

selalu rasional dalam aktivitas yang berkenaan dengan alokasi sumber daya.

Kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dari kegiatan dalam

konsumsi suatu barang dan jasa, dinamakan nilai guna atau utilitas. Semakin tinggi

kepuasan yang diperoleh, maka semakin tinggi pula nilai guna atau utilitas dari hal

yang dikonsumi. Utilitas pun dapat dibedakan menjadi dua pengertian; utiliti total

dan utiliti marginal (Sukirno, 2016: 154).

Utilitas total diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari

aktivitas konsumsi sejumlah barang tertentu. Sedangkan utilitas marginal berarti

penambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dari penambahan (atau

pengurangan) penggunaan suatu unit barang tertentu. Utilitas total; konsumsi atas

10 buah mangga meliputi seluruh kepuasan yang diperoleh dari konsumsi

keseluruhan mangga. Utilitas marginal: penambahan kepuasan yang diperoleh dari

konsumsi atas mangga ke-10.

Terdapat hipotesis yang melekat dengan term utilitas, yakni terkait β€œhukum

nilai guna marginal yang semakin menurun” (The Law of Diminishing Marginal

Utility/LDMU). Hukum di atas menyebutkan bahwa tambahan nilai yang akan

diperoleh seseorang dari aktivitas konsumsi suatu barang dan jasa akan menjadi

semakin kecil apabila konsumsi dilakukan terus menerus.

Hipotesis LDMU menjelaskan bahwa penambahan yang terus-menerus atas

aktivitas konsumsi suatu barang, tidak secara terus-menerus pula dapat menambah

kepuasan. Utilitas akan menjadi negatif – apabila konsumsi ditambah satu unit,

maka utilitas total akan semakin kecil. Tambahan aktivitas konsumsi, dalam jangka

Page 32: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

16

panjang akan membuat utilitas total menurun dan akan membuat utilitas marginal

menyentuh nilai negatif.

Kondisi demikian perlu dicermati oleh konsumen. Upaya memaksimalkan

barang menjadi utilitas harus dilakukan dengan bijak. Alih-alih membuat diri puas,

perilaku yang berlebihan dapat membuat konsumen telah membuat pilihan yang

tidak rasional. Untuk memahami seperti apa LDMU dengan lebih detail, berikut

Penulis beri contoh terkait fenomena konsumsi atas buah mangga dalam bentuk

tabel;

Tabel 2.1. LDMU Konsumsi Mangga

Kuantitas Konsumsi Mangga Utilitas Total Utilitas Marginal

0 0

1 30 30

2 50 20

3 65 15

4 75 10

5 83 8

6 87 4

7 89 2

8 90 1

9 89 -1

10 85 -4

11 78 -7

Sumber: Sadono Sukirno (Mikroekonomi Teori Pengantar:Edisi Ketiga), 2016.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa hingga mangga yang ke-8, nilai utilitas

marginal masih positif, juga sejalan dengan peningkatan pada utilitas total. Lalu

pada saat konsumsi mangga ke-9 dilakukan, utilitas total menurun dan utilitas

marginal menjadi negatif. Nilai di atas menggambarkan bahwa kepuasan maksimal

adalah pada saat suatu individu melakukan konsumsi mangga sebanyak 8 buah.

Tambahan-tambahan konsumsi mangga yang selanjutnya akan mengurangi

kepuasan adalah alasan mengapa individu harus cermat perihal aktivitas konsumsi.

Page 33: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

17

Kuantitas konsumsi yang banyak tidak serta merta membuat utilitas menjadi

lebih banyak pula. Bahkan jika dilihat secara rinci, utilitas konsumsi mangga ke-5

akan lebih besar jika dibandingkan dengan konsumsi mangga ke-11. Perbedaan

yang cukup signifikan terlihat saat penurunan mulai berlangsung.

Tabel tersebut akan Penulis coba ubah dalam bentuk grafik sebagai upaya

untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif. Berikut adalah grafik yang

juga menggunakan data serupa dari tabel sebelumnya;

Grafik 2.1. LDMU Konsumsi Mangga

Grafik sangat jelas menggambarkan bahwa kurva yang cembung (utilitas

total) akan berbelok sedemikian rupa sejalan dengan penambahan konsumsi. Lalu

untuk utilitas marginal, sejak awal terus-menerus mengalami penurunan. Untuk

mengetahui kepuasan maksimal yang didapat oleh konsumen, dapat dicermati saat

garis utilitas marginal menyentuh angka 0.

Utilitas marginal dengan nilai 0 atau mendekati nilai 0, adalah saat dimana

kepuasan maksimal akan tercapai. Konsumsi mangga sebanyak 8 buah merupakan

pilihan paling rasional dan cocok bagi konsumen. Tidak kurang dan tidak lebih. Hal

terkait lagi-lagi perlu dijadikan perhatian bagi konsumen yang ingin menjalankan

aktivitas konsumsi sebagai upaya ikut serta dalam kegiatan ekonomi keseluruhan.

Perlu diketahui bahwa masing-masing barang dan jasa yang beredar di pasar

memiliki nilai guna yang juga berbeda-beda bagi konsumen. Nilai guna beras dan

nilai guna benda lain seperti meja tentu berlainan. Nilai guna tidak hanya tergantung

seberapa banyak seorang konsumen melakukan konsumsi atas satu jenis barang dan

jasa, tetapi juga berkaitan dengan komoditas yang memiliki karakteristik berbeda.

-20

0

20

40

60

80

100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Utilitas Total Utilitas Marginal

Page 34: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

18

LDMU dalam ilmu mikroekonomi termasuk ke dalam bagian dari perilaku

konsumen. Consumer Behaviour memberi sedikit gambaran mengenai perspektif

dan cara-cara konsumen untuk memaksimalkan nilai guna.

Penulis memulai pembahasan dengan topik kebutuhan manusia (needs) dan

nilai guna (utilitas) karena kedua konsep merupakan pondasi awal dari elastisitas.

D. Teori Elastisitas

Setelah memahami bahwa terdapat banyak barang dan jasa sebagai upaya

memenuhi kebutuhan manusia dan tiap-tiap dari barang dan jasa pun memberikan

nilai guna bagi tiap-tiap konsumen, maka untuk merangkum kedua kajian Penulis

akan membahas hal pokok yang menjadi landasan penelitian karya ilmiah, yakni

konsep elastisitas.

Elastis seperti dalam maknanya, yakni mudah berubah bentuk, lentur, dan

luwes. Sedangkan dalam kutub yang sangat berlawanan, inelastis berarti kebalikan

yang dimaknai kekakuan, sulit berubah, dan rigid. Konsep terkait menghubungkan

antara interaksi aktor-aktor ekonomi dengan barang dan jasa yang berkutat dalam

roda perekonomian.

Elastisitas jika dapat dipahami dengan mudah adalah suatu kajian mengenai

sejauh mana suatu aktor ekonomi, baik konsumen, produsen, dan juga aktor-aktor

lain bergantung dengan komoditas tertentu yang beredar di pasar. Sebagai contoh,

bagi seorang tukang bubur, beras dan daging ayam adalah komoditas utama bagi

keberlangsungan aktivitas ekonomi karena menjadi salah satu bahan pokok dalam

menjalankan aktivitas perekonomian yang bersangkutan.

Oleh karena itu, kita dapat asumsikan bahwa perubahan apapun yang terjadi

di pasar baik harga, bahkan pendapatan, tidak akan mengubah keputusan seorang

tukang bubur untuk tidak membeli dua komoditas. Hanya dengan beras dan daging

ayam sebagai bahan utama, tukang bubur mampu menjalankan kehidupan ekonomi.

Argumen tersebut yakni menjelaskan bahwa hubungan tersebut bersifat inelastis.

Sebaliknya, jika terdapat perubahan variabel dalam pasar lalu berpengaruh

signifikan pada keputusan seorang tukang bubur, seperti kenaikan harga kacang

sebesar 0.5%, lalu tukang bubur tersebut memutuskan untuk tidak membeli kacang

mengingat sifatnya yang opsional, maka hubungan yang terjadi adalah elastis.

Page 35: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

19

Salah satu variabel berubah atau bahkan tetap, namun kemudian variabel

yang lain ikut berubah, maka elastis. Jika satu variabel berubah dengan derajat yang

cukup besar, namun kemudian variabel yang lain tetap tanpa terganggu sedikit pun,

maka inelastis. Lebih jauh mengenai perspektif akademis terkait definisi, jenis-jenis

dan juga contoh konsep elastisitas akan Penulis jelaskan satu demi satu.

Ketika diperkenalkan pada konsep permintaan dan penawaran, kita terpaku

pada paham bahwa di saat harga naik, konsumen akan mengurangi konsumsi dan

produsen akan meningkatkan produksi. Begitu pun terjadi sebaliknya, harga turun

maka konsumen akan meningkatkan konsumsi dan produsen mengurangi produksi.

Respon serupa dapat dibuktikan dari kurva permintaan dan penawaran.

Namun, konsep demikian sangat bersifat kualitatif, bukan kuantitatif. Kita

hanya memahami apa yang berubah dan bukan seberapa besar derajat perubahan.

Sebagai upaya untuk mengukur respon dari perubahan suatu variabel-variabel, para

ekonom menggunakan konsep elastisitas. Konsep yang digunakan untuk mengukur

persentase perubahan variabel, atas perubahan variabel lain.

Elastisitas hanya memiliki dua bentuk, elastisitas permintaan dan elastisitas

penawaran. Berikut adalah penjelasan mendalam terkait kedua bentuk;

1. Elastisitas Permintaan

Elastisitas permintaan adalah sebuah ukuran kuantitatif yang menunjukkan

perubahan permintaan suatu barang sebagai akibat dari perubahan variabel lain.

Elastisitas permintaan memiliki tiga macam bentuk berupa elastisitas harga,

elastisitas silang, dan elastisitas pendapatan.

1. Elastisitas Harga: Derajat persentase perubahan jumlah barang diminta yang

disebabkan oleh perubahan harga sebesar satu persen. Secara umum dapat

dirumuskan dalam;

πΈβ„Ž =% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘šπ‘–π‘›π‘‘π‘Ž

% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘”

Bila Eh > 1 maka permintaan barang adalah elastis.

Bila Eh < 1 maka permintaan barang adalah inelastis.

Bila Eh = 1 maka permintaan barang adalah uniter.

Page 36: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

20

2. Elastisitas Silang / Elastisitas Harga Silang: Derajat persentase perubahan

jumlah barang diminta yang disebabkan oleh perubahan harga barang lain

(substitusi atau komplementer) sebesar satu persen. Secara umum dapat

dirumuskan dalam;

𝐸𝑠 =% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” 𝑋 π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘šπ‘–π‘›π‘‘π‘Ž

% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” π‘Œ

Jika terdapat dua buah barang, katakanlah X dan Y berhubungan saling bisa

mengganti (substitusi), maka dimungkinkan Es bernilai positif. Namun jika

kedua barang berhubungan saling melengkapi (komplementer), maka sangat

dimungkinkan Es bernilai negatif.

3. Elastisitas Pendapatan: Derajat persentase perubahan dari jumlah barang

diminta yang disebabkan oleh perubahan pendapatan riil konsumen sebesar

satu persen. Secara umum dapat dirumuskan dalam;

𝐸𝑝 =% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘šπ‘–π‘›π‘‘π‘Ž

% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘Ÿπ‘–π‘–π‘™ π‘˜π‘œπ‘›π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘›

Jika barang bersifat normal, Ep bernilai positif dan untuk barang inferior, Ep

bernilai negatif. Barang-barang pokok memiliki Ep < 1, lalu untuk barang-

barang mewah memiliki Ep > 1.

Penelitian yang berusaha Penulis cipta adalah berupa kalkulasi matematis

elastisitas harga permintaan. Fokus terkait perlu digarisbawahi. Penulis selanjutnya

tidak akan masuk terlalu dalam untuk membahas elastisitas silang / elastisitas harga

silang dan elastisitas pendapatan. Penulis akan membuat kajian yang mengeliminasi

hal-hal di luar topik agar struktur penelitian menjadi koheren.

Sebelum masuk ke dalam pembahasan elastisitas penawaran, Penulis akan

sedikit menyinggung koefisien-koefisien yang mungkin tercipta atas hasil formula

elastisitas harga permintaan;

Page 37: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

21

1. Inelastis Sempurna: Jumlah barang yang diminta tidak memiliki pengaruh

atas perubahan harga. Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah = 0

(sama dengan nol).

2. Elastis Sempurna: Jumlah barang yang diminta memiliki pengaruh atas

perubahan harga. Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah = ∞

(sama dengan tidak terhingga).

3. Elastisitas Tunggal (Uniter): Jumlah barang yang diminta memiliki respon

serupa dengan perubahan harga. Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan

adalah = 1 (sama dengan satu).

4. Elastis: Jumlah barang yang diminta memiliki pengaruh atas perubahan

harga. Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah > 1 (lebih besar dari

satu)

5. Inelastis: Jumlah barang yang diminta tidak memiliki pengaruh atas

perubahan harga. Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah < 1

(kurang dari satu).

Masing-masing dari koefisien di atas dipahami melalui kurva yang berbeda-

beda. Agar lebih mendapatkan gambaran yang menyeluruh, berikut Penulis berikan

kombinasi kurva-kurva dan informasi lanjutan atas koefisien dalam elastisitas harga

permintaan;

Gambar 2.1. Kombinasi Kurva Elastisitas Harga Permintaan

Sumber: Penn State College of Earth and Mineral Sciences, 2018.

Page 38: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

22

a. Kurva Inelastis Sempurna / Merah

Kurva inelastis sempurna memberikan gambaran bahwa derajat perubahan

harga tidak berpengaruh terhadap derajat perubahan kuantitas barang yang

diminta.

b. Kurva Elastis Sempurna / Biru

Kurva elastis sempurna memberikan gambaran bahwa meski harga konstan,

derajat perubahan kuantitas barang yang diminta tetap terjadi dan dinamis.

c. Elastisitas Tunggal (Uniter) / Hijau

Kurva elastisitas tunggal (uniter) memberikan gambaran bahwa derajat

perubahan harga memiliki hubungan yang sejalan dan sama besar dengan

derajat perubahan kuantitas barang yang diminta.

d. Elastis / Ungu

Kurva elastis memberikan gambaran bahwa derajat perubahan harga

memiliki pengaruh sangat signifikan atas derajat perubahan kuantitas

barang yang diminta. Persentase perubahan harga lebih kecil jika dibanding

dengan persentase perubahan permintaan kuantitas barang.

e. Inelastis / Kuning

Kurva inelastis memberikan gambaran bahwa derajat perubahan harga

memiliki pengaruh yang tidak signifikan atas derajat perubahan kuantitas

barang yang diminta. Persentase perubahan harga lebih besar jika dibanding

dengan persentase perubahan permintaan kuantitas barang.

2. Elastisitas Penawaran

Konsep elastisitas penawaran tidak berbeda jauh dengan konsep yang telah

dipelajari sebelumnya. Elastisitas penawaran hanya mengukur derajat kepekaan /

respons perubahan kuantitas penawaran sebagai akibat perubahan harga. Koefisien,

jenis, dan kurva juga menjelaskan hal yang serupa namun dalam konteks yang telah

disesuaikan.

Elastisitas penawaran dapat menjelaskan melalui sudut pandang produsen

dan memahami sikap terkait perubahan harga. Penulis tidak akan membahas konsep

terkait elastisitas penawaran lebih lanjut mengingat fokus yang Penulis tentukan

adalah elastisitas permintaan, khususnya elastisitas harga permintaan.

Page 39: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

23

E. Komoditas Rokok dan Hal-Hal yang Melingkupi

Penulis sertakan pula referensi terkait hal-hal seputar komoditas rokok yang

memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung. Informasi yang berkaitan dengan

kondisi tembakau Indonesia, prevalensi budaya merokok, industri rokok, juga cukai

sebagai instrumen ekonomi akan berusaha Penulis singgung sebagai langkah untuk

memberikan gambaran atas komoditas rokok.

1. Tembakau

Tembakau telah menjadi salah satu tanaman penting bagi kehidupan rakyat

Indonesia. Sejak dahulu sampai saat ini, tembakau memiliki peranan penting yang

sarat akan kehidupan. Hampir 15 provinsi di Indonesia telah menjadikan tembakau

sebagai tanaman pokok. Tembakau yang pada akhirnya diberi nama sesuai lokasi,

seperti tembakau Temanggung, tembakau Madura, tembakau Kasturi dan lain-lain.

Tembakau hampir selalu digunakan dan terserap untuk industri rokok tanah

air. Tanaman tembakau dan produk turunan yang bersangkutan sangat penting jika

melihat sudut pandang ekonomi baik bagi penerimaan negara, kesejahteraan petani,

dan para buruh yang berada dalam industri rokok. Seperti telah disinggung di awal,

tembakau merupakan aspek penting yang berkaitan dengan berbagai macam lapisan

masyarakat Indonesia.

Tembakau telah berkontribusi bagi penerimaan negara hingga menyentuh

nilai 14 triliun pada tahun 2014. Terkhusus kondisi para petani tembakau, hampir

70% pendapatan dihasilkan melalui tembakau. Nilai tersebut meningkat tiap tahun.

Berdasarkan berita yang Penulis dapat, cukai rokok telah menyumbang 153 triliun

ke kas negara pada tahun 2018, mengutip Kompas. Nilai yang sangat besar.

Berikut sedikit Penulis paparkan data-data terkait area tanam dan produksi

tembakau tanah air mulai dari tahun 1975 – 2017. Angka yang digunakan adalah

gabungan dari pelaku tembakau smallholder, government, dan private. Perlu juga

diperhatikan bahwa untuk tahun 2016, angka bersifat sementara, dan untuk tahun

2017, angka bersifat estimasi.

Selain luas area tanam dan tingkat produksi, Penulis juga akan melihat tren

ekspor/impor dalam satuan volume, mulai dari tahun 1970 – 2016. Untuk informasi

lanjutan terkait tembakau, akan Penulis rangkum dalam poin-poin.

Page 40: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

24

Grafik 2.2. Statistik Luas Areal dan Produksi Tembakau

Luas Areal: Hektare (Ha) / Produksi: Ton

Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia; Tembakau 2015 – 2017, 2016.

Grafik di atas memberikan suatu informasi. Luas areal sangat berpengaruh

signifikan terhadap kuantitas produksi tembakau tanah air. Kedua variabel, saling

tumpang tindih antara satu dengan yang lain. Jika Penulis boleh berpendapat, maka

upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tembakau yakni dengan turut serta

memperluas areal tanam tembakau.

Nilai ekspor/impor agaknya perlu untuk sedikit disinggung. Informasi yang

mungkin dapat memberikan suatu gambaran bagaimana persaingan antara produsen

lokal dan produsen tembakau luar. Informasi yang berkaitan juga mampu melihat

bagaimana industri rokok mencukupi kebutuhan penyerapan tembakau. Berikut

adalah grafik yang juga Penulis konversi dari Statistik Perkebunan Indonesia.

Grafik 2.3. Volume Ekspor dan Impor Tembakau

Volume: Ton

Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia; Tembakau 2015 – 2017, 2016.

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

197

5

197

7

197

9

198

1

198

3

198

5

198

7

198

9

199

1

199

3

199

5

199

7

199

9

200

1

200

3

200

5

200

7

200

9

201

1

201

3

201

5

201

7

Luas Areal Produksi

0

50000

100000

150000

Ekspor Impor

Page 41: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

25

Grafik mengenai volume ekspor dan impor tembakau cukup menarik untuk

diperhatikan. Sejak 1970, tren ekspor dan impor hampir tidak berbeda dan memiliki

kecenderungan besaran yang sama besar. Namun hingga di tahun 2009, kuantitas

ekspor tembakau menurun dan sangat berbeda jauh jika dibanding impor. Kondisi

terkait menunjukkan bahwa tembakau impor semakin mendominasi.

Tidak hanya tembakau, Penulis pun akan sedikit membahas kondisi rokok

global dan juga tanah air melalui berbagai sudut pandang. Tembakau, jika melihat

data dan fakta, memang hampir terserap dalam industri rokok. Tetapi tidak hanya

rokok, terdapat begitu banyak produk turunan yang dihasilkan dari tembakau.

Berikut adalah pembahasan mengenai produk turunan dari tembakau.

Penggunaan tembakau dan rokok sering dibedakan dalam beberapa survei.

Hasil olahan tembakau tidak hanya terbatas pada rokok. Terdapat begitu banyak

produk yang dapat dihasilkan dari tembakau dan perbedaan terlihat melalui kategori

smoking dan smokeless. Untuk lebih memahami produk hasil olahan atas tembakau,

berikut juga Penulis jabarkan (Asma et al., 2015: 16);

a. Kategori Smoked

Manufactured Cigarettes; Produk yang paling banyak dikonsumsi di dunia.

Produk disusun dengan tembakau, diproses dan dicampurkan bahan kimia untuk

cita rasa dan digulung dengan kertas khusus. Rokok pabrik yang umum.

Lazim ditemukan; Dunia.

Kereteks; Rokok yang dicampurkan dengan bahan cengkeh. Kereteks

berasal dari Indonesia dan dapat ditemukan di seluruh dunia. Keretek mengandung

rasa yang dikenal dengan sauce, yang mana berbeda antar tiap merek.

Lazim ditemukan; Indonesia.

Waterpipes; Biasa dikenal dengan sebutan shisha, nargile, hookah, dan juga

hubble-bubble adalah produk tembakau dengan cita rasa tertentu. Produk dapat

digunakan dengan cara dibakar melalui arang dalam wadah berisi air.

Lazim ditemukan; Wilayah Mediterania, Afrika Utara dan sebagian wilayah

Asia, serta sedang menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Electronic Nicotine Delivery Systems (ENDS) / Electronic Non-Nicotine

Delivery Systems (ENNDS); Biasa dikenal dengan sebutan vape pens, vape pipes,

Page 42: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

26

hookah pens, electronic pens dan lain sebagainya. Perangkat yang tidak digunakan

dengan cara membakar langsung tembakau, tetapi menggunakan proses penguapan.

Lazim ditemukan; Eropa, Amerika Serikat, serta sedang menyebar di dunia.

b. Kategori Smokeless

Chewing Tobacco; Produk terkait diaplikasikan pada mulut, pipi, serta bibir

dalam bentuk bubuk dan dapat dikunyah juga dihisap. Jenis dari tembakau bubuk

diberi nama gundi, misri, patiwala, dan zarda.

Lazim ditemukan; Amerika Serikat, wilayah Afrika, India, Myanmar dan

berbagai wilayah lain yang memiliki budaya yang mirip.

Snus; Produk pangan tembakau yang dicampur dengan air dan garam serta

diproses dalam temperatur tinggi selama 24 hingga 36 jam. Rasa ditambahkan pada

proses akhir produksi. Biasa dikemas dalam bentuk sachet.

Lazim ditemukan; Denmark, Finlandia, dan negara Skandinavia lain.

Hasil olahan tembakau yang telah dipaparkan di atas adalah sebagian dari

produk tembakau yang tersebar di pasar dunia.

Penulis hanya menjabarkan beberapa produk yang sekiranya mudah untuk

dipahami oleh pembaca Indonesia. Tembakau melalui berbagai proses yang rumit

dalam menghasilkan suatu produk tertentu. Negara yang berbeda juga memandang

tembakau sebagai hal yang berbeda. Oleh karena itu, negara tertentu memiliki suatu

keunikan dalam proses pengolahan tembakau.

Sebagai penutup pembahasan mengenai tembakau tanah air, Penulis sedikit

paparkan trivia terkait tembakau yang mungkin belum banyak diketahui. Berikut

adalah poin-poin yang berhasil dibuat berdasarkan berbagai sumber;

a. Areal penanaman tembakau terluas yang pernah tercatat adalah 288.118 Ha

pada tahun 1985.

b. Jumlah produksi tembakau terbanyak yang pernah tercatat adalah 260.818

ton pada tahun 2012.

c. Volume ekspor tembakau terbesar yang pernah tercatat adalah 57.408 ton

pada tahun 2010.

d. Volume impor tembakau terbesar yang pernah tercatat adalah 137.426 ton

pada tahun 2012.

Page 43: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

27

e. Tiga provinsi utama yang berkontribusi dalam total produksi tembakau di

tahun 2015 adalah Nusa Tenggara Barat (34.449 ton), Jawa Tengah (40.564

ton), dan Jawa Timur (99.743 ton).

2. Prevalensi Budaya Merokok

Salah satu alasan mengapa Penulis melibatkan variabel dikotomi jenis

kelamin ke dalam penelitian tidak lain karena terdapat kemungkinan bahwa

prevalensi antara perokok laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Perbedaan yang

kemudian akan berdampak pada perbedaan klasifikasi elastisitas dan alasan lain

bahwa rokok menjadi konsumsi vital bagi dua kehidupan yang berbeda.

Tercatat bahwa sekitar 67.4% pria dan 4.5% wanita yang terdiri dari 36.1%

populasi (61.4 juta) menggunakan tembakau dalam bentuk rokok atau jenis tanpa

asap. Penggunaan tembakau lebih lazim di daerah pedesaan (39.1%) dibandingkan

dengan daerah perkotaan (33.0%) (World Health Organization, 2012: xxiii).

Prevalensi bagi peremuan cukup rendah, namun fluktuatif. Sedangkan bagi

laki-laki, tren peningkatan telah berlangsung beberapa dekade. Sebesar 68.1% dari

pria Indonesia di tahun 2016, diperkirakan merokok. Salah satu tingkat persentase

tertinggi di dunia. Jumlah perokok Indonesia hampir tiga kali lipat, dari 25 juta pada

1980 menjadi sekitar 73,6 juta pada 2015.

Selama satu dekade, dari 2007 – 2017, Indonesia melonjak dari konsumen

rokok terbesar kelima menjadi negara konsumen rokok terbesar ketiga di dunia

setelah Cina dan Rusia. Fenomena terkait adalah argumen yang sangat kuat bahwa

konsumsi rokok di Indonesia sangat masif dan meningkat tahun demi tahun. Bukan

soal mudah memang mengubah suatu kebiasaan.

Lalu untuk komoditas rokok yang tersebar di pasar Indonesia, sedikitnya

terdapat tiga jenis, yakni keretek buatan mesin (Sigaret Keretek Mesin/SKM),

keretek buatan tangan (Sigaret Keretek Tangan/SKT), dan rokok putih (Sigaret

Putih Mesin/SPM). Sekitar 2011 – 2017, pangsa pasar rokok mulai bergeser ke arah

produk SKM yang naik dari 63.75% di 2011 menjadi 74.79% di 2017 (Zheng et al.,

2018: 4).

Kematian yang disebabkan oleh tembakau pada tahun 2016 sebesar 21,37%.

Lebih banyak laki-laki meninggal di Indonesia daripada rata-rata di negara lain.

Page 44: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

28

Sekitar 342 miliar batang rokok yang diproduksi di Indonesia di tahun yang sama.

Batang-batang rokok tersebut dikontribusikan hanya dari segelintir pemain yang

menjadi pemimpin di industri rokok.

3. Perusahaan Rokok Tanah Air

Lima pemain rokok tanah air menguasai tiga perempat pasar di Indonesia.

H.M. Sampoerna memimpin, 92.5% dimiliki oleh Philip Morris Internasional –

yang juga membuat rokok dengan merek Marlboro. Selanjutnya diikuti oleh pemain

asli, konglomerat Indonesia, Gudang Garam dan Djarum. Keempat adalah British

American Tobacco yang diwakili oleh Bentoel Group dan Nojorono posisi kelima

(Tjandra, 2018).

Lebih detail mengenai persentase dalam menguasai pasar, H.M. Sampoerna

29%, Gudang Garam 23%, Djarum 13%, British American 7%, Nojorono 5% dan

entitas perusahaan kecil lain yang berkontribusi 23%.

Tidak sulit untuk menemukan informasi terkait siapa dan apa yang mereka

(perusahaan) lakukan karena sebagian telah melakukan proses go public dan

menjadi perusahaan terbuka. Penulis akan sedikit memberikan gambaran mengenai

company profile yang sekiranya dapat membantu Pembaca untuk mengenal lebih

dalam para Indonesia’s Big Five.

Berikut adalah profil singkat dari perusahaan-perusahaan terkait;

a. H.M. Sampoerna

PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (β€œSampoerna”) telah menjadi bagian

penting dari industri tembakau Indonesia selama lebih dari seratus tahun

sejak berdiri tahun 1913, dengan produk legendaris Dji Sam Soe atau

dikenal dengan β€œRaja Keretek”. Sampoerna adalah pencetus kategori

Sigaret Keretek Mesin Kadar Rendah (SKM LT) di Indonesia dengan

memperkenalkan produk Sampoerna A pada tahun 1989. Produk Utama

dalam Sampoerna A adalah merek terdepan di pasar rokok Indonesia.

Sampoerna juga memproduksi sejumlah kelompok merek rokok keretek

yang telah dikenal luas termasuk Sampoerna Keretek dan Sampoerna U.

Selama lebih dari 10 tahun, Sampoerna memimpin pasar rokok Indonesia

dengan pangsa pasar sebesar 33.0% pada tahun 2018. Sampoerna adalah

Page 45: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

29

anak perusahaan dari PT Philip Morris Indonesia (β€œPMID”) dan afiliasi dari

Philip Morris International Inc. (β€œPMI”), perusahaan rokok internasional

terkemuka dengan merek global Marlboro. Ruang lingkup kegiatan

Sampoerna meliputi, antara lain manufaktur, perdagangan dan distribusi

rokok termasuk juga mendistribusikan Marlboro merek rokok internasional

terkemuka yang diproduksi oleh PMID.

b. Perusahaan rokok Gudang Garam adalah salah satu perusahaan terkemuka

dalam industri rokok di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1958 di

kota Kediri, Jawa Timur. Hingga saat ini, Gudang Garam telah dikenal luas

baik di dalam negeri maupun luar negeri sebagai penghasil rokok keretek

berkualitas tinggi.

Produk Gudang Garam dapat ditemukan dalam banyak varietas, mulai dari

SKL (sigaret keretek klobot atau rokok keretek kulit jagung), SKT (sigaret

keretek linting tangan atau rokok keretek tangan linting, hingga SKM

(sigaret keretek mesin atau mesin – rokok keretek gulung). PT. Gudang

Garam Tbk. memiliki anak perusahaan seperti PT. Surya Pemenang

(Industri Kertas), PT. Graha Surya Media (Layanan Hiburan) dan

sebagainya.

c. Djarum telah berdiri sejak awal tahun 1950-an. Produksi masif berteknologi

tinggi Djarum memproduksi rokok untuk pasar domestik dan internasional.

Produk Djarum domestik; Djarum Super, Djarum Super Mild, Djarum

Super MLD Black Series, Djarum Coklat, Djarum Coklat Extra, Djarum

Coklat Filter, LA Lights, LA Menthol, LA Ice, LA Bold, LA FilteRED,

Djarum Black, Djarum Black Mild, Djarum Black Cappuccino, Djarum

Black Menthol, Cigarillos, Gold Seal, Dos Hermanos dan lain-lain. Produk

Djarum internasional; Djarum Black, Djarum Black Supersmooth, Gold

Seal, Djarum Cherry, Djarum Black Menthol Supersmooth, Spice Island,

LA Lights, LA Menthol Lights, Djarum Super, Djarum Vanilla, and Djarum

Menthol. Informasi lain mengenai Djarum sangat terbatas mengingat entitas

yang belum go public dan karena karakteristik perusahaan yang bersifat

turun-temurun / dikelola oleh keluarga.

Page 46: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

30

d. PT. Bentoel Internasional Investama Tbk. ("Bentoel") dan anak perusahaan

adalah anggota British American Tobacco Group, sebuah kelompok usaha

tembakau terbesar kedua di dunia berdasarkan pangsa pasar global dengan

merek yang dijual di lebih dari 200 pasar. Bentoel Group adalah produsen

rokok terbesar keempat di Indonesia dengan pangsa pasar sekitar 7%.

Bentoel memproduksi dan memasarkan beragam produk tembakau; keretek

buatan mesin, keretek buatan tangan, dan rokok putih. Portofolio utama

Bentoel termasuk Dunhill Filter, Dunhill Mild, Club Mild dan Lucky Strike

Mild. Bentoel juga memproduksi merek lokal, seperti Neo Mild, Tali Jagat,

Bintang Buana, Sejati, Star Mild dan Uno Mild, serta merek global, seperti

Lucky Strike dan Dunhill.

Bentoel Group mempekerjakan lebih dari 6.000 orang di seluruh bisnis;

mulai dari kemitraan penanaman daun hingga pembelian dan pemrosesan

daun dan cengkeh, hingga manufaktur, pemasaran, dan distribusi rokok.

PT. Bentoel Internasional Investama Tbk. memiliki anak perusahaan seperti

PT. Bentoel Distribusi Utama (Distributor Rokok), PT. Bentoel Prima

(Manufakturer Rokok) dan sebagainya.

4. Perihal Cukai

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, seperti nama yang tersemat, mengatur

perihal cukai. Direktorat terkait berada di bawah naungan Kementerian Keuangan.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah entitas yang memiliki peranan

dalam menjaga hak-hak keuangan negara. Melalui fungsi tertentu, DJBC mengatur

hal-hal yang berkenaan dengan aktivitas perdagangan internasional serta tuntutan

untuk memenuhi kepentingan nasional.

Berikut Penulis paparkan fungsi utama yang melekat atas entitas DJBC,

dengan berdasar kepada dokumen Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

No. KEP-105/BC/2014 tentang Visi, Misi, dan Fungsi Utama Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai;

a. Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian

fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran.

Page 47: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

31

b. Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang kondusif dengan

memperlancar logistik impor dan ekspor melalui penyederhanaan prosedur

kepabeanan dan cukai serta penerapan sistem manajemen risiko yang

handal.

c. Melindungi masyarakat, industri dalam negeri, dan kepentingan nasional

melalui pengawasan dan/atau pencegahan masuknya barang impor dan

keluarnya barang ekspor yang berdampak negatif dan berbahaya yang

dilarang dan/atau dibatasi oleh regulasi.

d. Melakukan pengawasan kegiatan impor, ekspor, dan kegiatan di bidang

kepabeanan dan cukai lainnya secara efektif dan efisien melalui penerapan

sistem manajemen risiko yang handal, intelijen, dan penyidikan yang kuat,

serta penindakan yang tegas dan audit kepabeanan dan cukai yang tepat.

e. Membatasi, mengawasi, dan/atau mengendalikan produksi, peredaran dan

konsumsi barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik dapat

membahayakan kesehatan, lingkungan, ketertiban dan keamanan

masyarakat melalui instrumen cukai yang memperhatikan aspek keadilan

dan keseimbangan.

f. Mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk bea masuk, bea keluar,

dan cukai guna menunjang pembangunan nasional.

Jika dilihat dengan lebih saksama, aspek cukai tertulis secara eksplisit. Poin

kelima menegaskan bahwa cukai digunakan sebagai instrumen untuk membatasi,

mengawasi, mengendalikan produksi, peredaran dan konsumsi barang. Cukai lebih

lanjut adalah upaya perlindungan dari pemerintah untuk masyarakat atas ancaman

kesehatan, lingkungan, ketertiban dan keamanan.

Cukai, mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai

adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang

mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang, yakni;

a. Konsumsinya perlu dikendalikan.

b. Peredarannya perlu diawasi.

c. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau

lingkungan hidup.

Page 48: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

32

d. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan

keseimbangan.

Barang tertentu yang sesuai dengan karakteristik di atas, selanjutnya disebut

barang kena cukai (BKC). Cukai dikenakan terhadap BKC yang terdiri dari;

a. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan

dan proses pembuatannya.

b. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan

tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya,

termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol.

c. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris,

dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan

digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam

pembuatannya.

Demikian informasi terkait cukai yang Penulis dapat dari berbagai dokumen

pemerintah. Cukai tersebut dikumpulkan dan diolah oleh negara sebagai kas negara

untuk proses pembangunan. Penerimaan cukai terbesar berasal dari industri hasil

tembakau (IHT), yakni sebesar 90% dari keseluruhan BKC. Terhitung 2004 – 2017,

penerimaan cukai terus meningkat (Magdalena, 2018: 344).

F. Dikotomi Jenis Kelamin

Upaya dalam mengkaji perbedaan jenis kelamin atas hubungan dengan

elastisitas komoditas rokok mungkin penting untuk Penulis jelaskan. Kemungkinan

dalam sebuah opini dan hipotesis selalu mutlak. Begitu juga dengan asumsi-asumsi

yang datang. Laki-laki dan perempuan, dengan gaya hidup yang berbeda, hasrat dan

emosi yang berlainan, sedikit atau banyak berpengaruh terhadap derajat elastisitas.

Penulis mencoba untuk menyediakan kajian-kajian yang membahas tentang

perbedaan pola konsumsi dari laki-laki dan perempuan. Pemaparan terkait berguna

untuk memahami bahwa laki-laki dan perempuan memiliki preferensi lain terkait

kebutuhan dan memiliki prioritas atas pengeluaran. Jenis kelamin antara satu dan

yang lain, dipastikan memiliki alokasi konsumsi yang mengikuti kepentingan.

Page 49: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

33

Kenaikan harga rokok bagi perokok dengan jenis kelamin tertentu, mungkin

tidak masalah mengingat kebutuhan sehari-hari yang diperlukan sedikit. Boleh jadi

di lain sisi, kenaikan harga rokok menjadi perhatian yang perlu dipikirkan karena

alokasi berlebih atas suatu komoditas membuat pemenuhan kebutuhan lain menjadi

terbatas bahkan dikesampingkan.

Konsep semacam dapat dilihat melalui penelitian yang dilakukan oleh CIPS

(Center for Indonesian Policy Studies). Kenaikan harga beras sebesar 1.000 rupiah

dapat mempengaruhi kemungkinan untuk memiliki anak yang mengalami stunting

sebanyak 2.44%. Harga yang tinggi juga dapat menurunkan alokasi belanja untuk

beragam nutrisi lewat daging dan bahan pokok lain (Ilman & Wibisono, 2019: 30).

Seperti yang telah disebutkan, berikut adalah sedikit rangkuman dari karya

ilmiah yang menyinggung tentang perbedaan pola konsumsi dua jenis kelamin;

Tabel 2.2. Penelitian Pola Konsumsi

No. Penulis &

Tahun Sampel Hasil

1 (Davy et al.,

2006)

Mahasiswa

Universitas

Midwestern

Penelitian menyatakan bahwa

perempuan memang lebih berhati-hati

dalam upaya konsumsi kebutuhan

sehari-hari. Berbagai hal seperti diet

dan pembatasan konsumsi karbohidrat

menjadi alasan utama. Kultur

semacam adalah sebuah perhatian

yang dimiliki perempuan atas nutrisi

yang dikonsumsi.

2

(Morse &

Driskell,

2009)

Mahasiswa

Universitas

Midwestern

Perbedaan terlihat bahkan dalam

konsumsi makanan cepat saji.

Persentase mahasiswa laki-laki di

Universitas Midwestern yang

mengonsumsi fast-food tercatat lebih

banyak dibanding perempuan. Alasan

yang ditemukan seputar hal-hal yang

berhubungan dengan ekonomi, karena

lebih murah.

3 (Shiferaw et

al., 2012)

Partisipan

FoodNet

Jurnal lain yang berhubungan dengan

dunia medis, memaparkan bahwa

perbedaan konsumsi laki-laki dan

perempuan sangat kontras. Laki-laki

melakukan konsumsi lebih banyak

untuk daging dan berbagai jenis

unggas olahan. Lalu untuk

Page 50: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

34

perempuan, buah-buahan dan sayuran

menjadi konsumsi yang

terkonsentrasi.

4 (Hallam et

al., 2016) -

Laki-laki dan perempuan memiliki

hasrat yang berbeda dalam pola

konsumsi. Berbagai macam studi

telah menemukan bahwa tendensi

laki-laki dalam konsumsi makanan

gurih, seperti daging, ikan, dan telur

cukup tinggi. Sedangkan untuk

perempuan cenderung mengonsumsi

makanan manis seperti cokelat, es

krim, dan roti-rotian.

5

(Maimunah

& Julian,

2017)

Mahasiswa

UNILA

Perbedaan jenis kelamin antara

mahasiswa laki-laki dan perempuan,

berpengaruh signifikan terhadap

pengeluaran dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari. Konsumsi

yang dilakukan mahasiswa

perempuan lebih besar dibandingkan

mahasiswa laki-laki sebesar 32.045,58

rupiah.

Apakah laki-laki cukup toleran menghadapi kenaikan harga rokok karena

tidak terlalu memiliki kebutuhan yang kompleks dan beragam? Apakah perempuan

sangat intoleran dan responsif terhadap kenaikan harga rokok yang menyerap cukup

banyak alokasi pengeluaran sedangkan kebutuhan lain perlu dikesampingkan? Atau

mungkin kedua jenis kelamin memiliki derajat yang sama dalam merespons harga?

Pertanyaan-pertanyaan semacam dapat dijawab melalui term elastisitas atas

dikotomi kalkulasi berdasarkan dua jenis kelamin.

G. Penelitian Terdahulu

Penulis turut serta mempelajari beberapa kajian terdahulu, berupa jurnal,

skripsi, maupun karya ilmiah lain, sebagai upaya untuk mendapatkan perspektif

yang menyeluruh. Kesenjangan akademis dan fokus penelitian dapat dengan mudah

dilengkapi. Kajian-kajian yang Penulis pelajari mencakup referensi domestik juga

internasional.

Kajian terkait Penulis bedah dalam beberapa poin, termasuk nama penulis,

tahun terbit, judul, metode, dan hasil, berikut di antaranya;

Page 51: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

35

Tabel 2.3. Penelitian Terdahulu

No. Penulis &

Tahun Judul Metode Hasil

1

(Komasari

& Helmi,

2000)

Faktor-Faktor

Penyebab

Perilaku Merokok

pada Remaja

Variabel

Perilaku

Merokok, Sikap

Permisif Orang

Tua, Lingkungan

Teman Sebaya,

Kepuasan

Psikologis

Analisis

Teknik analisis

data yang

digunakan

adalah regresi

ganda.

Sumbangan sikap

permisif orang tua

dan lingkungan

teman sebaya

terhadap perilaku

merokok remaja

sebanyak 38.4%.

Sementara

sumbangan

kepuasan

psikologis sebesar

40.9% terhadap

perilaku merokok.

2

(Hidayat &

Thabrany,

2008)

Model Spesifikasi

Dinamis

Permintaan

Rokok:

Rasionalkah

Perokok

Indonesia?

Variabel

Konsumsi

Rokok, Harga,

Alkohol,

Pendapatan

Analisis

Studi

menganalisis

model spesifikasi

dinamis

permintaan

rokok dengan

OLS, 2SLS,

GMM, dan

System-GMM.

Analisis statistik

menunjukkan

bahwa harga

rokok

berhubungan

negatif dengan

konsumsi.

Elastisitas harga

rokok jangka

panjang (-0.39)

lebih tinggi

ketimbang

elastisitas jangka

pendek (-0.35).

3 (Woyanti,

2011)

Pengaruh

Kenaikan Tarif

Cukai dan Fatwa

Haram Merokok

terhadap Perilaku

Konsumen Rokok

di Kota Semarang

Variabel

Konsumsi

Rokok, Harga,

Pendapatan,

Umur,

Pendidikan,

Cukai, Fatwa

Analisis

Metode

Penarikan

Sampel:

Stratified

Harga Rokok pada

Konsumsi Rokok:

Negatif dan

Signifikan

Pendapatan pada

Konsumsi Rokok:

Positif dan

Signifikan

Umur pada

Konsumsi Rokok:

Negatif dan

Signifikan

Page 52: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

36

Random

Sampling

Alat Statistik:

Regresi Linier

Berganda

Teknik

Penaksiran

Model: Ordinary

Least Square

(OLS)

Pendidikan pada

Konsumsi Rokok:

Negatif dan

Signifikan

Cukai pada

Konsumsi Rokok:

Positif dan Tidak

Signifikan

Fatwa pada

Konsumsi Rokok:

Positif dan Tidak

Signifikan

4 (Mandey,

2013)

Promosi,

Distribusi, Harga

Pengaruhnya

terhadap

Keputusan

Pembelian Rokok

Surya Promild

Variabel

Keputusan

Pembelian

Rokok Gudang

Garam Surya

Promild, Strategi

Promosi,

Distribusi, Harga

Analisis

Metode analisis

yang digunakan

adalah regresi

linier berganda.

Secara parsial,

promosi dan

distribusi

berpengaruh

signifikan

terhadap

keputusan

pembelian. Harga

tidak berpengaruh

signifikan

terhadap

keputusan

pembelian.

5

(Sopwa &

Banin,

2015)

Analisis Pengaruh

Perceived Harga,

Kemasan dan

Daya Tarik Iklan

Televisi terhadap

Minat Beli

Konsumen

Produk Rokok

Djarum Super di

Bumiayu

Variabel

Minat Beli,

Perceived Harga,

Kemasan, Daya

Tarik Iklan

Televisi

Analisis

Metode analisis

untuk penelitian

adalah metode

kuantitatif,

digunakan

metode regresi

linier berganda.

Perceived Harga

terhadap Minat

Beli: Positif dan

Signifikan

Kemasan terhadap

Minat Beli: Tidak

Signifikan

Daya Tarik Iklan

Televisi terhadap

Minat Beli: Tidak

Signifikan

6

(Afif &

Sasana,

2019)

Pengaruh

Kemiskinan,

Pendapatan per

Kapita, Harga

Variabel

Konsumsi Rokok

per Kapita,

Kemiskinan,

Kemiskinan

terhadap

Konsumsi Rokok

Page 53: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

37

Rokok, Produksi

Rokok terhadap

Konsumsi Rokok

di Indonesia

Pendapatan per

Kapita, Harga

Rokok, Produksi

Rokok

Analisis

Penelitian

menggunakan

model regresi

linier berganda

dengan metode

kuadrat terkecil

atau OLS.

per Kapita: Positif

dan Signifikan

Pendapatan per

Kapita terhadap

Konsumsi Rokok

per Kapita: Positif

dan Signifikan

Harga Rokok

terhadap

Konsumsi Rokok

per Kapita: Tidak

Signifikan

Produksi Rokok

terhadap

Konsumsi Rokok

per Kapita: Positif

dan Signifikan

7 (Hu & Mao,

2002)

Effects of

Cigarette Tax on

Cigarette

Consumption and

The Chinese

Economy

Variabel

Konsumsi

Rokok, Pajak

Rokok

Analisis

Metode analisis

menggunakan

pengukuran

rumus elastisitas

yang telah

diolah.

Kenaikan 25%

dari pajak

tembakau akan

mengurangi

konsumsi rokok

sebesar 4.54 juta

bungkus.

8 (Gallet &

List, 2003)

Cigarette

Demand: A Meta-

Analysis of

Elasticities

Analisis

Penelitian

berusaha

melakukan

estimasi atas

model elastisitas

harga, elastisitas

pendapatan, dan

elastisitas iklan.

Hasil

menunjukkan

bahwa beberapa

asumsi pemodelan

memiliki

pengaruh minor

atau tidak

signifikan secara

statistik pada

perkiraan

elastisitas.

9 (Gallus et

al., 2006)

Price and

Cigarette

Consumption in

Europe

Variabel

Konsumsi

Dewasa

Tahunan, Harga

Hasil dari analisis

mendukung

asosiasi terbalik

antara harga dan

merokok di Eropa.

Page 54: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

38

Rokok per

Bungkus

Data

menunjukkan

bahwa rata-rata di

Eropa, konsumsi

rokok menurun

sebesar 7,4% (dan

4,6%) untuk

peningkatan

10,0% dalam

harga rokok

merek asing dan

lokal.

10

(Saenz-de-

Miera et al.,

2010)

Self-Reported

Price of

Cigarettes,

Consumption and

Compensatory

Behaviours in a

Cohort of

Mexican Smokers

Before and After

a Cigarette Tax

Increase

Variabel

Self-Reported

Price of

Cigarettes, Place

of Last Purchase,

Preferred Brand,

Daily

Consumption,

Quit Behaviour

Hasil

menunjukkan

bahwa kenaikan

pajak dirasakan

oleh konsumen.

Setelah dianalisis,

kenaikan pajak

akan

mengakibatkan

penurunan

konsumsi.

11 (Ng et al.,

2014)

Smoking

Prevalence and

Cigarette

Consumption in

187 Countries,

1980 – 2012

Variabel

Data yang

digunakan terkait

dengan

prevalensi

merokok dari

187 negara, baik

jumlah

konsumsi,

populasi

perokok,

persentase laki-

laki dan

perempuan, serta

umur.

Analisis

Algoritme

khusus dibuat

untuk

menyesuaikan

data dan tujuan

yang ingin

dicapai.

Meskipun terdapat

kemajuan dalam

mengurangi

prevalensi

merokok sejak

1980, jumlah

perokok terus

meningkat di

seluruh dunia.

Indikasi awal

bahwa prevalensi

global di antara

pria meningkat

dalam beberapa

tahun terakhir.

Page 55: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

39

H. Kerangka Pemikiran

Untuk memberikan sedikit gambaran mengenai proses berpikir dan alur dari

penelitian, berikut Penulis lampirkan kerangka pemikiran;

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

I. Hubungan Antar Variabel

Penelitian terkait menggunakan dua alat analisis yakni formula elastisitas

dan regresi. Berikut adalah pembahasan dari keduanya;

1. Elastisitas

Variabel yang akan Penulis gunakan untuk menganalisis derajat elastisitas

komoditas rokok yakni melalui kalkulasi atas harga rokok dan persentase konsumsi

rokok laki-laki serta perempuan dewasa. Lebih detail, perhitungan matematis akan

menggunakan metode elastisitas permintaan dan melihat seberapa jauh koefisien

nilai akhir yang didapatkan.

Page 56: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

40

πΈβ„Ž =% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘˜π‘œπ‘›π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘› π‘Ÿπ‘œπ‘˜π‘œπ‘˜ π‘™π‘Žπ‘˜π‘– βˆ’ π‘™π‘Žπ‘˜π‘–

% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘Ÿπ‘œπ‘˜π‘œπ‘˜ (π‘π‘’π‘Ÿ 20 π‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›π‘”)

&

πΈβ„Ž =% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘˜π‘œπ‘›π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘› π‘Ÿπ‘œπ‘˜π‘œπ‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘šπ‘π‘’π‘Žπ‘›

% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘Ÿπ‘œπ‘˜π‘œπ‘˜ (π‘π‘’π‘Ÿ 20 π‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›π‘”)

Beberapa penelitian terdahulu memiliki hasil dan penggunaan alat analisis

yang berlainan antara satu dengan yang lain. Sebagian menyatakan bahwa korelasi

antara harga rokok dan konsumsi positif, sebagian lain mendapatkan bahwa korelasi

bersifat negatif. Apa yang Penulis berusaha analisis lebih dari hubungan positif dan

negatif dari harga dan konsumsi, tapi juga diklasifikasikan dalam kluster elastisitas.

Kluster elastisitas dapat ditentukan melalui nilai koefisien yang didapatkan.

Kriteria penentuan dapat dilihat sebagai berikut;

a. Inelastis Sempurna:

Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah = 0.

b. Elastis Sempurna:

Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah = ∞.

c. Elastisitas Tunggal (Uniter):

Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah = 1.

d. Elastis:

Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah > 1.

e. Inelastis:

Nilai koefisien elastisitas yang dihasilkan adalah < 1.

2. Regresi

Regresi yang Penulis laksanakan adalah regresi linier sederhana dengan satu

prediktor X berupa rerata upah minimum provinsi. Lalu untuk variabel Y, Penulis

masih menggunakan variabel persentase konsumen rokok. Penulis akan melakukan

dua kali regresi dengan perbedaan antara dua jenis kelamin laki-laki dan perempuan

agar dapat mengetahui dampak dengan lebih kontras.

𝑦 = ß0 + ß1x + Ɛ

Page 57: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

41

Penulis menggunakan data time series atau deret waktu mengingat variabel

yang digunakan adalah berdasarkan perbedaan waktu ( 2002 – 2018). Variabel yang

diamati dari beberapa lintas waktu. Time series sangat baik dalam upaya melakukan

forecasting. Formula elastisitas yang sebelumnya Penulis singgung berfungsi untuk

mengetahui apakah alasan kenaikan harga rokok relevan bagi penurunan konsumsi

rokok, di sisi lain, forecasting pada time series mampu menilai seberapa jauh upah

minimum provinsi berdampak pada konsumsi rokok.

Kedua formula masih terkait dalam upaya menjelaskan fenomena konsumsi

rokok di Indonesia. Kembali pada regresi linier sederhana, Penulis tegaskan bahwa

variabel bebas (independen) yakni rerata upah minimum provinsi, untuk variabel

terikat (dependen) yakni persentase konsumen rokok laki-laki dan perempuan. Lalu

syarat untuk melakukan regresi linier sederhana adalah;

a. Jumlah sampel yang digunakan antara dua variabel sama.

b. Jumlah variabel bebas (X) satu.

c. Nilai residual bersifat normal.

d. Hubungan yang linier antara variabel bebas dan variabel terikat.

e. Tidak terdapat heteroskedastisitas.

f. Tidak terdapat autokorelasi.

Sedangkan tahap demi tahap akan Penulis singgung pada bab selanjutnya.

Page 58: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dari data adalah jumlah keseluruhan harga atas merek rokok yang

tersebar di Indonesia dan persentase konsumen rokok. Lalu, penentuan sampel atas

penelitian adalah harga rerata dari 20 batang rokok tanpa memperhatikan jenis dan

merek rokok, serta sampel dalam bentuk persentase konsumen rokok laki-laki dan

perempuan dewasa (15 – 64). Data lain yakni rerata upah minimum provinsi.

Metode penentuan sampel yang Penulis tetapkan adalah purposive sampling

yakni metode dengan mempertimbangkan maksud dan karakteristik tertentu. Salah

satu alasan Penulis adalah dengan melihat keterbatasan data harga dari beragamnya

jenis rokok Indonesia, serta mayoritas konsumen rokok Indonesia yang berada pada

usia dewasa.

Melalui alasan terkait, Penulis memutuskan untuk hanya menggunakan data

yang tersedia dan representatif. Sangat sulit untuk membuat indeks dari keseluruhan

data harga tiap-tiap jenis rokok yang tersebar di Indonesia. Sedangkan untuk kasus

persentase konsumen rokok, Penulis merasa bahwa konsumen rokok laki-laki dan

perempuan usia dewasa, dapat mewakili kondisi keseluruhan konsumen rokok.

Perihal proses pencarian data, Penulis menemukan hambatan. Sumber yang

telah Penulis jadikan referensi, tidak memberikan data dengan lengkap. Sedikitnya

terdapat beberapa angka dari tahun-tahun tertentu yang kosong dan tidak memiliki

nilai. Penulis juga berusaha untuk mencari sumber lain sebagai pelengkap, namun

tetap tidak mendapatkan hasil.

Sebagai upaya untuk mendapatkan data yang tidak tersedia, Penulis merasa

perlu untuk melakukan interpolasi. Interpolasi merupakan proses pencarian sebuah

titik di antara dua sumbu dengan uji coba matematis (Mulyono, 2009: 1). Interpolasi

dapat membantu untuk mengisi data yang tidak tersedia serta membuat penelitian

menjadi lebih valid. Penulis juga turut melakukan ekstrapolasi.

Data mengenai upah minimum provinsi telah Penulis dapat secara lengkap,

namun tidak dengan data harga rerata rokok dan persentase konsumen rokok laki-

laki dan perempuan. Data terkait tidak tersedia untuk tahun 2002, 2003, 2006, 2008,

2009, 2017, dan 2018.

Page 59: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

43

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Wilayah yang menjadi cakupan penelitian adalah Indonesia sebagai negara

konsumen rokok cukup besar di dunia. Interval waktu yang Penulis pilih adalah dari

tahun 2002 sampai tahun 2018 (17 tahun). Penelitian dengan judul β€œKlasifikasi

Elastisitas dan Peran Rerata Upah Minimum Provinsi terhadap Konsumsi Rokok

(Studi Kasus: 2002 – 2018) dilakukan sejak November 2019 hingga Maret 2020.

C. Data & Sumber Data

Data yang digunakan bersifat kuantitatif serta berasal dari pihak eksternal

dengan bentuk data sekunder. Data diperoleh melalui sumber yang beragam, dari

dokumen pemerintahan, publikasi ilmiah seperti jurnal dan skripsi, kajian literatur,

referensi baik domestik serta internasional. Penulis sadar betul bahwa penelitian

akan sangat kuat dalam argumen jika memiliki referensi dari bermacam medium.

Berikut Penulis singgung mengenai sumber dari data yang Penulis gunakan

dalam penelitian;

1. Data Harga Rerata Rokok

Penulis menggunakan data harga rerata rokok per 20 batang sebagai wakil

dari keseluruhan harga tiap-tiap jenis rokok yang tersebar di Indonesia. Data terkait

Penulis peroleh dari inter-ekstrapolasi dan publikasi World Bank yang membahas

prevalensi rokok bertajuk Cigarette Affordability in Indonesia: 2002 – 2017.

2. Data Konsumen Rokok

Penulis menggunakan data persentase konsumen rokok laki-laki dan juga

perempuan sebagai wakil dari keseluruhan konsumen rokok di Indonesia. Data

terkait Penulis peroleh dari laman resmi World Bank Data, publikasi, dan proses

inter-ekstrapolasi.

3. Data Rerata Upah Minimum Provinsi

Penulis mendapatkan data terkait dari Badan Pusat Statistik. Rerata dipilih

karena cakupan penelitian yang tidak terbatas pada provinsi, namun skala nasional.

Angka rerata diperoleh dari keseluruhan provinsi yang berada di Indonesia. Data

terkait sudah lengkap dan tidak diperlukan pengolahan yang lebih lanjut.

Page 60: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

44

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat, metode, dan cara yang membantu Penulis

dalam upaya untuk menjalankan penelitian terkait. Instrumen yang menjadi fokus

Penulis untuk mendapatkan data yakni berupa dokumen-dokumen serta publikasi

formal pemerintah dan non-pemerintah, baik lembaga domestik juga internasional,

melalui laman resmi masing-masing entitas.

E. Metode Pengumpulan Data

Data menjadi suatu kebutuhan mutlak untuk melakukan penelitian. Pertama

yang dapat dilakukan adalah proses pengumpulan. Melalui sumber-sumber kredibel

maka data yang diperoleh akan memiliki argumen yang kuat. Penulis menggunakan

metode studi pustaka untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Sebuah metode

yang menekankan pada proses penggalian informasi atas dokumen dan catatan.

F. Metode Analisis Data

Penulis menggunakan alat analisis kuantitatif; elastisitas & regresi. Berikut

adalah tahap demi tahap pelaksanaan dari dua alat secara terpisah, lebih lanjut akan

dijabarkan pada bab selanjutnya;

1. Elastisitas

a. Inter dan Ekstrapolasi

b. Penyederhanaan Nilai

c. Elastisitas

2. Regresi

a. Uji Normalitas

b. Uji Linieritas

c. Uji Heteroskedastisitas

d. Uji Autokorelasi

e. Hipotesis

f. Regresi

g. Interpretasi

Page 61: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

45

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Objek Penelitian

Sekitar 67.4% laki-laki dan 4.5% perempuan yang terdiri 36.1% dari

populasi (61.4 juta) menggunakan tembakau dalam bentuk merokok atau tanpa asap

di tahun 2011. Penggunaan tembakau lebih umum dan masif di pedesaan (39.1%),

dibandingkan dengan daerah perkotaan (33%).

Rokok adalah bentuk utama dari penggunaan tembakau, 34.8% (59.9 juta)

dari populasi orang dewasa merokok tembakau dan 1.7% (2.9 juta) orang dewasa

menggunakan produk tembakau tanpa asap (pipa, cerutu, shisha, dan sebagainya).

Rokok keretek (31.5%) adalah produk tembakau paling populer yang digunakan di

Indonesia. Rata-rata 12.8 batang rokok dihisap / hari.

Grafik 4.1. Prevalensi Jenis Kelamin Berdasarkan Tipe Tembakau

Sumber: Global Adult Tobacco Survei; Indonesia Report 2011.

Sebesar 79.8% perokok keretek membeli rokok terakhir mereka di sebuah

kios. Harga rata-rata 20 batang yang dibayarkan perokok keretek adalah Rp12.719.

Gudang Garam adalah merek paling populer yang dibeli oleh perokok keretek tahun

2011 (21.8%). Merek paling populer kedua adalah Djarum (18.8%). Sampoerna,

Laki-Laki

Smoked

Smoked & Smokeless

Smokeless

Perempuan

Smoked

Smoked & Smokeless

Smokeless

Page 62: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

46

Dji Sam Soe, dan Tali Jagad dengan 15.4%, 6%, dan 5.3%, yang masing-masing

adalah merek paling populer ketiga, keempat, dan kelima. Penghasilan rata-rata,

4.71% dihabiskan untuk pembelian 100 bungkus rokok keretek pada tahun 2011.

Prevalensi merokok di kalangan perempuan Indonesia agak rendah, namun

mudah berubah. Prevalensi di antara laki-laki dewasa, di sisi lain, telah mengikuti

tren peningkatan yang berlangsung beberapa dekade. Pada 2016, diperkirakan

68.1% laki-laki Indonesia merokok. Salah satu tingkat tertinggi di dunia. Jumlah

perokok Indonesia meningkat tiga kali lipat, dari 25 juta pada 1980 menjadi sekitar

73.6 juta pada 2015.

Dalam satu dekade, dari 2007 – 2017, Indonesia melonjak dari konsumen

rokok terbesar kelima setelah China, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang menjadi

negara konsumen rokok terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan Rusia.

Sedikitnya, terdapat tiga jenis rokok diproduksi di Indonesia: sigaret keretek

mesin / SKM, sigaret keretek tangan / SKT, sigaret putih mesin / SPM. Keretek

adalah jenis rokok yang diproduksi di dalam negeri, terdiri dari tembakau, cengkeh,

dan bahan-bahan lainnya. Periode 2011 – 2017 terlihat pergeseran pangsa pasar ke

arah SKM, naik dari 63.75% di 2011 menjadi 74.79% di 2017.

Grafik 4.2. Prevalensi Berdasarkan Tipe Rokok

Sumber: Cigarette Affordability in Indonesia; 2002 – 2017.

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

SKM 63.75% 65.29% 68.58% 72.62% 73.35% 73.82% 74.79%

SKT 30.37% 28.63% 25.43% 21.67% 20.88% 20.72% 20.23%

SPM 5.87% 6.08% 5.99% 5.71% 5.77% 5.47% 4.90%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Page 63: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

47

Produksi dan konsumsi rokok meningkat secara masif di Indonesia. Selama

periode 2011 – 2016, produksi rokok naik dari 279 menjadi 342 miliar batang,

sementara konsumsi meningkat dari 296 menjadi 339 miliar batang. Jika dalam

persentase, produksi rokok Indonesia meningkat 22.41% serta konsumsi meningkat

sebesar 14.46%.

Keterjangkauan tembakau / rokok naik 50% dari awal 1980-an hingga akhir

1990-an. Kemudian meningkat lagi sebesar 50% dari 2003 hingga 2010. Pada 2000-

an, rokok di Indonesia lebih terjangkau daripada di negara-negara berpenghasilan

rendah menengah. Tingkat peningkatan keterjangkauan rokok di Indonesia sangat

cepat, menempati urutan kedua tercepat di antara sepuluh negara berpenghasilan

menengah ke bawah dari tahun 2000 – 2013.

Tabel 4.1. Harga Rokok Retail/20 Batang

Negara Merek Termahal Merek Termurah

Indonesia 2.16 0.45

Bangladesh 2.81 0.64

Brazil 2.28 1.53

Canada 8.56 6.55

China 6.76 0.38

Germany 6.67 5.56

India 3.67 0.87

Malaysia 4.19 2.22

Mexico 2.86 1.27

Philippines 1.26 0.86

Singapore 9.65 7.2

Sri Lanka 7.27 3.84

Rep. of Korea 4.46 3.57

Russian Federation 1.86 0.72

Thailand 2.06 1.15

United Kingdom 13.31 8.17

Vietnam 1.17 0.27

Harga Rokok Retail: Dollar

Sumber: Cigarette Affordability in Indonesia; 2002 – 2017.

Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa terdapat kenaikan cukai rokok di

tahun 2020 sebesar 23% dan berdampak pada kenaikan harga eceran rokok sebesar

35%. Selama periode 2014 – 2020, cukai meningkat sebanyak empat kali.

Page 64: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

48

Kematian yang disebabkan oleh tembakau pada tahun 2016 sebesar 21.37%.

Lebih banyak laki-laki meninggal di Indonesia daripada rata-rata di negara sedang.

Walaupun lebih sedikit orang yang menggunakan tembakau tanpa asap di Indonesia

daripada rata-rata di negara menengah, 8 juta penduduk bukanlah nilai yang patut

diabaikan. Sebuah permasalahan dan tantangan kesehatan yang nyata.

Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh budaya merokok di Indonesia

mencapai 639 triliun rupiah, besaran yang termasuk biaya langsung terkait dengan

pengeluaran perawatan kesehatan dan tidak langsung atas hilangnya produktivitas

karena kematian dini dan morbiditas.

Pendapatan gabungan dari enam perusahaan tembakau terbesar dunia pada

tahun 2016 adalah lebih dari USD 346 miliar, setara dengan 38% dari Pendapatan

Nasional Bruto Indonesia. Sebuah kekuatan karena sumber daya luas dan kekuatan

pasar global.

Sekitar 196.300 metrik ton tembakau diproduksi di Indonesia pada tahun

2014, dengan 0.37% lahan pertanian dikhususkan untuk penanaman tembakau, dan

sekitar 342 miliar batang rokok diproduksi di Indonesia pada tahun 2016.

Lima pemain rokok menguasai tiga perempat pasar tembakau di Indonesia,

dipimpin oleh HM Sampoerna, 92.5% dimiliki oleh Philip Morris Internasional –

yang juga membuat rokok dengan merek Marlboro. Kemudian muncul beberapa

konglomerat Indonesia; Gudang Garam dan Djarum, dikenal karena rokok keretek

tradisional. Keempat adalah British American Tobacco, dan grup Indonesia lain

yakni Nojorono Tobacco di posisi kelima. Sampai saat ini, posisi belum berubah.

Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum menandatangani

dan meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) dari

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) – bahkan China ada di dalamnya dan membuat

kemajuan yang stabil. Jika melihat kondisi tembakau atau rokok domestik, kondisi

demikian tidak dapat dilihat dengan satu perspektif, harus menyeluruh dan adil.

Demikian kondisi tembakau dan rokok yang telah Penulis paparkan. Data

serta informasi terkait menjadi bahan awal untuk melakukan penelitian elastisitas

yang akan disinggung pada pembahasan selanjutnya. Subab lanjutan akan langsung

menjelaskan mengenai analisis serta pembahasan. Teknik pengolahan data menjadi

panduan untuk mencapai kesimpulan, derajat elastisitas komoditas rokok.

Page 65: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

49

B. Temuan Hasil Penelitian

Sebelum masuk ke dalam proses hitung, maka Penulis akan menjawab hal

yang menjadi asumsi dalam penelitian ini, yakni perihal hubungan cukai dan harga

rokok. Penulis akan menjabarkan penelitian yang menjustifikasi cukai adalah salah

satu faktor utama pembentuk harga rokok. Menurut Fadillah & Kiswara (2012: 10),

cukai per unit berpengaruh positif terhadap harga produk rokok per unit.

Bukti ini menunjukkan bahwa semakin besarnya cukai per unit, maka akan

semakin besar juga harga rokok per unit yang terdampak. Kita dapat menilai bahwa

kenaikan harga rokok benar disebabkan oleh cukai yang naik. Cukai memang bukan

satu-satunya pembentuk rokok, tapi jika kenaikan harga rokok tidak berpengaruh

pada konsumsi rokok, maka kenaikan cukai pun terbukti tidak signifikan.

Penelitian kuantitatif Penulis pilih karena sesuai dengan bentuk data berupa

angka. Berikut adalah pemaparan data-data yang digunakan dalam penelitian;

Tabel 4.2. Harga Rokok/20 Batang di Indonesia

Tahun IDR/20 Batang

2002 5381.3

2003 6012.3

2004 6430.8

2005 8222.3

2006 8683.3

2007 9110.2

2008 9316.2

2009 9800.8

2010 10413.5

2011 11578.5

2012 12421.2

2013 13789

2014 15446.4

2015 17291.5

2016 19116.3

Sumber: Cigarette Affordability in Indonesia; 2002 – 2017.

Data diperoleh melalui salah satu publikasi penyumbang utama penelitian

yang berasal dari World Bank, dengan judul Cigarettes Affordability in Indonesia;

2002 – 2017. Penulis merasa data di atas belum cukup layak dan jelas untuk masuk

dalam proses hitung elastisitas, perlu langkah lanjutan.

Page 66: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

50

Data konsumen rokok laki-laki dan perempuan dewasa pun masih perlu

melalui proses tambahan. Permasalahan yang Penulis temukan yakni kekosongan

data serta data dalam bentuk persentase keseluruhan total penduduk. Agar

perhitungan elastisitas mudah dilakukan, Penulis merasa perlu untuk mengolah data

konsumen rokok laki-laki dan perempuan lebih lanjut.

Berikut Penulis paparkan data mentah dari persentase konsumen rokok laki-

laki dan perempuan yang berhasil Penulis himpun dari berbagai sumber;

Tabel 4.3. Prevalensi Konsumen Rokok

Tahun Laki-Laki Perempuan

2000 60.6 5.6

2001 62.2 1.3

2002 - -

2003 - -

2004 63.1 4.5

2005 65 4.4

2006 - -

2007 65.6 5.2

2008 - -

2009 - -

2010 70.6 3.6

2011 71.1 3.4

2012 71.9 3.3

2013 73 3.1

2014 74.1 3

2015 75.2 2.9

2016 76.1 2.8

Konsumen Rokok: Persentase

Sumber: World Bank Data & Cigarette Affordability in Indonesia; 2002 – 2017.

Data di atas masih belum cukup untuk masuk tahap hitung elastisitas. Data

tahun tertentu masih tidak tersedia serta perlu dilakukan proses inter dan ekstra-

polasi. Bentuk data yang persentase juga perlu melalui penyederhanaan nilai demi

memudahkan Penulis dalam menghitung elastisitas. Langkah-langkah terkait akan

ditelaah lebih lanjut pada subbab lanjutan. Meski data prevalensi rokok di atas

dimulai dari tahun 2000, Penulis memutuskan hanya menggunakan data dari 2002

sampai 2018.

Page 67: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

51

Berbeda dengan dua data sebelumnya, data rerata upah minimum provinsi

tidak perlu melalui tahap lanjutan. Data yang berasal dari Badan Pusat Statistik

telah jelas dan lengkap. Tidak terdapat kekosongan data serta bentuk telah dalam

rupiah. Berikut adalah data yang nantinya akan Penulis gunakan dalam meramalkan

fungsi antara upah minimum provinsi dan persentase konsumen rokok;

Tabel 4.4. Rerata Upah Minimum Provinsi

Tahun Rata-Rata UMP

2002 362700

2003 414700

2004 458500

2005 507697

2006 602702

2007 672480

2008 745709

2009 841530

2010 908824

2011 988829

2012 1088903

2013 1296908

2014 1584391

2015 1790342

2016 1997819

2017 2142855

2018 2268874

2019 2455662

Rerata Upah Minimum Provinsi: Rupiah

Sumber: Badan Pusat Statistik.

Meski data terkait Penulis jabarkan sampai tahun 2019, tetapi dalam proses

hitung Penulis hanya akan menggunakan data sampai tahun 2018. Konsisten data

dalam alat hitung regresi linier sederhana dan time series menjadi fundamental jika

keseluruhan data memiliki tabulasi yang sama. Data rerata upah minimum provinsi

seperti telah disinggung, tidak perlu mendapatkan proses olah lanjutan.

Setelah ketiga data (harga rerata rokok per 20 batang, persentase konsumen

rokok laki-laki dan perempuan dewasa, dan rerata upah minimum provinsi) telah

Penulis paparkan, maka untuk subbab selanjutnya mulai menggunakan alat analisis.

Page 68: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

52

1. Elastisitas

a. Inter dan Ekstrapolasi

Interpolasi merupakan suatu metode matematis untuk menentukan data-data

yang hilang dari serangkain data terkumpul. Interpolasi sangat membantu penelitian

jika mengalami keterbatasan data. Sedikitnya terdapat beberapa jenis interpolasi, di

antaranya interpolasi linier, interpolasi kuadrat, interpolasi lagrange, dan interpolasi

newton.

Penulis memilih alat hitung interpolasi linier karena dinilai sesuai dengan

kriteria penelitian. Selain mudah dilakukan, interpolasi jenis linier cukup mampu

memberikan hasil yang memuaskan Penulis. Seperti telah disinggung sebelumnya,

hanya variabel persentase konsumen rokok saja yang butuh tambahan proses untuk

dilengkapi. Oleh karena itu, data terkait akan melalui proses interpolasi linier.

Data yang tidak tersedia dalam kumpulan banyak data, jika ingin masuk ke

dalam proses hitung, terdapat tiga hal yang dapat dilakukan;

i. Data yang hilang atau tidak tersedia, diabaikan.

ii. Data yang hilang atau tidak tersedia, dianggap bernilai 0 (kosong).

iii. Data yang hilang atau tidak tersedia dapat melalui proses interpolasi.

Upaya untuk mendapatkan koefisien elastisitas yang representatif dan valid,

Penulis memilih opsi ketiga. Rerata harga rokok dan persentase konsumen rokok

laki-laki perempuan dewasa dapat melalui proses interpolasi. Berikut akan Penulis

jelaskan sedikit demi sedikit langkah yang harus dilalui untuk mendapatkan nilai

interpolasi, mulai dari rumus serta alat alternatif yang dapat digunakan.

Rumus interpolasi linier, tidak terbatas namun dapat dipahami seperti;

𝑦 = 𝑦1 + (π‘₯ βˆ’ π‘₯1)𝑦2 βˆ’ 𝑦1

π‘₯2 βˆ’ π‘₯1

Y dan X melambangkan dua informasi data dari variabel yang diinterpolasi.

Sebagai contoh, variabel X dapat menjadi tahun linier, sedangkan Y melambangkan

perubahan yang terjadi pada persentase konsumen rokok laki-laki dan perempuan

dewasa. Nilai-nilai yang hilang dapat diprediksi menggunakan tren data sebelum &

sesudah nilai yang diketahui. Formula interpolasi sangat fleksibel jika ingin ditelaah

lebih lanjut, baik untuk memastikan nilai yang didapat atau pencarian proyeksi.

Page 69: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

53

Selain melalui rumus untuk menghitung nilai tertentu, penggunaan alat dan

instrumen altenatif juga dapat dilakukan atas upaya untuk memperoleh interpolasi.

Formula dapat diatur sedemikian rupa pada Microsoft Excel, juga memiliki tingkat

validitas yang cukup kuat. Formula terkait Penulis peroleh berdasarkan uji coba dan

proses perbandingan dari beberapa website resmi panduan Microsoft Excel.

Ekstrapolasi juga tidak lupa penulis terapkan. Jika interpolasi yakni mengisi

nilai di antara dua nilai yang diketahui, maka ekstrapolasi berusaha mendapatkan

nilai masa depan yang didasarkan pada tren beberapa tahun yang lalu. Suatu metode

untuk memperkirakan nilai menggunakan metode matematis yang dapat diketahui

melalui formula di Microsoft Excel. Penerapan yang mudah dan akurat.

Variabel yang butuh proses lanjutan juga telah Penulis uji dengan inter dan

ekstrapolasi. Selanjutnya, Penulis akan paparkan data mentah serta data yang telah

melalui proses inter dan ekstrapolasi. Data yang diberi warna kuning menandakan

bahwa data terkait adalah data yang diperoleh melalui inter/ekstrapolasi.

Berikut adalah data-data yang berhasil dikumpulkan;

Tabel 4.5. Harga Rokok/20 Batang di Indonesia - Ekstrapolasi

Tahun Rerata 20 Batang

2002 5381.3

2003 6012.3

2004 6430.8

2005 8222.3

2006 8683.3

2007 9110.2

2008 9316.2

2009 9800.8

2010 10413.5

2011 11578.5

2012 12421.2

2013 13789

2014 15446.4

2015 17291.5

2016 19116.3

2017 17965.1

2018 18969.5

Rerata 20 Batang: Rupiah

Sumber: Diolah.

Page 70: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

54

Tabel 4.6. Prevalensi Konsumen Rokok – Inter & Ekstrapolasi

Sebelum Interpolasi

Setelah Interpolasi

Tahun Laki-Laki Perempuan Tahun Laki-Laki Perempuan

2000 60.6 5.6 2000 60.6 5.6

2001 62.2 1.3 2001 62.2 1.3

2002 - - 2002 62.5 2.4

2003 - - 2003 62.8 3.4

2004 63.1 4.5 2004 63.1 4.5

2005 65 4.4 2005 65 4.4

2006 - - 2006 65.3 4.8

2007 65.6 5.2 2007 65.6 5.2

2008 - - 2008 67.3 4.7

2009 - - 2009 68.9 4.1

2010 70.6 3.6 2010 70.6 3.6

2011 71.1 3.4 2011 71.1 3.4

2012 71.9 3.3 2012 71.9 3.3

2013 73 3.1 2013 73 3.1

2014 74.1 3 2014 74.1 3

2015 75.2 2.9 2015 75.2 2.9

2016 76.1 2.8 2016 76.1 2.8

2017 - - 2017 76.8 3.1

2018 - - 2018 77.9 3.2

Sumber: Diolah.

Berdasarkan tabel di atas, Penulis telah dapatkan beberapa nilai nihil yang

sebelumnya tidak terlengkapi. Tahun 2002, 2003, 2006, 2008, 2009, 2017, dan

2018 baik data rerata harga rokok serta persentase konsumen rokok laki-laki juga

perempuan, tidak dapat Penulis dapatkan dari berbagai sumber. Melalui inter dan

ekstrapolasi, pada akhirnya Penulis berhasil mengisi kekosongan data terkait.

Langkah yang selanjutnya Penulis lakukan adalah menyederhanakan nilai-

nilai dalam bentuk persentase menjadi pecahan agar dapat dengan mudah dihitung

menggunakan metode elastisitas. Hal terkait bagi Penulis sangat penting karena bisa

membantu dalam proses perhitungan.

b. Penyederhanaan Nilai

Data persentase konsumen rokok laki-laki dan perempuan dewasa yang baru

saja melewati proses inter dan ekstrapolasi akan Penulis konversi dalam bentuk

Page 71: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

55

pecahan agar dapat dengan mudah masuk ke proses hitung elastisitas. Berikut

adalah hasil terkait dengan konversi nilai dari persentase ke bentuk pecahan;

Tabel 4.7. Penyederhanaan Nilai

Sebelum Penyederhanaan (%)

Setelah Penyederhanaan (Pecahan)

Tahun Laki-Laki Perempuan Tahun Laki-Laki Perempuan

2000 60.6 5.6 2000 0.606 0.056

2001 62.2 1.3 2001 0.622 0.013

2002 62.5 2.4 2002 0.625 0.024

2003 62.8 3.4 2003 0.628 0.034

2004 63.1 4.5 2004 0.631 0.045

2005 65 4.4 2005 0.65 0.044

2006 65.3 4.8 2006 0.653 0.048

2007 65.6 5.2 2007 0.656 0.052

2008 67.3 4.7 2008 0.673 0.047

2009 68.9 4.1 2009 0.689 0.041

2010 70.6 3.6 2010 0.706 0.036

2011 71.1 3.4 2011 0.711 0.034

2012 71.9 3.3 2012 0.719 0.033

2013 73 3.1 2013 0.73 0.031

2014 74.1 3 2014 0.741 0.03

2015 75.2 2.9 2015 0.752 0.029

2016 76.1 2.8 2016 0.761 0.028

2017 76.8 3.1 2017 0.768 0.031

2018 77.9 3.2 2018 0.779 0.032

Sumber: Diolah.

Tabel kiri menunjukkan hasil data yang telah di interpolasi namun belum di

tahap penyederhanaan nilai. Lain hal dengan tabel kanan, data persentase konsumen

rokok laki-laki dan perempuan dewasa telah dikonversi menjadi pecahan. Penulis

kembali mengingatkan bahwa konversi terkait dilakukan agar memudahkan proses

perhitungan elastisitas yang akan dilaksanakan pada pembahasan selanjutnya.

Setelah semua data yang dikumpulkan telah sempurna, baik harga rata-rata

rokok dan konsumen rokok laki-laki dan perempuan dewasa, Penulis merasa bahwa

karakteristik data yang dibutuhkan telah sesuai bagi alat hitung elastisitas. Langkah

lanjutan yakni menghitung elastisitas dari kedua data terkait.

Page 72: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

56

c. Elastisitas

Konsep elastisitas telah sampai pada tahap perhitungan. Subbab yang akan

menentukan nilai koefisien dari elastisitas permintaas atas komoditas rokok dalam

negeri. Sebelum masuk pada proses hitung, Penulis kembali menyinggung formula

yang akan dipakai. Formula yang digunakan serupa, baik konsumen laki-laki serta

perempuan. Berikut adalah formula terkait;

πΈβ„Ž =% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘˜π‘œπ‘›π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘› π‘Ÿπ‘œπ‘˜π‘œπ‘˜ π‘™π‘Žπ‘˜π‘– βˆ’ π‘™π‘Žπ‘˜π‘–

% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘Ÿπ‘œπ‘˜π‘œπ‘˜ (π‘π‘’π‘Ÿ 20 π‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›π‘”)

&

πΈβ„Ž =% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› π‘˜π‘œπ‘›π‘ π‘’π‘šπ‘’π‘› π‘Ÿπ‘œπ‘˜π‘œπ‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘šπ‘π‘’π‘Žπ‘›

% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘› β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘Ÿπ‘œπ‘˜π‘œπ‘˜ (π‘π‘’π‘Ÿ 20 π‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘›π‘”)

Jika dapat ditulis kembali dengan lebih detail, maka formula elastisitas yang

akan digunakan adalah;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

%βˆ†π‘„

%βˆ†π‘ƒ

Catatan; kedua formula memiliki unsur dan metode perhitungan serupa.

Variabel P dan Q telah ditemukan, Penulis hanya tinggal menghitung nilai

dari delta atau perubahan yang terjadi pada variabel P dan Q (harga rata-rata rokok

dan konsumen rokok laki-laki dan perempuan dewasa). Kedua variabel menjadi hal

vital dalam menentukan koefisien elastisitas. Perlu juga dicatat bahwa Penulis akan

tetap mengikuti aturan-aturan dan konsep yang berlaku dalam perumusan.

Tabel yang selanjutnya menyinggung tentang selisih atau delta sebagai alat

ukur kenaikan merupakan langkah yang terlebih dahulu harus ditempuh. Elastisitas

selain melihat data dari masing-masing tahun, juga membutuhkan selisih dari tahun

yang telah dikumpulkan. Selisih di tahun 2010, sebagai contoh merupakan bentuk

kenaikan dari tahun 2009. Jika naik maka bernilai positif, sebaliknya akan negatif.

Tabel selanjutnya ditujukan untuk menghitung perubahan dari tiap-tiap

variabel, berdasarkan perubahan tahun demi tahun.

Page 73: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

57

Tabel 4.8. Perubahan/Delta Variabel Harga Rerata Rokok

Tahun IDR/20 Sticks Selisih

2002 5381.3 -

2003 6012.3 631

2004 6430.8 418.5

2005 8222.3 1791.5

2006 8683.3 461

2007 9110.2 426.9

2008 9316.2 206

2009 9800.8 484.6

2010 10413.5 612.7

2011 11578.5 1165

2012 12421.2 842.7

2013 13789 1367.8

2014 15446.4 1657.4

2015 17291.5 1845.1

2016 19116.3 1824.8

2017 17965.1 -1151.2

2018 18969.5 1004.4

Sumber: Diolah.

Penulis telah mendapatkan delta/selisih perubahan dari tiap nilai rata-rata

harga rokok. Metode yang Penulis lakukan adalah mengurangi tahun terkait dengan

tahun sebelum. Sebagai contoh, untuk menghitung selisih dari tahun 2010, Penulis

melakukan pengurangan harga rerata rokok tahun 2010 dengan harga rerata rokok

tahun 2009. Harga 10413.5 dikurangi dengan 9800.8 menjadi 612.7.

Metode serupa Penulis gunakan pada perhitungan konsumen rokok laki-laki

juga perempuan. Langkah selanjutnya yaitu mencoba menghitung selisih konsumen

rokok laki-laki dan perempuan yang akan Penulis gabungkan dalam satu tabel, agar

memudahkan pembaca dalam memahami bagaimana perubahan tercipta dalam dua

jenis kelamin. Selisih yang terjadi cukup kontras dan fluktuatif.

Lagi-lagi, hanya sebuah asumsi tetapi perbedaan terkait merupakan bentuk

dari perbedaan gaya belanja dan prioritas yang sebelumnya telah Penulis singgung.

Laki-laki dan perempuan sangat berbeda dalam kebutuhan sehari-hari, keadaan bio-

logis bahkan sampai hasrat psikologis. Faktor-faktor terkait menjadi penentu dalam

proses merespons harga komoditas.

Berikut adalah hasil yang Penulis dapatkan;

Page 74: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

58

Tabel 4.9. Perubahan/Delta Variabel Konsumen Rokok

Tahun Laki-Laki Selisih Perempuan Selisih

2000 0.606 - 0.056 -

2001 0.622 0.016 0.013 -0.043

2002 0.625 0.003 0.024 0.011

2003 0.628 0.003 0.034 0.01

2004 0.631 0.003 0.045 0.011

2005 0.65 0.019 0.044 -0.001

2006 0.653 0.003 0.048 0.004

2007 0.656 0.003 0.052 0.004

2008 0.673 0.017 0.047 -0.005

2009 0.689 0.016 0.041 -0.006

2010 0.706 0.017 0.036 -0.005

2011 0.711 0.005 0.034 -0.002

2012 0.719 0.008 0.033 -0.001

2013 0.73 0.011 0.031 -0.002

2014 0.741 0.011 0.03 -0.001

2015 0.752 0.011 0.029 -0.001

2016 0.761 0.009 0.028 -0.001

2017 0.768 0.007 0.031 0.003

2018 0.779 0.011 0.032 0.001

Sumber: Diolah.

Jika perubahan tiap-tiap variabel telah selesai ditemukan, maka Penulis bisa

memulai untuk menggunakan formula elastisitas. Penulis akan melakukan dikotomi

atas jenis kelamin. Pertama, koefisien elastisitas akan dilakukan berdasarkan harga

rerata rokok dan konsumen laki-laki dewasa. Lalu yang kedua, koefisien elastisitas

akan menggunakan variabel harga rerata rokok dan konsumen perempuan dewasa.

Pemisahan/dikotomi terkait dilakukan sebagai upaya untuk menilai derajat

elastisitas antara harga rerata rokok dan masing-masing jenis kelamin. Nilai yang

didapat pada saat proses pencarian delta/selisih perubahan tiap jenis kelamin sangat

berbeda. Kemungkinan yang tercipta adalah perbedaan koefisien elastisitas, serta

kluster elastisitas antara masing-masing jenis kelamin.

Selain mengukur derajat elastisitas, Penulis juga berusaha untuk mengubah

perhitungan menjadi klasifikasi. Gambaran klasifikasi akan dapat membantu untuk

memahami letak komoditas rokok antara tiap jenis kelamin. Jika tiap jenis kelamin

memiliki hasil yang serupa, katakanlah inelastis, kita dapat dengan mudah menilai

dan merumuskan kebijakan dengan lebih tepat sasaran.

Page 75: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

59

Berikut adalah proses hitung elastisitas, yang dimulai dengan jenis kelamin

laki-laki, untuk P adalah harga rerata rokok dan Q adalah konsumen rokok;

1. Tahun 2002 – 2003;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.003

631π‘₯

5381.3

0.625

= 0.04

2. Tahun 2003 – 2004;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.003

418.5π‘₯

6012.3

0.628

= 0.06

3. Tahun 2004 – 2005;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.019

1791.5π‘₯

6430.8

0.631

= 0.1

4. Tahun 2005 – 2006;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.003

461π‘₯

8222.3

0.65

= 0.08

5. Tahun 2006 – 2007;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.003

426.9π‘₯

8683.3

0.653

= 0.09

6. Tahun 2007 – 2008;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.017

206π‘₯

9110.2

0.656

= 1.14

7. Tahun 2008 – 2009;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.016

484.6π‘₯

9316.2

0.673

= 0.45

8. Tahun 2009 – 2010;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.017

612.7π‘₯

9800.8

0.689

= 0.39

9. Tahun 2010 – 2011;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.005

1165π‘₯

10413.5

0.706

= 0.06

10. Tahun 2011 – 2012;

Page 76: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

60

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.008

842.7π‘₯

11578.5

0.711

= 0.15

11. Tahun 2012 – 2013;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.011

1367.8π‘₯

12421.2

0.719

= 0.13

12. Tahun 2013 – 2014;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.011

1657.4π‘₯

13789

0.73

= 0.12

13. Tahun 2014 – 2015;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.011

1845.1π‘₯

15446.4

0.741

= 0.12

14. Tahun 2015 – 2016;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.009

1824.8π‘₯

17291.5

0.752

= 0.11

15. Tahun 2016 – 2017;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.007

βˆ’1151.2π‘₯

19116.3

0.761

= (-)0.15

16. Tahun 2017 – 2018;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.011

1004.4π‘₯

17965.1

0.768

= 0.25

17. Tahun 2002 – 2018;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.154

13588.2π‘₯

5381.3

0.625

= 0.09

Seperti yang terlihat, hampir seluruh dari elastisitas antara masing-masing

dua tahun, memiliki nilai elastisitas yang inelastis. Kondisi demikian terjadi karena

koefisien elastisitas yang berada pada angka < 1. Hanya tahun tertentu yang

memiliki nilai > 1. Lalu untuk keseluruhan interval dari 2002 – 2018, memiliki nilai

inelastis yang cukup jelas, yakni 0.09. Lebih cenderung dekat dengan nilai 0

(inelastis sempurna).

Page 77: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

61

Selanjutnya, kita akan memulai perhitungan kedua, yakni mencoba menilai

bagaimana derajat elastisitas antara harga rerata rokok dan konsumen perempuan.

Metode serta langkah yang digunakan serupa dengan konsumen laki-laki.

Berikut adalah proses hitung elastisitas berdasarkan data variabel konsumen

rokok perempuan, untuk P adalah harga rerata rokok dan Q adalah konsumen rokok

perempuan yang telah dewasa;

1. Tahun 2002 – 2003

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.01

631π‘₯

5381.3

0.024

= 3.55

2. Tahun 2003 – 2004

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.011

418.5π‘₯

6012.3

0.034

= 4.64

3. Tahun 2004 – 2005;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.001

1791.5π‘₯

6430.8

0.045

= (-)0.07

4. Tahun 2005 – 2006;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.004

461π‘₯

8222.3

0.044

= 1.62

5. Tahun 2006 – 2007;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.004

426.9π‘₯

8683.3

0.048

= 1.69

6. Tahun 2007 – 2008;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.005

206π‘₯

9110.2

0.052

= (-)4.25

7. Tahun 2008 – 2009;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.006

484.6π‘₯

9316.2

0.047

= (-)2.45

8. Tahun 2009 – 2010;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.005

612.7π‘₯

9800.8

0.041

= (-)1.95

9. Tahun 2010 – 2011;

Page 78: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

62

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.002

1165π‘₯

10413.5

0.036

= (-)0.49

10. Tahun 2011 – 2012;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.001

842.7π‘₯

11578.5

0.034

= (-)0.4

11. Tahun 2012 – 2013;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.002

1367.8π‘₯

12421.2

0.033

= (-)0.55

12. Tahun 2013 – 2014;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.001

1657.4π‘₯

13789

0.031

= (-)0.26

13. Tahun 2014 – 2015;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.001

1845.1π‘₯

15446.4

0.03

= (-)0.27

14. Tahun 2015 – 2016;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

βˆ’0.001

1824.8π‘₯

17291.5

0.029

= (-)0.32

15. Tahun 20016 – 2017;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.003

βˆ’1151.2π‘₯

19116.3

0.028

= (-)1.78

16. Tahun 2017 – 2018;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.001

1004.4π‘₯

17965.1

0.031

= 0.57

17. Tahun 2002 – 2018;

πΈβ„Ž =βˆ†π‘„

βˆ†π‘ƒπ‘₯

𝑃

𝑄 / πΈβ„Ž =

0.008

13588.2π‘₯

5381.3

0.024

= 0.13

Hasil perhitungan elastisitas untuk variabel konsumen perempuan sangatlah

beragam/variatif. Beberapa tahun mengalami nilai inelastis, namun di tahun-tahun

lain menunjukkan nilai yang elastis. Konsumen perempuan amat berbeda dibanding

dengan konsumen laki-laki. Perbedaan terkait mungkin karena karakteristik dalam

perbedaan fokus belanja dan gaya hidup perempuan yang kontras tiap individu.

Page 79: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

63

Penulis hanya memaparkan data hitung yang telah didapat dan fokus kepada

hasil koefisien elastisitas serta berusaha memperkaya kesenjangan ilmu. Faktor dan

kecenderungan mengapa nilai koefisien laki-laki serta perempuan berbeda, berada

pada hal-hal di luar penelitian yang Penulis tetapkan. Meski Penulis telah menyebut

penelitian terdahulu yang menjadi referensi perbedaan pola belanja jenis kelamin,

hal terkait berfungsi hanya sebagai penunjang dan bukan bagian yang perlu Penulis

bahas lebih dalam.

2. Regresi

Alat analisis yang kedua adalah alat analisis regresi. Regresi Penulis pilih

sebagai alat untuk mengetahui dampak dari kebijakan pemerintah berupa penetapan

upah minimum provinsi terhadap keputusan merokok bagi laki-laki dan perempuan

dewasa. Jika pemerintah ingin menerapkan kebijakan untuk mengurangi konsumsi

rokok, namun di sisi lain terus meningkatkan upah minimum provinsi tiap tahun

yang memiliki kemungkinan linier terhadap permintaan rokok, bukankah hal terkait

adalah sebuah inkonsistensi kebijakan?

Melalui proses regresi yang akan dilakukan, Penulis dapat mengetahui se-

jauh mana dampak kenaikan upah minimum provinsi terhadap fenomena konsumsi

rokok di Indonesia. Gambaran terkait juga dapat menjadi pelengkap atas temuan

elastisitas yang telah Penulis lakukan sebelumnya. Tahap demi tahap menyesuaikan

dengan teknik pengolahan data yang telah disinggung sebelumnya.

Tentu, Penulis akan mulai dengan melakukan uji asumsi klasik, yakni tahap

kelayakan suatu data agar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Keseluruhan

proses uji regresi menggunakan Statistical Product and Service Solutions 18.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah salah satu uji asumsi klasik yang berusaha menguji

data untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Jika data

telah terdistribusi dengan normal maka kemungkinan untuk bias sangat kecil. Data

yang baik adalah data yang terdistribusi dengan normal yang juga terlihat melalui

metode Kolmogorov-Smirnov. Penulis turut memberikan hipotesis untuk melihat

data yang berhasil diolah telah normal atau tidak (Apriyono & Taman, 2013: 82).

Page 80: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

64

Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

adalah;

a. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0.05 maka data penelitian telah

terdistribusi normal.

b. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih kecil dari 0.05 maka data peneltian tidak

terdistribusi normal.

Penulis melakukan dua uji normalitas pada tiap-tiap jenis kelamin baik laki-

laki juga perempuan, berikut adalah hasil yang didapat;

Tabel 4.10. Uji Normalitas Konsumen Laki-Laki

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Residual_1

N 17

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .01391420

Most Extreme

Differences

Absolute .142

Positive .142

Negative -.114

Kolmogorov-Smirnov Z .586

Asymp. Sig. (2-tailed) .882

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

Tabel output di atas terlihat bahwa nilai signifikansi berada pada 0.882 yang

berarti lebih besar dari 0.05. Nilai yang menandakan bahwa hubungan rerata upah

minimum provinsi serta persentase konsumen laki-laki dewasa telah terdistribusi

dengan normal. Jika data telah terdistribusi dengan normal, maka data terkait dapat

masuk ke proses lebih lanjut.

Page 81: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

65

Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana hubungan antara variabel rerata

upah minimum provinsi dan persentase konsumen perempuan dewasa dengan tahap

yang serupa;

Tabel 4.11. Uji Normalitas Konsumen Perempuan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Residual_2

N 17

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .00692245

Most Extreme

Differences

Absolute .161

Positive .126

Negative -.161

Kolmogorov-Smirnov Z .663

Asymp. Sig. (2-tailed) .771

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

Tabel output di atas terlihat bahwa nilai signifikansi berada pada 0.771 yang

berarti lebih besar dari 0.05. Nilai yang menandakan bahwa hubungan rerata upah

minimum provinsi serta persentase konsumen perempuan dewasa telah terdistribusi

dengan normal. Jika data telah terdistribusi dengan normal, maka data terkait dapat

masuk ke proses lebih lanjut.

Tahap pertama uji asumsi klasik yakni uji normalitas menggunakan metode

Kolmogorov-Smirnov telah selesai. Penulis akan coba asumsi klasik kedua yakni

uji linieritas. Asumsi klasik yang sangat penting karena menentukan apakah data

dapat diregresi. Tidak seperti uji asumsi klasik lain yang memiliki solusi alternatif,

uji linieritas harus berhasil baik pada regresi linier sederhana juga berganda. Salah

satu uji fundamental dalam dunia statistik.

Page 82: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

66

b. Uji Linieritas

Uji linieritas berfungsi sebagai uji yang membuktikan bahwa variabel yang

akan diregresi memiliki hubungan linier baik positif maupun negatif. Strategi untuk

melakukan verifikasi hubungan linier. Uji liniearitas dilakukan dengan banyak cara,

scatterplot, analisis grafik residual, perbandingan R-kuadrat, metode estimasi kurva

dan berbagai cara lain (Widhiarso, 2010: 2).

Penulis memilih scatterplot sebagai metode uji linieritas karena umum dan

sangat mudah dilakukan. Melalui gambaran yang diberikan scatterplot, linieritas

dapat dengan mudah dipahami. Penulis juga akan melakukan uji linieritas baik data

upah minimum provinsi terhadap konsumen laki-laki dan upah minimum provinsi

terhadap konsumen perempuan. Berikut adalah hasil yang Penulis dapat;

Gambar 4.1. Uji Linieritas Konsumen Laki-Laki

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

Linieritas sangat kontras terlihat. Hubungan antara upah minimum provinsi

dan persentase konsumen laki-laki bergerak positif.

Page 83: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

67

Hubungan terkait berarti jika satu variabel mengalami kenaikan maka akan

terjadi kenaikan pula pada variabel lain. Melalui hubungan yang linier kesimpulan

pun didapatkan. Variabel upah minimum provinsi dan persentase konsumen laki-

laki siap masuk pada uji asumsi klasik selanjutnya. Selanjutnya, kita akan coba data

upah minimum provinsi dan persentase konsumen perempuan;

Gambar 4.2. Uji Linieritas Konsumen Perempuan

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

Perbedaan sangat terlihat antara konsumen laki-laki dan perempuan. Titik-

titik pada konsumen perempuan tidak menunjukkan pola yang linier dan cenderung

acak. Fenomena terkait membuktikan bahwa tidak ada hubungan linier antara data

upah minimum provinsi dan konsumen perempuan. Oleh karena itu, hubungan dua

variabel tidak dapat dilanjutkan lebih lanjut. Selanjutnya, Penulis hanya akan coba

uji asumsi klasik hingga proses regresi, menggunakan hubungan yang linier antara

upah minimum provinsi dan konsumen laki-laki. Uji linieritas seperti yang Penulis

singgung, harus diterima dan sesuai dengan kaidah yang berlaku.

Page 84: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

68

c. Uji Heteroskedastisitas

Model regresi yang baik adalah model yang tidak memiliki masalah perihal

heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas adalah uji yang melihat apakah terjadi

ketidaksamaan varian dari residu pada model regresi linier. Salah satu cara untuk

mendeteksi ada atau tidak heteroskedastisitas dalam model regresi adalah dengan

uji glejser.

Seperti halnya uji asumsi klasik, terdapat beberapa hipotesis yang membuat

kita mengetahui apakah model regresi yang kita lakukan mengalami hetero/homo-

kedastisitas. Berikut adalah hipotesis/dasar pengambilan keputusan terkait;

i. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0.05, maka kesimpulan output

adalah tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam model regresi.

ii. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih kecil dari 0.05, maka kesimpulan output

adalah terjadi gejala heteroskedastisitas dalam model regresi.

Berikut adalah hasil output dari uji glejser yang telah Penulis dapat;

Tabel 4.12. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .013 .004 3.781 .002

UMP -1.641E-9 .000 -.148 -.581 .570

a. Dependent Variable: Abs_RES

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

Nilai signifikansi yang berada di atas 0.05 membuktikan bahwa tidak terjadi

gejala heteroskedastisitas dalam model regresi linier sederhana yang akan Penulis

coba jalankan. Selain uji glejser, untuk menentukan gejala heteroskedastisitas dapat

dilakukan metode scatterplot, uji rank spearman, uji park, uji white, melakukan data

transformasi, dan upaya alternatif lain.

Page 85: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

69

d. Uji Autokorelasi

Uji asumsi klasik yang terakhir adalah uji autokorelasi. Uji terkait sangatlah

lekat dengan data time series. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam satu

model regresi linier terdapat korelasi antar kesalahan pengganggu (residual) pada

periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi dapat terjadi apabila satu

observasi yang berututan saling berkaitan.

Uji autokorelasi dapat diketahui melalui metode-metode seperti, uji durbin

watson, uji lagrange multiplier, uji breusch godfrey, dan uji run test. Penulis akan

menggunakan uji durbin watson untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi pada

regresi yang akan Penulis jalankan. Sebelum masuk pada hasil output, Penulis juga

melampirkan hipotesis/atau dasar pengambilan keputusan;

i. Jika nilai d (durbin watson) lebih kecil dari dL atau lebih besar dari 4-dL

maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.

ii. Jika nilai d (durbin watson) terletak antara dU dan 4-dU maka hipotesis nol

diterima yang berarti tidak terdapat autokorelasi.

iii. Jika d (durbin watson) terletak antara dL dan dU atau di antara 4-dU dan 4-

dL maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Nilai dU dan nilai dL dapat dilihat pada Tabel Durbin Watson yang Penulis

lampirkan.

Tabel 4.13. Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model

R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-

Watson

1 .964a .929 .924 .014371 .278

a. Predictors: (Constant), UMP

b. Dependent Variable: LAKILAKI

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

Setelah melihat nilai Durbin-Watson, 0.278, data terbukti autokorelasi.

Page 86: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

70

Penulis merasa perlu untuk melakukan penyelesaian atas masalah terkait.

Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah autokorelasi adalah dengan melalui

uji alternatif Cochrane-Orcutt. Metode yang memerlukan proses pencarian nilai dan

koefisien korelasi yang disebut dengan Rho. Berikut adalah hasil Rho yang Penulis

dapatkan;

Tabel 4.14. Koefisien Korelasi

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .000 .002 .177 .862

Lag_RES .838 .138 .852 6.081 .000

a. Dependent Variable: Residual_1

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

Koefisien korelasi yang tertera yakni 0.838. Setelah mendapatkan nilai Rho

maka kita dapat melanjutkan pada proses Cochrane-Orcutt. Berikut adalah Durbin-

Watson terbaru setelah melalui metode Cochrane-Orcutt;

Tabel 4.15. Uji Autokorelasi Cochrane-Orcutt

Model Summaryb

Model

R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-

Watson

1 .796a .633 .607 .00633 1.581

a. Predictors: (Constant), Lag_UMP

b. Dependent Variable: Lag_KLAKILAKI

Nilai Durbin-Watson baru telah membuktikan bahwa data telah terlepas dari

masalah autokorelasi. Uji asumsi klasik pun selesai dan regresi dapat dimulai.

Page 87: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

71

e. Hipotesis

Hipotesis atau dasar pengambilan keputusan sangatlah penting dalam proses

regresi. Jika ingin mengetahui ada/tidak pengaruh antara variabel bebas terhadap

variabel terikat, maka hipotesis yang diajukan adalah;

i. H0: Tidak ada pengaruh (X) variabel Upah Minimum Provinsi terhadap (Y)

variabel Persentase Konsumen Rokok Laki-Laki

ii. H1: Terdapat pengaruh (X) variabel Upah Minimum Provinsi dengan (Y)

variabel Persentase Konsumen Rokok Laki-Laki

Lalu untuk menilai hipotesis mana yang akan diterima, kita dapat melihat

nilai signifikansi output yang dibandingkan dengan probabilitas 0.05. Dua kondisi

yang mungkin terjadi adalah;

i. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih kecil dari probabilitas 0.05, maka terdapat

pengaruh antara (X) variabel Upah Minimum Provinsi terhadap (Y) variabel

Persentase Konsumen Rokok Laki-Laki

ii. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari probabilitas 0.05, maka tidak

terdapat pengaruh antara (X) variabel Upah Minimum Provinsi terhadap (Y)

variabel Persentase Konsumen Rokok Laki-Laki

f. Regresi

Setelah menentukan hipotesis maka berikut adalah output regresi yang telah

didapatkan;

Tabel 4.16. Output Regresi

Model Summaryb

Model

R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-

Watson

1 .796a .633 .607 .00633 1.581

a. Predictors: (Constant), Lag_UMP

b. Dependent Variable: Lag_KLAKILAKI

Page 88: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

72

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .107 .003 30.626 .000

Lag_UMP 5.345E-8 .000 .796 4.913 .000

a. Dependent Variable: Lag_KLAKILAKI

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

g. Interpretasi

Jika melihat output regresi di atas, maka terdapat beberapa informasi yang

dapat Penulis simpulkan. Pertama dan yang paling utama, Penulis ingin mengetahui

keputusan atas hipotesis yang telah diajukan. Melihat nilai signifikansi yang lebih

kecil dari 0.05, yakni 0.000, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara (X)

atas (Y).

Lalu untuk melihat seberapa jauh pengaruh (X) atas (Y), kita dapat melihat

pada nilai R Square pada Tabel Model Summary. Nilai 0.633 menyatakan bahwa

variabel (X) berpengaruh sebesar 63.3% terhadap variabel (Y). Lalu 36.7% berasal

dari faktor-faktor lain di luar variabel yang diteliti. Sebagai penutup dari interpretasi

maka kita mudah untuk membuat model regresi dengan persamaan;

Y = 0.107 + 5.345E-8X + Ɛ

Nilai positif pada nilai koefisien menunjukkan bahwa hubungan (X) dan (Y)

beriringan satu sama lain, kenaikan pada (X) akan diikuti juga oleh kenaikan pada

(Y). Nilai tersebut yakni jika terdapat kenaikan satu persen pada (X) maka terjadi

penambahan (Y) sebesar 5.345E-8.

Setelah mengetahui nilai elastisitas dan beberapa koefisien regresi di atas,

apakah argumen kenaikan cukai rokok sebagai penekan konsumsi telah sesuai? Jika

kita melihat hasil penelitian yang telah dilakukan, mungkinkah pemerintah keliru?

Page 89: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

73

Untuk lebih mendapatkan gambaran yang lebih luas, Penulis juga membuat

regresi dummy sebagai upaya untuk melihat dampak jenis kelamin terhadap persen-

tase konsumen rokok. Tidak hanya menggunakan skala nasional, Penulis mengacu

pada data dari berbagai negara (144 negara) di tahun 2016. Semakin banyak data

yang digunakan, maka akan semakin terlihat pola perbedaan, berikut hasilnya;

Tabel 4.17. Output Regresi Dummy

Model Summary

Model

R R Square

Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .666a .443 .441 12.3558

a. Predictors: (Constant), Jenis Kelamin

Sumber: Diolah melalui SPSS 18.

Keeratan hubungan dapat dikelompokkan menjadi enam tipe;

1. Koefisien korelasi 0.00 sampai 0.20 menunjukkan hubungan sangat lemah.

2. Koefisien korelasi 0.21 sampai 0.40 menunjukkan hubungan lemah.

3. Koefisien korelasi 0.41 sampai 0.70 menunjukkan hubungan kuat.

4. Koefisien korelasi 0.71 sampai 0.90 menunjukkan hubungan sangat kuat.

5. Koefisien korelasi 0.91 sampai 0.99 menunjukkan hubungan kuat sekali.

6. Koefisien korelasi 1.00 menunjukkan hubungan sempurna.

Jika melihat nilai yang didapatkan pada hasil regresi, nilai 0.6 menunjukkan

hubungan yang kuat. Maka dengan ini, jenis kelamin berpengaruh kuat terhadap

persentase konsumen rokok, tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan dunia

yang lain. Jika sebelumnya Penulis menggunakan referensi dari jurnal yang menilai

perbedaan konsumsi laki-laki dan perempuan dari sudut pandang biologis, regresi

dummy, sebaliknya ditempuh untuk menilai dari sudut pandang matematis.

Data yang Penulis gunakan, baik dari negara serta persentase laki-laki dan

perempuan, akan Penulis lampirkan secara terpisah.

Page 90: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

74

C. Pembahasan

Kita akan kembali pada topik penelitian. Setelah sebelumnya melalui proses

hitung elastisitas, Penulis kembali menjabarkan hasil hitung dalam tabel serta mulai

melakukan pilah klasifikasi. Jika pada bab sebelumnya Penulis hanya fokus dalam

melakukan proses hitung, maka di bab ini kita akan dapat memperhatikan tren yang

berlangsung tiap dua tahunan dan interval 17 tahunan.

Berikut adalah tabel terkait, dimulai dari jenis kelamin laki-laki;

Tabel 4.18. Nilai Elastisitas Rokok atas Laki-Laki

Tahun Koefisien Klasifikasi

2002 - 2003 0.04 Inelastis

2003 - 2004 0.06 Inelastis

2004 - 2005 0.1 Inelastis

2005 - 2006 0.08 Inelastis

2006 - 2007 0.09 Inelastis

2007 - 2008 1.14 Elastis

2008 - 2009 0.45 Inelastis

2009 - 2010 0.39 Inelastis

2010 - 2011 0.06 Inelastis

2011 - 2012 0.15 Inelastis

2012 - 2013 0.13 Inelastis

2013 - 2014 0.12 Inelastis

2014 - 2015 0.12 Inelastis

2015 - 2016 0.11 Inelastis

2016 - 2017 (-)0.15 Inelastis

2017 - 2018 0.25 Inelastis

2002 - 2018 0.09 Inelastis

Sumber: Diolah.

Tren yang sangat konsisten. Berdasarkan data di atas hanya pada tahun 2007

– 2008 kondisi rokok menjadi elastis. Keseluruhan tren dua tahunan, bahkan dengan

interval paling panjang, 2002 – 2018, kondisi rokok selalu berada pada kondisi yang

inelastis. Nilai terkait membuktikan bahwa bagi jenis kelamin laki-laki, harga rokok

tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumen rokok.

Persentase konsumen rokok keseluruhan, tidak bergerak fleksibel mengikuti

harga rokok yang semakin naik. Rasa ketergantungan yang tinggi untuk konsumen

laki-laki, menjadi alasan mengapa komoditas rokok menjadi inelastis. Harga yang

Page 91: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

75

berubah tidak dibarengi dengan perubahan yang sama untuk persentase konsumen

rokok tanah air.

Selanjutnya, Penulis akan kembali memberikan hasil elastisitas untuk jenis

kelamin perempuan. Lagi, kita akan dapat dengan mudah melihat tren dua tahunan

yang berlangsung serta tren dengan interval panjang dari 2002 – 2018. Perbedaan

adalah hal yang mutlak jika dibanding dengan jenis kelamin laki-laki, namun sejauh

apa? Berikut adalah tabel terkait, bagi jenis kelamin perempuan;

Tabel 4.19. Nilai Elastisitas Rokok atas Perempuan

Tahun Koefisien Klasifikasi

2002 – 2003 3.55 Elastis

2003 – 2004 4.64 Elastis

2004 – 2005 (-)0.07 Inelastis

2005 – 2006 1.62 Elastis

2006 – 2007 1.69 Elastis

2007 – 2008 (-)4.25 Elastis

2008 – 2009 (-)2.45 Elastis

2009 – 2010 (-)1.95 Elastis

2010 – 2011 (-)0.49 Inelastis

2011 – 2012 (-)0.4 Inelastis

2012 – 2013 (-)0.55 Inelastis

2013 – 2014 (-)0.26 Inelastis

2014 – 2015 (-)0.27 Inelastis

2015 – 2016 (-)0.32 Inelastis

2016 – 2017 (-)1.78 Elastis

2017 – 2018 0.57 Inelastis

2002 – 2018 0.13 Inelastis

Sumber: Diolah.

Jenis kelamin perempuan terlihat fluktuatif namun cenderung memiliki tren

yang serupa dengan laki-laki, yakni dominasi inelastis. Untuk tahun-tahun awal dari

data yang berhasil Penulis himpun, 2002 – 2003, 2003 – 2004, 2005 – 2006, dan

2006 – 2007, beberapa tahun lain memiliki nilai koefisien yang elastis. Keseluruhan

tren interval paling panjang, 2002 – 2018, tercatat masih inelastis.

Berdasarkan dua data terkait, kita dapat menyimpulkan bahwa derajat serta

tingkat elastisitas dari komoditas rokok, baik bagi konsumen dengan jenis kelamin

laki-laki dan perempuan cenderung berada pada jenis yang inelastis. Derajat yang

Page 92: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

76

menjadi bukti bahwa komoditas rokok memiliki fungsi erat bagi kehidupan sehari-

hari masyarakat Indonesia.

Koefisien elastisitas terkait kajian akademis, mewakili jenis barang tertentu

yang beredar di pasar. Elastis; komoditas barang mewah atau barang yang memiliki

substitusi, inelastis; komoditas barang pokok, uniter; komoditas barang sekunder,

elastis sempurna; rempah-rempah, dan inelastis sempurna; obat-obatan. Komoditas

rokok karena koefisien yang inelastis, maka memiliki sifat layaknya barang pokok.

Melihat kecenderungan tren inelastis yang konsisten antara tahun ke tahun,

sangat rasional jika menganggap bahwa rokok serta kondisi ketergantungan pelaku

pasar sulit berubah dalam beberapa waktu yang akan datang. Komoditas rokok telah

menjadi salah satu beras modern bagi keberlangsung hidup masyarakat Indonesia,

barang pokok yang pasti dibutuhkan oleh laki-laki dan perempuan.

Jika kita kembali menengok mengapa penelitian ini dilakukan, dengan dalih

menurunkan konsumsi rokok pemerintah menetapkan cukai yang terus naik, maka

berdasarkan data yang telah Penulis olah dan uji, argumen terkait akan sangat tidak

sesuai serta relevan. Harga yang tinggi tidak akan signifikan menurunkan konsumsi

rokok. Dampak yang ditimbulkan di sisi lain memperparah kondisi finansial.

Koefisien inelastis yang mendekati 0, menuju inelastis sempurna tentu harus

diperhatikan oleh regulator agar menjadi perhatian dalam perumusan. Sejarah data

telah menunjukkan bahwa kenaikan harga rokok tidak mendapat respons signifikan

bagi penurunan konsumsi dan persentase konsumen perokok. Alasan naiknya cukai

demi menekan konsumsi rokok, sekali lagi tidak pernah dan tidak akan tercapai.

Cukai yang terus menerus naik hanya akan menimbulkan dampak lain yang

berbahaya. Bukan tidak mungkin bahwa kenaikan cukai hanya akan memaksa para

konsumen rokok untuk mencari komoditas tidak legal sebagai upaya menghindar

dari harga rokok yang terus naik. Contoh pada alkohol, mampu menjadi perhatian

bagi para regulator.

Jika pemerintah bersikeras ingin menurunkan konsumsi rokok, maka masih

banyak cara lain yang dapat ditempuh selain melakukan intervensi harga. Subbab

selanjutnya akan membahas tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah

untuk menekan konsumsi rokok, melalui sudut pandang alternatif. Intervensi harga,

terkhusus kasus di Indonesia, tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Page 93: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

77

Melalui perspektif alternatif diharapkan pemerintah akan dapat menerapkan

kebijakan yang cocok bagi kondisi Indonesia dan mampu mencapai tujuan.

Lalu jika melihat hasil yang didapatkan dari hasil regresi, setidaknya kita

mengetahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kenaikan rerata upah

minimum provinsi dan kenaikan persentase konsumen rokok laki-laki.

Y = 0.107 + 5.345E-8X + Ɛ

Apabila kembali melihat fungsi regresi yang didapatkan, nilai positif dapat

menandakan bahwa kenaikan pada suatu variabel akan diikuti oleh kenaikan pada

variabel lain. Kenaikan sebesar satu persen pada Rerata Upah Minimum Provinsi

(X) akan meningkatkan persentase konsumen rokok laki-laki (Y) sebesar 5.345 x

10-8 atau 0.00000005345 dari seluruh penduduk Indonesia.

Upah Minimum Provinsi memiliki dampak namun tidak terlalu besar terkait

perubahan persentase konsumen rokok laki-laki. Masih banyak faktor lain yang bisa

menjadi faktor pembentuk utama kenaikan/penurunan dari konsumen rokok. Perlu

mendapat perhatian bahwa alat analisis regresi hanya menjadi pelengkap dan alat

analisis utama yakni elastisitas.

Cukai yang menjadi faktor pembentuk harga rokok, tidak lagi relevan dalam

perannya sebagai instrumen untuk menurunkan budaya konsumsi rokok. Kebijakan

lain diperlukan untuk mengatasi hal yang telah menjadi momok bagi kesehatan. Hal

lain yang juga dapat diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa Upah Minimum

Provinsi memiliki dampak terhadap kenaikan persentase konsumen rokok, namun

tidak terlalu besar.

Page 94: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

78

BAB V

SIMPULAN & SARAN

A. Simpulan

Kita telah sampai pada bab terakhir. Bab ini akan membahas dampak yang

mungkin timbul akibat dari koefisien yang telah diketahui. Perihal nilai elastisitas,

pemerintah harus memperhatikan segala aspek yang berkenaan. Seperti yang telah

disinggung pada awal penelitian, agar kebijakan tidak salah langkah, maka tentang

kajian mendalam, harus dilakukan. Salah langkah adalah hal yang harus ditakuti.

Memang seberapa jauh regulasi dapat dikatakan salah langkah? Penulis pun

tidak dapat memastikan. Namun beberapa kasus telah membuktikan, bahwa di sisi

lain, pemerintah punya potensi kesalahan. Tidak sulit jika kita berbicara mengenai

hal terkait. Regulasi atau kebijakan yang dibuat pemerintah, baik dalam negeri dan

juga skala internasional, tidak luput dari nalar yang timpang dan tak terukur.

Penulis ambil contoh salah satu penelitian yang pernah dilakukan Center for

Indonesian Policy Studies di tahun 2016. Pemerintah (regulator) telah menetapkan

banyak kebijakan demi mengatur dan mengurangi konsumsi minuman beralkohol.

Salah satunya melalui cukai juga perizinan penjualan. Toko kecil serta minimarket

tidak dapat menyediakan minuman terkait dengan mudah (Uddarojat, 2016: 5).

Mungkin sebagian dari kita menilai bahwa kebijakan yang dilakukan sudah

benar. Segala aspek yang dapat digunakan sebagai instrumen pencegah, dikerahkan

dengan maksimal. Akibat yang tidak diperkirakan, tanpa disadari, sangatlah buruk

bagi masyarakat. Hasil yang ditemukan akibat mahal serta sulitnya akses minuman

beralkohol adalah timbulnya cedera dan kematian.

Masyarakat Indonesia, untuk mengatasi mahal dan sulitnya akses minuman

beralkohol legal, memutuskan untuk mengonsumsi jenis minuman beralkohol yang

tidak tercatat (unrecorded alcohol) lima kali lebih banyak dari minuman beralkohol

legal. Minuman beralkohol yang tidak tercatat (palsu dan oplosan) menjadi pilihan.

Kadar metanol beracun menyebabkan kejang-kejang, gagal organ, dan kematian.

Kebijakan seperti ini mutlak dan mungkin terjadi. Pemerintah tidak selalu

tepat dalam penerapan. Niat yang baik telah dimiliki, tapi cara-cara yang baik juga

perlu ditempuh. Penulis, melalui analogi semacam ini ingin mengajak bahwa kritik

atas suatu kebijakan merupakan kebutuhan, terlebih di negara demokrasi.

Page 95: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

79

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka Penulis menyarakan agar

pemerintah selaku regulator kembali mengkaji ulang kebijakan kenaikan cukai. Hal

yang berkaitan dengan tujuan mengapa kenaikan cukai diterapkan, tidak serta merta

mendapat hasil yang sesuai. Bukti bahwa komoditas rokok yang inelastis, membuat

pemerintah harus mencari kebijakan alternatif untuk mereduksi konsumsi rokok.

Jika memang pemerintah merasa bahwa rokok memberi dampak yang buruk

bagi masyarakat dibanding aspek positif lain seperti pendapatan petani dan hal-hal

yang berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja serta penerimaan negara, terdapat

kebijakan lain yang dapat dilakukan selain kenaikan cukai. Kenaikan cukai hanya

akan semakin menekan kondisi finansial konsumen dan tidak berdampak langsung

pada penurunan persentase konsumen rokok.

Selain pemerintah, Penulis juga memberi saran bagi akademisi untuk terus

memperkaya kajian dengan menambahkan variabel penelitian, alat analisis dan juga

rentang waktu agar penelitian semakin menyeluruh dan valid. Rokok lagi-lagi yakni

komoditas yang signifikan bagi Indonesia, kajian holistis perlu dilakukan.

Page 96: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

80

DAFTAR PUSTAKA

Afif, M. N., & Sasana, H. (2019). Pengaruh Kemiskinan, Pendapatan per Kapita,

Harga Rokok, Produksi Rokok terhadap Konsumsi Rokok di Indonesia.

Diponegoro Journal of Economics, 9.

Anderson, P. L., McLellan, R. D., Overton, J. P., & Wolfram, D. G. L. (1997). Price

Elasticity of Demand. McKinac Center for Public Policy, 2.

Anojan, V., & Subaskaran, T. (2015). Consumer’s Preference and Consumer’s

Buying Behavior on Soft Drinks: A Case Study in Northern Province of Sri

Lanka. Global Journals Inc. (USA), 24.

Apriyono, A., & Taman, A. (2013). Analisis Overreaction pada Saham Perusahaan

Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2005β€”2009. Nominal,

Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen, 2(2).

https://doi.org/10.21831/nominal.v2i2.1665

Ashar, F., & Firmansyah. (2015). Peningkatan Tarif Cukai Rokok dan Dampaknya

terhadap Perekonomian dan Pendapatan Sektoral Jawa Tengah. KINERJA,

19(2), 99. https://doi.org/10.24002/kinerja.v19i2.537

Asma, S., Mackay, J., Song, S. Y., Zhao, L., Morton, J., Palipudi, K. M., Bettcher,

D., Bhatti, L., Caixeta, R., Chandora, R., Dias, R. C., Hsia, J., Husain, M.

J., McAfee, T., Ramanandraibe, N., Rarick, J., Sinha, D., & Talley, B.

(2015). Global Adult Tobacco Survey. CDC Foundation.

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2020). Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of

Indonesia 2020.

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2016). Statistik Perkebunan Indonesia 2015 –

2017 Tembakau.

Cuesta, J. (2013). Resource Scarcity from an Applied Economic Perspective. Ga.

J. Int’l & Comp. L., 42, 24.

Davy, S. R., Benes, B. A., & Driskell, J. A. (2006). Sex Differences in Dieting

Trends, Eating Habits, and Nutrition Beliefs of a Group of Midwestern

College Students. Journal of the American Dietetic Association, 106(10),

1673–1677. https://doi.org/10.1016/j.jada.2006.07.017

Page 97: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

81

Djajadi, D. (2015). Tobacco Diversity in Indonesia. Journal of Biological

Researches, 20(2), 27–32. https://doi.org/10.23869/bphjbr.20.2.20155

Elzinga, K. G. (2016). Alfred Marshall: Why He Matters. Faith & Economics, 24.

Fadillah, R., & Kiswara, E. (2012). Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

dan Cukai Rokok terhadap Skema Finansial Produk Rokok. Diponegoro

Journal of Accounting, 12.

Gallet, C. A., & List, J. A. (2003). Cigarette Demand: A Meta-Analysis of

Elasticities. Health Economics, 12(10), 821–835.

https://doi.org/10.1002/hec.765

Gallus, S., Schiaffino, A., Vecchia, C. L., Townsend, J., & Fernandez, E. (2006).

Price and Cigarette Consumption in Europe. Tobacco Control, 15(2), 114–

119. https://doi.org/10.1136/tc.2005.012468

Groenewegen, P. (2007). Alfred Marshall Economist 1842β€”1924. Palgrave

Macmillan.

http://public.ebookcentral.proquest.com/choice/publicfullrecord.aspx?p=4

85372

Hallam, J., Boswell, R. G., DeVito, E. E., & Kober, H. (2016). Gender-Related

Differences in Food Craving and Obesity. Yale Journal of Biology and

Medicine 89, 13.

Hidayat, B., & Thabrany, H. (2008). Model Spesifikasi Dinamis Permintaan

Rokok: Rasionalkah Perokok Indonesia? Kesmas: National Public Health

Journal, 3(3), 99. https://doi.org/10.21109/kesmas.v3i3.223

Hu, T. W., & Mao, Z. (2002). Effects of Cigarette Tax on Cigarette Consumption

and The Chinese Economy. Tobacco Control, 11(2), 105–108.

https://doi.org/10.1136/tc.11.2.105

Ilman, A. S., & Wibisono, I. (2019). Mengurangi Stunting melalui Reformasi

Perdagangan: Analisis Harga Pangan dan Prevalensi Stunting di

Indonesia. Center for Indonesian Policy Studies.

https://doi.org/10.35497/276146

Katadata Databoks. (2019). Tren Kenaikan Cukai Rokok, 2020 Catat Kenaikan

Tertinggi.

Page 98: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

82

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2019). Pemerintah Tetapkan Rencana

Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Tahun 2020.

Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-105/BC/2014 tentang

Visi, Misi, dan Fungsi Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Keynes, J. M. (1924). Alfred Marshall, 1842-1924. The Economic Journal,

34(135), 311. https://doi.org/10.2307/2222645

Komasari, D., & Helmi, A. F. (2000). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok

pada Remaja. Jurnal Psikologi, 11.

Lukman. (2007). Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN Jakarta.

Magdalena, D. (2018). Perluasan Makna Barang Kena Cukai yang Selesai Dibuat

Mengakibatkan Ketidakpastian Hukum. Jurnal Legislasi Indonesia, 15, 12.

Maimunah, E., & Julian. (2017). Pola Konsumsi Mahasiswa di Universitas

Lampung. Prosiding Penelitian FEB Unila, 8.

Mandey, J. B. (2013). Promosi, Distribusi, Harga Pengaruhnya terhadap Keputusan

Pembelian Rokok Surya Promild. Jurnal EMBA, 10.

Morse, K. L., & Driskell, J. A. (2009). Observed Sex Differences in Fast-Food

Consumption and Nutrition Self-Assessments and Beliefs of College

Students. Nutrition Research, 29(3), 173–179.

https://doi.org/10.1016/j.nutres.2009.02.004

Mulyono, H. (2009). Interpolasi dalam Perhitungan Statistik. Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, 5.

Ng, M., Freeman, M. K., Fleming, T. D., Robinson, M., Dwyer-Lindgren, L.,

Thomson, B., Wollum, A., Sanman, E., Wulf, S., Lopez, A. D., Murray, C.

J. L., & Gakidou, E. (2014). Smoking Prevalence and Cigarette

Consumption in 187 Countries, 1980β€”2012. JAMA, 311(2), 183.

https://doi.org/10.1001/jama.2013.284692

Posner, Barry. (2018). β€œElasticity and Demand Curve Shapes”, https://www.e-

education.psu.edu/ebf200/node/118, diakses pada Maret 2020.

Sukirno, Sadono. (2016). Mikroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta:

Rajawali Pers.

Page 99: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

83

Saenz-de-Miera, B., Thrasher, J. F., Chaloupka, F. J., Waters, H. R., Hernandez-

Avila, M., & Fong, G. T. (2010). Self-Reported Price of Cigarettes,

Consumption and Compensatory Behaviours in a Cohort of Mexican

Smokers Before and After a Cigarette Tax Increase. Tobacco Control,

19(6), 481–487. https://doi.org/10.1136/tc.2009.032177

Shiferaw, B., Verrill, L., Booth, H., Zansky, S. M., Norton, D. M., Crim, S., &

Henao, O. L. (2012). Sex-Based Differences in Food Consumption:

Foodborne Diseases Active Surveillance Network (FoodNet) Population

Survey, 2006 – 2007. Clinical Infectious Diseases, 54(suppl_5), S453–

S457. https://doi.org/10.1093/cid/cis247

Sopwa, N., & Banin, Q. A. (2015). Analisis Pengaruh Perceived Harga, Kemasan

dan Daya Tarik Iklan Televisi terhadap Minat Beli Konsumen Produk

Rokok Djarum Super di Bumiayu. Jurnal Bisnis dan Manajemen (JBIMA),

11.

The Tobacco Atlas. (2018). Indonesia.

Tjandra, Nathalia. (2018). β€œDisneyland for Big Tobacco: How Indonesia’s Lax

Smoking Laws are Helping Next Generation to Get Hooked”,

http://theconversation.com/disneyland-for-big-tobacco-how-indonesias-

lax-smoking-laws-are-helping-next-generation-to-get-hooked-97489,

diakses pada Maret 2020.

Tobacco Control Support Center. (2012). Peningkatan Cukai Tembakau, Dampak

Perekonomian & Tenaga Kerja.

Trianto, Anton. (2017). Elastisitas Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera

Selatan. Akuisisi-Vol 13, No. 1.

Uddarojat, Rofi. (2016). Cedera dan Kematian akibat Minuman Beralkohol Palsu

dan Oplosan - Potensi Dampak Pelarangan Minuman Beralkohol di

Indonesia. Center for Indonesian Policy Studies.

Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai

Widhiarso, W. (2010). Uji Linieritas Hubungan. Fakultas Psikologi UGM, 6.

World Health Organization. (2012). Global Adult Tobacco Survey: Indonesia

Report, 2011. World Health Organization.

Page 100: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

84

World Health Organization. (2014). Global Youth Tobacco Survey (GYTS):

Indonesia Report, 2014.

Woyanti, N. (2011). Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai dan Fatwa Haram Merokok

terhadap Perilaku Konsumen Rokok di Kota Semarang. Media Ekonomi

Dan Manajemen.

Zheng, R., Marquez, P. V., Ahsan, A., Hu, X., & Wang, Y. (2018). Cigarette

Affordability in Indonesia: 2002 - 2017. World Bank.

https://doi.org/10.1596/30027

Page 101: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

85

LAMPIRAN

1. Data Penelitian Output Regresi

UMP KLAKILAKI KPEREMPUAN RES_1 RES_2 Abs_RES

362700 0.625 0.024 -0.01522 -0.01741 0.02

414700 0.628 0.034 -0.01633 -0.00705 0.02

458500 0.631 0.045 -0.01679 0.00425 0.02

507697 0.65 0.044 -0.00168 0.00358 0

602702 0.653 0.048 -0.00618 0.00822 0.01

672480 0.656 0.052 -0.0087 0.0127 0.01

745709 0.673 0.047 0.00252 0.00819 0

841530 0.689 0.041 0.01095 0.00284 0.01

908824 0.706 0.036 0.02263 -0.0017 0.02

988829 0.711 0.034 0.02131 -0.00316 0.02

1088903 0.719 0.033 0.0214 -0.00348 0.02

1296908 0.73 0.031 0.01597 -0.00406 0.02

1584391 0.741 0.03 0.00425 -0.00311 0

1790342 0.752 0.029 -0.00102 -0.00272 0

1997819 0.761 0.028 -0.00841 -0.00231 0.01

2142855 0.768 0.031 -0.01287 0.00168 0.01

2268874 0.779 0.032 -0.01183 0.00353 0.01

UMP KLAKILAKI KPEREMPUAN Lag_RES Lag_UMP Lag_KLAKILAKI RES_3

362700 0.625 0.024

414700 0.628 0.034 -0.02 110757.4 0.1 -0.00837

458500 0.631 0.045 -0.02 110981.4 0.1 -0.00789

507697 0.65 0.044 -0.02 123474 0.12 0.00793

602702 0.653 0.048 0 177251.91 0.11 -0.00787

672480 0.656 0.052 -0.01 167415.72 0.11 -0.00686

745709 0.673 0.047 -0.01 182170.76 0.12 0.00684

841530 0.689 0.041 0 216625.86 0.13 0.00675

908824 0.706 0.036 0.01 203621.86 0.13 0.01104

988829 0.711 0.034 0.02 227234.49 0.12 0.00053

1088903 0.719 0.033 0.02 260264.3 0.12 0.00257

1296908 0.73 0.031 0.02 384407.29 0.13 0.00024

1584391 0.741 0.03 0.02 497582.1 0.13 -0.00403

1790342 0.752 0.029 0 462622.34 0.13 -0.00038

1997819 0.761 0.028 0 497512.4 0.13 -0.00246

2142855 0.768 0.031 -0.01 468682.68 0.13 -0.00146

2268874 0.779 0.032 -0.01 473161.51 0.14 0.00343

-0.01

Page 102: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

86

2. Data Penelitian Output Regresi Dummy

Country Laki-Laki Perempuan

Albania 51.2 7.1

Algeria 30.4 0.7

Andorra 37.8 29

Argentina 27.7 16.2

Armenia 52.1 1.5

Australia 16.5 13

Austria 30.9 28.4

Azerbaijan 42.5 0.3

Bahamas, The 20.4 3.1

Bahrain 37.6 5.8

Bangladesh 44.7 1

Barbados 14.5 1.9

Belarus 46.1 10.5

Belgium 31.4 25.1

Benin 12.3 0.6

Bosnia and Herzegovina 47.7 30.2

Botswana 34.4 5.7

Brazil 17.9 10.1

Brunei Darussalam 30.9 2

Bulgaria 44.4 30.1

Burkina Faso 23.9 1.6

Cabo Verde 16.5 2.1

Cambodia 33.7 2

Canada 16.6 12

Chile 41.5 34.2

China 48.4 1.9

Colombia 13.5 4.7

Comoros 23.6 4.4

Congo, Rep. 52.3 1.7

Costa Rica 17.4 6.4

Croatia 39.9 34.3

Cuba 53.3 17.1

Cyprus 52.7 19.6

Czech Republic 38.3 30.5

Denmark 18.8 19.3

Djibouti 24.5 1.7

Dominican Republic 19.1 8.5

Ecuador 12.3 2

Page 103: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

87

Egypt, Arab Rep. 50.1 0.2

El Salvador 18.8 2.5

Eritrea 11.4 0.2

Estonia 39.3 24.5

Eswatini 16.5 1.7

Ethiopia 8.5 0.4

Fiji 34.8 10.2

Finland 22.6 18.3

France 35.6 30.1

Gambia, The 31.2 0.7

Georgia 55.5 5.3

Germany 33.1 28.2

Ghana 7.7 0.3

Greece 52 35.3

Haiti 23.1 2.9

Hungary 34.8 26.8

Iceland 15.2 14.3

India 20.6 1.9

Indonesia 76.1 2.8

Iran, Islamic Rep. 21.1 0.8

Ireland 25.7 23

Israel 35.4 15.4

Italy 27.8 19.8

Jamaica 28.6 5.3

Japan 33.7 11.2

Kazakhstan 43.1 7

Kenya 20.4 1.2

Kiribati 58.9 35.9

Korea, Rep. 40.9 6.2

Kuwait 37 2.7

Kyrgyz Republic 50.5 3.6

Lao PDR 51.2 7.3

Latvia 51 25.6

Lebanon 40.7 26.9

Lesotho 53.9 0.4

Liberia 18.1 1.5

Lithuania 38 21.3

Luxembourg 26 20.9

Malawi 24.7 4.4

Malaysia 42.4 1

Maldives 55 2.1

Page 104: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

88

Mali 23 1.6

Malta 30.2 20.9

Mauritius 40.7 3.2

Mexico 21.4 6.9

Moldova 44.6 5.9

Mongolia 46.5 5.5

Montenegro 47.9 44

Morocco 47.1 0.8

Mozambique 29.1 5.1

Myanmar 35.2 6.3

Namibia 34.2 9.7

Nauru 36.9 43

Nepal 37.8 9.5

Netherlands 27.3 24.4

New Zealand 17.2 14.8

Niger 15.4 0.1

Nigeria 10.8 0.6

Norway 20.7 19.6

Oman 15.6 0.5

Pakistan 36.7 2.8

Palau 22.7 7.7

Panama 9.9 2.4

Papua New Guinea 48.8 23.5

Paraguay 21.6 5

Philippines 40.8 7.8

Poland 33.1 23.3

Portugal 30 16.3

Qatar 26.9 0.8

Romania 37.1 22.9

Russian Federation 58.3 23.4

Rwanda 21 4.7

Samoa 38.1 16.7

Saudi Arabia 25.4 1.8

Senegal 16.6 0.4

Serbia 40.2 37.7

Seychelles 35.7 7.1

Sierra Leone 41.3 8.8

Singapore 28.3 5.2

Slovak Republic 37.7 23.1

Slovenia 25 20.1

South Africa 33.2 8.1

Page 105: KLASIFIKASI ELASTISITAS DAN PERAN RERATA UPAH MINIMUM

89

Spain 31.4 27.4

Sri Lanka 27 0.3

Suriname 42.9 7.4

Sweden 18.9 18.8

Switzerland 28.9 22.6

Tanzania 26.7 3.3

Thailand 38.8 1.9

Timor-Leste 78.1 6.3

Togo 14.2 0.9

Tonga 44.4 11.8

Tunisia 65.8 1.1

Turkey 41.1 14.1

Uganda 16.7 3.4

Ukraine 47.4 13.5

United Arab Emirates 37.4 1.2

United Kingdom 24.7 20

United States 24.6 19.1

Uruguay 19.9 14

Uzbekistan 24.7 1.3

Vanuatu 34.5 2.8

Vietnam 45.9 1

Yemen, Rep. 29.2 7.6

Zambia 24.7 3.1

Zimbabwe 30.7 1.6