keratomikosis 1

9
Keratomikosis KERATOMIKOSIS PENDAHULUAN Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisialis dan interstisial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal dan reaksi terhadap konjuntivitis menahun, dapat juga dari bakteri, jamur atau virus. Yang menarik perhatian adalah perbedaan presentasi dari pasien, yang memungkinkan perkiraan diagnosis dari spesialis mata, hal ini menolong dalam menyesuaikan pemberian terapi anti infeksi. 1,2 Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Infeksi jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah tersendiri secara oftalmologik, karena sulit menegakkan diagnosis keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup tinggi kemungkinan kejadiannya sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris dan iklim kita yang tropis dengan kelembaban tinggi. Setelah diagnosis ditegakkan, masalah pengobatan juga merupakan kendala, karena jenis obat anti jamur yang masih sedikit tersedia secara komersial di Indonesia serta perjalanan penyakitnya yang sering menjadi kronis. 1,2,3 Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur, Keratomycosis disebut juga keratitis fungi yang merupakan infeksi jamur yang menyerang kornea, pada bagian anterior dari pupil. 1 INSIDEN Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh Leber, tetapi baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan dilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan lensa kontak, di samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan laboratorik, seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat. Singapura melaporkan (selama 2,5 tahun) dari 112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur, sedang di RS Mata Cicendo Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, Taiwan (selama 10 tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46 dari 80 ulkus (kemungkinan keratitis virus sudah disingkirkan). 2,3,4

Upload: alvra19

Post on 24-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

case mata

TRANSCRIPT

Page 1: Keratomikosis 1

Keratomikosis

KERATOMIKOSIS

PENDAHULUAN

Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisialis dan

interstisial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi

alergi terhadap yang diberi topikal dan reaksi terhadap konjuntivitis menahun, dapat juga dari bakteri, jamur atau virus.

Yang menarik perhatian adalah perbedaan presentasi dari pasien, yang memungkinkan perkiraan diagnosis dari spesialis

mata, hal ini menolong dalam menyesuaikan pemberian terapi anti infeksi.1,2

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini menempati urutan

kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa

bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan

stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Infeksi jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah

tersendiri secara oftalmologik, karena sulit menegakkan diagnosis keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup tinggi

kemungkinan kejadiannya sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris dan iklim kita yang tropis dengan

kelembaban tinggi. Setelah diagnosis ditegakkan, masalah pengobatan juga merupakan kendala, karena jenis obat anti

jamur yang masih sedikit tersedia secara komersial di Indonesia serta perjalanan penyakitnya yang sering menjadi

kronis.1,2,3

Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur, Keratomycosis disebut juga keratitis fungi yang merupakan

infeksi jamur yang menyerang kornea, pada bagian anterior dari pupil.1

INSIDEN

Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh Leber, tetapi baru mulai periode

1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan dilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian

diikuti laporan-laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian

ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan lensa kontak, di

samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan laboratorik, seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika

Serikat. Singapura melaporkan (selama 2,5 tahun) dari 112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur, sedang di RS Mata

Cicendo Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, Taiwan (selama 10 tahun) 94 dari 563 ulkus,

bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46 dari 80 ulkus (kemungkinan keratitis virus sudah disingkirkan).2,3,4

Insidens keratitis jamur di Amerika Serikat bervariasi menurut lokasi geografi dan rata – rata 2%

kasus keratitis di New York, 35% di florida. Spesies Fusarium penyebab infeksi jamur pada kornea yang paling umum di

Amerika Selatan (45-76% fungal keratitis), spesies Candida and Aspergillus lebih banyak di Amerika Utara. Pada tahun

Page 2: Keratomikosis 1

2006, the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerima laporan dari oftalmologist di New Hersey didapatkan

3 pasien dengan menggunakan lensa kontak berhubungan dengan keratitis Fusarium. Secara

internasional, Aspergillusmerupakan jamur terbanyak yang terisolasi pada kasus keratitis jamur. Keratomikosis lebih sering

ditemukan pada laki – laki dibanding perempuan dan lebih sering ditemukan pada pasien yang mempunyai riwayat trauma

ocular di luar rumah. 3

ANATOMI

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat tujuh tulang yang membentuk dinding orbita

yaitu: lakrimal, etmoid, sphenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksilla, bersama-sama

tulang palatinum dan zigomatikus.

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 milimeter. Bola mata bagian depan depan (kornea)

memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.1

Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekuk

melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis.5

Kornea memiliki diameter horizontal 11 – 12 mm dan berkurang menjadi 9 – 11 mm secara vertikal oleh adanya

limbus. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi. Kornea memiliki tiga fungsi

utama :1,6

Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan airmata prekornea.

Transmisi cahaya dengan minimal distorsi ,penghamburan dan absorbsi.

Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:1

1. Epitelo Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis

sel basal, sel poligonal, dan sel gepengo Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap

dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di

sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.o Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan

mengakibatkan erosi rekuren.o Epitel berasal dari ektoderm permukaan

2. Membrana Bowmano Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur

seperti stroma dan berasal dari bagian depan stromao Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stromao Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan

terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya

kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit

merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma.

Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau

sesudah trauma.

4. Membrana Descemeto Membran aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan

membran basalnya.o Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

5. Endotel

Page 3: Keratomikosis 1

o Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat pada

membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.1

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V

saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan

selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus

Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi

dalam waktu 3 bulan. Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aquos dan dari tepi kapiler.

Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan

air mata, sedangkan bagian perifer, menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga

dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar

terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1

ETIOPATOGENESIS

Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas atau

pneumokokus), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba, kekurangan vitamin A atau protein, dan mata

kering (karena kelopak mata tidak menutup secara sempurna dan melembabkan kornea).1

Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer. Ulkus kornea sentral dapat disebabkan

oleh Pesudomonas, Streptococcus, virus, jamur dan alergi. Tukak kornea sentral akibat jamur pada saat sekarang dianggap

sangat penting karena insidensnya yang meningkat. Pemakaian steroid akan menambah kemungkinan berjangkitnya

infeksi jamur pada mata. Tukak kornea akibat jamur berwarna abu – abu, kotor, berbentuk sirkuler, dengan permukaan

yang kasard dan meluas secara perlahan – lahan disertai rasa sangat nyeri. Ulkus sedikit menonjol disertai gambaran

sebaran infiltrat atau abses seperti satelit pada abses primer sehingga terdapat gambaran yang disebut sebagai fenomena

satelit. Terlihat penebalan endotel kornea pada ulkus ini.7

Ulkus biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Beratnya penyakit juga ditentukan

oleh keadaan fisik pasien, besar, dan virulensi inokulum. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur, amuba, dan

virus.1 Jamur penyebab ulkus kornea biasanya oleh karena Aspergillus, Candida, Fusarium, Penicillium yang berkaitan

dengan trauma ( terutama yang melibatkan batang pohon, atau sayuran), pemakaian lensa kontak, penggunaan steroid

topikal, defek epitel yang tidak sembuh, dan keadaan penurunan daya tahan tubuh. Ulkus ini memiliki karakteristik

tertentu yaitu infiltrat satelit, dan plak endotel. Jamur dapat berpenetrasi hingga ke lapisan membran

Descement.1,6Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan oleh tumbuh – tumbuhan atau pada

mereka dengan imunosupresi.1,8

Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan : 2

1) Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.

1. Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp, Cladosporium spp, Penicillium spp,

Paecilomyces spp, Phialophora spp, Curvularia spp, Altenaria spp.

2. Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.

2) Jamur ragi (yeast)

Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans, Cryptococcus spp, Rodotolura spp.

3) Jamur difasik

Page 4: Keratomikosis 1

Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan membentuk miselium: Blastomices spp,

Coccidiodidies spp, Histoplasma spp, Sporothrix spp.

Keratitis fungal lebih jarang dibanding keratitis bakterial, secara umum gambarannya kurang dari 5%-10% infeksi

kornea yang dilaporkan di klinik dari amerika serikat. Keratitis fungal filamentous terdapat lebih banyak pada daerah yang

hangat, kebanyakan daerah lembab pada beberapa daerah di Amerika serikat.8

Trauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor resiko yang penting dari keratitis fungal.

Predisposisi utama adalah para petani yang menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya yang menggunakan

peralatan mesin dilapangan berumput, tanpa memakai pelindung mata. Trauma dihubungkan dengan penggunaan kontak

lensa yang merupakan faktor resiko umum yang lain untuk terjadinya keratitis fungal. Kortikosteroid topikal adalah faktor

resiko mayor lainnya, Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur dengan mengurangi resistensi

kornea terhadap infeksi. Meningkatnya penggunaan kortikosteroid topikal selama akhir dekade ke-empat merupakan

implikasi mayor penyebab meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut. Selain itu, penggunaan

kortikosteroid sistemik bisa mensupresi respon sistem imun, karena itu merupakan predisposis terjadinya keratitis fungal.

Faktor resiko lainnya adalah termasuk operasi kornea (contohnya keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis kronis

(contohnya herpes simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).8

Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi pada mata terdapat dimana-mana, organisme

saprofit dan telah dilaporkan sebagai penyebab infeksi pada literature ophtalmologi. Jamur yang di isolasi telah dapat

diklasifikasikan kedalam grup: Moniliaceae (jamur berfilamen tidak berpigmen, termasuk didalamnya

spesies Fusarium dan Aspergillus), Dematiaceae (Jamur berfilamen berpigmen, termasuk didalamnya

spesiesCurvularia and Lasiodiplodia), dan yeasts (termasuk didalamnya spesies Candida).3,4

Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada epithelium, kemudian memperbanyak diri dan

menyebabkan nekrosis pada jaringan dan menyebabkan reaksi inflamasi. Kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan

dari trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa, benda asing, operasi kornea). Organisme dapat menembus kedalam

membran descment yang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen posterior. Mikotoksin dan enzim proteolitik

menambah kerusakan jaringan yang ada.3,4

Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis fungal. Pada kasus ini, organisme jamur dari

segmen posterior menembus membran Descemet dan masuk kedalam stroma kornea. 3

GEJALA KLINIS

Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri.

Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea memiliki

banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh

gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi

sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan

terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi

pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat pada

kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga

merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea,

umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.4,8-11

Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel yang nampak pada pewarnaan

fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus)

dan kemerahan pada mata. Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea

menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin, histamine dan asetilkolin.Pemeriksaan terhadap bola

mata biasanya eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi siliaris biasanya juga ada.

Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat

menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan batas yang tegas.

Pemeriksaan dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion. 8-9

Page 5: Keratomikosis 1

Gejala ulkus kornea jamur pada fase awal biasanya lebih ringan dibandingkan dengan ulkus kornea bakteri dan

bisa memberikan tanda injeksio konjungtiva yang minimal atau tidak ada sama sekali. Lesi superfisial kelihatan berwarna

putih keabu-abuan, menonjol pada permukaan kornea, mempunyai tekstur yang kering, kasar atau tidak rata yang bisa

dilihat pada saat kerokan diagnostik. Bisa juga ditemukan infiltrat multifokal atau satelit, namun jarang dilaporkan. Sebagai

tambahan, bisa terjadi infiltrat stroma dalam epitelium yang intak. Plak endotel/dengan hipopion juga bisa didapatkan jika

infiltrat jamur cukup besar atau dalam.8

Keratitis fungal memperlihatkan tidak ada kecenderungan untuk umur, jenis kelamin atau ras. Kadang pasien

memiliki riwayat trauma kornea, biasanya dari bahan organik. Termasuk dalam resiko tinggi adalah trauma (benda asing,

lensa kontak), penggunaan imunosupresan sistemik atau pada mata, juga pada penyakit atau terapi dengan

immunosupresan (transplantasi organ) atau penggunaan terapi topikal steroid, dan penggunaan antibiotik dalam jangka

lama. Infeksi jamur juga sangat sering ditemukan pada daerah pertanian dan lingkungan tropis.3,5,8,11

Pasien dengan keratitis fungal cenderung memiliki tanda dan gejala inflamasi sepanjang permulaan periode

dibanding dengan keratitis bakterial dan bisa terdapat sedikit atau tidak injeksio konjungtiva sepanjang awal presentasi.

Keratitis fungal filemantous sering bermanifestasi sebagai warna putih keabu-abuan, penampakan infiltrat kering sebagai

bulu yang ireguler atau tepi filamentous. Lesi-lesi superfisial tampak putih keabu-abuan diatas permukaan kornea, kering,

kasar, dan tekstur yang berpasir dapat dideteksi dengan mengosok kornea. Kadang-kadang, multifokal atau infiltrat satelit

dapat ditemukan, walaupun jarang dilaporkan. 3,8,11

DIAGNOSIS

Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien, dapat berupa mata nyeri,

kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus ditanyakan ialah

adanya riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun,

dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Pemeriksaan fisis

Visus

o Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada

kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.

Slit lamp

o Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.

o Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea.

Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang tidak spesifik, termasuk didalamnya:

o Injeksio konjungtiva

o Kerusakan epitel kornea

o Supurasi

Page 6: Keratomikosis 1

o Infiltrasi stroma

o Reaksi pada bilik depan

o Hipopion 3

o

o

Pemeriksaan penunjang

Tes fluoresein

Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.Untuk melihat adanya daerah yang defek

pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan

daerah yang intak).

Pewarnaan gram dan KOH dan kultur

Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.

Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus.

Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Yang

utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan

tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan

angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi

jaringan kornea dan diwarnai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang

besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference contrast microscope untuk melihat

morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya

dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.2

Gambaran Histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea ditemukan adanya jamur pada 75% pasien.

Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan kornea. Adanya komponen jamur yang mencapai stroma

menunjukkan tingkat virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya berhubungan dengan infeksi yang progresif.3

PENATALAKSANAAN

Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi

reaksi radang dengan steroid. 1 Sampai saat ini pengobatan dengan steroid masih kontroversi. Secara umum ulkus kornea

diobati sebagai berikut :

Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator

Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari

Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder

Debridemen sangat membantu penyembuhan

Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.8

Page 7: Keratomikosis 1

Terapi keratitits fungal sangat sulit. Kebanyakan obat antifungi hanya bersifat fungistatik dan memerlukan sistem

imun yang utuh (yang tidak nampak) dan memperpanjang perjalanan terapi. Tanpa bantuan imunitas yang utuh untuk

menekan organisme, pengobatan fungistatik menjadi kurang efektif. Kelas obat yang digunakan untuk pengobatan keratitis

jamur termasuk antibiotik polyene (nistatin, amphoterecin B, natamycin); analog pyrimidine (flucytosine); imidazole

(clortrimazole, miconozole, econazole, ketoconazole); triazoles (fluconazole, itraconazole); dan sulfadiazine. Natamycin

hanya dapat diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan dari bermacam jalur yang ada. Steroid kontraindikasi

karena akan terjadi eksaserbasi penyakit. 2,8,11

Natamycin 3% direkomendasikan untuk terapi pada kebanyakan kasus keratitis fungal filamentaous, terutama

yang disebabkan oleh fusarium spp, agen penyebab yang paling umum pada keratitis fungi eksogen yang terdapat di area

lembab di Amerika Selatan. Mikonazole topikal 1% (10 mg/ml) merupakan obat terpilih memberantas Paecilomyces

lilacinum. Kebanyakan klinisi dan bukti penelitian menyarankan amphotericin B (0,15%-0,3%) sangat berkhasiat pada

pengobatan keratitis yang disebabkan oleh fungal tipe yeast. Ketokonazole oral (200-600 mg/hari) bisa digunakan untuk

tambahan terapi pada beberapa keratitis fungal tipe filamentous, dan fluconazole (200-400mg/ hari) untuk beberapa

keratitis fungal tipe yeast. 8

Atropin 1% atau scopolamine 0,25% dapat digunakan untuk mencegah perlengketan antara iris dan lensa atau kornea.

Pemberian kortikosteroid masih kontroversi karena merupakan kontra indikasi pada infeksi virus, tapi ini dapat mencegah

terjadinya perforasi kornea. Penggunaan kortikosteroid harus dikurangi secara bertahap untuk mencegah rebound

inflamasi. Obat analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.3,6

Terapi konservatif berupa hospitalisasi direkomendasikan sebagai terapi awal ketika memulai terapi sebagai

terapi jangka panjang tak teratur. Terapi sistemik hanya diindikasikan pada kasus yang melibatkan intraokular. Pada kasus

lain akan berespon baik dengan terapi topikal antifungi seperti natamycin, nystatin, dan amphotericin B. Terapi

pembedahan. Keratoplasti diindikasikan ketika kerusakannya gagal berespon atau pada terapi konservatif respon sangat

lambat dan pada terapi keadaan menjadi lebih buruk.5

Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu : 2

1) Debridement

2) Flap konjungtiva, partial atau total

3) Keratoplasti tembus

Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara lain adalah adanya

penumpulan (blunting atau rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya

infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau

virus. Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak berhasil, bahkan kadang-

kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan

ketelitian dari kita semua. 2

DIAGNOSA BANDING

1. Keratitis bakterial

Bakteri, merupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme yang biasanya terlibat yaitu Pseuomonas

aeroginosa, Staphylococcus aureus, S. epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza dan Moraxella

catarrhalis. Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus danListeria merupakan agen berbahaya oleh

arena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit

untuk menentukan jenis bakteri sebagai penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan

bersifat mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa. Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral,

namun beberapa terjadi di perifer.1,3,4,6Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea

Page 8: Keratomikosis 1

terutama jenis P.aeroginosa. Batas yang maju menunjukkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang

ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram positif,Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus

pneumoniaakan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu – abu

pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat

infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak akan terlihat melebar secara cepat, bahan

purulent berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak.

Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan. Secara klinis onset nyerinya sangat cepat disertai

dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi

endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti

mycobakteria atau bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan

kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi

bakterial.1,8

2. Keratitis viral

Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes Zoster, Adenovitus. Herpes virus

menyebabkan ulkus dendritik yang bersifat rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di gangglion

Gasserian, serta unilateral. Pada virus Herpes simpleks, biasanya gejala dini dimulai degan injeksi siliar yang kuat

disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan bentuk

dendritik serta terjadi penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga disertai dengan pembesaran kelejar

preaurikuler.1,5,7 Pada keratitis yang disebabkan oleh virus memberikan gambaran seperti infiltrat halus berbintik-bintik

pada daerah depan kornea, biasanya bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva ataupun

tanda akut.1,8

KOMPLIKASI

Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea walaupun jarang. Hal ini dikarenakan

lapisan kornea semakin tipis disbanding dengan normal sehingga peningkatan tekanan intraokuler dapat mencetuskan

terjadinya ulkus kornea. Pembentukan jaringan parut kornea menghasilkan kehilangan penglihatan parsial maupun

kompleks. Terjadinya neovaskularisasi dan astigmatisme ireguler, penipisan kornea, sinekia anterior, sinekia posterior,

glaucoma, dan katarak juga bisa terjadi.3-5

Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang melibatkan setiap struktur intraokular dan dapat

membuat hilangnya penglihatan atau kehilangan mata. Perforasi kornea jarang terjadi, dan endophthalmitis sekunder telah

dilaporkan.3

PROGNOSIS3

Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea yang terlibat, status kesehatan pasien

(contohnya immunocompromised), dan waktu penegakkan diagnosis klinis yang dikonfirmasi dengan kultur di

laboratorium.Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik;

bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat

sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: FKUI; 2006. p 4-6, 147,150

2. Susetio B. Penatalaksanaan infeksi jamur pada mata dalam Cermin dunia kedokteran. [Online]. 1993 [Cited 2008

Mei 07]; Available from : http//www.kalbe.co.id-files-cdk-files-cdk_087_mata.html

3. Singh D. Keratitis, fungal. [Online] 2008 Jun 12 [cited 2008 Nov 8];[14 screens].

Availablefrom:URL:http:///www.eMedicine.com/oph/topic99.htm.

4. Naradzay J, Griqsby W, Chiang W et.al. Corneal ulceration and ulcerative keratitis. Available

athttp://www.emedicine.com/oph/topic115.htm Accessed on november 1st 2008

Page 9: Keratomikosis 1

5. Vaughan DG, Asbury T. Kornea . Oftalmologi umum. Edisi 14. Alih bahasa Tambajong J. Penerbit UB.Widya Medika:

Jakarta. 2000. Hal:129-153.

6. Wilson SA, Last E. Management of corneal abrasion.[Online] 2004 [cited 2008 Nov 10];[12 screens].

Availablefrom:URL:http://www.aafp.org/afp/20040701/123.html

7. Ilyas S. Mata merah dengan visus menurun. Dalam : Penuntun ilmu penyakit mata. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI,2005.Hal.80-85.

8. LieBegan T.J. External disease and cornea. American Academy of Ophthalmology. Section 8. 2008-2009. San

Fransisco, USA. Hal 143-7

9. Miller Stephen J.H. Disease of the cornea. Parsons' diseases of the eye. Longman Singapore Publishers. 1994. Hal:

147-152

10. Garg prashant, N Rao Gulapalli. Cornel ulcer: Diagnosis and management. Communiti eye health vol 12. India.

1999. Hal 21-3

11. Allen JH. May’s manual of the disease of the eye. The cornea. New York; Robert E. Krieger Publishing Company.

1976. Hal : 99-101

12. Atlas of Ophthalmology. Online Multimedia database. Available

from:UR:http://www.atlasofophthalmology.com/atlas/photo.jsf