kesepian pada pria usia lanjut yang melajang rara
TRANSCRIPT
KESEPIAN PADA PRIA USIA LANJUT YANG MELAJANG
RARA OKTARIA
Fakultas Psikologi Univesitas Gunadarma
Abstrak
Setiap orang membutuhkan seseorang dalam hidupnya seperti melakukan perkawinan yang merupakan ikatan diantara dua insan yang berbeda. Namun tidak semua orang menikah, ada yang memilih hidup melajang. Pada awalnya menganggap melajang itu mengasyikkan, namun dengan seiringnya waktu tmbul kesepian yang mengakibatkan rasa tertekan terutama ketika memasuki usia lanjut karena diusia ini banyak kehilangan kontak sosial dengan seseorang.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penyebab pria usia lanjut melajang, mengetahui gambaran kesepian pada pria usia lanjut yang melajang dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian pada pria usia lanjut yang melajang. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan subjek penelitian ini adalah pria usia lanjut yang melajang dengan usia 60 tahun. Adapun jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak satu orang. Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyebab pria usia lanjut melajang dapat disimpulkan bahwa, pertama yaitu subjek menjalin hubungan dengan wanita selalu tidak disetujui oleh ibunya dengan alasan perilakunya kurang bagus. Kedua yaitu subjek tidak mempunyai pekerjaan, dalam hal ini subjek mengatakan bahwa dirinya putus dengan pacarnya karena dirinya sampai saat ini belum memiliki pekerjaan. Ketiga yaitu masalah kesehatan, menurut subjek penyebab dirinya tidak bekerja karena subjek sakit selama sepuluh tahun.
Terdapat gambaran kesepian subjek. Gambaran ini memperlihatkan sikap dan perilaku subjek menunjukan kesepian. Gambaran yang pertama kesepian perilaku, dua subtema yang muncul yaitu, tidak memiliki teman dekat atau sahabat, dan merasa sendiri. Yang kedua kesepian kognitif, dua subtema yang muncul yaitu, tidak ada teman untuk berbagi cerita, dan merasa tidak cocok untuk bergaul dengan orang lain. Yang ketiga kesepian emosional, dua subtema yang muncul yaitu, merasa sedih tidak memiliki pasangan, merasa tidak ada satu pun orang yang memahaminya.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kesepian subjek. Pertama faktor psikologis terdapat empat subfaktor yang muncul yaitu kurang adanya dukungan dari lingkungan, kurangnya percaya diri, kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan, dan ketakutan menanggung resiko sosial. Pada faktor situasional terdapat dua subfaktor yang muncul yaitu takut di kenal orang lain, dan kehidupan di dalam rumah.
Kata kunci : Kesepian, pria usia lanjut, melajang
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk
sosial tidak akan pernah lepas dari
hubungannya dengan orang lain.
Sebagai makhluk sosial kita
memerlukan hubungan interpersonal
secara mendalam dengan seseorang
sehingga dapat memiliki arti
tersendiri di dalam hidupnya.
Hubungan yang demikian akan
meningkat terus sehingga sampai
pada suatu perkawinan.
Perkawinan merupakan salah
satu bentuk perkembangan ketika
kita meningkat dewasa. Menurut
Husein (2006) perkawinan
merupakan ikatan diantara dua insan
yang mempunyai banyak perbedaan
baik dari segi fisik, asuhan keluarga,
pergaulan, cara berpikir (mental),
pendidikan dan lain hal.
Namun demikian, ternyata
tidak semua orang dewasa menikah.
Hal ini terlihat dari data-data sensus
penduduk maupun penelitian.
Menurut sumber data statistik
Indonesia (2008), mengenai
penduduk yang berusia 15-49 tahun
yang membujang atau sekarang yang
dikenal dengan istilah lajang
jumlahnya sekitar 1,71 % pada tahun
2000.
Para lajang yang memilih
menjalani hidup sendiri atau hidup
melajang bukanlah suatu hal tanpa
masalah sehingga dapat dengan
mudah dijalankan oleh seseorang.
Mereka yang menjalani kehidupan
melajang harus berani mengambil
segala resiko dari segala
permasalahan yang akan timbul
nantinya. Menurut Hurlock (1991)
antara pria dan wanita terdapat
perbedaan dalam menjalani
kehidupan melajang. Untuk wanita
biasanya diwarnai stres jika belum
menikah. Berbeda dengan para pria
yang tidak mempersalahkan kapan
mereka menikah karena mereka tahu
bahwa pria dapat saja menikah kapan
pria mau. Banyak pria yang tetap
membujang karena ingin menikmati
kebebasan sebagai bujangan, atau
karena mereka ingin
mempersembahkan waktu dan tenaga
mereka sampai mantap dalam karier.
Kebanyakan orang yang tidak
menikah, mempunyai alasan yang
kuat untuk tetap membujang.
Menurut Baron (dalam Andryana,
2007), alasan pria tidak menikah
yaitu mereka menganggap komitmen
jangka panjang atau menikah akan
merusak hubungan indah yang telah
terjalin, lalu mereka menganggap
menikah membuat mereka tidak
sebebas hidup melajang, takut
dengan perceraian, trauma karena
kegagalan yang dialami kedua orang
tuanya, dan terkadang pria
mempunyai sifat pembosan. Selain
itu ada survey yang dilakukan oleh
majalah Femina (2006) terhadap 60
pria dan didapat beberapa alasan
mengapa mereka masih melajang
yaitu ada 35 % suara yang
mengatakan pria merasa lebih bebas
tidak menikah atau tidak ingin
kebebasannya dikekang, ada 29 %
suara yang mengatakan ingin 100 %
fokus untuk berkarier, lalu 20 %
suara yang mengatakan belum
merasa mapan dan ada 16 % suara
yang mengatakan belum menemukan
pasangan yang tepat.
Pada awalnya para lajang
menganggap hidup sendiri itu
mengasyikkan, namun dengan
seiringnya waktu timbul perasaan
kesepian (Santrock, 2002). Menurut
Nowan (2008) kesepian adalah
perasaan yang timbul akibat
kebutuhan yang mendesak akan
kehadiran orang lain, untuk
berkomunikasi, untuk mempunyai
relasi intim dengan orang lain,
ataupun kebutuhan akan dukungan,
penerimaan, dan penghargaan dari
orang lain akan keberadaan dirinya.
Beberapa penelitian
menggunakan skala kesepian yang
dikembangkan oleh University of
California of Los Angeles (UCLA
Loneliness Scale) mendapatkan hasil
bahwa pria memiliki rata-rata skor
kesepian yang lebih tinggi daripada
wanita (Brehm, 1992). Borys dan
Perlman (dalam Brehm, 1992)
mengatakan perbedaan jenis kelamin
dalam tingkat kesepian dapat
tergantung pada jenis pertanyaan
yang diajukan. Bila pengukuran
dilakukan dengan menggunakan
UCLA Loneliness Scale, dimana
dalam skala tersebut tidak muncul
kata kesepian secara terang-terangan,
maka subjek pria dilaporkan
memiliki tingkat kesepian yang lebih
tinggi daripada wanita. Sedangkan
bila pengukuran kesepian dilakukan
dengan terang-terangan
menyebutkan kata kesepian. Maka
didapatkan hasil sebaliknya yakni
subjek wanita memiliki tingkat
kesepian yang lebih tinggi daripada
pria. Borys dan Perlman (dalam
Brehm, 1992) mengemukakan bahwa
hal ini disebabkan karena pria pada
umumnya lebih sulit mengakui
secara terang-terangan bahwa dirinya
mengalami kesepian.
Seseorang yang kesepian
cenderung menyalahkan diri sendiri
atas kekurangan mereka. Sebagai
contoh, mereka menunjukkan
keterbukaan diri yang tidak tepat,
perhatian untuk diri sendiri sebagai
ganti perhatian terhadap pasangan
atau ketidakmampuan untuk
membangun keintiman yang nyaman
(Frankel dan Prentice dalam
Santrock, 2002). Terutama ketika
mereka memasuki usia lanjut dimana
usia lanjut itu sendiri adalah periode
penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode di
mana seseorang telah “beranjak
jauh” dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan, atau beranjak
dari waktu yang penuh manfaat
(Hurlock, 1991). Dimana dalam usia
ini banyak kehilangan kontak sosial
karena pola hidupnya semasa muda
cenderung konsentrasi pada pada
pekerjaan kantor dan tidak
mempunyai banyak waktu bergaul
dan berorganisasi dan membuat masa
pensiunnya bingung apa yang harus
dilakukan dan dengan siapa akan
mengadakan kontak dan komunikasi.
Selain itu, terkadang jauh dari Tuhan
sehingga para usia lanjut merasa
tidak berguna dan berdampak pada
upaya menarik diri dari pergaulan
sosial (Hanum, 2000). Disamping
itu, kesepian para usia lanjut dapat
disebabkan pengalaman traumatis,
yaitu trauma yang disebabkan oleh
meninggalnya orang yang amat
dicintai. Peristiwa tersebut dapat
menenggelamkan seseorang dalam
kesepian yang sangat mendalam dan
masuk dalam suasana kegelapan
(Hulme dalam Hanum, 2000)
Dari uraian di atas
disimpulkan bahwa setiap orang
membutuhkan hubungan
interpersonal secara mendalam
dengan seseorang, bukan sekedar
hubungan yang basa-basi melainkan
hubungan yang bermakna, seperti
melalui perkawinan yang merupakan
ikatan diantara dua insan yang
berbeda. Namun, tidak semua orang
menikah, ada yang memilih untuk
hidup sendiri atau melajang. Mereka
yang hidup melajang harus berani
mengambil resiko atas segala
permasalahan yang akan timbul
nantinya. Diantaranya kesepian,
perasaan ini dapat menimbulkan
perasaan tertekan pada diri seseorang
yang melajang terutama ketika
memasuki usia lanjut yang mana
dalam usia ini banyak kehilangan
kontak sosial dan menarik diri dari
pergaulan sosial karena pola
hidupnya yang salah semasa muda.
Disamping itu, juga karena
pengalaman traumatis yang terjadi
pada diri usia lanjut yaitu kehilangan
orang yang dicintainya.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan
yang telah disebutkan, maka
penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sebab-sebab pria usia
lanjut hidup melajang, gambaran
kesepian yang dialami dan faktor-
faktor yang mempengaruhi kesepian
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Studi kasus ini diharapkan
memberi masukan terhadap
kajian psikologi khususnya
psikologi sosial dan psikologi
perkembangan mengenai
masalah kesepian dan menjadi
bahan acuan bagi peneliti
selanjutnya, terutama yang
berkaitan dengan kesepian pada
pria usia lanjut yang lajang.
2. Manfaat Praktis
Peneliti berharap pada studi
kasus ini dapat menjadi acuan
bagi para psikolog dalam
memberikan saran dan masukan
bagi yang mengalami masalah
kesepian pada pria usia lanjut
yang belum menikah agar dapat
bangkit dari rasa kesepian dan
bertindak dengan langkah-
langkah positif.
TINJAUAN PUSTAKA
Kesepian
Peplau dan Perlman
(dalam Baron & Bryne, 2002)
kesepian adalah suatu reaksi
emosional dan kognitif terhadap
dimilikinya hubungan yang lebih
sedikit dan lebih tidak memuaskan
daripada yang diinginkan oleh orang
tersebut.
Sedangkan Hanum (2008)
kesepian merupakan kondisi dimana
orang merasa tersisih dari
kelompoknya, tidak diakui
eksistensinya, tidak diperhatikan
oleh orang-orang sekitarnya, tidak
ada tempat berbagi rasa, terisolasi
dari lingkungan sehingga
menimbulkan rasa sunyi, sepi, pedih
dan tertekan.
Menurut Nowan (2008)
kesepian adalah perasaan yang
timbul akibat kebutuhan yang
mendesak akan kehadiran orang lain,
untuk berkomunikasi, untuk
mempunyai relasi intim dengan
orang lain, ataupun kebutuhan akan
dukungan, penerimaan, dan
penghargaan dari orang lain akan
keberadaan dirinya.
Menurut Gierveld (dalam
Latifa, 2008) kesepian adalah kondisi
isolasi sosial yang subyektif
(subjective social isolation), dimana
situasi yang dialami individu tersebut
dirasa tidak menyenangkan dan tidak
diragukan lagi terjadi kekurangan
kualitas hubungan (lack of quality of
relationship).
Berdasarkan pengertian
diatas disimpulkan bahwa kesepian
adalah suatu reaksi emosional dan
kognitif dimana orang merasa
tersisih dari kelompoknya, tidak ada
tempat berbagi rasa, terisolasi dari
lingkungan sehingga menimbulkan
rasa sunyi, sepi, pedih dan tertekan.
Ciri-ciri Kesepian
Menurut Nowan (2008)
menyebutkan bahwa orang yang
kesepian ada masalah dalam
memandang eksistensi dirinya
(merasa tidak berguna, merasa gagal,
merasa terpuruk, merasa sendiri,
merasa tidak ada yang peduli, dan
perasaan negatif lainnya).
Sedangkan menurut
psychology Today Magazine (2003)
menyebutkan bahwa orang kesepian
merasa tidak mampu bergaul dengan
orang lain, merasa tidak ada satu pun
orang yang memahaminya, merasa
depresi, dan merasa cemas.
Menurut Baron & Bryne
(2005) orang yang kesepian
cenderung untuk menjadi tidak
bahagia dan tidak puas dengan diri
sendiri, tidak mau mendengar
keterbukaan intim dari orang lain dan
cenderung membuka diri mereka
baik terlalu sedikit atau terlalu
banyak, merasakan kesia-siaan
(hopelessness), dan merasa putus
asa.
Menurut Robinson (1994)
menyebutkan bahwa orang yang
kesepian merasa terasing dari
kelompoknya, tidak merasakan
adanya cinta disekelilingnya, merasa
tidak ada yang peduli dengan dirinya
dan merasakan kesendirian, serta
merasa sulit untuk mendapatkan
teman.
Berdasarkan ciri-ciri diatas
disimpulkan bahwa ciri-ciri kesepian
adalah orang yang kesepian merasa
dirinya tidak berguna, merasa gagal,
merasa tidak ada satu pun orang
yang memahaminya, tidak
merasakan adanya cinta
disekelilingnya, merasa depresi,
cenderung tidak bahagia dan
merasakan kesia-siaan
(hopelessness).
Tipe-tipe Kesepian
Menurut Weiss (dalam Sears
dkk, 1991) perasaan kesepian
tersebut dapat dibedakan kedalam 2
(dua) tipe, yaitu :
a. Kesepian Emosional (Emotional
Loneliness)
Kesepian ini terjadi karena
tidak adanya figur kelekatan dalam
hubungan intimnya, seperti anak
yang tidak ada orang tuanya atau
orang dewasa yang tidak memiliki
pasangan atau teman dekat. Kesepian
emosional dapat terjadi karena tidak
adanya hubungan dekat dengan
orang lain, kurangnya adanya
perhatian satu sama lain. Jika
individu merasakan hal ini, meskipun
dia berinteraksi dengan orang banyak
dia akan tetap merasa kesepian.
b. Kesepian Situasional (Situational
Loneliness)
Kesepian ini terjadi ketika
sesorang kehilangan integrasi sosial
atau komunitas yang terdapat teman
dan hubungan sosial. Kesepian ini
disebabkan karena ketidakhadiran
orang lain dan dapat diatasi dengan
hadirnya orang lain.
Sedangkan menurut Sadler
(dalam Latifa, 2008) ada lima tipe
kesepian, yaitu :
a. Interpersonal Loneliness
Manakala individu
merindukan seseorang yang dahulu
pernah dekat dengannya dan
melibatkan kesedihan yang
mendalam sehingga individu
mencari-cari orang baru untuk
dicintai. Tapi jika menemukan orang
yang potensial menjadi pasangan
baru sebelum ia mampu mengatasi
kesedihan terdahulu, maka individu
akan takut atau menolak.
b. Kesepian Sosial (Social
Loneliness)
Perasaan ketika individu
tidak ingin terpisah dari kelompok
sosial yang dianggap penting bagi
kesejahteraannya dan tidak ada hal
yang dapat ia lakukan untuk
mengatasi hal itu sekarang.
c. Culture Shock
Terjadi ketika individu
pindah ke suatu lingkungan
kebudayaan baru.
d. Kesepian Kosmik (Cosmic
Loneliness)
Dikenal dengan kesepian
eksistensial yaitu perasaan
ketidakmungkinan untuk menjalin
suatu hubungan yang sempurna
dengan orang lain.
e. Kesepian Psikologikal
(Psychological Loneliness)
Kesepian ini datang dari
kedalaman hati individu, baik itu
yang berasal dari situasi masa kini
ataupun sebagai reaksi dari trauma-
trauma masa lalu.
Menurut Bruno (2000),
mendefinisikan tiga penggolongan
kesepian yaitu:
a. Kesepian Kognitif (Cognitive
Loneliness)
Kesepian kognitif terjadi jika
individu mempunyai sedikit teman
untuk berbagi pikiran atau gagasan
yang dianggap penting.
b. Kesepian Perilaku (Behavioral
Loneliness)
Kesepian perilaku terjadi bila
anda kurang atau tidak mempunyai
teman sewaktu berjalan atau
melakukan kegiatan di luar rumah,
misalnya anda ingin nonton film atau
ingin makan di restoran tapi anda
tidak memiliki seorang teman yang
anda kenal yang bisa di ajak.
c. Kesepian Emosional (Emotional
Loneliness)
Kesepian jenis ini terjadi bila
individu membutuhkan kasih sayang
tapi tidak mendapatkannya. Inilah
kesepian yang sangat penting dan
sangat buruk dampaknya.
Berdasarkan uraian di atas
kesepian emosional adalah kesepian
yang terjadi akibat tidak adanya figur
kelekatan dalam hubungan intim
dengan seseorang dan juga kurang
perhatian satu sama lain, jika
individu merasakan hal ini, meskipun
dia berinteraksi dengan orang banyak
dia akan tetap merasa kesepian dan
bisa berdampak buruk bagi individu
tersebut. Sedangkan kesepian
perilaku atau juga kesepian
situasional adalah kesepian yang
terjadi karena ketidakhadiran
seseorang atau tidak mempunyai
teman untuk diajak melakukan
kegiatan di luar rumah dan dapat di
atasi dengan hadirnya sesorang.
Kesepian kognitif terjadi akibat tidak
mempunyai atau kurang memiliki
teman untuk berbagi pikiran atau
gagasan yang dianggap penting.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesepian
Menurut Middlebrook (dalam
Turnip, 1997) faktor yang
mempengaruhi kesepian adalah
sebagai berikut :
a. Faktor Psikologis
1) Kesepian Eksistensial
Keterbatasan manusia yang
terpisah dari orang lain
sehingga seseorang tersebut
tidak mungkin berbagi
perasaan dan pengalaman
dengan orang lain dan
seseorang tersebut harus
mengambil keputusan
sendiri dan menghadapai
ketidakpastian.
2) Pengalaman Traumatis
Kehilangan seseorang yang
sangat dekat secara tiba-tiba
bias menyebabkan orang
merasa kesepian, tetapi akan
lebih sanggup mentolerir
kesepian bila sering
mengalaminya atau orang itu
sendiri yang mulai menjauh
dari orang yang dekat
padanya.
3) Kurang dukungan dari
lingkungan
Seseorang bisa mengalami
kesepian bila merasa tidak
sesuai dengan
lingkungannya, sehingga
orang tersebut menganggap
dirinya diabaikan dan
ditolak oleh lingkungan.
4) Krisis dalam diri dan
kegagalan
Seseorang bisa kehilangan
semangat dan menghindar
dari lingkungannya bila
merasa harga dirinya
terganggu karena
harapannya tidak terpenuhi,
hal ini dapat menyebabakan
timbulnya gejala kesepian
pada orang itu.
5) Kurangnya percaya diri
Kesepian dapat terjadi bila
seseorang kurang dapat
mengungkapkan diri
sepenuhnya dan hanya
mampu berhubungan secara
formil saja. Kalaupun bisa
berhubungan sosial dengan
cukup baik, tetap saja
merasa kurang dilibatkan.
6) Kepribadian yang tidak
sesuai dengan lingkungan
Orang-orang yang
temperamen tertentu seperti
pemalu dan yang tidak
mampu berhubungan sosial
akan menarik diri dari
lingkungan.
7) Ketakutan menanggung
resiko sosial
Seseorang merasa takut
untuk terlalu dekat dengan
orang lain, karena khawatir
akan ditolak. Kedekatan
sosial dilihat sebagai sesuatu
yang berbahaya dan penuh
resiko.
b. Faktor Situasional
1) Takut dikenal orang lain
Seseorang yang takut
dikenal secara mendalam
oleh orang lain akan
cenderung menghilangkan
kesempatan untuk
berhubungan dekat dengan
orang lain, sehingga orang
tersebut tidak punya teman
berbagi rasa.
2) Nilai-nilai yang berlaku pada
lingkungan sosial
Nilai-nilai yang dianut
seperti privasi dan
kesuksesan dapat
menyebabkan seseorang
merasa kesepian karena ia
merasa terikat oleh nilai
tersebut.
3) Kehidupan di luar rumah
Rutinitas diluar rumah
seperti sekolah, kuliah dan
kerja menyebabkan
kurangnya kehangatan
hubungan seseorang dengan
orang-orang tertentu.
4) Kehidupan di dalam rumah
Rutinitas dirumah seperti
adanya jam makan, tidur,
mandi akan menyebabkan
kejenuhan pada pelakunya.
5) Perubahan pola-pola dalam
keluarga
Kehadiran orang lain dalam
sebuah keluarga akan
menyebabkan terganggunya
hubungan antar anggota
keluarga.
6) Pindah tempat
Seringnya pindah dari satu
tempat ke tempat lain akan
menyebabkan seseorang
yang tidak dapat menjalin
hubungan yang akrab
dengan lingkungan baru,
sehingga akan menimbulkan
kesepian.
7) Terlalu besarnya suatu
organisasi
Bila populasi dalam sebuah
organisasai terlalu besar,
akan sulit bagi seseorang
untuk mengenal satu sama
lain secara lebih dekat.
8) Desain arsitektur bangunan
Bentuk bangunan yang
canggih juga berpengaruh
terhadap interaksi sosial. Hal
ini mengingat bangunan-
bangunan dapat
menyebabkan masyarakat
menjadi individualistis
dimana interaksi sosial
menjadi terbatas.
Menurut Hanum (2008),
ditinjau dari sudut sosiologis
penyebab kesepian pada lanjut usia
antara lain karena beberapa hal
sebagai berikut:
a. Teralienasi (Terasing)
Perasaan dapat disebabkan oleh
adanya perasaan terasing dalam
kehidupan sosial sehingga
merasa dirinya sendiri di dunia.
Penderitaan akan kesepian ini
semakin menyiksa karena
merasa tidak mempunyai kawan
untuk berbagi rasa dan terisolasi
dari kehidupan bermasyarakat.
b. Anomie
Suatu situasi ketika terjadi suatu
keadaan tanpa aturan, yaitu
collective conciousness
(kesadaran kolektif) tidak
berfungsi. Kondisi seperti itu
terjadi dalam suasana krisis,
dimana kebutuhan-kebutuhan
tidak terpenuhi dan bertemu
dengan keadaan tidak
berfungsinya aturan-aturan
masyarakat pada akhirnya orang
merasa kehilangan arah di
dalam kehidupan sosialnya.
Lanjut usia yang mengalami
kesepian dan depresi dapat
disebabkan ketidakmampuan
dalam menyesuaikan diri
(maladjustment) dengan kondisi
lingkungannya. Mereka merasa
kecewa dan frustasi dengan
keadaan yang ada sehingga
mendorong untuk menarik diri
dari partisipasi di masyarakat.
c. Perubahan pada pola
kekerabatan
Nilai kekerabatan dalam
kehidupan keluarga semakin
lemah. Mengarah pada bentuk
keluarga inti, lanjut usia tidak
jarang terpisah jauh dari anak
cucu akibat proses urbanisasi.
Lanjut usia ditinggalkan oleh
anggota keluarga dan kurang
diperhatikan, dan banyak
diantara mereka hidup sendiri
dan kesepian. Keterpisahan
lanjut usia dari anggota keluarga
menyebabkan mereka tidak
intensif mendapat perhatian dan
kesejahteraan. Oleh karena itu,
perasaan sepi dan tertekan kerap
mewarnai para lanjut usia yang
ditinggalkan orang-orang yang
dicintainya.
Dampak dari Kesepian
Adapun dampak dari
kesepian menurut Robinson (1994)
yaitu :
a. Mengalami rendah diri,
bergantung pada teman untuk
membangun harga dirinya.
b. Menyalahkan diri sendiri.
c. Tidak ingin berusaha untuk
terlibat pada kegiatan sosial.
d. Mempunyai kesulitan untuk
memperlihatkan diri dalam
berkelakuan dan takut untuk
berkata ya atau tidak untuk hal
yang tidak sesuai.
e. Takut bertemu orang lain dan
menghindari situasi baru.
f. Mempunyai persepsi negatif
tentang diri sendiri.
g. Merasakan keterasingan,
kesendirian dan perasaan tidak
bahagia terhadap lingkungan
sekitar.
Lajang
Pengertian Lajang
Menurut Nowan (2008)
lajang adalah kondisi seseorang yang
masih sendiri atau yang belum
mempunyai pasangan dengan latar
belakang bermacam-macam.
Sedangkan menurut
Wikipedia (2008) lajang adalah
seseorang yang tidak menikah, dan
tidak mempunyai hubungan khusus
dengan orang lain.
Menurut Stein (dalam
Prestasi, 2006) menjelaskan, bahwa
mereka yang hidup melajang adalah
mereka yang belum menikah, tidak
terlibat dalam hubungan
heteroseksual dan homoseksual
serta tidak menjalani kehidupan
suami istri secara terbuka, seperti
tinggal serumah tanpa suatu ikatan
pernikahan.
Berdasarkan kesimpulan
diatas lajang adalah kondisi
seseorang yang belum menikah atau
yang belum mempunyai pasangan.
Stereotipe terhadap Lajang
Cargen dan Melko (dalam
Prestasi, 2006) menyebutkan
beberapa stereotipe yang ada pada
masyarakat mengenai seseorang
yang belum menikah :
a. Menyimpang
Masyarakat percaya bahwa
mereka yang tidak menikah
tergolong “tidak normal”.
Perkawinan merupakan salah
satu tugas perkembangan dalam
diri individu sehingga pada usia
tertentu seharusnya seseorang
sudah menikah.
b. Tidak Dewasa
Mereka yang belum menikah
dianggap belum dewasa.
Kemungkinan individu masih
terikat pada orangtuanya, belum
berpengalaman dan individu
masih bersibuk dengan dirinya
sendiri.
c. Penyimpangan Seks
Masih dipertanyakan bagaimana
seseorang yang normal
memenuhi kebutuhan seksualnya.
Namun ia tidak dapat
melakukannya, mengingat ia
tidak memiliki pasangan.
Mencari pelepasan seksual pada
sembarangan orang atau
melakukan masturbasi
dipersepsikan sebagai kegagalan
dalam proses perkembangan.
d. Kebebasan
Bahwa mereka yang tidak
menikah dipersepsikan sebagai
lebih bebas mempunyai lebih
banyak waktu dan kesempatan
karena tidak terikat keluarga.
e. Kebahagiaan dan Kesepian
Disatu pihak “hidup sendiri”
digambarkan sebagai lebih
menyenangkan, bebas
menentukan pilihan dan dan
tidak terlalu banyak pilihan
sehingga mereka lebih bahagia.
Di pihak lain mereka memulai
segalanya sendiri, mengambil
keputusan sendiri tanpang ada
orang lain tempat berbagi suka
dan duka.
f. Kemakmuran
Mereka yang hidup sendiri tidak
harus mengeluarkan biaya untuk
keluarga seperti biaya untuk
anak. Pengeluaran hanya untuk
dirinya sendiri. Dengan demikian
mereka dapat memenuhi segala
kebutuhan.
g. Fanatik pada pekerjaan
Mengingat mereka yang hidup
sendiri tidak harus memikirkan
keluarga, maka waktu mereka
lebih tercurah sepenuhnya pada
pekerjaan. Mereka biasanya
berhasil mencapai posisi yang
cukup tinggi.
Sebab-sebab Pria Melajang
Kebanyakan orang yang
belum menikah, mempunyai alasan
yang kuat untuk tetap membujang.
Menurut Baron (dalam Andryana,
2007) alasan pria tidak menikah
yaitu mereka menganggap komitmen
jangka panjang atau menikah akan
merusak hubungan indah yang indah
yang telah terjalin, lalu mereka
menganggap menikah membuat
mereka tidak sebebas hidup
melajang, takut pada perceraian,
trauma karena kegagalan yang
dialami kedua orang tuanya, dan
terkadang pria mempunyai sifat
pembosan.
Menurut Stein (dalam Prestasi,
2006) alasan yang sering terdengar
dari mereka yang hidup sendiri ialah
sulitnya mencari pasangan yang
tepat. Mereka sulit untuk
mendapatkan pasangan yang cocok
yang sesuai dengan keinginannya.
Selain itu menurut Dariyo
(2003), sebagian orang menempuh
cara hidup tidak menikah karena
didasari oleh :
a. Masalah Ideologi atau Panggilan
Agama
Individu yang mempercayai
suatu keyakinan tertentu
(misalnya ideologi politik atau
agama tertentu) dan berusaha
untuk mempertahankan
keyakinan tersebut, ia memilih
kehidupan untuk tidak menikah
(single life).
b. Trauma Perceraian
Bagi sebagian orang, perceraian
merupakan suatu hal yang biasa.
Kerap kali setelah menikah,
tidak berapa lama kemudian,
akhirnya perkawinan hancur
karena masing-masing pasangan
yang hidup sendiri.
Bagaimanapun peristiwa
perceraian memberikan dampak
luka batin yang tidak mungkin
dapat dilupakan seumur hidup
setiap orang, baik wanita
maupun pria.
c. Tidak Memperoleh Jodoh
Sebenarnya, setiap individu
diciptakan Tuhan, pasti
mempunyai jaodoh sendiri-
sendiri. Diyakini bahwa
kelahiran, jodoh, dan kematian
ada di tangan Tuhan. Artinya,
Tuhanlah yang menentukan
semua itu. Namun, adakalanya
seorang individu sampai pada
masa tua ataupun sampai
kematiannya, tidak mempunyai
pasangan hidup (jodoh) yang
tepat dan bahkan tidak
mempunyai keturunan.
d. Telanjur Memikirkan
Karier Pekerjaan
Tidak menutup kemungkinan,
individu yang mencapai jenjang
karier tinggi akan merasa
kesulitan memperoleh jodoh
yang diharapkan karena individu
(calon pasangan) yang datang
tidak sesuai dengan kriteria
yang ditentukan individu yang
bersangkutan.
e. Ingin Menjalani Kehidupan
Pribadi secara Bebas
Hidup sendiri ialah hidup yang
betujuan untuk menyenangkan
diri sendiri tanpa diganggu
orang lain. Apa pun aktivitas
yang dilakukan seseorang,
diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan hidup pribadi. Dalam
hal ini, orang menganut paham
kebebasan. Artinya, seseorang
bebas menentukan arah dan
perjalanan hidup sendiri, tanpa
diganggu ataupun mengganggu
orang lain.
Berdasarkan sebab-sebab
seseorang tidak menikah
disimpulkan bahwa seseorang tidak
menikah khususnya pria yaitu trauma
pada perceraian yang mungkin
dialaminya ataupun kegagalan dari
orang tuanya, panggilan agama, tidak
memperoleh jodoh dan terlanjur
memikirkan pekerjaan atau karier
dan sulit mencari pasangan yang
tepat.
Keuntungan dan Kerugian dari
Hidup Melajang.
Tentunya kehidupan para
lajang tidak terlepas dari berbagai
pengalaman yang menyenangkan dan
menyedihkan. Menurut Santrock
(dalam Dariyo, 2003)
mengungkapkan beberapa
keuntungan maupun keterbatasan
yang dialami mereka dalam
menjalani kehidupannya. Beberapa
keuntungan yang dirasakan bagi
mereka yang hidup sendiri ialah :
a. Individu merasa dapat menikmati
kebebasan dalam melakukan
berbagai aktivitas tanpa ada yang
mengganggunya.
b. Kemandirian dalam pengambilan
keputusan. Individu benar-benar
merasakan kehidupan privasi.
Sedangkan kerugian yang
dirasakan mereka adalah :
a. Kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan seksual.
b. Kesulitan ketika dalam
keadaan menderita sakit.
Bagi pria yang hidup sendiri,
tidak mungkin ia meminta
bantuan istri sebab ia tidak
memilikinya.
Usia Lanjut
Pengertian Usia Lanjut
Menurut Sabri (1993) usia
lanjut periode penutup dalam rentang
hidup seseorang. Masa ini di mulai
dari umur 60 sampai mati, yang
ditandai dengan adanya perubahan
yang bersifat fisik dan psikologis
yang semakin menurun.
Sedangkan menurut Hurlock
(1991) usia tua adalah periode
penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode di
mana seseorang telah “beranjak
jauh” dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan, atau beranjak
dari waktu yang penuh manfaat.
Menurut Widiyatun (1996)
usia lanjut adalah masa merasa
sudah sangat tua, ada rasa takut
menghadapinya dan ditandai dengan
kemunduran fungsi organ.
Jadi, usia lanjut adalah
periode penutup dalam rentang hidup
seseorang yang dimulai dari usia 60
tahun sampai mati dimasa di usia ini
sudah merasa sangat tua, dan adanya
perubahan yang bersifat fisik
maupun psikologis serta ditandai
kemunduran fungsi organ.
Ciri-ciri Usia Lanjut
Adapun ciri-ciri yang
berkaitan dengan penyesuaian
pribadi dan sosialnya. Menurut Sabri
(1993) adalah sebagai berikut :
a. Ada perubahan individu yang
menonjol sebagai akibat dari usia
lanjut, yaitu ketuaan yang
bersifat fisik mendahului ketuaan
psikologis yang merupakan
kejadian yang bersifat umum.
b. Ada beberapa masalah dari
penyesuaian diri dan sosial yang
khas bagi usia lanjut, misalnya
meningkatnya ketergantungan
fisik dan ekonomi pada orang
lain, membentuk kontak sosial
baru, mengembangkan keinginan
dan minat dan minat baru dan
kegiatan untuk memanfaatkan
waktu luang yang jumlahnya
meningkat.
c. Perubahan yang umum terjadi
pada masa ini adalah perubahan
yang menyangkut kemampuan
motorik, perubahan kekuatan
fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, perubahan pada
sistem saraf, perubahan
penampilan dan kemampuan
seksual, serta kecenderungan
sikap yang canggung dan kikuk.
d. Keterkaitan terhadap agama
bertambah dan sering di pusatkan
pada masalah tentang kematian
pada usia tersebut yang bersifat
pribadi tidak abstrak seperti
masa-masa sebelumnya.
e. Diantara sekian banyak bahaya
fisik yang bersifat umum yang
merupakan ciri usia lanjut, ialah
penyakitan, hambatan yang
bersifat jasmaniah, kurang gizi,
gigi banyak yang tanggal dan
hilangnya kemampuan seksual.
f. Bahaya yang bersifat psikologis
meliputi kepercayaan terhadap
pendapat klise tentang usia
lanjut, perasaan rendah diri,
perasaan tidak berguna,
perubahan tidak enak akibat
perubahan fisik, perubahan pola
hidup, perasaan bersalah karena
menganggur.
Sedangkan menurut Hurlock
(1991) ciri-ciri usia lanjut adalah :
a. Periode kemunduran
Pemunduran pada usia lanjut
sebagian datang dari faktor fisik
yang merupakan suatu perubahan
pada sel-sel tubuh bukan karena
penyakit khusus tapi karena
proses menua. Selain itu
pemunduran usia lanjut juga
datang dari faktor psikologis
yaitu sikap tidak senang terhadap
diri sendiri, orang lain, pekerjaan,
dan kehidupan pada umumnya
dapat menuju keadaan uzur,
karena perubahan pada lapisan
otak.
b. Perbedaan individual pada efek
menua
Orang menjadi tua secara
berbeda karena mereka
mempunyai sifat bawaan yang
berbeda, sosioekonomi dan latar
pendidikan yang berbeda, dan
pola hidup yang berbeda.
Perbedaan kelihatan di antara
orang-orang yang mempunyai
jenis kelamin yang sama, dan
semakin nyata bila pria
dibandingkan dengan wanita
karena menua terjadi dengan laju
yang berbeda pada masing-
masing jenis kelamin.
c. Dinilai dengan kriteria yang
berbeda
Pada waktu anak-anak mencapai
remaja, mereka menilai usia
lanjut dalam cara yang sama
dengan penilaian orang dewasa,
yaitu dalam hal penampilan diri
dan apa yang dapat dan tidak
dapat dilakukannya. Dengan
mengetahui bahwa hal tersebut
merupakan merupakan dua
kriteria yang amat umum untuk
menilai usia mereka banyak
orang berusia lanjut melakukan
segala apa yang dapat mereka
sembunyikan atau samarkan yang
menyangkut tanda-tanda penuaan
fisik dengan memakai pakaian
yang biasa dipakai orang muda
dan berpura-pura mempunyai
tenaga muda. Inilah cara mereka
untuk menutupi dan membuat
ilusi bahwa mereka belum lanjut
usia.
d. Stereotipe pada orang lanjut usia
Pendapat klise yang telah dikenal
masyarakat tentang usia lanjut
adalah pria dan wanita yang
keadaan fisik dan mentalnya
loyo, usang, sering pikun,
jalannya membungkuk, dan sulit
hidup bersama dengan siapa pun,
karena hari-harinya yang penuh
manfaat telah lewat, sehingga
perlu dijauhkan dari orang-orang
yang lebih muda.
e. Sikap sosial terhadap usia lanjut
Pendapat klise tentang usia lanjut
mempunyai pengaruh yang besar
terhadap usia lanjut maupun
terhadap orang berusia lanjut.
Dan kebanyakan pendapat klise
tersebut tidak menyenangkan,
maka sikap sosial tampaknya
cenderung tidak menyenangkan.
f. Menua membutuhkan perubahan
peran
Karena sikap sosial yang tidak
menyenangkan bagi kaum usia
lanjut, pujian yang mereka
hasilkan dihubungkan dengan
peran usia bukan dengan
keberhasilan mereka. Perasaan
tidak berguna dan tidak
diperlukan lagi bagi usia lanjut
menumbuhkan rasa rendah diri
dan kemarahan, yaitu suatu
perasaan yang tidak menunjang
proses penyesuaian sosial
seseorang.
g. Penyesuaian yang buruk
merupakan ciri-ciri usia lanjut
Karena sikap sosial yang tidak
menyenangkan bagi kaum usia
lanjut, yang nampak dalam cara
orang memperlakukan mereka,
maka tidak heran lagi kalau
banyak orang usia
mengembangkan konsep diri
yang tidak menyenangkan. Hal
ini cenderung diwujudkan dalam
bentuk perilaku yang buruk
dengan tingkat kekerasan yang
berbeda pula. Mereka yang pada
lalunya sulit dalam
menyesuaikan diri cenderung
untuk semakin jahat ketimbang
mereka yang dalam
menyesuaikan diri pada masa
lalunya mudah dan
menyenangkan.
h. Keinginan menjadi muda
kembali sangat kuat pada usia
lanjut
Dewasa ini berbagai cara
dilakukan untuk menjadi muda
kembali seperti obat-obatan telah
mengambil alih tugas-tugas
tersebut yang mencoba menahan
ketuaan, tukang sihir, ilmu gaib
digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut. Kemudian timbul
orang-orang yang bisa membuat
orang tetap awet muda, yang
dipercayai mempunyai kekuatan
magis untuk mengubah usia
lanjut menjadi lebih muda lagi.
Tugas Perkembangan Usia Lanjut
Tugas perkembangan usia
lanjut menurut Lesmana (dalam
Sabri, 1993) adalah :
a. Menyesuaikan diri dengan
penurunan kekuatan fisik dan
kesehatan.
b. Menyesuaikan diri dengan masa
pensiun dan penurunan
pendapatan.
c. Menyesuaikan diri dengan
kematian pasangan.
d. Memantapkan secara eksplisit
bahwa ia ada pada kelompok
usianya itu.
e. Mengadopsi dan mengadaptasi
peran sosial secara fleksibel
f. Menetapkan pengaturan
kehidupan yang memuaskan.
Menurut Hurlock (1991)
tugas perkembangan usia lanjut
adalah menyesuaikan diri dengan
menurunnya kekuatan fisik dan
kesehatan, menyesuaikan diri dengan
masa pensiun dan berkurangnya
penghasilan (income) keluarga,
menyesuaikan diri dengan kematian
pasangan hidup, membentuk
hubungan dengan orang-orang
seusia, membentuk pengaturan
kehidupan fisik yang memuaskan
dan menyesuaikan diri dengan peran
sosial secara luwes.
Kesepian Pada Pria Usia Lanjut
Yang Melajang
Perkawinan merupakan salah
satu bentuk perkembangan ketika
kita meningkat dewasa. Menurut
Husein (2006) perkawinan
merupakan ikatan diantara dua insan
yang mempunyai banyak perbedaan
baik dari segi fisik, asuhan keluarga,
pergaulan, cara berpikir (mental),
pendidikan dan lain hal. Walaupun
begitu pentingnya perkawinan
namun tidak semua orang menikah.
Belum menikah atau yang
kita kenal lajang banyak kita temui
pada saat ini. Stein (dalam Prestasi,
2006) menjelaskan, bahwa mereka
yang hidup melajang adalah mereka
yang belum menikah, tidak terlibat
dalam hubungan heteroseksual dan
homoseksual serta tidak menjalani
kehidupan suami istri secara terbuka,
seperti tinggal serumah tanpa suatu
ikatan pernikahan.
Pada awalnya mereka
menganggap hidup sendiri itu hal
yang biasa, namun dengan seiringnya
waktu timbul perasaan kesepian
(Santrock, 2002). Kesepian bukan
hanya menyangkut tidak adanya
orang lain di sekitarnya, melainkan
kesepian merupakan akibat dari tidak
adanya orang lain yang tepat yang
dapat membantu seseorang untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tertentu dalam interaksi sosial,
didukung dengan keyakinan bahwa
tidak adanya seseorang akan
berlangsung lama. Jadi bila mana
merasa tidak ada orang yang tepat
baginya untuk mencurahkan
perasaannya dan dalam hal ini bisa
berlangsung lama maka orang
tersebut cenderung merasa kesepian,
walaupun di sekitarnya banyak orang
(Derlega dan Margulis dalam
Kuswidiyasari, 2007)
Menurut Giervield (dalam
Latifa, 2007) Kesepian merupakan
fenomena dapat dialami oleh siapa
saja, usia berapapun, dan sepanjang
kehidupan manusia termasuk pada
usia lanjut. Dimana usia lanjut itu
sendiri adalah periode penutup dalam
rentang hidup seseorang, yaitu suatu
periode di mana seseorang telah
“beranjak jauh” dari periode
terdahulu yang lebih menyenangkan,
atau beranjak dari waktu yang penuh
manfaat (Hurlock, 1991). Dimana
dalam usia lanjut juga lebih terkait
dengan berkurangnya kontak sosial,
berkurangnya peran sosial baik
dengan berkurangnya teman atau
relasi akibat kurangnya aktivitas di
luar rumah sehingga akan
menimbulkan kesepian lebih cepat
bagi orang lanjut usia (Suhartini,
2008)
Menurut Mandasari (2007)
wanita yang mengalami kesepian
cenderung memiliki tingkat kesepian
yang tinggi dibandingkan dengan
pria hal ini disebabkan karena
karakteristik wanita yang lebih
mungkin mengakui dirinya kesepian
dan lebih membutuhkan teman untuk
berbagi pikiran dan pengalaman
dibandingkan pria. Pria lebih banyak
mengingkari kesepian yang
dialaminya. Salah satu alasan untuk
hal tersebut adalah pria yang
kesepian kurang dapat diterima dan
lebih sering ditolak secara sosial.
Menurut stereotip jenis kelamin, pria
dianggap kurang pantas
mengekspresikan emosinya, dan pria
yang menyatakan dirinya kesepian
yang berarti menyimpang dari
harapan tersebut.
Menurut Knupfer dkk (dalam
Matondang, 1991) pria lajang dengan
usia lanjut memiliki sedikit arti
dalam berhubungan dengan orang
lain dibandingkan dengan wanita
lajang dengan usia lanjut. Ini berarti
pria lajang dengan usia lanjut lebih
terisolasi memiliki sedikit teman
serta pengalaman interpersonal yang
sedikit pula.
Dari uraian di atas bahwa pria
usia lanjut yang belum menikah
cenderung merasa kesepian. Hal ini
lebih terkait berkurangnya kontak
sosial, dan menarik diri dalam
pergaulan sosial.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini,
pendekatan yang digunakan peneliti
adalah metode kualitatif dengan
pendekatan penelitian studi kasus.
Poerwandari (2001) studi kasus
adalah fenomena khusus yang hadir
dalam suatu konteks yang terbatasi
(bounded context), meski batas-batas
antara fenomena dan konteks tidak
sepenuhnya jelas. Sedangkan Denzin
dan Lincoln (dalam Heru Basuki,
2006) studi kasus adalah suatu
bentuk penelitian (inquiry) atau studi
tentang suatu masalah yang memiliki
sifat kekhususan (particularity),
dapat dilakukan baik dengan
pendekatan kualitatif maupun
kuantitatif, dengan sasaran
perorangan (individual) maupun
kelompok, bahkan masyarakat luas.
Dalam penelitian ini subjek
yang diperlukan berjumlah satu
orang adalah pria usia lanjut, usia 60
tahun ke atas yang melajang.
Dalam mengumpulkan data-
data, penulis membutuhkan alat
bantu (instrumen penelitian) yaitu :
Pedoman wawancara berisi
pertanyaan-pertanyaan yang
berkenaan dengan masalah
penelitian. Pedoman wawancara ini
disusun berdasarkan mengapa pria
usia lanjut melajang, bagaimana
gambaran kesepian pria usia lanjut
yang melajang, dan faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi kesepian
pada pria usia lanjut yang melajang.
Dalam pedoman observasi dicatat
hal-hal penting yang terjadi selama
wawancara. Catatan ini berisikan
deskripsi tentang hal-hal yang
diamati, yang dianggap penting oleh
peneliti, misalnya penampilan dan
gerak-gerik responden selama
wawancara yang dirasakan penting,
gangguan-gangguan yang dialami
saat wawancara, dan lain-lain. Alat
perekam berguna sebagai alat bantu
pada saat wawancara, agar penulis
dapat benar-benar berkonsentrasi
pada saat pengambilan data tanpa
harus berhenti untuk mencatat
jawaban-jawaban responden. Dalam
pengumpulan data, baru dapat
dipergunakan setelah penulis
memperoleh ijin dari subjek untuk
menggunakan alat tersebut selama
proses wawancara berlangsung.
Keakuratan Penelitian
Untuk menjaga keakuratan
penelitian, peneliti menggunakan
triangulasi penelitian: triangulasi
teori, triangulasi metodologis,
triangulasi data dan peneliti.
Hasil dan Analisis
Dalam pelaksanaan penelitian ini,
observasi dan wawancara dilakukan
secara terpisah, pada hari yang
berbeda. Hal ini dilakukan, agar
peneliti mendapatkan data yang lebih
akurat. Pelaksanaan observasi
dilakukan dirumah tanggal 14 Maret
2009 dan di warung dekat rumah
subjek pada tanggal 31 Maret 2009.
Wawancara dengan subjek dilakukan
sebanyak dua kali pada tanggal 30
Mei 2009 dan 20 Febuari 2009
sedangkan significant other
dilakukan sebanyak tiga kali tanggal
23 Maret 2009, 4 Juli 2009, dan 13
Juni 2009.
Analisis Hasil Observasi
Saat peneliti datang ke rumah
subjek dan melaksanakan observasi
pertama, subjek memakai kaos
berwarna biru donker dan celana
pendek bahan berwarna coklat.
Subjek terlihat sibuk karena sedang
membantu ibunya membetulkan
jemuran. Subjek tersenyum melihat
peneliti dan menyuruh peneliti
menunggu sebentar. Subjek terlihat
mengeluh saat memperbaiki jemuran
dan terlihat tidak puas akan hasil
yang subjek kerjakan. Tidak lama
kemudian subjek dating sambil
membawa makanan dan minuman
buat peneliti. Saat peneliti mengobrol
dengan subjek, tetangga subjek
meminta bantuan subjek dan subjek
menjawab akan membantu
tetangganya tersebut. Subjek dalam
membuat papan terlihat sambil
mengobrol dengan tetangga subjek
yang yang lain. Saat itu subjek
bertanya kepada salah satu tetangga
tentang kapan tetangganya itu di
kubur. Ketika subjek sedang
mengobrol, datang para tamu yang
hadir ke rumah tetangganya itu, di
sana subjek terlihat jadi salah tingkah
karena yang datang rata-rata orang
tidak subjek kenal, lalu subjek
terlihat menghindar dari tamu-tamu
tersebut dan subjek menuju ke
belakang rumah tetangganya itu.
Pada saat observasi
berlangsung subjek mengenakan
kaos berwarna merah dengan celana
pendek berwarna hitam. Subjek
terlihat asyik sedang mengobrol
dengan teman-temannya. Disana
terlihat tetangga subjek bertanya
kepada subjek perihal kenapa subjek
keluar rumah dan subjek tersenyum
sambil menjawab bahwa dirinya
sedang bosan di rumah. Dan subjek
terlihat senyum-senyum dan
menggelengkan kepala sambil
berkata maksudnya apa ketika
ditanya salah satu tetangga subjek
yang menanyakan kepada subjek
yang subjek tidak mengerti, subjek
juga gak berkata ”saya gak ngerti
maksudnya apa, maklum dah tua”.
Tidak lama kemudian datang
seseorang yang memberikan
undangan kepada subjek yang akan
diberikan kepada ibu subjek dan
subjek mengucapkan terima kasih
pada orang tersebut. Setelah orang
tersebut pergi, tiba-tiba salah satu
tetangga subjek menanyakan siapa
yang menikah, lalu subjek menjawab
bahwa yang menikah adalah anak
teman mengaji ibu subjek. Kemudian
salah satu tetangga subjek terlihat
sambil bercanda menanyakan kepada
subjek kapan subjek menikah.
Mendengar pertanyaan tersebut
subjek terlihat terkejut, namun
subjek hanya senyum-senyum tanpa
menjawab pertanyaan tersebut. Tidak
lama kemudian subjek berdiri dan
pergi mengambil makanan dari
warung tersebut dan duduk kembali
dengan tempat duduk yang berbeda.
Subjek duduk di tempat yang agak
jauh dari tetangga-tetangga subjek, di
sana terlihat subjek memisahkan diri
dan subjek terlihat mengeluh dan
merasa tidak nyaman berada di
warung tersebut. Di sana juga terlihat
subjek melihat-lihat surat undangan
dan subjek mengatakan kapan ya
saya bisa nikah. Kemudian salah satu
tetangga subjek menghampiri subjek
dan menanyakan kepada subjek
tentang pekerjaan subjek karena
tetangga subjek hendak meminta
tolong untuk memperpanjang KTP
dan subjek bersedia untuk membantu
tetangga subjek tersebut. Tetangga
subjek tersebut juga menanyakan
keadaan ibu subjek yang sedang
sakit-sakitan dan subjek menjelaskan
keadaan ibu subjek sudah membaik.
Analisis Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara
terdapat bahwa penyebab subjek
melajang dikarenakan subjek putus
dengan pacar subjek selama ini
karena ibu subjek tidak setuju
dengan hubungan mereka karena
perilaku pacar subjek tidak bagus.
Selain itu juga dikarenakan subjek
belum memiliki pekerjaan bahkan
dengan pacarnya yang terakhir pun
subjek memutuskan hubungan.
Walaupun sempat bertunangan
karena modal nikah belum cukup.
Dan terakhir, penyebab selanjutnya
menurut subjek bahwa subjek selama
ini tidak bekerja salah satunya karena
sakit lumpuh selama 10 tahun dan
selama sakit subjek tidak dapat
melakukan apapun. subjek dulunya
memiliki teman dekat atau sahabat
tetapi sekarang sudah pindah karena
memiliki keluarga dan di lingkungan
rumah subjek hanya teman biasa
yang tidak terlalu dekat dan subjek
saat ini belum memiliki pacar yang
bisa subjek berkelu kesah sebagai
pengganti sahabat subjek meskipun
di lingkungan rumah, subjek
memiliki teman atau keluarga.
Selanjutnya, subjek suka merasa
malu bercerita tentang dirinya
kepada ibu dan saudara-saudara
subjek tetapi dengan teman-teman
subjek, subjek suka bercerita. Namun
karena teman-temannya sudah
pindah jadi subjek hanya sesekali
saja bertemu dan juga subjek merasa
terkadang tidak mengerti dengan apa
yang dibicarakan oleh orang yang
usianya lebih muda subjek karena
subjek menganggap dirinya sudah
tua. Dan yang terakhir, subjek
terkadang merasa sedih karena
belum memiliki pasangan hingga
saat ini padahal semestinya di usia
subjek sekarang seharusnya sudah
menikah, punya anak bahkan
seharusnya punya cucu dan
terkadang berpikir tidak ada yang
mengerti dirinya karena subjek
merasa capek jika ditanya kapan
menikah. dua faktor yang yang
mempengaruhi kesepian subjek yang
pertama faktor psikologis yaitu
subjek merasa dirinya tidak nyaman
dan bosan karena terlalu sering
ditanya oleh orang-orang sekitar
tentang kapan subjek menikah.
Meski pada awalnya subjek bersikap
biasa saja terhadap orang-orang
sekitar. Selain itu, subjek merasa
dirinya canggung dalam situasi ramai
apabila berhadapan dengan orang
yang lebih dari subjek, sehingga
terkadang merasa minder karena
subjek merasa sudah tua, tidak punya
pekerjaan dan belum menikah
sehingga subjek tidak bisa
bersosialisasi dengan orang yang
lebih dari subjek. Dan subjek merasa
takut untuk dekat dengan perempuan
karena merasa tidak punya pekerjaan
dan juga subjek merasa tidak muda
lagi sehingga membuat subjek takut
untuk ditolak. Selain faktor
psikologis ada juga faktor situasional
dimana subjek sempat berkenalan
dengan wanita tetapi tidak berani
membawa ke rumah karena subjek
merasa takut jika wanita yang baru
subjek kenal mengetahui keadaan
subjek sebenarnya. Selain itu, subjek
merasa terkadang bosan dengan
rutinitas sehari-hari yang hanya
membantu ibunya seperti
membersihkan rumah sehingga
subjek biasanya keluar rumah untuk
menghilangkan rasa bosan tersebut.
Pembahasan
1. Penyebab Pria Usia lanjut
Melajang
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan peneliti
menyimpulkan tentang
penyebab subjek melajang.
Terdapat tiga penyebab yang
muncul mengapa pria usia lanjut
melajang yaitu tidak di restui
oleh orang tua, tidak memiliki
pekerjaan, masalah kesehatan
Penyebab yang pertama
yaitu tidak di restui oleh orang
tua. Subjek dalam menjalani
hubungan dengan lawan jenis
selalu putus dan salah satu
penyebabnya karena orang tua
subjek yang tidak menyetujuinya
dengan alasan perilaku dari
pacar subjek kurang bagus.
Menurut Husein (2006) bahwa
pernikahan merupakan ikatan
diantara dua insan yang
mempunyai banyak perbedaan,
baik dari segi fisik, asuhan
keluarga, pergaulan, cara
berpikir (mental), pendidikan
dan lain hal. Oleh karena itu
setiap orang yang ingin menikah
tujuan sebelumnya yaitu ingin
menyatukan dua keluarga yang
berbeda. Akan tetapi jika salah
satu dari keluarga tidak
menyetujuinya maka tujuan
tersebut belum tercapai.
Penyebab yang kedua
yaitu tidak memiliki pekerjaan.
Subjek dalam menjalani
hubungan juga harus putus
karena subjek sendiri belum
memiliki pekerjaan. Menurut
Femina (2006) bahwa seseorang
jika ingin menikah apalagi
seorang pria salah satunya harus
hidup mapan. Karena pria
merasa kurang percaya diri
untuk datang ke rumah calon
mertua atau pacar jika belum
memiliki pekerjaan atau belum
mapan.
Penyebab yang ketiga
yaitu masalah kesehatan.
Menurut subjek penyebab
dirinya selama ini tidak bekerja
karena subjek sakit selama
sepuluh tahun. Karena
penyakitnya ersebut subjek tidak
bisa melakukan apa-apa.
Menurut Husein (2006) salah
syarat menikah adalah harus
sehat jasmani dan rohani. Untuk
itu setiap individu yang ingin
menikah harus memenuhi syarat
tersebut dan juga kesehatan
merupakan masalah terpenting
bagi setiap orang. Menurut
Hanum (2008) kesehatan adalah
harga yang tidak ternilai
harganya. Tidak perduli berapa
pun umur, kesehatan harus
dijaga.
2. Gambaran Kesepian pada
Pria Usia Lanjut yang
Melajang
Pada pertanyaan
penelitian kedua mengenai
gambaran kesepian, dilihat dari
hasil wawancara dan hasil
observasi kesepian yang terdapat
beberapa gambaran yang
menggambarkan kesepian pada
diri subjek. Gambaran-gambaran
ini memperlihatkan bahwa sikap
dan perilaku subjek
menunjukkan kesepian seperti
kesepian perilaku yang terdapat
dua subtema yang muncul yaitu
tidak memiliki teman dekat atau
sahabat dan merasa sendiri.
Selanjutnya kesepian kognitif, di
sini juga terdapat dua subtema
yaitu tidak teman untuk bercerita
dan merasa tidak cocok bergaul
dengan orang lain. Kesepian
emosional yang juga memiliki
subtema yaitu tidak memiliki
pasangan dan merasa tidak satu
pun orang yang memahaminya.
Pertama yaitu kesepian
perilaku, subtema yang pertama
tidak memiliki teman dekat atau
sahabat. Subjek dulunya
memiliki teman dekat atau
sahabat, namun sekarang mereka
sudah pindah karena mereka
sudah memiliki keluarga.
Walaupun di lingkungan rumah
subjek memiliki teman tetapi
tidak sedekat dengan sahabat
subjek. Dimana subjek berbicara
dengan teman subjek di rumah
hanya seputar tentang pekerjaan
dan menanyakan keadaan ibu
subjek. Menurut Bruno (2000)
kesepian perilaku terjadi karena
anda merasa kurang atau tidak
punya teman untuk diajak
berbicara. Sedangkan menurut
Weiss (dalam Latifa, 2007)
kesepian perilaku dikaitkan
dengan kesepian sosial yang
dihubungan dengan ketiadaan
social network dimana di
akibatkan oleh kurangnya
kerabat, teman atau orang-orang
dari lingkup sosial yang sama.
Subtema yang kedua
yaitu merasa sendiri. Subjek
mengatakan dirinya belum
punya pacar dan belum
mengetahui kapan subjek punya
pacar sehingga terkadang subjek
merasa iri dengan orang-orang
yang sudah menikah karena
menurut subjek banyak seperti
dia tapi sudah menikah. Menurut
Nowan (2008) kesendirian
akibat belum punya pasangan
akan dapat dirasakan sebagai hal
yang baik ataupun buruk,
tergantung dari masing-masing
individu menyikapinya. Namun
terkadang sebagian orang
menyikapinya dengan berbagai
masalah seperti merasa iri
melihat teman sudah punya
pasangan.
Kesepian yang kedua
yaitu kesepian kognitif dimana
subtema pertama yang muncul
adalah tidak ada teman untuk
berbagi cerita. Dimana subjek
hanya sesekali saja bercerita
atau jika mereka bertemu antara
subjek dengan sahabat subjek.
Di samping itu subjek merasa
malu dengan ibu subjek dan
saudara-saudara subjek. Menurut
Bruno (2000) kesepian kognitif
terjadi jika individu mempunya
sedikit teman untuk berbagi
pikiran atau gagasan yang
dianggap penting.
Subtema yang kedua
adalah merasa tidak cocok untuk
bergaul dengan orang lain.
Dimana subjek terkadang tidak
mengerti apa yang di bicarakan
oleh orang yang usianya lebih
muda dari subjek, karena subjek
merasa dirinya sudah tua dan
berbeda jaman. Menurut
Hurlock (1991) pada usia lanjut
timbul perbedaan individual
pada efek menua karena orang
yang menjadi tua mempunyai
sifat bawaan yang berbeda, sosio
ekonomi dan latar pendidikan
yang berbeda dan pola hidup
yang berbeda.
Kesepian yang ketiga
yaitu kesepian emosional
dimana subtema pertama yang
muncul adalah merasa sedih
tidak memiliki pasangan.
Dimana subjek merasa sedih
karena sampai saat ini belum
menemukan pasangan dan
seharusnya seusia subjek sudah
menikah. Menurut Bruno (2000)
Kesepian jenis ini terjadi bila
individu membutuhkan kasih
sayang tapi tidak
mendapatkannya. Sedangkan
menurut Weiss (dalam Sears
dkk, 1991) Kesepian ini terjadi
karena tidak adanya figur
kelekatan dalam hubungan
intimnya. Jika individu
merasakan hal ini, meskipun dia
berinteraksi dengan orang
banyak dia akan tetap merasa
kesepian.
Subtema yang kedua
adalah merasa tidak satu pun
orang yang memahaminya.
Dimana subjek merasa tidak ada
yang mengerti dirinya dan
subjek merasa capek jika di
tanya kapan mau menikah.
Menurut Weiss (dalam Sears
dkk, 1991) kesepian emosional
dapat terjadi karena tidak adanya
hubungan dekat dengan orang
lain, kurang adanya perhatian
satu sama lain. Jika individu
merasakan hal ini, meskipun dia
berinteraksi dengan orang
banyak dia akan tetap merasa
kesepian.
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesepian
Pada pertanyaan
penelitian ketiga mengenai
faktor-faktor yang
mempengaruhi kesepian.
Menurut Middlebrook (dalam
Turnip, 1997) faktor yang
mempengaruhi timbulnya
kesepian di bagi dua, yaitu
faktor psikologis dan faktor
situasional dari dua faktor
tersebut dua-duanya
mempengaruhi subjek di hasil
penelitian ini. Pada faktor
psikologis terdapat adanya
kurangnya dukungan dari
lingkungan, kurangnya percaya
diri, kepribadian yang tidak
sesuai dengan lingkungan dan
ketakutan menanggung resiko
sosial. Pada faktor situasional
terdapat adanya takut dikenal
orang lain dan kehidupan di
dalam rumah. Jika dilihat dari
kedua faktor antara faktor
psikologis dan faktor situasional,
faktor psikologis yang cukup
mendukung mempengaruhi
kesepian subjek akan tetapi
faktor situasional juga
mendukung untuk
mempengaruhi kesepian
sehingga subjek merasa
kesepian.
Dari faktor psikologis,
subfaktor yang pertama kurang
adanya dukungan dari
lingkungan. Subjek merasa tidak
nyaman dan bosan karena terlalu
sering di tanya oleh orang
sekitar kapan ingin menikah.
Menurut Middlebrook (dalam
Turnip, 1997) Seseorang bisa
mengalami kesepian bila merasa
tidak sesuai dengan
lingkungannya, sehingga orang
tersebut menganggap dirinya
diabaikan dan ditolak oleh
lingkungan.
Subfaktor yang kedua
adalah kurangnya percaya diri.
Subjek merasa canggung dalam
situasi ramai dan juga apabila
berhadapan dengan orang-orang
yang lebih dari subjek sehingga
terkadang subjek merasa minder
karena takut salah berbicara
dengan mereka dan karena
subjek merasa sudah tua dan
belum menikah Menurut
Middlebrook (dalam Turnip,
1997) Kesepian dapat terjadi
bila seseorang kurang dapat
mengungkapkan diri sepenuhnya
dan hanya mampu berhubungan
secara formil saja. Kalaupun
bisa berhubungan sosial dengan
cukup baik, tetap saja merasa
kurang dilibatkan.
Subfaktor yang ketiga
yaitu kepribadian yang tidak
sesuai dengan lingkungan.
Subjek merasa dirinya bisa
bersosialisasi dengan orang yang
lebih tinggi status sosialnya dan
juga subjek merasa malu karena
dirinya sudah tua tetapi sampai
saat ini belum memiliki
pekerjaan dan belum menikah.
Menurut Middlebrook (dalam
Turnip, 1997) Orang-orang yang
temperamen tertentu seperti
pemalu dan yang tidak mampu
berhubungan sosial akan
menarik diri dari lingkungan.
Subfaktor yang keempat
yaitu ketakutan menanggung
resiko sosial. Subjek merasa
takut untuk dekat dengan
perempuan karena subjek
merasa dirinya tidak muda lagi.
Oleh karena itu subjek merasa
takut di tolak oleh perempuan.
Menurut Middlebrook (dalam
Turnip, 1997) Seseorang merasa
takut untuk terlalu dekat dengan
orang lain, karena khawatir akan
ditolak. Kedekatan sosial dilihat
sebagai sesuatu yang berbahaya
dan penuh resiko
Dari faktor situasional,
sub faktor yang pertama yaitu
takut di kenal orang lain. Subjek
pernah berkenalan dengan
perempuan tetapi subjek tidak
berani di bawa ke rumah karena
subjek takut jika perempuan
yang baru di kenalnya
mengetahui keadaan subjek yang
sebenarnya yang pengangguran
dan sudah tua Menurut
Middlebrook (dalam Turnip,
1997) Seseorang yang takut
dikenal secara mendalam oleh
orang lain akan cenderung
menghilangkan kesempatan
untuk berhubungan dekat
dengan orang lain, sehingga
orang tersebut tidak punya
teman berbagi rasa.
Subfaktor yang kedua
yaitu kehidupan di dalam rumah.
Subjek mengatakan jika merasa
bosan di rumah biasanya subjek
keluar rumah. Karena kesibukan
subjek hanya membantu ibunya
di rumah seperti membersihkan
rumah. Menurut Middlebrook
(dalam Turnip, 1997) rutinitas di
rumah seperti adanya jam
makan, tidur, makan, mandi
akan menyebabkan kejenuhan
pada pelakunya. Menurut Weiss
(dalam Latifa, 2007) kesepian
terjadi dimana individu merasa
bosan dengan aktivitas sama dan
juga jika kurangnya kerabat,
teman atau orang-orang dari
lingkup yang yang sama.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
mengenai kesepian pria usia lanjut
yang melajang bahwa :
1. Mengapa subjek melajang
yaitu :
Penyebab yang pertama
yaitu subjek dalam menjalin
hubungan dengan wanita selalu
tidak disetujui oleh ibunya
dengan alasan perilakunya
kurang bagus. Penyebab yang
kedua yaitu subjek tidak
mempunyai pekerjaan, dalam hal
ini subjek mengatakan bahwa
dirinya putus dengan pacarnya
karena menyerah pada keadaan
karena dirinya sampai saat ini
belum memiliki pekerjaan.
Penyebab yang ketiga yaitu
masalah kesehatan, menurut
subjek penyebab dirinya tidak
bekerja karena subjek sakit
selama sepuluh tahun.
2. Bagaimana gambaran
kesepian subjek yang melajang
yaitu :
Berdasarkan hasil
penelitian kesepian subjek
terdapat beberapa gambaran yang
menggambarkan kesepian subjek.
Gambaran-gambaran ini
memperlihatkan bahwa sikap dan
perilaku subjek menunjukkan
kesepian.
Gambaran yang pertama
kesepian perilaku, terdapat
dua subtema yang muncul
yaitu, pertama tidak memiliki
teman dekat atau sahabat, di
mana dulunya subjek memiliki
teman dekat atau sahabat,
namun sekarang mereka sudah
pindah karena mereka sudah
memiliki keluarga. Subtema
yang kedua merasa sendiri,
subjek saat ini belum memiliki
pasangan yang bisa subjek
berkeluh kesah atau apapun
sebagai pengganti sahabat
subjek. Walaupun di
lingkungan rumah, subjek
memiliki teman atau keluarga
Gambaran yang kedua
kesepian kognitif, terdapat dua
subtema yang muncul yaitu,
pertama tidak ada teman untuk
berbagi cerita, di mana subjek
hanya sesekali saja bercerita
atau jika bertemu antara
subjek dengan sahabat subjek.
Di samping itu subjek merasa
malu jika ingin bercerita
dengan ibu subjek dengan
saudara-saudara subjek.
Subtema yang kedua yaitu
merasa tidak cocok untuk
bergaul dengan orang lain, di
mana subjek terkadang tidak
mengerti apa yang di
bicarakan oleh orang yang
usianya lebih muda dari
subjek, karena subjek merasa
dirinya sudah tua dan berbeda
jaman.
Gambaran ketiga
kesepian emosional, terdapat
dua subtema yang muncul
yaitu, pertama merasa sedih
tidak memiliki pasangan, di
mana subjek merasa sedih
karena sampai saat ini belum
menemukan pasangan yang
seharusnya seusia subjek
sudahmenikah. Subtema yang
kedua yaitu merasa tidak ada
satu pun orang yang
memahaminya, di mana
subjek merasa tidak ada yang
mengerti dirinya dan subjek
merasa capek jika ditanya
kapan mau menikah.
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesepian subjek
yang melajang yaitu :
Dari hasil penelitian
terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kesepian subjek
diantaranya faktor psikologis dan
faktor situasional. Pada faktor
psikologis terdapat empat
subfaktor yang muncul yaitu
yang pertama kurang adanya
dukungan dari lingkungan, di
mana Subjek mengatakan pada
awalnya dirinya biasa saja
dengan apa yang dikatakan oleh
orang-orang sekitar tentang
kapan subjek menikah. Namun,
karena terlalu sering ditanya
subjek merasa bosan dan tidak
nyaman ketika ditanya oleh
orang di sekitar. Sehingga subjek
berpikir tidak ada yang mengerti
dirinya .
Subfaktor yang kedua
yaitu kurangnya percaya diri, di
mana subjek merasa canggung
dalam situasi ramai dan juga
apabila berhadapan dengan orang
yang lebih dari subjek sehingga
terkadang subjek merasa minder
karena takut salah berbicara
dengan mereka dan karena
subjek merasa sudah tua dan
belum menikah. Subfaktor yang
ketiga yaitu kepribadian yang
tidak sesuai dengan lingkungan,
di mana subjek merasa dirinya
tidak bisa bersosialisasi dengan
orang yang lebih tinggi status
sosialnya dan juga merasa malu
karena dirinya sudah tua tetapi
sampai saat ini belum menikah
dan tidak mempunyai pekerjaan.
Subfaktor yang keempat yaitu
ketakutan menanggung resiko
sosial, di mana subjek merasa
takut untuk dekat dengan
perempuan karena subjek merasa
dirinya tidak muda lagi. Oleh
karena itu subjek merasa takut di
tolak oleh perempuan.
Pada faktor situasional
terdapat dua subfaktor yang
muncul yaitu yang pertama takut
di kenal orang lain, di mana
subjek pernah berkenalan dengan
perempuan tetapi subjek tidak
berani ke rumah karena subjek
takut perempuan yang baru di
kenalnya mengetahui keadaan
subjek yang sebenarnya.
Subfaktor yang kedua yaitu
kehidupan di dalam rumah, di
mana subjek biasanya keluar
rumah jika merasa bosan, karena
kesibukan subjek sehari-hari
hanya membantu ibunya di
rumah seperti membersihkan
rumah.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian,
maka dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Untuk Subjek
a. Subjek disarankan untuk lebih
membuka diri dalam bergaul
dengan orang lain dengan
melibatkan diri pada kegiatan-
kegiatan yang berkaitan
dengan keterampilan subjek.
b. Subjek juga disarankan agar
berpikir secara positif
sehingga tidak menutup diri
dalam bergaul dengan orang
lain dan bertindak dengan
langkah-langkah positif agar
dapat bangkit dari rasa
kesepian.
2. Untuk keluarga diharapkan dapat
memberikan dukungan sosial
kepada subjek agar subjek dapat
membangun dirinya agar
bertindak dengan langkah-
langkah positif.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya
diharapkan dapat melakukan
penelitian dengan melihat faktor-
faktor lain yang mempengaruhi
kesepian pada usia lanjut dan
lebih mendalam lagi. Selain itu
juga dapat meneliti dari sudut
pandang yang berbeda misalnya
dengan melihat dukungan sosial
pada usia lanjut khususnya pada
pria serta penyebab lain yang
menyebabkan kesepian pada usia
lanjut. Sehingga dapat dilihat
perbedaan kesepian yang dialami
dari sudut pandang yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2006). Alasan pria
melajang. Dalam majalah
Femina. Edisi 6-12 April
2006. No 14 Halaman 39.
Jakarta
Anonim. (2003). Effect loneliness.
Dalam Psychology Today
Magazine.
Http://en.wikipedia.org/wiki/l
oneliness. Diakses tanggal 28
September 2008
Andryana, D. (2007). 10 alasan
kenapa pria takut menikah.
Http://en.wikipedia.org/wiki/single_(
relationship). Diakses tanggal
28 september 2008.
Baron, R. A & Bryne, D. (2005).
Psikologi sosial. Jilid II.
Edisi kesepuluh. Jakarta : PT.
Erlangga.
Brehm. (1992). Intimate
relationship. (2nd ed.). New
York : Mc Graw Hill Inc.
Bruno, F. J. S. (2000). Conguer
loneliness : cara
menaklukkan kesepian. Alih
Bahasa :Sitanggang. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Dariyo, A. (2003). Psikologi
perkembangan dewasa
muda. Jakarta : PT.
Grasindo.
Hanum, F. (2008). Menuju hari tua
bahagia. Yogyakarta : UNY
Press
Heru Basuki, A. M. (2006).
Penelitian kualitatif untuk
ilmu-ilmu kemanusiaan
danbudaya. Jakarta : Penerbit
Gunadarma.
Husein. (2006). Pernikahan.
www.sasak.net. Diakses
tanggal 3 Oktober 2008.
Hurlock, E. B. (1991). Psikologi
perkembangan: suatu
pendekatan sepanjang
rentang kehidupan.
Penterjemah : Istiwidyawati
dan Soedjarwo. Jakarta :
Erlangga.
Kuswidyasari, E. (2007). Kesepian
pada dewasa muda yang baru
bercerai. (skripsi
tidakditerbitkan). Depok :
Fakultas Psikologi Unversitas
Gunadarma
Latifa. (2007). Jenis dan dinamika
loneliness pada masyarakat
modern. Dalam jurnal
psikologi. Tanggal 7 Febuari
2007. Jakarta : Universitas Al
Azhar Indonesia.
Matondang. (1991). Perasaan
kesepian pada pria dan
wanita lajang. (skripsi tidak
diterbitkan). Depok :
Universitas Indonesia.
Moleong, L. Z.. (1990). Metode
penelitian kualitatif. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Narbuko, C & Achmadi, A. (2003).
Metode penelitian. Jakarta :
Bumi Aksara.
Nowan. (2008). Jomblo asyik gila.
Jakarta : PT Gramedia.
Poerwandari, E. K. (2001).
Pendekatan kualitatif untuk
penelitian perilaku manusia.
Jakarta : Lembaga
Pengembangan dan
pendidikan psikologi
(LPSP3) Universitas
Indonesia.
Prestasi, E. D. (2006). Perasaan
kesepian pada wanita dewasa
lajang. (skripsi tidak
diterbitkan). Depok : Fakultas
Psikologi Universitas
Gunadarma.
Robinson, K. (1994). Loneliness.
Http://en.wikipedia.org.wiki/l
oneliness. Diakses tanggal 28
september 2008.
Sabri, M. A. (1993). Pengantar
psikologi umum dan
perkembangan. Jakarta :
Pedoman Ilmu Jaya.
Santrock, J. W. (2002).
Perkembangan masa hidup :
life-span development. Jilid
II. (5nd ed.). Jakarta :
Erlangga.
Sears, D. O & Taylor, S. E &
Peplau, L. A. (1991). Social
psychology. (7nd ed.).
Englewood Cliff NJ :
Prentice Hall International,
Inc.
Statistik Indonesia. (2008). Singulate
mean age at marriage
(SMAM).www.datastatistik-
Indonesia.com/component/op
tion,com_search/itemid,132/i
ndex.php?searchword=pendu
duk-36k. Diakses tanggal 3
oktober 2008.
Turnip, S. S. (1997). Cara
menanggulangi penghayatan
loneliness pada dewasa
muda.(skripsi tidak
diterbitkan). Depok : Fakultas
Psikologi Unversitas
Indonesia.
Widiyatun, T. R. (1996). Psikologi
(perilaku manusia). Jakarta :
Chandra Pratama.
Wikipedia. (2008). Single.
Http://en.wikipedia.org/wiki/
single_(relationship). Diakses
tanggal 28 september 2008.