ketamin yola
DESCRIPTION
ketamiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestetik intravena lebih banyak digunakan dalam bertahun – tahun terakhir ini baik
sebagai adjuvan bagi anestetik inhalasi maupun sebagai anestetik tunggal karena tidak
diperlukan peralatan yang rumit dalam penggunaannya. Tujuan pemberiannya adalah untuk
(1) Induksi anestesia ; (2) induksi dan pemeliharaan anestesi pada tindak bedah singkat ; (3)
menambah efek hipnosis pada anestesia atau analgesia lokal ; dan (4) menimbulkan sedasi
pada tindak medik.
Anestesia intravena ideal adalah yang (1) cepat menghasilkan hipnosis; (2)
mempunyai efek analgesia; (3) menimbulkan amnesia pasca-anestesia; (4) dampak buruknya
mudah dihilangkan oleh antagonisnya; (5) cepat dieliminasi oleh tubuh; (6) tidak atau sedikit
mendepresi fungsi respirasi, dan kardiovaskuler; dan (7) pengaruh farmakokinetiknya tidak
bergantung pada disfungsi organ. Kriteria ini sulit dicapai oleh satu macam obat, maka
umumnya digunakan kombinasi beberapa obat umumnya digunakan cara anestesi lain.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Sifat dan Struktur Kimia
Ketamin adalah derivat phencyclidine, dengan rumus kimia
2-O-chlorophenyl-2-metyl amino cyclohexanon HCL. Merupakan
kristal putih yang larut dalam air dan memiliki pH 3,5-5,5, mula-
mula disintese oleh Steven pada tahun 1965 untuk anestesi,
sedangkan pencyclidin sendiri tidak dipakai lagi karena
menimbulkan insidens halusinasi yang tinggi.1
Molekul ketamin mengandung inti chiral yang meghasilkan 2 isomer optis, yaitu
Isomer S (+) dan R (-). Isomer S (+) menghasilkan anestestik yang lebih poten dan analgesia
yang lebih baik (pada percobaan secara in vivo ditunjukkan bahwa isomer S (+) ketamin 2 –
3 kali lebih poten dari pada isomer R (-) ketamin dalam analgesia), kesadaran lebih cepat dan
lebih rendahnya insiden reaksi terbangun dibandingkan dengan isomer R(-).Kedua isometri
ketamin mampu menghambat pengambilan kembali katekolamin ke saraf simpatik
postganglion (suatu efek seperti kokain).1,2
R-Ketamin Ball and stick model of R-Ketamine S-Ketamin Ball and stick model of S-Ketamine
Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman
(batas keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan
kerja singkat.1
Ketamin disintesis dari 2-klorobenzonitril, yang bereaksi dengan reagen Grignard
siklopentilmagnesium bromide menghasilkan 1-(2-klorobenzoil) siklopentane. Selanjutnya
terjadi brominasi menggunakan bromin yang bereaksi dengan larutan metilamin membentuk
derivat methylimino.1
Gambar 1. Rumus bangun ketamin
II. Mekanisme Kerja
Ketamin adalah suatu analgesik kuat pada konsentrasi plasma subanestetik, dan
efek anestetik dan analgesia mungkin diperantarai oleh mekanisme yang berbeda. Yang
secara rinci, analgesia mungkin dalam kaitan dengan suatu interaksi antara ketamin dan
opioid reseptor di dalam sistem saraf pusat. Ketamin dan campuran seperti phencyclidin
telah memperlihatkan blok nonkompetitif eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-
D-aspartat.2,3
Ketamin dilaporkan berinteraksi dengan mu (µ), delta (δ) dan kappa (κ) reseptor
dari opioid. Interaksi dengan opioid reseptor ini pada berbagai studi NH –O menduga
bahwa ketamin sebagai antagonis pada µ reseptor dan agonis pada k reseptor. N-methyl-
D-aspartate adalah suatu asam amino yang bekerja sebagai reseptor dan merupakan
subgrup dari opioid reseptor. Ketamin bekerja sebagai suatu antagonist reseptor untuk
memblok spinal nociceptive refleks. Toleransi silang antara ketamin dan opioids suatu
reseptor umum untuk induksi analgesia ketamin. Suatu opioid reseptor teori akan lebih
lanjut didukung oleh pembalikan efek ketamin dengan naloxone. Sampai saat ini,
pembahasan efek naloxone atau respon ketamin belum selesai. Dalam klinik dilaporkan
ketamin tidak hanya digunakan dalam general anestesi tetapi juga regional anestesi.
Neuronal system mungkin melibatkan kerja antinosiseptif dari ketamin, blokade
norepinefrin dan serotonin reseptor merupakan kerja ketamin sebagai analgesia.3
III. Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat ketamin menimbulkan anestesi disosiasi, disini setiap
rangsang yang diterima akan diinterpretasikan berbeda. Hal ini oleh karena ketamin
menimbulkan gangguan fungsi dan gangguan elektrofisiologi, antara thalamokortikal dan
sistem limbik. Dalam hal ni pasien mengalami katalepsi, mendapat analgesi yang kuat
dan amnesia, tetapi hanya mengalami sedasi yang ringan. Pasien dapat mengalami
halusinasi dan mimpi buruk, kejadian ini lebih sering terjadi pada wanita dan orang
dewasa. Kadang – kadang pasien mengalami diplopia atau gangguan penglihatan lainnya,
yang bertahan sampai beberapa saat, setelah pemulihan kesadaran.2
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, konsumsi oksigen otak dan tekanan
intrakranial, karena itu berbahaya memberikan ketamin pada penderita dengan tekanan
intrakranial yang tinggi. Ketamin juga meningkatkan terjadinya kejang pada pasien-
pasien epilepsi.2
Setelah mendapatkan dosis anestesi secara intravena, 10-60 detik kemudian,
penderita menjadi tidak sadar. Reflek bulu mata, korneal, dan laringeal agak terdepresi.
Tonus otot meningkat, sering terjadi gerakan otot involunter dan kadang-kadang bersuara,
meskipun pasien mengalami amnesia.2
Pada sitem kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju curah
jantung, dan curah jantung. Ketamin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik yang ringan. Efek terhadap kardiovaskuler adalah peningkatan
tekanan darah arteri paru dan sistemik, laju jantung dan kebutuhan oksigen jantung.
Ketamin dapat pula meningkatkan isi semenit jantung pada menit ke 5 – 15 sejak induksi.
Cardiac index (CI) akan meningkat dari 3,1 liter/menit/m2 menjadi 3,5 liter/menit/m2.
Peningkatan maksimal terjadi 2-4 menit sesudah pemberian intravena, kemudian dengan
perlahan-lahan antara 10-20 menit akan kembali normal. Peningkatan kardiovaskuler ini
diduga akibat eksitasi pusat simpatis. Di dalam plasma, terjadi peningkatan kadar
epinefrin dan norepinefrin, 2 menit sesudah penyuntikan intravena dan kemballi normal
15 menit kemudian. Dengan adanya efek stimulasi kardiovaskuler, maka ketamin dipakai
untuk induksi pasien syok.2
Pada sistem respirasi, ketamin hanya sedikit mengurangi respiratory rate. Kadang
– kadang menyebabkan apnoe pada penyuntikan IV cepat, atau pada pasien yang
mendapatkan narkotik. Sedang emberian dosis kecil diazepam (0,2 mg/kgBB) hanya
menimbulkan sedikit pengaruh pada pernapasan, tetapi dengan dosis tingggi akan
menimbulkan depresi napas.2
Reflek – reflek dan tonus otot jala napas atas, biasanya masih aktif. Sekresi
kelenjar tracheo bronkia; dan saliva meningkat, efek ini bisa dihambat dengan obat-obat
antisekresi. Ketamin mempunyai sifat melebarkan bronkus dan dapat menjadi antagonis
bronkokonstriktor akibat histamin. Karena itu ketamin dipakai untuk penderita asma
bronkiale. Ketamin dapat menembus barrier placenta dan meningkatkan tonus otot janin,
tetapi tidak menurunkan tonus uterus. Pengaruh pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
mendapat ketamin untuk analgesi persalinan tergantung dosisnya.2
Ketamin tidak menaikkan kadar histamin plasma, karena itu jarang menimbulkan
hipersensitif.2
Pada mata ketamin meningkatkan tekanan intraoculi sebentar, menyebabkan
gerakan bola mata dan nistagmus.2
IV. Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin menyerupai tiopental dalam onset yang cepat, durasi
yang singkat, dan daya larut tinggi dalam lemak. Ketamin mempunyai suatu pKa 7,5 pada
pH fisiologis. Konsentrasi plasma puncak ketamin terjadi dalam 1 menit pada pemberian
IV dan dalam 5 menit pada suntikan IM.4
Ketamin tidaklah harus signifikan menempel ke protein plasma dan meninggalkan
darah dengan cepat dan didistribusikan ke dalam jaringan. Pada awalnya, ketamin
didistribusikan ke jaringan yang perfusinya tinggi seperti otak, di mana puncak
konsentrasi mungkin empat sampai lima kali di dalam plasma.4
Daya larut ketamin dalam lemak (5 – 10 kali dari tiopental) memastikan
perpindahan yang cepat dalam sawar darah otak. Lagipula, induksi ketamin dapat
meningkatkan tekanan darah cerebral bisa memudahkan penyerapan obat dan dengan
demikian meningkatkan kecepatan tercapainya konsentrasi yang tinggi dalam otak.
Sesudah itu, ketamin didistribusikan lagi dari otak dan jaringan lain yang perfusinya
tinggi ke lebih sedikit jaringan yang perfusinya baik. Waktu paruh ketamin adalah 1 – 2
jam.44
Metabolisme ketamin secara ekstensif oleh microsomal enzim hepatic. Suatu jalur
metabolisme yang penting adalah demethylation ketamin oleh sitokrom P450 menjadi nor
ketamin. Norketamin adalah hydroxylated dan kemudian menghubungkan ke glucuronide
metabolit yang non-aktif dan dapat larut dalam air. Zat ini kemudian mengalami
hidroksilasi. Semua hasil metabolisme ini kemudian mengalami konjugasi dan diekskresi
melalui urin dan feces. Halotan atau diazepam memperlambat metabolisme dari ketamin
dan memperpanjang efek obat tersebut.1,4
Gambar 2. Metabolisme ketamin.Dikutip dari Stoelting, Hiller
Ketamin tersimpan dalam jaringan dimana dapat berperan pada efek kumulatif
obat dengan pengulangan atau pemakaian yang kontinu.
V. Efek Samping
Jangka pendek
Hingga 40% dari pasien mungkin mengalami efek samping, yaitu :
Delirium
Sakit kepala
Diplopia
Penglihatan kabur
Nistagmus
Hipertensi
Takikardi
Hipersalivasi
Mual dan muntah
Eritema
Nyeri pada tempat injeksi
Fenomena psycotomimetik
Euforia
Afasia
Vivid dreams
Mimpi buruk
Gangguan atensi, memori
Ilusi
Halusinasi
Emergency Delirium
Dapat terjadi pada periode pasca anestesi ketamin, mengenai visual, pendengaran,
prprioeptif, ilusi, bingung yang dapat berkembang menjadi delirium. Mimpi buruk dan
halusinasi dapat terjadi 24 jam sesudah anestesi ketamin dan biasanya akan hilang dalam
beberapa jam.2
Angka kejadian emergency delirium, berkisar antara 5-30%. Faktor yang diduga dapat
meningkatkan angka kejadian mimpi buruk dan halusinasi antara lain wanita usia dari 16
tahun, dosis ketamin lebih dari 2 mg/kgBB dan mempunyai riwayat sering mimpi buruk.
Emergency delirium dapat dikurangi dengan memberikan obat golongan benzodiazepin.
Atropin dan droperidol meningkatkan terjadinya emergency delirium.2
Jangka Panjang
Penggunaan ketamin dapat menyebabkan gangguan kognitif, termasuk
masalah memori.5
Skala besar pertama, studi longitudinal pengguna ketamin menemukan bahwa
pengguna sering ketamin (setidaknya 4 hari / minggu, rata-rata 20 hari / bulan)
mengalami peningkatan depresi dan gangguan memori dengan beberapa cara,
termasuk lisan memori, jangka pendek dan memori visual . Namun, jarang (1-4 hari /
bulan, rata-rata 3,25 hari / bulan) pengguna ketamin dan pengguna ketamin mantan
tidak ditemukan berbeda dari kontrol dalam memori, perhatian dan kesejahteraan
psikologis tes. Hal ini menunjukkan penggunaan jarang ketamin tidak menyebabkan
defisit kognitif, dan bahwa setiap defisit yang mungkin terjadi mungkin reversibel bila
penggunaan ketamin dihentikan.5
Konsentrasi paparan jangka pendek dari budaya neuron GABAergic untuk
ketamin pada konsentrasi tinggi menyebabkan kerugian yang signifikan dari sel
dibedakan dalam satu studi, dan non-sel-kematian-inducing ketamin (10 mg / ml)
masih dapat memulai jangka panjang perubahan dari punjung dendritik dalam neuron
dibedakan. Penelitian yang sama juga menunjukkan kronis (> 24 jam) pemberian
ketamin pada konsentrasi serendah 0,01 mg / ml dapat mengganggu pemeliharaan
arsitektur dendritik. Hasil ini meningkatkan kemungkinan bahwa paparan kronis
rendah, konsentrasi subanesthetic ketamin, sementara tidak mempengaruhi
kelangsungan hidup sel, masih bisa merusak morfologi neuronal dan dengan demikian
dapat mengakibatkan disfungsi dari jaringan saraf.5
Efek terhadap Saluran Kemih
Menurut sebuah tinjauan sistematik baru-baru ini, 110 laporan
didokumentasikan dari iritasi gejala saluran kemih dari ketergantungan ketamin ada.
gejala saluran kemih telah secara kolektif disebut sebagai "ketamin-induced colitis
cystitis" atau "ketamin-induced vesicopathy", dan termasuk urgent inkontinensia,
penurunan kepatuhan kandung kemih, penurunan volume kandung kemih, detrusor
overactivity, dan hematuria yang menyakitkan (darah dalam urin). Hidronefrosis
Bilateral dan nekrosis papiler ginjal juga telah dilaporkan dalam beberapa kasus.
Patogenesis nekrosis papiler diduga akibat infiltrasi inflamasi mononuklear di papilla
ginjal akibat ketergantungan ketamin.5
Waktu timbulnya gejala saluran kemih bawah bervariasi, sebagian pada
tingkat keparahan dan kronisitas penggunaan ketamin, namun tidak jelas apakah
tingkat keparahan dan kronisitas penggunaan ketamin sesuai linear dengan penyajian
gejala ini.5
Pengelolaan gejala ini terutama melibatkan penghentian ketamin, yang
kepatuhan rendah. Pengobatan lain telah digunakan, termasuk antibiotik, OAINS,
steroid, antikolinergik, dan cystodistension. Kedua berangsur-angsur asam hyaluronic
dan gabungan polysulphate pentosan dan penghentian ketamin telah terbukti
memberikan bantuan pada beberapa pasien, tetapi dalam kasus terakhir, itu adalah
jelas apakah bantuan akibat penghentian ketamin, administrasi pentosan polysulphate,
atau keduanya. Selanjutnya tindak lanjut diperlukan untuk sepenuhnya menilai
efektivitas perawatan ini.5
VI. Interaksi obat
Ketamine dapat meningkatkan efek obat sedatif lain, termasuk : benzodiazepin,
barbiturat, opiat / opioid, anestesi, dan minuman beralkohol.5
VII. Penggunaan Klinis Ketamin
Ketamin adalah suatu obat yang unik yang menimbulkan analgesia kuat pada
dosis subanestetik dan memproduksi induksi anesthesia yang cepat melalui intra vena
pada dosis lebih tinggi. Pemberian dari suatu antisialogogue dalam pengobatan
preoperatif sering direkomendasikan untuk menghindari batuk dan laryngospasme
oleh karena ketamin berhubungan dengan pengeluaran ludah. Glikopirolat mungkin
lebih baik, seperti atropin atau skopolamin bisa secara teoritis meningkatkan
timbulnya kegawatan delirium. Analgesia kuat dapat dicapai dengan dosis ketamin
subanestetik, 0,2 sampai 0,5 mg kg-l IV. Analgesia ditujukan lebih baik untuk nyeri
somatik dibanding untuk nyeri viseral. Analgesia dapat dilakukan selama kehamilan
tanpa berhubungan dengan depresi neonatal. Neonatal neurobehavioral score bayi
yang dilahirkan lewat pervaginal dengan ketamin analgesia adalah lebih rendah dari
pada bayi mereka yang lahir dengan epidural atau spinal anesthesia, tetapi lebih tinggi
dibanding skor bayi dengan tiopental-nitrous oksida. Ketamin digunakan sebagai
induksi anestesi dengan dosis, 1 – 2 mg kg-l IV atau 5 – 10 mg kg-l IM. Suntikan
ketamin melalui intra vena tidak menimbulkan nyeri atau iritasi pembuluh darah.
Kebutuhan untuk intramuskular dengan dosis besar mencerminkan suatu efek
metabolisme di hepar yang signifikan untuk ketamin. Kesadaran hilang 30 sampai 60
detik setelah penggunaan intravena dan 2 sampai 4 menit setelah suntikan
intramuscular. Kesadaran hilang dihubungkan dengan pemeliharaan normal atau
hanya refleks berkenaan dengan depresi faringeal dan laringeal. Kembalinya
kesadaran pada umumnya terjadi 10 sampai 15 menit yang mengikuti suatu dosis
induksi ketamin intravena, tetapi kesadaran yang komplit dapat tertunda lama.
Amnesia dapat menetap untuk sekitar 1 jam setelah kembalinya kesadaran, tetapi
ketamin tidak menyebabkan amnesia retrograd.2
Complex Regional Pain Syndrome (CRPS)
Ketamin saat ini digunakan sebagai pengobatan eksperimental dan
kontroversial untuk CRPS, juga dikenal sebagai distrofi refleks simpatis (RSD).
CRPS / RSD adalah penyakit kronis yang ditandai dengan gangguan sensorik,
otonom, motor, dan dystrophic. Rasa sakit di CRPS bersifat kontinu, memburuk dari
waktu ke waktu, dan biasanya proporsional dengan tingkat keparahan dan lamanya
acara menghasut. Hipotesisnya adalah bahwa ketamin memanipulasi reseptor NMDA
yang mungkin me-reboot aktivitas otak menyimpang. Salah satu modalitas
pengobatan adalah infus ketamin dosis rendah antara 25 dan 90 mg per hari, selama
lima hari, baik di rumah sakit atau sebagai pasien rawat jalan.5
Efek samping yang paling sering diamati pada pasien yang menerima pengobatan ini adalah
perasaan mabuk. Halusinasi terjadi pada enam pasien. Efek samping lain juga termasuk
keluhan dari kepala ringan, pusing, dan mual. Dalam empat pasien, perubahan pada profil
enzim hati tercatat, infus dihentikan lalu dilakukan perbaikan fungsi hati. Prosedur ini baru-
baru telah diizinkan di Amerika Serikat untuk pengobatan CRPS.5
VIII. Kontra Indikasi2
- Hipertensi
- Hipertiroid
- Eklamsi/Pre-eklamsi
- Gagal jantung
- Unstable angina, infark miokard
- Aneurisma intra kranial, thoraks dan abdomen
- Tekanan intrakranial tinggi dan perdarahan cerebral
- Tekanan intra okuler yang tinggi
- Trauma mata terbuka
IX. Sediaan dan Dosis2
Biasanya dikemas dalam flacon berisi 10 cc larutan ada yang tiap cc mengandung mg
dan ada yang 100 mg.2
- Induksi IV : 0,5 – 2 mg/kgBB
- IM : 4 – 6 mg/kgBB
- Analgesi : 02 -0,8 mg/kgBB IV
- Preemptif : 0,15 -0,25 mg/kgBB IV
- Maintenance : 15 – 45 µg/kgBB/menit dengan 50-70% N2O
30 – 90 µg/kgBB/menit tanpa N2O
Onset2
- IV : 10 – 60 detik
- IM : 3 – 20 menit
BAB III
Penutup
Anestetik intravena lebih banyak digunakan dalam bertahun – tahun terakhir
ini baik sebagai adjuvan bagi anestetik inhalasi maupun sebagai anestetik tunggal
karena tidak diperlukan peralatan yang rumit dalam penggunaannya. Tujuan
pemberiannya adalah untuk (1) Induksi anestesia ; (2) induksi dan pemeliharaan
anestesi pada tindak bedah singkat ; (3) menambah efek hipnosis pada anestesia atau
analgesia lokal ; dan (4) menimbulkan sedasi pada tindak medik.
Ketamin adalah anestetik intravena, derivat phencyclidine, dengan rumus
kimia 2-O-chlorophenyl-2-metyl amino cyclohexanon HCL. Ketamin mempunyai
sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Ketamin sebagai
anastetik bekerja dengan memblok nonkompetitif eksitasi asam glutamat pada
reseptor N-metil-D-aspartat. Sedangkan, kerja ketamin sebagai analgesik diduga
akibat interaksinya dengan reseptor opioid dan blokade norepinefrin dan serotonin
reseptor. Efek samping ketamin yang hampir pada 30% pasien yaitu emergency
delirium, dapat terjadi pada periode pasca anestesi ketamin, mengenai visual,
pendengaran, prprioeptif, ilusi, bingung yang dapat berkembang menjadi delirium.
Penggunaannya dalam klinis yaitu pediatric anesthesia (sebagai induksi anestesi
diikuti dengan muscle relaxant dan intubasi endotrakeal), pasien asma atau dengan
PPOK, dan sebagai suplemen anestesi dpinal/epidural atau analgesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Zunilda, Elysabeth. Anestetik Umum. Dalam : Farmakologi dan Terapi. Gunawan G,
editor. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008.
2. Budiono U. Obat Anestesi Intravena Non Narkotik. Soenarjo, Jatmiko H D, editor.
Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan terapi intensif . Semarang : Fakultas
Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi. 2010
3. White P F, Romero G. Non-opioid Intravenous Anesthesia. Barash P G, Cullen B F,
Stoelting R K, editor . In : Clinical Anesthesia.. Fifth ed. New York : Lippincot
Williams & Wilkins. 2009
4. Latief, dkk. Petunjuk Praktik Anestesiologi. Ed 2. Jakarta : FKUI. 2006.
5. Williams. Ketamine. Medscape. 1 Februari 2013. Cited frome
http://emedicine.medscape.com/article/1934111-ketamine