kinetika reduksi me o
TRANSCRIPT
MAKALAH KIMIA FISIKA 2
KINETIKA REDUKSI METIL ORANGE
Disusun Oleh :
Kelompok 5 :
Charles Zulnata / 1205728
Nailul Husni Asfar / 1308493
Wike Handayani / 1205712
Dosen : Ananda Putra, S.si, M. Si, Ph. D
Yerimadesi , S. Pd, M. Si
Asisten Dosen : Diki Febrianta
Faizzah Qurrata Aini
Putri Rahmadani
Riga , S. Pd
LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita curahkan kepada Allah SWT, karena atas izin-Nya kita dapat
menyusun makalah ini yang bisa dimanfaatkan untuk hal pembelajaran dan ilmu pengetahuan
khusunya dalam ilmu kimia. Makalah ini disusun berdasarkan data dari berbagai sumber
yang didapatkan sehingga menjadi sebuah karya tulis ilmiah sederhana yang berbentuk
makalah.
Selama proses pembuatan makalah ini, banyak hal yang kita dapatkan, termasuk ilmu
pengetahuan baru , tepatnya mengenal lebih dalam tentang salah satu dari berbagai macam
materi yaitu tentang KINETIKA REDUKSI METIL ORANGE.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini bisa bermanfaat-bagi orang lain. Kita
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini sangat banyak kekurangannya. Oleh karena
itu segala kritik dan saran sangat penulis harapkan agar penulis dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan tersebut.
Terima kasih.
Padang, 6 Desember 2014
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................................4
1.2 TUJUAN....................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
LANDASAN TEORI............................................................................................................................5
2.1 PENGERTIAN...........................................................................................................................5
2.2 PRINSIP KERJA SPEKTRONIK 20..........................................................................................7
BAB III................................................................................................................................................10
METODOLOGI PRAKTIKUM..........................................................................................................10
3.1 WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM.................................................................................10
3.2 ALAT DAN BAHAN...............................................................................................................10
3.3 PROSEDUR KERJA................................................................................................................11
BAB IV...............................................................................................................................................24
PEMBAHASAN.................................................................................................................................24
BAB V.................................................................................................................................................26
PENUTUP...........................................................................................................................................26
5.1 KESIMPULAN........................................................................................................................26
5.2 KRITIK DAN SARAN.............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................27
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang membahas tentang laju reaksi dan
faktor-faktor yang mempengaruhi. Laju (kecepatan) reaksi dinyatakan sebagai perubahan
konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap satuan waktu.
Kinetika kimia merupakan cabang dari kimia fisika yang mempelajari sistem kimia
yang tergantung pada waktu, seperti sistem yang memiliki komposisi kimia yang berubah
selama perubahan waktu tertentu. Kinetika kimia membicarakan dinamika reaksi yang
meliputi laju reaksi, orde reaksi yang diperoleh dari hasil percobaan, hukum atau persamaan
laju, konstanta laju dan mekanisme reaksi. Berdasarkan hukum laju dapat ditentukan jenis
reaksi (reaksi sederhana atau reaksi kompleks), jika reaksi merupakan reaksi kompleks
berarti reaksi tersebut mempunyai mekanisme. Mekanisme reaksi yang terjadi dapat diramal
dari hukum laju. Konsentrasi reaktan merupakan hal yang selalu dikaji yaitu dengan
penentuan konsentrasi tiap-tiap spesies sebagai penentu laju reaksi.
Dalam menentukan tingkat reaksi suatu senyawa berwarna dapat digunakan alat
spektronik 20. Dimana alat ini dapat mengukur absorbansi suatu larutan berwarna, dan juga
dapat dihitung berapa panjang gelombang maksimal yang dimiliki sampel.
1.2 TUJUAN 1. Menjelaskan tentang kinetika reduksi metil orange ?
2. Mementukan tingkat reaksi terhadap Sn2+ dan Cl- melalui kinetika reduksi metil
orange?
3. Menjelaskan prinsip kerja dari alat spektronik 20 ?
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses itu ada
yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat dibandingkan dengan
minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, seperti membakar dinamit yang
menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat adalah seperti proses berkaratnya besi.
Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini
dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya
(Syukri,1999).
Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang membahas tentang laju reaksi dan faktor-
faktor yang mempengaruhi. Laju (kecepatan) reaksi dinyatakan sebagai perubahan
konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap satuan waktu. Laju rekasi suatu reaksi kimia
dapat dinyatakan dengan persamaan laju reaksi. Untuk reaksi berikut:
A + B AB
Persamaan laju reaksi secara umum ditulis sebagai berikut:
R = k [A]m [B]n
k sebagai konstanta laju reaksi, m dan n orde parsial masing-masing pereaksi (Dogra.1990)
Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang
berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi
nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju,
dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi
orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing
berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju
reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari
5
fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus.
(Chang.2007)
Metil Jingga atau sering disebut juga Metil Orange (Methyl Orange) memiliki rumus
molekul C14H14N3NaO3S. Memiliki massa molar 327.33 g mol−1dan massa jenis 1.28 g/cm3.
Memiliki nama IUPAC Sodium 4-[(4-dimethylamino)phenyldiazenyl]benzenesulfonate.
Metil Jingga sering digunakan dalam titrasi karena perubahan warna yang dihasilkan
jelas dan berbeda. Karena perubahan warna pada pH asam sangat kuat maka biasanya
digunakan dalam titrasi untuk asam. Tidak seperti indikator universal, metil jingga tidak
memiliki spektrum penuh perubahan warna, namun memiliki titik akhir yang lebih tajam.
Metil jingga memiliki pKa sebesar 3,47 dalam air pada suhu 25 derajat Celcius. Kelarutan di
airnya mencapai 0.5 g/100 mL. (Underwood.1986)
Katalis ialah zat yang mengambil bagian dalam reaksi kimia dan mempercepatnya, tetapi ia sendiri tidak mengalami perubahan kimia yang permanen. Jadi, katalis tidak muncul dalam laju persamaan kimia balans secara keseluruhan, tetapi kehadirannya sangat mempengaruhi hukum laju, memodifikasi dan mempercepat lintasan yang ada.
Katalis menimbulkan efek yang nyata pada laju reaksi, meskipun dengan jumlah yang sangat sedikit. Dalam kimia industry, banyak upaya untuk menemukan katalis yang akan mempercepat reaksi tertentu tanpa meningkatkan timbulnya produk yang tidak diinginkan.
Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi (Keenan Kleinfelter. 1989).
2.2 KINETIKA REDUKSI METIL ORANGE
Reaksi reduksi metil orange (MeO) oleh Sn2+ berjalan lambat dan untuk
mempercepat jalannya reaksi ditambah dengan Cl-. Diperkirakan bahwa reaksi melibatkan
kompleks Sn2+-Cl-, sehingga pada kondisi H3O+ konstan, laju reaksinya sebagai berikut :
−d [ MeO]dt
= k [Me O] [Sn2+]x [Cl-]y (1)
Dimana : [MeO] = konsentrasi metil orange
[Sn2+] = konsentrasi Sn2+
6
[Cl-] = konsetrasi Cl-
x dan y = berturut-turut tingkat reaksi terhadap Sn2+ dan Cl-
Bentuk kompleks Sn2+-Cl- dapat diperkirakan jika x dan y diketahui. Untuk
menentukan harga x dan y, percobaan dapat dilakukan pada konsentrasi Sn2+ dan Cl- >>
[MeO], sehingga percobaan [Sn2+] dan [Cl-] dapat dianggap konstan pada kondisi ini. Reaksi
menjadi pseudo tingkat satu terhadap MeO.
−d [ MeO]dt
= k’ d [MeO] k’ = k [Sn2+]x[Cl-]y (2)
k’ adalah konstanta laju reaksi pseudo tingkat satu, dimana
k’ = k [Sn2+] [Cl-]
Jika k’ ditentukan untuk berbagai konsentrasi Sn2+ pada kondisi [Cl-] tetap dan [Sn2+]
>> [MeO] maka x dapat ditentukan dan slop grafik ln k’ versus ln [Cl -]. Penentuan harga k’
secara spektrofotometri, didasarkan pada persamaan (2), dimana penyelesaian persamaan ini
adalah :
ln [ MeO ] 0[MeO ]
= k’ t (3)
apabila A adalah absorbansi [MeO] pada waktu reaksi t dan A0 adalah absorbansi [MeO]0,
yaitu pada awal reaksi t = 0, maka persamaan (3) dapat diubah menjadi :
ln A0
A = k’ t
dengan mengamati A untuk berbagai waktu reaksi t maka k’ dapat ditentukan sebagai slop
grafik ln A versus t. (Tim Kimia Fisika.2014)
2.2 PRINSIP KERJA SPEKTRONIK 20
Alat Spektronik 20 adalah suatu alat yang mempunyai rentang panjang gelombang
dari 340 nm sampai 700 nm. Alat ini hanya dapat mengukur absorbansi dengan sampel
larutan yang berwarna. Sehingga apabila didapatkan sampel yang tidak berwarna maka
sampel itu harus dikomplekkan sehingga sampel itu dapat berwarna. Larutan yang berwarna
dalam tabung reaksi khusus dimasukan ke tempat cuplikan dan absorbansi atau persen
transmitansi dapat dibaca pada sekala pembacaan.
Sistem optik dari alat ini dapat dikembangkan sebagai berikut: sumber cahaya berupa
lampu tungsten akan memancarkan sinar polikromatik. Setelah melewati pengatur panjang
7
gelombang, hanya sinar yang mono kromatik dilewatkan ke larutan dan sinar yang melewati
larutan dideteksi oleh foto detektor. (Underwood.1986)
Hukum Lambert
Hukum ini menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus
cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan
intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan
berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap.
Atau dengan menyatakan bahwa lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya sama akan
menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama. hukum ini dapat dinyatakan
oleh persamaan diferensial.
Hukum Beer
Sejauh ini telah dibahas absorbsi cahaya dan transmisi cahaya untuk cahaya
monokromatik sebagai fungsi ketebalan lapisan penyerap saja. Tetapi dalam analisis
kuantitatif orang terutama berurusan dengan larutan. Beer mengkaji efek konsentrasi
penyusun yang berwarna dalam larutan, terhadap transmisi maupun absorbsi cahaya.
Dijumpainya hubungan yang sama antara transmisi dan konsentrasi seperti yang ditemukan
Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan, yakni intensitas berkas cahaya
monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap
secara linier. Ini dapat ditulis dalam bentuk: It = I0e- k’c = I0 . 10-0,4343 k’c = I0 . 10-K’c .
Spektronik-20 yang pada hakekatnya terdiri dari monokromator kisi-difraksi dan
sistem deteksi elektronik, amplifikasi dan pengukuran. Spektronik-20 merupakan
spektrometer visible yang susunannya menggunakan satu berkas tunggal (single beam).
Spektrofotometer jenis ini memiliki susunan paling sederhana yang terdiri dari sumber sinar,
monokromator, kisi difraksi dan sistem pembacaan secara langsung.
Cahaya putih dari lampu wolfram difokuskan oleh lensa A ke celah masuk; lensa B
mengumpulkan cahaya dari celah masuk itu dan memfokuskan ke celah keluar setelah
dipantulkan dan didespersikan oleh kisi difraksi untuk memperoleh berbagai panjang
gelombang. Cahaya monokromatik yang menembus celah keluar melewati sampel yang akan
diukur dan jatuh ke tabung foto.
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer atau
Hukum Beer, berbunyi: jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan
8
sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan.
Hukum beer dapat ditulis sebagai:
A= a . b . c atau A = ε . b . c
dimana:
A = absorbansi
b atau l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)
c = konsentrasi larutan yang diukur.
ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur
dalam molar
a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam
ppm).
(Hendayana.1994)
9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM
Hari, Tanggal : Senin, 24 November 2014
Waktu : 09.40- 12.20 WIB
Tempat : Laboratorium Kimia Fisika , FMIPA UNP
3.2 ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Spektronik 20
2. Gelas Ukur 10 mL
3. Labu takar 10 mL
4. Pipet Ukur 1 mL
5. Stopwatch
Bahan :
1. Larutan metil orange 10-4 M
2. Larutan HClO4 2 M
3. Larutan HCl 2 M
4. Aquadest
10
3.3 PROSEDUR KERJA
1. Hubungan A lawan [MeO]
Dibuat larutan standar MeO 10-4 M dalam larutan HClO4 2 M
Diencerkan larutan (I) dengan HClO4 2M sehingga didapatkan larutan MeO
10-4 M, 5x10-5 M, 1x10-5 M, 5x10-6 M dan 6x10-6 M
Ditentukan masing-masing adsorbansi larutan diatas pada panjang gelombang
515 nm dengan larutan HClO4 2M sebagai pembanding. Buatlah grafik A vs
[MeO]. Jika grafik ini tidak mengikuti Lambert-Beer, maka penentuan k’
harus menggunakan persamaan (3). Konsentrasi MeO ditentukan dengan
menggunakan kurva standar yang sudah dibuat.
2. Menentukan tingkat reaksi terhadap [Sn2+] (nilai x)
Buat Larutan SnCl2 0,25 M (jangan dibiarkan berhubungan dengan udara terlalu lama karena akan teroksidasi)
Campurkan dalam labu takar 10ml, yaitu 2ml larutan MeO 10-1 M, 1,5 ml HCl 2M dan 6,5 ml HClO4 2M
11
Tambahkan 0,2 ml larutan SnCl2 0,25 M ke dalam larutan (2). Jalankan stopwatch pada waktu larutan SnCl2 ditambahkan. Kocok larutan ini dan segera masukkan ke dalam kuvet. Tentukan adsorbansinya tiap 30 detik (amati selama 10 menit)
Ulangi percobaan 3 dengan menggunakan volume larutan SnCl2 0,25 M, yaitu 0,30 ml, 0,40 ml, dan 0,50 ml. Buatlah grafik A lawan t untuk setiap konsentrasi Sn2+ yang berbeda kemudian buat grafik ln k’ vs ln [Sn2+] untuk menentukan x.
3. Menentukan tingkat reksi terhadap [Cl-] (nilai y)
Campurkan dalam labu takar 10ml, yaitu 2ml larutan MeO 10-4 dan 0,5 ml HCl 2M kemudian 7,5ml HClO4 2M sehingga larutan menjadi 10ml.
12
Tambahkan 0,2ml larutan SnCl2 0,25 M pada larutan (1) kemudian kocok dan segera masukkan dalam kuvet untuk menentukan adsorbansinya dengan selang waktu 30 detik (amati selama 10 menit)
Percobaan (1) dan (2) diulangi untuk volume larutan HCl 2M, yaitu : 1ml, 2ml, dan 3ml. Buatlah grafik A lawan t untuk setiap konsentrasi Cl- yang berbeda kemudian buat grafik ln k’ vs ln [Cl-] untuk menentukan y.
13
3.4 PERHITUNGAN
1) Menentukan tingkat reaksi terhadap [Sn2+] (nilai x)
Panjang gelombang maks (λ) = 581 nm
T(waktu)
A0,2 ml
A0,3 ml
A0,4 ml
A0,5 ml
30 0,015 0,042 0,034 0,02160 0,014 0,042 0,032 0,02190 0.011 0,042 0,031 0,020
120 0,009 0,041 0,030 0,019150 0,011 0,038 0,029 0,013180 0,006 0,037 0,028 0,019210 0,005 0,038 0,027 0,016240 0,006 0,037 0,027 0,015270 0,005 0,037 0,027 0,015300 0,005 0,038 0,025 0,015330 0,004 0,038 0,024360 0,003 0,037 0,024390 0,004 0,038 0,023420 0,002 0,038 0,023450 0,003 0,038 0,022480 0,004 0,038 0,021510 0,002 0,037 0,020540 0,002 0,037 0,020570 0,002 0,037 0,020600 0,001 0,037 0,020
*Coret data yang tidak diolah
V = K [MeO] [Sn2+]x [Cl-]
V=−d¿¿
−d ¿¿
−d ¿¿
14
∫−d¿¿¿
ln ¿¿
Dimana : [Sn2+] ∞ A
Sehingga : ln A = K’ t
y adalah ln A
x adalah K’ t
Untuk SnCl2 → 0,2 ml
t (sekon) A ln A30 0,015 -4,199760 0,014 -4,268790 0,011 -4,5099120 0,009 -4,7105180 0,006 -5,1160210 0,005 -5,2983330 0,004 -5,5215360 0,003 -5,8091420 0,002 -6,2146600 0,001 -6,9077
0 100 200 300 400 500 600 700
-8-7-6-5-4-3-2-10
f(x) = − 0.00476676587301588 x − 4.11157619047619R² = 0.983054682350504
Hubungan ln A terhadap waktu
yLinear (y)
t (waktu)
ln A
Untuk SnCl2 →0,3 ml
t (sekon ) A ln A30 0,042 -3,1701
120 0,041 -3,1942150 0,038 -3,2702180 0,037 -3,2968
15
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
-3.35
-3.3
-3.25
-3.2
-3.15
-3.1
f(x) = − 0.000841666666666667 x − 3.131825R² = 0.817686777881014
Hubungan ln A terhadap waktu
yLinear (y)
t (waktu)
ln A
Untuk SnCl2 →0,4 ml
t (sekon) A ln A30 0,034 -3,381460 0,032 -3,442090 0,031 -3,4738120 0,030 -3,5066150 0,029 -3,5405180 0,028 -3,5756210 0,027 -3,6119300 0,025 -3,6889330 0,024 -3,7297390 0,023 -3,7723450 0,022 -3,8167480 0,021 -3,8632510 0,020 -3,9120
0 100 200 300 400 500 600
-4-3.9-3.8-3.7-3.6-3.5-3.4-3.3-3.2-3.1
f(x) = − 0.00102190763888888 x − 3.38017729166667R² = 0.993503168644935
Hubungan ln A terhadap waktu
yLinear (y)
t (waktu)
ln A
Untuk SnCl2 →0,5 ml
t (sekon) A ln A30 0,021 -3,863290 0,020 -3,9120
16
120 0,019 -3,9633210 0,016 -4,1352240 0,015 -4,1997
0 50 100 150 200 250 300
-4.3
-4.1
-3.9
-3.7
f(x) = − 0.00166542168674699 x − 3.78485180722892R² = 0.976313126204964
Hubungan ln A terhadap waktu
yLinear (y)
t (waktu)
ln A
Dimana , K’ = K [Sn2+]x
K bernilai Konstan
K’ = [ Sn2+]x
ln K = x ln [Sn2+]
ln K adalah y
ln [Sn2+] adalah x
V Sn2+ (ml) [Sn2+] (M) K’ ln [Sn2+] ln K’0,2 0,0049 0,004 -5,3185 -5,52150,3 0,0073 0,008 -4,9199 -4,82830,4 0,0096 0,001 -4,6459 -6,90780,5 0,0119 0,001 -4,4312 -6,9078
Diketahui : [Sn2+] = 0,25 M
a) V1 = 0,2 mlmmol = 0,25 M x 0,2 ml
= 0,05 mmol
V2 = 10,2 ml
M=0,05 mmol10,2ml
= 0,0049 M
b) V1 = 0,3 mlmmol = 0,25 M x 0,3 ml
= 0,075 mmol
V2 = 10,3 ml
17
M=0,075 mmol10,3 ml
= 0,0073 M
c) V1 = 0,4 mlmmol = 0,25 M x 0,4 ml
= 0,1 mmol
V2 = 10,4 ml
M=0,1 mmol10,4 ml
= 0,0096 M
d) V1 = 0,5 mlmmol = 0,25 M x 0,5 ml
= 0,125 mmol
V2 = 10,5 ml
M=0,125 mmol10,5 ml
= 0,0119 M
Untuk SnCl2 → 0,2 ml K’ dari hasil grafik excell :y = -0,004x - 4,111K’ = - 0,004 = -4 x 10-3
Untuk SnCl2 →0,3 mlK’ dari hasil grafik excell :y = -0,008x - 3,131K’ = -0,008 = -8 x 10-3
Untuk SnCl2 →0,4 mlK’ dari hasil grafik excell :y = -0,001x - 3,380K’ = -0,001 = - 1 x 10-3
Untuk SnCl2 →0,5 mlK’ dari hasil grafik excell :y = -0,001x - 3,784K’ = -0,001 = -1 x 10-3
18
-5.4 -5.2 -5 -4.8 -4.6 -4.4 -4.2
-8-7-6-5-4-3-2-10
f(x) = − 1.97444913585345 x − 15.5757180708943R² = 0.528467195156666
Hubungan ln [Sn2+] terhadap ln K'
yLinear (y)
ln [Sn2+]
ln K
'
2) Menentukan tingkat reaksi terhadap [Cl-] (nilai y)
Lamda maks (λ) = 336 nm
t (waktu)
A0,5 ml
A1 ml
A2 ml
A3 ml
30 0,135 0,065 0,098 0,08960 0,126 0,060 0,092 0,08390 0,136 0,061 0,096 0,085
120 0,143 0,060 0,093 0,080150 0,131 0,057 0,091 0,078180 0,133 0,060 0,086 0,081210 0,129 0,059 0,083 0,081240 0,133 0,058 0,084 0,079270 0,128 0,073 0,084 0,080300 0,120 0,054 0,083 0,080330 0,121 0,054 0,083 0,078360 0,161 0,054 0,084 0,077390 0,113 0,052 0,080 0,078420 0,110 0,053 0,083 0,077450 0,110 0,053 0,084 0,077480 0,106 0,052 0,084 0,077510 0,092 0,052 0,084 0,078540 0,095 0,053 0,087 0,077570 0,100 0,051 0,086 0,077600 0,104 0,052 0,087 0,078
*Coret data yang tidak diolah
d [ MeO ]dt
=k [ MeO ]¿
d [ MeO ]dt
=k ' [ MeO ]
∫ d [ MeO ]dt
=∫ k ' dt
19
ln [ MeO ]=k ' dt
ln A=k ' t
y=mx
Untuk HCl → 0,5 ml
t(waktu ) A ln A
120 0,143 -1,9449180 0,133 -2,0174210 0,129 -2,0479270 0,128 -2,0557300 0,120 -2,1203390 0,113 -2,1804420 0,110 -2,2073480 0,106 -2,2443540 0,095 -2,3539
0 100 200 300 400 500 600
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
f(x) = − 0.000884461444308461 x − 1.84425746634027R² = 0.975702201410447
Hubungan ln A terhadap waktu
yLinear (y)
t (waktu)
ln A
Untuk HCl → 1 ml
t(waktu) A ln A
30 0,065 -2,733490 0,061 -2,7969210 0,059 -2,8302240 0,058 -2,8473300 0,054 -2,9188420 0,053 -2,9375480 0,052 -2,9565570 0,051 -2,9759
20
0 100 200 300 400 500 600
-3-2.95
-2.9-2.85
-2.8-2.75
-2.7-2.65
-2.6
f(x) = − 0.00044248336358136 x − 2.74513611615245R² = 0.941358009114913
Hubungan ln A terhadap waktu
yLinear (y)
t (waktu)
ln A
Untuk HCl → 2 ml
t(waktu) A ln A
30 0,098 -2,322890 0,096 -2,3434120 0,093 -2,3752150 0,091 -2,3969180 0,086 -2,4534240 0,084 -2,4769300 0,083 -2,4889390 0,080 -2,5257
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
-2.55-2.5
-2.45-2.4
-2.35-2.3
-2.25-2.2
f(x) = − 0.000605271317829456 x − 2.30941162790697R² = 0.931244380749054
Hubungan ln A terhadap waktu
yLinear (y)
t (waktu)
ln A
Untuk HCl → 3 ml
t(waktu) A ln A
30 0,089 -2,419190 0,085 -2,4651180 0,081 -2,5133270 0,080 -2,5257330 0,078 -2,5510360 0,077 -2,5639
21
0 50 100 150 200 250 300 350 400
-2.6-2.55
-2.5
-2.45
-2.4
-2.35
-2.3
f(x) = − 0.000403605442176871 x − 2.42159285714286R² = 0.955131820435948
Hubungan ln A terhadap waktu
yLinear (y)
t (waktu)
ln A
V HCl (ml) [Cl-] (M) K’ ln [Cl-] ln K’0,5 0,098 5 x 10-3 -2,3228 -5,29831 0,187 6 x 10-3 -1,6766 -5,11592 0,34 1,2 x 10-3 -1,0788 -6,72543 0,47 4 x 10-3 -0,7550 -5,5215
Diketahui : [Cl-] = 2 M
a) V1 = 0,5 mlmmol = 2 M x 0,5 ml
= 1 mmol
V2 = 10,2 ml
M=1mmol10,2 ml
= 0,098 M
b) V1 = 1 mlmmol = 2 M x 1 ml
= 2 mmol
V2 = 10,7 ml
M=2 mmol10,7 ml
= 0,187 M
c) V1 = 2 mlmmol = 2 M x 2 ml
= 4 mmol
V2 = 11,7 ml
M=4 mmol11,7 ml
= 0,34 M
22
d) V1 = 3 mlmmol = 2 M x 3 ml
= 6 mmol
V2 = 12,7 ml
M=6mmol12,7 ml
= 0,47 M
Untuk Cl- → 0,5 ml K’ dari hasil grafik excell :y = -0,005x - 1,844K’ = - 0,005 = -5 x 10-3
Untuk Cl- → 1 mlK’ dari hasil grafik excell :y = -0,006x - 2,745K’ = -0,006 = -6 x 10-3
Untuk Cl- →2 mlK’ dari hasil grafik excell :y = -0,0012x - 2,309K’ = -0,0012 = - 1,2 x 10-3
Untuk Cl- →3 mlK’ dari hasil grafik excell :y = -0,004x - 2,421K’ = -0,004 = -4 x 10-3
-2.6 -2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -1 -0.8 -0.6
-8-7-6-5-4-3-2-10
f(x) = − 0.515028455576147 x − 6.4163409967667R² = 0.240532192034455
Hubungan ln [Cl-] terhadap ln K'
yLinear (y)
ln [Cl-]
ln K
'
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini berjudul KINETIKA REDUKSI METIL ORANGE yang
bertujuan untuk menentukan tingkat reaksi terhadap Sn2+ dan Cl- . Reaksi reduksi metil
orange (MeO) oleh Sn2+ berjalan lambat, untuk itu agar reaksi berjalan lebih cepat ditambah
Cl-. Reaksi yang terjadi anatara metil orange dan Sn2+ merupakan reaksi redoks.
H3C
N − − N= N− −SO3H + 2 Sn2+ + 4 H3O+ →
H3C
H3C
N − − NH2 + H2N − −SO3H + 2 Sn4+ + 4H2O
H3C
Dari reaksi terlihat bahwa Sn2+ mengalami oksidasi (+2 menjadi +4) dan MeO
mengalami reduksi. Diperkirakan bahwa reaksi melibatkan kompleks Sn2+ − Cl- dengan
penambahan Cl- sehingga pada kondisi H3O+ konstan, laju reaksi dinyatakan sebagai :
−d [ MeO ]dt
=k [ MeO ]¿
Dalam percobaan untuk menentukan harga x dan y yang merupakan orde Sn2+ dan
Cl- , dilakukan 2 percobaan. Kedua percobaan ini dilakukan dengan menghitung adsorban
Sn2+ dan Cl- menggunakan Spektronik D 20+.
Spektronik 20 merupakan alat yang mempunyai rentang panajang gelombang dari
340 nm – 600 nm. Alat ini hanya dapat mengukur adsorbansi dengan sampel larutan yang
berwarna sehingga apabila didapatkan sampel yang tidak berwarna, maka sampel harus di
komplekskan sehingga sampel itu berwarna.
Sampel yang digunakan dalam praktikum adalah Metil Orange, SnCl2, HClO4 dan
HCl. Campuran senyawa ini membentuk larutan berwarna merah, sehingga dapat diukur
absorbannya menggunakan spektronik.
Menentukan Orde reaksi [Sn2+]x (nilai x)
Sampel yang digunakan adalah campuran dari 2 ml larutan MeO 10-4 M + 1,5 ml
HCl 2 M + 6,5 ml HClO4 2M. Kemudian di encerkan 10 kali pengenceran. Setelah
dilakukan kalibrasi kuvet , ditentukan panjang gelombang maksimum yang digunakan. Dari
hasil pengukuran adsorbansi, diperoleh harga λmaksimum adalah 581 nm yang memiliki daya
adsorbansi tertinggi. Selanjutnya dilakukan pengukuran adsorbansi larutan dengan larutan
24
blanko campuran MeO + HCl + HClO4 tanpa ditambahkan larutan SnCl2. Pengukuran
adsorbansi dilakukan sebanyak 20 kali setiap 30 detik. Diperoleh nilai adsorbansinya
semakin kecil, ini menandakan bahwa banyaknya sinar yang diserap oleh larutan semakin
sedikit.
Penambahan SnCl2 divariasikan yaitu 0,2 ml ; 0,3 ml; 0,4 ml dan 0,5 ml. Setiap
penambahan SnCl2 tersebut dilakukan pengukuran adsorbansi sebanyak 20 kali. Sehingga
diperoleh data 80 buah, kemudian diolah untuk menentukan nilai x.
Setelah dilakukan pengukuran adsorbansi, dilakukan perhitungan dan dibuat grafik ln
A vs t. Slope dari grafik tersebut merupakan nilai K’ = k [Sn2+] [Cl-]. Nilai K’ untuk masing –
masing penambahan SnCl2 bervariasi.
Penambahan larutan SnCl2 dengan volume berubah mengakibatkan berubahnya
konsentrasi SnCl2, setelah dilakukan perhitungan sehingga diperoleh konsentrasi dari Sn2+ .
dengan adanya data nilai K’ dan konsentrasi Sn2+ maka dapat dibuat grafik hubungan ln K’
terhadap ln [Sn2+]. Dari grafik tersebut diperoleh nilai x (orde reaksi terhadap konsentrasi
Sn2+) yang merupakan slope dari grafik ln K’ vs ln [Sn2+].
Menentukan orde reaksi terhadap [Cl-] (nilai y)
Untuk menentukan orde reaksi terhadap [Cl-] juga dilakukan dengan cara yang sama
dengan penentuan orde reaksi terhadap [Sn2+], namun yang divariasikan adalah volume HCl
yaitu 0,5 ml; 1 ml; 2 ml dan 3 ml. Pengukuran adsorbansi juga dilakukan sebanyak 20 kali
setiap oenambahannya. Pada saat penetuan nilai adsorbansi (A) kecenderungan nilai yang
didapat juga semakin menurun setelah menggambar 4 grafik pertama yaitu ln A vs t
sehingga diperoleh harga K’. Dari perhitungan yang diperoleh [Cl-] dapat dibuat grafik ln K’
vs ln [Cl-] sehingga diperoleh slopenya. Nilai slope merupakan nilai y yaitu orde reaksi [Cl -]
(tingkat reaksi terhadap konsentrasi Cl-).
Kesalahan yang mungkin terjadi adalah waktu yang digunakan tidak pas per 30
detik, kesalahan dalam pengambilan volume zat serta alat yang tidak bersih terkontaminasi
zat lain.
25
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Reaksi antara metil orange dan Sn2+ merupakan reaksi redoks yang berlangsung lambat.
2. Untuk mempercepat laju reaksi metil orange dan Sn2+ ditambahkan Cl-.
3. Semakin lama waktu untuk mengukur adsorbansi, adsorbansi yang didapatkan semakin
kecil.
4. Semakin banyak SnCl2 atau HCl yang ditambahkan nilai adsorbansi semakin kecil.
5.2 KRITIK DAN SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangannya
atau masih jauh dari kesempurnaannya seperti yang diharapkan oleh karena itu kritik dan
sarani yang bersifat konstruktif sangat diharapkan guna memperbaiki penulisan lebih
lanjut.
26
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.
Day, R.A dan Underwood, A.L., 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga : Jakarta.
Dogra, S.K dan S.Dogra.1990.Kimia Fisik dan soal-soal.Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.
Keenan Kleinfelter, Wood. 1989. Kimia untuk Universitas Jilid 1 . Jakarta : Erlangga
Syukri S.dkk. 1999. Kimia Fisika. Padang : UNP
Tim Kimia Fisika. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisika 2. Padang : FMIPA UNP
27