ketahanan benang sutera terhadap sinar … · penelitian dilaksanakan pada bulan juli 2017 hingga...
TRANSCRIPT
KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP
SINAR ULTRAUNGU DENGAN PENAMBAHAN TiO2
PADA PAKAN ULAT SUTERA
AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketahanan Benang
Sutera Terhadap Sinar Ultraungu dengan Penambahan TiO2 pada Pakan Ulat
Sutera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan negeri tinggi makna pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanuan Bogor.
Bogor, Juli 2018
Ahmad Fawwaz Abdurrasyid
NIM G44130082
ABSTRAK
AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID. Ketahanan Benang Sutera
Terhadap Sinar Ultraungu dengan Penambahan TiO2 pada Pakan Ulat Sutera
Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan TETTY KEMALA
Sutera merupakan serat yang dihasilkan ulat Bombyx mori dalam tahapan
metamorfosis. Benang sutera memiliki sifat mekanik yang tinggi, namun dapat
menurun apabila terkena paparan sinar ultraungu (UV). Oleh karena itu,
modifikasi dengan menambahkan TiO2 dilakukan untuk mendapatkan sutera yang
lebih kuat terhadap sinar UV. Tujuan penelitian ini ialah mengevaluasi
karakteristik mekanik benang sutera yang dimodifikasi melalui pemberian variasi
konsentrasi TiO2 pada pakan, yaitu daun murbei. Ulat sutera instar kelima diberi
makan daun murbei yang telah ditambahkan TiO2 hingga menjadi kepompong.
Sutera dianalisis menggunakan difraksi sinar-X (XRD), spektroskopi inframerah
transformasi Fourier (FTIR), dan kuat tarik. Hasil analisis menunjukkan TiO2
terkandung dalam sutera berdasarkan XRD. Konsentrasi TiO2 melebihi 1.5%
mengurangi jumlah TiO2 yang masuk ke dalam sutera diakibatkan ulat sutera
mengeluarkan bioakumulasi TiO2 yang berlebih . Berdasarkan hasil FTIR, sutera
berinteraksi secara fisik dengan TiO2. Tidak terdapat perbedaan puncak FTIR
antara sutera kontrol dengan sutera hasil perlakuan. Kuat tarik sutera tertinggi
ditemukan pada sutera dengan penambahan 1.5% TiO2 pada pakan dengan
penyinaran selama 4 jam. Kata kunci : daun murbei, instar kelima, kepompong, kuat tarik,
ABSTRACT
AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID. Silk Thread Resistance to Ultraviolet
Light with Addition of TiO2 in Silkworm Feed. Supervised by IRMA
HERAWATI SUPARTO and TETTY KEMALA
Silk is the fiber produced by the Bombyx mori larvae in the stages of
metamorphosis. Silk threads have high mechanical properties, but may decrease
when exposed to UV. Therefore, the modification by adding TiO2 is done to
obtain a stronger silk against UV light. The purpose of this research was to
evaluate the mechanical characteristics of modified silk threads by giving
variations in TiO2 concentration in feed, namely mulberry leaves. The fifth instar
silkworm is fed the mulberry leaf that TiO2 has added to become a cocoon. Silk
was analyzed using XRD, FTIR, and tensile strength. The results of the analysis
showed TiO2 contained in silk based on XRD. The concentration of TiO2
exceeding 1.5% reduces the amount of TiO2 that enters the silk due to the
silkworm releasing excess bioaccumulation of TiO2. Based on FTIR results, silk
interacts physically with TiO2. There is no difference in FTIR peaks between silk
control and silk treatment results. The highest silk tensile strength was found in
silk by adding 1.5% TiO2 to the feed with irradiation for 4 hours..
Keywords: cocoon, fifth instar, mulberry leaf, tensile strength
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kimia
pada
Departemen Kimia
KETAHANAN BENANG SUTERA TERHADAP
SINAR ULTRAUNGU DENGAN PENAMBAHAN TiO2
PADA PAKAN ULAT SUTERA
AHMAD FAWWAZ ABDURRASYID
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Ketahanan
Benang Sutera Terhadap Sinar Ultraungu dengan Penambahan TiO2 pada
Pakannya berhasil diselesaikan. Karya ilmiah disusun berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Laboratorium Anorganik Institut Pertanian Bogor sejak Agustus
2017 hingga Maret 2018.
Ucapan terima kasih utama penulis disampaikan kepada Dr dr Irma
Herawati Suparto, MS dan Dr Tetty Kemala, MSi selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan saran dan masukan selama penelitian. Rasa terima kasih
disampaikan juga kepada ayahanda Eddy Surtana (alm) dan ibunda Kuraesin,
kakak-kakak saya (Hasyyati Ikramina Fajriyah, Hana Haliyati Kasyfillah, Raidah
Azyyati Fauziyah, dan Faruq Abdul Aziz), dan adik-adik saya (Adilah Shofwati
Hafilah, dan Muhammad Fashli Makarim) yang telah memberikan semangat dan
doa selama penulis menempuh studi, penelitian, dan penulisan karya ilmiah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rory Setiadi, Yanico Hadi
Prayogo, Muhammad Taufik, dan Fadli Fakhrullah dan staf Laboratorium
Anorganik IPB yang telah memberikan dukungan selama pelaksanaan penelitian
ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman di Departemen
Kimia angkatan 50 lainnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Juli 2018
Ahmad Fawwaz Abdurrasyid
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK iv
PRAKATA vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
METODE 2
Alat dan Bahan 2
Lingkup Kerja 2
Pemeliharaan Ulat Sutera 2
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Ulat Sutera dan Sutera Hasil Degumming 4
Karakteristik Sutera 6
SIMPULAN DAN SARAN 10
Simpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 12
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR GAMBAR
1 Kokon sutera 4
2 Interaksi air dengan OH pada permukaan TiO2 5
3 Interaksi gugus serina dengan OH pada permukaan TiO2 5 4 Difraktogram sutera 7
5 Spektra FTIR sutera 8
6 Grafik pengujian kuat tarik 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian 13
2 JCPDS TiO2 14
3 Contoh perhitungan kadar air 14
4 Puncak serapam 2theta TiO2 pada sutera 14
5 Contoh perhitungan kristalinitas sutera 14
6 Puncak serapan FTIR 15
7 Data uji kuat tarik 15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sutera merupakan serat yang dihasilkan ulat sutera (Bombyx mori) pada
tahapan metamorfosis. Benang sutera memiliki sifat mekanik seperti kuat tarik
dan daya ulur yang tinggi, sehingga menjadikannya salah satu material yang kuat
(Keten et al. 2010). Serat sutera dibentuk dari dua mikrofilamen protein yang
direkatkan dengan pelapis glikoprotein (serisin). Mikrofilamen protein dibentuk
dari gabungan nanofibril yang sejajar dengan sumbu panjang fibroin (Hardy dan
Scheibel 2010). Fibroin sutera tersusun dari sekuens protein [Gly-Ala-Gly-Ala-
Gly-Ser] dan berperan sebagai pembentukan pupa. Sutera secara umum tersusun
dari struktur β-sheet atau lembaran beta, yang terdiri atas domain hidrofobik rantai
samping asam amino pada sekuen utama. Struktur ini mengakibatkan
pembentukan lembaran yang rapat dari ikatan hidrogen antiparalel rantai protein.
Bagian hidrofobik yang besar diselingi bagian hidrofilik yang kecil membentuk
kekuatan dan ketahanan serat sutera (Vepari dan Kaplan 2007; Rajkhowa et al.
2012).
Serat sutera ditenun menjadi kain sutera sebagai bahan baku tekstil, benang
jahit, pembalut luka, pengikat jaringan, pelapis biokompatibel, enkapsulasi obat,
material dengan sifat eletronik, magnetik dan optik, serta bahan biomaterial
lainnya. Bahan sutera dapat dimodifikasi dengan beberapa teknik sederhana
seperti pewarnaan atau dimodifikasi secara kimia agar tahan air (Hardy dan
Scheibel 2010). Meskipun sutera memiliki sifat mekanik yang tinggi, sifat
mekanik sutera dapat menurun apabila terkena paparan sinar ultraungu (UV). Sifat
mekanik dari sutera yang terpapar sinar UV menurun sekitar 67‒72% dari
awalnya. Hal ini diakibatkan fotodegradasi struktur fibroin pada sutera, terutama
rantai polipeptida amorf yang berkontribusi dalam menurunkan sifat mekanik dari
sutera (Aksakal et al. 2015).
Peningkatan sifat mekanik benang sutera dapat dilakukan dengan
menambahkan senyawa lain seperti logam. Penambahan logam titanium dapat
menambah sifat mekanik dari sutera dengan cara berinteraksi dengan struktur
protein sutera. Sutera yang telah termodifikasi memiliki kuat tarik dan ketahanan
pada sinar UV yang lebih tinggi dibandingkan sutera tanpa modifikasi. TiO2 dapat
ditransfer melalui rantai makanan, yaitu daun murbei (Morus sp.). Asupan TiO2
meningkatkan metabolisme protein dan karbohidrat (Cai et al. 2015).
Titanium digunakan untuk memodifikasi sutera dikarenakan murah, non-
toksik, dan stabil terhadap cahaya. Penambahan logam titanium dioksida (TiO2)
dapat dilakukan dengan menambahkan logam pada pakan ulat sutera, sehingga
menghasilkan sutera yang termodifikasi. TiO2 digunakan karena tidak beracun,
mudah didapatkan, stabil terhadap cahaya, dan dapat ditambahkan melalui pakan
ulat sutera (Aksakal et al. 2013). Selain itu, TiO2 digunakan sebagai pelindung
UV. TiO2 merupakan semikonduktor, sehingga dapat menyerap dan menyebarkan
sinar UV. Ketika TiO2 terkena sinar UV, elektron akan tereksitasi dan melintasi
sela pita (Yang et al. 2003).
Pada penelitian yang dilakukan Cai et al. (2015), ulat sutera diberi pakan
dengan penambahan TiO2 dengan konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%. Sutera
2
dengan pemberian tambahan TiO2 1% memiliki nilai kuat tarik yang lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi lainnya. Penelitian yang dilakukan menggunakan
rentang konsentrasi yang lebih rendah, yaitu 0%, 1%, 1.5%, 2%, dan 2,5%.
Semua proses tersebut diharapkan mendapatkan sutera yang lebih kuat
terhadap paparan sinar UV dan konsentrasi optimum penambahan TiO2 yang
dapat diberikan pada ulat sutera. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
atau rekomendasi pemanfaatan TiO2 untuk meningkatkan ketahanan sutera
terhadap sinar UV. Tujuan penelitian ini mengevaluasi karakteristik mekanik sutra
dengan pemberian variasi konsentrasi TiO2 pada pakan ulat sutra.
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah sentrifusa (Beckman Model
J2-21 Floor Model Centrifuse), UV luminar (UV Sterilizer Cabinet T-209), alat
uji kuat mekanik (Torsee Paper Tensile Strength Tester type FA-104-30), difraksi
sinar X (XRD) (Shimadzu MAXima X XRD-7000), dan spektrofotometer
inframerah tranformasi Fourier (FTIR) (Perkin Eimer Spectrum One). Bahan yang
digunakan pada penelitian ini adalah ulat sutera instar keempat diperoleh dari
peternakan Rumah Sutera Bogor, daun murbei untuk pakan ulat sutera. Bahan
kimia yang digunakan ialah TiO2, akuades, Na2CO3 0.5 b/b, NaBr 9.6 M, dan air
deionisasi.
Lingkup Kerja
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, di
Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap
pertama ialah pemeliharaan ulat sutera hingga menjadi kokon kemudian proses
degumming hingga mendapatkan sutera. Tahap kedua ialah pencirian terhadap
sutera hasil degumming. Pencirian dilakukan dengan XRD, FTIR, dan uji kuat
tarik. Tahap ketiga ialah uji kuat tarik sutera yang disinari UV. Secara umum
bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pemeliharaan Ulat Sutera
Preparasi Pakan Ulat Sutera (Modifikasi Cai et al. 2015) Larutan TiO2 dibuat dengan mencampurkan TiO2 dengan massa yang
berbeda, yaitu 1, 1.5, 2, dan 2.5 g dilarutkan dalam 100 mL akuades. Larutan TiO2
disemprotkan merata pada permukaan daun murbei kemudian dikeringkan di
udara terbuka.
3
Preparasi Ulat Sutera (Modifikasi Cai et al. 2015)
Ulat sutera instar keempat dipelihara hingga ulat sutera instar kelima dengan
diberi makan daun murbei yang tidak diberi TiO2. Grup kontrol diberi makan
daun murbei yang tidak disemprotkan TiO2. Ulat sutera instar kelima dibagi
menjadi 5 kelompok (200 ekor ulat sutera, satu kelompok 40 ekor). Pemberian
pakan dilakukan hingga menjadi kepompong. Empat kelompok diberi makan daun
murbei yang telah dicelupkan berbagai konsentrasi TiO2 (1%, 1.5%, 2%, dan
2.5%), sedangkan satu kelompok tidak menggunakan TiO2.
Kadar Air Kokon (Modifikasi AOAC 2016)
Kokon dikeringkan selama 1 jam pada suhu 110 C kemudian pada suhu
105 C dalam oven hingga bobotnya konstan. Kemudian dihitung kadar air kokon
dengan persamaan
Kadar air =
Degumming Kokon (Modifikasi Cai et al. 2015)
Kokon yang telah kering dipotong menjadi beberapa bagian kemudian
dicuci dengan larutan Na2CO3 0.5 pada suhu 100 C selama 30 menit, kemudian
dicuci dengan air deionisasi dan dikering udarakan untuk mendapatkan sutera.
Pencirian Sutera
Penentuan Kandungan TiO2 pada Sutera dengan XRD
Sutera hasil degumming dimasukkan ke dalam larutan NaBr 9.6 M
kemudian didialisis selama 3 hari. Hasil dialisis disentrifugasi dengan kecepatan
1000 rpm, suhu 4 °C, selama 30 menit. Endapan sutera dikeringkan udarakan.
Setelah kering, sutera diuji dengan XRD dengan menggunakan radiasi CuKα,
dengan jarak 2θ ═ 5‒50 dengan laju 2/menit. Hasil yang diperoleh
dibandingkan dengan Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS)
Analisis dengan FTIR
Pengukuran diawali dengan preparasi sutera. Preparasi sutera diawali
penyiapan sutera sebanyak 0.001 g yang ditumbuk di dalam 0.1 g KBr. Setelah
tercampur merata, dilakukan pengukuran sampel menggunakan FTIR. Hasil FTIR
dianalisis menggunakan aplikasi Origin Pro 8.
Penentuan Kuat Tarik Sutera
Resistensi sutera terhadap sinar ultraungu dilakukan dengan
membandingkan sifat mekanik dari sutera sebelum dan sesudah diberikan UV.
Sutera disinari dengan UV dengan panjang gelombang 254 nm. Jarak sutera
dengan lampu UV sebesar 15 cm, selama 3, 4, dan 5 jam dan kontrol untuk
membandingkan. Sutera yang telah disinari diuji kuat tarik, perpanjangannya
dengan alat uji kuat tarik pada suhu 20‒25 C, kelembaban ±65% dan kecepatan
0.2 mm/menit.
4
Analisis Data
Hasil pengamatan berupa data XRD, FTIR, dan kuat tarik dianalisis dengan
membandingkan hasil kontrol antar 1%, 1.5%, 2%, dan 2.5% menggunakan
aplikasi Origin 8.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ulat Sutera dan Sutera Hasil Degumming
Ulat yang menjadi kokon sebanyak 114 dari 200 ekor ulat. Sebagian ulat
tidak mengokon, hal ini diakibatkan ulat sutera merupakan hewan yang suhu
tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya. Suhu yang baik untuk pertumbuhan ulat
sutera ialah 20‒28 °C (Nursita 2011), sedangkan suhu pemeliharaan ulat sutera
pada penelitian ini dilakukan pada suhu ruang dengan kisaran suhu 24‒33 °C.
Suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan hanya sedikit ulat sutera yang menjadi
kokon (Nursita 2011). Karakteristik kokon hasil perlakuan penambahan berbagai
konsentrasi TiO2 ditampilkan pada Tabel 1. Kokon yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 1.
a) (b) (c) (d) (e
Gambar 1 Kokon sutera kontrol (a), 1% TiO2 (b), 1.5% TiO2,
(c), 2% TiO2 (d), dan 2.5% TiO2 (e)
Tabel 1 Karakteristik kelompok perlakuan kokon
Kelompok Kokon
Berat (g) Panjang (cm) Diameter (cm) Kadar air (%)
Kontrol 0.4490 2.9 1.7 37.33
TiO2 1% 0.4117 2.5 1.4 40.53
TiO2 1.5% 0.3820 2.8 1.7 39.46
TiO2 2% 0.3613 2.7 1.4 38.20
TiO2 2.5% 0.3716 2.7 1.4 43.35
Menurut Basri et al. (2009), kadar air standar untuk kokon ialah 38‒42%.
Kadar air kokon sutera berada pada rentang standar yang ditetapkan, kecuali
untuk kontrol dan penambahan TiO2 2.5%. Peningkatan kadar air disebabkan oleh
5
terdapatnya rongga antar rantai protein yang diakibatkan adanya TiO2, sehingga
mengakibatkan peningkatan kadar air (Abedini et al. 2011). Contoh perhitungan
kadar air terdapat pada Lampiran 3. Menurut Vargas dan Núñez (2009). TiO2
dapat membentuk interaksi hidrogen pada permukaan TiO2. Oksigen pada
permuikaan TiO2 memiliki pasangan elektron bebas (PEB) yang dapat didonorkan
untuk membentuk interaksi hidrogen. Interaksi OH pada TiO2 dengan air dan
gugus samping serina disajikan pada Gambar 2 dan 3
Gambar 2 Interaksi air dengan OH pada permukaan TiO2
Pada sutera, gugus OH pada permukaan TiO2 yang dapat membentuk
interaksi dengan gugus OH pada gugus serina
Gambar 3 Interaksi gugus serina dengan OH pada permukaan TiO2
6
Interaksi OH serina dengan permukaan TiO2 mengakibatkan peningkatan
kadar air pada sutera. Peningkatan kadar air pada sutera dapat diakibatkan oleh
permukaan TiO2 membentuk interaksi hidrogen dengan air
Pemberian TiO2 mengakibatkan pengurangan ukuran kokon dan berat
kokon. Hal ini diduga penambahan ruang akibat TiO2 sehingga mengurangi berat
kokon. Selain itu penambahan TiO2 mengakibatkan ulat sutera kekurangan nutrisi
yang diperlukan. TiO2 yang diberikan mempengaruhi penampilan sutera. Sutera
yang diberikan TiO2 memiliki warna lebih putih dan berat kokon lebih rendah
dibandingkan kontrol. Penambahan TiO2 pada pakan mengakibatkan
bioakumulasi TiO2 pada kelenjar penghasil sutera di ulat (Cai et al. 2015),
sehingga sutera mengandung TiO2.
Sebelum dianalisis lebih lanjut, kokon mengalami proses degumming.
Degumming adalah proses penghilangan serisin pada sutera sehingga
menghasilkan sutera yang mengkilap, dan lembut (Freddi et al. 2003). Proses
degumming sutera dapat menggunakan larutan alkali, detergen, atau enzim.
Larutan alkali melarutkan serisin sehingga memisahkan fibroin dengan serisin
(Rajkhowa et al. 2008). Sutera hasil degumming dengan larutan Na2CO3 memiliki
bentuk seperti kapas. Hal ini menunjukkan degumming dengan Na2CO3
menghilangkan serisin pada sutera. Konsentrasi Na2CO3 merupakan fakor utama
dalam distribusi bobot molekul yang berhubungan dengan sifat fisik dan mekanik
sutera tersebut., Bentuk sutera yang seperti kapas diakibatkan proses degumming
yang terlalu lama atau konsentrasi Na2CO3 terlalu tinggi dan mengakibatkan
sutera kehilangan massa dan bentuk (Dou dan Zou 2015).
Karakteristik Sutera
Difraktogram XRD
Keberhasilan TiO2 masuk ke dalam sutera dapat ditentukan dengan XRD.
Difraktogram sinar X yang dihasilkan menunjukkan puncak difraksi dari sutera.
Grafik difraktogram sutera terlampir pada Lampiran 2. TiO2 memberikan sinyal
khas pada 27°, 36°, 39°, 42°, dan 45° (JCPDS 88-1175). Difraktogram XRD
sutera kontrol tidak menunjukkan puncak pada area sinyal khas TiO2 (Gambar 2).
Untuk difraktogram sutera dengan pemberian TiO2 dalam semua konsentrasi,
terdapat puncak pada area khas yang telah disebutkan diatas. Hal ini membuktikan
terdapat TiO2 pada sutera dari seluruh perlakuan dengan TiO2.
Tinggi puncak intensitas counts dipengaruhi oleh bentuk kristal dan posisi
puncak menunjukan komposisi senyawa (Culliti dan Stock 2001). Puncak seluruh
sutera yang terbaca menunjukan seluruh bentuk kristal dari sutera ialah amorf.
Pada difraktogram, terdapat puncak khas TiO2 pada penambahan 1% dan 1.5%
TiO2, sedangkan penambahan 2% dan 2.5% TiO2 hanya terdapat puncak pada 27°
Hal ini dapat diakibatkan bioakumulasi TiO2 berlebihan mengakibatkan TiO2
dibuang oleh sistem metabolisme ulat sutera. Tinggi puncak intensitas counts
TiO2 pada sutera menunjukan TiO2 berbentuk amorf bukan kristal. Hal ini dapat
diakibatkan sistem metabolisme ulat sutera mengubah bentuk kristal TiO2.
Difraktogram sutera disajikan pada Gambar 4. Daftar puncak serapan 2theta
disajikan pada lampiran 4.
7
Gambar 4 Difraktogram sutera hasil kontrol (a), penambahan 1% TiO2 (b),
1.5% TiO2 (c), 2% TiO2 (d), dan 2.5% TiO2 (e)
Nilai kristalinitas sutera menurun ketika TiO2 ditambahkan ke pakan.
Penambahan TiO2 pada pakan mengakibatkan protein sutera berinteraksi hidrogen
dengan TiO2 (Gambar 2) dan membatasi pergerakan protein, sehingga protein
tidak dapat menambah area nukleasi kristalisasi untuk fibroin pada sekitar
molekul TiO2 (Cai et al 2015). Kristalinitas sutera terdapat pada Lampiran 5.
Theta-2Theta (deg) (a)
I (c
ounts
)
I (c
ounts
)
I (c
ounts
)
I (c
ounts
)
I (c
ounts
)
2theta (deg)
8
Spektrum FTIR
`Sutera dianalisis dengan FTIR untuk mengetahui interaksi antara sutera
dengan TiO2. FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat
pada sutera. Gugus sutera memiliki pita serapan yang khas pada bilangan
gelombang pada 1600‒1700 cm-1
(amida I), 1520‒1550 cm-1
(amida II), dan
1200‒1313 cm-1
(amida III) berdasarkan FTIR.
Gambar 5 Spektra FTIR sutera hasil kontrol (a), penambahan 1% TiO2 (b),
1.5% TiO2 (c), 2% TiO2 (d), dan 2.5% TiO2 (e)
Pada Gambar 5, puncak FTIR dari sutera kontrol dengan sutera yang
ditambahkan TiO2 tidak terdapat puncak yang bertambah atau menghilang, Hal ini
menunjukan tidak terdapat ikatan baru pada sutera. Puncak yang dihasilkan pada
bilangan gelombang 3100‒3600 cm-1
menunjukkan ikatan OH dan NH. Pada
1600‒1700 cm-1
menunjukkan regangan antara C=O, sedangkan ikatan
1520‒1550 cm-1
menunjukkan deformasi N-H, dan 1200‒1313 cm-1
menunjukkan
regangan C≡N. Puncak pada bilangan gelombang 600‒750 cm-1
menunjukkan
ikatan Amida V, dua puncak pada bilangan gelombang 2700‒2900 cm-1
menunjukkan regangan simetris dan asimetris C‒H pada CH2. (Kamalha et al.
2015; Aksakal dan Koç 2013). Puncak serapan FTIR terdapat pada Lampiran 5
Berdasarkan bilangan serapan yang diperoleh dari sutera hasil kontrol,
penambahan 1% TiO2, 1.5% TiO2, 2% TiO2, dan 2.5% TiO2, terjadi pergereseran
puncak pada sutera hasil penambahan TiO2 pada semua konsentrasi. Hal ini
menunjukan sutera berinteraksi secara fisik dengan TiO2 yang ditambahkan.
a
b
c
d
e
O
H
N
H
CH NH C≡N
C=O
Amid
a V
a
b
c
e
d
9
Kuat Tarik Sutera
Resistensi sutera terhadap sinar ultraungu dilakukan dengan
membandingkan uji kuat tarik dari sutera sebelum dan sesudah diberikan UV.
Kuat tarik ditentukan berdasarkan uji tegangan uniaksial sederhana. Kuat tarik
sutera dilakukan dengan menarik sutera dengan kecepatan tertentu hingga sutera
tersebut putus (Brinson dan Brinson 2015). Hasil uji kuat tarik disajikan pada
Gambar 6.
Gambar 6 Hasil pengujian kuat tarik terhadap benang sutera setelah pemaparan
sinar ultraungu (pada 0 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam) dengan berbagai
konsentrasi TiO2
Dari hasil uji kuat tarik yang dilakukan, kuat tarik sutera cenderung
berkurang seiring lamanya penyinaran sinar UV. Hal ini diakibatkan degradasi
sutera yang diakibatkan paparan sinar UV, Sutera dengan penambahan TiO2 1.5 %
memiliki kuat tarik tertinggi dibandingkan yang lainnya. Data uji kuat tarik
terdapat pada Lampiran 6. Hal ini menunjukkan titik maksimal konsentrasi TiO2
yang dapat diberikan pada ulat sutera ialah 1.5%. Hal ini diakibatkan TiO2
menahan sinar UV dengan cara menyerap, memendarkan, dan memantulkan UV
(Yang et al. 2003). Hasil serupa dihasilkan oleh Fakin et al. (2015), TiO2
meningkatkan ketahanan serat poliamida terhadap sinar UV yang dipancarkan.
Sinar UV diserap oleh TiO2 pada panjang gelombang 250 dan 400 nm dengan
panjang gelombang maksimum 253, 246, dan 291nm.
Pada Gambar 4, nilai kuat tarik sutera dengan penambahan 1.5% TiO2 dan
penyinaran selama 4 jam memiliki nilai kuat tarik yang lebih tinggi dibandingkan
yang lainnya. Hal ini diduga akibat distribusi TiO2 pada sutera tidak merata,
sehingga terdapat bagian sutera yang mengandung TiO2 yang lebih tinggi
dibandingkan bagian lainnya. TiO2 melindungi sutera dengan cara memantulkan,
menghamburkan dan menyerap sinar UV, sehingga sutera tidak terpapar secara
langsung oleh sinar matahari (Manaia et al. 2013). Untuk ilustrasi tersedia pada
gambar 7.
3 jam 0 jam
4 jam 5 jam
Kontrol
1%
1.5%
2%
2.5%
Kuat
tar
ik (
KgF
)
10
Gambar 7 Cara kerja TiO2 sebagai pelindung UV
Hal lain yang mempengaruhi kuat tarik sutera ialah penghilangan serisin,
perubahan molekul, dan pemutusan ikatan. Penghilangan serisin pada permukaan
fibroin akan mengubah luas penampang dan merubah sifat tarik serat. Perubahan
struktur molekul β-sheet, pemutusan ikatan peptida, serisin yang terlepas menjadi
salah satu faktor kekuatan tarik pada sutera (Ho et al. 2011; Jiang et al. 2006).
Degumming yang tidak sempurna mempengaruhi kuat tarik dari sutra. Serisin
yang tersisa mengakibatkan kuat tarik yang tinggi. Nilai kuat tarik yang rendah
kontrol dapat diakibatkan selama proses pengeringan sutra terkena sinar matahari.
UV sinar matahari mendegradasi sutera, sehingga kuat tarik sutera berkurang.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
TiO2 dapat dimasukkan ke dalam sutera melalui pakan dengan konsentrasi
maksimal 1.5%. Penambahan konsentrasi TiO2 melebihi 1.5% mengurangi jumlah
TiO2 yang masuk ke dalam sutera. Dari hasil pengujian FTIR, tidak terbentuk
ikatan antar fibroin sutera dengan TiO2, sutera hanya berinteraksi secara fisik
dengan TiO2. Kuat tarik sutera tertinggi ialah 1.5% dengan penyinaran selama 4
jam
Saran
Diperlukan analisis lebih lanjut menggunakan instrumen lain seperti AAS
atau ICP-MS untuk mengetahui adanya TiO2 dalam kokon. Selain itu, diperlukan
analisis menggunakan instrument lain untuk mengetahui struktur tersier sutera.
Kontrol suhu diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan pengembangbiakan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abedini R, Mousavi SM, Aminzadeh R. 2011. A novel cellulose acetate (CA)
membrane using TiO2 nanoparticles: preparation, characterization and
permeation study. Desal. 277(1): 40-45. doi: 10.1016 /j.desal .2011.03.089
Aksakal B, Koc K. 2013. The tensile properties of uncoated and TiO2 coated
Bombyx mori silk yarns exposed. J Macromol Sci. 1:1283–1297.
doi:10.1080/00222348.2013.763703.
Aksakal B, Koç K, Yargı Ö, Tsobkallo K. 2015. Effect of uv-light on the uniaxial
tensile properties and structure of uncoated and TiO2 coated Bombyx mori
silk fibers. Spectrochim ACTA PART A Mol Biomol Spectrosc.
(2015).doi:10.1016/j.saa.2015.01.131.
Antonio CA, Jesús PG, Tetyana K, Andriy K. 2014. Extinction phenomenon in x-
ray diffraction technique for texture analysis. Ingeniería Investigación y
Tecnología. 15(2): 241‒252. doi.org/10.1016/S1405‒7743(14)72214-0
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2016. Official Methods of
Analysis of AOAC International 20th
ed. Latimer Jr, GW, editor. Maryland
(US): AOAC Internationals.
Basri E, Kaomini K, Yuniarti K. 2009. Kualitas filamen dan benang sutera dari
kokon hasil uji coba pengeringan dan penyimpanan menggunakan alat
desain P3HH Bogor. JPHH. 27(3): 213‒222
Brinson HFO, Brinson LC. 2015. Polymer Engineering Science and
Viscoelasticity An Intruduction. New York (USA): Springler US.
Cai L, Shao H, Hu X, Zhang Y. 2015. Reinforced and ultraviolet resistant silks
from silkworms fed with titanium dioxide nanoparticles. ACS Sustain Chem
Eng. 3:2551–2557. doi:10.1021/acssuschemeng.5b00749.
Culliti BD, Stock SR. 2001. Elements of X-Ray Diffraction. New Jersey (USA):
Prentice Hall.
Dou H, Zuo B. 2015. Effect of sodium carbonate on the degumming and
regeneration process of silk fibroin. JTTI. 10(3): 311-319. doi: 10.1080/
00405000.2014.919065.
Fakin D, Kleinschek KS, Ojstrešek A. 2015. The role of TiO2 nanoparticles on the
UV protection ability and hydrophilicity of polyamide fabrics. A Phys Pol
A. 127(4): 943‒946. doi: 10.12693/APhysPolA.127.943.
Freddi G, Mossotti R, Innocenti R. 2003. Degumming of silk fabric with several
proteases. J Biotechnol. 106:101–112. doi:10.1016/j.jbiotec.2003.09.006.
Hardy JG, Scheibel TR. 2010. Progress in polymer science composite materials
based on silk proteins. Prog Polym Sci. 35:1093–1115. doi:10.1016
/j.progpolymsci.2010.04.005.
Ho M, Wang H, Lau K. 2012. Effect of degumming time on silkworm silk fibre
for biodegradable polymer composite. JASS. 258(1): 3948‒3955. doi:
10.1016/j.apsusc.2011.12.068.
Jiang P, Liu H, Wang C, Wu L, Huang J, Guo C. 2006. Tensile behavior and
morphology of differently degummed silkworm (Bombyx mori) cocoon silk
fibres. Material Letters. 60(1): 919‒935. doi: 10.1016/j.matlet.2005.10.056.
Kamalha E, Zheng Y, Zeng Y, Fredrick MN. 2015. FTIR and WAXD study of
regenerated silk fibroin. JAMS. 677(1): 211‒215. doi:10.4028/www.
12
scientific.net/AMR.677.211
Keten S, Xu Z, Ihle B, Buehler MJ. 2010. Mechanical toughness of β‒sheet
crystals in silk. Nat Mater. 9(4):359–367. doi:10.1038/nmat2704.
Manaia EB, Kaminski RCK, Corrȇa MA, Chiavacci LA. 2013. Inorganic UV
filters. BJPS. 49(2): 201-209.
Naldoni A, Minguzzi A, Santo VD, Borgese, Bianchi CL. 2010.
Electrochemically assisted deposition on TiO2 scaffold for tissue
engineering: an apatite bio-inspired crystallization pathway. J. Mater. Chem.
21(1): 400‒407. doi: 10.1039/c0jm02446e.
Nursita IW. 2011. Perbandingan produktifitasulat sutera dari dua tempat
pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas.
JIIP. 21(3): 10‒17.
Rajkhowa R, Hu X, Tsuzuki T, Kaplan DL, Wang X. 2012. Structure and
biodegradation mechanism of milled bombyx mori silk particles.
Biomarcomolecules. 13(8):2503–2512. doi:10.1021/bm300736m.
Rajkhowa R, Wang L, Wang X. 2008. Molecular weight and secondary structure
change in eri silk during alkali degumming and powdering. J. Applied Pol
Sci. 119(1): 1339‒13. doi:10.1002/app.31981
Vargaz R, NúñezO. 2009. Hydrogen bond interactions at the TiO2 surface: Their
contribution to the pH dependent photo-catalytic degradation of p-
nitrophenol. JMCA: Chemical. 300(1-2): 65-71.
Vepari C, Kaplan DL. 2007. Silk as a biomaterial. Prog Polym Sci. 32(8‒9):991–
1007. doi:10.1016/j.progpolymsci.2007.05.013.
Xinxing F, Lan Z, Hailin Z, Jianyong C. 2010. Study on the properties of nano-tio
2 particles modified silk fibroin porous films. J Appl Polymr Sci. 116(1):
468–472. doi:10.1002/app.31527.
Yang H, Zhu S, Pan N. 2003. Studying the mechanism of titanium dioxide as
ultraviolet-bloking additive to films and fabrics improved scheme. JAPS.
92(1): 3201‒3210.
12
Disinar
i UV
Data
pengujia
n
Sutera yang
telah
disinari
Data
pengujia
n
Karakterisasi
XRD
Uji kuat tarik
Sutera
XRD
Pakan +
TiO2
Ulat sutera
instar kelima
Kepompong
kontrol
Kepompong
+ 1% TiO2
Kepompong
+ 2% TiO2
Kepompong
+ 1.5% TiO2
Kepompong
+ 2.5% TiO2
Degummin
g
Data
pengujia
n
Karakterisasi
FTIR
LAMPIRAN
Lampiran 1 bagan alir penelitian
Lampiran 2 JCPDS TiO2 (Naldoni et al. 2010)
Lampiran 3 Contoh perhitungan kadar air
Perlakuan Bobot (g)
Kadar air (%) Awal Akhir
Kontrol 0.2440 0.1529 37.33
1% 0.2729 0.1623 40.53
1.5% 0.2960 0.1792 39.46
2% 0.3602 0.2226 38.20 2.5% 0.2754 0.1566 43.35
Contoh perhitungan kadar air
Kadar air =
=
= 61.01%
Lampiran 4 Puncak serapan theta pada area khas TiO2
2Theta (deg) Intensitas (I)
Kontrol 1% 1.5% 2% 2.5%
27 - 4 4 1 3
36 - 5 3 - - 39 - 4 2 - -
42 - 2 1 - -
45 - 4 2 - -
Lampiran 5 Contoh perhitungan kristalinitas sutera
Perlakuan Area % Kristalinitas
(%) Kristal Amorf
Kontrol 0.3673 1.0583 25.75
1% 0.2830 0.9567 22.83
1.5% 0.1584 0.9700 14.04
2% 0.3616 1.0733 25.20
2.5% 0.2894 0.9383 23.57
14
15
Contoh perhitungan % kristalinitas
% Kristalintas =
=
=
= 25.75%
Lampiran 6 Puncak serapan FTIR sutera
Serapan Bilangan gelombang (cm
-1)
Kontrol 1% 1.5% 2% 2.5%
Ulur OH, NH 3291 3287 3293 3285 3294
CH 2981 2977 2972 2984 2980 CH2 2930 2933 2936 2934 2935
Regangan C=O 1660 1659 1657 1651 1660
Deformasi NH 1517 1511 1515 1513 1515
Regangan C≡N 1230 1229 1229 1231 1229 Amida V 701 694 689 697 692
Lampiran 7 Data uji kuat tarik
Perlakuan (jam) Kuat tarik (kgf)
K 1 1.5 2 2.5
0 7.61 5.33 6.095 10.66 6.09
3 5.33 7.61 3.76 9.69 13.33
4 20.07 12.19 36.57 12.08 18.66 5 7.61 7.1 10.66 15.05 13.33
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 13 Agustus 1996 dari
pasangan Eddy Surtana (Alm) dan Kuraesin. Penulis merupakan anak kelima dari
tujuh bersaudara. Tahun 2013 penulis lulus dari Sekolah Negeri 3 Sukabumi dan
melanjutkan studi di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri
Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi asisten praktikum Kimia
Organik Layanan Semester Gasal (2015,2017), asisten praktikum Kimia Organik
Layanan Semester Genap (2018), asisten praktikum Kimia B Semester Gasal
(2016-2017), asisten praktikum Kimia B Semester Genap (2017), dan asisten
praktikum Kimia Biologis II (2017). Penulis pernah aktif dalam organisasi
Serambi Rukhiyah Mahasiswa FMIPA (Serum-G) sebagai staf Creative Media.
Penulis berkesempatan melakukan praktik lapang di Balai Besar Hasil Pengujian
Penerapan Hasil Perikanan (BBP2HP) pada bulan Juli-Agustus 2016.