kijoan

19
QOI’DAH KE-EMPAT Al-MASYAQQAH TAJLIBU AL-TAISIR (KESULITAN MENYEBABKAN ADANYA KEMUDAHAN) BAB 1 I. PENDAHULUAN Allah SWT sebagai musyarri’ memiliki kekuasaan yang tiada tara, dengan kekuasaan-Nya itu Dia mampu menundukkan ketaatan manusia untuk mengabdi pada-Nya. Agar dalam realisasi penghambaan itu tidak terjadi kekeliruan maka Dia membuat aturan-aturan khusus yang disebut sebagai syariah demi kemaslahatan manusia sendiri. Tentunya syariah itu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan potensi yang dimiliki seorang hamba, karena pada dasarnya syari’at itu bukan untuk kepentingan Tuhan melainkan untuk kepentingan manusia sendiri. Dalam hal ini, Allah SWT memberikan 3 alternatif bagi perbuatan manusia, yakni positif (wajib), cenderung kepositif (sunnah), cenderung kenegatif (makruh) dan negatif (haram). Untuk realisasi kelima alternatif itu selanjutnya Allah SWT memberikan hukum keharusan yang disebut dengan Azimah yakni keharusan untuk melakukan yang positif dan keharusan untuk meninggalkan yang negatif.[1] Namun tidak semua keharusan itu dapat dilakukan manusia, mengingat potensi atau kemampuan yang dimiliki manusia berbeda-beda. Dalam kondisi semacam ini, Allah SWT memberikan hukum rukhsah yakni keringanan-keringanan tertentu dalam kondisi tertentu pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa keharusan untuk melakukan azimah seimbang dengan dengan kebolehan melakukan rukhsah.[2] Allah SWT berfirman: ﺍﺍﺍﺍﺍ ﺍﷲ ﺍﺍﺍﺍ ﺍﺍ ﺍ ﺍﺍﺍﺍﺍﺍﺍﺍﺍ:( ٢٧٦ Allah tidak membebani seseorang kecuali dalam batas kesanggupan” (QS. Al Baqarah: 286)

Upload: zulfahmi-yahaya

Post on 15-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kejoan

TRANSCRIPT

Page 1: kijoan

QOI’DAH KE-EMPAT

Al-MASYAQQAH TAJLIBU AL-TAISIR

(KESULITAN MENYEBABKAN ADANYA KEMUDAHAN)

BAB 1

I. PENDAHULUAN

 

Allah SWT sebagai musyarri’ memiliki kekuasaan yang tiada tara, dengan kekuasaan-Nya itu Dia mampu menundukkan ketaatan manusia untuk mengabdi pada-Nya. Agar dalam realisasi penghambaan itu tidak terjadi kekeliruan maka Dia membuat aturan-aturan khusus yang disebut sebagai syariah demi kemaslahatan manusia sendiri. Tentunya syariah itu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan potensi yang dimiliki seorang hamba, karena pada dasarnya syari’at itu bukan untuk kepentingan Tuhan melainkan untuk kepentingan manusia sendiri.

Dalam hal  ini, Allah SWT memberikan 3 alternatif bagi perbuatan manusia, yakni positif (wajib), cenderung kepositif (sunnah), cenderung kenegatif (makruh) dan negatif (haram). Untuk realisasi kelima alternatif itu selanjutnya Allah SWT memberikan hukum keharusan yang disebut dengan Azimah yakni keharusan untuk melakukan yang positif dan keharusan untuk meninggalkan yang negatif.[1]

Namun tidak semua keharusan itu dapat dilakukan manusia, mengingat potensi atau kemampuan yang dimiliki manusia berbeda-beda. Dalam kondisi semacam ini, Allah SWT memberikan hukum rukhsah yakni keringanan-keringanan tertentu dalam kondisi tertentu pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa keharusan untuk melakukan azimah seimbang dengan dengan kebolehan melakukan rukhsah.[2]

Allah SWT berfirman:

سعها و اال نفسا اهللا : الیكلف ٢٧٦ابقرة)“Allah tidak membebani seseorang kecuali dalam batas kesanggupan” (QS. Al Baqarah: 286)

Bagi Asy-Syahibi, kesulitan itu dihilangkan bagi orang mukallaf karena dua sebab. Pertama, karena khawatir akan terputuskan ibadah, benci terhadap ibadah, serta benci terhadap taklif, dan khawatir akan adanya kerusakan bagi orang mukallaf, baik jasad, akal, harta maupun kedudukannya, karena pada hakikatnya taklif itu untuk kemaslahatan manusia. Kedua, karena takut terkurangi kegiatan-kegitan sosial yang berhubungan dengan sesama manusia, baik terhadap anak maupun keluarga dan masyarakat sekitar, karena hubungan dengan hak-hak orang lain itu juga termasuk ibadah pula. (Wahbah as Zuhaili, 1982:41-42)

Menurut Dr. Wahab Az-Zuhaili, tujuan pokok terciptanya kaidah diatas adalah untuk membuktikan adanya prinsip tasamuh dan keadilan dalam Islam agar Islam itu terkesan tidak menyulitkan. Karena 

Page 2: kijoan

itu setiap kesulitan akan mendatangkan kemudahan, dan kewajiban melakukan tasamuh jika dalam kondisi menyulitkan. (Wahbah as Zuhaili, 1982:195-196)

II. DEFINISI MASYAQQAH TAJLIBU AL-TAISIR

Dari segi bahasa masyaqqah bermaksud sesuatu yang meletihkan.[3]Atau Al-Masyaqqah menurut ahli bahasa (etimologis) adalah al-ta’abyaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan, dan kesukaran, seperti terdapat dalam QS. An-Nahl ayat 7:

األنفس بشق إال بالغیه تگونوا لم بلد إلى لگم أثقا وتحمل“Dan ia memikul beban-bebanmu kesuatu negeri yang tidak sampai ketempat tersebut kecuali dengan kelelahan diri (kesukaran)” [4]

Sedang Al Taysir secara etimologis berarti kemudahan, seperti didalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan oleh :

﴿رواهالبخرى السمحة الحنفية اهللا الى الدين احب يسر ﴾الدين“Agama itu memudahkan, agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar dan mudah” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)

Jadi makna kaidah tersebut secara istilah  adalah kesulitan menyebabkan adanya kemudahan. Maksudnya adalah bahwa hukum-hukum yang dalam penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi mukkallaf (subjek hukum), sehingga syariah meringankannya sehingga mukkallaf mampu melaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran.[5]

III. DALIL-DALIL YANG BERKAITAN DENGAN QAI’DAHMASYAQQAH TAJLIBU AL-TAISIR

Berikut merupakan dalil-dalil atau nas-nas syar’i yang berkaitan dengan Qai’dah ini antaranya ialah :

1)      Al-Quran

Berdasarkan kepada firman Allah s.w.t :

ر� ال�ع�س� ب�ك�م� ي�ر�يد� و�ال� ر� ال�ي�س� ب�ك�م� الل�ه� ي�ر�يد�

“Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan, dan ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran”.

Firman Allah s.w.t lagi :

ا ع�ه� و�س� إ�ال� ا س� ن�ف� الل�ه� ي�ك�ل�ف� ال�

 “Kami tidak memberatkan seseorang dengan kewajipan melainkan sekadar kesanggupannya”. [6]

Firman Allah:

ب�ل�ن�ا ق� م�ن� ال�ذ�ين� ع�ل�ى ل�ت�ه� م� ح� ك�م�ا ا ر� إ�ص� ع�ل�ي�ن�ا م�ل� ت�ح� و�ال� ب�ن�ا ر�

”Ya Allah Rabb kami janganlah engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana engkau bebenkan kepada orang-orang sebelum kami.”[7]

Page 3: kijoan

ع�ن�ك�م� ف� �ف ي�خ� أ�ن� الل�ه� ي�ر�يد�

“Dan Allah hendak menerima taubatmu.”[8]

ج2 ر� ح� م�ن� ع�ل�ي�ك�م� ع�ل� ل�ي�ج� الل�ه� ي�ر�يد� ا م�

“Allah tidak ingin menyulitkaa kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”[9]

م� ع�ل�ي�ه� ك�ان�ت� ال�ت�ي ل� �غ�ال� األ� و� ه�م� ر� إ�ص� م� ع�ن�ه� ع� ي�ض� و�

“Dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.”[10]

 

Kesimpulan berdasarkan kepada firman Allah s.w.t di atas ialah  Allah s.w.t  tidak menginginkan kesukaran kepada umat ini, sebaliknya mereka disuruh melaksanakan sesuatu tanggungjawab sekadar termampu atau mengikut kemampuan seseorang itu untuk melaksanakan sesuatu perkara.

 

2)      Sunnah al-Nabawiyyah

 

Berdasarkan kepada hadis Rasulullah s.a.w :

 

) السمحة : )) الحنيفة فقال الله، إلى األديان أحب عن وسلم عليه الله صلى النبي سئل

“Ditanya Nabi s.a.w, tentang agama (cara hidup) manakah yang paling dikasihi (disukai) oleh Allah, maka berkata Nabi s.a.w : Agama Nabi Ibrahim a.s (Islam) yang bertolak ansur”. (HR. Ahmad, Thabrani).

 

)) (( : تعسروا وال يسروا وسلم عليه الله صلى الله رسول قال

 “Nabi s.a.w bersabda, permudahkanlah dan jangan menyusahkan”.

 

Hadis di atas menjelaskan bahawa syariat Islam adalah mudah dan ringan, ia juga adalah sebahagian daripada tujuan syari’at.[11]

IV. TINGKATAN KESULITAN DALAM IBADAH

Para ulama membagi masyaqqah ini menjadi tiga bagian :

1. al-Masyaqqah al-‘Azhimmah ( kesulitan yang sangat berat), seperti kekhawatiran yang akan hilangnya jiwa dan/atau rusaknya anggota badan. Hilangnya jiwa dan /atau anggota badan 

Page 4: kijoan

mengakibatkan kita tidak bisa melaksanakan ibadah dengan sempurna. Masyaqqah semacam ini membawa keringanan.

2. al-Masyaqqah al-mutawasithah (kesulitan yang pertengahan, tidak sangat berat juga sangat tidak ringan). Masyaqqah semacam ini harus dipertimbangkan, apabila lebih dekat kepada masyaqqahyang sangat berat, maka ada kemudahan disitu. Apabila lebih dekat kepada masyaqqah yang ringan, maka tidak ada kemudahan disitu. Inilah yang penulis maksud bahwa mayaqqah itu bersifat individual.

3. al-Masyaqqah al-Khafifah ( kesulitan yang ringan), seperti terasa lapar waktu puasa, terasa capek waktu tawaf dan sai, terasa pening waktu rukuk dan sujud, dan lain sebagainya. Masyaqqahsemacam ini dapat ditanggulangi dengan mudah yaitu dengan cara sabar dalam melaksanakan ibadah. Alasannya, kemaslahatan dunia dan akhirat yang tercermin dalam ibadah tadi lebih utama daripadamasyaqqah yang ringan ini.[12]

V. RUKHSHOH (KERINGANAN)

Rukhshoh dalam bahasa adalah kemudahan, lunak, mudah serta meluas.

Sedangkan menurut istilah adalah Hukum Syar’i yang ditetapkan untuk mempermudah dengan adanya udzur walaupun ada dalil yang mengharamkan karena untuk mempermudahkan dan memperluas. Hukum yang terjadi untuk menyesuaikan kemampuan beban yang menimpanya bagi dirinya, hartanya, atau dhorurah yang lain, disebabkan karena sakit, faqir, atau sebab-sebab yang muncul. Oleh Karena itu syari’at sebagai rahmat dengan meringankan beban, hukum ini sebagai pengganti bagi orang yang tidak mampu untuk melakukannya.

Yang menjadi pokok itu adalah bagi orang yang sakit, safar mendapatkann rukhshoh dalam melaksanakan kewajiban agama, seperti sholat, puasa ada sebab yang bisa merubah kewajiban dengan adanya keringanan, Gugurnya kewajiban sholat jum’at bagi orang yang sakit, musafir, dan disyari’atkan mengqoshor shalat bagi musafir, dan diperbolehkan sholat dengan duduk, atau meluruskan kakinya bagi siapa yang tidak mampu sholat dengan berdiri atau duduk, dan diperbolehkan berbuka puasa bagi musafir dan orang yang sakit dan  mengganti  puasa setelah sudah mampu melaksanakannya dan sembuh.

Contoh Bai’u salam (ada rukun yang hilang dadalamnya), Jualbeli yang salah satu rukunnya hilang maka jual beli tersebut adalah bathil, akan tetapi jika untuk kebutuhan  manusia maka deperbolehkan untuk mempermudahkan.[13]

VI. KAPAN MASYAQQOH ITU TERJADI MUDAH

Masyaqoh terjadi ketika masyaqoh itu melebihi kemampuan manusia. Masyaqqoh yang keluar dari kebiasaan manusia maka wajib baginya untuk mengambil rukhshoh, Karen auntuk menjaga diri. [14]

1. VII. FAKTOR-FAKTOR YANG DIMUDAHKAN DAN SEBAB-SEBAB DIRINGANKAN

Asli syari’at telah ditetapkan kemudahannya dan mencegah keluar dari syari’at, oleh karena itu ada rukhsokh sebagai penghalang yang menimpa manusia secara samawy atau tidak samawy. Samawiyah adalah ketentuan dari Allah yang tidak bisa dirubah, seperti anak kecil, orang gila, orang dungu, lupa, orang yang tidur, orang yangpingsan, hambasahaya, orang yang sakit, kematian, haidh 

Page 5: kijoan

dan nifas. Anak kecil belum mendapat beban sampai sia baligh, orang yang gila sampai dia berakal, orang yang dungu lebih rendah derajatnya daripada orang gila yang diqiyaskan seperti anak kecil. Orang yang lupa telah dimaafkan dalam melaksanakan hak-hak Allah, yaitu udzur tanpa da deban dos. Orang yang tidur sampai ia terbangun, orang yang pingsan sampai ia tersdarakan. Sedangkan budak yang lemah tidak diwajibkan untuk sholat jum’at serta haji. Orang yang sakit tetap disyari’atkan beribadah sesuai kemampuannya. Haidh dan nifas dengan ketentuan masing-masing. Kematian menggugurkan kewajiban seorang hamba untuk beribadah, bagi ahli mayit seyogyanya untuk mengurusi jenazahnya dalam proses pemakaman, membayarkan hutangnya jika ada serta melaksanakan wasiatnya.

Sedangkan ketentuan yang bisa dirubah adalah kebodohan dengan adanya Syari’at.

Terdapat tujuh sebab keringanan yang diberikan oleh syari’at dalam ibadat, yaitu :

Musafir : syarak memberikan keringanan seperti qasar dan jamaksolat serta berbuka puasa.

Sakit : Misalnya boleh tayamum ketika sulit memakai air, shalat fardu sambil duduk, berbuka puasa bulan Ramadhan dengan kewajiban qadha setelah sehat, ditundanya pelaksanaan had sampai terpidana sembuh, wanita yang sedang menstruasi.

Paksaan : syari’at mengharuskan seseorang yang dipaksa untuk melafazkan perkataan kufur. Atau  Misalnya boleh tayamum ketika sulit memakai air, shalat fardu sambil duduk, berbuka puasa bulan Ramadhan dengan kewajiban qadha setelah sehat, ditundanya pelaksanaan had sampai terpidana sembuh, wanita yang sedang menstruasi.

Lupa : seseorang yang makan dalam keadaan terlupa semasa berpuasa, tidak terbatal puasanya. Misalnya seseorang lupa makan dan minum pada waktu puasa, lupa mengerjakan shalat lalu teringat dan melakukannya diluar waktunya, lupa berbicara diwaktu shalat padahal belum melakukan salam.

Sabda Nabi SAW:

البيهقى ﴿رواه عليه هوا استكر وما والنسيان الخطأ امتى عن ﴾وضع(Diangkat pena dari penulis dosa pada ummatku ketika salah, lupa dan terpaksa). (HR. Baihaqi dari Ibnu Umar)

Kejahilan : Kejahilan terdapat empat macam:

a)      Kejahilan yang bathil; tidak mendapatkan udzur ketika diakhirat seperti kejahilan kafir terhadap sifat-sifat Allah dan hukum-hukum akhirat. Jahl mengikuti hawa nafsu, jahl pemberontak, jahl berpaling dari ijtihad dari Al-Qur’an dan sunah masyhurah dan ijma’.

b)      Kejahilan yang tidak tahu mengunai ijtihad yang benar, maka terkena udzur. Seperti orang yang menzinai budak dan anaknya atau istrinya dia menyangka hal tersebut diperbolehkan.

c)      Kejahilan pada Negara yang belum berlaku hukum islam. Misalnya, minum khomr tidak mendapatkan sanksi karena kebodohan tersebut.

d)     Kejahilan Syafii’

Page 6: kijoan

 

Kepayahan : tanaman yang terkena najis binatang yang membajaknya dimaafkan.  Atau misalnya dibolehkan istinja’ dengan batu, kebaikan memakai sutra bagi laki-laki yang sakit, jual beli dengan akad salam, adanya khiar dalam jual beli dan shalat dengan najis yang sulit untuk dihilangkan

Kekurangan: orang gila dan bayi tidak diberikan tanggungjawab oleh syarak. Misalnya wanita kadang-kadang haid dalam setiap bulannya maka diperingankan untuk tidak mengikuti jumat, karena jumat membutuhkan waktu lama dan dikhawatirkan dalam kondisi jumat itu datang bulan. ( as- Suyuthi, TT : 56-57).[15]

 

VIII. JENIS-JENIS KERINGANAN SYAR’I

 

Menurut pendapat Syeikh ‘Izz al-Din bin Abd al-Salam al-Syafi’i, jenis keringanan atau rukhsah itu ada enam. Manakala menurut ulama mazhab Hanafi sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn Nujaym,rukhsah itu ada tujuh jenis yaitu[16]:

 

a)       إسقاط .keringanan dengan menggugurkan kewajiban –   تخفيف

Contohnya :

v  Tidak wajib atau gugur shalat Jumaat karena ada halangan tertentu.

v  Digugurkan kewajiban sholat bagi wanota yang haidh dan nifas..

v   Digugurkan kewajipan haji dan umrah disebabkan keuzuran,atau wanita yang tidak mendapatkan mahram.

 

b)  تنقيص .keringanan dengan mengurangkan bebanan –   تخفيف

Contohnya :

v  Memendekkan atau qasar shalat zhuhur atau asar menjadi dua rakaat ketika dalam perjalanan.

 

c)  إبدال .keringanan dengan gantian atau penukaran –   تخفيف

Contohnya :

v  Diganti ibadah dengan ibadah, seperti mengganti wudhu dan mandi dengan bertayamum ketika tidak air atu tidak mampu untuk mamakainya, mengganti puasa diwaktu lain karena tidak mampu.

Page 7: kijoan

v  Menukarkan kedudukan shalat  bagi orang sakit yang tidak berdiri dengan  duduk atau baring atau isyarat.

v  Menukarkan bagi orang tua yang uzur yang tidak dapat berpuasa dengan membayar fidyah.

 

d)  تقديم .keringanan dengan mendahulukan –   تخفيف

Contohnya :

v  Menyegerakan membayar zakat sebelum waktu atau haulnya.

v  Sembahyang jama’ taqdim.

 

e)  تاخير .keringanan dengan mengakhirkan –  تخفيف

Contohnya :

v  Menangguhkan puasa Ramadhan kerana musafir,wanita haidh, wanita nifas.

v  Shalat dengan  jama’ ta’khir.

v  Menangguhkan shalat demi menyelamatkan orang mati lemas dan terbakar.

 

f) ) اضطرار ) ترخيص .keringanan mendapat rukhsah kerana terdesak atau terpaksa –  تخفيف

Contohnya :

v  Minum arak karena terlalu dahaga (haus) dan karena tidak ada air.

v  Diharuskan makan bangkai kerana terdesak, jika tidak melakukannya maka akan menyebabkan kematian.

 

g)  تغيير .keringanan mengubah atau menukar –  تخفيف

Contohnya :

v  Menukar dan mengubah kedudukan serta cara mendirikan shalat ketika dalam keadaan ketakutan dan menghadapi musuh.

 

IX. RUKHSAH SYAR’IYYAH

 

Page 8: kijoan

Menurut ulama’  ushul fiqh, rukhsah syar’iyyah didefinisikan sebagai hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah s.w.t dengan mengambil  uzdur untuk manusia. Manakala ulama’ dalam kalangan mazhab Syafie menta’rifkannya sebagai hukum yang menyanggahi dalil kerana keuzurannya. Ulama’ mazhab Syafie membagikan  rukhsahkepada lima bahagian :

a)      Rukhsah Wajib

Contohnya memakan bangkai ketika darurat, berbuka puasa kerana terlalu lapar dan dahaga yang membawa kepada kebinasaan diri dan minum arak untuk melunakkan  makanan yang tersekat di kerongkongan ketika tiada minuman lain. Ia wajib dilakukan bagi menjaga kelangsungan hidupnya. Hal demikian berdasarkan firman Allah s.w.t:

,ين+ - ن -م.ح-س, ال .ح,ب/ ي 0ه+ الل ,ن1 إ - .و+ا ن ح-س,+ و+أ +ة, .ك 1ه-ل الت ,ل+ى إ .م- -د,يك ي

+ ,أ ب - -ق.وا .ل ت + و+ال 0ه, الل ,يل, ب س+ ف,ي - نف,ق.وا+ ١٩٥و+أ -

“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah Menyukai orang-orang yang berbuat baik.”[17]

b)      Rukhsah Sunnah

Contohnya seperti mengqasarkan shalat ketika perjalanan dan berbuka puasa kerana sakit atau dalam perjalanan (musafir). Berdasarkan sabda Rasulullah s.a.w : “Ia merupakan sedekah yang disedekahkan oleh Allah kepada kamu, maka terimalah sedekahnya”.

c) Rukhsah harus

Seperti akad jual salam, bai’ al-araya, akad sewaan dan sebagainya. Ia diharuska kerana keperluan.

d)     Rukhsah khilaf al-awla

Seperti melafazkan kekufuran ketika dipaksa dalam keadaan hati tetap beriman dan berbuka puasa ketika dalam perjalanan bagi orang yang  mengalami  kesulitan atau tidak mampu menyempurnakan puasanya. Berdasarkan firman Allah s.w.t :

“Puasa yang diwajibkan itu ialah beberapa hari yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu yang sakit, atau dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain; dan wajib atas orang-orang yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar fidyah iaitu memberi makan orang miskin. Maka sesiapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya; dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu daripada memberi fidyah), kalau kamu mengetahui”.

e)      Rukhsah makruh

Page 9: kijoan

Seperti mengqasar shalat dalam perjalanan yang memakan waktu kurang dari tiga hari tiga malam.

Namun begitu, ulama mazhab Hanafi membahagikan rukhsah kepada empat jenis yaitu:

v  Harus melakukan yang haram ketika darurat dan  suatau kebutuhan, seperti melafazkan kata-kata kufur ketika dipaksa dalam keadaan hati tetap beriman. Ini berdasarkan kepada firman Allah s.w.t :

“Sesiapa yang kufur kepada Allah sesudah ia beriman (maka baginya kemurkaan dan azab dari Allah), kecuali orang yang dipaksa (melakukan kufur) sedang hatinya tenang tenteram dengan iman”.

Juga seperti berbuka puasa pada bulan Ramadhan, memusnahkan harta orang lain ketika dipaksa atau sebagainya. Hukum rukhsah ini harus tetapi hanya dalam  paksaan untuk melakukan kekufuran, mereka berpendapat bahawa beramal dengan =azimah lebih utama.

v  Harus meninggalkan yang wajib, seperti harus berbuka puasa pada bulan Ramadhan kerana sakit atau musafir. Ini berdasarkan firman Allah s.w.t

v  “Maka  bagi siapa di antara kamu yang sakit, atau dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain”.

v  Harus melakukan akad atau urusan yang diperlukan oleh manusia walaupun pada asalnya ia bertentangan dengan kaedah umum perundangan Islam, seperti akad jual salam dan akad istisna’(tempahan).

v  Menghapuskan hukum yang menyulitkan yang disyariatkan dalam syariat- syariat  terdahulu seperti bunuh diri untuk bertaubat dan mengoyakkan bahagian yang terkena najis pada pakaian. Rukhsah ini adalah majazi sahaja kerana pada hakikatnya hukum tersebut tidak terpakai lagi dalam syariat Nabi Muhammad s.a.w.

 

Manakala bagi Imam al-Syatibi pula, rukhsah itu sendiri harus secara mutlak, tidak ada rukhsah wajib atau sunat. Bagi beliau hukum  wajib makan bangkai ketika darurat, sebenarnya =azimah yang sabit untuk menjaga kehidupan. Ini berdasarkan firman Allah s.w.t:

“Dan janganlah kamu sengaja mencampakkan diri kamu ke dalam bahaya kebinasaan”.

 

Firman Allah s.w.t  :

“ Dan janganlah kamu berbunuh-bunuhan sesama sendiri’’.

 

Sebagian ulama’ berpendapat bahawa rukhsah hanya merangkumi perkara-perkara yang tidak dinaskan keharusannya. Tetapi jika ada nas secara qat’i, rukhsah tidak berbangkit walaupun ada masyaqqah. Pendapat ini masyhur dikalangan pengikut mazhab Hanafi.

 

Page 10: kijoan

Jika seseorang itu terus beramal mengikut hukum asal sedangkan adamasyaqqah yang mengharuskan rukhsah, apakah hukum perbuatan itu? Al- Zarkashi berpendapat  sah dan gugur kewajibannya jikamasyaqqah itu tidak membawa kepada kebinasaan atau dharar  yang lebih besar. Sebaliknya kalau ditakuti akan timbul dharar yang lebih besar atau boleh membawa kepada kemusnahan, mestilah diamalkanrukhsah. Kerana itu wajib berbuka puasa ketika sangat lapar. Sekiranya puasa diteruskan juga ia dikira maksiat (ingkar). Menurut Imam al-Ghazali, puasa itu mungkin tidak sah kerana ia mengingkarirukhsah tersebut. Ia boleh disifatkan sebagai jenazah terhadap ruh yang menjadi hak Allah s.w.t. Bagaimanapun, kata beliau ini tidak bermakna ia satu maksiat.

 

X. QOI’DAH PECAHAN (FURU’)

 

Diantara  asas-asa Qoi’dah yang utama tersebut dapat dikeluarkan menjadi  beberapa qoi’dah pecahan lain yang akan disebutkan di sini  sebanyak sepuluh qai’dah diantaranya ialah :

 

1.     إتسع األمر ضاق إذا

Maksudnya : Apabila sesuatu itu sempit, hukumnya menjadi luas.

Contohnya seseorang yang priksa kedokter dan dia diharuskan untuk membuka auratnya.

2.  ضاق األمر إتسع إذا

Maksudnya : Apabila sesuatu itu longgar atau luas, hukum menjadi sempit.

 

Apabila sesuatu itu atau pelaksanaannya mudah ataupun longgar, maka hukum pelaksanaannya menjadi sempit. Qoi’dah ini juga berkait rapat dengan kaedah  بقدرها تقدر  yang ((الضروراتdimaksud keadaan darurat itu diharuskan menurut kadar kemampuannya.

 

Yang dimakdsud dengan qai’dah ini adalah , hukum itu diringankan selama ada masyaqqah namun jika masyaqqah  itu hilang, maka hukum pelaksanaannya kembali apada asalnya. Contohnya, seseorang yang dalam keadaan lapang, seharusnya melakukan shalat  di awal waktu serta dengan menepati segala rukun dan syaratnya yang sempurna.[18]

 

3.  المحظورات تبيح الضرورات

Maksudnya : Kemudaratan-kemudaratan itu membolehkan untuk melakukan sesuatu yang terlarang.

Page 11: kijoan

Qai’dah ini bermaksud keadaan kemudaratan itu membolehkan dan mengharuskan perkara yang dicegah atau dilarang. Qai’dah  ini  dapat dikaitkan dengan kaedah :

غيرها في يجوز ال ما الضرورة في  yaitu yang dilarang syari’at itu diperbolehkan ketika adanya ((يجوزdarurat. Namun dengan begitu, pengharusan waktu darurat itu  menurut kadar kemampuannya atau tidak melebihi kadar yang diharuskan. Contohnya, harus memakan bangkai atau benda haram ketika sangat lapar untuk menyelamatkan diri daripada mati kelaparan.

Pengecualian daripada Qoi’dah (kes pengecualian).

ü    Berikut merupakan hukum yang pengecualian dari qai’dah  di atas, ia tidak diharuskan sama sekali melakukannya walaupun terpaksa dan dipaksa, antaranya ialah :

Kekufuran atau kufur. Seseorang tidak boleh sama sekali murtad atau kufur kepada Allah walaupun dia disiksa dan akan dibunuh. Namun begitu dia boleh hanya menzahirkan kekufuran dan hatinya tetap beriman yaitu konsep taqiyyah. Walau bagaimanapun, menzahirkan keimanan itu lebih utama demi menyatakan kekuatan Islam.

Membunuh. Seseorang yang disiksa atau dipaksa membunuh orang lain, ia tidak boleh melakukannya atau melaksanakan arahan tersebut.

Berzina. Jika seseorang itu dipaksa berzina ia tidak boleh melakukannya.

Yang berubah adalah hukum perbuatannya akan tetapi hukumnya tetap harom.

 

4.  بقدرها تقدر الضرورات

Maksudnya : Keadaan darurat ditentukan sesuai dengan kadarnya.

Keadaan darurat yang diharuskan atau dibolehkan disebabkan ada kemudaratan. Kadar kemudaratan tersebut hendaklah tidak berlebihan dan melampai batas. Hukum  tersebut hanyalah  sekadar untuk  menghilangkan kemudaratan  yang sedang menimpa, apabila kemudaratan itu hilang, maka pengharusan terhadap apa yang didasarkan kepada kemudaratan itu hilang juga, yaitu kembali hukum asal.

Contohnya, memakan bangkai hanyalah diharuskan untuk menyelamatkan diri  dari kelaparan dan menyebabkan kematian. Apabila  sudah bertenaga , batasan yang diharuskan itu berakhir. Dokter diharuskan melihat aurat  pasien lelaki dan wanita untuk merawat, namun pada anggota atau bahagian sakit sahaja, tidak lebih dari itu.

5.  لعذر جاز بزواله  ما بطل

Maksudnya : Sesuatu yang diperbolehkan kerana uzdur, batal dengan sebab hilangnya uzdur tersebut.

Sesuatu yang dihalalkan dan diharuskan ketika ada uzdur itu akan kembali kepada hukum asal apabila hilangnya uzdur tersebut. Contohnya, tayammun menjadi batal dengan sebab didapati atau 

Page 12: kijoan

adanya air sebelum mendirikan shalat. Pada bulan Ramadhan seseorang jatuh sakit, diharuskan berbuka puasa kerana keuzurannya itu. Namun setelah dia sembuh, maka dia wajib berpuasa.

 

6.  الضرورة منزلة تنزل خاصة  الحاجة أو كانت عامة

Maksudnya : Keperluan atau hajat menempati pada kedudukan  darurat secara  umum atau khusus.

Maksud qai’dah ini, keringanan itu tidak hanya terbatas untuk perkara darurat saja,  namun ia juga terdapat pada perkara hajiyyat atau keperluan. Dengan arti kata lain, keringanan itu dibolehkan pada perkara hajiyyat sebagaimana ia dibolehkan pada perkara darurat. Contohnya, seseorang lelaki diharuskan memakai pakaian sutera disebabkan ada penyakit kulit dan lainnya, namun dalam keadaan biasa diharamkan. Selain itu, diharuskan melihat calon isteri untuk tujuan perkawinan.

 

7.  الغير حق يبطل ال اإلضصطرار

Maksudnya : Keadaan terdesak tidak membatalkan hak orang lain.

Maksud qai’dah ini adalah, keperluan di waktu terdesak tidak dapat membatalkan hak milik orang lain sepenuhnya. Ia sama mendapatkan bahaya disebabkan perkara samawi seperti lapar atau bukan disebabkan perkara samawi seperti dipaksa. Contohnya, apabila tempo  sewa atau upah menyusu bayi dari ibu susu telah selesai, sedangkan bayi tersebut telah dapat menyesuaikan diri dengan susunya, tambahan pula, bayi tersebut belum dapat makan atau menerima makanan lain, maka ibu susu tersebut boleh dipaksa supaya terus menyusui bayi tersebut, ini adalah untuk menjaga kepentingan bayi. Ibu susu tersebut hendaklah dibayar upah dengan  kadar yang setimpal.

Selain itu, sekiranya tempo sewaan tanah pertanian telah selesai namun tanamannya masih belum dapat dituai disebabkan belum masak. Sewaan dikira berterusan sampai ia dapat dituai, dengan kadar tambahan sewaan sepatutnya. Hal demikian kerana desakan dan tekanan penyewa untuk mengekalkan tanamannya hingga masak dan dapat dituai tetap tidak membatalkan hak milik tuan tanah.

 

8.  الراجحة المصلحة يتبع الحكم

Maksudnya : Hukum itu mengikut kemaslahatan yang kukuh.

Kaedah ini banyak digunakan dalam perkara yang berkaitan dengan ibadat, jihad dan sebagainya. Walaupun kadangkala pada zahirnya didapati ada kerugian dari perbuatan tersebut, namun kesudahannya atau hakikatnya terdapat kemaslahatan yang kuat dan rajih. Lantaran itulah syari’at menyuruh melaksanakan. Contohnya, keizinan berjihad dan memerangi musuh. Pada zahirnya menyebabkan kematian dan kerosakan, namun natijahnya adalah amat baik dan jelas. Yaitu mempertahankan diri, agama dan menyebaran agama Islam. Hasil jihad, Islam tersebar ke pelusuk dunia.[19]

 

Page 13: kijoan

9.  علته مع يدور الحكم

Maksudnya : Hukum itu berkisar bersama illahnya atau sebabnya.

Kaedah ini bermaksud sesuatu hukum itu atau hukum yang ada itu disebabkan ada illahnya atau sebabnya. Lantaran itu sekiranya illahitu hilang, maka tidak berlakulah hukum tersebut. Contohnya, diharamkan arak disebabkan illahnya yang memabukkan, apabilaillahnya hilang atau tidak ada lagi, waktu itu ia tidak diharamkan, seperti arak tersebut telah bertukar menjadi cuka.

 

Selain itu, sesuatu itu apabila ia mengandungi racun, apabila ia merusakkan maka ia diharamkan, namun apabila tidak merusakkan bahkan dapat dijadikan obat, diharuskan. Antara contoh lain lagi, jus anggur atau nira itu apabila ia bertukar menjadi arak hilanglah kesuciannya.

10.  المعدوم منزلة المجهول ينزل

Maksudnya : Kedudukan perkara yang tidak diketahui itu sama dengan kedudukan yang tidak ada.

Kaedah ini dibawa oleh Ibn Rajib al- Hanbali dalam kitab Taqrir al-Qawaid wa Tahrir al-Fawaid.[20] Ia bermaksud apa yang tidak diketahui  atau majhul kedudukan serta tarafnya sama dengan taraf apa yang tidak ada. Contohnya, barang temuan atau harta yang ditemui tercicir selepas tempo haul atau masanya, ia menjadi milik orang yang menemuinya atas dasar asalnya tidak diketahui pemilik. Apa-apa yang tidak dapat dimiliki dari barangan temuan pula, hendaklah disedekahkan bagi pihak pemilik, menurut pendapat yang tepat.

Hal demikian, berdasarkan kepada sabda Baginda s.a.w dari ’Iyad bin Himar :

((  يشاء من يؤتيه الله مال فهي ال وان اليه، فأدها صاحبها جاء ((فإن

‟Apabila datang pemiliknya, dialah yang lebih berhak. Sekiranya tidak, ia adalah harta Allah yang dikurniakan kepada sesiapa yang Ia kehendaki”.[21]

 

 

 

BAB III

XI. PENUTUP

Kesimpulannya, prinsip kaedah masyaqqah tajlibul al-taisir banyak didasarkan hukum-hukum Islam dan muncul segala hukum kemudahan, kesenangan dan keringanan asas atau dalil kaedah ini bahawa meletakkan beban dengan perkara yang susah menjadi kesukaran dan masyaqqah ke pada hamba-hamba mukallifin.

Page 14: kijoan

 

Dalil-dalil yang menunjukkan perkara di atas memang banyak terdapat di dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah s.a.w yang membuktikan kepada kita unsur kemudahan, kesenangan dan keringanan syariat Islam sebaliknya syariat itu tidak dikuatkan untuk kesusahan dan kepayahan.

WALLAHU ’ALAM BISH SHAWAB.