outlook energi indonesia 2015-2035: prospek · pdf filepusat teknologi sumberdaya energi dan...

10
Outlook Energi Indonesia................(Agus Sugiyono) 87 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2015-2035: PROSPEK ENERGI BARU TERBARUKAN Indonesia Energy Outlook 2015-2035: New and Renewable Energy Prospect Agus Sugiyono Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Gedung 625 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan 15314 Email: [email protected] Diterima: 11 Oktober 2016; Diperiksa: 17 Oktober 2016; Revisi: 1 Nopember 2016; Disetujui: 21 Nopember 2016 Abstract Energy has an important role to increase economic activity in Indonesia, therefore the energy should be managed based on the principles of sustainable development. There are two important issues considered in the economic growth in Indonesia, i.e. strategies to escape middle income trap and reducing petroleum fuel usage. This paper will discuss the energy demand and supply in Indonesia for the long term by considering efforts to find solutions to any energy problems arise. The results show that in the base (BAU-Business As Usual) scenario, the energy demand (including biomass) will increase from 1,079 million BOE (Barrel of Oil Equivalent) in 2012 to 1,916 million BOE in 2025 and reached 2,980 million BOE in 2035 with a growth rate of 4.5% per year. While in the high scenario, energy demand will increase with the growth rate of 5.6% per year. Petroleum fuel is still the main energy supply with the share of 37% in 2012, and the share will increased in 2035 to 42.9% (base scenario) and 43.3% (high scenario). Due to the limitations of energy resources, in 2033 the total domestic energy production were no longer able to meet the domestic demand, therefore Indonesia become a net energy importer country. The solutions to reduce import of energy is by increasing the development of new and renewable energy sources more aggressive from now on. Key Words: energy demand and supply, new and renewable energy Abstrak Energi mempunyai peran penting dalam meningkatkan kegiatan ekonomi di Indonesia, oleh karena itu energi harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Ada dua isu penting yang dipertimbangkan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yaitu strategi untuk terlepas dari perangkap negara berpenghasilan menengah dan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak. Makalah ini akan membahas permintaan dan penyediaan energi di Indonesia untuk jangka panjang dengan mempertimbangkan berbagai upaya dalam mengatasi setiap permasalahan energi yang mungkin akan timbul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk skenario dasar (BAU-Business As Usual), permintaan energi (termasuk biomassa) akan meningkat dari 1.079 juta SBM (Setara Barel Minyak) pada tahun 2012 menjadi 1.916 juta SBM pada tahun 2025 dan mencapai 2.980 juta SBM pada tahun 2035 atau tumbuh rata-rata 4,5% per tahun. Sedangkan untuk skenario tinggi, permintaan energi akan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 5,6% per tahun. Bahan bakar minyak masih merupakan penyediaan energi yang utama dengan pangsa 37% pada tahun 2012, dan diprakirakan akan meningkat menjadi 42,9% pada tahun 2035 (skenario dasar) dan 43,3% (skenario tinggi). Keterbatasan sumber daya energi menyebabkan produksi energi dalam negeri sudah tidak lagi mampu lagi memenuhi permintaan energi dalam negeri pada tahun 2033, sehingga Indonesia menjadi negara net importir energi. Solusi untuk mengurangi impor energi adalah dengan meningkatkan pengembangan sumber energi baru terbarukan yang lebih agresif mulai dari sekarang. Kata Kunci: permintaan dan penyediaan energi, energi baru terbarukan 1. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting untuk mening- katkan kegiatan ekonomi di Indonesia, oleh karena itu energi harus dikelola berdasarkan prinsip- prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Dalam rangka memberikan masukan untuk pengelolaan energi yang baik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) secara berkala melakukan penelitian yang berkaitan dengan perencanaan energi untuk jangka panjang dengan mempertimbangkan pengembangan energi baru terbarukan. BPPT telah menerbitkan hasil penelitian ini dalam bentuk Buku Outlook Energi Indonesia (BPPT-OEI) secara berkala setiap tahun mulai tahun 2009 dengan tema-tema tertentu yang terkait dengan isu-isu energi yang berkembang

Upload: phungnguyet

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Outlook Energi Indonesia................(Agus Sugiyono) 87

OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2015-2035: PROSPEK ENERGI BARU TERBARUKAN

Indonesia Energy Outlook 2015-2035: New and Renewable Energy Prospect

Agus Sugiyono

Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Gedung 625 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan 15314 Email: [email protected]

Diterima: 11 Oktober 2016; Diperiksa: 17 Oktober 2016; Revisi: 1 Nopember 2016; Disetujui: 21 Nopember 2016

Abstract Energy has an important role to increase economic activity in Indonesia, therefore the energy should be managed based on the principles of sustainable development. There are two important issues considered in the economic growth in Indonesia, i.e. strategies to escape middle income trap and reducing petroleum fuel usage. This paper will discuss the energy demand and supply in Indonesia for the long term by considering efforts to find solutions to any energy problems arise. The results show that in the base (BAU-Business As Usual) scenario, the energy demand (including biomass) will increase from 1,079 million BOE (Barrel of Oil Equivalent) in 2012 to 1,916 million BOE in 2025 and reached 2,980 million BOE in 2035 with a growth rate of 4.5% per year. While in the high scenario, energy demand will increase with the growth rate of 5.6% per year. Petroleum fuel is still the main energy supply with the share of 37% in 2012, and the share will increased in 2035 to 42.9% (base scenario) and 43.3% (high scenario). Due to the limitations of energy resources, in 2033 the total domestic energy production were no longer able to meet the domestic demand, therefore Indonesia become a net energy importer country. The solutions to reduce import of energy is by increasing the development of new and renewable energy sources more aggressive from now on. Key Words: energy demand and supply, new and renewable energy Abstrak Energi mempunyai peran penting dalam meningkatkan kegiatan ekonomi di Indonesia, oleh karena itu energi harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Ada dua isu penting yang dipertimbangkan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yaitu strategi untuk terlepas dari perangkap negara berpenghasilan menengah dan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak. Makalah ini akan membahas permintaan dan penyediaan energi di Indonesia untuk jangka panjang dengan mempertimbangkan berbagai upaya dalam mengatasi setiap permasalahan energi yang mungkin akan timbul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk skenario dasar (BAU-Business As Usual), permintaan energi (termasuk biomassa) akan meningkat dari 1.079 juta SBM (Setara Barel Minyak) pada tahun 2012 menjadi 1.916 juta SBM pada tahun 2025 dan mencapai 2.980 juta SBM pada tahun 2035 atau tumbuh rata-rata 4,5% per tahun. Sedangkan untuk skenario tinggi, permintaan energi akan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 5,6% per tahun. Bahan bakar minyak masih merupakan penyediaan energi yang utama dengan pangsa 37% pada tahun 2012, dan diprakirakan akan meningkat menjadi 42,9% pada tahun 2035 (skenario dasar) dan 43,3% (skenario tinggi). Keterbatasan sumber daya energi menyebabkan produksi energi dalam negeri sudah tidak lagi mampu lagi memenuhi permintaan energi dalam negeri pada tahun 2033, sehingga Indonesia menjadi negara net importir energi. Solusi untuk mengurangi impor energi adalah dengan meningkatkan pengembangan sumber energi baru terbarukan yang lebih agresif mulai dari sekarang. Kata Kunci: permintaan dan penyediaan energi, energi baru terbarukan

1. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting untuk mening-katkan kegiatan ekonomi di Indonesia, oleh karena itu energi harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Dalam rangka memberikan masukan untuk pengelolaan energi yang baik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) secara berkala

melakukan penelitian yang berkaitan dengan perencanaan energi untuk jangka panjang dengan mempertimbangkan pengembangan energi baru terbarukan. BPPT telah menerbitkan hasil penelitian ini dalam bentuk Buku Outlook Energi Indonesia (BPPT-OEI) secara berkala setiap tahun mulai tahun 2009 dengan tema-tema tertentu yang terkait dengan isu-isu energi yang berkembang

88 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 12, No. 2, Desember 2016 Hlm. 87-96

saat itu. BPPT-OEI 2014 memberikan gambaran tentang masalah energi saat ini dan permintaan energi yang diproyeksikan dan penyediaan untuk periode 2012-2035. Tema spesifik untuk BPPT-OEI 2014 adalah pengembangan energi untuk mendukung program substitusi bahan bakar minyak (BBM) (Sugiyono, dkk., 2014). Secara umum, ada dua isu penting yang dipertimbangkan dalam memprakirakan per-tumbuhan ekonomi di Indonesia untuk jangka panjang, yaitu strategi untuk dapat lepas dari perangkap negara berpenghasilan menengah (middle income trap) dan mengurangi penggunaan BBM. Masalah perangkap negara berpenghasilan menengah ini sering dihadapi oleh negara-negara berkembang untuk meningkatkan pendapatan per kapita dari negara berpendapatan menengah ke negara dengan pendapatan tinggi. Menurut Bank Dunia batas antara negara berpenghasilan menengah dan tinggi adalah sebesar 12,616 dolar per kapita. Indonesia harus dapat memperoleh pendapatan sebesar 12.616 dolar per kapita dalam beberapa tahun ke depan untuk dapat menjadi negara maju. Pemerintah sudah tidak boleh lagi bergantung pada produksi sumber daya alam dan tenaga kerja yang murah, namun perlu mendorong peningkatan produktivitas nasional melalui inovasi dan pengembangan teknologi (Schwab, 2013). Konsumsi energi final di Indonesia untuk periode 2000-2012 meningkat rata-rata sebesar 2,9% per tahun atau meningkat dari 764 juta SBM (setara barel minyak) pada tahun 2000 menjadi 1.079 juta SBM pada tahun 2012. Pada tahun 2012, pangsa terbesar dari konsumsi energi adalah untuk sektor industri (34,8%) diikuti oleh sektor rumah tangga (30,7%), transportasi (28,8%), komersial (3,3%), dan sektor lainnya (2,4%) (CDIEMR, 2013). Jenis energi yang paling dominan untuk memenuhi permintaan energi tersebut adalah bahan bakar yang berasal dari kilang minyak. Produksi minyak bumi Indonesia terus menurun sementara permintaan energi terus tumbuh sehingga menyebabkan peningkatan impor minyak mentah dan impor produk bahan bakar minyak. Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengurangi penggunaan BBM sampai saat ini. Kebijakan tersebut termasuk di dalamnya program substitusi BBM dengan bahan bakar gas (BBG). Program substitusi ini dilaksanakan di sektor rumah tangga melalui substitusi minyak tanah dengan LPG, di sektor transportasi dengan substitusi bensin dan solar menggunakan CNG dan mandatoti bahan bakar nabati (BBN) untuk sektor industri, transportasi dan pembangkit listrik. Namun, masih banyak kendala yang dihadapi dalam penerapan program ini dan konsumsi BBM masih terus meningkat meskipun ada sedikit pengurangan. Dalam hal pertumbuhan ekonomi, produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2012 mencapai 2.619 triliun rupiah (harga konstan tahun 2000) dengan tingkat pertumbuhan PDB rata-rata selama 12 tahun terakhir mencapai 5,4% per tahun. Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi nasional

mencapai 6,3% per tahun lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2011 sebesar 6,5% per tahun. Sedangan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 245 juta atau meningkat rata-rata 1,42% per tahun sejak tahun 2000. Saat ini, 57% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, dengan luas 129.438 km

2, atau hanya sekitar 6,7% dari

daratan Indonesia. Pengembangan industri di Pulau Jawa yang sudah padat dengan industri, akan menimbulkan berbagai masalah khususnya dalam penggunaan lahan, kependudukan, perumahan, dan transportasi. Pulau Jawa membutuhkan penyediaan energi yang sangat tinggi, sedangkan sumber daya energi yang potensial sangat terbatas. Pada saat ini sekitar 54% dari penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Pendapatan per kapita meningkat dari 6,7 juta rupiah per kapita pada tahun 2000 menjadi 34,1 juta rupiah per kapita pada tahun 2012. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, Indonesia pada tahun 2012 termasuk dalam negara berpenghasilan menengah bawah (lower middle income) dengan penghasilan 3.592 dolar per kapita. Makalah ini akan membahas permintaan dan penyediaan energi di Indonesia untuk jangka panjang (2015-2035) berdasarkan kondisi saat ini dengan beberapa skenario pertumbuhan ekonomi. Pembahasan juga mengevaluasi berbagai pengembangan teknologi energi masa depan termasuk energi baru terbarukan. Proyeksi masa depan mengasumsikan adanya hubungan antara pembangunan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, dengan kebutuhan energi. Sedangkan kebijakan energi akan mempengaruhi prospek pemanfaatan teknologi energi untuk menjawab tantangan pengembangan energi di masa depan. 2. BAHAN DAN METODE Tujuan akhir dari perencanaan energi adalah memberikan informasi kepada para pembuat kebijakan untuk membuat keputusan dalam pengembangan energi jangka panjang. Oleh karena itu model energi sering digunakan sebagai alat bantu untuk memberikan mengevaluasi berbaaai opsi teknologi energi yang dapat diterapkan di masa mendatang untuk menjawab permasalahan dalam pengembangan energi jangka panjang. 2.1. Model Model yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, yaitu model permintaan energi dan model penyediaan energi. Model permintaan energi berdasarkan Model of Energy Demand for Indonesia (MEDI) yang dikembangkan oleh BPPT. Model penyediaan energi mengalokasikan berbagai sumber energi dalam rangka untuk memenuhi permintaan energi berdasarkan optimasi. Tahun dasar dari model ini adalah 2012 dengan periode proyeksi sampai tahun 2035. 2.2. Skenario and Kasus Ada dua skenario, yaitu, senario dasar atau

Outlook Energi Indonesia................(Agus Sugiyono) 89

skenario business as usual yang disingkat skenario BAU dan skenario tinggi, serta satu kasus yaitu pengembangan energi dalam mendukung program substitusi BBM yang disingkat menjadi kasus substitusi. Pada skenario dasar, pertumbuhan PDB diasumsikan sejalan dengan target Bappenas untuk skenario BAU untuk periode 2015-2019 yang meningkat rata-rata 6% per tahun. Pertumbuhan PDB untuk periode 2020-2035 mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Skenario dasar sudah mempertimbangkan beberapa kebijakan pemerintah, diantaranya adalah program substitusi minyak tanah dengan LPG, program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW berbasis batubara tahap pertama sudah terealisasi, dan tahap kedua dari program percepatan pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan sudah mulai dilaksanakan. Pada skenario tinggi, pertumbuhan PDB diasumsikan sejalan dengan target Bappenas untuk skenario reformasi komprehensif (comprehensive reform) periode 2015-2019 yang meningkat rata-rata 7% per tahun. Pertumbuhan PDB untuk periode 2020-2035 mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya. Semua asumsi lain dalam skenario tinggi sama dengan skenario BAU kecuali untuk pertumbuhan ekonomi. Kedua skenario (dasar dan tinggi) sudah mempertimbangkan upaya pemerintah untuk lepas dari perangkap negara berpenghasilan menengah. Indonesia diprakirakan akan memperoleh pendapatan hingga 12.616 dolar per kapita pada 2027 (skenario dasar) atau pada tahun 2025 (skenario tinggi) dan menjadi negara berpenghasilan tinggi setelah tahun tersebut. Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong peningkatan produktivitas nasional melalui inovasi. Kasus substitusi akan membahas pengembangan energi alternatif dalam rangka pengurangan penggunaan BBM, baik untuk sektor transportasi maupun sektor industri. Dalam pembahasan ini termasuk didalamnya ulasan mengenai prospek penggunaan biodiesel sebagai pengganti solar, pengembangan perkebunan energi berbasis kelapa sawit, prospek penggunaan CNG sebagai substitusi bensin dan juga pengembangan bioetanol. Proyeksi permintaan dan penyediaan energi menggunakan asumsi sebagai berikut: • Pertumbuhan penduduk mengikuti proyeksi

Bappenas dan BPS untuk jangka panjang yang terbaru, yaitu tumbuh rata-rata 0,96% per tahun untuk periode 2015-2035.

• Permintaan dan penyediaan gas alam mengikuti neraca gas Indonesia 2012-2025 yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), dan untuk periode 2026-2030 mereka mengikuti tren penyediaan gas bumi (KESDM, 2012).

• Cadangan minyak dan batubara menggunakan data dari KESDM untuk status cadangan Januari 2012. Cadangan minyak yang dipertimbangkan adalah cadangan terbukti,

sedangkan untuk cadangan batubara menggunakan cadangan tertambang (mineable) dan cadangan terukur (measured).

• Konservasi energi untuk sisi permintaan dan penyediaan sudah dipertimbangkan melalui penggunaan teknologi yang efisien.

• Pengembangan listrik nasional didasarkan pada Statistik Ketenagalistrikan 2013 (DJK, 2013) dan Statistik Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi 2013 (Ditjen EBTKE, 2013) dari KESDM dan juga RUPTL 2013-2022 dari PT. PLN (Persero) (PLN, 2013).

Table 1. Asumsi Skenario Dasar dan Skenario Tinggi

Keterangan Unit 2015 2020 2025 2030 2035

Populasi Juta 255,4 271,0 284,8 296,4 305,6

Pertumbuhan Rata-Rata %/tahun 1,40 1,19 0,10 0,08 0,06

Harga Minyak Bumi dolar/barel

Harga berlaku 104,9 105,1 111,8 118,9 126,4

Harga Batubara dolar/ton

Harga berlaku 80,6 90,7 102,2 115,1 129,6

Harga LNG dolar/MMBTU

Harga berlaku 15,3 12,6 13,3 14,3 15,4

Skenario Dasar (BAU)

PDB Triliun rupiah

Konstan 2010 3.110 4.217 5.767 7.820 10.524

Harga berlaku 11.636 20.990 37.738 67.278 119.039

Pertumbuhan PDB %/year 6,1 6,4 6,4 6,2 6,0

Skenario Tinggi

PDB Triliun rupiah

Konstan 2010 3.110 4.431 6.620 9.795 14.193

Harga berlaku 11.636 22.057 43.323 84.271 160.542

Pertumbuhan PDB %/tahun 6,1 8,0 8,4 8,0 7,5

Sumber: diolah dari Oxford Economics (2010), Ditjen Migas (2012), Bappenas (2013), dan Frost & Sullivan (2012)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil-hasi penting yang akan dibahas adalah proyeksi permintaan dan penyediaan energi, pengembangan pembangkit listrik, kendala keterbatasan sumber daya energi fosil untuk jangka panjang dan prospek pengembangan energi baru terbarukan. 3.1. Proyeksi Permintaan Energi Final Pertumbuhan PDB akan mempengaruhi pertumbuhan permintaan energi secara nasional, sehingga perubahan asumsi untuk skenario pertumbuhan PDB akan memberikan proyeksi yang berbeda dari permintaan energi final. Tingkat pertumbuhan PDB rata-rata 6,2% per tahun pada skenario dasar akan menghasilkan pertumbuhan permintaan energi final sebesar 4,5% per tahun. Demikian juga pada skenario tinggi dengan tingkat pertumbuhan PDB rata-rata sebesar 7,6% per tahun akan meningkatkan permintaan energi final sebesar 5,6% per tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam untuk skenario dasar, permintaan energi (termasuk biomassa) akan meningkat dari 1.079 juta SBM pada tahun 2012 untuk 1.916 juta SBM pada tahun 2025 dan mencapai 2.980 juta SBM pada tahun 2035 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 4,5% per tahun. Sedangkan untuk skenario tinggi, permintaan energi akan meningkat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 5,6% per tahun. BBM masih merupakan penyediaan energi utama dengan pangsa 37% pada tahun 2012 yang akan meningkat pangsanya pada tahun 2035 menjadi

90 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 12, No. 2, Desember 2016 Hlm. 87-96

42,9% (skenario dasar) dan 43,3% (skenario tinggi) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proyeksi Permintaan Energi Sektoral Permintaan energi final di sektor industri diperkirakan akan terus mendominasi untuk jangka panjang. Sebagai bagian dari sektor penunjang mobilitas masyarakat, sektor transportasi juga meningkat dengan cepat, yaitu masing-masing sebesar 5,6% dan 6,7% per tahun untuk skenario dasar dan tinggi, yang sedikit lebih tinggi pertumbuhannya dari pada sektor industri. BBM akan terus mendominasi permintaan energi secara nasional karena teknologi berbasis BBM sudah umum digunakan dan sudah lebih efisien dari pada teknologi yang lain (Gambar 2). Permintaan BBM tumbuh rata-rata sebesar 4,7% per tahun untuk skenario dasar dan 5,9% untuk skenario tinggi. Demikian juga, penggunaan batubara dan listrik di 2035, akan meningkat lebih dari 5 kali lipat (skenario dasar) dan lebih dari 7 kali lipat (skenario tinggi) bila dibandingkan tahun 2012. Hal ini terjadi karena pemanfaatan batubara di sektor industri dan penggunaan teknologi berbasis listrik di beberapa sektor terus tumbuh sesuai dengan perkembangan sektor pengguna energi.

Gambar 2. Proyeksi Permintaan Energi per Jenis 3.2. Proyeksi Penyediaan Energi Primer Total penyediaan energi primer untuk skenario dasar pada periode 2012-2035 meningkat hampir 3 kali lipat, dari 1.542 juta SBM (2012) menjadi

4.475 juta SBM (2012) dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 4,7% per tahun seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Pertumbuhan PDB yang lebih besar pada skenario tinggi akan menyebabkan penyediaan energi meningkat lebih tajam dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5,9% per tahun dan mencapai 5.799 juta SBM pada akhir tahun proyeksi. Perbedaan total penyediaan energi untuk kedua skenario dari tahun ke tahun cukup signifikan dan mencapai hampir sepertiga dari total penyediaan energi pada tahun 2035.

Gambar 3. Proyeksi Penyediaan Energi

Bauran energi pada 2012 didominasi oleh minyak bumi (39%), diikuti oleh batubara (22%), dan gas bumi (17%). Pada skenario dasar, dominasi minyak bumi akan tergeser oleh batubara pada tahun 2025. Sedangkan pangsa gas bumi menurun menjadi 13,3% yang sedikit lebih kecil dari pangsa energi baru terbarukan (EBT) yang mencapai 13,7%. Pada tahun 2035, minyak bumi dan batubara masih dominan, sedangkan gas bumi pangsanya terus menurun. Pada skenario tinggi, pergeseran dominasi penyediaan minyak bumi terjadi lebih cepat pada tahun 2020. Pada 2035, pangsa energi tidak jauh berbeda antara skenario dasar dengan skenario tinggi. Untuk kedua skenario, pangsa EBT mengalami penurunan karena eksplorasi, eksploitasi dan penguasaan teknologi, termasuk juga investasi pengembangan EBT belum secara komersial mampu mengimbangi pertumbuhan total penyediaan energi. Sampai tahun 2035, penyediaan energi untuk kedua skenario akan tetap didominasi oleh penggunaan energi fosil. Bauran energi dari kedua skenario ini juga tidak jauh berbeda. Pangsa terbesar adalah penyediaan dari batubara, sedangkan porsi EBT masih sangat kecil yang kurang dari seperlima dari total penyediaan energi nasional. 3.3. Proyeksi Pembangkit Listrik Pertumbuhan permintaan listrik yang tinggi ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi, pengembangan industri, kemajuan

Outlook Energi Indonesia................(Agus Sugiyono) 91

teknologi dan peningkatan standar kualitas hidup masyarakat. Proyeksi permintaan listrik untuk setiap sektor ditunjukkan pada Gambar 4. Selama periode 2012-2035 untuk skenario dasar, total permintaan listrik di semua sektor diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan menjadi lebih dari 5 kali, yang akan mencapai 903 TWh pada tahun 2035 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7,4% per tahun. Untuk skenario tinggi, tingkat pertumbuhan permintaan listrik akan mendekati 9,0% per tahun, atau meningkat 7 kali lipat menjadi 1.229 TWh pada akhir tahun proyeksi.

Gambar 4. Proyeksi Permintaan Listrik per Sektor

Pengguna

Selama periode proyeksi, permintaan listrik di sektor industri akan mengalami tingkat pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu 8,7% per tahun untuk skenario dasar dan 10,3% per tahun untuk skenario tinggi. Pada tahun 2035 untuk kedua skenario, permintaan listrik diperkirakan akan mendominasi dengan pangsa masing-masing sebesar 45% untuk skenario dasar dan 47% untuk skenario tinggi. Sektor transportasi memiliki pangsa permintaan listrik yang terkecil yaitu sekitar 0,1% sampai 0,4% untuk kedua skenario, karena kereta listrik hanya tersedia di wilayah Jabodetabek. Selama periode 2012-2035, kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional (PLN dan non PLN) untuk skenario dasar akan meningkat dari 44,8 GW menjadi 215 GW atau tumbuh rata-rata sebesar 7,1% per tahun. Untuk skenario tinggi pada tahun 2035, kapasitas terpasangnya akan mencapi 26% lebih tinggi dari skenario dasar atau sebesar 270 GW dan tumbuh rata-rata 8,1% per tahun (Gambar 5). Pada kedua skenario tersebut, pembangkit listrik batubara terus mendominasi hingga tahun 2035 dengan pangsa mencapai 65% (139 GW) untuk skenario BAU dan 72% (194 GW) untuk skenario tinggi. Hal ini bisa dipahami mengingat sumber daya batubara yang cukup melimpah. Faktor lain yang berpengaruh dalam meningkatkan penggunaan batubara adalah bahwa pembangkit listrik batubara dirancang sebagai beban dasar karena harga batubara relatif lebih murah dari pada bahan bakar fosil lainnya.

Gambar 5. Proyeksi Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik

Selanjutnya, pembangkit listrik EBT skala besar, seperti panas bumi dan tenaga air, untuk kedua skenario pada akhir periode proyeksi (2035) diperkirakan akan mencapai 12,8 GW (skenario dasar) dan 17,8 GW (skenario tinggi). Untuk pembangkit listrik EBT skala kecil, seperti bayu, surya, sampah, biomassa, laut, dan pembangkit listrik biofuel, diproyeksikan akan terus tumbuh. Pada tahun 2035 total kapasitasnya akan mencapai 4,3 GW (skenario dasar) dan 4,9 GW (skenario tinggi) atau memiliki pangsa sekitar 2% dari total kapasitas nasional. Kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT, seperti panas bumi, hidro, mikrohidro, biomassa, nuklir, surya, bayu, sampah, laut, dan pembangkit listrik biofuel, untuk kedua skenario meningkatkan hampir 7 kali lipat dari 5,6 GW pada tahun 2012 menjadi 36,9 GW (skenario dasar) dan 37,5 GW (skenario tinggi) pada tahun 2035. Total kapasitas pembangkit listrik EBT, baik untuk skenario dasar maupun tinggi tumbuh sebesar 9% per tahun. Peningkatan kapasitas pembangkit listrik EBT sangat signifikan dan sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk mendorong diversifikasi energi pada pembangkit listrik. Pangsa kapasitas pembangkit listrik EBT mencapai 12% dari total kapasitas pembangkit nasional pada tahun 2012 dan meningkat menjadi 17% untuk skenario dasar dan hanya 14% untuk skenario tinggi pada tahun 2035. Peningkatan kapasitas pembangkit listrik untuk skenario tinggi dapat terpenuhi dari pembangkit listrik batubara karena adanya cadangan batubara yang cukup besar di Indonesia. Sedangkan penerapan pembangkit listrik dari panas bumi, tenaga air, dan EBT lainnya pada kenyataannya masih menemui banyak kendala, seperti biaya investasi dan operasional yang mahal sehingga mengarah pada ketidakmampuan bersaing dengan energi fosil. Pembangkit listrik tenaga nuklir diperkirakan akan masuk ke sistem Jawa-Bali pada tahun 2031 dengan kapasitas 1 GW dan meningkatkan hingga 2 GW pada tahun 2034, yang masih lebih rendah dari proyeki BATAN (2014). Prakiraan penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik ditunjukkan pada Gambar 6. Pada tahun 2012 penggunaan bahan bakar batubara sudah mendominasi dengan pangsa

92 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 12, No. 2, Desember 2016 Hlm. 87-96

lebih dari 50% yaitu sekitar 222 juta SBM. Diikuti oleh penggunaan gas bumi dan BBM dengan pangsa masing-masing 19% (75 juta BOE) dan 14% (55 juta BOE), sedangkan sisanya diisi oleh hidro (8%), panas bumi (5%), serta EBT lainnya (surya, bayu, dan biomassa) yang kurang dari 0,1%. Pada tahun 2035 penggunaan batubara diproyeksikan masih mendominasi dengan pangsa lebih dari 70% atau mencapai 1348 juta SBM untuk skenario dasar dan 1982 juta SBM untuk skenario tinggi. Sedangkan penggunaan gas bumi akan mencapai 142 juta SBM untuk skenario dasar dan 176 juta SBM untuk skenario tinggi. Penggunaan BBM hanya seperduapuluh dari penggunaan gas bumi. Sisanya diisi oleh pembangkit berbasis EBT, seperti panas bumi, tenaga air, surya, bayu, sampah laut, biofuel dan biomassa. Pada tahun 2035, pembangkit listrik tenaga nuklir akan mulai beroperasi dengan pangsa sekitar 1% (23 juta SBM) untuk kedua skenario.

Gambar 6. Proyeksi Permintaan Bahan Bakar untuk Pembangkit Listrik

Penggunaan pembangkit listrik panas bumi akan meningkat secara signifikan, dari 5% pada tahun 2012 menjadi 12% (skenario dasar) dan 9% (skenario tinggi) pada tahun 2035. Dalam hal pangsa, penggunaan panas bumi untuk skenario tinggi akan menurun, tapi dalam hal besar kapasitas akan relatif sama dengan kapasitas pada skenario dasar. Pada tahun 2035, diharapkan bahwa pembangkit listrik berbasis EBT lain seperti solar, sampah, biomassa, bayu, dan laut akan memiliki kontribusi yang cukup signifikan di sektor pembangkit listrik. 3.4. Keterbatasan Sumber Daya Energi Fosil Pada skenario dasar, net penyediaan energi diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 4,7% per tahun, dengan produksi energi fosil tumbuh sekitar 1,4% per tahun dan produksi EBT naik sebesar 3,8% per tahun. Impor energi meningkat rata-rata sebesar 6,6% per tahun, sedangkan ekspor energi terus menurun dengan tingkat pengurangan sekitar 1,4% per tahun. Keseimbangan antara produksi dan konsumsi energi dalam negeri terjadi pada tahun 2033. Mulai

tahun tersebut produksi energi dalam negeri (fosil dan EBT) tidak lagi mampu untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan Indonesia berubah status menjadi negara net importir energi. Pada skenario tinggi titik keseimbangan permintaan dan produksi energi tercapai lebih cepat, yaitu pada tahun 2030 (Gambar 7). Hal ini terjadi karena pertumbuhan produksi (meskipun meningkat jika dibandingkan dengan skenario dasar) namun tidak lagi mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan yang meningkat cepat. Impor energi juga mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari skenario dasar yakni mencapai 7,8% per tahun. Impor energi primer untuk skenario dasar selama periode 2012-2035 meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 6,6% per tahun. Total impor energi pada 2035 diperkirakan sebesar 1.350 juta SBM, meningkat lebih dari 4 kali lipat dari impor tahun 2012 (313 juta SBM).

Gambar 7. Proyeksi Neraca Energi (Skenario Tinggi)

Impor bahan bakar diprakirakan akan meningkat hampir 4 kali lipat menjadi 693 juta SBM (822 juta barel) atau 55% dari total konsumsi bahan bakar pada tahun 2035. Sedangkan impor minyak bumi meningkat sekitar 5 kali lipat menjadi 466 juta SBM (523 juta barel) pada tahun 2035 atau mencapai 85% dari total permintaan minyak bumi. impor LNG diprakirakan akan mulai pada tahun 2018 dan meningkat menjadi 155 juta SBM (22,2 juta ton) pada tahun 2035. Impor LPG juga meningkat dan mencapai 36 juta SBM (7,2 juta ton), atau 52% dari konsumsi LPG nasional. Perbaikan perekonomian masyarakat akan mendorong peningkatan penggunaan BBM terutama di sektor transportasi sebagai pengguna utama. Hal ini perlu didukung dengan peningkatan penyediaan minyak bumi yang memadai. Pada skenario dasar untuk periode 2012-2035, permintaan minyak bumi meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 2,4% per tahun, sedangkan untuk skenario tinggi meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 3,2% per tahun. Untuk memenuhi peningkatan permintaan minyak bumi, penambahan kilang baru akan diperlukan pada tahun 2020 dan 2025 masing-masing dengan

Outlook Energi Indonesia................(Agus Sugiyono) 93

kapasitas produksi sekitar 300 barel per hari untuk skenario dasar dan pada tahun 2020, 2025 dan 2030 untuk skenario tinggi. Kilang baru akan berlokasi di Balongan dan Tuban. Proyeksi neraca minyak bumi untuk skenario tinggi ditunjukkan pada Gambar 8. Selama periode proyeksi, akumulasi impor minyak bumi untuk kedua skenario mencapai sekitar 66% dari total permintaan minyak mentah, dengan volume 6.881 juta barel untuk skenario dasar dan 7.541 juta barel untuk skenario tinggi. Peningkatan efisiensi kilang menggunakan teknologi baru yang disesuaikan dengan jenis minyak bumi dalam negeri serta upaya konversi dan diversifikasi energi dapat membantu menurunkan ekspor minyak bumi dari 115 juta barel pada tahun 2012 menjadi sekitar 20,2 juta barel pada tahun 2035 untuk kedua skenario.

Gambar 8. Proyeksi Neraca Minyak Bumi (Skenario Tinggi)

Untuk skenario dasar, net importir gas diprakirakan akan terjadi pada tahun 2023. Impor gas dalam bentuk LNG dan produksi CBM akan dapat memenuhi permintaan gas jika produksi gas bumi dalam negeri tidak dapat ditingkatkan. Permintaan gas yang diimpor dalam bentuk LNG diprakirakan akan dimulai pada tahun 2018 dan jumlahnya akan meningkat dari 68 BCF (2018) menjadi 863 BCF pada tahun 2035. Kemampuan ekspor gas pada tahun 2012 masih sekitar 48% dari total produksi gas nasional dan pada tahun 2035 kemampuan ekspornya akan mengalami penurunan tinggal hanya sekitar 7% dari produksi gas nasional (Gambar 9).

Gambar 9. Proyeksi Neraca Gas (Skenario Tinggi)

Untuk skenario tinggi, net importir gas terjadi pada tahun 2013, namun dalam jumlah defisit yang cukup besar. Defisit gas untuk skenario dasar sebesar 32 BCF dan mencapai 101 BCF untuk skenario tinggi. Permintaan gas yang lebih tinggi untuk skenario tinggi menyebabkan impor gas meningkat karena produksi gas nasional tidak dapat ditingkatkan lagi.

Gambar 10. Proyeksi Neraca Batubara

Pada skenario dasar, produksi batubara diperkirakan akan meningkat rata-rata 3% per tahun atau akan meningkat dua kali lipat dari 386 juta ton pada tahun 2012 menjadi 722 juta ton pada tahun 2035. Pada skenario tinggi, tingkat produksi diperkirakan meningkat rata-rata 4% per tahun yang menyebabkan produksi batubara meningkat dua setengah kali lipat sehingga mencapai 932 juta ton pada tahun 2035. Permintaan batubara untuk skenario tinggi juga meningkat pada tingkat yang lebih tinggi yaitu rata-rata sebesar 9,6% per tahun (Gambar 10). Ekspor batubara untuk skenario dasar dan tinggi relatif sama yang tidak terpengaruh oleh perkembangan ekonomi. Sedangkan impor batubara dalam bentuk kokas, diproyeksikan akan terus ada meskipun cukup kecil. Kokas biasanya digunakan untuk reduktor dalam industri smelter logam. Impor kokas diproyeksikan sebesar 0,1 juta ton per tahun selama periode 2012-2035 untuk kedua skenario.

Gambar 11. Proyeksi Net Importir BBM

Indonesia telah menjadi net importir BBM jauh sebelum tahun 2012. Meskipun pada tahun 2015 ada peningkatan produksi minyak bumi, namun hasil kilang masih belum dapat memenuhi

94 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 12, No. 2, Desember 2016 Hlm. 87-96

permintaan BBM secara nasional pada tahun tersebut. Pada periode 2012-2035, impor BBM terus meningkat rata-rata 5,4% per tahun untuk skenario dasar sehingga pada tahun 2035 mencapai 723 juta barel. Pada skenario tinggi, tingkat pertumbuhan impor BBM mencapai 6,7% per tahun atau setara dengan 957 juta barel pada tahun 2035 (Gambar 11).

Gambar 12. Proyeksi Net Importir Gas Bumi Sampai dengan tahun 2015, hampir semua permintaan gas dipenuhi dari produksi dalam negeri. Mulai tahun 2016, gas dari CBM diharapkan mulai diproduksi untuk meningkatkan penyediaan gas domestik (Gambar 12). Produksi CBM meningkat dari 0,2 BCF pada tahun 2016 menjadi 74 BCF pada tahun 2035. Permintaan gas pada tahun 2035 dipenuhi dari produksi dalam negeri, impor gas, dan produksi CBM. Impor gas akan mencapai 863 BCF atau sebesar 31% dari total penyediaan gas pada tahun tersebut. Sumber gas non-konvensional yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah CBM yang dapat memasok gas dengan pangsa mencapai 3% dari total penyediaan gas. Sedangkan gas sintetis dari gasifikasi batubara diprakirakan masih sangat kecil perannya yakni sekitar 1% dari total penyediaan gas. Gas sintetis dari batubara ini memiliki potensi untuk memasok gas di sektor industri dan pembangkit tenaga listrik.

3.5. Studi Kasus Compressed natural gas (CNG) merupakan salah satu pilihan untuk mengurangi BBM di sektor transportasi. Permintaan CNG untuk kendaraan bermotor selama tahun 2012-2035 diperkirakan meningkat sekitar 20 kali lipat untuk skenario dasar dan mencapai 40 kali lipat untuk skenario tinggi seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Permintaan CNG pada 2035 dapat untuk memenuhi 10.350 bus (skenario dasar) dan 20.600 bus (skenario tinggi) dengan jarak tempuh rata-rata per bus adaah sebesar 278 km/hari. Pangsa permintaan CNG untuk kendaraan bermotor terhadap total permintaan gas nasional (tidak termasuk permintaan untuk proses industri) pada 2035 mencapai 1,58% untuk skenario dasar dan 3,15% untuk skenario tinggi. Permintaan CNG pada tahun 2035 mencapai 104 MMCFD (skenario dasar) dan 206 MMCFD (skenario tinggi) dengan kebutuhan stasiun pengisian BBG sebanyak 142 unit (skenario dasar) dan 206 unit (skenario tinggi).

Gambar 13. Proyeksi Gas untuk Transportasi Darat

3.6. Prospek Pengembagan Energi Baru

Terbarukan Berdasarkan skenario dasar, penyediaan EBT meningkat lebih dari 14% per tahun atau meningkat lebih dari enam kali lipat dari 102 juta SBM di 2012 menjadi 629 SBM di 2035. Pada tahun 2012, sebagian besar EBT dipenuhi oleh biomassa, diikuti oleh tenaga air, panas bumi, dan BBN. Pada akhir 2035, panas bumi untuk pembangkit listrik akan mendominasi, diikuti oleh pembangkit hidro, BBN, dan biomassa. Jenis EBT seperti CBM, CTL, bayu, surya, nuklir, dan laut yang sebelumnya tidak muncul di tahun 2012 akan mulai mengisi bauran energi nasional, meskipun masih kecil pangsanya pada tahun 2035.

Gambar 14. Proyeksi Kontribusi Energi Baru Terbarukan (Skenario Dasar)

Potensi EBT seperti tenaga air, panas bumi, biomassa, surya, bayu, dan laut cukup memadai, tetapi tersebar di berbagai wilayah (METI, 2014). Berdasarkan data ESDM (2013), cadangan panas bumi Indonesia sebesar 16.484 MW dari total potensi sebesar 28.617 MW. Sementara itu, potensi biomassa untuk pembangkit listrik mencapai 49,8 GWe dengan kapasitas terpasang pembangkit yang interkoneksi ke jaringan listrik sebesar 445 MWe. Potensi tenaga surya di Indonesia cukup tinggi dengan intensitas 4,8 kWh/m

2/hari dengan pemanfaatan sebesar 12,1

MWe. Kapasitas terpasang pembangkit listrik bayu baru sekitar 1,1 MWe dari 9.290 MWe potensi yang tersedia. Potensi tenaga air besar di Indonesia berdasarkan studi Nippon Koei tahun 2011 adalah 26 GW, yang terdiri atas proyek-

Outlook Energi Indonesia................(Agus Sugiyono) 95

proyek yang sudah beroperasi (4 GW), proyek yang direncanakan akan dibangun (6 GW) dan potensi baru (16 GW). Untuk mini/mikro hidro, mempunyai potensi sebesar 500 MWe. Selain sumber energi yang disebutkan di atas, sumber daya energi terbarukan yang belum banyak diketahui masyarakat adalah energi laut. Pemanfaatan energi laut untuk listrik dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti dengan memanfaatkan energi gelombang, pasang surut, perbedaan suhu permukaan laut (ocean thermal energy conversion - OTEC), dan perbedaan salinitas atau osmosis (Achiruddin, 2014).

Gambar 15. Target Bauran Energi dalam Kebijakan Energi Nasional

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah menetapkan target bauran energi nasional sampai 2050 seperti ditunjukkan pada Gambar 15. KEN memprioritaskan pengembangan energi berdasarkan prinsip memaksimalkan penggunaan EBT, meminimalkan penggunaan minyak dan gas bumi dan mengoptimalkan penggunaan batubara sebagai penyediaan energi nasional. Energi laut yang termasuk dalam kelompok energi terbarukan lainnya memiliki potensi untuk memenuhi target EBT di masa depan (IRENA, 2013) (Frost & Sullivan, 2011). 4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Permintaan energi final untuk skenario dasar tumbuh 4,5% per tahun pada periode 2012-2035 atau meningkat dari 1.079 juta SBM pada tahun 2012 menjadi 2.980 juta SBM pada tahun 2035. Sedangkan untuk skenario tinggi, permintaan energi final tumbuh 5,6% per tahun. Penggunaan BBM mendominasi permintaan energi nasional karena teknologi yang berbasis BBM rekatif lebih efisien dan nyaman untuk digunakan. Total penyediaan energi primer untuk skenario dasar pada periode 2012-2035 meningkat hampir 3 kali lipat dengan pertumbuhan rata-rata 4,7% per tahun atau meningkat dari 1542 juta SBM pada tahun 2012 menjadi 4475 juta SBM pada tahun 2035. Pertumbuhan PDB yang semakin tinggi (skenario tinggi) akan menyebabkan penyediaan energi meningkat lebih tajam dari pada skenario dasar yaitu tumbuh rata-rata 5,9% per tahun. Bauran energi pada tahun 2012 didominasi oleh penggunaan BBM dan minyak bumi dan akan

digantikan oleh penggunaan batubara pada tahun 2035. Ketergantungan impor energi yang tinggi bisa membahayakan ketahanan energi nasional. Oleh karena itu, upaya-upaya seperti diversifikasi energi, pembangunan kilang minyak baru, serta investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi mutlak diperlukan. Selain itu, kebijakan ekspor gas dan batubara untuk jangka panjang perlu ditinjau dalam rangka untuk mengamankan penyediaan energi dalam negeri. Keterbatasan sumber daya energi yang ada akan menyebabkan produksi energi dalam negeri (fosil dan EBT) pada tahun 2033 (untuk skenario dasar) tidak lagi mampu memenuhi permintaan dalam negeri dan Indonesia menjadi net importir energi. Untuk skenario tinggi, kondisi ini terjadi lebih cepat yaitu pada tahun 2030 karena permintaan energi yang lebih tinggi. Salah satu solusi untuk mengurangi impor energi di masa datang adalah mulai saat ini secara agresif meningkatkan pengembangan EBT. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dr. Adiarso, Ira Fitriana, Anindhita, Endang Suarna dan Prof. M.S. Boedoyo. atas bantuan dan kerjasamanya selama melakukan studi ini. DAFTAR PUSTAKA Achiruddin, D., 2014. Energi Laut/Samudra, Universitas

Darma Persada/METI, Jakarta, diakses melalui http://www.kadin-indonesia.or.id tanggal 10 September 2014.

Bappenas, 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik dan United Nations Population Fund, Jakarta.

BATAN, 2014. Outlook Energi Nuklir Indonesia 2014, Draft Final, Badan Tenaga Nuklir Indonesia, Jakarta.

CDIEMR, 2013. Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2013, Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta.

Frost & Sullivan, 2011. Global Energy Mega Trends and Renewable Energy Outlook for Indonesia, Media Briefing, Frost & Sullivan, Jakarta.

Frost & Sullivan, 2012. 2012 Indonesia Oil & Gas Sector Outlook, Frost & Sullivan, Jakarta.

IEA, 2012. Technology Roadmap:Bioenergy for Heat and Power, International Energy Agency, Paris.

IPCC, 2006. 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Intergovernmental Panel on Climate Change, Kanagawa.

IRENA, 2013. Renewable Power Generation Costs in 2012: An Overview, The International Renewable Energy Agency, Abu Dhabi.

IRENA, 2014. REmap 2030: A Renewable Energy Roadmap, The International Renewable Energy Agency, Abu Dhabi.

KESDM, 2012. Neraca Gas Bumi Indonesia 2012-2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

96 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 12, No. 2, Desember 2016 Hlm. 87-96

Ditjen Migas, 2012. Statistik Mlnyak dan Gas Bumi Tahun 2012, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Ditjen EBTKE, 2013. Statistik EBTKE 2013, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

DJK, 2013. Statistik Ketenagalistrikan 2013, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

METI, 2014. Roadmap Energi Terbarukan Indonesia, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, Jakarta.

Oxford Economics, 2010. Oil Price Outlook to 2030, Oxford Economics.

PLN, 2013. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 2013-2022, PT PLN (Persero), Jakarta.

Schwab, K., 2013. The Global Competitiveness Report 2013-2014, World Economic Forum, Switzerland.

Sugiyono, A., Anindhita, Boedoyo, M.S., Adiarso (Editor), 2014. Outlook Energi Indonesia 2014, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.