kiprah dan perjuangan kh. ali ma shum dalam...

60
KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA’SHUM DALAM TUBUH NU 198I-1989 Skripsi : Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperolah Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) Universitas Islam Negeri SAYRIF HIDAYATULLAH JAKARTA Oleh Willy Ahmadi 103022027528 JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYTULLAH JAKARTA 2010

Upload: duonghuong

Post on 04-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA’SHUM

DALAM TUBUH NU 198I-1989

Skripsi :

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperolah

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Universitas Islam Negeri SAYRIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh

Willy Ahmadi

103022027528

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYTULLAH

JAKARTA

2010

Page 2: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA’SHUM

DALAM TUBUH NU 198I-1989

Skripsi :

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh

Willy Ahmadi

NIM: 103022027528

Pembimbing

Drs. H.M. Ma’ruf Misbah, M.A.

NIP: 19591222 199103 1 003

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYTULLAH

JAKARTA

2010

Page 3: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi dengan judul KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA’SHUM

DALAM TUBUH NU 1981 – 1989 telah di ujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari selasa, 8

Desamber 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat meperoleh gelar

sarjana Humaniora pada program studi Sejarah dan Peradaban Islam.

Jakarta,21 Desember 2009

Sidang Munaqasyah

Ketua Sekretaris

Drs.H.M. Ma’ruf Misbah, MA Drs.Usep Abdul Matin,MA,MA.S.Ag.

NIP :19591222 199103 1 003 NIP : 19680807 199803 1 002

Penguji Pembimbing

Dr.H.M.Muslih Idris. Le. MA Drs.H.M. Ma’ruf Misbah, MA

NIP : 19520603 198603 1 001 NIP : 19591222 199103 1 003

Page 4: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

ABSTRAKS

KH Ali Ma’shum merupakan seorang ulama sekaligus intelektual kaliber

nasional bahkan internasional. Kiprah puncak beliau adalah sebagai Rois Aam NU.

Keaktifan dalam berkiprah ini tidak terlepas dari kepribadian beliau sebagai seorang

organisatoris dan juga sebagai spiritualis. Sehingga wajar ketika keberadaan KH Ali

Ma’shum di tengah-tengah masyarakat menjadi figur yang dituakan, baik karena

kekharismaan beliau, maupun keilmuan beliau yang mumpuni. Lebih jauh KH Ali

Ma’shum adalah sosok yang sangat berperan aktif dalam masarakat. Bukan saja

dalam bidang keagamaan saja tetapi lebih dari itu beliau juga aktif dalam pergerakan

politik nasional.

Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan fokus, penelitian ini lebih

ditekankan pada kiprah beliau pada NU 1981-1989 dan corak pemikirannya.

Sebagaimana diketahiu bahwa keterlibatan KH Ali Ma’shum dalam dinamika

kehidupan NU baik NU sebagai organisasi keagamaan maupun NU sebagai oganisasi

politik sedikit banyak telah diwarnai oleh corak pemikiran beliau.

Kajian penelitian ini sengaja penulis angkat untuk memperkaya khazanah

keilmuan, khususnya biografi sosok dan corak pemikiran KH Ali Ma’shum. Untuk

mengenal seorang tokoh maka tidah cukup dengan mengungkap sejarah

perjuangannya saja, tetapi corak pemikirannya pun harus diketahui, dengan begitu

kita dapat mengetahiu sosok tokoh secara komprehensif.

Page 5: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang patut penulis lafazkan selain puji serta syukur kehadirat Illahi

Rabbi yang telah memberi berbagai macam nikmat, kesempatan serta kekuatan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada nabi Muhammad SAW. yang telah membawa perubahan bagi

peradaban manusia. Perubahan dari zaman kegelapan menjadi zaman yang terang

benderang dengan adanya cahaya Islam.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh penulis untuk

dapat menyelesaikan program Sarjana dalam Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan segala daya

dan upaya penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun sebuah karya

skripsi yang terbaik. Namun, sudah menjadi kelaziman bahwa “tak ada gading yang

tak retak”, dan begitulah pada akhirnya skripsi ini dihasilkan dengan segala

kekurangannya. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sisi idealnya.

Oleh karenanya, penulis berharap akan muncul kritik, saran, maupun komentar dari

berbagai pihak untuk lebih menyempurnakan segala kekurangan dari karya ini.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak yang

telah memberi petunjuk serta motivasi dalam penulisan karya ini. Oleh karenanya

sudah pada tempatnyalah penulis menghaturkan rasa hormat yang setinggi-tingginya

serta ucapan terimakasih tak terhingga kepada :

1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Abdul Chair, M.A dan ketua

Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Drs. H.M. Ma’ruf Misbah, M.A serta

sekretaris Jurusan Sejarah dan peradaban Islam, Drs. Usep Abdul Matin, M.A

Page 6: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

yang telah membantu kelancaran saya dalam mengurus segala prosedur yang

terkait dengan pelaksanaan penyusunan hingga sidang skripsi ini.

2. Drs. H.M Ma’ruf Misbah, M.A. selaku pembimbing skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya untuk memberikan

pengarahan serta perhatian kepada penulis terkait dengan penulisan skripsi ini

hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Drs. Usep Abdul Matin,

S.Ag., M.A., M.A.

4. Drs. H.M. Ma’ruf isbah, M.A., selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan motivasi awal bagi terciptanya karya ini.

5. Pemimpin dan seluruh staf pegawai Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Umum

yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan bagi penulis dalam

memperoleh data-data yang penulis butuhkan.

6. Pimpinan dan seluruh staff PBNU, perpustakaan PBNU yang telah membantu

penulis dalam memberikan data-data dan informasi terkait dengan skripsi ini.

7. Kedua orang tua, Ayahanda H. Shofwan dan Ibunda Hj. Afiyah yang telah

banyak berkorban untuk memberikan motivasi, doa, cinta dan kasih sayang

yang tulus ikhlas serta apapun yang terbaik bagi penulis.

8. Kakaku, Ibnu Nizar, SH dan adik-adikku tercinta Ulin Nuha, Yusuf Tegar

Prabowo dan si bungsu yang imut Lazma Akhlisia. Kakak-kakak sepupuku

yang tercinta Mba Dewi dan Mas Hadi, Serta Nurjanah dengan penuh

kesabaran dan kasih sayang serta keluarganya dan kasih sayang yang telah

memberikan motivasi untuk menyelesaikan studi ini.

Page 7: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

9. Spesial motivator Agus pujuharto, S.Hum yang telah banyak memberikan

bimbingan dan saran-saranya tanpa bosan juga Mas Haris, Mas Zaki terima

kasih atas spiritnya.

10. Seluruh kawan-kawan SPI angkatan 2003 Sulis, Rara, Achi, Nuril, Babay,

Biah dan seluruh kawan-kawan yang tidak mungkin penulis sebutkan satu

persatu, yang selama ini telah bersama menorehkan kenangan terindah yang

tak akan terlupakan oleh penulis, khususnya My Heart Nur Jannah yang selalu

setia mendampingi penulis dalam menyusun skripsi ini.

Semoga segala kebaikan-kebaikan yang telah mereka berikan dapat

bermanfaat dan mendapat balasan limpahan pahala dari Allah SWT. Amien.

11. Keluarga besar Alaska, Kang Imam, Haji Noto, Kang Saiful, mas Ompong dan

sebagianya

Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran terhadap karya tulis ini yang

tetntumua jauh dari sempurna. Semoga apa yang penulis lakukan dapat bermanfaat

bagi orang banyak. Terima kasih.

Jakarta, 5 Maret 2009

Willy Ahmadi

Page 8: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ .1

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... 7

C. Tujuan Penelitian............................................................. .7

D. Manfaat Penulisan ........................................................... .8

E. Metode Penelitian............................................................ .8

F. Metode Penulisan ............................................................ 10

G. Sistematika Penulisan ...................................................... 10

BAB II BIOGRAFI KH. ALI MA’SHUM ................................................ .12

A. Silsilah Keluarga ............................................................. .12

B. Latar Belakang Pendidikan .............................................. .13

C. Corak Pemikiran KH. Ali Ma’shum................................. .16

BAB III KH. ALI MA’SHUM DAN NU.................................................... 25

A. Latar Belakang Berdirinya NU ........................................ 25

B. Perkembangan NU Pasca Kelahirannya ........................... 27

C. Awal Keterlibatan KH. Ali Ma’shum dalam Tubuh NU... 32

BAB IV PERAN KH. ALI MA’SHUM DALAM TUBUH NU

1981-1989 .............................................................................................. 37

A. Percaturan Politik NU dari 1981 Hingga Kembalinya ke

Khittah NU (1926)........................................................... 37

B. Kiprah KH. Ali Ma’shum dalam Percaturan Politik NU... .44

C. Peran KH. Ali Ma’shum Sebagai Rois ‘Am NU .............. .49

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 55

A. Kesimpulan ..................................................................... 55

Page 9: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama telah menjadi entitas yang sangat penting dalam proses transmutasi

nilai-nilai ke dalam wilayah Republik Indonesia. Secara historis kenyataan itu sulit

dielakkan. Semenjak kehadiran agama Hindu dan Budha, bangsa Indonesia

sesunnguhnya sudah berada pada wilayah kehidupan religius. Banyaknya peninggalan

agama Hindu dan Budha seperti candi adalah bukti bahwa agama telah menancap

sebagai sistem ritual sekaligus sistem sosial dan budaya. Karena itu esensi bangsa

Indonesia sejak dulu tidak mengenal sekularisasi.

Validitas sejarah telah mendukung Islam sebagai bagian terbesar dalam

pergulatan keindonesiaan, karena Islam telah memberikan andil yang signifikan

dalam transformasi bangsa. Sejarah Wali Songo di Jawa menunjukkan dengan kuat

bagaimana transfer aksiologi keislaman telah mampu merubah wajah lokalitas budaya

menjadi tata nilai yang mampu menginjeksi masyarakat menuju pada bentuk yang

dinamis.1

Dalam sejarah gerakan bangsa-bangsa di dunia dan komunitas pemeluk

agama, selalu lahir pemimpin dan orang-orang yang ditokohkan serta menjadi panutan

dalam banyak persoalan kehidupan. Pemimpim atau tokoh-tokoh itu lahir di masa dan

komunitas tertentu sesuai kebutuhan sejarah yang memanggilnya serta komitmen diri

yang dimilikinya. Terlepas apakah pemimpin dan tokoh itu yang mengubah sejarah

atau boleh jadi sebaliknya, kekuatan sejarah yang tak gampang dipahami itu sendiri

yang secara sengaja sesuai dengan logika sejarah yang melahirkan sang pemimpin dan

1 Hilmi Muhammadiyah, Sulthan Fatoni, NU : Identitas Islam Indonesia, ELSAS, Jakarta,

2004, h. viii

Page 10: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

sang tokoh. Tetapi sesuatu yang sulit diingkari adalah bahwa ketokohan seseorang

atau sekelompok orang hanya ada di dalam dan dari sebuah komunitas.

Pada awal abad XX fenomena paling mencolok yang menunjukkan

kebangkitan “bumiputra” untuk melawan penjajahan Belanda adalah adanya gerakan

rakyat yang tampil dalam bentuk-bentuk seperti surat kabar dan jurnal, rapat dan

pertemuan, organisasi dan partai. Fenomena tersebut menyandang sebutan

“pergerakan”, di mana bumiputra bergerak mencari bentuk untuk menampilkan

kesadaran politik mereka yang baru, menggerakkan pikiran dan gagasan.

Pada awal abad XX ulama menyandang simbol utama perlawanan terhadap

penjajah.2 Seiring jalannya waktu, para ulama akhirnya membentuk suatu wadah

sebagai media perjuangannya dengan nama Nahdlatul Ulama (NU). Bagi kalangan

NU, berdirinya organisasi keagamaan ini tidak jarang dipandang sebagai pelembagaan

tradisi kegamaan yang sudah mengakar sebelumnya. Para Ulama yang sudah memiliki

kesamaan wawasan keagamaan pada 31 Januari 1926 sepakat membentuk organisasi

ini. Meski begitu, proses kelahiran NU tidak bisa dilepaskan dari konteks waktu yang

mengitarinya. Perkembangan dunia Islam dan situasi kolonialisme Belanda tidak kecil

andilnya dalam membidani kelahirannya.3

Sebagai organisasi sosial keagamaan, NU memiliki perjalanan panjang dalam

ranah perjuangannya. Gagasan yang dikedepankan pertama kali ketika NU dibentuk,

bukanlah dari wawasan politik, melainkan dari wawasan keagamaan. Walau

demikian, tidak berarti wawasan tersebut lantas menjadikan NU mengabaikan

persoalan poltik.4 Hal ini dapat dilihat dari manifestasi gerakan ini dalam kancah

2 Aceng Abdul Azis Dy Dkk., Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia; Sejarah,

Pemikiran, dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Pustaka Ma’arif NU, Jakarta, 2006, h. 206. 3 Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah kembali ke Khittah 1926, ERLANGGA, Jakarta, h. 1

4 Aceng, Islam Ahlussunnah, h. 209.

Page 11: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

perjuangan bangsa pada masa pra-kemerdekaan yang dikenal dengan gerakan Islam

kulutural.

Walaupun aktivitas yang dilakukan NU dalam gerakannya pada awal

berdirinya organisasi ini adalah gerakan keagamaan, tapi tidak berarti hal-hal yang

bersifat politik diabaikan. Pada muktamar ke-3 tahun 1928, NU tidak menyebutkan

secara eksplisit mengenai perhatiannya dalam masalah politik. Yang disebutkan

adalah mengenai tujuan-tujuan sosial keagamaan. Di situ disebutkan bahwa yang

ingin dipertahankan NU adalah ajaran Islam yang terikat pada empat madzhab dan

mengerjakan bersama apa yang menjadi kemaslahatan bersama. Di bidang sosial yang

menjadi perhatian adalah memajukan pertanian, perdagangan dan perusahaan.5

Namun seiring jalannya waktu, NU secara tidak langsung memainkan

perannya berkaitan dengan soal politik. Ini bisa dilihat dari sikap NU terhadap

penjajah Belanda, di mana NU bersikap kooperatif terbatas atau akomodatif, yaitu

bersedia bekerjasama dengan penjajah Belanda ketika berkaitan dengan keselamatan

umat Islam dan menentangnya jika berkaitan dengan kebijakan-kebijakan Belanda

yang merugikan atau bahkan mengancam umat Islam.

Sikap NU yang bekerjasama dengan Belanda dapat dilihat pada

keikutsertaannya dalam sidang Kontoor voor Inslansche Zaken (Kantor Urusan dalam

Negeri) di Jakarta pada 1929 yang membicarakan soal perkawinan umat Islam dan

perbaikan organisasi penghulu atas prakarsa C. Gobee, adviseur pada kantor tersebut.

Pemerintah Hindia Belanda ingin memperbaiki peraturan tentang perkawinan umat

Islam. Peraturan yang direncanakan pada pokoknya mengatur tentang nikah, talak,

rujuk dan sebagainya.6

5 Ibid, h. 209.

6 Ibid, h. 211.

Page 12: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Sikap-sikap yang menunjukkan keengganan bekerjasama dengan pemerintah

Hindia Belanda di antaranya sebagai berikut: Pada tahun 1930, NU menolak peraturan

pemerintah Hindia Belanda mengenai ordonansi guru (guru ordonnantie) yang

memberlakukan administrasi yang lebih ketat terhadap sekolah-sekolah, termasuk

pesantren. Pada tahun 1931, NU juga memprotes penarikan masalah-masalah waris

dari wewenang peradilan agama.7

Selama masa kolonialisme, NU selalu melakukan langkah-langkah politik,

walalupun tidak secara langsung. Klimaks dari perjuagan NU adalah pada masa

datangnya Jepang ke Tanah Air hingga masa revolusi kemerdekaan, di mana NU

terlibat langsung gerakan politik massa dalam mempertahankan meraih kemerdekaan.

Nampaknya apa yang telah dilakukan NU dalam langkah-langkah

perjuangannya pada masa pra-kemerdekaan hingga pasca revolusi kemerdekaan

membawa dampak besar terhadap kalangan NU untuk terlibat langsung dalam

gelanggang politik di republik ini seiring dengan kepincangan-kepincangan politik

yang terjadi pada masa itu, dan ditambah dengan instabilitas politik yang tercermin

dalam berbagai gejolak partai dan saling mencurigai antara satu partai dengan partai

lainnya.8

Ini terlihat pula pada pertengahan 1950-an, di mana NU menghadapi krisis

baru dalam hubungannya dengan Masyumi mengenai posisi dalam kabinet.

Berakhirnya Kabinet Wilopo pada bulan Juni menggiring pembicaraan tentang

kabinet baru berlarut-larut. NU mengusulkan front persatuan di mana koalisi

Masyumi-PNI akan dijadikan sandaran pembentukan kabinet baru. Bergabungnya NU

dengan Masyumi sendiri terjadi ketika NU meminta jatah untuk kementerian agama.

Ketika negosiasi mengenai kabinet baru antara Masyumi-NU gagal, NU melakukan

7 Ibid, h. 213.

8 Barbara Sillars Harvey, Pemberontakan Kahar Muzakka, dari Tradisi ke DI/TII, Grafiti

Press, Jakarta, 1989, h. 189

Page 13: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

manuver dengan melakukan hubungan langsung dengan formatur mengenai posisi

kabinet non-Masyumi.9

Pergolakan politik NU dalam negeri ini terus berlanjut hingga akhirnya NU

mengalami perubahan pada awal tahun 1980-an didasarkan atas keinginan untuk

mengembalikan NU sebagai gerakan keagamaan dan gerakan kemasyarakatan

sebagaimana khittah jam’iyyah NU tahun 1926. Keinginan ini dilandasi pada suatu

kondisi politik saat itu yang membuat orientasi dan interest politik praktis di kalangan

pengurus. Hal ini telah mengakibatkan rapuhnya jam’iyyah, terutama terabaikannya

basis jama’ah pada masyarakat bawah serta kewenangan para ulama.10

Kenyataannya

hal itu tidak bisa diwujudkan oleh para pengurusnya. Wafatnya Rois ‘Am KH. M.

Bisri Syansuri 25 April 1981, membuka peluang bagi kedua sayap politik dan sayap

Khittah untuk saling memperkuat posisinya. Pembicaraan pengisian jabatan Rois ‘Am

dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama kan Konferesi Besar NU di Kaliurang

Yogyakarta 1981 menjadi sangat penting. Ternyata Munas dan Konbes itu berhasil

memilih KH. Ali Ma’shum sebagai Rois ‘Am PBNU menggantikan KH. M. Bisri

Syansuri.

Meskipun bagi pribadinya terasa berat, terpilihnya KH. Ali Ma’shum ini

menandai kemenangan sayap khittah yang didukung para ulama pesantren dan

generasi muda. Dalam Khutbah Iftitah Munas dan Konbes itu dia menyinggung

perlunya diberikan peluang generasi muda serta pemulihan kedudukan ulama sebagai

pemegang kendali dalam NU. Kepemimpinan Kiai Ali beserta terjadinya proses

menuju Muktamar ke-27 merupakan babak sejarah yang menarik dalam tubuh NU.

Meski dengan kondisi yang penuh ketegangan, roda organisasi NU terus berjalan

menuju perubahan yang lebih pasti. Pada 1983 dilaksanakan Munas Alim Ulama di

9 Acing Abdul Azis Dy, Islam Ahlussunnah, h. 231.

10 Mustafa Bisri, Menapak Jejak Mengenal Watak Sekilas Biografi 26 Tokoh NU, Yayasan

Syaifudun Zuhri, Jakarta, 1994, h. 363.

Page 14: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Situbondo yang menghasilkan konsep kembali ke Khittah 1926. Setahun kemudian

dilaksanakan Muktamar ke-27 yang bersejarah itu.11

Inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menulis kiprah dan perjuangan

KH. Ali Ma’shum dalam tubuh NU. Penulis ingin mengkaji bagaimana peranan KH.

Ali Ma’shum dalam tubuh NU pada suatu periode tertentu.

Oleh karenanya penulis memutuskan untuk memilih peristiwa sejarah ini

sebagai objek kajian dengan judul, “Kiprah dan Perjuangan KH. Ali Ma’shum

dalam Tubuh NU 198I-1989”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

a. Pembatasan Masalah

Pada dasarnya, dengan menentukan judul “Kiprah dan Perjuangan KH. Ali

Ma’shum di Tubuh NU 1981-1989”, pembatasan kajian sejarah telah ditentukan.

Dalam kajian sejarah, pembatasan masalah minimal terdiri dari pembatasan waktu,

ruang, pelaku, dan objek penelitian. “Kiprah dan Perjuangan” adalah objek

penelitian, “KH. Ali Ma’shum” adalah pelaku, “NU” adalah ruang dan “tahun 1981-

1989” merupakan pembatasan waktu.

b. Perumusan Masalah

Dengan pembatasan masalah di atas itulah kemudian penulis membuat

rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana biografi KH Ali Ma’shum dan corak pemikirannya.

2. Sejauh mana keterlibatan KH Ali Ma’shum di dalam NU

3. Bagaimana peranan dan perjuangan KH. Ali Ma’shum pada periode 1981-

1989?

11

Syaifullah Ma’sum, Karisma Ulama; kehdupan Ringkas 26 Tokoh NU, Mizan, Bandung, 1998, h. 344-345

Page 15: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

C. Tujuan Penelitian

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui biografi dan latar belakang sosok seorang KH Ali

Ma’shum

2. Mengetahui pandangan dan gagasan KH. Ali Ma’shum sebagai tokoh NU

3. Mengetahui peranan dan perjuangan KH. Ali Ma’shum berupa aktivitas dan

pemikiran yang telah disumbangkannya di tubuh NU

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah :

1. menambah wawasan keilmuan bagi penulis khususnya dan para pembaca

umumnya yang berkaitan dengan profil hingga peranan KH. Ali Ma’shum

dalam tubuh NU.

2. Sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

E. Metode Penelitian

Oleh karena tulisan ini mencoba untuk menganalisis peristiwa masa lampau,

maka metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode penelitian sejarah.

Metode penelitian sejarah ini melalui empat tahapan, sebagai berikut :

1. Heuristik: proses pencarian dan pengumpulan sumber, yaitu sumber tulisan dan

sumber lisan. Sumber-sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primer dalam penelitian sejarah ini adalah sumber yang

disampaikan oleh saksi mata. Dalam hal ini penulis memakai sumber dari buku

yang ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa tersebut dan media massa yang

Page 16: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

memuat informasi ketika peristiwa itu terjadi (yang dijadikan sebagai sumber

primer), seperti; Khittah Nahdliyah (Ahmad Shiddiq), Ajakan Suci (KH. Ali

Ma’shum), Riwayat Singkat Nahdlatul Ulama (Berita Nahdlatul Ulama), NU

Menuju Islam Indonesia, Tempo, 8 Desember 1984, Margana, A. Siklus Retak,

Tempo, 16 November 1991, Nasuha, A. Chozin, NU Setelah Konbes Cilacap,

Pelita, Jakarta, 1989.

Adapun sumber sekunder adalah tulisan-tulisan interpretator (sejarahwan)

yang melakukan rekonstruksi atau analisis terhadap peristiwa gerakan tersebut

baik dalam bentuk buku, laporan-laporan hasil penelitian, makalah-makalah, dan

sebagainya, seperti; Islam Ahlussunnah Waljamaah (Aceng Abdul Azas Dkk.),

Lima Bekal dari KH. Ali Ma’shum (Masduki Attamani), Quo Vadis NU setelah

kembali ke Khittah 1926 (Kacung Marijan)

2. Kritik sumber: dilakukan setelah sumber sejarah terkumpul. tahapan ini dilakukan

untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini yang diuji adalah keabsahan

tentang keaslian sumber (otensitas) yang dilakukan melalui kritik intern dan

ekstern. Melalui kritik intern akan diuji keabsahan tentang kesahihan sumber

(kredibilitas), apakah isinya sebuah pernyataan; fakta-fakta; dan apakah kejadian

atau peristiwanya dapat dipercaya. Untuk kritik ekstern, perlu diidentifikasi

penulisnya, beserta sifat dan wataknya, daya ingatannya, jaraknya dari peristiwa

dalam waktu, dan sebagainya.

3. Interpretasi atau penafsiran sejarah atau disebut juga analisis sejarah. Analisis

sejarah ini bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari

sumber-sumber sejarah.

4. Historiografi: merupakan fase terakhir dalam metode sejarah yang meliputi cara

penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.

Page 17: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

F. Metode Penulisan

Metode penulisan skripsi ini mengacu pada penulisan skripsi Jurusan Sejarah

dan Peradaban Islam Fakultas Adab dab Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2008.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menjaga terfokusnya penelitian ini, diperlukan satu sistematika agar

tidak terjadi kerancuan dalam penguraian. Karenanya peneliti membaginya menjadi

lima bab. Bab pertama, didahului dengan akar persoalan yang melatarbelakangi

peneliti mengangkat tema ini. Permasalahan yang ingin dijawab dan dijelaskan

tertuang dalam pembatasan dan perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan

tujuan dan kegunaan penelitian yang mencakup orientasi dan arah penelitian ini.

Berikutnya sebagai pedoman dan arahan yang akan menjadi parameter dan sekaligus

acuan dalam penelitian ini diperlukan satu tinjauan metodologis dan pendekatan yang

digunakan.

Pada bab kedua, diuraikan secara khusus biografi Ali Ma’shum, dari mulai

silsilah keluarga sampai latar belakang pendidikan hingga corak pemikirannya.

Analisa ini diharapkan dapat membantu memberikan gambaran secara tepat mengenai

profil dan pemikiran tokoh yang satu ini.

Dalam bab ketiga, diuraikan mengenai kehidupan KH. Ali Ma’shum terkait

dengan aktivitasnya sebagai seorang ulama sekaligus sebagai tokoh NU. Peranan KH.

Ali Ma’shum dalam perkembangan NU pada satu periode tertentu juga akan dibahas

dalam bab ini.

Page 18: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Bab keempat, mencoba menguraikan mengenai kiprah KH. Ali Ma’shum

dalam percaturan politik NU dan perannya dalam pengembalian Khittah NU 1926

yang pertama.

Sebagai penutup dalam penulisan ini, yang merupakan jawaban eksplisit atas

apa yang dipersoalkan dalam pembatasan dan perumusan masalah, dan sekaligus

menyampaikan beberapa harapan peneliti dengan tulisan (laporan dalam wujud skripsi

ini), tertuang dalam bab V; yaitu kesimpulan dan saran.

Page 19: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

BAB II

BIOGRAFI KH. ALI MA’SHUM

A. Silsilah Keluarga

Lasem, sebagai kota kelahiran KH. Ali Ma’shum adalah sebuah kota kecil di

pesisir utara pulau Jawa, termasuk wilayah kabupaten Rembang yang merupakan

daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di propinsi Jawa Tengah,

nama Lasem sebagai kota yang mempunyai pesantren termasyhur, dikenal luas oleh

masyarakat. Sebagian besar penduduk Lasem adalah petani, tetapi tidak sedikit juga

yang menjadi nelayan.

Seperti banyak keluarga lain, keluarga KH. Ma’shum sudah turun-temurun

hidup di Lasem. Dia sendiri adalah salah seorang pengasuh pondok pesantren Al-

Hidayah yang cukup terkenal di daerah itu. Sebagai seorang kiai yang alim, KH.

Ma’shum selalu mendambakan ilmunya dapat bermanfaat bagi yang lain. Sejak masih

muda ia sudah didatangi orang-orang yang bermaksud menimba ilmu darinya.

Rumahnya yang sederhana itu dijadikan penampungan para santri.12 Di tengah-tengah

kesibukannya mengurus para santrinya, ia akhirnya dikaruniai seorang putra pertama

yang kelak melanjutkan perjuangannya. Dia adalah Ali Ma’shum yang di kemudian

hari dikenal sebagai salah satu tokoh besar NU dengan sebutan KH. Ali Ma’shum

(Mbah Ali).

KH. Ali Ma’shum dilahirkan pada tanggal 2 Maret 1915 di Lasem, kabupaten

Rembang Jawa Tengah dari pasangan KH. Ma’shum dengan Nuriyah. Pasangan ini

dikaruniai tigabelas putera-puteri, delapan di antaranya meninggal dunia dalam usia

12

A. Zuhdi Mukhdlor, KH. Ali Ma’shum; Perjuangan dan Pemikiran-pemikirannya, Multi Karya Grafika, Yogyakarta, 1989, h. 1.

Page 20: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

dini.13 Ia adalah anak pertama dari pasangan tersebut. Nuriyah merupakan istri kedua

KH. Ma’shum. Istri pertamanya adalah Maftuchah yang meninggal dunia di Makkah

sebelum mempunyai keturunan. Dengan demikian Ali kecil merupakan putera

pertama dari istri kedua KH. Ma’shum. Ayahnya yang dikenal dengan sebutan Mbah

Ma’shum adalah pengasuh pondok pesantren di Lasem. Dari ketigabelas putera-puteri

Mbah Ma’shum yang masih hidup ialah Ali Ma’shum, Fatimah, Ahmad Syakir,

Azizah dan Chamnah.

Ali sendiri menikah pada tahun 1938 dengan puteri salah seorang kiai ternama

di Yogyakarta. Gadis itu bernama Hasyimah, puteri dari KH. Munawir Krapyak

Yogyakarta. Pernikahan mereka dilaksanakan setelah kepulangan Ali dari pondok

pesantren Tremas.

B. Latar Belakang Pendidikan

KH. Ma’shum menghendaki Ali kelak menjadi seorang ahli fiqih. Oleh karena

itu, sejak kecil Ali telah diberi pelajaran kitab-kitab fiqih olehnya.14

Walaupun

sebagian sumber menyatakan bahwa pada saat itu KH. Ma’shum telah memberikan

pengajaran kitab-kitab non-fiqih kepada para santrinya.

Namun pada akhirnya kecenderungan Ali kecil sendiri berbeda dengan yang

diharapkan orang tuanya karena dia lebih suka mempelajari kitab-kitab nahwu dan

sharaf. Bahkan dia sendiri pada saat itu mengajak adik-adiknya untuk menyukai

kitab-kitab tersebut. Pada tahun 1927 Ali yang sudah memasuki masa remaja dikirim

ke pondok pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Ketika itu pengasuhnya adalah

KH. Dimyati.15 Pada saat itu berkembang tradisi di pondok setempat bahwa santri

13

Humaidy Abdussami, Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais ‘Am NU; KH. Hasyim Asy’ari,

KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH. Ali Ma’shum dan KH. Achmad Siddiq, LTN NU,

Yogyakarta, 1995, h. 107, 110. 14

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara II; Riwayat, Perjuangan dan Doa,

KUTUB, Yogyakarta, 2006, h. 308. 15

Ibid, h. 309.

Page 21: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

yang selama tiga tahun pertama sejak kedatangannya tidak pulang kampung,

merupakan petanda yang bersangkutan akan sukses menyerap ilmu dan kelak akan

menjadi seorang ‘alim atau kiai. Ali yang mulai menambah nama ayahnya di belakang

namanya menjadi Ali Ma’shum termasuk santri yang mampu tidak pulang kampung

pada awal pendidikannya.

Ketekunan Ali Ma’shum kemudian menjadikan ia cukup menonjol di antara

santri-santri lainnya, maka ia pun langsung dijadikan nara sumber dalam hal membaca

kitab kuning. Oleh KH. Dimyati, Ali Ma’shum lalu dipercaya untuk mengajar. Ilmu

Tafsir al-Qur’an dan ilmu bahasa Arab sangat menarik hatinya. Ali Ma’shum seolah

telah menentukan sendiri spesialisasinya yang kelak akan mengangkatnya sebagai

salah satu kiai hafidh Qur’an yang ahli tafsir terkenal di Indonesia serta seorang pakar

bahasa Arab yang terkemuka sehingga banyak kalangan menyebutnya sebagai munjid

berjalan. Munjid adalah kamus yang disusun Louis Ma’luf, seorang warga Lebanon.

Di Tremas Ali Ma’shum juga memperoleh pendidikan kepemimpinan dengan

mengikuti kegiatan kepanduan. Di kepanduan inilah bakat kepemimpinannya diasah.

Ia bahkan diangkat sebagai kepala kepanduan di Tremas.16

Kepercayaan yang diberikan kepada Ali Ma’shum, membuatnya berani

melakukan improvisasi, di antaranya yang terkenal adalah mendirikan madrasah di

pesantren, membaca kitab-kitab yang ada gambarnya seperti Qira’atur Rasyidah dan

mengajarkan kitab-kitab baru dari Mesir sebagai kitab rujukannya.17 Sepulangnya dari

Tremas dan beberapa hari setelah pernikahannya dengan Hasyimah, Ali Ma’shum

mendapat tawaran untuk menunaikan ibadah haji secara gratis. Sebulan setelah

pernikahan, Ali Ma’shum bertolak ke Makkah dan bermukim di sana selama dua

tahun. Selama itu pula ia menunaikan ibadah haji dua kali, memperdalam ilmu

16

Abdul Halim dkk., Menapak Jejak Mengenal Watak Sekilas 26 Tokoh NU, Yayasan

Suaifuddin Zuhri, 1994, h. 351. 17

Humaidy Abdussami, Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais ‘Am NU, h. 110.

Page 22: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

khususnya ilmu tafsir dan bahasa Arab. Ketika di Makkah ia berguru kepada Sayyid

Alwi dan Syaikh Umar Khamdan.18

Kekuatan Ali Ma’shum sebelum berguru ke Makkah adalah keuletannya

dalam mempelajari kitab-kitab karangan para ulama pembaharu seperti Muhammad

Abduh, Rasyid Ridha, Ibnu Taimiyah, Al-Maroghi dan Sayyid Sabiq yang pada saat

itu tidak lazim dipelajari di pesantren.

Sepulangnya dari Makkah Ali Ma’shum mulai mengabdikan diri di pesantren

orang tuanya. Pembenahan dilakukan olehnya dalam rangka meningkatkan kualitas

pondok pesantren Al-Hidayah. Pembenahan itu berhasil dilakukan di dalam pesantren

itu, sehingga Mbah Ma’shum mengandalkan puteranya itu untuk terus

mengembangkan pesantren tersebut. Namun sejarah berkata lain. Hal ini dikarenakan

wafatnya KH. Munawir mertua Ali Ma’shum dan pengasuh pondok pesantren

Krapyak Yogyakarta belum menemukan pengasuh yang cocok serta layak sebagai

penggantinya. Untuk itu Ali Ma’shum diminta untuk mengelola pesantren tersebut.

Tepatnya pada tahun 1942 Ali Ma’shum mulai mengabdikan dirinya di pondok

pesantren Krapyak Yogyakarta.19

C. Corak Pemikiran KH. Ali Ma’shum

Beberapa hal yang dikeluarkan KH. Ali Ma’shum terkait dengan corak

pemikiran yang dimunculkannya, antara lain mengenai Ahlussunnah Wa al-jama’ah,

Madzhab, Ukhuwah Islamiyah hingga ilustrasi kemodernannya.

Dari segi keagamaan, KH. Ali Ma’shum termasuk ulama yang berpandangan

luas tentang ahlussunnah wa al-jamaah. Terkait dengan itu, ia tidak beranggapan

bahwa ahlussunnah wa al-jamaah hanya milik NU. Sesuai dengan hadis Nabi ma

18

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren, h. 311. 19

Ibid, h. 312.

Page 23: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

ana’alaihi wa ashhabi da’a al-sawad al-a’zham,20 maka semua golongan yang tidak

menyalahi Al-Qur’an dan As-sunnah serta pendapat ulama adalah termasuk

ahlussunnah wa al-jamaah.21 Hadits Nabi yang mengatakan bahwa seseunguhnya

ummatku akan bercerai berai menjadi 73 firqoh. Satu masuk syurga dan yang 72

masuk neraka. Nabi di Tanya; siapakah yang masuk syurga itu ya Rasul? Nabi

menjawab : Ahussunnah Wa al-jamaah. Ini juga tidak membuat KH. Ali Ma’shum

terjebak pada klaim bahwa orang-orang NU sajalah yang termasuk golongan itu,

mengingat demikian umum batasan yang diberikan oleh Nabi. Sosok yang

dimaksudkan dalam hadits itu tidak dapat disekat-sekat oleh pengelompokkan

organisatoris. Itulah sebabnya, karena sangat sulit untuk menarik garis tegas, maka

KH. Ali Ma’shum menafsirkan sebagai orang atau kelompok yang memegang teguh

Al-Qur’an dan As-sunnah serta memahami dan mengamalkannya dengan benar dan

melalui cara-cara yang benar. Karena itu, faktor para sabahat Nabi serta para ulama

salaf sangat besar pengaruhnya dalam mengantarkan seseorang menjadi Muslim yang

sesungguhnya. Nabi Muhammad menegaskan orang sunni adalah maa anaa ‘alaihi

al-yauma wa ashhabi, yakni orang atau kelompok yang dalam posisi ikut berpegang

pada apa yang Nabi dan para sahabat memeganginya.

Para sahabat Nabi adalah generasi terbaik yang pernah dimiliki Islam.22

Ini

bukan berarti para sahabat beliau mempunyai sifat ishmah (terlepas dari dosa besar

dan kecil), melainkan mereka berada pada posisi sebagai orang yang pernah bertemu

langsung dan terlibat penuh dalam setiap perjuangan Nabi.23

20

Maksud hadits di atas yaitu bahwa ahlussunnah wa al-jamaah adalah mengakui apa-apa

yang telah dilakukan rasul, keluarga dan para sahabatnya, juga mengakui pendapat mayoritas kaum

Muslim. 21

Ibid, h. 327. 22

A. Zuhdi Mukhdlor, KH. Ali Ma’shum, h. 44. 23

Humaidy Abdussami, Ridwan Fakla AS., Biografi 5 Rais ‘Am NU, h. 119.

Page 24: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Namun demikian, KH Ali Ma’shum melihat faktor pemahaman teologis paling

tepat untuk dijadikan kriteria dalam menilai apakah suatu kelompok itu sunni atau

bukan. Hal ini dapat dilihat misalnya, dari perdebatan besar yang pernah terjadi di

kalangan umat Islam masa lalu dalam mamahami eksistensi Tuhan. Mereka lebih

mendahulukan rasio dari pada wahyu, suatu hal yang juga diperbuat oleh orang-orang

Qadariyah. Sementara kaum Mujassimin mempersonifikasikan Allah dan kaum

Jabariyah menghilangkan sama sekali anugerah Allah berupa ikhtiyar. Kaum Syi’ah

sendiri telah berani menghujat para sahabat Nabi. Juga pendapat kaum Syiah bahwa

imam mereka adalah orang-orang ma’shum, padahal hanya Nabi dan Rasul yang

mempunyai sifat Ishmah. Bagi KH. Ali Ma’shum, pendapat-pendapat kaum Syiah ini

tidak dapat dimaafkan lagi, karena merusak sendi-sendi akidah Islam.

Namun, terlepas dari kesalahan-kesalahan di atas, KH. Ali Ma’shum tetap

menaruh simpati yang sangat tinggi kepada pemimpin spiritual Syi’ah Iran Ayatullah

Khumainy al-Musawi ketika ia berhasil memimpin rakyatnya menumbangkan

arogansi Syah Iran tahun 1979. Dia berkata; andaikata di dunia Islam ini ada sepuluh

Khumainy, wibawa umat Islam di mata internasional sangat hebat.24

Melihat masalah agama secara luas dan mendalam, tampaknya menjadi pola

pandangan KH. Ali Ma’shum. Dengan tidak harus menutup pintu ijtihad dan dengan

memahami prosedur secara objektif, persoalan bermadzhab misalnya, oleh KH. Ali

Ma’shum dipandang sebagai kenyataan yang harus (pasti) dilakukan oleh setiap

Muslim pada umumnya. “Kalau Imam Ghazali dan Ibn Alqayyim al-Jauziyyah saja

bermadzhab Hambali, mengapa kita harus malu mengikuti para Imam Madzhab”

demikian dia mengatakan dalam sebuah kesempatan.25

24

A. Zuhdi Mukhdlor, KH. Ali Ma’shum, h. 44, 45. 25

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren, h. 327.

Page 25: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Masalah madzhab bagi KH. Ali Ma’shum merupakan masalah klasik. Sejak

zaman Nabi Muhammad saw. sudah ada indikasi diperbolehkan bermadzhab atau

setidak-tidaknya diisyaratkan akan keabsahan bermadzhab. Karena memang

bermadzhab ada dasar-dasarnya dalam ajaran Islam. Dasar-dasar tersebut antara lain

dapat dilihat dari :

1. Firman Allah yang memerintahkan kepada orang yang belum berilmu agar

belajar atau bertanya kepada orang yang berilmu. Allah berfirman yang artinya

“maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu

tidak mengetahui” (Q.S An-Nahl: 43).

Para ulama pada umumnya menempatkan ayat yang artinya telah disebutkan

di atas sebagai dalil bagi wajibnya orang awam mengikuti petunjuk mujtahid

atau ulama madzhab.

2. Kenyataan historis yang menunjukkan bahwa kebanyakan sahabat Nabi

mengikuti petunjuk sahabat yang lebih pandai. Ini berarti di masa Nabi telah

terjadi kondisi mengikuti kepada sesama sahabat, dan Nabi tidak melarangnya.

3. Ada isyarat hadits yang memerintahkan agar kita mengikuti golongan yang

terbesar, sebagaimana hadits yang artinya “Jika kamu sekalian melihat

perbedaan pendapat, maka wajib atasmu mengikuti golongan yang

terbanyak” (HR. Ibnu Majah).

Menurut KH. Ali Ma’shum, madzhab empat (Maliki, Hanafi, Syafi’I dan

Hambali) adalah yang paling banyak diikuti oleh umat Islam di dunia sampai saat ini,

dan bahkan paling lama bertahan. Sudah sepantasnya kalau kita bergabung ke

dalamnya, karena banyak tokoh-tokoh besar Islam pun masih mengaku bermadzhab

terhadap mereka seperti yang disebutkan di atas.

Page 26: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Meskipun KH. Ali Ma’shum mencirikan sunni salah satunya mengikuti

madzhab, bukan berarti lalu menyebut orang atau kelompok tidak bermadzhab

sebagai bukan sunni. Karena pada dasarnya orang yang mengaku tidak bermadzhab

secara diam-diam atau tanpa disadari juga bermadzhab. Hanya saja ia menghimbau

kepada kaum ini, tidak bermadzhab boleh saja (meskipun itu berarti membuat

madzhab sendiri yakni madzhab orang yang tidak bermadzhab), tetapi jangan mencela

dan melecehkan orang yang mengikuti madzhab.26

Selain persoalan Ahlussunnah Wa al-jama’ah dan masalah madzhab, yang tak

henti-hentinya pula dibicarakan oleh umat Islam adalah persoalan Ukhuwah

Islamiyah. KH. Ali Ma’shum sendiri berpendapat bahwa sebenarnya ajaran ukhuwah

telah diajarkan dalam AL-Qur’an. Ayat 10 s/d 13 surat Al-Hujurat memberi

pengajaran yang cukup jelas bagi umat Islam. Dalam ayat-ayat tersebut Allah tidak

hanya menandaskan bahwa sesama orang mu’min itu bersaudara, melainkan juga

memberi petunjuk pelaksanaan bagaimana persaudaraan itu harus dibina.

Mengapa perselisihan kerap terjadi, menurut KH. Ali Ma’shum sumbernya

adalah perbedaan di dalam memahami sebagian ajaran agama Islam. Katakanlah,

perbedaan yang muncul sebagai akibat dari perbedaannya memahami syariat.

Perbedaan ini seolah menjadi mata air bagi munculnya perbedaan-perbedaan yang

lain yang tak terhitung jumlahnya. Perbedaan dalam pemahaman syariat memang

telah terjadi sejak zaman Rasulullah saw. Tidak perlu saling menyalahkan, selama

sama-sama mempunyai dasar pijakan syariat. Islam, menurut KH. Ali Ma’shum tidak

sekedar memerlukan kesemarakan atau syi’ar, tetapi sekaligus kedalaman dalam

pengamalan ajaran agamanya. Karena hanya dengan inilah ibadah-ibadah agama

26

Humaidy Abdussami, Ridwan Fakla AS., Biografi 5 Rais ‘Am NU, h. 121.

Page 27: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

dapat dilaksanakan dengan penuh kekhusyu’an dan kenikmatan. Namun tidak perlu

saling menyalahkan, lebih-lebih dalam membina Ukhuwah Islamiyah.27

Dalam kesempatan lain, KH. Ali Ma’shum menjelaskan pandangannya

tentang Ukhuwah Islamiyah. Untuk menciptakan ukhuwah, ia menekankan

pentingnya berpegang pada syariat Islam dan tidak memperuncing masalah khilafiah.

Untuk itu umat Islam perlu berpandangan luas serta bersikap ilmiah dengan

mempelajari dan membandingkan berbagai madzhab yang ada sehingga tidak saling

menyalahkan. Prinsip dan cara itu hendaknya menjadi perhatian khusus para tokoh

dan mubaligh. Sikap para tokoh dan mubaligh itulah menurut KH. Ali Ma’shum yang

secara tidak langsung terkadang membuat perpecahan dan perselisihan umat

(Almuslimin Fii Khair; Wa Al-Dhufuu Fi Al-Qiyadhah).28

Lebih jelasnya hal itu dapat dilihat dari ajakannya, pertama, umat Islam tidak

memperuncing masalah khilafiah. Kedua, umat Islam khususnya para tokoh dan

mubaligh untuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang menyinggung perasaan

umat Islam secara luas. Ketiga, umat Islam yang memang sudah sunnatullah

berkelompok-kelompok ini berjiwa besar, yakni sanggup mengakui kebenaran pihak

lain, menghormati pendapatnya dan tetap memperlakukannya sebagai saudara.

Keempat, umat Islam memperluas cakrawala ilmiah dengan mengkaji kitab-kitab

modern untuk ditemukan dan dihadapkan dengan realitas yang selalu berubah.

Dalam memahami pengertian Ukhuwah Islamiyah, KH. Ali Ma’shum

termasuk salah seorang yang berpendapat bahwa di dalam Ukhuwah Islamiyah

terkandung ukhuwah terhadap agama atau kerlpmpok lain. Hanya saja ukhuwah yang

terkandung itu perlu dirumuskan terperinci secara eksplisit, jangan dibiarkan saja

tersirat. Ia setuju dengan rumusan KH. Ahmad Siddiq yang merumuskan Ukhuwah

27

A. Zuhdi Mukhdlor, KH. Ali Ma’shum, h. 62, 63, 64. 28

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren, h. 324.

Page 28: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Islamiyah manjadi Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seakidah), Ukhuwah

Wathaniyah (persaudaraan sebangsa), Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan sesama

manusia). Perincian ini penting, karena antara ketiga ukhuwah itu menurut KH. Ali

Ma’shum memiliki perbedaan sifat, kadar, intensitas dan kualitasnya. Namun bukan

berarti ketiga ukhuwah itu bisa dipisahkan sama sekali. Ketiganya tetap dalam

kesatuan yang utuh dan saling membutuhkan satu sama lain dengan Ukhuwah

Islamiyah dijadikan sebagai jiwa atau ruh dari ukhuwah-ukhuwah yang lain. Mungkin

itu sebabnya, selama akidah Islam tidak terganggu, menurut KH. Ali Ma’shum umat

Islam tidak perlu bersikap kaku untuk berkompromi atau berakomodasi dengan pihak

lain. Namun jika akidah terganggu, umat Islam harus menunjukkan jati dirinya utnuk

mempertahankan keyakinannya.29

Dalam perjalanan sejarahnya bisa dicermati bahwa KH Ali Ma’shum selalu

terlibat dalam lembaga dan organisasi tradisional (pesantren dan NU), namun ia

adalah seorang yang brilian otaknya dan di mana saja ia berada selalu

menghembuskan nafas pembaharuan. Ia telah berhasil merubah sistem pondok

pesantren menjadi sistem yang lebih modern. Cita-cita yang dikeluarkan dari idenya

adalah ia ingin sekali melahirkan duplikat (pengganti) semacam Imam Hanafi, Imam

Maliki, Imam Syafii, Imam Hambali, Al-Ghazali, Nawawi, Suyuti, Asqalani,

Miskawaih, Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Thufail, Ibnu Khaldun dan

sebagainya. Untuk itu dalam memahami ilmu, KH. Ali Ma’shum tidak terlampau

tajam memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Menurutnya, ditinjau dari segi

adanya hukum fardhu ‘ain pada batas tertentu, memang ilmu agama menjadi lebih

mulia. Tetapi dalam hal yang lebih jauh dari itu sesungguhnya adalah relatif. Suatu

29

Humaidy Abdussami, Ridwan Fakla AS., Biografi 5 Rais ‘Am NU, h. 135, 136.

Page 29: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

ilmu lebih mulia, jika ternyata buahnya lebih terasa bermanfaat bagi kehidupan

beragama. Ini merupakan salah satu ilustrasi kemodernannya.30

Tentang kesadaran bernegara dan berpolitik, KH Ali Ma’shum sering

mengutip tulisan Al-Mawardi dalam Al-Ahkam Al-Sulthaniyah atau dalam adab al-

dun-ya al-dien tentang beberapa aspek yang menjadi dasar kemaslahatan dunia

misalnya; 1) agama yang menjadi pedoman (al-dien al-munthaha), 2) penguasa yang

berwibawa (al-sulthan al-kabir), 3) keadilan yang merata (al-‘adl al-syamil), 4)

keamanan semesta (al-amn al-‘am), kemakmuran sandang pangan (al-khishb al-

darry), 6) harapan masa depan dan cita-cita yang tinggi (al-‘amal al-fasih).

Sebagai orang yang menyadari arti pentingnya politik, KH. Ali Ma’shum

sangat menganjurkan ditegakkannya prinsip musyawarah. Seperti yang dikatakan Al-

Mawardi, KH Ali Ma’shum mengatakan bahwa dalam musyawarah diperlukan

beberapa syarat; pertama, pikiran yang dikemukakan hendaknya adalah hasil

pemikiran yang matang. Kedua, dalam bermusyawarah hendaklah beritikad baik dan

berhati tulus, bersikap terbuka dan tidak angkuh.31

Dengan kecairannya memahami Ahlussunnah Wa al- Jama’ah (Sunni)

membuat KH. Ali Ma’shum juga sedemikian cair dalam mendudukkan Pancasila

dengan agama. Menurutnya, sila-sila yang ada dalam Pancasila pada dasarnya tidak

bertentangan dengan Islam.32

30

Ibid, h. 115. 31

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren, h. 326. 32

Humaidy Abdussami, Ridwan Fakla AS., Biografi 5 Rais ‘Am NU, h. 126.

Page 30: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

BAB III

KH. ALI MA’SHUM DAN NU

A. Latar Belakang Berdirinya NU

Ormas besar yang muncul pada masa pra-kemerdekaan di Jawa adalah

Nahdlatul Ulama (NU), sebuah perkumpulan besar yang dianut mayoritas umat Islam

di Jawa dari kalangan tradisional. NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari

1926. Dua tokoh yang berpengaruh dalam pendirian perkumpulan ini adalah KH.

Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah.33

Ada beberapa interpretasi dari para sejarahwan mengenai latar belakang

berdirinya Nahdlatul Ulama. Sebagian sejarahwan menulis bahwa latar belakang

berdirinya NU adalah; 1) sebagai benteng perlawanan terhadap golongan pembaharu

Islam, 2) akibat perluasan dari Komite Hijaz34

yang merupakan tandingan Komite

Khilafat35 yang didominasi kaum modernis, 3) akibat kekecewaan kalangan

tradisionalis yang tersingkir dari Komite Khilafat yang akan mewakili umat Islam

33

Aceng Abdul Azis Dy dkk. Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia; Sejarah,

Pemikiran dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Pustaka Maarif NU, Jakarta, 2007, h. 112. 3434

Komite Hijaz yang didirikan oleh kalangan tradisional ini didasari atas perkembangan di

Hijaz di mana Ibnu Saud berhasil mengusir Syarif Husein dari Mekah tahun 1924. Atas dukungannya,

kaum Wahabi melakukan pembersihan praktek-praktek beragama sesuai dengan faham mereka.

Tindakan ini mendapat sambutan baik dari kalangan Islam modernis di Indonesia dan mendapat

penolakan dari kalangan kaum tradisionalis. Lih. Aceng Abdul Azis Dy dkk. Islam AhlussunnaH Waljama’ah di Indonesia; Sejarah, Pemikiran dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Pustaka Maarif NU,

2007, h. 108. 35

Kemunculan Komite Khilafat didasari atas perkembangan politik di Turki, di mana pada

tahun 1922 Majelis Ulama Turki menghapuskan kekuasaan Sultan dengan menjadikan negeri itu

sebagai Republik dan menjadikan Khalifah Abdul Majid tidak memiliki kekuasaan duniawi. Dua tahun

kemudian Majelis itu menghapuskan sama sekali khilafat. Perkembangan ini menimbulkan

kebingungan pada dunia Islam umumnya, yang mulai berfikir untuk membentuk suatu khilafat baru.

Masyarakat Islam Indonesia juga merasa ikut bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah

tersebut. Secara kebetulan Mesir ingin mengadakan kongres tentang khilafat pada tahun 1924. Sebagai

sambutan atas acara tersebut, umat Islam Indonesia yang diwakili organisasi Islam membentuk Komite

Khilafat di Surabaya pada tanggal 4 Oktober tahun 1924. Lih. Aceng Abdul Azis, Islam Ahlussunnah

Waljama’ah di Indonesia; Sejarah, Pemikir dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Pustaka Ma’arif NU, Jakarta, 2007, h. 108.

Page 31: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Indonesia pada kongres Islam di Mekah tahun 1926.36 Sebagian yang lain menulis

bahwa latar belakang lahirnya NU akibat telah adanya perkumpulan-perkumpulan

yang dibentuk oleh kalangan tradisi pada masa jauh sebelum NU lahir. Ini terlihat dari

sejumlah perkumpulan seperti Nahdlatul Wathan yang didirikan pada tahun 1916,

koperasi pedagang yang bernama Nahdlatut Tujjar yang didirikan pada tahun 1918

dan Taswirul Afkar yang didirikan menjelang tahun 1918.37

Interpretasi yang terakhir nampaknya bisa dipahami bahwa, seiring perjalanan

waktu selalu ada usaha-usaha dari kalangan tradisioal untuk membentuk suatu

perkumpulan, dan NU merupakan mata rantai apa yang disebut sebagai dampak dari

usaha-usaha yang telah diupayakan pada waktu organisasi ini belum terbentuk.

Hal yang tidak bisa dilepaskan dari latar belakang berdirinya NU adalah

situasi kolonialisme pada saat itu. Ketidaksukaan rakyat terhadap kolonial Belanda

masih sangat nampak, terutama dalam kaitannya dengan soal-soal agama,38 apalagi

kebanyakan masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam dan kental dengan nilai

tradisionalnya. Ditambah pula dengan latar belakang aktivitas salah satu tokoh

pendirinya yaitu KH. Wahab Hasbullah yang dinilai selalu memiliki semangat untuk

menumbuhkan rasa nasionalisme. Ini tercermin dalam semangatnya mendririkan

beberapa perkumpulan seperti disebutkan di atas. Secara tidak langsung upaya

membangkitkan rasa nasionalisme ini dimaksudkan untuk melawan Belanda.39

Dalam

gelanggang sejarah perjuangan bangsa, keterlibatan pemimpin agama (Ulama, Kiai)

36

Ibid, h. 107, 109. 37

Ibid, h. 1910. 38

Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke khittah 1926, ERLANGGA, Jakarta,

1926, h. 17 39

Ibid, h. 17.

Page 32: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

sebagai pilar perjuangan dalam melawan kolonialisme memang tidak bisa

dipungkiri.40

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh KH. M Dachlan dikatakan bahwa:

Sebagaimana diketahui oleh umum bahwa sejak Belanda datang dan menguasai Indonesia, maka para ulama dan pemimpin-pemimpin Islam selalu

menentang kekuasaan Belanda itu dengan mengadakan perlawanan di mana-mana. Seiring jalannya waktu, suasana telah berubah, di mana perkembangan dunia juga

telah berubah. Maka taktik perjuangan bangsa Indonesia-pun mengalami perubahan pula. Kegiatan mereka yang dulunya mengadakan perlawanan secara kekerasan

bersenjata terhadap penjajah dirubah melalui saluran kepartaian dan organisasi yang teratur untuk mewujudkan cita-cita berbangsa Indonesia dari penjajahan itu. Sehingga

muncullah bermacam-macam organisasi seperti Boedi Oetomo, Sarikat Islam dan

lain-lain. Kesempatan baik ini akhirnya dimanfaatkan oleh para ulama untuk

menyusun barisan dengan membentuk “Nahdlatul Ulama (NU)” pada tahun 1926.

Kegiatan NU pada waktu itu ditujukan kepada pengembangan agama Islam dengan

memperbanyak tabligh-tabligh, pengajian-pengajian agar umat Islam Indonesia sadar

akan kewajibannya terhadap agama, bangsa dan tanah airnya, sehingga mereka dapat

beramal sebagaimana mestinya.41

Dilihat dari beberapa interpretasi mengenai latar belakang berdirinya NU di

atas, bisa dipahami bahwa berdirinya organisasi ini dilatarbelakangi oleh situasi atau

keadaan sosial yang sangat kompleks.

B. Perkembangan NU Pasca Kelahirannya

Pada perkembangannya, NU bukanlah suatu perkumpulan yang berorientasi

pada kegiatan politik praktis (politic oriented). Walau demikian, bukan berarti

organisasi sosial keagamaan ini lepas sama sekali terhadap isu-isu kebangsaan,

apalagi organisasi ini didirikan sebelum kemerdekaan. Sejak kelahirannya, perhatian

NU tidak terbatas pada persoalan-persoalan dalam negeri saja, melainkan persoalan-

persoalan luar negeri yang menyangkut atau mempunyai hubungan dengan persoalan

umat Islam Indonesia.42

40

Sejak awal, Belanda selalu memperoleh perlawanan rakyat. Dalam perlawanan ini, para

pemimpin agama (Ulama, Kiai) cukup besar, seperti, Perang diponegoro, Perang Paderi,

Pemberontakan di Banten dan lain-lain. 41

M. Dachlan, Riwayat Singkat Nahdlatul Ulama, Berita Nahdlatoel Oelama, Surabaja, 1931,

h. 30. 42

Ibid, h. 30

Page 33: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Untuk memudahkan penulis dalam menginterpretasikan perkembangan NU

pasca kelahirannya, maka penulis mencoba membagi dua periode perjalanan

organisasi ini, yaitu periode sebelum dan sesudah kemerdekaan.

Sebelum kemerdekaan, yang menjadi perhatian NU bukan hanya persoalan-

persoalan sosial keagamaan, lebih dari itu, persoalan-persoalan yang menyangkut

perjuangan untuk menuntut kemerdekaan juga dilakukan, walaupun dengan melalui

tindakan kooperatif terhadap Belanda. Dalam surat kabar NU yang diterbitkan pada

kisaran tahun 1929 hingga 1934 ditulis bahwa; walaupun NU tidak

memprokalamirkan diri sebagai partai politik, bukan berarti dalam usaha

perjuangannya terbatas pada soal-soal ubudiyah, tetapi juga persoalan-persoalan yang

langsung berhubungan dengan peri-kehidupan Umat Islam khsususnya dan

masyarakat Indonesia pada umumnya, misalnya penolakan NU terhadap diadakannya

kerja rodi, ordonansi guru, ordonansi perkawinan, pemindahan hak dalam pembagian

waris, persoalan milisi dan lain-lain.43

Hilmy Muhammadiyah dan Sulthan Fatoni dalam bukunya menyatakan bahwa

pada masa awal berdirinya, NU menitikberatkan perjuangannya di bidang pendidikan,

social dan perekonomian. Para ulama berbasis pesantren mulai berfikir

mengupayakan terwujudnya sarana dan prasarana mendasar masyarakat agar dapat

menjalankan aktivitas ritualnya dengan baik. NU berupaya mendirikan lembaga-

lembaga sosial sebagai solusi atas problem kemasyarakatan. Sedangkan di bidang

pendidikan, NU berupaya memperbanyak pendirian lembaga-lembaga pendidikan

yang berbasis Islam. Pada praktiknya, NU mendorong terjadinya pembaruan

pendidikan dan kerja-kerja kreatif. Sistem madrasah/sekolah diperkenalkan dengan

tetap melestarikan sistem pendidikan ala pesantren. Di bidang perekonomian, NU

43

Ibid, h. 31

Page 34: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

berusaha melakukan modernisasi di bidang pertanian, perdagangan dan industri. Salah

satu cara yang ditempuh adalah dengan mendirikan badan-badan usaha; misalnya

koperasi atau badan usaha lainnya. Realisasi program kerja hasil muktamar NU II

yang cukup besar adalah keberhasilannya mengirimkan delegasi khusus ke Saudi

Arabia yang sempat tertunda selama dua tahun.44

Pada masa sebelum kemerdekaan, NU telah berkali-kali mengadakan

kongresnya dengan mengambil beberapa keputusan untuk perbaikan bangsa Indonesia

umumnya dan umat Islam khususnya. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah

perpolitikan juga tidak lepas dari kegiatan NU. Memang, NU didirikan bukan sebagai

partai politik seperti yang telah disebutkan di atas, namun bukan berarti NU sama

sekali tidak respek terhadap hal-hal yang berbau politik, apalagi kalau sudah

menyangkut kepentingan rakyat. Salah satu sikap NU yang menyangkut persoalan

politik ialah ketika NU bersama-sama dengan GAPI menuntut kepada Pemerintah

Hindia Belanda,agar Indonesia Berperlement.45

Termasuk penolakannya terhadap

ordonansi perkawinan, ordonansi guru, masalah waris dan lain-lain seperti yang telah

disebutkan di atas.

Sebelum kemerdekaan, persinggungan NU dengan kekuasaan sering terjadi

dalam konteks social keagamaan dibanding kepentingan politik. Beberapa kasus

menunjukkan bahwa NU terkadang bersikap akomodatif terhadap penguasa tetapi

terkadang juga bersikap konfrontatif terhadapa kolonial Hindia Belanda. Meskipun

sikap tersebut terkesan oportunistik, namun NU selalu berupaya meletakkan sikapnya

di atas landasan argumen-argumen agama. Sehingga langkah-langkah NU dalam

kenyataannya mempunyai ekses sosial yang luas akibat dilegitimasi oleh agama.46

44

Hilmy Muhammadiyah, Sulthan Fatoni, NU; Identitas Islam Indonesia, Elsas, Jakarta, 2004,

h. 122. 45

KH. M. Dachlan, Riwayat Singkat Nahdlatul Ulama, h. 31. 46

Hilmy Muhammadiyah, Sulthan Fatoni, NU; Identitas Islam Indonesia, h. 127.

Page 35: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa NU sejak kelahirannya pada

masa sebelum kemerdekaan telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Dari

mulai banyaknya pengikut, banyaknya madrasah yang didirikan dalam setiap cabang

dan rantingnya,47

beberapa koperasi dan badan usaha hingga pengaruhnya dalam

wilayah sosial dan politik. Sebagai organisasi yang terbesar semenjak didirikannya,

NU tidak bisa dipandang sebelah mata baik oleh tokoh-tokoh dari kalangan Indonesia

maupun dari pemerintah Hindia Belanda.

Adapun perkembangan NU pada masa setelah kemerdekaan ditandai oleh

keterlibatannya dalam kancah politik yang lebih besar. Keutuhan Masyumi sebagai

satu-satunya partai Islam tidak berlangsung lama. Perbedaan kepentingan berbagai

pihak yang terdapat di dalamnya segera menyeruak dan mengabaikan kesatuan. Maka,

sebutan bagi Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam segera tidak berlaku lagi.

Retaknya Masyumi yang menyeruak ke permukaan bermula dari pergantian cabinet,

dari Sutan Sjahrir ke Amir Syarifuddin pada tanggal 3 Juli 1947. Akhirnya pada

tanggal 28 April 1952 NU mendirikan partai sendiri, yaitu lima tahun setelah Sarikat

Islam memutuskan untuk mendirikan partai sendiri.48

Pada pemilu tahun 1955, NU mendapat sukses yang luar biasa. Dari 8 kursi di

Dewan Perwakilan Rakyat Sementara meningkat menjadi 45 kursi dengan 18,4%

suara, tepat di belakang Masyumi (20,9%), Partai Nasional Indonesia (22,3%) dan

berada di depan Partai Komunis Indonesia (16,4%. Partai-partai lainnya hanya

mendapat kurang dari 3% suara. Keenam partai Islam bersama, termasuk NU,

mencapai 43,9% suara.

Pada tanggal 11 Maret, NU menyatakan bersedia menerima sebuah cabinet

yang dipimpin Hatta seperti diusulkan oleh Masyumi dan PSI. Pada akhir Juni Sidang

47

KH. M. Dachlan, Riwayat Singkat Nahdlatul Ulama, h. 31. 48

Kacung Marijan, Quo Vadis NU seteleh kembali ke Khittah 1926, h. 60, 61, 62.

Page 36: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Partai NU memutuskan keikutsertaan warga NU dalam Kabinet dipandang sebagai

mendahulukan usaha mencegah datangnya madlarat yang lebih besar, hal mana sesuai

dengan kaidah dar’ al-mafaasid muqaddamun ‘ala jalbil masalih.49

Pada saat kehidupan perpolitikan di Indonesia secara umum mengalami

tantangan, presiden Suharto sebagai pemegang amanat Orde Baru melakukan

restrukturisasi parpol50

menuju penyederhanaan pada 7 Februari 1970. Seruan ini

dilanjutkan pada 27 Februari 1970 lewat dialog, konsultasi dengan partai-partai politik

yang membahas gagasan tentang pengelompokan partai-partai.

Seiring jalannya waktu, akhirnya sebuah fusi disepakati, karena ini hal yang

tak mungkin dihindari. Berbagai macam pertemuan dilangsungkan, sebagai langkah

membidani lahirnya partai baru. Pada hari Jumat, 5 Januari 1973, pimpinan keempat

parpol yang berkonfederasi dalam rapat Presidium Badan Pekerja dan Pimpinan

Fraksi telah sepakat untuk memfusikan diri ke dalam satu parpol “Partai Persatuan

Pembangunan (PPP).51

Secara keseluruhan, NU merupakan salah satu organisasi yang sepanjang

perjalanan sejarahnya senantiasa mengalami perubahan orientasi dan bentuk. Ia lahir

sebagai organisasi sosial keagamaan, namun tumbuh, berkembang dan menjadi besar

setelah terlibat aktif dalam gelanggang politik praktis. Perubahan-perubahan yang

dilakukan itu, di satu sisi menunjukkan bahwa NU ternyata mampu beradaptasi

dengan perubahan situasional, namun di sisi lain, perubahan seperti itu justru semakin

memperkuat asumsi bahwa NU dipandang tidak mempunyai pendirian, tidak

konsisten dan berwatak dualistik.

49

Andree Feilard, NU vis-avis Negara; Pencarian Isi, Bentuk dan Makna, LKIS, Yogyakarta,

1999, h. 49, 52. 50

A. Zuhdi Mukhdlor, KH. Ali Ma’shum; Perjuangan dan Pemikiran-Pemikirannya, Multi

Karya Grafika, Yogyakarta, 1989, h. 86. 51

Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah kembali ke Khittah 1926, h. 104.

Page 37: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Jika dicermati secara seksama, perubahan-perubahan yang dilakukan itu

ternyata bukan hanya menyangkut persoalan “identitas” organisasi. Akan tetapi,

perubahan-perubahan itu juga bisa ditemukan pada sejumlah kasus yang berhubungan

dengan kebijakan-kebijakan yang diambil, terutama sekali yang berkaitan dengan

masalah politik. Pada satu saat, NU tampak sebagai organisasi yang begitu

akomodatif dan bahkan kompromistik dengan kekuasaan. Namun pada saat yang

berlainan, ia justru memperlihatkan sosok yang begitu kritis dan militan. Pada tahun

70-an barangkali NU-lah satu-satunya ormas Islam dan sebagai salah satu unsur

terpenting Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang relatif kritis dan vokal dalam

melihat kebijakan-kebijakan pemerintah..52

Di atas merupakan gambaran singkat mengenai perkembangan NU pasca

kelahirannya. Kiprah dan perjalanan NU pada masa sesudahnya akan dibahas pada

sub-bab berikutnya, yaitu mengenai percaturan politik NU dari 1981 hingga

kembalinya ke Khittah NU (1926).

C. Awal Keterlibatan KH. Ali Ma’shum dalam Tubuh NU

Pendudukan Jepang di Indonesia, meskipun berlangsung hanya tiga tahun,

ternyata tidak kalah merusak dibanding pendudukan Belanda yang 350 tahun. Salah

satu kerusakan itu adalah sepinya kehidupan pesantren di seluruh tanah air. Pondok

pesantren yang termasuk mengalami kondisi semacam ini adalah pondok pesantren al-

Hidayah Lasem. Segala upaya dilakukan KH. Ali Ma’shum untuk mengembalikan

para santri ke meja belajar. Dengan kerja keras serta mengerahkan segala kemampuan

yang dimilikinya, akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan. Namun disaat-saat

KH. Ali Ma’shum mulai mengembangkan pesantrennya itu, ia dipanggil untuk

mengabdi di Krapyak. Kondisi pondok pesantren Krapyak bisa dikatakan lebih parah

52

Badrun Alaena, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2000, h. 65, 66.

Page 38: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

dari Lasem sebelum ditangani KH. Ali Ma’shum. Sejak ia memimpin pesantren

Krapyak, kondisi pesantren semakin membaik.53

Berbicara mengenai awal keterlibatan KH. Ali Ma’shum dalam tubuh NU,

tidak bisa dilepaskan dengan pengabdian dirinya di pondok pesantren Krapyak.

Karena di situlah ia secara resmi menerjunkan diri dalam jam’iyah NU. Sejak

kehadirannya di Krapyak pada tahun 1943, KH Ali Ma’shum secara resmi terjun

dalam jam’iyah NU. Namun secara formal, ia aktif dalam jam’iyah itu tepatnya pada

tahun 1950-an, yaitu ketika kondisi sosial politik sedang memanas akibat banyaknya

tokoh dari kalangan NU yang meninggalkan Masyumi. Dalam menghadapi suasana

pemilu pertama tahun 1955, KH. Ali Ma’shum mulai aktif melakukan kampanye

untuk memenangkan NU dalam pemilu. Akan tetapi ia tidak secara langsung turun ke

lapangan. Ia melakukannya melalui pendidikan kader kepada para santri Krapyak. Di

samping itu juga, melalui pembicaraan non-formal dengan para tamu yang datang ke

rumahnya.

Penampilan politik KH. Ali Ma’shum yang “intelek” ini pada akhirnya mampu

mencuatkan dirinya ke panggung politik yang cukup bergengsi atau berwibawa. Hal

ini terbukti bahwa setelah pemilu tahun 1955 (pemilu pertama), ia terpilih sebagai

anggota Konstituante mewakili NU.54

Sebagian sumber menyebutkan bahwa awal keterlibatan KH. Ali Ma’shum

secara formal di NU sebenarnya dimulai di Yogyakarta, yakni setelah melihat kondisi

NU di yogyakarta memerlukan pembenahan, terutama juga kepemimpinan yang

berwibawa. Di mana saat itu Indonesia telah berhasil menumpas penghianatan G 30 S

53

Humaidy Abdussami, Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais ‘Am NU; KH. Hasyim Asy’ari,

KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH. Ali Ma’shum dan KH. Ahmad Siddiq, LTN NU,

Yogyakarta, 1995, h. 113. 54

A. Zuhdi Mukhdlor, KH Ali Ma’shum; Perjuangan dan Pemikiran-Pemikirannya, Multi Karya Grafika, Yogyakarta, 1989, h. 85.

Page 39: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

PKI, saat itu sekaligus dibarengi dengan penataan (penyederhanaan) kehidupan politik

oleh pemerintah. NU-pun pada saat itu memerlukan penanganan lebih serius lagi.

Di awal tahun 1970-an, KH. Ali Ma’shum mulai melihat beberapa kader yang

akan dipercaya untuk menangani NU. Pada saat itu kehidupan perpolitikan di

Indonesia pada umumnya mengalami suatu tantangan. Presiden Suharto sebagai

pemegang amanat Orde Baru melakukan rekstrukturisasi terhadap parpol-parpol yang

ada yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok

spiritual material, yakni kelompok politik yang dalam perjuangannya menekankan

soal-soal spiritual tanpa meninggalkan kepentingan material. Kedua, kelompok

material spiritual, yakni kebalikan dari kelompok pertama. Ketiga, kelompok

komplementer.

Pada kelompok pertama, partai-partai Islam bergabung, dan NU termasuk

salah satunya yang kemudian menjelma sebagai Partai Persatuan Pembangunan

(PPP). Deklarasi fusi ditanda tangani tahun 1973. Pada kelompok kedua bergabung

partai-partai nasionalis dan nasrani menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI),

sedangkan kelompok ketiga bergabung organisasi-organisasi kekaryaan yang

kemudian menjadi Golongan Karya.

Pada tahun-tahun berikutnya di tubuh NU muncul perpecahan terbuka yang

sangat tajam, di samping juga muncul semakin senter suara untuk meninggalkan PPP.

Dalam kondisi yang memperihatinkan itu, Rais ‘Am NU KH. Bisri Syansuri wafat,

sehingga NU berjalan tanpa pemimpin puncak dalam jajaran Syuriah.

Hampir bisa dipastikan, kondisi inilah yang menyebabkan diselenggarakannya

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama yang pertama di

Kaliurang Yogyakarta pada tanggal 30 Agustus 1981. Banyak yang dibahas dalam

Page 40: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

munas ini, tetapi hal yang terpenting dalam munas ini adalah upaya mengembalikan

wibawa ulama NU, di samping alasan penggantian Rais ‘am NU.55

Memang, arus perubahan melanda NU di awal tahun 1980-an didasarkan pada

keinginan mengembalikan NU sebagai gerakan keagamaan dan gerakan

kemasyarakatan sebagaimana Khittah Jam’iyah NU tahun 1926. Kondisi politik saat

itu, di samping orientasi dan interes politik praktis di kalangan pengurus telah

mengakibatkan rapuhnya organisasi, terutama terabaikannya basis jamaah pada

masyarakat bawah serta kewenangan para ulama. Meskipun tekad mempertegas batas

antara NU sebagai organisasi dan PPP sebagai partai politik sudah dinyatakan dalam

Muktamar NU ke-26 di Semarang tahun 1979, kenyataannya hal ini tidak bisa

diwujudkan oleh para pengurusnya. Wafatnya Rois ‘Am Bisri Syansuri tanggal 25

April 1981 membuka peluang bagi kedua sayap politik dan sayap khittah untuk saling

memperkuat posisinya. Pembicaraan pengisian jabatan rois ‘am dalam munas alim

ulama dan konferensi besar NU di Kaliurang Yogyakarta tanggal 30 Agustus hingga 3

September 1981 menjadi sangat penting, dan ternyata munas dan konbes itu berhasil

memilih KH. Ali Ma’shum sebagai Rais ‘am NU menggantikan KH Bisri Syansuri.56

Inilah sekilas mengenai awal keterlibatan KH. Ali Ma’shum dalam tubuh NU

hingga diangkatnya ia menjadi Rais ‘Am NU. Bagaimana kiprah KH. Ali Ma’shum

dalam percaturan politik NU dan peranannya sebagai Rois ‘Am NU? Ini akan dibahas

pada sub-bab berikutnya.

55

Ibid, h. 85, 86, 87. 56

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara II; Riwayat, Perjuangan dan Doa, KUTUB, Yogyakarta, 2006, h. 330.

Page 41: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

BAB IV

PERAN KH. ALI MA’SHUM DALAM TUBUH NU 1981-1989

Berbicara mengenai peranan KH. Ali Ma’shum dalam tubuh NU, dalam

penulisan skripsi ini akan ditekankan pada kisaran tahun 1981 hingga tahun 1989, di

mana dalam kisaran tahun ini peranan yang dimainkannya dapat dibagi menjadi dua

periode, yaitu periode saat ia menjabat sebagai Rais ‘Am dan ketika ia menjabat

sebagai Mustasyar. Walaupun tentunya dalam perjalanannya sebagai tokoh dalam

organisasi ini kerap melibatkan dirinya dalam kancah perpolitikan, namun justeru

kedua jabatan penting yang diembannya itulah yang menjadikan dirinya sebagai tokoh

yang dikenal khususnya oleh kalangan NU.

Adapun pembicaraan mengenai KH. Ali Ma’shum sebagai Rais ‘Am dan

sebagai Mustasyar akan penulis deskripsikan dalam sub-bab di bawah yaitu “Peran

KH. Ali Ma’shum Sebagai Rais ‘Am NU).

A. Percaturan Politik NU dari 1981 Hingga Kembalinya ke Khittah NU (1926)

Pergulatan NU di dunia politik telah membawa organisasi ini ke dalam

perjuangan-perjuangan kepentingan dan upaya memperoleh dan mempertahankan

kekuasaan secara terbuka. Pergulatan semacam ini bukan hanya sebatas pada

hubungan dengan kekuatan lain, melainkan pula terjadi di dalam organisasi NU

sendiri. Sebenarnya, setelah berfungsinya NU dalam Partai Persatuan Pembangunan

(PPP) bersama tiga kekuatan politik Islam lainnya, NU telah kembali sebagai

Page 42: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

jam’iyah dinniyah sebagaimana semula. Tetapi organisasi ini tetap saja bergulat di

dunia politik praktis.57

Dalam buku “NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja” Badrun Alaena

mengatakan bahwa NU merupakan salah satu organisasi yang sepanjang

perjalanannya mengalami perubahan orientasi dan bentuk. Ia lahir sebagai organisasi

sosial-keagamaan. Namun tumbuh, berkembang dan menjadi besar setelah terlibat

aktif dalam gelanggang politik praktis. Perubahan-perubahan yang dilakukan itu di

satu sisi menunjukkan bahwa NU ternyata mampu beradaptasi dengan perubahan

situasional, namun di sisi lain, perubahan seperti itu justru semakin memperkuat

asumsi bahwa NU dipandang berwatak dualistik.

Jika dicermati secara seksama, perubahan-perubahan yang dilakukan itu

ternyata bukan hanya menyangkut persoalan “identitas” organisasi. Akan tetapi,

perubahan-perubahan itu juga bisa kita temukan pada sejumlah kasus yang

berhubungan dengan kebijakan-kebijakan yang diambil, terutama sekali yang

berhubungan dengan masalah politik. Pada satu saat NU tampak sebagai organisasi

yang begitu akomodatif dan bahkan kompromistik dengan kekuasaan. Namun pada

saat yang berlainan ia justru memperlihatkan sosok yang begitu kritis dan militan.58

Keterlibatan NU dalam proses perjuangan kepentingan dan memperoleh serta

mempertahankan kekuasaan di dunia politik nampak nyata. Nampak jelas pula ketika

NU berfusi di PPP. Harapan terciptanya kepaduan perjuangan politik bagi kekuatan

Islam di PPP rupanya tinggallah harapan. Tidak lama setelah berfusi di organisasi ini

dilanda gejolak internal. Gejala seperti ini memang bukan hanya di PPP. PDI pun

dilanda gejolak internal yang cukup panjang. Di PPP, konflik mulai menyeruak ke

57

Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah Kembali ke Khittah 1926, ERLANGGA, Jakarta,

1992, h. 110. 58

Badrun Alaena, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2000, h. 65.

Page 43: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

permukaan setelah pemilu 1977.59 Begitu juga ketika NU gagal memperjuangkan

kepentingannya di PPP dalam daftar calon di DPR pada pemilu 1982, organisasi ini

merasa perlu untuk merumuskan kembali hubungannya dengan pemerintah secara

lebih akrab.60

Pemilu 1982 ditandai oleh putusnya hubungan antara para ulama dengan PPP

yang dipimpin oleh John Naro. Menjelang pemilu, Naro mengusulkan agar

pembagian kursi dihitung berdasarkan hasil pemilu 1955. NU meminta agar

pembagian kursi didasarkan pada hasil pemilu tahun 1977, saat Parmusi tampak

sangat lemah dibanding Masyumi.

Pertikaian menjadi semakin seru ketika pada tanggal 27 Oktober 1981, Naro

menyerahkan daftar caleg PPP kepada pemerintah dengan 29 caleg NU ditempatkan

pada urutan terbawah hingga kemungkinan untuk terpilih bisa dikatakan tidak ada.

Rasa tidak puas itu masih ditambah lagi oleh kepahitan yang disebabkan oleh

dominasi kaum pembaharu, dalam hal ini MI.61

NU ingin mempertahankan status-quo, sementara MI dan unsur-unsur lainnya

ingin memperoleh tambahan jatah kursi. Komposisi distribusi di DPR NU: 56, SI: 14

dan Perti: 4, hendak dipertahankan NU. Menggambarkan suasana saling ngotot,

Saifuddin Zuhri mengatakan:

Dalam kesempatan bermusyawarah berkali-kali antara NU, MI, SI dan Perti,

meja musyawarah itu tidak dipergunakan untuk forum mengadu hujjah

menggelar argumentasi. Forum itu Cuma gebrak-gebrakkan untuk menuntut

NU tidak menjadi kekuatan mayoritas terhadap ketiga rekannya MI, SI dan

Perti bila yang tiga itu bersatu.

Mengomentari terjadinya gejolak di PPP, Mahrus Irsyam melihatnya karena

kian terbatas dan kecilnya ruang gerak distribusi kekuatan di PPP. Bahkan, pola

59

Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah kembali ke Khittah 1926, h. 111. 60

Badrun Alaena, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, h. 68. 61

Andree Feillard, NU Via-a-vis Negara; Pencarian Isi, Bentuk dan Makna, LKIS, Yogyakarta, 1999, h. 221, 222, 223.

Page 44: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

gejolak pun tercermin di dalam ruang gerak distribusi kekuatan lain. Lebih jauh ia

mengatakan:

Setelah parpol-parpol Islam berfusi di dalam PPP, maka alokasi kekuatan

wilayahnya meliputi jalur: unsur-PPP-Fraksi/DPR. Di dalam jalur itulah

didistribusikan dan diaktualisasikan kekuatan. Proses distribusi dan aktualisasi kekuatan membentuk rangkaian mata rantai yang berawal dari

pengolelolaan/eksploitasi potensi unsur, guna mendapatkan distribusi kekuasaan di PPP, kemudian berlanjut untuk memperoleh distribusi kekuasaan

di fraksi serta pada akhirnya berusaha memasuki mekanisme kelengkapan DPR. Rangkaian mata rantai itu membentuk ruang gerak yang terbatas dan

distribusi kekuatan yang kecil.

Model ruang gerak distribusi kekuatan itu pula yang dipakai oleh Mahrus

Irsyam untuk menganalisis gejolak internal NU, selain melihat pilar-pilar kekuatan di

NU sendiri.62

Pergolakan politik yang dihadapi NU pada saat itu sebenarnya bukan hanya

dari kalangan intern kelompok Islam sendiri, melainkan ada suatu kelompok lain di

luar ormas Islam yang menyebabkan kalangan NU mengalami percaturan politik yang

lebih rumit. Bagaimana tidak, di satu sisi NU harus menghadapi persaingan politik

sesama kelompok Islam di PPP, di sisi lain NU harus menghadapi kebijakan orde baru

yang terkesan memojokkan NU. Andree Feillard mengatakan bahwa kendala-kendala

baru di bidang politik bagi NU pada saat itu bertambah. Lurah di desa terkadang

melarang pemasangan papan nama yang bertuliskan Nahdlatul Ulama di depan

kantornya atau di muka sekolah, atau menghalangi pertemuan-pertemuan rutin.

Interogasi kepolisian yang kadang-kadang menyusul pertemuan NU membuat anggota

yang tidak begitu bersemangat menjadi kehilangan keberanian.63

Atas persoalan ini maka sebagian dari beberapa tokoh NU mengambil sikap

dengan berusaha mempergiat usaha-usaha di bidang sosial sambil menyesuaikan diri

dengan identitas baru organisasi keagamaan (jam’iyah). Setidaknya salah satu hal

62

Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah Kembali ke Khittah 1925, h. 116, 117. 63

Andree Feillard, NU vis-à-vis Negara, h. 188.

Page 45: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

inilah yang pada akhirnya mendorong kalangan NU untuk mengembalikan NU pada

Khittahnya tahun 1926.

Ketika perebutan antara MI dan NU semakin gencar, Rais ‘Am KH. Bisri

Syansuri meninggal dunia tanggal 25 April 1980. Setelah KH. Bisri Syansuri wafat,

muncul upaya-upaya yang tidak terorganisir dari NU untuk mempertahankan

posisinya di tubuh PPP. Oposisi NU kembali jatuh ke tangan orang-orang politik dari

kubu radikal. Kepergian KH. Bisri Syansuri juga berakibat pada rusaknya

keseimbangan antara kelompok sosial-keagamaan dan kelompok politik. Sebagai Rais

‘Am dan juga sekaligus sebagai anggota DPR dan anggota Majelis Pertimbangan

Partai, KH. Bisri Syansuri merupakan jembatan antara kedua dunia tersebut. Melalui

Kiai ini, dunia pasantren terus menguasai atau berusaha menguasai dunia orang-orang

politik.

Pada tahun yang sama, KH. Achmad Siddiq, seorang kiai cendekia dari

Jember Jawa Timur dan berasal dari keluarga besar NU menerbitkan gagasan

pertamanya mengenai pentingnya pengembalian kekuasaan organisasi ke tangan para

ulama. Ia menganjurkan “kembali ke khittah para pendiri NU tahun 1926”.64

Dalam

sebuah buku kecil yang berjudul Khittah Nahdliyah, ia menjelaskan betapa

pentingnya mendefinisikan kembali khittah atau semangat ini dengan beberapa

pertimbangan:

1. makin jaunya jarak waktu antara generasi pendiri dengan generasi penerus.

2. makin luasnya medan perjuangan dan banyaknya jumlah serta macam bidang

yang ditangani.

64

Ibid, h. 218.

Page 46: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

3. makin banyaknya jumlah dan macam ragam mereka yang menggabungkan diri

pada Nahdlatul Ulama, dengan latar belakang pendidikan dan subkultur yang

berbeda-beda.

4. makin berkurangnya peranan dan jumlah ulama generasi pendiri dalam

pimpinan Nahdlatul Ulama.65

Retrospeksi terhadap pergulatan politik NU sebenarnya telah lama dilakukan

oleh orang-orang NU sendiri. Secara resmi, ini terungkap pada Muktamar ke-22 di

Jakarta pada 13-18 Desember 1959. Pada saat pemandangan umum memasuki hari

ketiga yang dipimpin oleh H. Ahmad Syaichu, ada gagasan yang ketika itu dinilai

aneh. Gagasan ini datang dari KH. Achyat Chalimi, selaku juru bicara Cabang

Mojokerto yang kebetulan memperoleh kesempatan pertama dari 68 cabang yang

hadir. KH. Achyat Chalimi antara lain mengatakan “Peranan politik oleh Partai NU

telah hilang dan peranan dipegang oleh perorangan, hingga partai sebagai alat sudah

hilang. Oleh karena itu, diusulkan agar NU kembali pada tahun 1926. Tidak berbeda

dengan penilaian para ulama lain di kemudian hari, gagasan ini didasari oleh

pertimbangan bahwa selama ini NU terlampau mengedepankan urusan politik yang

kenyataannya bukan semata-mata bagi kepentingan organisasi melainkan pola untuk

kepentingan pribadi daripada urusan sosial keagamaan yang justru pernah menjadi

urusan dominan pada awal berdirinya.66

Seiring jalannya waktu, ide kembalinya khittah NU 1926 sering didengungkan

dari satu Muktamar ke Muktamar lain, dalam satu periode ke periode lain. Namun

gagasan itu nampak begitu santer terdengar pada akhir tahun 70-an. Klimaksnya pada

tahun 1982, di mana gagasan untuk kembali ke khittah 1926 memperoleh dukungan

dari kelompok idealis yang kecewa terhadap PPP. Pada tanggal 21 Desember 1983

65

Achmad Siddiq, Khittah Nahdliyah, LTN NU, Surabaya, 2005, h. 7. 66

Kacung Marijan, Quo Vadis NU setelah Kembali ke Khittah 1926, h. 132.

Page 47: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

saat Munas Alim Ulama di Podok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo,

Situbondo, kembali ke khittah 1926 justru menjadi salah satu agenda utama. Bahkan,

salah satu di antara tiga komisi bernama Komisi Khittah (Komisi II) yang membahas

landasan perjuangan NU, termasuk di dalamnya persoalan asas tunggal dan struktur

organisasi NU.

Materi pemulihan khittah sebenarnya telah lama digodog dan yang terakhir

dirumuskan oleh Tim Tujuh. Semua orang yang terlibat dalam Tim Tujuh ini

merupakan “Generasi Ketiga”. Ini merupakan intelektual muda NU, yang tidak hanya

bersentuhan dengan nilai-nilai pesantren, melainkan pula nilai-nilai lain yang

kosmopolit sifatnya. Kelompok inilah yang secara konsepsional, merumuskan khittah

1926. Para ulama (nonpolitisi) mendukung para intelektual muda NU ini, karena dasar

pemikiran kembali ke khittah 1926 berarti pula mengembalikan posisi ulama ke peran

yang lebih besar lagi.67 Kembalinya khittah NU akan berakibat pada makin luasnya

ulama NU dalam memainkan peranannya di tubuh NU, hingga NU akan kembali

menjadi suatu organisasi yang concern mengurusi empat hal penting yaitu; persoalan

keagamaan, sosial kemasyarakatan, pendidikan dan ekonomi. Kembalinya khittah NU

juga akan berpengaruh pada makin kuatnya ikatan sesama warga NU secara intern.

Lebih dari itu, dengan kembalinya NU pada khittahnya, berarti secara kelembagaan

organisasi NU tidak lagi melibatkan diri dalam kancah politik. Walau demikian NU

tetap memberikan kebebasan kepada setiap warganya untuk ikut berpartisipasi dalam

politik. Ini berarti setiap warga NU bebas memilih partai sebagai media politiknya dan

tidak lagi terikat dalam satu pertai yaitu PPP an-sich. Ini bisa dikatakan bahwa

walaupun NU kembali ke khittahnya, NU tetap ada di mana-mana dan tetap terjaga

eksistensinya.

67

Ibid, h 140.

Page 48: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

B. Kiprah KH. Ali Ma’shum dalam Percaturan Politik NU

Arus perubahan yang melanda NU menjelang dan di awal tahun 1980-an

didasarkan pada keinginan untuk mengembalikan NU sebagai gerakan keagamaan dan

gerakan kemasyarakatan sebagaimana Khittah Jam’iyah NU tahun 1926. Kondisi

politik saat itu, di samping orientasi dan interest politik praktis di kalangan pengurus

telah mengakibatkan rapuhnya jam’iyah, terutama terabaikannya basis jama’ah pada

masyarakat bawah serta kewenangan para ulama. Meskipun tekad mempertegas batas

antara NU sebagai jam’iyah dan PPP sebagai partai politik sudah dinyatakan dalam

Muktamar NU ke-26 di Semarang tahun 1979, kenyataannya hal itu tidak bisa

diwujudkan oleh para pengurusnya. Wafatnya Rais ‘Am KH. Bisri Syansuri, 25 April

1981, membuka peluang bagi kedua sayap politik dan sayap khittah untuk saling

memperkuat posisinya. Pembicaraan pengisian jabatan Rais ‘Am dalam Munas Alim

Ulama dan Konferensi Besar NU di Kaliurang, Yogyakarta tanggal 30 Agustus – 3

September 1981 menjadi sangat penting, dan ternyata Munas dan Konbes itu berhasil

memilih KA. Ali Ma’shum sebagai Rais ‘Am PBNU menggantikan KH. Bisri

Syansuri.68

Secara eksplisit Humaidy dalam bukunya (Biografi 5 Rais ‘Am NU)

mengatakan bahwa keterlibatan secara mendalam KH. Ali Ma’shum terhadap NU

dimulai sekitar tahun 1980-an.69

Ini mungkin dimaksudkan bahwa pada kisaran tahun

tersebut KH. Ali Ma’shum mulai terlibat dalam percaturan politik NU. Mengingat

jauh sebelumnya ia sudah aktif dalam organisasi tradisional ini.

Pada sekitar tahun 1980-an memang bisa dikatakan bahwa NU sedang

mengalami proses pengunduran yang amat tajam setelah meninggalnya KH. Bisri

68

Mustafa Bisri, Menapak Jejak Mengenal Watak Sekilas Biografi 26 Tokoh NU, Yayasan

Saifudin Zuhri, Jakarta, 1994, h. 361, 362. 69

Humaidy Abdussami dan Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais ‘Am NU, KH. Hasyim Asy’ari,

KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH. Ali Ma’shum dan KH. Achmad Siddiq, LTN NU, Yogyakarta, 1995, h. 128.

Page 49: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Syansuri selaku Rais ‘Am waktu itu.70 Tahun berikutnya dalam sebuah Munas di

Kaliurang, Yogyakarta akhirnya KH. Ali Ma’shum terpilih sebagai Rais ‘Am seperti

yang telah disebutkan di atas. Kepemimpinan KH. Ali Ma’shum dengan terjadinya

proses menuju Muktamar ke-27 merupakan babak sejarah yang menarik dalam tubuh

NU. Pertama, dalam pemilu 1982 dengan disingkirkannya sebagian tokoh NU dalam

PPP, muncul keinginan untuk meninggalkan PPP dalam pemilu. KH. Ali Ma’shum

bertindak sigap melarang keinginan keluar dari PPP yang dianggap sangat emosional,

sehingga NU tetap membela PPP. Kedua, KH. Ali Ma’shum bersama ulama yang lain

yaitu KH. As’ad Syamsul Arifin, KH. Machrus Ali dan KH. Masykur pada tanggal 2

Mei 1982 mendatangi Dr. KH. Idham Chalid selaku Ketua Umum PBNU dan

meminta kesediaannya untuk mengundurkan diri.71 Ini dilakukan semata-mata karena

kekecewaan para tokoh serta kader NU terhadap kepemimpinan Dr. Idham Chalid

selaku ketua PBNU sekaligus Presiden PPP yang dianggap tidak mampu

mengendalikan tindakan John Naro dan kawan-kawannya.72

Dr. Idham Chalid saat itu bersedia menyatakan pengunduran dirinya, Tetapi

beberapa hari setelah itu, yaitu pada 14 Mei 1982 dia mencabut kembali pengunduran

dirinya. Sejak itulah terjadi perpecahan dalam kepengurusan NU. Ada kelompok

Idham (sayap politik) yang disebut kelompok Cipete dan kelompok utama (sayap

khittah) yang disebut kelompok Situbondo. Bagi KH. Ali Ma’shum, pencabutan

pengunduran diri Dr. Idham Chalid dianggap tidak berlaku dan Ketua Tanfidziyah

sekaligus dijabat oleh Rais ‘Am.73

Pada saat menjelang pemilu 1982 posisi NU di PPP memang terus dipereteli

oleh John Naro dan kelompoknya. Kekecewaan itu semakin menguat aspirasi

70

Ibid, h. 128. 71

Mustafa Bisri, Menapak Jejak Mengenal Watak Sekilas 26 Biografi Tokoh NU, h. 363. 72

Humaidy dan Ridwan, Biografi 5 Rais ‘Am NU, h. 128. 73

Mustafa Bisri, Menapak Jejak mengenal Watak Sekilas 5 Biografi 26 Tokoh NU, h. 331.

Page 50: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

sebagian besar warga NU untuk meninggalkan gelanggang politik. Masalah ini tentu

saja menjadi beban pemikiran berat bagi KH. Ali Ma’shum. Namun demikian, dia

tetap berusaha menenangkan suasana dengan menegaskan bahwa NU masih

mendukung PPP. Akan sikapnya itu, KH. Ali Ma’shum mendasarkannya pada dua

hal. Pertama, jika saat itu NU keluar dari PPP justeru suasana di lingkungan NU akan

semakin keruh, karena saatnya belum tepat. Gagasan kembali ke khittah belum lagi

dimasyarakatkan secara merata. Kedua, walaupun NU harus meninggalkan PPP,

jangan didasarkan pada sikap emosional, tetapi harus dengan pemikiran yang jernih

dengan mempertimbangkan untung ruginya di masa yang akan datang.74

Meski dengan kondisi penuh ketegangan, roda organisasi NU terus berjalan

menuju perubahan yang lebih pasti. Pada tahun 1983 dilaksanakan Munas Alim

Ulama di Situbondo yang menghasilkan konsep kembali ke khittah 1926. Setahun

kemudian dilaksanakan Muktamar ke-27 yang bersejarah itu. Melalui persiapan yang

matang dan proses pembahasan yang seru, akhirnya ditetapkanlah konsepsi Kembali

ke Khittah 1926 dan penerimaan asas tunggal Pancasila. Dengan keputusan itu, secara

konseptual NU menyatakan independen, tidak ada hubungan secara formal maupun

informal dengan kekuatan politik tertentu.75

Muktamar Situbondo memang merupakan sejarah momentum perubahan bagi

NU, dan itu tak lepas dari peran KH. Ali Ma’shum sebagai rais ‘am. Dengan peran

tersebut bukan saja tampak karisma KH Ali Ma’shum, melainkan juga sikap dan cara

berfikirnya yang terbuka dan maju untuk melakukan perubahan.76 Memang, persoalan

utama yang menjadi sorotan dalam muktamar itu ialah masalah kejayaan dan pamor

74

A. Zuhdi Mukhdlor, KH. Ali Ma’shum; Perjuangan dan Pemikiran-Pemikirannya, Multi

Karya Grafika, Yogyakarta, 1989, h. 92. 75

Syaifullah Ma’shum, Karisma Ulama; Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, Mizan, Bandung,

1998, h. 345. 76

Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara II; Riwayat Perjuanagn dan Doa, KUTUB, Yogyakarta, 2006, h. 333.

Page 51: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

NU yang semakin meredup, terutama selama bergulat dalam politik praktis. Salah

satunya dikemukakan oleh KH. Ali Ma’shum dalam khutbah iftitahnya :

“Kita tahu, sejak NU berdiri pada sekitar tahun 1926 adalah masa

perkembangan NU yang ber-klimaks pada kejayaan pamornya di sekitar 1967-

1969. Kemudian pada tahun 1970-1982, NU hidup dalam keadaan tidak menentu. Jika kenyataan itu kita teliti, maka kejayaan NU terjadi di saat-saat

NU berhubungan erat dan kerjasama bantu membantu dengan pemerintah. Periode di mana NU tak menentu adalah di saat-saat NU renggang dengan

pemerintah karena satu dan lain-lain”.77

Pada tahun-tahun berikutnya KH. Ali Ma’shum lebih mengarahkan

organisasinya untuk intens dalam menekuni kegiatan di bidang pendidikan, sosial dan

keagamaan. KH Ali Ma’shum sendiri meninggalkan urusan politik praktis dan

menyerahkan kepada masing-masing pribadi warga NU untuk menentukan sendiri

saluran politik yang disukai, sepanjang tidak merusak akidah Islam serta dengan

dilandasi akhlak mulia.78 Di samping itu, KH. Ali Ma’shum juga sangat intens dalam

pengembangan dunia pesantren. Dari dulu, pesantren dan KH. Ali Ma’shum memang

tidak dapat dipisahkan. Pesantren dan KH. Ali Ma’shum secara substansial dan formal

merupakan representasi dari seseorang yang hidup dan mati di dunia pesantren.79

C. Peran KH. Ali Ma’shum Sebagai Rais ‘Am NU

Keretakan NU nampak terlihat setelah Rais ‘Am NU KH. Bisri Syansuri

wafat. Para pemimpinnya terlibat gejolak. Ada selisih faham tentang perlu tidaknya

jabatan Rais ‘Am yang kosong agar segera diisi. Ada yang ingin membiarkan kursi itu

kosong sampai Muktamar berikutnya. Seiring jalannya waktu, maka pada tanggal 30

Agustus – 3 September 1981 dilangsungkan Munas Alim Ulama NU di Kaliurang,

Yogyakarta. Di mana dalam munas tersebut KH. Ali Ma’shum terpilih sebagai Rais

77

Dikutip dari “Khittah Iftitah Rais ‘Am pada Munas Alim Ulama NU di Situbondo”, dalam

Laporan Penyelenggaraan Munas Alim Ulama, Panitia Munas PBNU, Jakarta, 1984, h. 80. 78

Masduki Attamami, Lima Bekal dari KH Ali Ma’shum untuk NU, Suara Karya, 1989, h. 4. 79

Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara II, H 333.

Page 52: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

‘Am NU menggantikan KH. Bisri Syansuri yang wafat pada hari Jum’at, 25 April

1980.80

Seperti yang telah disinggung di atas bahwa suksesi kepemimpinan KH. Ali

Ma’shum dalam tubuh NU itu seiring dengan menumpuknya persoalan yang dihadapi

NU. Hal ini tentunya membuat KH. Ali Ma’shum sebagai Pimpinan Tertinggi yang

baru di tubuh NU harus sigap dan jeli dalam mengeluarkan kebijakan terkait dengan

kondisi NU saat itu.

Hal pertama yang diputuskan KH. Ali Ma’shum dalam kepemimpinannya

yaitu persoalan yang terkait dengan isu banyaknya kalangan NU yang akan keluar

dari PPP. Dalam kaitan ini KH. Ali Ma’shum menghimbau kepada kalangan NU agar

tidak terjebak dalam keputusan yang sifatnya emosional. Ia juga menghimbau agar

para kader NU jangan tergesa-gesa meninggalkan PPP.

Hal kedua yang dikeluarkan KH. Ali Ma’shum sebagai sebuah kebijakan

adalah adanya kemungkinan dan bahkan keharusan bagi kalangan NU untuk

membawa NU kembali pada khittahnya tahun 1926. Kedua hal di atas merupakan

keputusan penting dan bersejarah bagi kalangan NU yang memahami akan perjalanan

karir KH. Ali Ma’shum di tubuh NU.

Sebagai Rais ‘Am, KH Ali Ma’shum mengemukakan pendapatnya terkait

dengan isu-isu politik saat itu. Menurutnya, “NU harus berperan menetralisasikan

mekanisme kehidupan berpolitik agar berjalan secara adil”. Untuk itu perlu adanya

kekompakkan dan ketaatan seluruh warganya yang diimbangi konsistensi pada

pemimpinnya.81

80

A. Margana, Siklus Retak, Tempo, 16 November 1991, h. 21. 81

Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986, Grafiti Pers, Jakarta, 1986, h. 484.

Page 53: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Berkenaan dengan hal ini, maka PB. Syuriah, pengendali tertinggi organisasi

NU mengadakan Sidang Pleno di Jakarta yang langsung dipimpin oleh KH. Ali

Ma’shum. Keputusan yang dihasilkan adalah:

(1) PB. Syuriah akan mempertimbangkan kedudukan jam’iyah Nahdlatul Ulama dalam lingkungan PPP pada saatnya yang tepat, apabila azas

musyawarah, solideritas intern dan prinsip-prinsip organisasi lainnya tidak dapat ditegakkan di dalamnya. (2) PB. Syuriah menyerukan kepada seluruh

warga NU untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum tahun 1982 dan menjunjung tinggi asas “luber” (langsung-umum-bebas-rahasia) sesuai dengan

keputusan Munas Alim Ulama NU yang diselenggarakan di Kaliurang, Yogyakarta pada awal September 1981.82

Peranan kepemimpinan KH. Ali Ma’shum ini menampakkan hasil yang besar

dan monumental, yaitu dengan berhasil diselenggarakannya Munas Alim Ulama NU

kedua di pondok pesantren Salafiyah Sukorejo pada tahun 1983. Seperti yang telah

disebutkan di atas bahwa pada Munas ini dihasilkan keputusan penting, yaitu

penerimaan asas tunggal Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi. Juga

dirumuskannya kembali otoritas Syuriah atau ulama dalam kepemimpinan Nahdlatul

Ulama.83

Pada Muktamar ke-27 tahun 1984 di Situbondo, Jawa Timur NU

memutuskan kembali ke Khittah 1926.

Setelah membenahi beberapa persoalan terkait dengan organisasi yang

dipimpinnya, maka KH. Ali Ma’shum mengarahkan organisasi itu pada suatu tujuan

yang lebih bersifat sosial keagamaan. Sebagai Rais ‘Am, ia memiliki kewenangan

untuk terus membina organisasi sosial ini menjadi organisasi keagamaan yang

memiliki tujuan utama dalam bidang pendidikan dan dakwah. Segala hal yang terkait

dengan persoalan politik, ia serahkan kepada masing-masing individu. Kondisi seperti

ini terus ia jaga hingga masa kepemimpinannya berakhir.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa peran yang dimainkan KH. Ali Ma’shum

sebagai Rais ‘Am adalah mengeluarkan beberapa kebijakan baru yang kesemuanya

82

Slamet Effendy Yusuf dkk. Dinamika Kaum Santri, Rajawali Pers, Jakarta, 1982, h. 209. 83

A. Zuhdi Mukhdlor, KH Ali Ma’shum; Perjuangan dan Pemikiran-Pemikirannya, h. 93.

Page 54: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

demi terpeliharanya kekuatan organisasi tadisional ini dalam kancah perjuangan

dalam rangka memajukan sebuah bangsa, sekaligus menjadi pemeran dalam menjaga

apa yang telah diputuskan bersama.

Bagaimana dengan jabatannya sebagai Mustsyar. Pada awal 1985, KH. Ali

Ma’shum tidak lagi menjabat sebagai Rais ‘Am, namun ia diminta untuk berperan

dalam jajaran Mustasyar PBNU84

bersama KH. As’ad Syamsul Arifin, Dr. Idham

Chalid, KH. Masykur, KH. Imron Rosyidi, Porf. KH. Anwar Musaddad dan Yusuf

Hasyim.85

Pada Munas Alim Ulama NU di Kasugihan Cilacap tahun 1987, KH. Ali

Ma’shum berperan sebagai tokoh yang berhasil meredam gejolak dari sebagian aktifis

NU untuk membelokkan NU ke arah partai politik lagi. Pada waktu itu tercermin dari

adanya gagasan khittah plus yang dikemukakan oleh Mahbub Djunaidi. Dasar

pemikiran Mahbub tersebut yaitu bahwa dengan kembalinya NU ke khittah tidak

mesti meninggalkan politik praktis. Di pihak lain, sayap politik masih pula

mempengaruhi agar NU tetap berpolitik praktis, terutama dalam menyalurkan

politiknya ke PPP. Dalam hal ini KH. Ali Ma’shum menegaskan dengan

menggunakan kaidah yang berbunyi “ Dar’ al mafaasid muqaddamun ‘alaa jalbil

mashoolih” (meninggalkan kerusakan itu didahulukan dari pada menarik kebaikan).

Dengan berpedoman “meninggalkan hal-hal yang diperhitungkan akan

merusak”, maka daya preventif NU akan efektif. Sikap preventif itu dalam kesehatan,

termasuk memotong anggota tubuh yang busuk dari pada akan membusukkan seluruh

tubuh.86

84

Mustasyar berfungsi sebagai penasihat. 85

NU Menuju Islam Indonesia, Tempo, 8 Desember 1984. 86

A. Chozin Nasuha, NU Setelah Konbes Cilacap, Pelita, Jakarta, 1989, h. 6.

Page 55: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Begitu intens keterlibatan KH. Ali Ma’shum dalam NU, sepertinya ia telah

menyatu dengan jiwanya. Bahkan ia punya resep untuk bekal para pengurus dan

warga NU dalam upaya mencapai setiap cita-cita organisasinya.

Menurut KH. Ali Ma’shum ada lima bekal untuk itu, yaitu :

1. Setiap warga NU harus yakin dan percaya sepenuhnya terhadap NU.

2. Setiap warga NU hendaknya mempelajari organisasinya dengan sungguh-

sungguh. Hal ini penting, karena cara itu bisa memperkokoh keyakinan

terhadap NU, sehingga tidak mudah digoyahkan.

3. Setiap warga NU harus mempraktekkan ajaran serta tuntunan NU. Hal ini

penting karena ajaran dan tuntunan NU adalah tuntunan Islam yang murni

yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw.

4. Memperjuangkan agar NU tetap lestari dan berkembang. Jika telah menyatu

dengan NU, maka harus berjuang pantang mundur.

5. Hendaknya sabar dalam ber-NU, artinya sabar dalam melakukan atau

melaksanakan tugas organisasi, menghadapi segala rintangan, termasuk ketika

menghadapi kemungkinan ada pihak-pihak yang mengajak keluar dari NU

serta besar kemungkinan menghadapi pihak yang memusuhi ajaran Nabi.87

KH. Ali Ma’shum adalah salah seorang tokoh NU yang memiliki popularitas

secara nasional bahkan internasional. Walau hidup sebagai orang yang selalu sibuk

mengurusi organisasi NU, KH Ali Ma’shum dalam kehidupannya tidak pernah lepas

atau jauh dari dunia pesantren. Dari sejak lahir hingga wafatnya, ia selalu berada

dalam lingkungan pesantren. KH. Ali Ma’shum juga sebenarnya aktif dalam dunia

politik. Akan tetapi aktivitas politiknya tidak didasarkan pada teori-teori politik

87

Masduki Attamami, Lima Bekal dari KH. Ali Ma’shum untuk NU, H. 4.

Page 56: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

sebagaimana biasanya orang akademis, akan tetapi didasarkan pada bisikan hati

nurani.

Muktamar yang dilaksanakan di kediamannya merupakan mata rantai kegiatan

yang dapat dialami untuk terakhir kalinya. Saat itu ia sakit dan hanya bisa mengikuti

acara besar itu dari pembaringan, dan itu merupakan khidmah terakhir kepada

jam’iyah yang dicintainya. Hanya dua minggu setelah perhelatan besar di pesantren

Al-Munawir Krapyak itu, KH. Ali Ma’shum dipanggil ke hadirat-Nya. Usai adzan

maghrib, tepatnya pada tanggal 7 Desember 1989, di RSU Sarjito Yogyakarta. KH.

Ali Ma’shum wafat dalam usia 74 tahun.88

88

Aziz Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara II, h. 338.

Page 57: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

BAB V

A. KESIMPULAN

Dalam pembahasan skripsi ini dapat diambil kesimpulan bahwa KH. Ali

Ma’shum dilahirkan pada tnggal 2 Maret 1915 di Lasem, kabupaten Rembang Jawa

Tengah. Ali merupakan keturunan dari keluarga pesantren. Sejak kecil ia sudah

dikirim untuk dididik di pondok pesantren Tremas jawa Timur oleh orang tuanya.

Sepulangnya dari Tremas Ali menikah dan tidak lama kemudian ia menyempatkan

diri memperdalam ilmu di Makah. Di sana Ali Ma’shum memperdalam ilmu bahasa

Arab dan tafsir.

KH. Ali Ma’shum memiliki beberapa corak pemikiran yang pernah

dimunculkannya antara lain mengenai Ahlussunnah Waljamaah, Madzhab, Ukhuwah

Islamiyah hingga ilustrasi kemordenannya. Dari segi keagamaan, KH. Ali Ma’shum

termasuk ulama yang memiliki pandangan luas tentang Ahlussunnah Waljamaah,

namun ia tidak pernah beranggapan bahwa Ahlussunnah Waljamaah adalah hanya

milik orang NU.

Terkait dengan peran dan perjuangan KH. Ali Ma’shum di tubuh NU, lebih

awal bisa dilihat dari keterlibatannya. Jabatan yang pernah diembannya di tubuh NU

adalah sebagai Rais ‘Am dan Mustasyar. Peranan dan perjuangan yang dimainkan

KH. Ali Ma’shum di tubuh NU meliputi hal-hal baik yang terkait dengan persoalan

intern NU sampai persoalan yang ekstern (di luar NU), seperti memunculkan suatu

kebijakan yang membuat kuatnya suatu organisasi terkait dengan warga Nahdliyin

hingga persoalan-persoalan politik yang ruang lingkupnya lebih luas.

Page 58: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Azis , Aceng, Dy Dkk., Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia;

Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika Nahdlatul Ulama, Pustaka Ma’arif NU, Jakarta,

2006.

Marijan, Kacung, Quo Vadis NU setelah kembali ke Khittah 1926,

ERLANGGA, Jakarta.

Abdussami, Humaidy, Fakla AS, Ridwan, Biografi 5 Rais ‘Am NU; KH.

Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH. Ali Ma’shum dan

KH. Achmad Siddiq, LTN NU, Yogyakarta, 1995.

Alaena, Badrun. NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, Tiara

Wacana, Yogyakarta, 2000.

Bisri, Mustafa, Menapak Jejak Mengenal Watak Sekilas Biografi 26 Tokoh

NU, Yayasan Syaifudun Zuhri, Jakarta, 1994

Dachlan, M. Riwayat Singkat Nahdlatul Ulama, Berita Nahdlatoel Oelama,

Surabaja, 1931.

Ma’shum, Ali, Ajakan Suci, Lajnah Ta’lif wa Nasyr (LTN) NU, Yogyakarta,

1998.

Muhammadiyah, Hilmi, Fatoni, Sulthon, NU : Identitas Islam Indonesia,

ELSAS, Jakarta, 2004.

Sillars Harvey, Barbara, Pemberontakan Kahar Muzakka, dari Tradisi ke

DI/TII, Grafiti Press, Jakarta, 1989.

Effendy, Yusuf, Slamet; Ikhwan, Syam, Mohammad; Farid, Mas,udi, Masdar,

Dinamika Kaum Santri; Menelusuri jejak & pergolakan internal NU, RAJAWALI,

Jakarta, 1983.

Page 59: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Effendy, Yusuf; Selamet, Ikhwan, Syam,Mohammad; Farid, Mas’ udi,

Masdar, Dinamika kaum santri;Menelusuri jejak & pergolakan internal NU,

RAJAWALI, Jakarta , 1983.

Feilard, Andree, NU vis-avis Negara; Pencarian Isi, Bentuk dan Makna,

LKIS, Yogyakarta, 1999

Halim, Abdul, dkk., Menapak Jejak Mengenal Watak Sekilas 26 Tokoh NU,

Yayasan Suaifuddin Zuhri, 1994.

------------- Apa da Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986, Grafiti Pers,

Jakarta, 1986.

Marijan, Kacung, Quo Vadis NU setelah kembali ke khittah 1926,

ERLANGGA, Jakarta.

Ma’sum, Ali, Ajakan Suci, Lajnah Ta’lif wa Nasyr (LTN)

NU,Yogyakarta,1998.

Ma’sum, Syaifullah, Karisma Ulama; kehdupan Ringkas 26 Tokoh NU,

Mizan, Bandung, 1998.

Masyhuri, A Aziz, 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara II; Riwayat dan Doa,

KUTUB, Yogyakarta, 2006.

Masyhuri, A. Masyhuri, 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara II; Riwayat,

Perjuangan dan Doa, KUTUB, Yogyakarta, 2006.

Muhammadiyah, Hilmi, Fatoni, Sulthon, NU.Identitas Islam Indonesia,

ELSAS, Jakarta, 2004,

Mukhdlor, A. Zuhdi, KH. Ali Ma’shum; Perjuangan dan Pemikiran-

Pemikirannya, Multi Karya Grafika, Yogyakarta, 1989.

Nasuha, A, Chozin, NU Setelah konbes Cilacap, Pelita, Jakarta, 1989

Siddiq, Achmad, Khittah Nahdliyah, LTN NU, Surabaya, 2005.

Page 60: KIPRAH DAN PERJUANGAN KH. ALI MA SHUM DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/20955/1/WILLY... · Untuk menjadi pembahasan yang lebih terarah dan ... Fakultas

Al-Tamami, Masduki, Lima Bekal dari KH Ali Ma’shum untuk NU, Suara

Karya, 1989.