kesetimbangan uap cair pada sistem biner
DESCRIPTION
laporanTRANSCRIPT
JURNAL PRAKTIKUM
KIMIA-FISIKA II
KESETIMBANGAN UAP – CAIR PADA SISTEM BINER
NamaPraktikan : Lailatul Nurfadila
NIM : 121810301001
Kelompok : 6
Fak/Jurusan : MIPA/KIMIA
Nama asisten :
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik pemisahan fasa liquid–liquid ada beberapa macam yaitu distilasi, ekstrasi dan
absorbsi. Seperti halnya pemisahan komponen–komponen campuran etanol–air yang
dilakukan dengan proses distilasi. Distilasi adalah proses yang digunakan untuk memisahkan
campuran fluida berdasarkan titik didih yang diikuti oleh kondensasi. Data yang diperlukan
dalam penyelesaian persoalan distilasi adalah data kesetimbangan antara fase liquid dan fase
gas. Bentuk dan sumber data ksetimbangan antara fase liquid dan fase gas diantaranya dapat
digambarkan dalam bentuk kurva kesetimbangan biner ataupun diperoleh dengan cara
eksperimen.
Kesetimbangan uap cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan)
pada suatu waktu tertentu. Saat tercapainya kesetimbangan, kecepatan antara molekul-
molekul campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya
membentuk cairan kembali. Data kesetimbangan uap cair merupakan data termodinamika
yang diperlukan dalam perancangan dan pengoperasian kolom-kolom distilasi. Adapun hal –
hal yang berpengaruh dalam sistem ksetimbangannya yaitu : Tekanan (P), Suhu (T),
konsentrasi komponen A dalam fase liquid (x) dan konsentrasi komponen A dalam fase uap
(y).
1.2 Tujuan
Percobaan ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu mempelajari sifat larutan biner
dengan membuat diagram temperatur versus komposisi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)
2.1.1 Akuades
Tidak menyebabkan iritasi mata dan kulit apabila kontak, apabila tertelan tidak
berbahaya, apabila terhisap tidak menyebabkan irtasi paru- paru (Anonim, 2014).
2.1.4 Etanol
Etanol merupakan cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Etanol memiliki
titik nyala 11-14oC (951,8-57,2oF), titik didih lebih dari 76oC (168,8oF), titik leleh -113,48oC
(-172,9oF), larut dalam air dingin (Anonim, 2014).
Kontak dengan kulit menyebabkan luka bakar dan dermatis. Tindakan pertolongan
yang harus dilakukan adalah bilas daerah kulit yang terkena kontak asam klorida
menggunakan air bersih mengalir minimal 15 menit dan segera lepaskan pakaian yang
terkontaminasi. Kontak dengan mata menyebabkan iritasi bahkan dapat menyebabkan
kebutaan. Tindakan pertolongan yang harus dilakukan adalah cuci mata dengan air bersih
minimal 15 menit dengan sesekali mata diangkat dan ditutup. Jika tertelan akan menyebabkan
luka bakar pada membrane mukosa di mulut dan esophagus. Tindakan pertolongan yang harus
dilakukan adalah diberikan beberapa gelas air atau susu (Anonim, 2014).
2.2 Kesetimbangan Biner
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua
komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi
istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas
dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat yang
terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen yang terdapat dalam jumlah
yang lebih sedikit biasanya dinamakan zat terlarut (Bird,1993).
Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada
temperature tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lagi lebih banyak zat terlarut. Bila
jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat
jenuh. Kemungkinan larutan banyak sekali, ada sembilan kemungkinan yaitu:
1. Larutan gas dalam gas
2. Larutan cairan dalam gas
3. Larutan zat padat dalam gas
4. Larutan gas dalam zat padat
5. Larutan cairan dalam zat padat
6. Larutan zat padat dalam zat padat
7. Larutan gas dalam cairan
8. Larutan cairan dalam cairan
9. larutan zat padat dalam cairan.
Percobaan yang akan dilakukan menggunakan larutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam
cairan tergantung jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur (Sukardjo, 1989).
Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada seluruh
kisaran komposisi sistem. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan
sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan keadaan serta fraksi
molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f 1=X1×f 1¿
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan
pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
P1=X1×P10
Dimana : P1 = tekanan uap larutan
P0= tekanan uap larutan murni
X1= mol fraksi larutan
Potensial kimia dari tiap komponen dalam larutan didefinisikan sebagai :
μ1=μ10+RT ln X1
(Dogra, 1990).
Semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti Hukum Roult pada seluruh
selang konsentrasi dalam larutan ideal. Semua larutan encer yang tidak mempunyai interaksi
kimia di antara komponen-komponennya, Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal
maupun tidak ideal. Tetapi Hukum Roult tidak berlaku pada zat terlarut pada larutan tidak
ideal encer. Perbedaan ini bersumber pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang luar
biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam
lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry,
bukan Hukum Roult (Petrucci, 1992).
Larutan juga dapat dikatakan sebagai larutan ideal apabila :
1. Homogen pada seluruh system mulai dari mol fraksi 0-1
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur membentuk
larutan ( ΔH pencampuran = 0 )
3. Tidak ada beda volume pencampuran, artinya volume larutan sama dengan jumlah
komponen yang dicampurkan ( ΔV pencampuran = 0 )
(Tim Penyusun, 2014).
Sifat komponen larutan ideal adalah komponen yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua
komponennya. Contoh, sistem benzene-toluena. Larutan non ideal adalah larutan yang tidak
memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu:
1. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem aseton-
karbondisulfida.
2. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan
menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem benzene-
etanol dan sistem aseton-kloroform
(Tim Penyusun, 2014).
Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang mempunyai
tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan
komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai
kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan
mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap
(Alberty, 1987).
Percobaan ini komposisi larutan merupakan harga mol fraksi larutan untuk membuat
diagram T – X maka harga X ditentukan pada tiap –tiap titik didih dengan mengukur indeks
biasnya pada beberapa komposisi tertentu dari larutan. hal ini dapat dilakukan dengan
membuat grafik standar komposisi vs indeks bias terlebih dahulu. Komposisi dihitung sebagai
berikut : Misalnya mencampurkan a ml aseton dengan berat jenis ρ1 dengan b ml Chloroform
dengan berat jenis ρ2, maka komposisinya :
X1=( a ρ1
M 1)
{( a ρ1
M 1 )+(b ρ2
M 2)
Dimana : M 1 = berat molekul Aseton = 58
M 2 = Berat molekul chloroform = 119,5
Dari grafik standar akan dapat diturunkan menjadi bentuk-bentuk grafik sperti gambar 1.
Gambar 1. Beberapa kemungkinan bentuk grafik diagram fase campuran. (a) campuran
ideal, (b) deviasi positif), (c) deviasi negatif
(Tim Penyusun, 2014).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Piknometer
- Alat destilasi
- Pipet tetes
3.1.2 Bahan
- Etanol
3.2 Skema kerja
- ditentukan berat jenisnya dengan piknometer
- dialkukan sensor alkohol
- diencerkan dari 10% – 60%
- ditentukan berat jenis setiap larutan
- didestilasi setiap larutan
- diambil distilat dan residunya
- dibuat terlebih dahulu grafik standar n (indeks bias) – X pada campuran yang
belum didestilasi
- diperoleh diagram T – X dari turunannya
Etanol 70%
Hasil