kilang minyak di indonesia

16
SEKILAS KILANG MINYAK INDONESIA Sepanjang sejarah perminyakan Indonesia dari jaman kolonial Belanda hingga saat ini, Indonesia memiliki 7 kilang. Pengelolaan kilang minyak merupakan bagian dari industri hilir Pertamina bidang pengolahan. Bidang Pengolahan Pertamina dengan tujuh kilangnya memiliki kapasitas total 1.041,20 ribu barel per tahun. Beberapa kilang minyak terintegrasi dengan kilang Petrokimia dan memproduksi Non BBM. Di samping kilang minyak, Pertamina hilir mempunyai kilang LNG di Arun dan di Bontang. Kilang LNG Arun dengan 6 train dan LNG Badak di Bontang dengan 8 train. Kapasitas LNG Arun sebesar 12,5 Juta Ton sedangkan LNG Badak 18,5 Juta Ton per tahun. Beberapa kilang juga menghasilkan LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Musi, Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Mundu.

Upload: yulia

Post on 18-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Cerita tentang tujuh kilang minyak yang ada di Indonesia

TRANSCRIPT

SEKILAS KILANG MINYAK INDONESIASepanjang sejarah perminyakan Indonesia dari jaman kolonial Belanda hingga saat ini, Indonesia memiliki 7 kilang. Pengelolaan kilang minyak merupakan bagian dari industri hilir Pertamina bidang pengolahan.Bidang Pengolahan Pertamina dengan tujuh kilangnya memiliki kapasitas total 1.041,20 ribu barel per tahun. Beberapa kilang minyak terintegrasi dengan kilang Petrokimia dan memproduksi Non BBM.

Di samping kilang minyak, Pertamina hilir mempunyai kilang LNG di Arun dan di Bontang. Kilang LNG Arun dengan 6 train dan LNG Badak di Bontang dengan 8 train. Kapasitas LNG Arun sebesar 12,5 Juta Ton sedangkan LNG Badak 18,5 Juta Ton per tahun.Beberapa kilang juga menghasilkan LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Musi, Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Mundu.

Sumber: Dirjen Migas, 2014

PRINSIP KERJA KELANGPrinsip kerja kilang minyak pada dasarnya ada dua jenis, yakni kilang dengan proses sederhana (simple refinery) dan kedua kilang kompleks (complex refinery).Kilang sederhana disebut juga kilang destilasi sesuai dengan proses kerjanya yaitu melakukan destilasi atau pemanasan sampai 300-400 derajat celcius. Minyak mentah (crude) yang sudah dipanaskan tadi terpisah sesuai dengan titik didihnya (boiling point ranges). Yang paling atas, dengan titik didih paling rendah adalah gas dan LPG. Kemudian diikuti produk lainnya dengan yang paling bawah adalah bahan padat.Penggolongan sederhana dan kompleks tidaklah kaku. Proses destilasi yang diikuti dengan reforming dan hydrotreating juga masuk proses sederhana. Kilang yang kompleks menghasilkan produk yang lebih ringan seperti gasoline dalam jumlah yang lebih besar.

Tabel Proses utama kilang minyakNoJenis ProsesUnit ProsesTujuan Proses

1PersiapanDesalterMengurangi air, menurunkan garam

2PemisahanCrude Distilling Unit (CDU),High VakumUnit (HVU)Pemisahan primer berdasar titik didih

3TreatingHydrotreatingdandemetalisasi (HDS, ARHDM, DHDT, DHDT), Amine AbsorberPemurnian

4KonversiHydrocracker, Fluid Catalytic Cracking (FCC), RFCC, Delayed Coker, Visbreaker, Platforming, H2 Plant.Perengkahan, pembentukan/ reforming

5Perbaikan kualitasHydrotreater (HDS)Perbaikan kualitas

6Proses lainPolymerisasi, IsomerisasiPenex,Totaray), MDUPolymerisasi, aromatisasi, Filtrasi

Kilang dengan kompleksitas tinggi akan menghasilkan fraksi ringan lebih besar dan produk yang bernilai lebih tinggi. Namun kompleksitas tinggi ini juga dibarengi dengan investasi teknologi dan peralatan yang cukup tinggi serta sejalan juga dengan pengelolaan potensi bahaya dan risiko yang harus lebih besar.

Tabel Perbandingan persentasi produk akhir kilang sederhana dan kilang kompleksProduk akhirKilang sederhana (%)Kilang kompleks (%)

Gas / LPG 2,119,56

Gasoline16,5144,58

Kerosene / Avtur20,228,95

Solar / Diesel21,3220,44

Residu39,8416,47

Total100,00100,00

Sumber: McKinsey

Kompleksitas kilang Balongan merupakan yang tertinggi di antara enam kilang yang beroperasi di Indonesia, juga termasuk kelompok kompleksitas tinggi di kilang internasional. Di tingkat global, kompleksitas tertinggi kilang dimiliki Kilang Reliance India, yakni pada level 14,0.Tabel Perbandingan kapasitas kilang dan tingkat kompleksitas berdasar Indek NelsonKilangKapasitas (barel per hari)Indek Nelson

PertaminaRU IV Cilacap348.0003,5

RU V Balikpapan260.0003,3

RU II Dumai177.0007,9

RU III Plaju133.7004,9

RU VI Balongan125.00010,6

RU VII Kasim 10.0001,0

Rata-rata per negara

Indonesia 4,7

Korea Selatan 430.0005,0

Taiwan305.0005,9

Inggris 170.0009,0

Jepang152.0007,7

India132.0003,8

Amerika Serikat128.00010,7

China83.0003,6

Reliance India (kilang)580.00014,0

Berikut sekilas tentang ketujuh kilang minyak di IndonesiaRU I PANGKALAN BRANDANUnit pengolahan minyak Pangkalan Brandan memiliki sejarah panjang sebagai pelopor dimulainya eksplorasi minyak di Indonesia.Kilang minyak Pangkalan Brandan sudah ada sejak 1883, ketika konsesi pertama pengusahaan minyak diserahkan Sultan Langkat kepada Aeilko J.Zijlker untuk daerah Telaga Said dekat Pangkalan Brandan. Pada tahun 1892, kilang minyak di Pangkalan Brandan yang dibangun Royal Dutch mulai berjalan.Selanjutnya pada 1901 saluran pipa Perlak-Pangkalan Brandan selesai dibangun. Baru pada 1945, lapangan minyak sekitar Pangkalan Brandan diserahkan pihak Jepang atas nama sekutu kepada bangsa Indonesia.Nilai sejarah kilang ini ada dua aspek. Pertama, memberi andil bagi sejarah perminyakan Indonesia. Minyak pertama yang dieskpor Indonesia bersumber dari kilang ini. Pada 10 Desember 1957 Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo menandatangani perjanjian ekspor dengan Harold Hutton yang mewakili perusahaan Rifining Associate of Canada (Refican). Nilai kontraknya sebesar US$30,000. Setahun setelah penandatangan kontrak, ekspor dilakukan menuju Jepang menggunakan kapal tanki Shozui Maru.Aspek kedua adalah nilai perjuangan kemerdekaan RI. Kisah heroiknya adalah aksi bumi hangus pada Agresi Militer Belanda pada 21 Juli 1947. Aksi dilakukan sebelum Belanda tiba di Pelabuhan Pangkalan Susu pada 13 Agustus 1947. Hal ini dilakukan agar Belanda tidak bisa lagi menguasai kilang minyak. Bumi hangus kedua dilakukan pada 19 Desember 1948. Kilang ini berkapasitas 5.000 barel per hari dengan hasil produksi berupa gas elpiji sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari dan beberapa jenis gas dan minyak. Sayangnya, kilang ini telah ditutup pada 2007.

RU II DUMAIKilang minyak Putri Tujuh Dumai dan Sungai Pakningmulai dioperasikan pada 1971. Produk Pertamina RU II yang dapat dinikmati keberadaannya bagi masyarakat sebagai berikut :A. Bahan Bakar Minyak (BBM)Terdiri dari 6 Jenis produksi yang dihasilkan, diantaranya :1. Aviation Turbine Fuel2. Minyak Bakar3. Minyak Diesel4. Minyak Solar5. Minyak TanahB. Non Bahan Bakar Minyak (Non BBM)Terdiri dari 3 jenis produksi yang dihasilkan, diantaranya :1. Solvent2. Green Coke3. Liquid Petroleum Gas (LPG)

RU III PLAJU & SUNGAI GERONGKilang minyak Plaju dan Sungai Gerong merupakan kilang minyak tertua dan cikal bakal kilang Pertamina. Kilang Plaju-Sungai Gerong diawali pada 1900 dengan dibangunnya kilang minyak oleh Shell di bibir Sungai Musi dengan kapasitas 110.000 barel per hari (BPH). Dua puluh dua tahun kemudian, tepatnya pada 1926 Stanvac membangun kilang Sungai Gerong dengan kapasitas 70.000 bph.Pada tahun 1965 Kilang Plaju diakuisisi oleh Pertamina, kemudian pada 1970 giliran Kilang Sungai Gerong diakuisisi. Kedua kilang tersebut mulai diintegrasikan pada 1971 menjadi Kilang Musi.Minyak mentah yang diolah berasal dari beberapa sumur minyak, namun sebagian besar berasal dari Sumatera Selatan. Penerimaan crude oil dilakukan melalui jalur pipa dan melalui kapal tanker.Saat ini kapasitas kilang RU III mencapai 133.700 barel per hari. Produk BBM yang dihasilkan yakni avtur, premium, kerosene, pertamax racing fuel, automotive diesel oil atau solar, industrial diesel oil, serta industrial fuel oil. RU III juga menghasilkan produk non BBM yakni LPG, Musi Cool (Refrigerant), low sulphur waxy residu, serta biji plastic polytam (polypropylene).

RU IV CILACAPUnit Pengolahan IV Cilacap memiliki kapasitas produksi terbesar yakni 348.000 barrel/hari, dan terlengkap fasilitasnya. Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.Kilang Cilacap adalah satu-satunya penghasil lube base oil dengan grade HVI- 60, HVI 95, HVI -160 S dan HVI 650. Produksi lube base ini disalurkan ke Lube Oil Blending Plant (LOBP) untuk diproduksi menjadi produk pelumas dan kelebihannya diekspor.

Kilang Cilacap terdiri atas Kilang Minyak I, Kilang Minyak II dan Kilang Paraxylene.

Kilang Minyak I dibangun tahun 1974 dengan kapasitas semula 100.000 barrel/hari, beroperasi sejak diresmikan Presiden RI tanggal 24 Agustus 1976. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan konsumen, tahun 1998/1999 ditingkatkan kapasitasnya melaluiDebottlenecking projectsehingga menjadi 118.000 barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk memproses bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain mendapatkan BBM sekaligus untuk mendapatkan produk Non BBM yaitu bahan dasar minyak pelumas (lube oil base) dan aspal. Mengolah minyak dari Timur tengah bertujuan agar dapat menghasilkan bahan dasar pelumas dan aspal, mengingat karakter minyak dari dalam negeri tidak cukup ekonomis untuk produksi dimaksud.

Sedangkan Kilang Minyak II ini dibangun tahun 1981, dengan pertimbangan untuk pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Kilang yang mulai beroperasi 4 Agustus 1983 setelah diresmikan Presiden RI, memiliki kapasitas awal 200.000 barrel/hari. Kemudian mengingat laju peningkatan kebutuhan BBM ditanah air, sejalan dengan proyek peningkatan kapasitas (debottlenecking) pada tahun 1998/1999, kapasitasnya juga ditingkatkan menjadi 230.000 barrel/hari. Kilang ini mengolah minyak "cocktail" yaitu minyak campuran, tidak saja dari dalam negeri juga dari luar negeri.

Kilang Paraxylene Cilacap dibangun tahun 1988 dan beroperasi setelah diresmikan oleh Presiden RI tanggal 20 Desember 1990. Kilang ini menghasilkan produk Non BBM dan Petrokimia. Pertimbangan pembangunan kilang ini didasarkan atas pertimbangan tersedianya bahan baku naptha yang cukup dari Kilang Minyak II Cilacap, adanya sarana pendukung berupa dermaga tangki dan utilitas dan terbukanya peluang pasar baik di dalam maupun luar negeri

Produk yang dihasilkan antara lain aspal, heavy aromate, lube base oil, low sulphur wax residue, minarex, minyak paraffin, dan toluene.

RU V BALIKPAPAN

Sumur minyak pertama dari Kilang Balikpapan ditemukan oleh sebuah perusahaan minyak Matilda di Kota Balikpapan pada tanggal 10 Februari 1897. Sejak saat itulah kota ini dikenal sebagai Kota Kilang Minyak di Kalimantan Timur. Pada 1899 Shell Transport & Trading Ltd mendirikan Kilang di Balipapan. Kilang Minyak Balikpapan terletak di tepi Teluk Balikpapan, meliputi areal seluas 2.5 km2 . Kilang Minyak ini terdiri dari unit Kilang Minyak Balikpapan 1 dan unit Kilang Minyak Balikpapan II. Kilang Minyak Balikpapan 1 dibangun sejak tahun 1922 dan dibangun kembali pada tahun 1948 dan mulai beroperasi tahun 1950. Pada 1966 seluruh kekayaan Shell Transport & Trading Ltd dibeli oleh PN Permina. Dua tahun kemudian, PN Permina dan PN Pertamin melakukan merger dan berganti nama menjadi PN Pertamina.Sedangkan Kilang Balikpapan II dibangun tahun 1980 dan resmi beroperasi 1 Nopember 1983.Kilang Balikpapan I mengalami up grading pada 1995 dan beroperasi kembali pada 1997. Kedua kilang mengolah minyak mentah dari berbagai sumber, baik domestik (45%) maupun luar negeri (55%). Kilang Balikpapan memiliki dua terminal sebagai fasilitas pendukung, yakni terminal Lawe-lawe dan terminal Balikpapan. Fasilitas yang tersedia di terminal Lawe-lawe adalah 7 unit tanker, 1 unit single point mouring, 2 generator, 4 transfer pump dan 3 flushing pump. Terminal ini menerima crude oil dari Tanjung domestic lainnya maupun crude impor untuk dialirkan ke kilang pengolahan.Sementara terminal Balikpapan didukung oleh 29 tank crude oil, 98 tank produk jadi serta 8 jetty. Saat ini kilang I memiliki kapasitas 60.000 barel per hari (bph) dan memproduksi LPG, Naphta, kerosene, light gas oil dan heavy gas oil.Sedangkan kapasitas kilang II mencapai 200.000 bph dengan produk akhir berupa LPG, kerosene, naphta, dan diesel stripper.Terkait dengan keselamatan kerja, Kilang Balikpapan telah menjalani audit Dupont dua kali, yakni pada 2006 dan 2010 dengan hasil masih kurang menggembirakan karena memperoleh skor 1,5 dari skala 5,0. Budaya K3 di kilang Balikpapan masih masuk kategori dependent artinya kepatuhan personil terhadap keselamatan kerja masih tergantung pada ada tidaknya supervisi bukan datang dari kesadaran sendiri.

RU VI BALONGANPT Pertamina (persero) RU VI Balongan berdiri pada 1 September 1990 dengan nama PT Pertamina (persero) Up VI Balongan yang dinamakan Proyek EXORT (Export Oriented Refinery) I. Kapasitas total yang dihasilkan kilang ini 125.000 barel per hari. Kegiatan pembangunan kilang dimulai 1991, dan berproduksi pada Agustus 1994. Kilang ini diresmikan Presiden Suharto pada 24 Mei 1995 dengan dua kontraktor utama, Japan Gasoline Corporation (JGC) dan Foster Wheeler Indonesia (FW).Dasar pemikiran pendirian kilang Balongan: Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri khususnya di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat Untuk memecahkan kesulitan pemasaran jenis minyak mentah (crude oil) berat seperti Crude Duri Menaikan nilai tambah dengan adanya peluang ekspor di Asia Pasifik Pertimbangan ekonomi

Latar belakang Balongan sebagai lokasi proyek

Relatif dekat dengan konsumen terbesar yakni Jakarta dan Jawa Barat Telah tersedianya sarana penunjang yaitu Depot UPMS III, Terminal DOH-JBB (Jawa Bagian Barat), Conventional Buoy Mouring (CBM), Single Buoy Mouring (SBM). Dekat dengan sumber gas alam yaitu DOH-JBB dan Beyond Petroleum (BP) Selaras dengan proyek pipanisasi BBM di Pulau Jawa Tersedianya lahan yakni bekas sawah yang kurang produktif Tersedianya sarana infrastruktur

Bahan baku minyak mentah terdiri dari minyak mentah Duri 80%, minyak mentah Minas 20%, dan gas alam dari Jatibarang sebagai bahan baku H2 Plant sebanyak 18 MMSCFD. Pengolahan bahan baku tersebut menghasilkan produk sebagai berikut :

Selanjutnya lebih detil mengenai proses kerja kilang Balongan akan dibahas di Bab IV

RU VII KASIMKilang BBM Kasim dibangun untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak daerah Papua dan sekitarnya. Sebelumnya, pemenuhan kebutuhan BBM daerah ini didatangkan dari Balipapan, Kalimantan Timur.Pembangunan kilang BBM tersebut dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut: Memacu Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Mengurangi Biaya Transportasi Meningkatkan Security Of Supply.

Kilang BBM Kasim dibangun di atas areal seluas kurang lebih 80 HA. dan terletak di desa Malabam kecamatan Seget kabupaten Sorong Papua bersebelahan dengan Kasim Marine Terminal (KMT) Petro China, kurang lebih 90 km sebelah selatan kota Sorong. Kilang tersebut mulai beroperasi sejak Juli 1997 sampai saat ini.Kilang BBM Kasim mengolah crude lokal produksi daerah kepala burung Papua. Lokasi Kilang BBM ini dipilih disekitar area Petro China dengan dasar pertimbangan : Menghemat Biaya Transportasi karena dekat dengan Sumber Bahan Baku (Crude) dan Pasar Mengurangi Biaya Investasi dengan memanfaatkan beberapa fasilitas yang tersedia diarea Petro China antara lain Dermaga, Acces Road, Tanki Dan Lain - Lain. Tersedianya Area dengan luas yang cukup untuk Pengembangan Kilang BBM Kasim diwaktu yang akan datang. Lokasi Kilang Di Tengah Hutan (Jauh Dari Pemukiman Penduduk).

Kilang BBM Kasim mempunyai kapasitas 10.000 barrel / hari, dirancang untuk mengolah Crude(minyak mentah) Walio (60%) dan Salawati (40%).Produk yang dihasilkan adalah Fuel Gas : 969 Barrel / Hari Premium : 1.987 Barrel / Hari (Unleaded) Kerosene : 1.831 Barrel / Hari Ado (Solar) : 2.439 Barrel / Hari Residue : 3390 Barrel / HariDari total produksi BBM RU VII dapat memberi kontribusi sekitar 15 % dari total kebutuhan MALIRJA (MALUKU & IRIAN JAYA).

PROGRAM PEREMAJAAN DAN PENGEMBANGUNAN KILANGTantangan kilang di masa depan adalah adanya perubahan lingkungan bisnis dan tuntutan terhadap pengolahan.Perubahan lingkungan terjadi karena dipengaruhi oleh:a. Harga minyak mentah yang cenderung tinggib. Tuntutan kinerja berstandar globalc. Aturan produk yang berubahd. Tuntutan lingkungan yang semakin ketatPada masa mendatang kilang minyak juga harus mampu menjawab tuntutan atas a. Membaiknya kehandalan kilangb. Efisiensi bahan bakar dan minimalisasi hasil buanganc. Sistem produksi yang optimald. Memenuhi aturan pemerintahe. Menurunkan biaya-biaya

Kilang minyak juga memiliki karakteristik bisnis yang sangat khusus, yakni:1. Kilang termasuk kategori bisnis infrastruktur: Merupakan bagian dari rantai bisnis infrastruktur bagi bisnis energi dan petro kimia yang strategis ditinjau dari aspek ekonomi dan politik dengan ciri-ciri memerlukan biaya investasi tinggi, merupakan investasi jangka panjang, pengerjaan konstruksi memerlukan waktu lama sekitar 4 tahun, berdampak langsung terhadap lingkungan, ada aturan ketat dari pemerintah, demikian juga harga produk diatur oleh pemerintah.

2. Tergantung pada teknologi dan sangat kompleks:Mempunyai ketergantungan besar pada para pemegang paten teknologi proses pengolahan minyak bumi (lisensi proses produksi, penyedia katalis dan penyedia bahan kimia) di samping juga lisensi dari teknologi peralatan dan sistem baik pabrik maupun penyedia jasa atau vendor nya.

3. Fleksibilitas operasi rendah:Kilang didisain hanya untuk mengolah jenis minyak mentah tertentu sehingga tidak mudah untuk melakukan perubahan bahan baku minyak mentah, jenis katalis maupun bahan kimia beserta model operasi untuk dapat memenuhi fluktuasi pasar produk yang berubah cepat.

4. Konfigurasi kilang terpadu terintegrasi:Konfigurasi kilang terpadu dan terintegrasi diperlukan agar bisa mengolah bahan baku menjadi produk berkualitas yang diterima pasar dengan harga yang lebih menguntungkan.

Terkait dengan peremajaan dan pengembangan kilang, pemerintah telah menetapkan sebuah rencana besar yang tertuang dalam Refinery Development Master Plan (RDMP). Terakhir kali, Indonesia membangun kilang minyak, yaitu kilang Balongan, pada tahun 1994. Guna menyesuaikan pasokan dengan kebutuhan konsumsi nasional, disamping pengembangan kilang yang ada, setidaknya dibutuhkan lagi pembangunan 2 kilang minyak baru. Saat ini ada dua lokasi yang sedang dikaji. Pertama di Bontang, berdekatan lokasinya dengan fasilitas LNG Bontang, dan yang kedua kemungkinan di Tuban dengan memanfaatkan kilang TPPI. Sementara di Indonesia timur juga sedang dipertimbangkan untuk membangun kilang-kilang kapasitas kecil untuk mengefisienkan distribusi BBM.Program peremajaan kilang yang tertuang di RDMP menganggarkan US$20 miliar untuk meng up grade kilang Dumai, Plaju, Balikpapan, Cilacap dan Balongan. Sebanyak 4 perusahaan asing telah memenangkan tender yakni Sinopec dari China, JX Nippon Oil & Energy, PTT Thailand, dan Saudi Aramco.PT Pertamina (Persero) pada 10 Desember 2014 telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) mengenai RDMP dengan para mitra. Mitra tersebut yaitu Saudi Aramco dari Saudi Arabia, Sinopec dari China dan JX Nippon Oil & Energy dari Jepang.

Penandatanganan ini berarti upgrading dan modernisasi lima kilang Pertamina siap dilaksanakan. Target upgrading tersebut memang tidak serentak akan selesai. Namun pada 2025 kelima kilang diharapkan sudah selesai dimodernisasi.

Pengembangan kilang diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi bahan bakar utama. Produksi minyak mentah yang sekarang berada di posisi 820 barel per hari (bph) diharapkan mampu meningkat dua kali lipat menjadi 1680 bph. Produksi bensin dari 190 bph ditargetkan menjadi 630 bph, diesel dari 320 bph menjadi 770 bph dan avtur diharapkan tercapai produksi 120 bph dari posisi sekarang ini yang berada di level 50 bph.

Proyek RDMP ini bagi sebagian kalangan dianggap sangat strategis. Di samping untuk mengejar pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri, juga menjadi salah satu bukti kemampuan Pertamina membangun kemadirian korporasi. Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardad di buletin internal Pertamina Energia edisi 16 Februari 2015 menyatakan, proyek RDMP Pertamina bertujuan untuk mentransformasikan sektor energi Indonesia menuju pengolahan minyak mentah yang lebih sour dengan kompleksitas konversi yang lebih tinggi. Produk - produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas tinggi, juga memenuhi standard Euro IV. Standar Euro terkait dengan tingkat buangan atau emisi yang diperbolehkan pada kendaraan bermotor. Selain itu, VP Strategic Planning, Business Development & Operation Risk Direktorat Pengolahan, Achmad Fathoni Mahmud, meyakini, lima kilang RDMP yang berlokasi di RU II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, dan RU VI Balongan memiliki daya saing tinggi di kawasan Asia Pasifik (Energia edisi 9 Februari 2015). RDMP ditujukan kepada stakeholder untuk memberikan pemahaman dan memastikan kilang Pertamina mampu bertahan agar bisa bersaing secara global, jelas Achmad. Jika proyek tersebut selesai, memungkinkan perusahaan dapat mengolah minyak mentah yang memiliki kandungan sulfur tinggi.