keuangan negara, perkembangan moneter · web viewningkat menjadi rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1%...

104
KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

Upload: others

Post on 11-Mar-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETERDAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

Page 2: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

BAB IV

KEUANGAN NEGARA, PERIaNBANGAN MONETERDAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

A. PENDAHULUAN

Pembangunan nasional yang dilaksanakan sejak Repelita I dimaksudkan untuk mewujudkan landasan pembangunan yang sema-kin mantap dan kokoh. Dari segi keuangan negara dan moneter, landasan yang mantap tersebut antara lain tercermin dari me-ningkatnya dana pembangunan, membaiknya struktur penerimaan dalam negeri dan meningkatnya tabungan masyarakat. Dalam upaya meningkatkan dana pembangunan dan memperbaiki struktur pene-rimaan dalam negeri tersebut, sejak tahun 1984 telah diterap-kan sistem perpajakan baru. Sementara itu, dalam rangka men-dorong tabungan masyarakat, sejak tahun 1983 telah dilaksana-kan berbagai deregulasi di bidang keuangan dan perbankan.

Dengan penerapan sistem perpajakan baru tersebut maka penerimaan dalam negeri dari sumber-sumber non migas sangat meningkat, sehingga mengurangi ketergantungan keuangan negarakepada sumber-sumber migas. Peningkatan penerimaan dalam ne-geri non migas ini juga memungkinkan dipertahankannya laju pertumbuhan pengeluaran pembangunan. Rin kasan realisasi APBN dari,tahun 1968 sampai dengan tahun 198990 dapat dilihat pada Tabel IV-1 dan Grafik IV-1.

151

Page 3: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 1

RINGKASAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA,1968 - 1989/90

(miliar rupiah)

U r a i a n 19681973/74

(AkhirRepelita 1)

1978/79(Akhir

Repelita II)

1983/84(Akhir

Repelita III)

1988/89(Akhir

Repelita IV)

1989/90(Tahun Pertama

Repelita V)

Penerimaan Dalam Negeri 149,7 967,7 4.266,1 14.432,7 23.004,3 28.739,8Pengeluaran Rutin 149,7 713,3 2.743,7 8.411,8 20.739,0 24.331,1

Tabungan Pemerintah 0,0 254,4 1.522,4 6.020,9 2.265,3 4.408,7

Dana Bantuan Luar Negeri 57,9 203,9 1.035,5 3.882,4 9.990,7 9.429,3

Bantuan Program (35,5) (89,8) (48,2) (14,9) (2.040,7) (1.007,2)

Bantuan Proyek (22,4) (114,1) (987,3) (3.867,5) (7.950,0) (8.422,1)

Dana Pembangunan 57,9 458,3 2.557,9 9.903,3 12.256,0 13.838,0

Pengeluaran Pembangunan 57,9 450,9 2.555,6 9.899,2 12.250,7 13.834,3

Surplus (+)/Defisit (-) 0,0 + 7,4 + 2,3 + 4,1 + 5,3 + 3,7

152

Page 4: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

GRAFIK IV - 1RINGKASAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA NEGARA,1968 - 1989/90

Sementara itu, sebagai hasil dari langkah deregulasi di bidang keuangan dan perbankan, jumlah dana yang berhasil di-himpun dan disalurkan oleh perbankan semakin meningkat. Sum-ber pembiayaan pembangunan lain juga semakin meningkat, se-perti tercermin pada perkembangan yang esat dari pasar mo- dal, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), Lembaga Asuransi, Lembaga Leasing dan sebagainya.

Kebijaksanaan keuangan negara didasarkan pada sistem anggaran yang berimbang dan dinamis dan kebijaksanaan moneter pada pengendalian yang berhati-hati terhadap jumlah uang ber-edar. Kebijaksanaan tersebut telah berhasil mendorong laju pembangunan, memantapkan perekonomian pada umumnya dan stabi-litas harga pada khususnya. Selama lebih dua dasawarsa memba-ngun; laju inflasi dapat dikendalikan.

153

Page 5: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

B. KEUANGAN NEGARA

1. Penerimaan Dalam Negeri

Sesuai dengan arah pembangunan jangka panjang, berbagai langkah telah diambil dalam rangka menyempurnakan pengelolaan APBN. Salah satu langkah mendasar adalah pembaruan sistem perpajakan yang mulai dilaksanakan sejak tahun 1984. Di sam- ping itu, langkah-langkah yang mampu meningkatkan penerimaan bukan pajak makin digalakkan, baik melalui peningkatan efi-siensi usaha dan penyempurnaan administrasi Badan Usaha Milik Negara (BUM) maupun melalui penertiban dan intensifikasi pe-nerimaan rutin dari berbagai departemen dan lembaga negara non departemen.

a. Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam

Selama Repelita I, penerimaan migas belum menunjukkan peranan yang berarti. Selanjutnya, sebagai akibat krisis energi pada tahun 1973, harga minyak meningkat tajam dari US$ 3,73 pada April 1973 menjadi US$ 11,70 per barel pada bulan April tahun berikutnya. Dengan peningkatan harga terse- but, peranan penerimaan migas menggeser penerimaan non migas. Apabila pada awal Repelita I penerimaan migas baru mencapai Rp 65,8 miliar, maka pada akhir Repelita II meningkat menjadi Rp 2.308,7 miliar. Sejalan dengan itu, peranan penerimaan mi-gas terhadap penerimaan dalam negeri meningkat dari 27,0% menjadi 54,1%. Pada tahun-tahun selanjutnya harga minyak te-rus meningkat dan mencapai puncaknya pada bulan Januari 1981 yaitu sebesar US$ 35,00 per barel. Seiring dengan meningkat-nya harga minyak, pada tahun 1981/82 peranan penerimaan migas meningkat menjadi 70,6% dari penerimaan dalam negeri.

Pada masa-masa berikutnya harga minyak cenderung menu-run, sebagai akibat dari kelesuan perekonomian dunia dan ada-nya kelebihan produksi minyak dunia yang berlarut-larut. Me-nyadari.hal tersebut, pada bulan Oktober 1984 OPEC menerapkan kuota produksi yang lebih rendah kepada anggota-anggotanya. Namun harga minyak cenderung menurun terus. Dalam bulan Agus-tus 1986, harga minyak menurun tajam hingga di bawah US$ 10,00 per barel. Berkat perbaikan situasi ekonomi dunia dan upaya OPEC mengurangi produksi, secara berangsur-angsur harga minyak meningkat hingga pada tahun 1989/90 mampu mende-kati tingkat harga US$ 18,00 per barel.

154

Page 6: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Sementara itu, dalam rangka memelihara sumber pembiayaan dari sektor migas, langkah-langkah yang mampu meningkatkan penerimaan migas dimantapkan, antara lain melalui kebijaksa-naan 1 September 1988. Kebijaksanaan tersebut diarahkan untuk mendorong kegiatan eksplorasi di lahan-lahan yang tergolong baru dengan pemberian perlakuan khusus di bidang perpajakan, penyempurnaan pola bagi hasil, kemudahan prosedur pengadaan bnrang, penyesuaian harga minyak pro rata dan penyempurnaan besarnya jaminan pada pemerintah.

Perkembangan penerimaan dalam negeri dari sumber-sumber migas dan non migas dapat dilihat pada Tabel IV-2 dan Grafik IV-2.

b. Penerimaan di luar Minyak Bumi dan Gas Alam

Pembaruan perpajakan yang dilaksanakan sejak tahun 1984 telah membawa perubahan mendasar dalam sistem perpajakan, ya-itu dari sistem perhitungan dan penetapan pajak yang semula di;tentukan oleh petugas pajak menjadi sistem yang memberikan petan lebih besar pada wajib pajak untuk menghitung, menye-torkan dan melaporkan sendiri pajak yang menjadi kewajibannya secara benar.

Dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap pajak, secara intensif telah dilakukan berbagai upaya penyuluhan pajak baik yang dilakukan oleh aparat perpajakan sendiri maupun yang dilakukan dengan bekerja sama dengan unsur media massa. Di samping itu untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak terus dilakukan penyempurnaan dan peningkatan administrasi perpajakan.

Rangkaian langkah ini telah membawa hasil yang menggem-birakan. Apabila pada tahun 1983/84 penerimaan pajak baru mencapai Rp 4.393,5 miliar, maka pada tahun 1988/89 meningkat menjadi Rp 11.908,5 miliar. Dalam periode yang sama peranan penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri telah me-ningkat dari 30,4% menjadi 51,8%. Selanjutnya pada tahun 1989/90 penerimaan pajak meningkat lagi menjadi Rp 15.425,6 miliar atau naik 29,5% dari tahun sebelumnya. Pada kurun wak-tu yang sama peranannya meningkat menjadi 53,7%.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru, maka realisasi penerimaan jenis pajak ini menun-jukkan hasil yang cukup mengesankan. Dalam Undang-undang yang baru ini sistemnya sangat disederhanakan dan dasar pengenaan

155

Page 7: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 2

PERUMAHAN DALAM NEGERI,1968 - 1989/90

(mil iar rup iah)

1973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90Jenis Penerimaan 1968 (Akhir (Akhir (Akhir (Akhir (Tahun Pertama

Repelita I) Repelita 11) Repelita III) Repelita IV) Repelita V)

Penerimaan minyak bumidan gas alam -33,3 382,2 2.308,7 9.520,2 9.527,0 11.252,1

Minyak bumi (33,3) (382,2) (2.308,7) (8.484,9) 1) (8.326,3) (9.502,0)

Gas alam (- ) ( - ) ( - ) (1.035,3) 1) (1.200,7) (1.750,1)

Penerimaan di luarminyak bumi dan gas alam 116,4 585,5 , 1.957,4 4.912,5 13.477,3 17.487,7

Jumlah 149,7 967,7 4.266,1 14.432,7 23.004,3 28.739,8

1) Angka diperbaiki

156

Page 8: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

GRAFIK IV - 2PENERIMAAN DALAM NEGERI,

1968 - 1969/90(mlllar ruplah)

pajak makin diperluas dengan dimasukkannya semua jenis peng-hasilan ke dalam dasar pengenaan pajak serta dengan dihapus-kannya berbagai bentuk fasilitas dan pembebasan pajak. Di samping itu, ketentuan yang baru tersebut juga makin mencer-minkan asas kemudahan, pemerataan dan keadilan dalam pengena-an pajak.

Untuk lebih memudahkan baik di dalam pemungutan maupun pembayaran pajak penghasilan, telah ditetapkan lapisan kena pajak dan penggolongan tarif yang lebih sederhana. Di samping itu, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk satu keluarga yang terdiri dari suami, isteri dan tiga orang anak pada ta-hun 1984 telah ditingkatkan dari Rp 1,05 juta menjadi Rp 2,8 juta. Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi, pada tahun 1990 dinaikkan lagi menjadi Rp 4,32 juta.

Dalam rangka memberi perlakuan yang sama terhadap berba-gai, obyek pajak penghasilan, maka sejak tahun 1988/89 penda-patan atas bunga deposito dan sertifikat deposito dikenakan pajak sebesar 15%, bersifat final dengan kemungkinan restitu-si. Dengan langkah-langkah tersebut penerimaan pajak pengha-silan dapat ditingkatkan. Penerimaan telah naik dari Rp 1.932,3 miliar pada akhir Repelita III menjadi Rp 5.487,7

157

Page 9: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

miliar pada akhir Repelita IV, atau naik sebesar 284,0%. Pada akhir Repelita I dan Repelita II, penerimaan baru mencapai masing-masing sebesar Rp 140,3 miliar dan Rp 617,2 miliar.

Sementara itu, sejak 1 April 1985, pajak penjualan dan pajak penjualan impor telah digantikan oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). Peraturan perpajakan yang baru ini selain untuk lebih memberi perlakuan yang adil bagi sektor-sektor usaha yang telah mem-berikan sumbangan secara berarti bagi penerimaan negara, juga ditujukan untuk mendukung pola hidup sederhana. Sejalan de-ngan itu, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 semua penyerahan jasa dikenakan pajak pertambahan nilai ke-cuali untuk 13 macam jasa tertentu. Selanjutnya, melalui Per-aturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1988, pajak penjualan atas barang mewah yang semula mempunyai tarip 10% dan 20%, telah disesuaikan menjadi 10%, 20% dan 30%.

Sejak permulaan Repelita I, penerimaan dari jenis pajak penjualan dan pajak penjualan impor terus mengalamt pening-katan. Peningkatan ini menjadi semakin pesat setelah diberla-kukannya peraturan pajak yang baru. Apabila pada akhir Repelita III, penerimaan jenis pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah baru mencapai Rp 830,6 miliar maka pada akhir Repelita IV meningkat menjadi Rp 4.505,3 miliar. Pada tahun 1989/90 penerimaan PPN dan PPn BM mening-kat lagi menjadi Rp 5.836,7 miliar atau naik 29,6% dari tahunsebelumnya.

Kebijaksanaan bea masuk terutama diarahkan sebagai pengatur arus dan pola impor barang agar mampu meningkatkan efisiensi industri dalam negeri, mendorong ekspor dan mencip-takan lapangan kerja. Langkah-langkah deregulasi dan debiro-kratisasi yang dilakukan sejak awal Repelita IV telah mendo-rong pengembangan sistem tarif yang rasional dan sekaligus mengurangi hambatan-hambatan arus impor yang bersifat non ta-rif.

Hasil dari rangkaian langkah-langkah ini dapat disampai-kan sebagai berikut. Apabila realisasi penerimaan bea masuk yang pada akhir tahun 1973/74 hanya mencapai Rp 128,2 miliar, maka pada tahun 1983/84 meningkat menjadi Rp 557,0 miliar atau naik rata-rata 15,8% per tahun. Selanjutnya pada tahun 1989/90, penerimaan bea masuk meningkat menjadi Rp 1.587,0 miliar atau naik 33,1% dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini selain disebabkan oleh semakin membaiknya kondisi perekonomi-an di dalam negeri, juga disebabkan oleh semakin membaiknya

158

Page 10: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

pengawasan administrasi terhadap barang-barang yang terkena bea masuk.

Sementara itu, realisasi penerimaan cukai menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Penerimaan ini pada akhir Re-pelita I, II dan III masing-masing mencapai Rp 61,7 miliar, Rp 252,9 miliar dan Rp 773,2 miliar. Selanjutnya, pada tahun 1988/89 meningkat lagi menjadi Rp 1.389,9 miliar dan pada ta-hun 1989/90 mampu mencapai Rp 1.476,8 miliar. Meningkatnya penerimaan cukai pada tahun 1989/90 ini terutama disebabkan oleh meningkatnya penerimaan cukai tembakau sebesar Rp 89,3 miliar atau naik 6,9% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 19$9/90 tarif cukai berkisar antara 27,5%'sampai dengan 37,5% untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM), 22,5% sampai dengan 35% un-tuk Sigaret Putih Mesin (SPM), S% sampai dengan 17,5% untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), dan 2,5% sampai dengan 17,0% un-tult sigaret klembak menyan, cerutu dan sejenisnya. Penetapan tarif untuk jenis SKT yang lebih rendah daripada untuk jenis SKM dimaksudkan untuk mendorong perkembangan industri temba- kau yang banyak menyerap tenaga kerja.

Kebijaksanaan di bidang cukai gula senantiasa diarahkan pada terwujudnya stabilitas harga yang terjangkau oleh daya beXi masyarakat serta terjaminnya pendapatan petani dan pa-brik gula. Sejalan dengan itu, sejak 1 Agustus 1989 telah di-adakan penyesuaian harga dasar untuk gula jenis SHS I, SHS II, dan HS I yang semula masing-masing ditetapkan sebesar Rp 51.425,-, Rp 51.225,- dan Rp 51.065,- per kwintal menjadi Rp 50.000,-, Rp 59.800,- dan Rp 59.600,- per kwintalnya.

Di bidang cukai bir, sejak tahun 1987 telah diadakan pe-nyesuaian harga dasar dari Rp 500,- menjadi Rp 600,-, dengan tarip sebesar 50%. Kenaikan harga dasar tersebut berlaku pula untuk alkohol sulingan, tetapi dengan tarif cukai yang berbe-da, yaitu sebesar 70%.

Realisasi penerimaan pajak ekspor mengalami pasang su-rut. Apabila pada tahun 1973/74 penerimaannya baru mencapai Rp 68,6 miliar, maka pada akhir Repelita II meningkat menjadi Rp 166,2 miliar. Pada akhir Repelita III penerimaan pajak ekspor menurun menjadi Rp 104,0 miliar, kemudian pada tahun 1988/89 meningkat menjadi Rp 155,6 miliar dan pada tahun 1989/90 meningkat lagi menjadi Rp 171,5 miliar.

Sementara itu penerimaan pajak bumi dan bangunan senan-tiasa menunjukkan peningkatan. Apabila pada tahun 1973/74 pe-

159

Page 11: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang
Page 12: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

nerimaannya baru mencapai Rp 19,5 miliar, maka pada tahun 1978/79 meningkat menjadi Rp 63,1 miliar. Selanjutnya pada tahun 1983/84 penerimaan ini meningkat lagi menjadi Rp 132,4 miliar dan pada tahun 1988/89 mampu mencapai Rp 424,2 miliar. Peningkatan sejak pertengahan Repelita IV disebabkan oleh pe-nerapan UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menggantikan Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) dan pajak kekayaan. Undang-undang ini selain ditujukan untuk meningkat-kan penerimaan negara juga dimaksudkan untuk menghilangkan beban ganda yang ditanggung masyarakat atas kekayaan yang di-milikinya. Di samping itu, penera an tarif tunggal sebesar 0,5% pada Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang merupakan 20% dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), merupakan penyederhanaan dari sistem pajak terdahulu. Selanjutnya nilai jual obyek pa-jak senantiasa disesuaikan secara periodik dengan tingkat in- flasi dan perkembangan-perkembangan ekonomi yang mempengaruhi nilai ekonomis dari tanah dan bangunan agar nilai yang dite-tapkan senantiasa mencerminkan harga tanah dan bangunan yang sesungguhnya. Dengan upaya-upaya penyempurnaan lebih lanjut, khususnya di bidang pendataan tanah dan bangunan, maka pada tahun 1989/90 penerimaan pajak bumi dan bangunan meningkat menjadi Rp 590,4 miliar atau naik 39,2% dari tahun sebelumnya.

Penerimaan pajak lainnya yang terdiri dari pajak kekaya-an, bea meterai dan bea lelang menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan. Apabila pada akhir R epelita II, peneri-maan jenis pajak ini baru mencapai Rp 24,7 miliar, maka pada akhir Repelita III telah meningkat menjadi Rp 64,0 miliar, atau naik rata-rata 21,0% per tahun. Selanjutnya, sejak tahun 1985 pajak kekayaan dihapuskan dari pajak lainnya. Namun ber- kat penerapan tarif bea meterai baru sejak 1 Januari 1986 dan penyempurnaan sistem pelelangan, penerimaan pajak ini mening- kat menjadi Rp 292,1 miliar pada tahun 1988/89 atau naik rata-rata 35,5% per tahun selama kurun waktu Repelita IV. Dalam rangka mendorong kegiatan ekonomi, dalam tahun 1989 diberla-kukan tarif tunggal atas cek dan giro bilyet sebesar Rp 500,-tanpa membedakan jumlah transaksi. Dengan langkah ini, secara keseluruhan penerimaan pajak lainnya pada tahun 1989/90 menu- run menjadi Rp 275,5 miliar.

Penerimaan bukan pajak juga terus meningkat. Apabila pada tahun 1978/79 penerimaan bukan pajak baru mencapai Rp 191,4 miliar maka pada tahun 1983/84 telah meningkat menjadi Rp 519,0 miliar atau naik rata-rata 22,1% per tahun. Selan-jutnya pada tahun 1988/89, penerimaan bukan pajak meningkat lagi menjadi Rp 1.568,8 miliar atau naik rata-rata 24,8% per

160

Page 13: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

tahun. Upaya untuk meningkatkan penerimaan bukan pajak antara lain ditempuh melalui peningkatan efisiensi BUMN dan in-tensifikasi pemungutan penerimaan yang dikelola oleh berbagai departemen/lembaga non departemen. Sebagai hasil dari lang-kah-langkah tersebut, maka pada tahun 1989/90 penerimaan bu-kan pajak meningkat menjadi Rp 2.062,1 miliar atau naik 31,4% dari tahun sebelumnya. Perkembangan penerimaan di luar migas dari tahun 1968 sampai dengan tahun 1989/90 dapat dilihat pada Tabel IV-3 dan Grafik IV-3.

2. Pengeluaran Rutin

Selama Repelita I sampai dengan tahun pertama Repe- lita V, pengeluaran rutin terus mengalami peningkatan. Perkembangan pengeluaran rutin dari tahun 1968 sampai dengan tahun 1989/90 dapat dilihat pada Tabel IV-4 dan Grafik IV-4.

Salah satu komponen terbesar dari pengeluaran rutin ada-lah belanja pegawai. Belanja pegawai, yang pada tahun 1968 baru mencapai Rp 78,3 miliar telah meningkat menjadi Rp 268,9 miliar pada tahun 1973/74, Rp 1.001,6 miliar pada tahun 1978/79, Rp 2.757,0 miliar pada tahun 1983/84, dan Rp 4.998,2 miliar pada tahun 1988/89. Pada tahun 1989/90, belanja pega-wai meningkat lagi menjadi Rp 6.201,5 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini terutama disebabkan ol&h kenaikan gaji yang dilakukan dua kali masing-masing se-besar 15% yang berlaku sejak April 1989 dan sebesar 10% yang berlaku sejak Januari 1990. Perkembangan belanja pegawai se-jak tahun 1968 sampai dengan tahun 1989/90 dapat dilihat pada Tabel IV-5.

Sementara itu, belanja barang juga menunjukkan perkemba-ngan yang semakin meningkat. Apabila pada tahun 1968, belanja barang baru mencapai Rp 29,1 miliar maka pada akhir Repe- lita I, II, III dan IV masing-masing rneningkat menjadi Rp 110,1 miliar, Rp 419,5 miliar, Rp 1.057,1 miliar dan Rp 1.491,6 miliar. Selanjutnya pada tahun 1989/90, belanja barang meningkat menjadi Rp 1.701,6 miliar atau naik 14,1% dari tahun sebelumnya.

Subsidi daerah otonom diberikan terutama untuk membiayai belanja pegawai di daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Dalam perkembangannya, realisasi subsidi daerah otonom meningkat sejalan dengan belanja pegawai pada umumnya. Apabila pada tahun 1968 subsidi daerah otonom baru mencapai Rp 25,5 miliar, maka pada akhir Repelita I, II, III dan IV masing-masing meningkat sebesar Rp 108,6 miliar,

161

Page 14: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 3PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM,

1968 - 1989/90(miliar rupiah)

1) Sebelum Repelita IV terdiri dari Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan, Menghitung Pajak Prang (MPO)Dan Pajak atas Dividen, Bunga dan Royalti (PDBR)

2) Sebelum tahun 1985/86 terdiri dari Pajak Penjualan dan Pajak Penjualan Impor3) Sebelum 1 Januari 1986, termasuk Pajak Kekayaan4) Sebelum 1 Januari 1986 hanya merupakan penerimaan Ipeda. Sejak pelaksanaan UU tentang PBB

(1 Januari 1986), Jumlah penerimaan ini menggantikan Ipeda dan Pajak Kekayaan162

Page 15: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

GRAFIK IV - 3PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM,

1968 - 1989/90

163

Page 16: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 4PENGELUARAN RUTIN,

1968 - 1989/90(miliar rupiah)

1) Sampai dengan akhir Repelita III terdiri dari subsidi untuk Irian JayaDan subsidi untuk daerah lainnya.

2) Termasuk subsidi BBM, kecuali pada tahun 1973/743) Termasuk subsidi pangan

164

Page 17: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

GRAFIK IV – 4PENGELUARAN RUTIN

1968 – 1989/90

165

Page 18: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV – 5BELANJA PEGAWAI,

1968 – 1989/90(miliar rupiah)

166

Page 19: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Rp 522,3 miliar, Rp 1.547,0 miliar dan Rp 3.037,7 miliar. Pada tahun 1989/90, realisasi subsidi daerah otonom meningkat menjadi Rp 3.566,4 miliar atau naik 17,4% dari tahun sebelum-nya. Peningkatan ini sejalan dengan kenaikan gaji yang dila-kukan dua kali dalam tahun 1989/90.

Pembayaran bunga dan cicilan hutang merupakan pos terbe-sar dalam pengeluaran rutin. Pada akhir Repelita I, II, III dan IV pembayaran hutang meningkat masing-masing menjadi Rp;70,7 miliar, Rp 534,5 miliar, Rp 2.102,6 miliar dan Rp 10.940,2 miliar. Meningkatnya jumlah pembayaran bunga dan cicilan hutang disebabkan meningkatnya jumlah hutang luar ne-geri yang jatuh tempo, naiknya suku bunga di pasar interna-sional dan sejak tahun 1985/86 terutama sekali didorong oleh adanya apresiasi tajam dari beberapa mata uang utama dunia. Pada tahun 1989/90, pembayaran bunga dan cicilan hutang me-ningkat menjadi Rp 11.789,9 miliar atau naik 8,5% dari tahun sebelumnya.

Sementara itu, belanja rutin lainnya pada tahun 1989/90 mercapai Rp 922,9 miliar atau naik 240,2% dari pengeluaran tahun sebelumnya. Komponen terbesar dari kelompok pengeluaran ini adalah subsidi BBM, yang berjumlah Rp 705,9 miliar untuk tahun 1989/90. Kenaikan subsidi BBM untuk tahun 1989/90 di-sebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah.

3. Dana Pembangunan dan Pengeluaran Pembangunan

Dalam upaya mendorong kegiatan pembangunan yang semakin meningkat di berbagai bidang diperlukan penyediaan dana yang makin besar untuk membiayainya. Sumber pembiayaan pembangunan tersebut berasal dari tabungan pemerintah dan bantuan luarnegeri.

Realisasi dana pembangunan dari Repelita I hingga akhir Repelita III menunjukkan peningkatan yang cepat. Pada tahun 1968 dana pembangunan baru mencapai Rp 57,9 miliar, dan selu-ruhnya berasal dari bantuan luar negeri. Pada akhir Repe- lita I, II dan III dana pembangunan meningkat menjadi masing-masing Rp 458,3 miliar, Rp 2.557,9 miliar dan Rp 9.903,3 miliar. Dalam Repelita IV dana pembangunan juga tetap meng-alami peningkatan, kecuali pada tahun ketiga Repelita IV (1986/87) yang menurun dengan 23,4%. Penurunan ini terjadi pada tabungan pemerintah yang disebabkan oleh merosotnya har-ga minyak di pasaran dunia serta meningkatnya beban pembayar-an hutang luar negeri sebagai akibat dari apresiasi kurs be-

167

Page 20: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

berapa mata uang utama dunia. Pada tahun 1989/90 dana pemba-ngunan meningkat menjadi Rp 13.838,0 miliar atau naik 12,9% dari tahun sebelumnya.

Dalam Repelita IV porsi bantuan luar negeri dalam dana pembangunan meningkat. Dana bantuan luar negeri menjadi sema-kin besar terutama sejak dimanfaatkannya bantuan khusus pada tahun 1986/87. Seperti sudah disinggung di muka, peningkatan bantuan luar negeri, terutama bantuan khusus tersebut diper-lukan untuk mengimbangi dampak dari 2 perkembangan, yaitu: (a) melonjaknya beban pembayaran kembali hutang dan (b) menu-runnya penerimaan negara sebagai akibat dari merosotnya harga minyak bumi. Bantuan khusus ini telah membantu mengatasi ke-sulitan yang dapat timbul di neraca pembayaran dan anggaran pendapatan dan belanja negara. Dengan memanfaatkan bantuan khusus, tingkat kegiatan pembangunan dapat dipertahankan dan sekaligus situasi neraca pembayaran dapat dikendalikan. Di samping itu, karena persyaratannya lunak, bantuan khusus juga membantu memperbaiki struktur hutang luar negeri ke arah yang lebih sehat. Dengan terus meningkatnya ekspor non migas dan penerimaan luar negeri di luar migas, terutama dari perpajak-an, beberapa tahun terakhir ini peranan bantuan khusus inimenurun. Perkembangan tabungan pemerintah, bantuan luar nege-ri dan dana pembangunan dari tahun 1968 sampai dengan tahun 1989/90 dapat dilihat pada Tabel IV-6 dan Grafik IV-S.

Dana pembangunan digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan dalam berbagai program pembangunan yang tersebar di berbagai sektor di daerah. Sesuai dengan prioritas yang ditetapkan dalam Repelita V, dalam tahun 1989/90 prioritas pengeluaran pembangunan diberikan kepada program-program pem-bangunan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia, operasi dan pengendalian serta program-program dalam rangkapengentasan kemiskinan.

Pengeluaran pembangunan untuk sektor perhubungan dan pa-riwisata, sebagai salah satu sektor prioritas, pada tahun 1989/90 mencapai Rp 3.006,0 miliar atau naik 49,5% dari tahun sebelumnya. Pengeluaran ini antara lain digunakan untuk pem-bangunan,.perbaikan maupun pemeliharaan prasarana perhubungan baik perhubungan darat, laut maupun udara, untuk pembangunan di sub sektor pos dan telekomunikasi serta untuk membiayai berbagai kegiatan di sub sektor pariwisata agar mampu memper-luas lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan devisa. Pada akhir Repelita I, II dan III, realisasi pengeluaran ini

168

Page 21: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV – 6PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN, TABUNGAN PEMERINTAH

DAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI1968 – 1989/90(miliar rupiah)

1) Terhadap jumlah dana pembangunan

169

169

Page 22: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

GRAFIK IV - 5

PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN, TABUNGAN PEMERINTAHDAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI,

1968 - 1989/90

170

Page 23: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

masing-masing sebesar Rp 79,4 miliar, Rp 413,2 miliar dan Rp 1.527,7 miliar.

Pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan pengairan pada tahun 1989/90 mencapai Rp 2.049,4 miliar atau naik 27,0% dari tahun sebelumnya. Pengeluaran ini digunakan antara lain untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, perikanan dan pe-ternakan sejalan dengan upaya penganekaragaman produksi per-tanian, peningkatan ekspor di luar migas, perluasan kesempatan kerja serta peningkatan pendapatan petani. Di samping itu pengeluaran ini juga digunakan untuk membiayai pembangun- an dan perbaikan irigasi. Pada akhir Repelita I, II dan III,rOalisasi pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian dan pgngairan masing-masing sebesar Rp 98,1 miliar, Rp 450,3 mi-liar dan Rp 912,9 miliar.

Pengeluaran pembangunan sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam tahun 1989/90 mencapai Rp 1.506,6 miliar atau turun 6,2% dari tahun sebelumnya. Pengeluaran ini digunakan untuk membiayai berbagai program pendidikan di berbagai jenjangbaik berupa pembangunan sarana maupun prasarana pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu dan perluasan kesempatan mem-peroleh pendidikan. Adapun pengeluaran untuk akhir Repe- lita I, II dan III masing-masing sebesar Rp 36,9 miliar, Rp 251,1 miliar dan Rp 1.032,1 miliar.

Pengeluaran pembangunan sektor pertambangan dan energi pada tahun 1989/90 mencapai Rp 1.417,3 miliar atau turun 31,6% dari tahun sebelumnya. Pengeluaran ini digunakan untukmembiayai pembangunan di sub sektor energi berupa penambahan jaringan tegangan menengah, rendah dan pembangunan gardu di seluruh Indonesia serta diversifikasi sumber-sumber energidan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan pertambang-an. Pada akhir Repelita I, II dan III, realisasi pengeluaran ini masing-masing berjumlah Rp 45,1 miliar, Rp 319,4 miliar dari Rp 2.299,7 miliar.

Salah satu sektor prioritas dalam pembangunan adalah sektor pembangunan daerah, desa dan kota. Karena pentingnya bagi pemerataan antar daerah, dana yang disediakan untuk sek-tor ini diupayakan untuk selalu meningkat setiap tahunnya. Bahkan dalam keadaan yang sulit seperti yang dialami dalam tiga tahun terakhir periode Repelita IV dana yang disediakan untuk sektor ini tetap diamankan. Pengeluaran pembangunan un-tuk sektor ini (di luar bantuan proyek) rata-rata meningkat

171

Page 24: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

dengan 8,0% per tahun dibandingkan dengan total pengeluaran pembangunan di luar bantuan proyek yang menurun dengan rata-rata 6,5% per tahun. Pada tahun 1989/90, pengeluaran pemba-ngunan bagi sektor ini mencapai Rp 1.369,3 miliar atau me-ningkat 20,4% dari tahun sebelumnya. Dalam tahun pertama Re-pelita V ini pembiayaan untuk berbagai program bantuan Inpres sangat ditingkatkan. Pengeluaran untuk sektor pembangunan daerah, desa dan kota pada akhir Repelita I, 11 dan III ma-sing-masing sebesar Rp 69,8 miliar, Rp 275,1 miliar dan Rp 748,7 miliar. Pengeluaran pembangunan termasuk bantuan proyek menurut sektor dan sub sektor dapat dilihat pada Tabel IV-7.

Pengeluaran pembangunan terdiri dari pengeluaran pemba-ngunan di luar bantuan. proyek dan pengeluaran pembangunan bantuan proyek. Di luar bantuan proyek, pengeluaran pemba-ngunan dapat dikelompokkan atas dasar jenis pembiayaannya. Perkembangan pengeluaran pembangunan di luar bantuan proyek yang terdiri dari pembiayaan departemen/lembaga, pembiayaan pembangunan bagi daerah dan pembiayaan lainnya dapat dilihat pada Tabel IV-8.

Realisasi pembiayaan departemen/lembaga dalam tahun 1989/90 mencapai Rp 2.508,8 miliar atau naik 34,8% dari tahun sebelumnya. Pengeluaran ini antara lain digunakan untuk mem-biayai pembangunan sektor yang menjadi tanggung jawab dari masing-masing departemen/lembaga yang bersangkutan. Adapun realisasi pembiayaan departemen/lembaga pada akhir Repe- lita I, II dan III masing-masing sebesar Rp 167,3 miliar, Rp 851,0 miliar dan Rp 3.219,6 miliar.

Sementara itu, realisasi pembiayaan pembangunan bagi daerah dalam tahun 1989/90 meningkat menjadi Rp 1.720,1 mi-liar atau naik 15,8% dari tahun sebelumnya. Jumlah ini juga merupakan peningkatan dari realisasi pada akhir Repelita I, II dan III masing-masing sebesar Rp 85,7 miliar, Rp 431,1 mi-liar dan Rp 1.447,5 miliar. Pembiayaan pembangunan bagi dae-rah terdiri dari bantuan pembangunan desa, bantuan pembangun-an kabupaten/kotamadya, bantuan pembangunan daerah tingkat I, bantuan pembangunan sekolah dasar, bantuan pembangunan kese-hatan/puskesmas, bantuan pembangunan dan pemugaran pasar, bantuan penghijauan, bantuan peningkatan jalan dan jembatan kabupaten/kodya, bantuan peningkatan jalan dan jembatan pro-pinsi dan bantuan bagi daerah dari hasil pemungutan pajakbumi dan bangunan.

172

Page 25: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

PFNGELUARAN PEMBANGUNAN MENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR,1968 - 1989/90(miliar rupiah)

1973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90No. Sektor dan Sub Sektor 1968 (Akhir (Akhir (Akhir (Akhir (Tahun

Repe l i t a I) Repelita II) Repelita III) Repel ita IV) Repe l i t a V)

1. SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN .. 9 8 , 1 450,3 912,9 1 . 61 4 , 0 2 .049,4

Sub Sek tor Per tan ian (..) (..) (186,7) (639,7) (1 .087,5) (1 .54d,9)Sub Sektor Pengairan (..) (..) (2b3,6) (273,2) (26 , 5 ) (504,5)

2 . SEKTOR INDUSTRI .. 33,3 1) 157,4 512,9 446,8399,8

Sub Sek tor Indus t r i (..) (..) (157,4) (512,9) (446,8)(399,8)

3. SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI 45 , 1 319,4 2.299,7 2 .073,4 1 . 4 1 7 , 3

Sub Sektor Pertambangan (..) (..) (47,6) (1 .640,2) ( 115 ,1 ) (20,6)Sub Sektor Energi (..) (45 ,1) (271,8) (659,5) (1 .955,3) (1 .396,7)

4. SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA .. 79,4 413,2 1 .527 ,7 2 .010,5 3 .006,0

Sub Sektor Prasarana Jalan (..) (..) (..) (469,1) (1 .046,9) (1 .359,5)Sub Sektor Perhubungan Darat (..) (..) (..) (573,9) (247,5) (561,9)Sub Sektor Perhubungan Laut (..) (..) (409,9)5 ) (309,0) (243,3) (295,4)Sub Sektor Perhubungan Udara (..) (..) (..) (126,0) (353,7) (557,3)Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi (..) (..) (33,1) (353,7) (223,8)Sub Sektor Par iwi sa ta (..) (..) (3,3) (16 ,6) ( 2 6 , 0 ) (8,1)

5. SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI .. 0,3 1 2 , 4 198 ,8 314,6 414,5

Sub Sektor Perdagangan (..) (..) (8,8) (158,2) (192,5) (291,2)Sub Sektor Koperasi (..) (..) (3,6) ( 40 ,6 ) (122,1) (123,3)

6. SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI .. 0,3 94,7 456,4 265,8 281,2Sub Sektor Tenaga Kerja (..) (..) (11,2) (57,8) ( 52 ,8 ) (75 ,5 )Sub Sektor Transuigrasi (..) (..) (83,5) (398,6) (213,0) (205,7)

7. SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH, DESADAN KOTA .. 69 ,8 275,1 748,7 1 . 1 3 7 , 4 1.369,3

Sub Sektor Pembangunan Daerah,Desa dan Kota (..) (69,8) (275,1) (748,7) (1 .137 ,4 ) (1 .369,3)

173

Page 26: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

(Lanjutan Tabel IV – 7)

174

Page 27: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

(Lanjutan Tabel IV - 7)

Page 28: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

No. Sektor dan Sub Sektor 19681973/74

(Akhir Repelita II)

1978/79(Akhir

Repelita II)

1983/84(Akhir

Repelita III)

1988/89 (Akhir

Repelita IV)

1989/90 (Tahun Pertama

Repel ita V)

15. SEKTOR ILMU PENGEfAHUAN, TEKNOLOGIDAN PENELITIAN . . 22,4 42,4 302,6 720,8 333,5

Sub Sektor Pengembangan IlmuPengetahuan dan Teknologi (..) (..) (14,2) (170,1) (113,3) (205,4)

Sub Sek tor Penel i t ian (..) (..) (28,2) (132,5) (607,5) (128,1)

16. SEKTOR APARATUR PEMERINTAH .. 54,2 316,6 151,2 163,8

Sub Sektor Aparatur Pemerintah (..) (..) (54,2) (316,6) (151,2) (163,8)17. SEKTOR PENGEMBANGAN DUNIA USAHA .. 40 ,8 161,E 233,9 237,9 624,9

Sub Sektor Pengembangan AmiaUsaha (..) (40,8) (161,6) (233,9) (237,9) (624,9)

18. SEKTOR' SUMBER ALAM DAN LINGKUNGANHIDUP . . 11) 193,2 225,2 473,6

Sub Sektor Sumber Alam dan Ling-kungan Hidup (..) (..) (..) (193,2) (225,2) (473,6)

Jumlah 57,9 450,9 2.SS5,6 9.899 ,2 12 .250 ,8 13 .834,3

1) Termasuk Sub Sektor Pertambangan2) Terdiri atas Sub Sektor Kesehatan dan Keluarga Berencana. 3) Termasuk Kesejahteraan Sosial4) Meliputi Sektor 5-12 dan 14 s/d 16 dan bantuan proyek untuk sektor 6, 7, 8, 13, dan 17.5) Penjumlahan dari Sub Sektor Prasarana Jalan, Perhubungan Darat, Perhubungan Laut,

Perhubungan Udara serta Pos dan Telekomunikasi.6) Termasuk Kepercayaan Terhadap'Tuhan Yang Maha Esa.7) Tidak termasuk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 8) Tidak termasuk Peranan Wanita 9 ) Kese j ah te raan Sos i a l s a ja

10) Keluarga Berencana11) Jumlah wtuk Sektor/Sub Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dimasukkan di dalam Sub Sektor Pertanian, Sub Sektor

Pengairan dan Sub Sektor Pos dan Telekomwikasi .

175

Page 29: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang
Page 30: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 8PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI LUAR BANTUAN PROYEK,

1968 - 1989/90(miliar rupiah)

176

Page 31: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Dalam tahun 1989/90 bantuan pembangunan desa berjumlah Rp 112,0 miliar atau sama dengan realisasi tahun sebelumnya. Selain terdiri atas bantuan desa sebesar Rp 1,2 juta per desa, jumlah ini juga mencakup bantuan Pembinaan Kesejahteraan Ke-luatga (PKK) sebesar Rp 300 ribu untuk setiap desa.

Bantuan pembangunan kabupaten/kotamadya dalam tahun 1980/90 mencapai Rp 270,0 miliar, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Bantuan tersebut tetap didasarkan atas per-hitungan Rp 1.450 per jiwa, dan untuk daerah yang jarang pen-duduknya ditetapkan jumlah minimum sebesar Rp 170 juta setiap kabupaten. Bantuan ini digunakan antara lain untuk membangun berbagai proyek prasarana perhubungan dan produksi serta proyek-proyek lain dalam lingkungan daerah tingkat II yang ber$angkutan.

Bantuan pembangunan daerah tingkat I tetap didasarkan atas bantuan minimum bagi setiap propinsi, yaitu sebesar Rp 12,0 miliar. Dalam tahun 1989/90, jumlah bantuan ini mencapai Rp 324,0 miliar atau turun 3,1% dari realisasi tahun sebelumnya. Bantuan ini digunakan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan dalam lingkup daerah tingkat I yang ber-sangkutan.

Dalam tahun 1989/90 bantuan pembangunan sekolah dasar turun menjadi Rp 100,0 miliar dibanding jumlah tahun sebelum-nya sebesar Rp 130,5 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh semakin terpenuhinya kebutuhan akan prasarana sekolah dasar di beberapa daerah. Pembangunan SD baru diutamakan bagi dae-rah-daerah transmigrasi dan daerah-daerah terpencil.

Selanjutnya bantuan pembangunan kesehatan/puskesmas me-ningkat menjadi Rp 122,2 miliar atau naik 23,9% dari, tahun sebelumnya. Bantuan ini digunakan untuk meningkatkan kemampu-an pembiayaan pembangunan dan rehabilitasi puskesmas dan pus-kesmas pembantu, rumah dokter serta penyediaan obat-obatan, air bersih dan pelatihan bagi tenaga medis dan paramedis.

Bantuan pembangunan dan pemugaran pasar serta bantuan penghijauan dalam tahun 1989/90 masing-masing tetap berjumlah Rp 3,0 miliar. Bantuan pembangunan dan pemugaran pasar digu-nakan untuk membantu pemerintah daerah dalam penyediaan tem-pat-tempat berjualan dengan sewa yang terjangkau oleh peda-gang kecil golongan ekonomi lemah yang umumnya berpenghasilan rendah. Sedangkan bantuan penghijauan diberikan untuk mening-katkan pengelolaan sumber-sumber daya alam khususnya di daerah

177

Page 32: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

kritis serta untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ling-kungan hidup.

Dalam rangka upaya lebih meningkatkan kegiatan ekonomi di daerah melalui peningkatan kelancaran arus pengangkutan dan distribusi, maka dalam tahun 1989/90 realisasi bantuan peningkatan jalan dan jembatan kabupaten/kodya meningkat men-jadi Rp 225,0 miliar atau naik 25,00 dari tahun sebelumnya. Untuk mendukung upaya meningkatkan kelancaran arus distribusi barang di daerah, diberikan pula bantuan peningkatan jalan dan jembatan propinsi, yang dalam tahun 1989/90 disediakan sebesar Rp 69,5 miliar.

Sejalan dengan meningkatnya upaya pemungutan pajak bumi dan bangunan, jumlah bantuan yang diterima oleh daerah dari sumber ini meningkat menjadi Rp 478,2 miliar atau naik 39,2% dari tahun sebelumnya. Jumlah ini merupakan bagian dari pene-rimaan pajak bumi dan bangunan setelah dikurangi oleh bagian pemerintah pusat dan biaya pemungutan.

Sementara itu pengeluaran pembiayaan lainnya, yang ter-diri dari subsidi pupuk, penyertaan modal pemerintah dan lain-lain pengeluaran pembangunan, dalam tahun 1989/90 me-ningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pu-puk yang meningkat menjadi Rp 277,8 miliar atau naik 38,9%dari tahun sebelumnya.

Selanjutnya pembiayaan lainnya dalam bentuk penyertaan modal pemerintah meningkat menjadi Rp 140,8 miliar atau naik 12,6% dari tahun sebelumnya. Pembiayaan ini diberikan dalam rangka meningkatkan laju pembangunan, khususnya BUMN, melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas berbagai perusahaan negara.

Sementara itu, realisasi pengeluaran pembiayaan lainnya dalam bentuk lain-lain meningkat menjadi Rp 764,7 miliar atau naik 21,6% dari tahun sebelumnya. Pengeluaran ini antara lain digunakan untuk membiayai berbagai program yang bersifat khusus yang tidak tertampung dalam pembiayaan departemen dan pembiayaan pembangunan daerah seperti sertifikat ekspor, proyek keluarga berencana dan kependudukan, dana tanaman ekspor/ PIR, prasarana bis kota, proyek air minum daerah, pengembang-an statistik dan sensus, monitoring proyek serta pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup. Rincian realisasi penge-luaran pembangunan di luar bantuan proyek dan realisasi

1 7 8

Page 33: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

bantuan proyek menurut alokasi sektoral, dapat diikuti pada Tabel IV-9 dan Tabel IV-10.

C. PERKEMBANGAN MONETER

1. Kebijaksanaan Moneter

Keadaaan moneter di Indonesia sebelum program stabilisa-si bulan Oktober 1966 sangat memprihatinkan. Hal ini tercer-min dari tingginya laju inflasi serta tidak mampunya sektor perbankan untuk menjalankan fungsinya, baik dalam pengerahanmaupun penyaluran dana. Dengan program stabilisasi yang dimulai sejak Oktober 1966, baik yang meliputi kebijaksanaan anggaran berimbang dan pengendalian moneter yang ketat maupun kebijaksanaan pemenuhan kebutuhan bahan pokok, maka secara beraogsur-angsur laju inflasi dapat diturunkan, laju pertum-buhah ekonomi dapat ditingkatkan dan posisi neraca pembayaran dapat diperbaiki.

Dalam Repelita I kebijaksanaan moneter terutama diarah-kan untuk memantapkan stabilitas ekonomi yang telah berhasil dicapai. Di samping itu dilaksanakan pula program penyediaan kredit jangka menengah untuk mendorong kegiatan dunia usaha.

Dalam Repelita II kebijaksanaan moneter diarahkan untuk lebih memantapkan stabilitas ekonomi, mendorong pertumbuhan dan mendukung pemerataan pembangunan. Salah satu kebijaksana-an penting yang diambil adalah kebijaksanaan 9 April 1974 yang,meliputi penetapan batas tertinggi (pagu) kredit, pe-ningkatan suku bunga secara selektif dan pengetatan batas pe-masukan dana luar negeri. Selanjutnya pada tanggal 28 Desem-ber 1974 diambil kebijaksanaan untuk menurunkan suku bungakredit jangka pendek, khususnya kredit ekspor, produksi dan. perdagangan dalam negeri, dan suku bunga deposito berjangka. Dalam rangka membantu pengusaha golongan ekonomi lemah, dise-diakan fasilitas Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan jenis kredit lainnya.

Menjelang akhir Repelita III, yaitu pada tanggal 1 Juni 1983, diambil kebijaksanaan moneter yang sangat mendasar. Me-lalui kebijaksanaan ini penetapan pagu atas kredit dan aktiva lainnya dihapuskan dan untuk selanjutnya pengendalian moneter lebih mengandalkan pada alat pengendali tidak langsung seper-ti penetapan cadangan wajib, operasi pasar terbuka dan penye-diaan fasilitas diskonto. Selain itu, ketergantungan pendana

179

Page 34: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

1973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90

No. Sektor dan Sub Sektor 1968 (Akhir Repe l i t a I)

(Akhir Repelita II)

(Akhir Repelita III)

(AkhirRepelita IV)

(Tahun Pertama Repelita V)

1. SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN .. 79,5 315,1 757,7 526,8 704,8

Sub Sektor Per tanian (. .) (. .) (131,7) (532,1) (404,3) (536,3)

Sub Sektor Pengairan (. .) (. .) (183,4) (zzs ,6 ) (122,s) (168,5)

2 SEKTOR INDUSTRI 4,6 1) 3,6 266,8 232,0 175,9

Sub Sektor Industr i (. .) (. .) (3,6) (266,8) (232,0) (175,9)

3. SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI(. .) 17,6 66,4 313,1 177,4 132,7

Sub Sektor Pertambangan (. .) (. .) (2,4) (41,2) (5,5) (5,0)Sub Sektor Energi (. .) (17,6) (64,0) (271,9) (171,9) (127,7)

4. SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA(. .) 51 ,1 163,5 638,6 586,4 832,5

Sub Sektor Prasarana Jalan (. .) (. .) (. .) (305,4) (327,2) (602,0)

Sub Sektor Perhubungan Darat (.. ) (. .) (. .) (79,6) (57,3) (70,0)Sub Sektor Perhubungan Laut (. .) (. .) (129,5) (46,5) (34,6)Sub Sektor Perhubungan Udara (. .) (. .) (. .) (101,5) (146,9) (111,0)Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi (. .) (. .) (. .) (6,6) (2,6) (6,8)Sub Sek to r Pa r iwi sa t a . (. .) (16,0) (5,9) (8,1)

5. SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI .. .. 11,1 180,1 178,9 281,1

(. .) (. .) (8,8) (158,2) (169,6) (267,6)

Sub Sektor Koperasi (. .) (. .) (2,3) (21,9) (9,3) (13,5)

6. SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI0,3 83 ,1 411,2 167,9 198,7

Sub Sektor Tenaga Rerja (. .) (. .) (8,0) (57,8) (22,8) (29,3)

Sub Sektor Transmigrasi (. .) (. .) (75,1) (353,4) (145,1) (169,4)

7. SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH, DESADAN KOTA

Sub Sektor Pembangunan Daerah,

.. 69 ,8 267,2 741,9 1 . 0 92 ,1 1.248 ,9

Desa dan Kota (. .) (69,8) (267,2) (741,9) (1.092,1) (1.248,9)

180

TABEL IV – 9

REALISASI PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI LUAR BANTUAN PROYEKMENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR,

(miliar rupiah)

Page 35: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

(Lanjutan Tabel IV - 9)

T973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90Sektor dan Sub Sektor 1968 (Akhir

Repelita I)(Akhir

Repelita II)(Akh ir

Repelita III)(Akhir

Repelita IV)(Tahun Pertama Repelita V)

8. SEKTOR AGAMA ..

0,6 7,56) 54,0 16,2 24,0

Sub Sektor Agama (. .) (0,6) (7,5) (54,0) (16,2) (24,0)

9. SEKTOR PENDIDIKAN, GENERASI MUDA,KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCA-YAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

Sub Sektor Pendidikan Umum dan

.. 35,4 215,8 1.003 ,7 369,7 421,4

Generasi Muda (. .) (. .) (191,5) (923,0) (320,6) (372,2)Sub Sektor Pendidikan KedinasanSub Sektor Kebudayaan Nasional dan

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

(. .) (. .) (15,6) (60,7) (37,3) (40,4)

Maha Esa (. .) (. .) (8,7)7)

(20,0) (11,8 (8,8)

10. SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAANSOSIAL, PERANAN WANITA, KEPEN-DUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA .. 7,5 2) 57,78) 241,8 239,7 292,6

Sub Sektor KesehatanSub Sektor Kesejahteraan Sosial (. .) (. .) -(41,0) (150,4) (158,1) (172,5)

dan Peranan WanitaSub Sektor Kependudukan dan Ke

(. .) (. .) (5,7)9) (42,7) (1a,5) (19,3)

luarga Berencana (. .) 2 (11,0)10) (48,7) (67,1) (100,8)

11. SEKTOR PERTAHANAN RAKYAT DAN PEMUKIMAN

Sub Sektor Perumahan Rakyat dan

.. 5,8 3) 37,3 169,7 81,5 143,7

Pemukiman (. .) (. .) (37,3) (169,7) (81,5) (143,7)

12. SEKTOR HUKUM .. . . 11,1 56,6 26,8 25,1

Sub Sektor Hukum (. .) (. .) (11,1) (56,6) (26,8) (25,1)13. SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN

NASIONAL

Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan

.. 7,2 108,8 505,9 175,0 216,2

Nasional (. .) (7,2) (108,8) (505,9) (175,0) (216,2)14. SEKTOR PFNERANGAN, PERS DAN KOMU

NIKASI SOSIAL

Sub Sektor Penerangan, Pers dan

.. .. 7,0 27,5 14,0 22,6

Komunikasi Sosial (. .) (. .) (7,0) (27,5) (14,0) (22,6)

181

Page 36: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

(Lanjutan Tabel IV – 9)

1. Termasuk Sub Sektor Pertambangan2. Terdiri atas Sub Sektor Kesehatan dan Keluarga Berencana.3. Termasuk Kesehteraan Sosial4. Meliputi Sektor 5, 12 dan 14 s/d 165. Penjumlahan dari Sub Sektor Prasarana Jalan, Perhubungan Darat, Perhubungan Laut,

Perhubungan Udara serta Pos dan Telekomunikasi6. Termasuk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.7. Tidak termasuk Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa.8. Tidak termasuk Peranan Wanita9. Kesejahteraan Sosial saja10. Keluarga Sosial saja11. Jumlah untuk Sektor/Sub Sektor Alam dan Lingkungan Hidup dimasukkan di dalam Sub Sektor Pertanian,

Sub Sektor Pengairan dan Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi.

182

Page 37: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

'TABEL IV - 10

REALISASI BANTUAN PROYEK MENUTUT SEKTOR DAN SUB SEKTO1968 - 1989/90(miliar rupiah)

1973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90

No. Sektor dan Sub Sektor 1968 (Akhir (Akhir (Akhir (Akhir (TahunRepe l i t a I ) Repe l i t a II) Repe l i t aIII) Repel itaIV) Repelita V)

1. SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN 18,6 135,2 155,2 1 .087,2 1 .344,6Sub Sektor Per tanian (. .) (..) (55,0) (107,6)

(683,2) (1 .008,6)Sub Sektor Pengairan (..) (..) (80,2) (47,6) (404,0) (336,0)

2 . SEKTOR INDUSIRI 28,7 1) 153,8 246,1 214,8 223,9Sub Sektor Industr i (..) (..) (153,8) (246,1) (214,8) (223,9)

3. SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI 27,5 253,0 1.986 ,6 1.896,0 1 .284,6

Sub Sektor Pertambangan (..) (..) (45,2) (1.599,0) (112,6) (15,6)Sub Sektor Energi (..) (27,5) (207,8) (387,6) (1.783,4) (1 .269,0)

4. SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA 28,3 249,7 889,1 1 .424,1 2 .173,5

Sub Sektor Prasarana Jalan (..) (..) (..) (163,7) (719,7) (757,5)Sub Sektor Perhubungan Darat (. .) (..) (..) (494,3) (190,2) (491,9)Sub Sektor Perhubungan Laut (. .) (..) (247,0) 5) (179,5) (196„8) (260,8)Sub Sektor Perhubungan Udara (..) (24,5) (206,8) (446,3)Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi (. .) (..) (..) (26,5) (90,5). (217,0)Sub Sektor Par iwisata (. .) ( -) (2,7) (0,6) (20,1) (0,0)

5. SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI .. 1,3 18 ,7 135,7 133,4

Sub Sektor Perdagangan (..) ( .. ) ( - ) ( - )(22,9) (23,6)

Sub Sektor Koperasi (..) (..) (1,3) (18,7) (112,8) (109,8)

6. SEKTOR TENAGA KERA DAN TRANSMIGRASI .- 11,6 45,2 97,9 82,5

Sub Sektor Tenaga Kerja (. .) (..)(3,2) ( -) (30,0) (46,2)

Sub Sektor Transmigrasi (..) (. .) (8,4) (45,2) (67,9) (36,3)

7. SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH,DESA DAN KOTA 7,9 6,8 45,3 120,5

Sub Sektor PembangunanDaerah, Desa dan Kota (..) (. .) (7,9) (6,8) (45,3) (120,5)

183

183

Page 38: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

1973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90No. Sektor dan Sub Sektor 1968 (Akhir

Repelita I)(Akh ir

Repelita II) (Akhir

Repelita III)(Akh ir

Repelita IV)(Tahun Pertama

Repelita V)

8. SEKTOR AGAMA .. .. .. (- ) 1,5 0,9

9.

Sub Sektor Agama

SEKTOR PENDIDIKAN GENERASIMUDA, KEBUDAYAAN DAN KEPERCAYAAN

(..) (..) ( - ) ( .. ) (1,5) (0,9)

TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

Sub Sektor Pendidikan Umum

.. 1,5 35,3 28,4 1.236,3 1.085 ,2

dan Generasi Muda (..) (..) (34,8) (21,6) (1.159,8) (970,2)Sub Sektor Pendidikan KedinasanSub Sektor Kebudayaan Nasional

dan Kepercayaan Terhadap Tuhan

(..) (..) (0,2) (6,8) (76,5) (115,0)

Yang Maha Esa (..) (..) (0,3) 6) ( - ) ( - ) ( - )

10. SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAANS0SIAL, PERANAN WANITA, KEPENDU-DUKAN DAN KELUARGA BERENCANA .. 1,0 2) 21,7 7) 36,9 99,4 177,3

Sub Sektor KesehatanSub Sektor Kesejahteraan Sosial

(..) (.:).. (15,8) (3,9) (51,2) (141,2)

dan Peranan WanitaSub Sektor Kependudukan dan

(..) (..) ( - ) ( - ) (3,8) (0,9)

Keluarga Berencana (..) (..) (5,9)7) (33,0) (44,4) (35,2)

11. SEKTOR PERTAHANAN RAKYAT DANPEMUKIMAN

Sub Sektor Perunahan Rakyat

.. 2,7 3) 18,3 51,2 399,8 350,9

dan Pemukiman (. .) (..) (18,3) (51,2) (399,8) (350,9)

12. SEKTOR HUKUM .. .. . . .. 0,3 -

Sub Sektor Hukum (. .) (..) ( .. ) ( .. ) (0,3) ( - )

13. SEKTOR PERTAHAHAN DANKEAMANAN NASIONAL

Sub Sektor Pertahanan dan

.. .. 50,6 20,1 380,0 503,9

Keamanan Nasional (. .) (..) (50,6) (20,1) (380,0) (503,9)

14. SEKTOR PENERANGAN, PERSDAN KOMUNIKASI SOSIAL

Sub Sektor Penerangan dan

.. .. 3,8 .. 13,0 37,1

Komun ikasi Sos ia l (--) (..) (3,8) ( .. ) (13,0) (37,1)

184

Page 39: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang
Page 40: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

(lanjutan Tabel IV – 10)

1) Termasuk Sub Sektor Pertambangan2) Terdir i dar i Sub Sektor Kesehatan dan Keluarga Derencana. 3) Termasuk Kesejahteraan Sosial 4) Meliputi Sektor 5 s/d 8 dan Sektor 12 s/d 17.5) Penjumlahan dari Sub Sektor Prasarana Jalan, Perhubungan Darat, Perhubungan Laut

Perhubungan Udara serta Pos dan Telekomunikasi.6) Tidak termasuk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 7) Tidak termasuk Peranan Wanita 8) Angka diperbaiki

185

185

Page 41: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

an pada bank sentral makin dikurangi, baik melalui pengurang-an macam maupun pertumbuhan kredit likuiditas. Sejak itu per-bankan diberi kebebasan lebih besar dalam penetapan suku bunga, baik untuk deposito maupun kredit, kecuali suku bunga kredit untuk beberapa sektor berprioritas tinggi. Kebijaksa-naan 1 Juni 1983 merupakan langkah awal dari kebijaksanaan deregulasi di bidang moneter yang ditujukan untuk meningkat-kan efisiensi dan kemampuan sektor perbankan serta lembaga keuangan lainnya, agar sektor ini menjadi lebih mampu mening-katkan peranan dalam pengerahan dana masyarakat bagi pemba-ngunan.

Dalam rangka meningkatkan pengendalian moneter secara tidak langsung, sejak Pebruari 1984 diterbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan disediakan fasilitas diskonto bagi bank-bank. SBI, selain berfungsi sebagai alat pengendali mo-neter, juga dapat digunakan oleh perbankan sebagai sarana pe-nanaman dana jangka pendek. Sementara itu, Bank Indonesia membuka fasilitas diskonto untuk menunjang perbankan dalam memperlancar perputaran dana dan mengelola likuiditasnya.

Dalam bulan Pebruari 1985 dikeluarkan ketentuan tentang penerbitan dan perdagangan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Selain ditujukan untuk meningkatkan pengendalian moneter ti-dak langsung, SBPU juga ditujukan untuk mendorong perkembang-an pasar uang yang sehat, termasuk penciptaan pasar sekunder untuk surat berharga jangka pendek. Untuk lebih menyempurna-kan operasi pasar terbuka, selanjutnya dilakukan perpanjangan jangka Waktu masa berlaku SBI dan SBPU, penurunan denominasi SBPU dan penyempurnaan tata cara perdagangan SBI dan SBPU. Sejak Juli 1987, transaksi penjualan SBI dan SBPU dilakukan secara lelang sehingga suku bunga yang terjadi lebih mencer-minkan situasi pasar yang sebenarnya.

Dalam kurun waktu Repelita IV, salah satu kebijaksanaan moneter yang sangat penting adalah Paket Kebijaksanaan 27 Ok-tober 1988. Paket kebijaksanaan tersebut ditujukan untuk me-ningkatkan pengerahan dana masyarakat, mendorong ekspor non migas, meningkatkan efisiensi perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainnya, =meningkatkan kemampuan peng6ndalian pelak-sanaan kebijaksanaan moneter dan mendorong iklim pengembangan pasar modal.

Dalam rangka meningkatkan pengerahan dana masyarakat, langkah-langkah yang diambil adalah dengan mempermudah per-luasan jaringan perbankan, dan pendirian bank-bank baru dan

186

Page 42: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

dalam peningkatan diversifikasi sarana pengerahan dana. Upaya tersebut mencakup antara lain pemberian kemudahan pembukaan kantor bank, pemberian izin pembukaan kantor cabang LKBB di liiar Jakarta, pemberian kemudahan dalam pendirian bank swasta baru dan bank perkreditan rakyat, pemberian izin penerbitan sertifikat deposito bagi lembaga keuangan bukan bank dan per-luasan penyelenggaraan tabungan bagi semua bank dan diversi-fikasi sarana pengerahan dana lainnya.

Dalam rangka meningkatkan ekspor non migas, bank-bank yang telah memenuhi persyaratan tertentu, diberikan kemudahan untuk menjadi bank devisa. Di samping itu, diberikan pula ke-sempatan untuk mendirikan bank campuran baru antara satu atau lebih bank nasional dengan satu atau lebih bank asing di luar negeri serta kemudahan bagi bank asing untuk membuka kantorcabang pembantu di beberapa kota besar tertentu yang merupa-katr daerah potensial bagi ekspor non migas. Sementara itu un-tuk meningkatkan rasa aman dan merangsang pemasukan modal dan dana luar negeri, mekanisme swap disempurnakan dengan memper-palhjang jangka waktu swap dari maksimal enam bulan menjadi maksimal tiga tahun dan mendasarkan premi swap pada keadaan pasar yaitu perbedaan antara rata-rata suku bunga deposito dalam negeri dan LIBOR.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi perbankan dan lembaga keuangan, telah pula diciptakan iklim usaha yang lebih mendorong timbulnya persaingan yang sehat. Upaya yang dilaku-kan antara lain adalah memberi kelonggaran kepada BUMN dan BUMD bukan bank untuk menempatkan dana pada bank swasta dan lembaga keuangan bukan bank dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, memberi kemudahan dalam membuka cabang dan mendi-rikan bank baru, serta memberlakukan batas maksimum pemberian kredit kepada debitur dan debitur grup, pemegang saham, di-reksi dan para pegawai.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan pengendalian mone-ter, likuiditas wajib minimum diturunkan serta sistem operasi pasar terbuka disempurnakan. Dalam rangka mendorong pengem-bangan pasar modal, pendapatan atas bunga deposito dikenakan pajak penghasilan.

Pada tanggal 25 Maret 1989 dikeluarkan paket kebijaksa-naan yang berisi ketentuan lanjutan dari Paket 27 Oktober. Paket ini berisi ketentuan tentang peleburan dan penggabungan usaha bank, penyempurnaan ketentuan pendirian usaha BPR, pe-milikan modal bank campuran, penjelasan mengenai kredit ekspor

187

Page 43: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

dan batas maksimum pemberian kredit. Di samping itu diatur pula pemeliharaan cadangan wajib minimum baik dalam rupiah maupun valuta asing, posisi devisa neto bank devisa dan LKBB serta penggunaan tenaga kerja asing. Lebih lanjut, juga di-perjelas ketentuan tentang lembaga penunjangan pasar modal dan bentuk pengawasan dan pembinaan LKBB.

Sementara itu, peranan pasar modal dalam pembiayaan pem-bangunan semakin ditingkatkan antara lain melalui Paket Kebi-jaksanaan 24 Desember 1987. Dalam Paket ini batas maksimum fluktuasi harga saham dihapuskan, kemudahan diberikan atas emisi dan perdagangan efek, sedangkan peranan lembaga penun-jang pasar modal ditingkatkan. Dalam pada itu, untuk lebih mendorong penanaman modal asing, jangka waktu penyertaan saham nasional lebih diperpanjang. Paket 24 Desember 1987 tersebut antara lain juga menampung kebutuhan dana bagi perusahaan baru dan kebutuhan perusahaan sedang dan kecil dengan persyaratan emisi yang lebih disederhanakan dan diperingan. Selain itu untuk meningkatkan volume efek yang diperdagangkan serta mendorong pemasukan modal dari luar negeri, pemodal asing diberi kesempatan untuk ikut dalam perdagangan efek di bursa paralel, tetapi kepemilikannya dibatasi sampai 49% dari jumlah emisi.

Paket Kebijaksanaan Desember 1987 kemudian diikuti oleh Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 yang ditujukan untuk me-ningkatkan lebih lanjut pengerahan dana masyarakat melalui penyempurnaan iklim pengembangan pasar modal, lembaga pembia- yaan dan asuransi.

Langkah-langkah yang diambil meliputi pemberian kesem-patan lebih luas kepada swasta untuk menyelenggarakan bursa efek dan pasar modal baik di Jakarta maupun di kota-kota lain; serta pemberian peluang lebih besar kepada swasta untuk mendirikan dan mengembangkan lembaga-lembaga pembiayaan lain, seperti usaha anjak piutang, modal ventura, pembiayaan konsu-men dan sewa guna usaha. Dalam hubungan ini, bank dan lembaga keuangan bukan bank diberi kesempatan untuk melakukan kegiat-an perdagangan surat berharga, usaha kartu kredit dan usahapembiayaan konsumen.

Selanjutnya guna lebih memantapkan pengerahan dana dan mendukung kelanjutan pembangunan kepada industri asuransi, yang merupakan sarana penghimpun dana masyarakat, diberikan kemudahan melalui pembukaan kembali perizinan bagi pendirian usaha asuransi, baik asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasu-ransi, pialang asuransi, aktuaria maupun asuransi campuran

188

Page 44: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

dengan tata cara yang lebih disederhanakan. Di samping itu diberikan pula kemudahan bagi perusahaan asuransi untuk mem-buka kantor cabang di daerah serta keleluasaan untuk memasar-kan,polis asuransi jiwa baik dengan menggunakan mata uang ru-piah maupun mata uang lain yang disesuaikan dengan keinginan masyarakat pemakai jasa.

Dalam tahun pertama Repelita V suatu langkah kebijaksa-naan moneter yang penting adalah Paket Kebijaksanaan 29 Ja-nuari 1990. Paket ini antara lain ditujukan untuk lebih me-nyeihpurnakan sistem perkreditan nasional, termasuk program kredit bagi usaha kecil, memantapkan fungsi perbankan dan lembaga keuangan sebagai pengelola dan pelaksana sistem perkreditan, dan memantapkan peranan Bank Indonesia sebagai pemglihara keseimbangan moneter.

Langkah-langkah yang diambil berkaitan dengan Paket Ja-nuari 1990 tersebut antara lain, mengurangi secara bertahap peranan kredit likuiditas untuk berbagai program dan kegiat-an, menyederhanakan struktur suku bunga, dan menyempurnakan program perkreditan ke arah terjaminnya penyediaan dana usaha kecill dan kegiatan produktif dari koperasi. Selanjutnya kre-dit,likuiditas dalam jumlah yang terbatas hanya diberikan un-tuk,mendukung upaya pelestarian swasembada pangan, pengem-bangan koperasi serta peningkatan investasi.

Setelah Paket Januari 1990, kredit likuiditas hanya me-liputi Kredit Usaha Tani (KUT), kredit untuk koperasi, kredit pengadaan pangan dan gula serta kredit investasi. Kredit Usaha Tani bagi para petani mempunyai ketentuan-ketentuan pokok se-bagai berikut. Kredit disediakan untuk membiayai intensifika- si padi/palawija dan disalurkan oleh BRI atau bank-bank lain melalui KUD. Besar kredit didasarkan atas kebutuhan nyata dari para petani dengan suku bunga yang dikaitkan dengan suku bunga pasar. Sebagai pengelola KUT, KUD mendapat margin 7% dari suku bunga yang dibayarkan petani penerima kredit.

Kredit Koperasi diberikan kepada KUD dan koperasi-kope-rasi primer lainnya berdasarkan kebutuhan nyata untuk membia-yai pengadaan pangan dan usaha produktif di luar sektor yang dibiayai dengan KUT. Suku bunga pinjaman juga dikaitkan de-ngan,suku bunga pasar. Demikian pula untuk kegiatan pengadaan pangan dan gula tetap disediakan kredit likuiditas dengan suku bunga yang dikaitkan dengan suku bunga pasar.

Mengingat sumber-sumber dana untuk pembiayaan investasi dan pembiayaan jangka panjang lainnya masih belum memadai di-

189

Page 45: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

bandingkan dengan kebutuhan, maka penyediaan kredit likuidi-tas untuk keperluan investasi masih disediakan..Kredit jangka panjang ini disediakan untuk: semua sektor yang kreditnya di-berikan oleh bank pembangunan atau lembaga keuangan jenis pembiayaan pembangunan; sektor perkebunan yang dikenal dengan Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-Trans), Perkebunan Swasta Nasional (PSN), Peremajaan, Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor (PRPTE), dan Perusahaan Inti Rakyat Sektor Perkebunan (PIRBUN) yang kreditnya diberikan oleh bank-bank umum dan bank pembangunan serta Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diberikan oleh lembaga yang ditugasi untuk itu. Dalam penyediaannya, wilayah Indonesia bagian Timur diberikan per-hatian yang lebih besar.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan peranan usaha kecil dan koperasi setiap bank diwajibkan menyediakan seku-rang-kurangnya 20% dari kredit yang diberikan dalam bentuk Kredit Usaha Kecil (KUK). Untuk mencapai jumlah minimum KUK, bank-bank besar, seperti bank umum, bank pembangunan dan bank tabungan, dapat bekerja sama dengan bank-bank kecil termasuk BPR.

2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar dan Faktor-faktor Penyebab Perubahannya

Kebijaksanaan uang beredar senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan ke-stabilan harga. Sampai dengan tahun 1989/90 jumlah uang ber-edar mencapai Rp 22.155 miliar atau naik 47,6% dari tahun 1988/89. Selama Repelita I, II, III dan IV, jumlah uang ber-edar meningkat rata-rata sebesar 47,9%, 32,6%, 9,2% dan 18,9%. Peranan uang giral menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, yaitu menjadi 65% dari jumlah uang beredar pada ta-hun 1989/90. Pada akhir Repelita I, Repelita II dan Repelita III peranan uang giral masing-masing baru mencapai 46%, 51% dan 56%. Kenaikan ini menunjukkan semakin berkembangnya pe-ranan lembaga-lembaga keuangan sebagai realisasi dari kebi-jaksanaan deregulasi.

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi jumlah uang ber-edar antara lain adalah tagihan pada lembaga/perusahaan dan perorangan. Dalam tahun terakhir Repelita I sektor ini menam-bah Rp 459 miliar terhadap jumlah uang beredar. Dalam tahun terakhir Repelita IV sektor ini menyebabkan perubahan jumlah uang beredar sebesar Rp 11.931 miliar, dan pada tahun 1989/90 meningkat menjadi Rp 29.967 miliar. Pengaruh menambah ini di-

Page 46: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

190

Page 47: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

sebabkan oleh meningkatnya pemberian kredit perbankan dalam membiayai kebutuhan modal kerja dan investasi dunia usaha.

Perkembangan uang beredar dan perbandingan laju pertam-barian uang beredar dengan laju inflasi dapat dilihat pada Ta-beT, IV-11 dan Tabel IV-12. Sedangkan perkembangan faktor-fak-tor yang mempengaruhi jumlah uang beredar dapat dilihat pada Tabel, IV-13.

3. Penghimpunan Dana

Kegiatan penghimpunan dana sejak Repelita I hingga tahun pertama Repelita V menunjukkan hasil-hasil yang sangat menge-sankan. Jumlah dana yang dapat dihimpun dalam Repelita I me-nin kat rata-rata 53,1% per tahun sehingga mencapai Rp 864,8 mil ar pada akhir Repelita I. Pada tahun 1988/89 jumlah dana yan dihimpun mencapai Rp 39.502,8 miliar, atau rata-rata naik dengan 24,3% per tahun untuk periode Repelita IV. Dalam periode tersebut gito mengalami peningkatan terendah, dengan ratq-rata 10,7% setahun, sedangkan deposito dan tabungan ma-sing-masing meningkat dengan rata-rata 33,1% dan 31,3% per tahun.

Sampai Maret 1990, dana perbankan yang dapat dihimpun mencapai Rp 59.192,1 miliar, yang berarti terjadi peningkatan 49,8% terhadap tahun 1988/89. Peningkatan ini terutama ber-asaP dari tabungan yang naik sebesar 176,2%, giro sebesar 51,5% dan deposito sebesar 37,3%.

Perkembangan peranan unsur-unsur dana perbankan menun-jukkan pergeseran, yaitu giro yang sebagai unsur terbesar se-jak Repelita I digantikan oleh deposito dalam periode Repe-lita, IV. Pada akhir Repelita IV peranan giro, deposito dan tabungan masing-masing 26,7%, 67,0% dan 6,3%. Sampai dengan Maret 1990 peranan giro, deposito dan tabungan masing-masing sebesar 27,0%, 61,4%, dan 11,6%.

Deposito dalam bentuk rupiah dan valuta asing merupa- kan komponen terbesar dari dana perbankan. Apabila pada tahun 1968, jumlah deposito tersebut baru mencapai Rp 17,2 miliar, maka, pada akhir Repelita IV meningkat pesat menjadi Rp 26.474,4 miliar. Sampai dengan Maret 1990 jumlah deposito meningkat lagi menjadi Rp 36.350,4 miliar. Perkembangan depo-sito dalam rupiah dan valuta asing dapat dilihat pada Tabel IV-14.

191

Page 48: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 1 1

PERKEMBANGAN JUMLAH UANG BEREDAR,1968 - 1989/90(miliar rupiah)

1973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90

U r a i a n 1968 (AkhirRepe l i t a I)

(Akhir Repelita II)

(Akhir Repelita III)

(AkhirRepeli ta IV)

(Tahun Pertama Repel i t a V)

Jumlah Uang Beredar 114 784 2.800 8.055 . 15 .009 22.155

(Uang Kartal) (75) (421) (1.369) (3.554) (6 .559) (7.780)

Persentase (%) 66 54 49 44 44 35

(Uang Giral) (39) (363) (1.431) (4.501) (8 .450) (14.375)

Persentase (%) 34 46 51 56 56 65

Mutasi Uang Beredar) 62 254 689 675 617 7.146

Persentase (%) 121 48 33 9 19 48

1) Terhadap tahun sebelumnya

192

Page 49: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 12

PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT KENAIKAN HARGADENGAN TINGKAT PERTAMBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1)

1968 - 1989/90

1973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90U r a i a n 1968 (Akhir (Akhir (Akhir (Akhi r (Tahun Pertama

Repel i ta I) Repel i ta I I ) Repeli ta III) Repelita IV) Repe l i ta V)

Tingkat Kenaikan 2)

Harga (%)85,1 47,4 11,8 12,6 6,6 5,5

Tingkat Pertambahan 2)

Jumlah Uang Beredar (%)121,3 47,9 32,6 9,2 18,9 47,6

1) Sampai dengan Maret 1979 berdasarkan Indeks Biaya Hidup (IBH) dan sejak April 1979 berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK).

2) Perubahan terhadap tahun sebelumnya.

193

Page 50: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 13

SEBAB-SEBAB PERUBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR,

1968 - 1989/90(miliar rupiah)

1973/74 1978/79 1983/84 ) 1988/89 1989/90Faktor Perubahan 1968 (Akhir (Akhir (Akhir (Akhir (Tahun Pertama

Repelita I) Repelita II) Repelita III) Repelita IV) Repelita V)

SEKTOR AKTIVA LUAR NEGERI 13 154 956 3.299 -179 -712

SEKTOR PEMERINTAH 3 -14 -446 2.355 -120 -85

SEKTOR KEGIATAN PERUSAHAAN 63 459 1.606 2.636 11.931 29.667

- Tagihan pada Lembaga/Pensahaan Pemerintah (41)2) (435) 2) (1.545)2) (278) (1.213) (1.109)

- Tagihan pada PerusahaanSwasta dan Perorangan (21)3) (23)3) (61)3) (2.358) (10.718) (28.558)

AKTIVA LAINNYA (BEBSIH) -5 -165 -1.236 88 -3.125 -8.671

TOTAL LIKUIDITAS 73 434 880 3.512 8.507 20.199

JUMLAH UANG BEREDAR 63 254 689 676 2.383 7.146

(Kartal) (41) (130) (333) (554) (686) (1.221)

(Giral) (22) (124) (356) (122) (1.697) (5.925)

1) Termasuk penilaian kembali rekening-rekening valuta asing karena penyesuaian nilai tukar rupiah dari Rp. 702,50 menjadi Rp 970,- per US Do11ar pada 30 Maret 1983, masing-masing sebesar Rp. 1.962,50 pada sektor luar negeri, Rp. 237,3 miliar pada sektor Pemerintah, Rp 294,3 miliar pada sektor kegiatan perusahaan, Rp. 1.399,4 miliar pada dan Rp 620,1 miliar pada deposito berjangka dan tabungan (uang kuasi).

2) Tagihan pada Perusahaan Negara dan Swasta3) Kredit Pengadaan Pangan

194

Page 51: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 14

PERKEMBANGAN DANA PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING, 1)

1968 - 1989/90(miliar rupiah)

U r a i a n 1968 1973/74 (Akhi r

Repelita I)

1978/79 (Akhir Repelita II)

1983/84(Akhi r

Repelita III)

1988/89(Akhir

Repelita IV)

1989/90(Tahun Pertama

Repelita V)

Giro 2) 58 426,8 1.791,9 6.350,4 10.543,1 15.978,1

Deposito 3) 17,2 399,5 1.330,1 6.348,8 26.474,4 36.350,4

Tabungan 4) 1,4 38,5 205,8 637,9 2.485,3 6.863,6

Jumlah 76,6 864,8 3.327,8 13.337,1 39.502,8 59.192,1

Kenaikan 5)

-

283,7 762,2 3.146,4 8.532,9 19.689,3

Persentase (%) 5) - 48,8 29,7 30,9 27,6 49,8

1) Terdiri atas dana bank-bank umum, bank pembangunan dan bank-bank tabungan serta termasuk dana milik Pemerintah Pusat dan bukan penduduk. 2) Termasuk giro valuta asing3) Terdiri dari deposito berjangka rupiah dan valuta asing, serta termasuk

sertifikat deposito.4) Terdiri atas Tabanas/Taska dan tabungan lainnya seperti setoran Ongkos Naik

Haji (ONH).5) Terhadap tahun sebelumnya

195

Page 52: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Dilihat dari jangka waktunya, perkembangan deposito ru-piah dari tahun 1968 hingga akhir Repelita II lebih banyak didominasi oleh deposito berjangka 24 bulan. Setelah memasuki Repelita III dan IV, perkembangan deposito mulai beralih pada deposito dengan jangka waktu yang lebih pendek yaitu deposito berjangka waktu 6 bulan dan 12 bulan. Peranan deposito ber-jangka waktu 6 dan 12 bulan yang pada akhir tahun 1988/89 ma-sing-masing sebesar 14,4% dan 34,4% meningkat menjadi 19,0% dan 36,3% pada akhir Maret 1990. Perkembangan deposito ber-jangka rupiah menurut jangka waktu dapat dilihat pada Tabel IV-15.

Meskipun tidak sebesar deposito, perkembangan giro dalam rupiah dan valuta asing terus menunjukkan peningkatan. Apa-bila pada tahun 1968 baru mencapai Rp 58 miliar, maka pada akhir Repelita IV mencapai Rp 10.543,1 miliar. Bahkan sampai Maret 1990 dana masyarakat yang berhasil dihimpun melalui giro mencapai Rp 15.978,1 miliar.

Sementara itu, tabungan yang terdiri dari Tabanas, Taska, dan tabungan Ongkos Naik Haji (ONH) serta tabungan lainnya juga meningkat dengan cukup menggembirakan. Apabila pada tahun 1968 dana yang berhasil dihimpun melalui tabungan baru mencapai Rp 1,4 miliar, maka pada akhir Repelita IV telah menjadi sebesar Rp 2.485,3 miliar. Pada akhir Maret 1990 jumlah tabungan meningkat lagi menjadi Rp 6.863,6 miliar.

Di antara jenis tabungan yang ada Tabanas merupakan unsur terbesar. Sampai dengan Maret 1990, Tabanas berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp 1.891,7 miliar, dan Taska sebesar Rp 0,49 miliar. Perkembangan Tabanas dan Taska dapat dilihat pada Tabel IV-16.

Tabungan ONH yang dapat dihimpun dalam tahun 1983/84 berjumlah Rp 144,5 miliar dengan jumlah penabung sebanyak 47.292 orang. Dalam tahun 1989/90, tabungan ONH meningkat menjadi Rp 277,9 miliar dengan jumlah penabung sebanyak 54.067 orang.

Jenis tabungan lainnya adalah Simpanan Pedesaan (Simpe-des). Jumlah Simpedes pada akhir Maret 1989 mencapai Rp 393,7 miliar dan meningkat lebih lanjut menjadi Rp 752,7 miliar pada akhir Maret 1990. Dalam periode yang sama jumlah pena-bungnya meningkat dari 1.941.584 penabung menjadi 2.827.232 penabung atau naik 45,6%.

196

Page 53: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Tabel IV - 15PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH PERBANKAN MENURUT 1)

JANGKA WAKTU, 1968 - 1989/90

(miliar rupiah)

1973/74 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90

U r a i a n 1968 (AkhirRepelita I)

(Akhir Repelita II)

(AkhirRepelita III)

(AkhirRepelita IV)

(Tahun Pertama Repelita V)

1 Bulan 2) - 0,6 11,4 80,9 1.010,3 3.578,2 4.424,0

2 Bulan 1,1 22,3 39,9 631,8 4.723,1 5.415,5

6 Bulan 1,0 21,2 109,6 890,6 3.019,2 5.335,2

9 Bulan - - 0,3 3,4 19,2 14,0

12 Bulan 1,7 35,5 98,1 1.619,8 7.227,1 10.169,2

18 Bulan 0,2 5,1 1,6 9,9 2,7 3,6

24 Bulan 6,8 142,3 612,0 591,2 2.071,3 2.190,1

Lainnya 0,6 12,7 4,0 155,2 343,3 477,1

Jumlah 12,0 250,5 946,4 4.912,2 20.984,1 28.028,7

Perubahan Jumlah 3) - 74,542,3 2.504,6 4.328,4 7.044,6

Persentase (%) 3) _ 42,3 4,7 104,0 26,0 33,6

1) Termasuk dana milik Pemerintah Pusat dan bukan penduduk serta sertifikat deposito. 2) Termasuk deposito yang sudah jatuh waktu 3) Terhadap tahun sebelumnya

197

Page 54: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 16

PERKEM BANGAN TABANAS DAN TASKA 1), 1973/74 - 1989/90

Uraian Satuan 1973/74 (Akhir

Repelita I)

1978/79(Akhir

Repelita II)

1983/84(Akhir

Repelita III)

1988/89(Akhir

Repel i ta IV)

1989/90 2) (Tahun Pertama Repeli ta V)

TABANASPenabung (ribu) 3.019 3) 7.600 11.474 19.351 20.242

Pos is i ( juta rupiah) 36.777 199.954 575.672 1.645.631 1.891.709

TASKA

Penabung (ribu) 11 6 17 10 8

Posis i ( juta rupiah) 78 117 357 359 495

JUMLAH

Penabung (ribu) 3.030 7.606 11.491 19.361 20.250

Posisi ( juta rupiah) 36.855 200.071 576.029 1.645.990 1.892.204

1) Meliputi Tabanas dan Taska pada Bank-bank Umum Pemerintah, Bank Tabungandan Bank Swasta Penyelenggara Tabanas/Taska.

2) Sejab 1 Desember 1989 ketentuan-ketentuan mengenai Tabanas dan Taskadiserahkan kepada masing-masing bank pelaksana.

3) Angka diperbaiki

198

Page 55: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Sementara itu, perkembangan jumlah sertifikat deposito mengalami pasang surut. Sertifikat deposito, yang pada akhir Repelita I berjumlah Rp 56,8 miliar, meningkat menjadi Rp 376,3 miliar pada tahun 1983/84 dan menjadi Rp 167,6 miliar pada Maret 1990. Perkembangan sertifikat deposito dapat dilihat pada Tabel IV-17.

4. Perkembangan Kredit

Jumlah kredit yang disalurkan perbankan dari Repelita I sampai dengan tahun 1989/90 menunjukkan perkembangan yang meiggembirakan. Pada tahun terakhir Repelita I jumlah kredit yaag disalurkan baru mencapai Rp 1.217 miliar. Jumlah terse-but meningkat menjadi Rp 46.526 miliar pada akhir Repe- lita IV. Pada tahun 1989/1990 jumlah kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan mencapai Rp 73.849 miliar.

Dilihat dari kelompok bank, pinjaman dari bank umum pe-merintah merupakan bagian terbesar dari keseluruhan kredit. Pada akhir Repelita IV peranan bank umum pemerintah dalam pemberian kredit mencapai sebesar 65,1%. Sampai tahun 1989/90 jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum pemerintah men-capai Rp 42.589 miliar atau 57,7% dari jumlah seluruh kredit yang disalurkan oleh perbankan. Jumlah ini 40,7% lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Pada periode yang sama jumlah kredit yang disalurkan oleh bank swasta nasional dan bank asing cam-puran meningkat masing-masing menjadi Rp 26.783 miliar danRp 3.786 miliar, atau masing-masing naik sebesar 111,2% dan 89,9% dari tahun sebelumnya.

Sementara itu, realisasi kredit langsung yang disalurkan oleh Bank Indonesia semakin menurun. Pada akhir Repelita III jumlah kredit langsung yang disalurkan oleh Bank Indonesia berjumlah Rp 2.292 miliar dan pada akhir Repelita IV menurun menjadi Rp 1.583 miliar. Pada tahun 1989/90 jumlah ini me-nurun lagi menjadi Rp 691 miliar. Perkembangan kredit lang-sung Bank Indonesia yang menurun ini sejalan dengan upaya un-tuk lebih meningkatkan peranan perbankan dalam penyaluran kredit. Perkembangan kredit menurut sektor perbankan dapat dilihat pada TabeL IV-18.

Ditinjau dari sektor yang dibiayai, realisasi kredit yang disalurkan terutama digunakan untuk menampung kenaikan kebutuhan kredit di sektor produksi yang meliputi sektor per-tanian, perindustrian dan pertambangan. Pada tahun 1968 jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor produksi baru mencapai

199

Page 56: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 17

PERKEMBANGAN SERTIFIKLAT DEPOS ITO BANK 1),

(mil iar rupiah)

1973/74 2) 1978/79 1983/84 1988/89 1989/90U r a i a n (Akhir

Repel i ta I )(Akhir

Repelita 11) (Akhir

Repelita III)(Akhir

Repelita IV)(Tahun Pertama

Repelita V)

Penjualan 110,1 174,1 1.776,0 799,7 121,9

Pelunasan 61,9 201,9 1.491,8 869,5 115,9

Dalam Peredaran 56,8 29,8 376,3 151,9 167,6

1) Termasuk sertifikat deposito antar bank2) Sertifikat deposito mulai diperkenalkan sejak Januari 1971

Page 57: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 18

PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR PERBANKAN 1), 1968 1989/90 (miliar rupiah)

U r a i a n 1968

1978/79 (Akhir Repelita II)

1978/79(Akhir

Repelita II)

1983/84(Akhir

Repelita III)

1988/89(Akhir

Repelita IV (Tahun Repeli

1989/90

Pertamata V)

Bank Indonesia 2) 61 1396) 1.969 2.292 1.583 691

Bank Pemerintah 2) 3) 56 882 3.021 10.283 30.270 42.589

Bank Swasta Nasional 4) 8 72 387 2.583 12.679 26.783

Bank Asing Campuran 1 124 297 977 1.994 3.786

Jumlah 126 1.217 5.674 16.135 46.526 73.849

Perubahan Jumlah 5) _

_

1.559 2.430 11.445 27.323

Persentase (%) 5) _

_

39,2 17,7 32,6 58,7

1) Kredit dalam rupiah maupun valuta asing, termasuk Kredit Investasi, KIK dan KMKP, tetapi tidak termasuk kredit antar bank serta kredit kepada Pemerintah Pusat, bukan penduduk dan nilai lawan bantuan proyek.

2) Kredit kepada Bulog dan Pertamina yang semula disalurkan oleh Bank Indonesia, sejak tahun 1984 dialihkan masing-masing secara keseluruhan dan sebagian menjadi pinjaman Bank Umum Pemerintah.

3) Sejak. Mei 1989 termasuk BTN4) Termasuk Bank Pembangunan Daerah5) Terhadap tahun sebelumnya6) Angka diperbaiki

201

Page 58: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

55 miliar, pada akhir Repelita IV jumlah tersebut mening- kat menjadi Rp 20.382 miliar. Sampai tahun 1989/90 kredit yang disalurkan untuk sektor produksi meningkat menjadi28.950 miliar atau naik 42,0% dari tahun sebelumnya. Seja- lan dengan perkembangan ekonomi, jumlah kredit untuk sektor-sektor lain yang meliputi sektor perdagangan dan jasa juga menunjukkan peningkatan yang berarti. Perkembangan kredit me-nurut sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel IV-19 dan Grafik IV-6.

Sementara itu, realisasi kredit investasi juga menunjuk-kan perkembangan meningkat. Pada tahun 1969/70 kredit inves-tasi yang disalurkan baru mencapai Rp 17 miliar, pada akhir Repelita IV jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp 10.227 miliar. Sampai tahun 1989/90 jumlah ini meningkat lagi men-jadi Rp 15.674 miliar atau naik 53,3% dari tahun sebelumnya. Perkembangan kredit investasi menurut sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel IV-20 dan Grafik IV-7.

Sejalan dengan langkah kebijaksanaan deregulasi di bi-dang moneter tanggal 29 Januari 1990, maka pembiayaan Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) diserahkan pada kebijakan masing-masing bank dan tidak dibia-yai lagi oleh kredit likuiditas Bank Indonesia.

Sementara itu, perkembangan Kredit Umum Pedesaan (Kupe-des) yang mulai diberikan Januari 1984 senantiasa menunjukkan peningkatan. Pada akhir Maret 1984 jumlah kredit yang disa-lurkan baru mencapai Rp 30,7 miliar, pada akhir Repelita IV jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp 606,5 miliar. Pe-ningkatan yang pesat ini.sejalan dengan pengalihan Kredit Mini dan Kredit Midi yang dihapus pada tahun 1987/88. Sampai dengan Februari 1990, jumlah Kupedes yang disalurkan mencapai916,1 miliar atau naik 51,0% dari tahun sebelumnya. Per-kembangan Kupedes dapat dilihat pada Tabel IV-21.

5. Suku Bunga

Pada tahun-tahun pertama Repelita I tingkat inflasi yang tinggi telah mendorong naiknya suku bunga kredit jangka pen-dek bank pemerintah, yaitu berkisar antara 36% - 72% setahun. Dengan program stabilisasi yang dilaksanakan sejak awal Repe-lita I tingkat suku bunga dapat ditekan hingga berkisar anta-ra 12% - 36% setahun pada akhir Repelita I. Dalam Repelita III, suku bunga kredit mengalami penurunan menjadi antara 6% - 21% setahun untuk kredit modal kerja dan antara 10,5% - 13,5% setahun untuk kredit investasi.

202

Page 59: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 19

PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR EKONOMI 1) 1968 - 1989/90 (miliar rupiah)

U r a i a n 1968

1973/74(Akhir

Repelita II)

1978/79 (Akhir Repelita II)

1983/84(Akhir

Repelita III)

1988/89 (AkhirRepelita IV

(Tahun Repeli

1989/9 Pertamata V)

Produksi 2) 55 454 5) 2.172 7.115 20.382 28.950

Perdagangan 426 5) 1.153 5.297 14.687 22.814

Lain-lain 3) 71 337 5) 2.349 3.723 11.457 22.085

Jumlah 126 1.217 5) 5.674 16.135 46.526 73.849

Perubahan Jumlah 4) _ 1.082 5) 4.457 2.430 11.445 27.323

Persentase (%) 4) _ _ 39,2 17,7 32,6 58,7

1) Kredit dalam rupiah maupun valuta asing, termasuk Kredit Investasi, KIK dan KMKP, tetapi tidak termasuk kredit antara bank swasta, kredit kepada Pemerintah Pusat, bukan penduduk dan nilai lawan bantuan proyek.

2) Termasuk sektor pertanian, pertambangan, dan perindustrian. 3) Termasuk sektor jasa dan lain-lain4) Terhadap tahun sebelumnya5) Angka diperbaiki

203

Page 60: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 20

PERKEMBANGAN REALISASI KREDIT INVESTASI MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1) 1969/70 - 1989/90 (miliar rupiah)

U r a i a n 1969/70

1973/74(Akhir

Repelita I)

1978/79(Akhir

Repelita II)

1983/84(Akhir.

Repelita III)

1988/89 (AkhirRepelita IV

1989/90

(Tahun PertamaRepelita V)

Pertanian 6 10 56 495 2.610 3.629

Perindustrian - 61 382 2.316 4.791 6.639

Pertambangan 1 1 10 58 313 321

Perdagangan - 8 33 106 536 1.117

Jasa-jasa 5 32 171 622 1.895 3.767

Lain-lain - 7 3 12 82 200

Jumlah 17 119 655 3.609 10.227 15.674

Perubahan Jumlah 2) _ 22 126 571 2.480 5.447

Persentase Perubahan(%) - 22,7 23,8 18,8 32,0 53,3

1) Tidak termasuk KIK, KI kepada Pemerintah Pusat dan nilai lawan valuta asing pinjaman investasi dalam rangka bantuaN Proyek. 2) Terhadap tahun sebelumnya

204

Page 61: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

GRAFIK IV - 6PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR EKONOMI,

1988 - 1980/90

GRAFIK IV – 7

PERKEMBANGAN REALISASI KREDIT INVESTASI MENURUT SEKTOR EKONOMI,

1988 - 1980/90

Page 62: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

205

Page 63: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 21

PERKEMBANGAN KREDIT UMUM PEDESAAN, 1)

1983/84 - 1989/90 (miliar rupiah).

1983/84 1988/89 U r a i a n (Akhir (Akhir

Repelita III) Repelita IV)

1989/90 2)

(Tahun Pertama Repelita V)

Investasi 0,6 28,3 80,1

Eksploitasi 30,1 578,2 836,1

Jumlah 30,7 606,5 916,1

1) Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) diadakan sejak Januari 1984. Perkembangannya yang semakin meningkat juga sejalan dengan pengalihan peranan Kredit Mini dan Kredit Midi ke Kupedes.

2) Angka sementara sampai dengan Februari 1990

206

Page 64: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Sementara itu, suku bunga deposito selama Repelita II mengalami perubahan. Sampai dengan tahun 1978, suku bunga un-tuk deposito 6 bulan adalah 6%, deposito 12 bulan 9%, depo-sitp 24 bulan sebesar 12% - 15%.

Mulai 1 Juni 1983 bank-bank diberikan kebebasan lebih luas untuk menetapkan suku bunga deposito dan pinjaman. Per-saiigan bank-bank untuk memobilisasi dana dalam tahun-tahun per~ama Repelita IV telah mengakibatkan kenaikan suku bunga depqsito. Untuk itu dalam Repelita IV berbagai upaya dilaku-kaniiuntuk mendorong terciptanya stabilitas moneter yang mampu memlrunkan laju inflasi sekaligus menurunkan suku bunga. Di samping melalui kebijaksanaan moneter yang berhati-hati, upaya penUrunan suku bunga tersirat dalam paket kebijaksanaan Okto-ber 1988. Paket kebijaksanaan tersebut dimaksudkan untuk me-ningkatkan efisiensi dan profesionalisme di bidang perbankan sehingga pada gilirannya akan menurunkan tingkat suku bunga. Sejalan dengan itu, penurunan likuiditas wajib minimum yang tercakup dalam paket ini juga dimaksudkan untuk menurunkansuku bunga.

Pada tahun pertama Repelita V suku bunga surat-surat berharga di pasar uang (SBI dan SBPU) menunjukkan perkembang-an yang mantap. Suku bunga SBI.yang pada akhir tahun 1988/89 berkisar antara 13,0% - 17,S% menurun menjadi 11,3% - 13,0% pada akhir Maret 1990. Suku bunga SBPU yang pada akhir Maret1989 adalah 15,8% menurun menjadi 12,7% pada akhir Maret 1990. Dalam periode yang sama suku bunga antar bank juga mengalami penurunan yakni dari 15,O% menjadi 11,7%. Suku bunga rata-rata tertimbang untuk deposito berjangka rupiah yang,pada akhir Oktober 1988 adalah 18,3% turun menjadi 17,5% pada akhir Desember 1989. Suku bunga rata-rata tertimbang pinjaman modal kerja juga mengalami penurunan yaitu dari 21,3% pada akhir tahun 1988/89 menjadi 21,0% pada akhir De-sember 1989.

6. Perkembangan Harga

Pada tahun 1966 kondisi moneter ditandai dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi yaitu 650% setahun. Melalui pro-gram stabilisasi yang dilaksanakan, laju inflasi dapat ditu-runkan menjadi sekitar 10% dalam tahun 1969. Karena berbagai hal, terutama adanya kemarau panjang, pada tahun 1973/74 laju inflasi meningkat lagi menjadi 47,4% setahun. Dalam Repe- lita II laju inflasi berhasil diturunkan menjadi 11,8% setahun.

207

Page 65: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Pada akhir Repelita III tingkat inflasi mencapai 12,6% setahun. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh berbagai kebijaksanaan seperti penyesuaian harga bahan bakar minyak, peningkatan harga dasar pembelian gabah dan beras, serta de-valuasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pada tanggal 30 Maret 1983.

Pada akhir Repelita IV tingkat inflasi menurun menjadi 6,6% setahun. Laju inflasi yang rendah ini merupakan hasil lebih lanjut dari langkah-langkah memelihara keseimbangan mo-neter serta langkah-langkah meningkatkan kelancaran pengadaan dan distribusi kebutuhan pokok masyarakat.

Pada tahun 1989/90 laju inflasi menurun menjadi 5,5% se-tahun. Laju inflasi terendah terjadi di kota Palembang, yaitu sebesar 1,7%, sedangkan laju inflasi tertinggi terjadi di kota Ambon yaitu sebesar 25,4%. Kota-kota lain yang mengalami laju inflasi rendah adalah Padang (2,8a) dan Manado (3,7%). Se-dangkan kota-kota yang mengalami laju inflasi tinggi adalah Kupang (10,2%) dan Banjarmasin (10,7%). Perkembangan laju in-flasi dapat dilihat pada Tabel IV-22.

D. PEKEMBANGAN PERBANKAN DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

Kelembagaan perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lain-nya menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Dalam upaya meningkatkan fungsi perbankan, menjelang Repelita I dikeluar-kan 2 peraturan perbankan yang penting yaitu Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral.

Dalam Repelita I dikeluarkan peraturan-peraturan tentang syarat-syarat bagi bank swasta nasional untuk menjadi bank devisa, tentang pendirian bank umum koperasi, bank tabungan koperasi, dan bank pembangunan koperasi. Di samping itu, te-lah pula dikeluarkan ketentuan tentang prosedur pendirian kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor perwakilan bank-bank pemerintah, termasuk bank pembangunan pemerintah dan bank tabungan pemerintah. Dalam periode Repelita I volume ke-giatan bank telah menunjukkan peningkatan. Sampai dengan ta-hun 1973/74 jumlah bank mencapai 162 buah dengan jumlah ak-tiva, dana dan kredit masing-masing sebesar Rp 1.722 miliar, Rp 1.002 miliar dan Rp 1.080 miliar.

Kebijaksanaan Pemerintah selanjutnya diarahkan untuk me-numbuhkan lembaga keuangan yang sehat dan berhasil guna. Hal

208

Page 66: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

TABEL IV - 22

PERSENTASE KENAIKAN HARGA,1968/69 - 1989/90

TahunKenaikan

(%)

1968/69 22,8

1973/74(Akhir Repelita I)

47,4

1978/79(Akhir Repelita II)

11,8

1983/84(Akhir Repelita III)

12,6

1988/89(Akhir Repelita IV)

6,6

1989/90(Tahun Pertama Repelita V)

5,5

209

Page 67: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

ini dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi lembaga ke-uangan yang ada melalui penggabungan (merger). Sebagai hasil-nya maka jumlah bank pada akhir Repelita III telah turun men-jadi 117 buah, akan tetapi dengan jumlah aktiva, dana dan kredit yang meningkat, yakni masing-masing menjadi Rp 22.118 miliar, Rp 10.097 miliar dan Rp 13.827 miliar.

Sebagai dampak dari paket kebijaksanaan 27 Oktober 1988, paket kebijaksanaan 20 Desember 1988 dan paket kebijaksanaan 25 Maret 1989, perkembangan perbankan dan lembaga keuangan yang lain semakin mengesankan pada tahun pertama Repelita V. Jumlah bank yang terdiri dari bank umum, bank pembangunan, dan bank tabungan serta bank asing bertambah dengan 35 bank pada tahun 1989/90 menjadi 146 bank. Di antaranya terdapat 10 bank umum baru yang rierupakan bank patungan dengan mitra yang berasal dari Jepang dan Perancis. Sampai akhir Maret 1990 jumlah kantor bank mencapai 2.880 kantor, meningkat sebanyak 1.164 kantor dibandingkan tahun sebelumnya. Di samping itu, Bank Perkreditan Rakyat juga mendapat dorongan lebih lanjut untuk berkembang, sehingga terdapat 10 BPR yang meningkatkan statusnya menjadi bank umum, dan jumlah BPR gaya lama menurun menjadi 5.771 buah dan BPR gaya baru mencapai 146 buah.

Dalam usaha membantu pengusaha golongan ekonomi lemah serta koperasi telah didirikan PT Asuransi Kredit Indonesia, PT Bahana dan Perum Pengembangan Keuangan Koperasi.

Guna menunjang pengembangan pasar uang dan modal serta membantu permodalan perusahaan-perusahaan, sejak tahun 1972 diberikan izin untuk pendirian Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Hingga akhir Maret 1990 jumlah LKBB adalah sebanyak 13, terdiri dari 9 LKBB jenis investasi, 3 LKBB jenis pemba-ngunan, dan 1 LKBB jenis pembiayaan perumahan. Kemampuan LKBB menunjukkan perkembangan yang semakin meningkat. Sampai de-ngan akhir Desember 1989, jumlah aktiva LKBB mencapai Rp 3.956 miliar atau meningkat dengan 29,2% dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan jumlah dana yang dihimpun menca-pai Rp 3.654 millar atau meningkat dengan 26,1%. Sementara itu penanaman dananya juga meningkat menjadi Rp 3.530 miliar atau naik 22,31 dari tahun sebelumnya.

Lembaga pembiayaan meningkat pesat setelah adanya Paket 20 Desember 1988. Pada tahun 1989/90 jumlah lembaga ini men-capai 102 perusahaan yang dapat melakukan lebih dari sata je-nis kegiatan. Perincian menurut kegiatannya adalah: sewa guna usaha 101 buah, anjak piutang 14 buah, modal ventura 21 buah,

210

Page 68: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

kartu kredit 15 buah, dan pembiayaan konsumen 28 buah. Sampai akhir tahun 1989 jumlah pembiayaan sewa guna usaha menunjuk-khn nilai kontrak kumulatif Rp 6.478 miliar, meningkat sebe-sar 32% dibanding tahun sebelumnya.

Sejak diaktifkannya kembali pada tanggal 10 Agustus ta-hun 1977 sampai dengan akhir tahun 1988 pasar modal belum me-nunjukkan perkembangan sebagaimana diharapkan. Dalam periode itu jumlah perusahaan yang go public masih tetap terbatas; sebanyak 24 perusahaan yang menjual saham dan 9 perusahaan yang menjual obligasi. Jumlah dana masyarakat yang diserap melalui pasar modal sampai dengan akhir tahun 1988 baru men-capai Rp 1,098 triliun.

Kemudian setelah dikeluarkannya berbagai paket kebijak-sanaan deregulasi di bidang pasar modal, seperti Pakdes Tahun 19$7, Pakto 27 Tahun 1988 dan Pakdes Tahun 1988, Bursa Efek Indonesia mengalami peningkatan.

Pada akhir Desember 1989 jumlah perusahaan yang menjual saham di Bursa Efek menjadi sebesar 61 buah, dan di Bursa Paxalel 6 buah. Pada periode yang sama, dana masyarakat yang ditarik mencapai Rp 3.921,3 miliar dengan jumlah saham yang diterbitkan sebanyak 426.888,9 ribu lembar. Sedangkan perusa-haan yang menerbitkan obligasi meningkat menjadi 19 perusaha-anldengan penarikan dana masyarakat sebesar Rp 1.527,2 mi-liar. Jumlah perusahaan yang menjual efeknya (emisi) mening-kat lagi menjadi 109 perusahaan dalam tahun 1989/90, terdiri dari 86 perusahaan menjual saham dan 23 perusahaan menjual obligasi dan sekuritas kredit; dengan penarikan dana masyara-kat sebesar Rp 7,21 triliun.

Sejalan dengan peningkatan kegiatan di pasar modal, lem-baga penunjang pasar modal berkembang pesat. Sampai dengan akhir Maret 1990, Penjamin Emisi (Underwriter) mencapai 13 buah, Perantara Perdagangan Efek (Broker) 161 buah di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan 13 buah di Bursa Efek Surabaya (BES), sedangkan Pedagang Efek (Dealer) 156 buah di BEJ dan 12 buah di BES.

Di bidang asuransi, sampai akhir Desember 1988, jumlah perusahaan asuransi mencapai 116 buah, terdiri dari 30 per-usahaan asuransi jiwa, 5 perusahaan asuransi sosial dan 81 asuransi kerugian/reasuransi dengan nilai investasi sebesar Rp 2.655,6 miliar. Sedangkan jumlah perusahaan leasing menca-pai 83 perusahaan dengan nilai kontrak leasing Rp 1.451,6 miliar.

211

Page 69: KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER · Web viewningkat menjadi Rp 1.183,3 miliar atau naik 24,1% dari tahun sebelumnya. Dalam jumlah ini tercakup pengeluaran subsidi pupuk yang

Jumlah perusahaan Asuransi/Reasuransi bertambah mencapai 121 perusahaan pada akhir Maret 1990, sebagai hasil dilaku-kannya deregulasi selama Repelita IV. Perusahaan Asuransi Ke-rugian merupakan jumlah terbesar, diikuti Asuransi Jiwa, dan Asuransi Sosial. Peranan perusahaan swasta nasional dalam usaha asuransi kerugian dan asuransi jiwa didorong dengan di-keluarkannya paket kebijaksanaan Desember 1988 yang memudah-kan pembentukannya. Kebijaksanaan deregulasi tersebut antara lain berupa penyederhanaan tata cara perizinan, ketentuan pe-ningkatan permodalan, bentuk perusahaan asuransi, serta ke-tentuan batas tingkat solvabilitas. Di samping itu Pemerintah juga melimpahkan legalisasi agen-agen asuransi jiwa kepada Dewan Asuransi Indonesia. Dana investasi oleh perusahaan asu-ransi secara keseluruhan sebesar Rp 3.091,3 miliar.

212