kirim ronaa-apklin

21
DISENTRI Definisi Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus) (Sya’roni, 2006). Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah (Grecu, 2006) Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lender ( Pritt, 2008). Etiologi Shigella adalah basil non motil, gram negatif, family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103

Upload: isri-nur-fazriyah

Post on 08-Nov-2015

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

DISENTRIDefinisiDisentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus) (Syaroni, 2006).Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah (Grecu, 2006)Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lender ( Pritt, 2008).

Etiologi Shigella adalah basil non motil, gram negatif, family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus (Syaroni, 2006).Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica. E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista (Syaroni, 2006).Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja (Syaroni, 2006).Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia ( Pritt, 2008).Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di nsepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista ( Pritt, 2008).

Patogenesis dan Patofisiologi Disentri basilerSemua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah (Syaroni, 2006).Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya (Syaroni, 2006).Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapibiasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung (Syaroni, 2006).S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum ( Pritt, 2008).Disentri AmubaTrofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran (Oesman, 2006).Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya (Oesman, 2006).

Gejala KlinisDisentri BasilerMasa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja nmasih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun (Pritt, 2008).Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan (Pritt, 2008).Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik.Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik (Syaroni, 2006).Disentri AmubaCarrier (Cyst Passer)Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding usus (Oesman, 2006).Disentri amoeba ringanTimbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan (Oesman, 2006).Disentri amoeba sedangKeluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan (Oesman, 2006).Disentri amoeba beratKeluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C-40,50C) disertai mual dan anemia (Oesman, 2006)Disentri amoeba kronikGejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna (Pritt, 2008).

Pengobatan Disentri basilerPrinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika (Grecu, 2006).Cairan dan elektrolit. Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan (Grecu, 2006).DietDiberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan (Grecu, 2006).Pengobatan spesifikMenurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman (Grecu, 2006).

INTUSUSEPSIS

Definisi IntususepsisIntususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir dengan strangulasi (Ramachandran, 2009). Umumnya bagian yang proksimal atau disebut intususeptum masuk ke bagian distal atau disebut intussussipien (Ramachandran, 2009). Etiologi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal (Santoso, 2011).1. IdiopatikMenurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagaiinfantile idiophatic intussusceptions(Santoso, 2011). Definisi dari istilah intususepsi idiopatik bervariasi di antara penelitian terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah idiopatik untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat pembedahan (Santoso, 2011). Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas (Santoso, 2011).

2. KausalPada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab intususepsi seperti :inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma,blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus. Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip sepertipeutz-jeghers syndrom,dan duplikasi intestinal.Lead pointlain diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa denganHenoch-Schnlein purpura,trichobezoarsdenganRapunzel syndrome,caseatinggranulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal (Bonnard, 2008).Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal (Santoso, 2011).

Patogenesis

Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagaipencetusatau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi (Bonnard,2008).

Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus (Santoso, 2011).Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguanvenous returnsehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool (Santoso, 2011).

Gambaran klinis

Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :

Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Di luar serangan, anak/bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses intususepsi. Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit dengan lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung (Santoso, 2011).Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan lendir(red currant jelly stool)baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. (Santoso, 2011).Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa tumor berbentukcurved sausagedi dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah(4). Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebutdances sign. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses intususepsi(Ramachandran, 2009).Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi (Santsoso, 2011).Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri. Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian (Santoso, 2011).Pada pemeriksaan colok dubur didapati: Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir (Santoso, 2011).

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak khas. Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami prolaps melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul (Santoso, 2011).PenatalaksanaanPada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan (Fraser, 2009).Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut (Fraser, 2009).

Tindakan Non Operatif

A. Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal (Fraser, 2009).

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya (Ramachandran, 2009):

1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara pertengahan bokong.2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup.3. Pelaksanaannya memperhatikanRule of threeyang terdiri atas: (1) reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.

Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari pelakunya (Ramachandran, 2009).Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah sakit (Fraser, 2009).

B. Pneumatic Reduction (Ramachandran, 2009).

Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya:1. Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan dengan kuat.2. Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos.3. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.4. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dandecubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.5. Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan.

Tindakan Operatif

Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif harus segera dilakukan (Fraser, 2009).

Daftar PustakaSyaroni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI:Jakarta.Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas Kedokteran UI.: Jakarta. Pritt BS, Clark CG. 2008. Amebiasis. Mayo Clin Proc83(10):1154-9. Grecu F, Bulgariu T, Blanaru O, Dragomir C, Lunca C, Stratan I, et al. 2006. Invasive amebiasis. Chirurgia (Bucur). 101(5):539-42. Bonnard A, Demarche M, Dimitriu C, et al. 2008. Indications for laparoscopy in the management of intussusception: A multicenter retrospective study conducted by the French Study Group for Pediatric Laparoscopy (GECI). J Pediatr Surg. 43(7):1249-53. Fraser JD, Aguayo P, Ho B, et al. 2009. Laparoscopic management of intussusception in pediatric patients. J Laparoendosc Adv Surg Tech A. 19(4):563-5. Ramachandran P. 2009. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and management. Puri P, Hollwarth M editors. Spinger: Dordrecht Heidelberg.Santoso MIJ, Yosodiharjo A, Erfan F. 2011. Hubungan antara lama timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada penderita invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan.