kirim ke kelompok

12
Rinitis Difteri(1) Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Gambaran klinis (anamnesis) Gejala rinitis difteri akut adalah demam, toksemia, limfadenitis, paralisis, sekret hidung bercampur darah, ditemukan pseudomembran putih yang mudah berdarah, terdapat krusta coklat di nares dan kavum nasi. Sedangkan rinitis difteri kronik gejalanya lebih ringan. Terapi Terapi rinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin lokal dan intramuskuler. Pengobatan Dan Penatalaksanaan. Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C. diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteria. Pengobatan umum Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negative 2 kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta

Upload: alexander-dicky

Post on 26-Oct-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bagus

TRANSCRIPT

Page 1: Kirim Ke Kelompok

Rinitis Difteri(1)

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.

Gambaran klinis (anamnesis)

Gejala rinitis difteri akut adalah demam, toksemia, limfadenitis, paralisis, sekret hidung

bercampur darah, ditemukan pseudomembran putih yang mudah berdarah, terdapat krusta

coklat di nares dan kavum nasi. Sedangkan rinitis difteri kronik gejalanya lebih ringan.

Terapi

Terapi rinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin lokal dan intramuskuler.

Pengobatan Dan Penatalaksanaan.

Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat

secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi

C. diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit

difteria.

Pengobatan umum

Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negative 2 kali

berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah baring

selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat, makanan lunak

yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori. Penderita diawasi ketat atas

kemungkinan terjadinya komplikasi antara lain dengan pemeriksaan EKG pada hari 0, 3, 7

dan setiap minggu selama 5 minggu. Khusus pada difteri laring di jaga agar nafas tetap bebas

serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan nebulizer. (3)

B. Pengobatan Khusus

1. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)

Page 2: Kirim Ke Kelompok

Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan pemberian

antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%. Namun dengan

penundaan lebih dari hari ke-6, angka kematian ini biasa meningkat sampai 30%.

Dosis ADS Menurut Lokasi Membran dan Lama Sakit

Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian

Difteria Hidung 20.000 Intramuscular

Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular /

Intravena

Difteria Faring 40.000 Intramuscular /

Intravena

Difteria Laring 40.000 Intramuscular /

Intravena

Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena

Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 Intravena

Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000 Intravena

Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih dahulu, oleh karena

pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik, sehingga harus disediakan larutan

adrenalin a:1000 dalam semprit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam

larutan garam fisiologis 1:1.000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi

indurasi > 10 mm. Uji mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam

garam fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila dalam 20

menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi. Bila uji kulit/mata

positif, ADS diberikan dengan cara desentisasi (Besredka). Bila ujihiprsensitivitas tersebut

diatas negative, ADS harus diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS ditentukan

secara empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada berat badan

pasien, berkisar antara 20.000-120.000 KI seperti tertera pada tabel diatas. Pemberian ADS

intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2 jam. Pengamatan

Page 3: Kirim Ke Kelompok

terhadap kemungkinan efek samping obat dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama

2 jam berikutnya Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat

(serum sickness) (1)

2. Antibiotik

Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk membunuh bakteri

dan menghentikan produksi toksin dan juga mencegah penularan organisme pada kontak. C.

diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai agen invitro, termasuk penisilin, eritromisin,

klindamisin, rifampisin dan tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada

populasi yang padat jika obat telah digunakan secara luas. Yang dianjurkan hanya penisilin

atau eritromisin; eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk pemberantasan

pengidap nasofaring.

Dosis :

· Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari atau bila hasil

biakan 3 hari berturut-turut (-).

· Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama 14 hari.

· Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi dalam 4 dosis.

· Amoksisilin.

· Rifampisin.

· Klindamisin.

Terapi diberikan selama 14 hari. Bebrapa penderita dengan difteri kulit diobati 7-10 hari.

Lenyapnya organisme harus didokumentasi sekurang-kurangnya dua biakan berturut-turut

dari hidung dan tenggorok (atau kulit) yang diambil berjarak 24 jam sesudah selesai terapi.

(8)

3. Kortikosteroid

Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteria. Dianjurkan

korikosteroid diberikan kepada kasus difteria yang disertai dengan gejala obstruksi saluran

nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis.

Pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti.

Page 4: Kirim Ke Kelompok

Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari.

C. Pengobatan Penyulit

Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika tetap baik. Penyulit yang

disebabkan oleh toksin pada umumnya reversible. Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta

gangguan pernafasan yang progresif merupakan indikasi tindakan trakeostomi.

D. Pengobatan Karier

Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai uji Schick negative

tetapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang dapat diberikan

adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau eritromisin 40mg/kgBB/hari selama

satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi/ edenoidektomi. (4)

Pengobatan Terhadap Kontak Difteria

Biakan Uji Schick Tindakan

(-) (-) Bebas isolasi : anak yang telah mendapat imunisasi

dasar diberikan booster toksoid difteria

(+) (-) Pengobatan karier : Penisilin 100 mg/kgBB/hari

oral/suntikan, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari

selama 1 minggu

(+) (+) Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan atau

eritromisin 40 mg/kgBB + ADS 20.000 KI

(-) (+) Toksoid difteria ( imunisasi aktif), sesuaikan dengan

status imunisasi

Difteri Sifilis TB

Penyebab Corynebacterium difteria T Pallidum M Tuberculosis

Gejala Demam, toksemia,

limfadenitis, paralisis

Sama dgn rinitis akut lain.

Bercak pada mukosa,

Hidung tersumbat,

Page 5: Kirim Ke Kelompok

Ingus bercampur darah

Pseudomembran putih,

krusta coklat di nares dan

cavum nasi

gumma/ ulkus

Sekret mukopurulen berbau

+ krusta, perforasi septum/

hidung pelana

Sekret mukopurulen, krusta

BTA (+)

Terapi Isolasi

ADS, penisilin (lokal/IM)

Penisilin, obat cuci hidung Obat anti TB

Obat cuci hidung

2.4. Diagnosis (anamnesis)

Diagnosis dini difteri sangat penting karena keterlambatan pemberian antitoksin sangat

mempengaruhi prognosa penderita.(3) Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan gejala-gejala

klinik tanpa menunggu hasil mikrobiologi. Karena preparat smear kurang dapat dipercaya,

sedangkan untuk biakan membutuhkan waktu beberapa hari. Cara yang lebih akurat adalah

dengan identifikasi secara Flourescent antibody technique, namun untuk ini diperlukan

seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C diphtheriae dengan pembiakan pada media

loeffler dilanjutkan dengan tes toksinogenitas secara in-vivo(marmot) dan in-vitro (tes Elek).

(1)

Adanya membran tenggorok sebenarnya tidak terlalu spesifik untuk difteri, karena beberapa

penyakit lain juga dapat ditemui adanya membran. Tetapi membran pada difteri agak berbeda

dengan membran penyakit lain, warna membran pada difteri lebih gelap dan lebih keabu-

abuan disertai dengan lebih banyak fibrin dan melekat dengan mukosa di bawahnya. Bila

diangkat terjadi perdarahan. Biasanya dimulai dari tonsil dan menyebar ke uvula. (4)

2.5. Diagnosis Banding

Difteria Hidung, penyakit yang menyerupai difteria hidung ialah rhinorrhea (common cold,

sinusitis, adenoiditis), benda asing dalam hidung, snuffles (lues congenital).

Difteria Faring, harus dibedakan dengan tonsillitis membranosa akut yang disebabkan oleh

streptokokus (tonsillitis akut, septic sore throat), mononucleosis infeksiosa, tonsillitis

membranosa non-bakterial, tonsillitis herpetika primer, moniliasis, blood dyscrasia, pasca

tonsilektomi.

Page 6: Kirim Ke Kelompok

Difteria Laring, gejala difteria laring menyerupai laryngitis, dapat menyerupai infectious

croups yang lain yaitu spasmodic croup, angioneurotic edema pada laring, dan benda asing

dalam laring.

Difteria Kulit, perlu dibedakan dengan impetigo dan infeksi kulit yang disebabkan oleh

streptokokus atau stafilokokus. (1)

2.3.1.1. Difteri Hidung

Difteria hidung pada awalnya meneyerupai common cold, dengan gejala pilek ringan tanpa

atau disertai gejala sistemik ringan. Infeksi nares anterior (lebih sering pada bayi)

menyebabkan rhinitis erosif, purulen, serosanguinis dengan pembentukan membrane.

Ulserasi dangkal nares luar dan bibir sebelah dalam adalah khas. Pada pemeriksaan tampak

membrane putih pada daerah septum nasi. Absorbsi toksin sangat lambat dan gejala sistemik

yang timbul tidak nyata sehingga diagnosis lambat dibuat. (4)

2.3. Manifestasi Klinis

Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bias bervariasi dari tanpa

gejala sampai suatu keadaan / penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai factor primer

adalah imunitas pejamu terhadap toksin difteria, virulensi serta toksigenitas C. diphtheriae

( kemampuan kuman membentuk toksin), dan lokasi penyakit secara anatomis. Faktor lain

termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit pada daerah nasofaring yang sudah

sebelumnya. Difteria mempunyai masa tunas 2 hari. Pasien pada umumnya dating untuk

berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam jarang melebihi 38,9ºC

dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi penyakit difteria. (3)

C.    Tanda dan gejala

a.       Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,

b.       Batuk dan pilek yang ringan.

c.        Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan

Page 7: Kirim Ke Kelompok

d.       Mual, muntah , sakit kepala.

e.       Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor.

f.        Kaku leher

E.     Penatalaksanaan

Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang

dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai

keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.

Pengobatan spesifik untuk difteri :

1.      ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya

harus dilakukan uji kulit dan mata.

a.       TEST ADS

ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.

Diberikan 0,05 CC à intracutan Tunggu 15 menit à indurasi dengan garis tengah 1 cm à (+)

b.      CARA PEMBERIAN

ü  Test Positif à BESREDKA

ü  Test Negatif à secara DRIP/IV

c.       Drip/IV

200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai kebutuhan. Diberikan selama 4

sampai 6 jam à observasi gejala cardinal.

B.     Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam.

Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi

4 dosis.

Page 8: Kirim Ke Kelompok

C.      Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat

membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila

terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila

pada pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼ mg

dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.

F.     Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman Corynebakterium difteri (Buku

kuliah ilmu kesehatan anak, 1999).

 Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis

polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat

albuminuria ringan (Ngastiyah, 1997).

Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau bahnan di bawah

membrane, dibiak dalam Loffler, Tellurite dan media blood ( Rampengan, 1993 ).

Lekosit dapat meningkat atau normal, kadang terkadi anemia karena hemolisis sel darah

merah (Rampengan, 1993 )

Pada neuritis difteri, cairan serebrospinalis menunjukkan sedikit peningkatan protein

(Rampengan, 1993 ).

Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita, suatu pemeriksaan swab

untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin.