ketika sampah jadi tabungan - ftp.unpad.ac.id filesampah jadi kerajinan tangan), pembuat kompos, dan...

1
MINGGU, 22 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA 18 | Green Concern S IANG bolong pada bulan puasa sama se- kali bukan waktu yang nyaman untuk berak- tivitas di luar. Terlebih jika itu dilakukan di daerah panas menyengat seperti Cilincing, Jakarta Utara. Namun Kamis (19/8) siang, Irfan dan Jumardi harus berkeliling ke rumah-rumah warga di RT 005/09, Kelurahan Semper Barat, Cilincing. Be- berapa warga telah menunggu kedatangan mereka. “Permisiiii, Bu, tabungan- nya...” seru Irfan di depan sebuah rumah. Sayang, Bu Bad- riah yang mereka cari ternyata sedang pergi. Namun, seruan remaja itu disambut tetangga lainnya. Bu Badar keluar dari rumah- nya sambil membawa karung berisi botol-botol plastik bekas. Barang yang biasa kita sebut sampah itulah yang mereka sebut tabungan. Dua kilogram sampah plas- tiknya dinilai Rp3.000. “Luma- yan buat jajan anak, tapi ngam- bilnya ntar nunggu banyak,” kata ibu dua anak itu seraya melihat buku tabungannya. Mungkin mengherankan, tapi inilah Bank Sampah. Sebuah cara pengelolaan sampah di RW 09 itu. Selayaknya uang pada bank konvensional, sampah di bank itu dijadikan tabungan dan untuk menda- patkan pinjaman. Yang terakhir itu yang te- ngah dicicil Bu Badriah. “Ke- marin saya utang untuk bayar sekolah anak. Ini udah dapat lima karung (sampah), mudah- mudahan cukup buat ngelunas- in,” kata Badriah yang datang tidak lama kemudian. Botol plastik, kardus, kaleng, dan besi bekas yang telah di- kumpulkan guru mengaji itu di- hargai Rp48.300. Utang wanita 50 tahun itu pun tinggal Rp400 lagi dari total Rp200.000 yang ia pinjam beberapa minggu sebelumnya. Mengikis sampah Mendapatkan sampah lima karung dalam waktu dua minggu memang diakui Bad- riah tidak dari rumahnya sen- diri. Wanita yang tinggal dalam rumah kayu sederhana itu ber- buru sampah di tanah lapangan yang jadi tempat pembuangan di dekat daerah itu. Hal yang sama dilakoni Badar. Begitu pun, Bank Sampah ini bukan lantas jadi seperti koordinator pemulung. Warga yang cukup berada pun ikut menjadi nasabah. “Sekarang sudah enggak pernah buang sampah di de- pan, dikumpulin aja di rumah. Biarpun uangnya enggak per- nah diambil, senang saja ikut nabung,” kata pengurus rumah Bapak Ro’i yang sudah punya tabungan Rp198.000. Adalah Nanang Suwardi yang berada di balik konsep tidak biasa ini. “Saya ingin mengubah pola pikir warga tentang sampah dan itu hanya bisa kalau sampah dikasih nilai,” jelas Nanang yang me- rupakan pendiri Bank Sampah sekaligus Ketua RW 09. Nanang menuturkan awal- nya ketika dua tahun lalu terpilih jadi ketua RW, ia coba menggerakkan kepedulian lingkungan warga lewat pem- bagian tempat sampah ke 16 RT di lingkungannya. Namun, itu tidak berhasil. Plastik, kertas, dan berbagai sampah lainnya tetap tercecer sampai ke selokan. Ia pun ber- pikir perlunya imbalan agar warga mau bergerak. “Tapi, saya ingin sampah juga jadi penggerak ekonomi warga, enggak sekadar beli,” kata ayah tiga anak ini. Dari situlah lahir konsep bank sampah yang beroperasi mulai 27 Januari 2010. Dengan bentuk bank, warga diajak menabung dan mereka bisa mendapat pinjaman tanpa bunga dan jaminan. Memang, pinjaman baru terbatas Rp300 ribu, tapi itu dirasa warga su- dah cukup membantu. Kini dengan nasabah yang sudah berkembang dari 200 menjadi 500, setiap bulannya Bank Sampah menerima sekitar 2 ton sampah yang terdiri dari plastik, kardus, dan kaleng. Ini berarti RW 09 sudah mengu- rangi volume sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA). Lapangan kerja Rezeki dari sampah tidak ha- nya mengalir ke nasabah, tapi juga para pemuda karang ta- runa. Totalnya ada 12 pemuda yang kini punya penghasilan tambahan. Selain Irfan dan Jumardi yang bertugas sebagai teller, ada pemuda lain yang bertugas sebagai pemilah sampah, tim kreatif (yang mendaur ulang sampah jadi kerajinan tangan), pembuat kompos, dan staf ad- ministrasi. Teller dan pemilah dibayar Rp500 per kilogram sampah yang mereka tangani. Dalam sekali berkeliling biasanya teller bisa mengumpulkan sampah sampai 25 kg. Tim kreatif bisa menjual motor-motoran dan mobil- mobilan yang dibuat dari kar- dus dan koran bekas hingga puluhan ribu rupiah. Kini Bank Sampah sudah mengantarkan Kelurahan Sem- per Barat juara dua tingkat nasional dan Nanang sudah diundang ke Istana Negara dalam perayaan HUT ke-65 RI lalu. Namun, pekerjaan Bank Sampah masih jauh dari selesai. Nanang bercita-cita mengolah sebanyak mungkin sampah di daerahnya, termasuk juga sampah organik. Pengolahan kompos ma- sih jauh lebih kecil daripada sampah anorganik dan masih banyak warga belum mengerti akan nilai dari sampah terse- but. (M-1) miweekend@ mediaindonesia.com Bintang Krisanti Berkat Bank Sampah, warga Beting Indah, Cilincing, kini melihat botol, kardus, dan kaleng bekas sebagai tabungan. Utang pun dilunasi dengan sampah. Ketika Sampah Jadi Tabungan FOTO-FOTO: MI/ADAM DWI Mengkreasikan Nilai Tambah MESKI saat ini keuntungan Bank Sampah masih kecil dan bahkan modal yang dikeluar- kan Nanang belum kembali, ia yakin Bank Sampah bisa meng- untungkan layaknya bank konvensional. “Kita bisa mendapat untung lumayan kalau bisa mengolah sampah-sampah ini, bukan cuma membersihkan,” kata Nanang. Ia pun mengambil replika mobil dan motor besar yang dibuat dari kardus dan kertas koran. “Ini dijual bisa dua puluh lima ribu (rupiah) sementara kita belinya hanya delapan ratus (rupiah) sekilo,” katanya pria yang sejak remaja sudah mendirikan sanggar seni daur ulang ini. Produk daur ulang lainnya yang dihasilkan Bank Sampah adalah kompos yang dijual Rp2.000/kg, lampu hias dari karton, dan kaleng yang di- bentuk menjadi tempat sterno (bahan pemanas makanan). Nanang menambahkan, plastik yang telah dicacah dan tempat sterno bisa memberikan margin keuntungan paling besar. Untuk bisa kembali modal dan mendapat untung besar perlu proses yang tidak instan. Namun, bagi Nanang, gera- kannya itu setidaknya mem- bantu permasalahan sampah di Jakarta yang tak kunjung usai. Bahkan untuk tetap berjalan- nya Bank Sampah itu, Nanang sudah merogoh kocek sampai Rp40 juta untuk untuk mem- buat bangunan, bak-bak, hing- ga mencetak buku tabungan. Keuntungan Bank Sampah baru cukup untuk membayar upah 12 karyawannya. Ia sen- diri sebagai direktur masih bekerja secara sosial. Salah satu kendala, menurut Nanang, adalah ketersediaan alat pengolah plastik dan ka- leng. Bank Sampah mendapat bantuan alat pencacah plastik, tetapi saat ini status pemin- jaman dari wali kota sudah habis. Sementara itu, alat untuk membentuk kaleng masih meminjam dari pengusaha lain. Padahal volume sampah yang dijaring masyarakat terus tambah. Antusiasme warga juga membuat Bank Sampah ini sudah memiliki cabang. Saat ini sudah ada dua cabang Bank Sampah di RW 015 dan RW 01. (Big/M-1) Dengan bentuk bank, warga diajak menabung dan bisa mendapatkan pinjaman tanpa bunga dan jaminan.” S ELAMA bulan Ramadan bukan hanya masjid yang lebih ramai, melainkan juga tempat-tempat kuliner. Tak ketinggalan tempat jajanan dadakan yang banyak muncul di pinggir-pinggir jalan. Memang buat yang sedang menjalankan ibadah puasa, penganan- penganan itu sangat menarik dengan kemasannya yang cantik. Namun, pernahkah terpikirkan limbahnya, termasuk limbah kemasannya? Saat ini selain plastik, pembungkus makanan favorit para pedagang adalah styrofoam. Mungkin Anda juga sudah tahu, styrofoam berbahaya bagi kesehatan karena bisa memicu kanker. Styren, bahan pembentuk styrofoam, mudah larut oleh makanan berlemak dan panas. Bukan itu saja, styrofoam juga menimbulkan masalah lingkungan yang besar, bahkan sejak dibuatnya. Polystyrene yang dibuat dari minyak mentah setidaknya menghasilkan 57 bahan kimia sampingan dalam proses pembuatannya. Bahan-bahan itu polutan udara. Bukan itu saja, untuk membuat polystyrene dibutuhkan CFC yang sudah dikenal merusak ozon. Memang sejak CFC dilarang, produsen banyak yang beralih ke HCFC. Lalu, setelah jadi sampah, styrofoam sangat sulit terdegradasi di alam. Solusi limbah yang mungkin adalah dengan daur ulang. Namun, cara ini hanya sedikit dilakukan dan lebih banyak tempat daur ulang yang menolak styrofoam. Kita memang sulit untuk sama sekali lepas dari kemasan-kemasan tersebut. Namun, bukan berarti kita tidak bisa meminimalkannya. Tips Green! Membawa wadah sendiri saat membeli makanan adalah cara terbaik untuk mengurangi limbah kemasan. KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH: Nanang Suwardi, Ketua RW 09 Semper Barat, Cilincing, pendiri Bank Sampah. Layaknya bank konvensional, sampah dijadikan tabungan dan dapat digunakan untuk mendapatkan pinjaman bagi warga. Dengan begitu, sampah dikelola baik dan warga pun terbantu.

Upload: nguyenthu

Post on 24-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MINGGU, 22 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA18 | Green Concern

SIANG bolong pada bulan puasa sama se-kali bukan waktu yang nyaman untuk berak-

tivitas di luar. Terlebih jika itu dilakukan di daerah panas menyengat seperti Cilincing, Jakarta Utara.

Namun Kamis (19/8) siang, Irfan dan Jumardi harus berkeliling ke rumah-rumah warga di RT 005/09, Kelurahan Semper Barat, Cilincing. Be-berapa warga telah menunggu kedatangan mereka.

“Permisiiii, Bu, tabungan-nya...” seru Irfan di depan sebuah rumah. Sayang, Bu Bad-riah yang mereka cari ternyata sedang pergi. Namun, seruan remaja itu disambut tetangga lainnya.

Bu Badar keluar dari rumah-nya sambil membawa karung berisi botol-botol plastik bekas. Barang yang biasa kita sebut sampah itulah yang mereka sebut tabungan.

Dua kilogram sampah plas-tiknya dinilai Rp3.000. “Luma-yan buat jajan anak, tapi ngam-bilnya ntar nunggu banyak,” kata ibu dua anak itu seraya melihat buku tabungannya.

Mungkin mengherankan, tapi inilah Bank Sampah. Sebuah cara pengelolaan sampah di RW 09 itu. Selayaknya uang pada bank konvensional, sampah di bank itu dijadikan tabungan dan untuk menda-patkan pinjaman.

Yang terakhir itu yang te-ngah dicicil Bu Badriah. “Ke-marin saya utang untuk bayar sekolah anak. Ini udah dapat lima karung (sampah), mudah-

mudahan cukup buat ngelunas-in,” kata Badriah yang datang tidak lama kemudian.

Botol plastik, kardus, kaleng, dan besi bekas yang telah di-kumpulkan guru mengaji itu di-hargai Rp48.300. Utang wanita 50 tahun itu pun tinggal Rp400 lagi dari total Rp200.000 yang ia pinjam beberapa minggu sebelumnya.

Mengikis sampahMendapatkan sampah lima

karung dalam waktu dua minggu memang diakui Bad-riah tidak dari rumahnya sen-diri. Wanita yang tinggal dalam rumah kayu sederhana itu ber-buru sampah di tanah lapangan yang jadi tempat pembuangan di dekat daerah itu. Hal yang sama dilakoni Badar.

Begitu pun, Bank Sampah

ini bukan lantas jadi seperti koordinator pemulung. Warga yang cukup berada pun ikut menjadi nasabah.

“Sekarang sudah enggak pernah buang sampah di de-pan, dikumpulin aja di rumah. Biarpun uangnya enggak per-nah diambil, senang saja ikut nabung,” kata pengurus rumah Bapak Ro’i yang sudah punya tabungan Rp198.000.

Adalah Nanang Suwardi yang berada di balik konsep tidak biasa ini. “Saya ingin mengubah pola pikir warga tentang sampah dan itu hanya bisa kalau sampah dikasih nilai,” jelas Nanang yang me-rupakan pendiri Bank Sampah sekaligus Ketua RW 09.

Nanang menuturkan awal-nya ketika dua tahun lalu terpilih jadi ketua RW, ia coba

menggerakkan kepedulian lingkungan warga lewat pem-bagian tempat sampah ke 16 RT di lingkungannya. Namun, itu tidak berhasil.

Plastik, kertas, dan berbagai sampah lainnya tetap tercecer sampai ke selokan. Ia pun ber-pikir perlunya imbalan agar warga mau bergerak.

“Tapi, saya ingin sampah juga jadi penggerak ekonomi warga, enggak sekadar beli,” kata ayah tiga anak ini.

Dari situlah lahir konsep bank sampah yang beroperasi mulai 27 Januari 2010. Dengan bentuk bank, warga diajak menabung dan mereka bisa mendapat pinjaman tanpa bunga dan jaminan. Memang, pinjaman baru terbatas Rp300 ribu, tapi itu dirasa warga su-dah cukup membantu.

Kini dengan nasabah yang sudah berkembang dari 200 menjadi 500, setiap bulannya Bank Sampah menerima sekitar 2 ton sampah yang terdiri dari plastik, kardus, dan kaleng. Ini berarti RW 09 sudah mengu-rangi volume sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Lapangan kerjaRezeki dari sampah tidak ha-

nya mengalir ke nasabah, tapi juga para pemuda karang ta-runa. Totalnya ada 12 pemuda yang kini punya penghasilan tambahan.

Selain Irfan dan Jumardi yang bertugas sebagai teller, ada pemuda lain yang bertugas sebagai pemilah sampah, tim kreatif (yang mendaur ulang sampah jadi kerajinan tangan), pembuat kompos, dan staf ad-ministrasi.

Teller dan pemilah dibayar Rp500 per kilogram sampah yang mereka tangani. Dalam sekali berkeliling biasanya teller bisa mengumpulkan sampah sampai 25 kg.

Tim kreatif bisa menjual motor-motoran dan mobil-mobilan yang dibuat dari kar-

dus dan koran bekas hingga puluhan ribu rupiah.

Kini Bank Sampah sudah mengantarkan Kelurahan Sem-per Barat juara dua tingkat nasional dan Nanang sudah diundang ke Istana Negara dalam perayaan HUT ke-65 RI lalu.

Namun, pekerjaan Bank Sampah masih jauh dari selesai. Nanang bercita-cita mengolah sebanyak mungkin sampah di daerahnya, termasuk juga sampah organik.

Pengolahan kompos ma-sih jauh lebih kecil daripada sampah anorganik dan masih banyak warga belum mengerti akan nilai dari sampah terse-but. (M-1)

[email protected]

Bintang Krisanti

Berkat Bank Sampah, warga Beting Indah, Cilincing, kini melihat botol, kardus, dan kaleng bekas sebagai

tabungan. Utang pun dilunasi dengan sampah.

Ketika Sampah Jadi Tabungan

FOTO-FOTO: MI/ADAM DWI

Mengkreasikan Nilai Tambah MESKI saat ini keuntungan Bank Sampah masih kecil dan bahkan modal yang dikeluar-kan Nanang belum kembali, ia yakin Bank Sampah bisa meng-untungkan layaknya bank konvensional.

“Kita bisa mendapat untung lumayan kalau bisa mengolah sampah-sampah ini, bukan cuma membersihkan,” kata Nanang. Ia pun mengambil replika mobil dan motor besar yang dibuat dari kardus dan

kertas koran. “Ini dijual bisa dua puluh lima ribu (rupiah) sementara kita belinya hanya delapan ratus (rupiah) sekilo,” katanya pria yang sejak remaja sudah mendirikan sanggar seni daur ulang ini.

Produk daur ulang lainnya yang dihasilkan Bank Sampah adalah kompos yang dijual Rp2.000/kg, lampu hias dari karton, dan kaleng yang di-bentuk menjadi tempat sterno (bahan pemanas makanan).

Nanang menambahkan, plastik yang telah dicacah dan tempat sterno bisa memberikan margin keuntungan paling besar.

Untuk bisa kembali modal dan mendapat untung besar perlu proses yang tidak instan. Namun, bagi Nanang, gera-kannya itu setidaknya mem-bantu permasalahan sampah di Jakarta yang tak kunjung usai.

Bahkan untuk tetap berjalan-nya Bank Sampah itu, Nanang

sudah merogoh kocek sampai Rp40 juta untuk untuk mem-buat bangunan, bak-bak, hing-ga mencetak buku tabungan.

Keuntungan Bank Sampah baru cukup untuk membayar upah 12 karyawannya. Ia sen-diri sebagai direktur masih bekerja secara sosial.

Salah satu kendala, menurut Nanang, adalah ketersediaan alat pengolah plastik dan ka-leng. Bank Sampah mendapat bantuan alat pencacah plastik,

tetapi saat ini status pemin-jaman dari wali kota sudah habis.

Sementara itu, alat untuk membentuk kaleng masih meminjam dari pengusaha lain. Padahal volume sampah yang dijaring masyarakat terus tambah. Antusiasme warga juga membuat Bank Sampah ini sudah memiliki cabang. Saat ini sudah ada dua cabang Bank Sampah di RW 015 dan RW 01. (Big/M-1)

Dengan bentuk bank, warga diajak menabung dan bisa mendapatkan pinjaman tanpa bunga dan jaminan.”

SELAMA bulan Ramadan bukan hanya masjid yang lebih ramai, melainkan juga tempat-tempat kuliner. Tak ketinggalan

tempat jajanan dadakan yang banyak muncul di pinggir-pinggir jalan.

Memang buat yang sedang menjalankan ibadah puasa, penganan-penganan itu sangat menarik dengan kemasannya yang cantik. Namun, pernahkah terpikirkan limbahnya, termasuk limbah kemasannya?

Saat ini selain plastik, pembungkus makanan favorit para pedagang adalah styrofoam. Mungkin Anda juga

sudah tahu, styrofoam berbahaya bagi kesehatan karena bisa memicu kanker.

Styren, bahan pembentuk styrofoam, mudah larut oleh makanan berlemak dan panas. Bukan itu saja, styrofoam juga menimbulkan masalah lingkungan yang besar, bahkan sejak dibuatnya.

Polystyrene yang dibuat dari minyak mentah setidaknya menghasilkan 57 bahan kimia sampingan dalam proses pembuatannya. Bahan-bahan itu polutan udara.

Bukan itu saja, untuk membuat polystyrene dibutuhkan CFC yang

sudah dikenal merusak ozon. Memang sejak CFC dilarang, produsen banyak yang beralih ke HCFC.

Lalu, setelah jadi sampah, styrofoam sangat sulit terdegradasi di alam. Solusi limbah yang mungkin adalah dengan daur ulang. Namun, cara ini hanya sedikit dilakukan dan lebih banyak tempat daur ulang yang menolak styrofoam.

Kita memang sulit untuk sama sekali lepas dari kemasan-kemasan tersebut. Namun, bukan berarti kita tidak bisa meminimalkannya.

TipsGreen!

Membawa wadah sendiri saat membeli makanan adalah cara terbaik untuk mengurangi limbah kemasan.

KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SAMPAH: Nanang Suwardi, Ketua RW 09 Semper Barat, Cilincing, pendiri Bank Sampah. Layaknya bank konvensional, sampah dijadikan tabungan dan dapat digunakan untuk mendapatkan pinjaman bagi warga. Dengan begitu, sampah dikelola baik dan warga pun terbantu.