ki hadi sugito

5
Ki Hadi Sugito, Dalang Jenaka Nan Cerdas Diterbitkan 2 November 2011 Budaya 5 Komentar Kaitkata:Dalang, Ki Hadi Sugito, Wayang In Memoriam Ki Hadi Sugito Dalang Jenaka Nan Cerdas Sangat kehilangan, itulah dua kata yang bisa mewakili perasaan ribuan atau puluhan ribu bahkan (mungkin) ratusan ribu Pandemen (penggemar) kesenian Wayang Kulit – khususnya pakem pakeliran Yogyakarta – atas meninggalnya dalang kondang Ki Hadi Sugito, dari Toyan, Wates, DIY. Bersama Ki Timbul Hadiprayitno, Ki Hadi Sugito merupakan seniman di bidang pedalangan yang mampu mengangkat wayang kulit gagrak Yogyakarta menuju ketenaran di jagad pewayangan Tanah Jawa. Sosok Ki Hadi Sugito merupakan tipikal dalang yang mampu diterima secara luas pada berbagai level kalangan pandemen kesenian wayang kulit, mulai dari penggemar wayang kulit kelas berat, sedang, maupun para penikmat wayang kulit kelas pemula. Berbagai kalangan masyarakat mulai dari kaum marginal di pelosok-pelosok desa seperti, para buruh tani, nelayan, tukang batu, penarik becak dll, hingga kaum intelektual di perkotaan dari Guru Besar, Mahasiswa hingga para pelajar, jika secara kebetulan maupun dengan sengaja menyaksikan atau cukup mendengarkan (melalui siaran radio) lakon wayang kulit yang

Upload: marzuqboy3660

Post on 27-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ki Hadi Sugito

Ki Hadi Sugito, Dalang Jenaka Nan CerdasDiterbitkan 2 November 2011 Budaya 5 Komentar Kaitkata:Dalang, Ki Hadi Sugito, Wayang

In Memoriam Ki Hadi Sugito

Dalang Jenaka Nan Cerdas

     Sangat kehilangan, itulah dua kata yang bisa mewakili

perasaan ribuan atau puluhan ribu bahkan (mungkin) ratusan

ribu Pandemen (penggemar) kesenian Wayang Kulit –

khususnya pakem pakeliran Yogyakarta – atas  meninggalnya

dalang kondang Ki Hadi Sugito, dari Toyan, Wates, DIY.

Bersama Ki Timbul Hadiprayitno, Ki Hadi Sugito merupakan

seniman di bidang pedalangan yang mampu mengangkat

wayang kulit gagrak Yogyakarta  menuju ketenaran di jagad

pewayangan Tanah Jawa.

Sosok Ki Hadi Sugito merupakan tipikal dalang yang mampu

diterima secara luas pada berbagai level

kalangan pandemen kesenian wayang kulit, mulai dari

penggemar wayang kulit kelas berat, sedang, maupun para

penikmat wayang kulit kelas pemula. Berbagai kalangan

masyarakat mulai dari kaum marginal di pelosok-pelosok desa

seperti, para buruh tani, nelayan, tukang batu, penarik becak

dll, hingga kaum intelektual di perkotaan dari Guru Besar,

Mahasiswa hingga para pelajar, jika secara kebetulan maupun

dengan sengaja menyaksikan atau cukup mendengarkan

(melalui siaran radio) lakon wayang kulit yang dibawakan Ki

Hadi Sugito dipastikan akan terkesima. Penulis sendiri  mulai

menggemari  Wayang Kulit yang dibawakan oleh Ki Hadi

Sugito, sejak penulis masih berstatus sebagai mahasiswa baru

di UGM hingga kini (hampir dua dasa warsa). Bukannya tanpa

Page 2: Ki Hadi Sugito

alasan jika sampai mengidolakan Ki Hadi Sugito sebagai dalang

favorit. Berdasarkan pengalaman penulis sendiri, daya tarik

lakon wayang yang dibawakan oleh Ki Hadi Sugito setidaknya

meliputi beberapa hal :

      Pertama, Selera humor yang tinggi dari Ki Hadi Sugito.

Dalam  semua lakon wayang yang dibawakan oleh Ki Hadi

Sugito, hampir sepanjang perhelatan – dari  awal sampai

“tancep kayon” yang menyudahi pertunjukan – tidak pernah

luput sedikitpun dari banyolan-banyolan yang khas ala Ki Hadi

Sugito. Dalam pertunjukan wayang kulit secara umum,

Biasanya para pandemen pertunjukan wayang kulit bisa

merasa terpuaskan rasa dahaganya  akan candaan, lelucon

atau dagelan hanya pada saat pagelaran wayang memasuki

fragmen “Goro-goro”, yang menyajikan “adegan” dialogis yang

sarat dengan bumbu-bumbu humor dari keluarga Ki Lurah

Semar Bodronoyo yang bermukim di Karang Tumaritis, beserta

anak-anaknya yaitu, Gareng, Petruk “kantong bolong” dan

Bagong. Sering kali fragmen “Goro-goro” tadi dianggap sebagai

klimaks dari keseluruhan pertunjukan wayang. Bahkan tidak

jarang para penikmat pertunjukan wayang (terutama para

pemula yang sekedar iseng), khusus hanya melihat atau

mendengarkan (jika siaran pertunjukan wayang via radio)

ketika lakon sudah sampai ke babak “Goro-goro”, dengan kata

lain mereka hanya mau menikmati pertunjukan wayang hanya

pada bagian “goro-goro” saja, yang memang sarat dengan

“guyonan”. Tetapi, ditangan kreatif Ki Hadi Sugito, hal yang

kerap terjadi pada pertunjukan wayang seperti tersebut diatas

tidak akan berlaku  lagi. Ditangan Ki Hadi Sugito, sebuah lakon

wayang bagaikan “super magnet” yang mampu menyihir para

pandemennya untuk tidak beranjak sekejap pun sebelum

Page 3: Ki Hadi Sugito

pertunjukan disudahi oleh sang dalang. Bagaimana mau

melewatkan adegan demi adegan lakon yang disajikan, jika

hampir seluruh pertunjukannya yang digelar “full humor”.

Di tangan Ki Hadi Sugito, seluruh “actor” yang terlibat dalam

suatu lakon  pertunjukan wayang dibuatnya mampu menguras

tawa para pandemen pertunjukan. Mulai dari para raja, (seperti

Kresna, Baladewa, Yudistira dll), para satria (seperti Arjuna,

Bratasena, Setyaki, Sadewa, Wisanggeni dll) hingga para dewa

(seperti Betara Manikmaya, Betara Kanekaputro  dll) di tangan

Ki Hadi Sugito semua “actor” tadi tanpa terkecuali mampu

melucu semuanya, walaupun tanpa harus keluar dari pakem.

Bahkan tokoh-tokoh antagonis di jagad pewayangan seperti

para Raksasa, Begawan Durna, Patih Harya Sangkuni,

Dursasana, Durmagati dll (yang punya tabiat keras, jahat dan

bengis) jika disandingkan dengan para pengiringnya – Togog

dan Mbilung – maka yang muncul adalah kelucuan-kelucuan

yang sarat dengan kecerdasan.

Hal Kedua yang menjadi ciri khas dalang Ki Hadi Sugito adalah

kesan hangat dan akrab dari diri beliau terhadap para Niyaga

(para penabuh gamelan), Sinden (penembang) serta seluruh

crew pendukung pertunjukan begitupun terhadap para

pandemennya. Semua elemen yang mendukung pertunjukan

wayang beliau,  harus bersiap-siap jika suatu waktu dijadikan

bahan olok-olokan atau disindir secara jenaka oleh sang

dalang, melalui “celoteh” dari tokoh wayang yang sedang

dimainkan beliau, tentunya disini tidak ada yang sampai sakit

hati ketika “dikerjain”. Gaya lelucon yang dilontarkan

Page 4: Ki Hadi Sugito

sepanjang pertunjukan pun sangat khas dengan memotret sisi-

sisi kecil dari kehidupan kaum marginal.

Ketiga,  Beliau pun secara tidak langsung memberi pelajaran

kepada kita tentang prinsip-prinsip Egalitarianisme (kesetaraan

dalam perikehidupan). Ini bisa kita dapatkan pada fragmen-

fragmen dialogis antara para Raja, Satria, Dewa  maupun para

Begawan ketika berhadapan dengan para Punakawan (Semar,

Gareng, Petruk , Bagong) dari golongan protagonis, atau pada

waktu para pembesar dari golongan antagonis ketika

bersanding dengan Ki Lurah Togog dan Mbilung. Seperti contoh

kasus berikut ini: Bagaimana mungkin seorang Raja Gung

Binatara seperti Prabu Kresna – yang merupakan penjelmaan

Sang Wisnu – harus “mundhuk-mundhuk” dan merajuk untuk

memohon maaf atas “keluputannya” pada seorang dari

golongan sudra semacam Bagong, itupun biasanya dalam

lakon,  Prabu Kresna dibuat  dengan sedikit bersusah payah

dalam mendapatkan permaafan dengan “dikerjain” terlebih

dulu oleh Bagong. Begitupun dalam fragmen-fragemen  yang

lain, seperti misalnya dialog antara Begawan Durna ataupun

Patih Sangkuni dengan Togog ataupun Mbilung, dimana dalam

setiap kesempatan Togog dan Mbilung senantiasa mencemooh

dan mengejek secara cerdas dan lugas kedua tokoh yang

berada pada kelas sosial yang tidak sebanding dengan mereka

berdua tanpa rasa takut dan “ewuh-pakewuh”.

Ketiga hal tersebut di atas menjadi “trade mark” tersendiri dari

seorang Ki Hadi Sugito dan seringkali mengilhami banyak

dalang muda untuk mencontohnya. Bahkan, Ketiga ciri yang

khas dari seorang Ki Hadi Sugito, seperti tersebut di atas,

sekaligus juga bisa untuk mengidentifikasi bahwa Ki Hadi

Sugito bukan hanya seorang dalang otodidak yang mumpuni

Page 5: Ki Hadi Sugito

dalam memainkan wayang tapi beliau juga seorang dalang

yang cerdas melalui olah kata dan olah rasa dalam setiap

pertunjukan wayangnya. Semoga di waktu yang akan datang

akan muncul lagi  Ki Hadi Sugito-Ki Hadi Sugito yang lain.

Semoga.

Medio : Januari 2008