kerusuhan sambas.docx

Upload: ronaldthon

Post on 10-Feb-2018

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Kerusuhan Sambas.docx

    1/8

    Kerusuhan Sambas Diskriminasi Etnis Minoritas ?

    Kerusuhan Sambas adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di wilayahKabupaten Sambasdan

    sekitarnya. Kerusuhan di Sambas sudah berlangsung sekitar tujuh kali sejak1970, namun yang

    terakhir ini (tahun1999) merupakan terbesar dan akumulasi dari kejengkelansuku

    DayakdanMelayuterhadap ulah oknum-oknum pendatang dari Madura. Akibatnya, orang-orang

    keturunan Madura yang sudah bermukim di Sambas sejak awal 1900-an itu ikut menanggung dosa

    perusuh.[1]

    Korban akibat kerusuhan Sambas terdiri dari, 1.189 orang tewas, 168 orang luka berat, 34

    orang luka ringan, 3.833 rumah dibakar dan dirusak, 12 mobil dan 9 motor dibakar/dirusak, 8

    masjid/madrasah dirusak/dibakar, 2 sekolah dirusak, 1 gudang dirusak, dan 29.823 warga Madura

    mengungsi.

    Latar belakang

    Awal peristiwa dilatar belakangi kasus pencurian ayam oleh seorang warga suku Madura yangditangkap dan dianiaya oleh warga masyarakat suku melayu.Peristiwa berkembang dengan

    bergabungnya ratusan warga suku Madura dan menyerang warga suku Melayu yang berakibat 3

    orang suku Melayu meninggal dunia dan 2 orang luka-luka.

    Selain itu terjadi pula kasus perkelahian antara kenek angkot warga suku Melayu dengan penumpang

    angkot warga suku Madura yang tidak mau membayar ongkos.Akibatnya terjadi saling balas

    membalas antara warga suku Melayu dibantu suku Dayak menghadapi warga suku Madura dalam

    bentuk perkelahian, penganiayaan dan pengrusakan.

    Peristiwa berkembang dengan terjadinya kerusuhan, pembakaran, pengrusakan, perkelahian,

    penganiayaan dan pembunuhan antara warga suku Melayu dibantu warga suku Dayak menghadapi

    warga suku Madura, yang meluas sampai kedaerah sekitarnya.

    Telah terjadi pengungsian warga suku Madura secara besar-besaran. Kemudian isu ini dieksploitir

    oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingannya.Peristiwa ini adalah kejadian yang kesepuluh

    sejak tahun 1977 dan juga pernah terjadi terhadap etnis yang lain.

    Kronologi

    Pada tanggal 17 Januari 1999 pukul 01.30 WIB telah ditangkap dan dianiaya pelaku pencurian ayam

    warga suku Madura oleh warga suku Melayu.Pada tanggal 19 Januari 1999 sekitar 200 orang suku

    madura dari suatu desa menyerang warga suku Melayu desa lainnya.

    Hari berikutnya terjadi perkelahian antara warga suku Madura dan warga suku Melayu karena tidak

    membayar ongkos angkot. Kejadian ini berkembang menjadi perkelahian antara kelompok dan antara

    desa yang disertai pembakaran, pengrusakan dan tindak kekerasan lainnya.Warga suku Melayu

    dibantu suku Dayak melakukan penyerangan, pembakaran, pengrusakan, penganiayaan dan

    pembunuhan terhadap warga suku Madura dan selanjutnya saling membalas.

    Peristiwa berkembang dengan terjadinya pengungsian warga Madura dalam jumlah cukup besarmenuju Singkawang dan Pontianak.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sambashttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sambashttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sambashttp://id.wikipedia.org/wiki/1970http://id.wikipedia.org/wiki/1970http://id.wikipedia.org/wiki/1970http://id.wikipedia.org/wiki/1999http://id.wikipedia.org/wiki/1999http://id.wikipedia.org/wiki/1999http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambas#cite_note-1http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambas#cite_note-1http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambas#cite_note-1http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambas#cite_note-1http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayakhttp://id.wikipedia.org/wiki/1999http://id.wikipedia.org/wiki/1970http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sambas
  • 7/22/2019 Kerusuhan Sambas.docx

    2/8

    Tindakan aparat keamanan antara lain :

    - Melokalisir dan mencegah meluasnya kejadian,

    - Membantu mengevakuasi para pengungsi, melakukan pencarian dan penyelamatan suku Madura

    yang melarikan diri kehutan,

    - Membantu para pengungsi ditempat penampungan,

    - Mengadakan dialog dengan tokoh masyarakat dan pemuka agama, serta

    - Melakukan upaya penegakan hukum terhadap para pelaku kriminal.

    Proses hukum

    Pelaku yang ditangkap 208 orang dan dalam proses peradilan sebanyak 59 orang, yang terdiri dari

    suku Madura 13 orang, suku Melayu 42 orang dan suku Dayak 4 orang. Barang bukti disita 607

    pucuk senjata api rakitan, 2.336 senjata tajam, 76 bom molotov, 86 ketapel, 969 anak panah, 8 botoldan 8 toples obat mesiu, 443 butir peluru timah, 79 peluru pipa besi, 349 butir peluru setandard ABRI

    dan 441 butir peluru gotri.

    SUMBER:http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambas

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambashttp://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambashttp://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambashttp://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Sambas
  • 7/22/2019 Kerusuhan Sambas.docx

    3/8

    KELOMPOK ETNIS DI KALIMANTAN BARAT KEMBALI BERKELAHI. ORANG

    MELAYU, DAYAK, BUGIS, DAN CINA, BERSATU MENGEROYOK ORANG

    MADURA. PEMICUNYA, SIKAP PIHAK KEAMANAN YANG DIANGGAP BERAT

    SEBELAH.

    Ribuan kilometer di sebelah barat Ambon yang sedang rusuh. Pembantaian manusia,

    pembakaran-pembakaran, desing peluru senjata lantak, seperti di Ambon, juga terjadi.

    Berbeda dengan kerusuhan Ambon, kerusuhan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat,

    merupakan perang antarkelompok etnis: Dayak, Melayu, Cina, Bugis, dan Madura. Yang

    mengejutkan, orang Madura dikeroyok empat suku lainnya.

    Penyerangan terhadap orang Madura dimulai menjelang dini hari 22 Februari. Sebelum

    subuh, belasan rumah orang Madura di Desa Sebangkau dan Desa Semparuk, Kecamatan

    Pemangkat, sudah terbakar. Massa kemudian mengamuk juga di Kecamatan Tebas,Kecamatan Jawai, dan Kecamatan Sambas. Orang-orang Madura lari lintang pukang

    menyelamatkan diri ke hutan atau mengungsi ke kantor polisi.

    Delapan orang pekerja lepas CV Manila, yang mengerjakan proyek perbaikan jalan di Desa

    Tebas, kabur ke hutan ketika rumah kontrakan mereka dibakar massa. Ke-8 orang Madura itu

    terus dikejar massa. Lima orang selamat setelah bersembunyi di hutan selama 5 hari. Tiga

    orang lainnya tewas dibacok dan ditembak massa sehari kemudian. Itulah sepenggal kisah

    tragis dari penyerbuan massa empat suku yang berkode ikat kepala merah dan kuning.

    Berdasarkan data per 4 Maret lalu, serangan tersebut mengakibatkan 12 orang tewas,

    sebagian dengan tubuh yang sudah tak utuh lagi, dan 65 rumah terbakar. Semuanya dari

    pihak Madura. Ratusan warga Madura selamat setelah mengungsi ke Singkawang. Mereka

    ditampung sementara di markas polisi dan tentara. Selanjutnya, para pengungsi akan

    dipindahkan ke barak-barak yang ada di Pasirpanjang, sambil menunggu situasi tenang.

    "Kami minta, semua warga dapat bersikap dan mengambil keputusan dengan kepala dingin,"

    ujar Kapolda Kalimantan Barat KolonelChaerul Rasjidi.

    Pertikaian etnis di Sambas, sebelah utara Pontianak, bermula dari persoalan sepele. Seorang

    kernet bus umum, Bujang Lebik, 20 tahun, ditusuk Rodi, 18 tahun, preman asal Madura.

    Pangkal soalnya, 21 Februari, Rodi naik bus tanpa mau membayar ongkos. Tentu saja

    Bujang,orang Melayu yang warga Desa Semparuk, geram dan memelototi Rodi. Salingpelotot itu berujung dengan penusukan Bujang beberapa jam kemudian. Warga di sekitar

    tempat kejadian segera melarikan Bujang ke RSUD Pemangkat, sementara Rodi pun diciduk

    polisi. Tapi, darah orang-orang Melayu di Tebas dan Pemangkat sudah mendidih begitu

    mendengar Bujang ditusuk preman Madura. Mereka lantas menghunus senjata dan memakai

    ikat kepala kuning, warna khas sekaligus simbol perlawanan etnis Melayu. Orang-orang

    Bugis, Cina, dan Dayak ikut bergabung. Etnis Dayak dan Cina memakai ikat kepala merah.

    Sementara, orang Bugis memakai ikat kepala kuning. Lalu, enam jam setelah Bujang ditusuk

    Rodi, massa mulai bergerak menyapu permukiman Madura di Tebas, Pemangkat, Jawai, dan

    Sambas.

  • 7/22/2019 Kerusuhan Sambas.docx

    4/8

    Pada 23 Februari, muncul isu bahwa orang Madura akan melancarkan serangan balasan dari

    arah laut. Tapi, serangan yang dikhawatirkan itu tidak terjadi. Letkol M. Nurdin, Kapolres

    Sambas, yang tiba di Pelabuhan Sintete, Pemangkat, langsung memberikan pengarahan dan

    menegaskan tidak ada serangan balasan. Massa yang menunggu di pelabuhan kemudian

    tenang.

    Sementara itu, aparat keamanan melakukan razia di Tebas. Mereka menyita 13 senjata api

    rakitan, 73 senjata tajam, 33 tombak, 91 anak panah dan beberapa ketapelnya, serta 3 bom

    molotov. Terbetik pula kabar, aparat telah menangkap enam orang tersangka provokator.

    Dari dua orang di antara provokator itu disita handy talky dan senjata tajam yang disimpan di

    perahu motor di Dermaga Selakau. Nama Muhammad Maksin, Kades Pelimpaan di Jawai,

    dan lima rekannya disebut-sebut sebagai provokator yang telah ditangkap.

    Namun, tuduhan provokator terhadap Maksin batal setelah ada konfirmasi dari Camat Jawai.

    Maksin memang menyuruh rekan-rekannya meminta bantuan warga Samalantan. Tapi, bukan

    untuk menyerang orang Madura, melainkan untuk mengamankan kampung mereka dariancaman serangan balasan orang Madura. Akhirnya, Maksin dan empat kawannya dilepas.

    Sementara, satu kawannya tetap ditahan dan kini berstatus tersangka.Tersangka yang

    ditangkap aparat Polres Sambas bertambah lima orang lagi pada 25 Februari. Mereka ini, 3

    orang Dayak dan 2 orang Melayu, diduga pelaku pembakaran rumah orang Madura.

    Melihat tragedi yang terjadi di Sambas, banyak orang heran bagaimana mungkin orang

    Melayu yang dikenal suka mengalah bisa menjadi sangat beringas gara-gara penusukan

    terhadap Bujang. Kemungkinan terbesar,orang-orang Melayu masih menyimpan dendam atas

    peristiwa penyerbuan orang Madura ke Desa Paritsetia, yang mayoritas penduduknya orang

    Melayu, pada hari pertama Lebaran, 19 Januari lalu.

    Dua hari sebelum penyerbuan orang Madura, warga Desa Paritsetia memergoki Hasan, orang

    Madura dari Desa Sarimakmur, mencuri. Hasan kemudian dihajar massa. Nyiam, ayah

    Hasan, tak menerima perlakuan itu. Dan, secara mendadak, sekitar 200 orang Madura dari

    Sarimakmur menyerbu warga Paritsetia yang sedang bersilaturahmi di Hari Raya. Insiden itu

    memakan korban tiga orang tewas dan dua orang luka parah.

    Konyolnya, Polres Sambas justru menangkap 8 orang warga Paritsetia yang dituduh sebagai

    penganiaya Hasan. Sementara, pelaku penyerangan Desa Paritsetia yang memakan korban

    jiwa justru tidak diapa-apakan. Polisi hanya menahan satu tersangka penyerang, yaitu Nyiam,yang menyerahkan diri. Timbullah perasaan tidak puas di kalangan orang Melayu. "Rasa

    keadilan orang Melayu tercabik-cabik melihat penanganan kasus penyerangan Paritsetia itu,"

    ujar H. Ismet M. Noor, Ketua Majelis Adat dan Budaya Melayu Kalimantan Barat. Karena

    merasa tidak puas, pernyataan maaf secara terbuka dari H. Zainal Abidin, Wakil Ketua Ikatan

    Keluarga Besar Madura Kalimantan Barat, kepada masyarakat Melayu seakan tak berguna.

    Ketidakpuasan akhirnya meledak menjadi amarah karena kasus Rodi versus Bujang.

    Tragedi Sambas, menurut pengamatan Dr. Chairil Effendi, ahli Sastra Melayu di Universitas

    Tanjungpura, Pontianak, merupakan fenomena anomali. Sebab, biasanya masyarakat Melayu

    di sana mengalah bila terjadi konflik dengan orang Madura. Masyarakat Melayu, menurutChairil, tidak memiliki budaya kekerasan seperti carok pada masyarakat Madura, atau tradisi

  • 7/22/2019 Kerusuhan Sambas.docx

    5/8

    ngayau (memenggal kepala) dan budaya perang pada masyarakat Dayak. Chairil menyatakan,

    bibit konflik dengan orang Madura diperparah oleh pola kehidupan orang Madura yang

    eksklusif.Mereka cenderung berkelompok-kelompok dan membuat pusat permukiman

    sendiri. Karena itu, mereka sulit membaur dengan etnis lain.

    Ismet juga menuturkan, orang Melayu sering membiarkan orang Madura menumpang ataumenempati lahan dengan gratis. Tapi, lama-kelamaan, orang Madura malah menganggap

    tanah itu miliknya dan marah bila si pemilik mau memanfaatkan lahan tersebut. Sikap kasar

    dan mau menang sendiri itu, kata Ismet, juga ditunjukkan orang Madura terhadap etnis lain,

    baik orang Dayak, Bugis, maupun Cina. Karena itu, etnis lain ikut membantu suku Melayu

    melabrak orang Madura.

    Sementara, Kibertus Ahie, Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Sambas, menyatakan bahwa

    keikutsertaan orang Dayak dalam kerusuhan kali ini semata-mata spontanitas, bukan disuruh

    atau dikomandoi orang lain."Spontanitas itu didorong solidaritas terhadap orang Melayu yang

    telah kawin-mawin dengan mereka," katanya.

    Sebenarnya, dua hari setelah meletusnya kerusuhan, para wakil etnis sempat mengadakan

    pertemuan damai. Toh, selang lima jam, massa kembali mengamuk, membakari rumah-

    rumah orang Madura lagi. Menurut Ismet, perdamaian baru bisa terjadi jika kasus Paritsetia

    diusut tuntas. Itu yang pertama. Kedua, orang Madura harus menyesuaikan diri dan

    menghargai adat istiadat setempat.

    Menjawab tuntutan masyarakat Melayu, 1 Maret lalu, kepolisian kemudian menciduk 3 orang

    Madura pelaku penyerangan Paritsetia. "Sisanya masih kami kejar terus," ujar Kapolda

    Chaerul Rasyidi.

    Di lain pihak, Ketua Ikatan Keluarga Besar Madura, H. Sulaiman, menanggapi "syarat"

    perdamaian dari pihak Melayu dengan positif. Ia menyetujui penyelesaian tuntas kasus

    Paritsetia. "Orang Madura harus introspeksi, kenapa pada kerusuhan kali ini, orang Melayu,

    Dayak, Bugis, dan Cina bisa bersatu memusuhi orang Madura," kata Sulaiman. Sungguh

    sayang, memang, akibat ulah segelintir oknum, semua orang Madura di Kalimantan Barat

    kena getahnya.

    Sumber :http://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-

    konfik.html

    http://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.htmlhttp://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.htmlhttp://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.htmlhttp://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.htmlhttp://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.htmlhttp://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.html
  • 7/22/2019 Kerusuhan Sambas.docx

    6/8

    Dayak Bantai Madura Seperti Tikus

    Pengakuan Seorang Madura di Sampit

    "Kami orang Madura dianggap sama seperti tikus. Dibantai tanpa ampun

    dan

    kepala dipotong," kata Mulyadi, kepada koridor.com, di Sampit,

    Kotawaringin

    Timur, Senin (26/2). Mulyadi, kehilangan kedua orangtuanya dan keempat

    adiknya.

    Mulyadi seorang Suku Madura, berusia 19 tahun, lolos dari pembantaianb

    Suku

    Dayak. Dia berasal dari Desa Parit Beringin, sekitar 40 km arat Barat

    Kota

    Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

    Mulyadi mengakui, hampir seluruh penduduk desanya, yang umumnya Suku

    Madura,

    hilang dan diperkirakan tewas. Namun, dia mengaku berhasil melarikan

    diri

    dan bersembunyi. Begitu juga, di Desa tetangganya, Bagendang Hilir,

    Desa

    Tanah Runtuh, dan Desa Kuala Kuayan, di luar kota Sampit.

    Wartawan koridor.com, Hendrata Yudha, dari Sampit melaporkan, perkiraan

    jumlah korban tewas, tetap saja simpang siur. Ada yang menyebut

    mencapai

    ribuan orang. Mulyadi bahkan memberikan angka fantastis, berdasarkan

    kesadisan pembunuhan dalam kerusuhan antar Suku Madura dan Suku Dayak,

    sejak

    Minggu 18 Februari lalu, bisa mencapai angka 3000-an.

    Sementara itu, proses evakuasi pengungsi dari wilayah Sampit, ternyata

    sangat lambat. Sepanjang hari Minggu (25/2), tidak ada kapal pengangkut

    dari

    TNI AL yang datang. Senin (26/2) ini, aparat keamanan belum memastikan

    apakah ada kapal bantuan, untuk melakukan evakuasi.

    Menurut Kapolres Sampit, Ajun Komisaris Besar Polisi, Petrus Hardono,

    pihaknya belum mengetahui apakah kapal bantuan TNI AL bisa merapat dan

    mengangkut pengungsi.

    "Saya hanya mendengar TNI AL mengirimkan KRI Teluk Banten dan KRI Teluk

    Sampit, jenis Landing Ship Tank-LST, untuk melakukan evakuasi hari ini.

    Tetapi kami menunggu kabar jelasnya," ujar Hardono, kepada koridor.com

    di

    Sampit, Senin (26/2).

  • 7/22/2019 Kerusuhan Sambas.docx

    7/8

    Hingga Senin (26/2), sudah sekitar 11 ribu pengungsi dari Suku Madura,

    dievakuasi ke Surabaya, Jawa Timur. Sementara di Kantor Bupati Sampit,

    yang

    menjadi pusat pengungsian, masih terdapat sekitar 8000 pengungsi,

    dengan

    kondisi kekurangan makanan dan terjangkit penyakit.

    Kurangnya sarana transportasi, menyulitkan aparat Polri dan TNI,

    melakukan

    evakuasi pengungsi. Padahal, Panglima Perang Suku Dayak, sudah

    memberikan

    ultimatum batas waktu, bagai Suku Madura, untuk meninggalkan Sampit,

    hingga

    Selasa (27/2) besok.

    "Memang, Suku Dayak memberi kami deadline hingga Selasa (27/2) besok,pengungsi harus semuanya meninggalkan Sampit. Tetapi mereka tidak

    mengancam

    akan melakukan pembersihan atau penyerbuan ke camp pengungsi," kata

    Hardono.

    Aparat keamanan, memang sudah berjanji akan bertindak tegas, terhadap

    Etnis

    Dayak, yang masih bersenjata berkeliling kota. Pusat Komando Perang

    Dayak di

    Hotel Rama, Sampit juga akan dibubarkan. "Tapi kesulitannya, laskar

    Dayak

    ini ternyata tidak semuanya bersal dari Sampit tetapi dari masyarakat

    pedalaman," papar Hardono.

    Kesulitan evakuasi dari Sampit, juga disebabkan tidak adanya lima kapal

    penumpang, yang biasanya datang setiap minggunya. Misalnya, KM Senopati

    Nusantara milik PT Primavista tujuan Surabaya berkapasitas 2000 orang,

    KM

    Kirana milik PT Dhrama Lautan Utama jenis fery tujuan Surabaya

    berkapasitas

    2000, KM Binaia milik PT Pelni tujuan Surabaya. Namun sejak kerusuhanmassal, lima kapal milik swasta tersebut, tidak lagi datang ke Sampit,

    melainkan mengalihkan tujuan ke Pelabuhan Kumai, Pangkalan Buun, dengan

    alasan keamanan. Keadaan ini membuat aparat keamanan sulit

    mengkonsolidasi

    bantuan evakuasi dari kapal-kapal tersebut.

    Menurut pemantauan reporter koridor.com, di Sampit, situasi keamanan

    relatif

    membaik, namun kehidupan ekonomi macet. Bank dan fasilitas umum masih

    belum

    berfungsi. Sedangkan aparat kemanan, kesulitan transportasi darat.

  • 7/22/2019 Kerusuhan Sambas.docx

    8/8

    Beberapa anggota Brimob Polri dan militer dari Kodam Tanjungpura,

    mengaku

    sudah 4 hari kekurangan logistik. "Kami selama ini hanya makan indomie

    saja,

    belum makan nasi," kata seorang anggota Brimob Polri, kepada

    koridor.com di

    Sampit, Senin (27/2).

    Sumber:http://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.html

    http://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.htmlhttp://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.htmlhttp://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.htmlhttp://biacksambas.blogspot.com/2011/04/menapak-tilas-kerusuhan-sambas-konfik.html