kerajinan batik tenun ikat provinsi jawa timur
TRANSCRIPT
PENYUSUN :
DIDIEK TRANGGONOJOJOK DWIRIDOTJAHJONO
MARIA INDIRA ARYANIRESA RASYIDAH
Kerajinan Batik Tenun IkatProvinsi Jawa Timur
Potensi dan Tantangan
ii
KATA PENGANTAR
Buku Kerajinan Batik Tenun Ikat Provinsi Jawa
Timur ; Potensi dan Tantangan ini merupakan salah
satu luaran dari Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi
(PUPT) tahun 2014 dengan judul “Strategi
Pengembangan Batik Tenun Ikat di Jawa Timur ; Blok
Strategis dan Interkoneksi” yang Dibiayai oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan melalui hibah penelitian
skim PUPT tahun anggaran 2014.
Buku ini diharapkan dapat mengisi minimnya
literatur tentang potensi dan tantangan serta
pengembangan kerajinan batik tenun ikat Provinsi
Jawa Timur dan dapat digunakan sebagai referensi
dalam pengembangan kerajinan batik tenun ikat di
Provinsi Jawa Timur. Buku ini juga diharapkan dapat
menginisiasi semua aktor dalam pengembangan
kerajinan batik tenun ikat di Provinsi Jawa Timur.
Akhir kata, kiranya buku ini dapat bermanfaat.
Surabaya, November 2014
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................. iKATA PENGANTAR................................................. iiDAFTAR ISI...........................................................iiiDAFTAR GAMBAR ................................................. iv
BAB I KERAJINAN BATIK TENUN IKAT : SELAYANG PANDANG ................................. 1 1. Sejarah Batik Tenun Ikat ........................ 3 2. Perkembangan Batik Tenun Ikat.............. 6 3. Kontribusi pada Pengembangan Industri
Kreatif................................................. 10
BAB II POTENSI DAN TANTANGAN BATIK TENUN IKAT DI JAWA TIMUR ......... 15
1. Potensi ................................................ 18 2. Tantangan ........................................... 21
BAB III BATIK TENUN IKAT : POTENSI INDUSTRI KREATIF.................... 27
BAB IV PENGEMBANGAN BATIK TENUN IKAT JAWA TIMUR BERBASIS BLOK STRATEGIS. 33
BAB V PENUTUP................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ............................................... 43
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Komponen Industri Kreatif ................ 29
Gambar 3.2. Lingkup Industri Kreatif .................... 30
1
BAB I
KERAJINAN BATIK TENUN IKAT : SELAYANG PANDANG
Indonesia memiliki kekayaan budaya bangsa yang
berpotensi besar dalam mendukung pertumbuhan industri
kreatif Indonesia. Terdapat 1.068 suku bangsa yang
masing-masing mempunyai budaya yang beraneka
ragam. Keragaman budaya inilah yang dapat menjadi
bahan baku industri kreatif. Keberagaman budaya ini
dapat memunculkan aneka ragam kerajinan dan berbagai
produk Indonesia, dan juga memunculkan berbagai bakat
dari masyarakat Indonesia di bidang industri kreatif.
Salah satu kebudayaan
bangsa Indonesia yang telah
berkembang menjadi industri
kreatif adalah batik. Batik
merupakan seni budaya
Indonesia yang telah diakui
secara resmi oleh UNESCO pada tahun 2009. UNESCO
telah memasukkan batik Indonesia ke dalam
Representative List of the Intangible Cultural Heritage of
Humanity dalam sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah
2
(Fourth Session of the Intergovernmental Committee)
tentang Intangible Cultural Heritage of Humanity di Abu
Dhabi.
Terdapat berbagai macam jenis batik yakni batik
tulis, batik cap dan juga batik tenun. Di Jawa Timur,
khususnya Kediri dan Lamongan, terdapat sentra
kerajinan batik variasi dari batik tenun yakni batik tenun
ikat.
Batik tenun ikat merupakan kriya tenun Indonesia
berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau
benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan
ke dalam zat pewarna alami. Pembuatan kain tenun ikat
ini tidak mengandalkan keahlian khusus. Bermula bahan
dasar benang yang telah diberi bermacam-macam warna,
sesuai dengan mode pasaran. Kemudian benang yang
telah diberi warna di pintal menggunakan alat yang
disebut morosepil. Proses pemintalan inipun hanya
memerlukan waktu 10 menit untuk sebuah kain
berukuran panjang 2,5 meter.
Benang yang telah dipintal kemudian disekir
menggunakan mihani untuk memperoleh benang dengan
hasil yang lebih halus. Sebelum ditenun, pola batik
digambar terlebih dahulu di benang putih yang telah
dibentang. Setelah pola tergambar, benang tersebut
3
kemudian ditenun menggunakan peralatan tenun
tradisional. Dengan peralatan ini, model dan corak kain
mulai di tentukan untuk memperoleh kombinasi warna
yang berkualitas. Alat tenun yang dipakai adalah alat
tenun bukan mesin (ATBM).
Kain batik tenun ikat biasanya dibuat untuk
kelengkapan upacara adat seperti dalam ritual merayakan
kelahiran anak, perkawinan dan kematian. Selain itu juga
dipakai sebagai kain busana adat. Namun kini, seiiring
dengan perkembangan jaman, kain batik tenun ikat dapat
dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih luas. Kain
tersebut dapat dijahit untuk dijadikan pakaian, tas, kain
pelapis mebel, aksesoris atau penghias interior rumah.
Tenun ikat terdapat di berbagai daerah di
Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia yang terkenal
dengan kain tenun ikat di antaranya Toraja, Sintang,
Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, dan Flores. Di
Jawa Timur, sentra kerajinan ini teletak di Lamongan dan
Kediri. Pada umumnya motif batik tenun ikat bergantung
dengan daerah masing-masing pembuat tenun.
1.1 Sejarah Batik Tenun Ikat di Jawa Timur
Kerajinan batik tenun ikat telah mengubah esensi
batik dari sekedar kerajinan menjadi sebuah peradaban.
4
Peradaban batik yang dimaksud disini adalah sebuah tata
kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai materialisme
batik, mulai dari proses produksi sampai dengan
konsumsi dan reproduksi komoditas. Nilai ekonomis dan
sosiologis yang termuat dalam kerajinan batik tenun ikat
sangatlah tinggi. Kerajinan batik tenun ikat ini merupakan
salah satu industri kreatif yang memiliki potensi yang
sangat prospektif untuk dikembangkan pada era sekarang
ini karena akan memberikan kontribusi pada
pengembangan ekonomi daerah maupun perekonomian
regional dan nasional.
Kerajinan batik tenun ikat
selain merupakan salah
produk budaya di Indonesia
juga merupakan salah satu
usaha kecil menengah yang
dikembangkan oleh
masyarakat khususnya di Provinsi Jawa Timur. Kerajinan
batik tenun ikat di Provinsi Jawa Timur bisa ditemukan di
Kediri dan Lamongan.
Batik tenun ikat Kediri telah ada sejak tahun 1950-
an. Akan tetapi, pada saat itu produknya hanya berupa
sarung goyor, yakni sarung khas Kediri yang mempunyai
keunikan tertentu. Sarung tersebut akan terasa dingin
5
bila dipakai pada siang hari dan hangat bila dipakai di
malam hari. Sarung goyor juga memiliki beberapa motif
antara lain motif long, motif tirto, motif ceplok dan masih
banyak motif lainnya.
Lain halnya dengan batik tenun ikat Kediri, sentra
batik tenun ikat Lamongan yang terletak di Desa
Parengan, Kecamatan Maduran. Keahlian warga Desa
Parengan dan sekitarnya dalam memenun ikat pertama
kali didapat pada masa kependudukan Belanda, pada
tahun 1924. Saat itu seorang warga Desa Babat (saat ini
Kecamatan Babat) bernama Sumowiharjo membuka
sebuah yayasan bernama Purwokriyo yang memberikan
pelajaran menenun ikat secara cuma-cuma.
Mendengar kabar itu, banyak warga Parengan dan
sekitarnya berbondong-bondong belajar ke yayasan
tersebut. Selain lihai dalam menenun, Sumowiharjo juga
handal dalam membuat alat tenun bukan mesin (ATBM),
yang tidak banyak orang memiliki keahlian serupa. Maka
tidak heran bila di masa penjajahan Belanda, alat tenun
yang tersebar di Kabupaten Lamongan umumnya buatan
Sumowiharjo.
Meskipun berasal dari Babat, kini warga
kecamatan yang terkenal dengan sebutan Kota Wingko
ini hampir tidak ada yang berkecimpung di industri tenun
6
ikat. Nama Sumowiharjo sendiri hanya diabadikan
sebagai nama sebuah jalan, yang mungkin tidak banyak
orang tahu sumbangsihnya di masa lalu. Justru saat ini
warga Desa Parengan yang berjarak sekitar 35 km dari
Kecamatan Babat yang mewarisi keahlian tersebut.
Selain Sumowiharjo, kerajinan batik tenun ikat di
Desa Parengan ini juga dipelopori oleh H.Yahya (alm) dan
istrinya, yang dimulai pada tahun 1930. Mereka kemudian
mengajak keluarga, saudara, dan rekan mereka serta
mengajarkan seni tersebut kepada anak-anaknya. Hingga
akhirnya, mereka dapat menghasilkan karya-karya
mereka sendiri dengan berbagai motif. Kerajinan ini
kemudian dilestarikan dengan cara diturunkan kepada
anak cucu mereka dan mereka mulai menekuninya. Desa
Parengan kemudian menjadi sentra batik tenun ikat
Lamongan yang sebagian besar pengrajinnya merupakan
penerus dari usaha keluarga secara turun-temurun.
1.2 Perkembangan Batik Tenun Ikat di Jawa
Timur
Sentra batik tenun ikat Kediri terletak di desa
Bandar Kidul. Pada awal perkembangannya, produk tenun
ikat Kediri hanya berupa sarung goyor saja. Pada saat itu,
pemasaran sarung goyor hanya bersifat lokal. Konsumen
7
sarung ini hanya masyarakat Kediri. Namun, produk ini
kemudian berkembang dan mencapai puncak
kejayaannya antara tahun 1960-1970.
Akan tetapi, sejak akhir tahun 1970-an, kerajinan
tenun ikat ini mulai surut. Penyebabnya utamanya adalah
karena tidak adanya generasi penerus setelah pendiri
usaha tersebut meninggal dunia. Tidak adanya generasi
penerus ini membuat para pengrajin yang masih bertahan
pada saat itu mengalami kesulitan untuk memenuhi
permintaan pasar dar luar daerah yang begitu besar pada
saat itu. Padahal kondisi daya saing batik tenun ikat
Bandar Kidul masih dominan karena masih minimnya
produk sejenis yang ada di pasar.
Surutnya bisnis tenun ikat ini juga disebabkan
karena kondisi permodalan finansial tidak cukup besar,
hanya berupa koperasi yang didirikan oleh para
pengrajin, namun belum mampu berkembang baik untuk
menopang industri ini. Dari segi inovasi produk pun
hanya sebatas dari keberagaman motif yang dibuat dan
masih diminati oleh konsumen pada saat itu.
Kondisi ini kemudian diperburuk dengan terjadinya
krisis ekonomi dunia yang juga melanda Indonesia pada
tahun 1998 yang mengakibatkan sebagian besar
pengrajin batik tenun ikat Bandar Kidul mengalami
8
kerugian sehingga banyak dari mereka yang gulung tikar.
Mereka tidak mampu bertahan dengan kondisi krisis
ekonomi saat itu. Paska krisis ekonomi 1998, pada akhir
masa pemerintahan orde baru, pengrajin batik tenun ikat
Kediri yang masih bertahan mulai bangkit dan berusaha
mengembangkan usahanya kembali.
Tantangan kembali muncul ketika para pengrajin
ini harus bersaing dengan industri tekstil yang membuat
kain tenun buatan mesin. Batik tenun ikat yang
dikerjakan para pengrajin Bandar Kidul ini dikerjakan
hanya dengan teknologi sederhana yang dinamakan Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM). Akibatnya, mereka
mengalami kesulitan dalam mengikuti perkembangan
pasar dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar
sehingga perkembangan batik tenun ikat Kediri pun
tersendat. Para pengrajin ini seringkali merugi. Mereka
masih belum mendapatkan kesejahteraan yang cukup,
yang sesuai dengan harapan mereka.
Oleh karena itu, mereka
berusaha mengembangkan
produknya. Saat ini,
setidaknya tercatat ada
sebelas perajin tenun ikat
Bandar Kidul yang masih
9
bertahan. Mereka ini telah menyediakan lapangan
pekerjaan bagi sebagian warga Bandar Kidul. Sejak tahun
2000an, para pengrajin ini mulai mengembangkan
produknya berupa kain atau pakaian. Produk baru
tersebut telah membantu memperkenalkan batik tenun
ikat Kediri baik di tingkat lokal, regional maupun nasional.
Produk baru tersebut semakin berkembang ketika para
pengrajin mulai sering mengikuti pameran untuk
mempromosikannya. Para pengrajin tersebut juga
semakin sering memberikan inovasi desain dan
menyediakan pilihan jenis kain untuk menarik peminat.
Mereka mengembangkan motif-motif kain seperti bunga
ceplok, gunung, wajik, dan sebagainya. Produk kain
tenun ikat Kediri yang ditawarkan saat ini pun tidak
hanya sarung goyor, namun ikut berkembang menjadi
berbagai macam produk tenun lainnya dengan bahan
dasar kain yang berbeda-beda seperti kain katun, semi
sutra dan juga sutra. Harga yang ditawarkan berbeda-
beda, disesuaikan dengan kualitas kainnya.
Bila batik tenun ikat Kediri telah mengalami
pasang surut dalam perkembangannya, maka hal yang
sama ternyata juga dialami oleh sentra batik tenun ikat di
Lamongan yakni di Kecamatan Meduran, Desa Parengan.
Industri batik tenun ikat Lamongan ini mulai berkembang
10
pesat pada tahun 1960-an. Bahkan, industri batik tenun
ikat Lamongan ini telah berhasil menembus pasar ekspor
sejak tahun 1967. Akan tetapi, pada tahun 1990-an,
industri batik tenun ikat Lamongan juga mengalami
kemunduran. Banyak pengrajin yang menutup usahanya
akibat krisis ekonomi 1998 dan juga karena
permasalahan yang sama seperti yang dialami para
pengrajin batik tenun ikat Kediri yakni imbas kehadiran
tenun ikat buatan mesin/pabrik, kurangnya minat
pemuda untuk melestarikan batik tenun ikat, kurangnya
kemampuan manajemen, serta tidak adanya bantuan
permodalan bagi pengrajin (pengusaha).
Namun demikian, masih ada beberapa pengrajin
yang bertahan. Salah satunya adalah Miftakhul Choiri
yang telah mewarisi usaha orang tuanya sejak tahun
1978. Dengan modal seadanya, Miftakhul Choiri mencoba
peruntungannya di bidang bisnis tekstil dengan
mendirikan Butik Paradilla. Usaha butik ini bukan hanya
sebagai penerima stok kain tenun ikat, namun juga
sebagai produsen langsung. Butik Paradilla berkembang
menjadi usaha batik tenun ikat Lamongan yang paling
besar saat ini yang telah merambah pasar dunia, mulai
dari negara tetangga yaitu Malaysia, hingga negara-
11
negara Timur Tengah seperti Irak, Iran, Mesir, dan Arab
Saudi.
1.3 Kontribusi Pada Pengembangan Industri
Kreatif
Industri Kreatif merupakan kelompok industri yang
terdiri dari berbagai jenis industri yang masing-masing
memiliki keterkaitan dalam proses pengeksploitasian ide
atau kekayaan intelektual menjadi nilai ekonomi tinggi
yang dapat menciptakan kesejahteraan dan lapangan
pekerjaan.
Di dalam industri kreatif, kreatifitas memegang peranan
sentral sebagai sumber daya utama. Industri kreatif lebih
banyak membutuhkan sumber daya ktearif yang berasal
dari kreatifitas manusia daripada sumber daya fisik.
Namun demikian, sumber daya fisik tetap diperlukan
terutama dalam peranannya sebagai media kreatif.
Rantai proses penciptaan nilai pada umumnya
tidak terjadi di sektor industri kreatif. Hal ini tentunya
berbeda dengan sektor manufaktur dan industri
konvensional lainnya. Industri kreatif mengutamakan
desain dalam penciptaan produk. Industri kreatif
membutuhkan kreativitas individu sebagai input utama
dalam proses penciptaan nilai.
12
Saat ini ekonomi industrial telah beralih ke
ekonomi kreatif. Daya yang paling penting saat ini adalah
tumbuhnya kekuatan ide. Itulah sebabnya, sebagian
besar tenaga kerja kini berada pada sektor jasa atau
menghasilkan produk abstrak, seperti data, software,
berita, hiburan, periklanan, dan lain-lain.
Industri kreatif telah memberikan sumbangsih
yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia.
Tercatat rata-rata kontribusi industri kreatif Indonesia
terhadap PDB pada tahun 2002-2006 adalah sebesar 6,3
persen dari total PDB Nasional dengan nilai Rp 104,6
triliun. Nilai ekspor industri kreatif mencapai Rp 81,4
triliun dan berkontribusi sebesar 9,13 persen terhadap
total nilai ekspor nasional dengan penyerapan tenaga
kerja mencapai 5,4 juta pekerja.
Bila dibandingkan dengan lapangan usaha lainnya
yang terdapat di Indonesia, kontribusi industri kreatif
terhadap PDB menduduki peringkat ke-7 dari 10 lapangan
usaha utama yang ada di Indonesia. PDB yang dihasilkan
dari industri kreatif saat ini masih didominasi oleh industri
perangkat lunak (software), pasar barang seni, industri
kerajinan, fesyen, advertising, desain, animasi, film, video
dan fotografi, musik, serta permainan interaktif.
13
Indonesia perlu terus mengembangkan industri kreatif.
Alasannya, industri kreatif memberikan kontribusi
ekonomi yang signifikan. Selain itu, industri kreatif
menciptakan iklim bisnis yang positif dan membangun
citra serta identitas bangsa.
Di sisi lain, industri kreatif berbasis pada sumber
daya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan
kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu
bangsa serta memberikan dampak sosial yang positif.
Meski demikian, untuk menggerakkan industri kreatif
diperlukan beberapa faktor. Di antaranya, arahan
edukatif, memberikan penghargaan terhadap insan
kreatif, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Industri kerajinan batik tenun ikat, termasuk
dalam industri kreatif tersebut. Walaupun nilai yang
dihasilkan dari industri masih terbilang kecil, akan tetapi
terdapat potensi yang cukup besar dan masih bisa
dikembangkan agar industri kerajinan tenun ikat ini dapat
memberikan kontribusi yang besar terhadap
perekonomian nasional.
Peluang ini terbuka lebar karena kerajinan batik
tenun ikat ini tidak menggunakan mesin sehingga proses
pengerjaanya membutuhkan waktu yang sangat lama.
Selain proses yang panjang, pembuatan kain batik tenun
14
ikat juga melalui banyak alur kerja. Setidaknya ada 14
tahap dari benang putih menjadi sebuah kain. Setiap
tahap atau alur kerja dibutuhkan tenaga kerja khusus di
bidang tersebut. Sisi positifnya, proses panjang ini
membuat lapangan kerja semakin terbuka lebar.
Di Desa Bandar Kidul, Kediri, usaha batik tenun
ikat terbesar dipegang oleh Medali Mas yang dimiliki oleh
Ibu Ruqoyah. Hingga saat ini, Medali Mas telah
mempekerjakan 65 warga sekitar Bandar Kidul Kediri
sebagai tenaga kerja. Sebagian dari tenaga kerja tersebut
merupakan remaja dan ibu-ibu rumah tangga. Dalam
satu hari, perempuan kelahiran Nganjuk tersebut bisa
memproduksi 30 hingga 40 lembar kain. Dengan harga
jual Rp. 130 ribu per lembar. Satu lembar berukuran dua
setengah meter. Selain itu Medali Mas juga memproduksi
syal. Harga dibandrol mulai Rp. 30 ribu hingga Rp. 500
ribu per lembar. Usaha ini memang cukup menjanjikan
dengan omzet per bulan yang cukup besar, hingga
puluhan juta.
Demikian halnya industri batik tenun ikat
Lamongan yang tersentra di desa Parengan kecamatan
Maduran yang sudah merambah hingga pasar timur
tengah. Di desa ini, terdapat sedikitnya 30 orang
pengrajin tenun ikat yang rata-rata telah menekuini
15
usahanya secara turun temurun. Salah satunya adalah
Miftahul Choiri pemilik Butik Paradilla. Saat ini Butik
Paradilla telah mempekerjakan kurang lebih 150 orang
dan telah mampu memproduksi sebanyak 2600 lembar
kain tenun ikat perbulannya dengan omset rata-rata
mencapai 250 juta.
15
BAB II
POTENSI DAN TANTANGANBATIK TENUN IKAT JAWA TIMUR
2.1 Potensi Batik Tenun Ikat di Jawa Timur
Batik tenun ikat Jawa Timur,
saat ini memang belum
memiliki pasar yang cukup
besar. Akan tetapi, batik
tenun ikat sebenarnya
memiliki potensi yang sangat besar apabila
dikembangkan dengan strategi yang tepat. Sentra batik
tenun ikat di Jawa Timur terutama terletak di dua lokasi
yaitu di Kabupaten Lamongan dan Kota Kediri.
A. Potensi Batik Tenun Ikat Lamongan
Terletak di bagian utara Provinsi Jawa Timur,
Lamongan merupakan salah satu kawasan strategis yang
tergabung dalam Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan,
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan) yang menjadi
daerah utama penyokong segala aspek pemerintahan
Surabaya. Berbatasan langsung dengan Laut Jawa di
sebelah utara, Kabupaten Gresik di sebelah timur,
16
Kabupaten Jombang dan Mojokerto di wilayah selatan,
serta Kabupaten Tuban dan Bojonegoro di sebelah barat,
daerah Lamongan memiliki luas wilayah sekitar 902,4 km2
yang terdiri dari 27 kecamatan.
Kabupaten Lamongan memiliki letak yang strategis
di wilayah Pantura yang membuat perekonomian di
kabupaten ini dapat berjalan lancar sehingga UKM dapat
mengalami pertumbuhan yang semakin pesat. Kabupaten
Lamongan memiliki beberapa potensi unggulan hingga
dapat menembus pasar mancanegara seperti kerajinan
daur ulang (kerajinan eceng gondok, karung goni, dan
lain-lain), kerajinan tikar gulung, kain tenun ikat, wingko
babat, hingga produsen kerajinan gerabah, industri jilbab
bergo, dan sebagainya.
Terkait dengan kerajinan batik tenun ikat,
Kabupaten Lamongan merupakan salah satu daerah
sentra kerajinan batik tenun ikat yang kualitasnya tidak
hanya memikat konsumen lokal namun juga diminati
pasar internasional. Beberapa sentra kerajinan batik
tenun ikat yang bisa dijumpai di Lamongan terdapat di
Kecamatan Meduran, Lamongan (kota), atau lebih
tepatnya di Desa Parengan. Batik tenun ikat Lamongan ini
memiliki ciri khas khusus yaitu lebih cenderung
menggunakan warna-warna soft dan natural, seperti
17
misalnya biru, merah, hitam, dan putih. Sedangkan motif
yang sering dibuat biasanya berbentuk gunung (segitiga)
sebagai salah satu lambang bahwa Lamongan memiliki
banyak bukit. Kerajinan batik tenun ikat ini menjadi salah
satu ciri khas Kabupaten Lamongan yang hingga kini
terus dikembangkan dan mampu menciptakan lapangan
kerja serta pendapatan bagi penduduk setempat.
Para perajin batik tenun ikat di Lamongan berbeda
dengan para perajin tenun ikat di wilayah-wilayah lain di
Indonesia –seperti di kawasan Papua, Nusa Tenggara
Timur. Apabila para perajin di daerah-daerah tersebut
didominasi oleh orang-orang berusia antara 40 hingga 60
tahun, maka di Lamongan para perajin batik tenun ikat
didominasi oleh orang-orang yang berusia di bawah 40
tahun. Dari sekitar 120 perajin batik tenun ikat
Lamongan, 70 diantaranya adalah generasi muda.
Para perajin tenun ikat di sentra industri Maduran,
Lamongan, mulai bekerja sejak pagi dan bahkan hingga
malam hari jika ada pesanan yang harus diselesaikan.
Para perajin ini memiliki tugas berbeda-beda. Sebagian
perajin bekerja menenun, dan sebagian lagi
menyambung utasan benang panjang agar mudah
diproses menjadi kain sarung, kemeja, tas atau pun
pakaian lainnya.
18
Harga kain batik tenun ikat Lamongan beragam,
mulai dari 85 ribu rupiah perhelai hingga 500 ribu rupiah.
Harga kain ini ditentukan oleh kualitas kain yang bisa
dilihat dari jenis benang, warna kelunturan dan simbol
dari aneka gambar atau hiasan kain. Dalam satu bulan,
keuntungan yang didapat dari penjualan kain tenun ikat
paling sedikit sekitar 50 juta rupiah dan mampu
menghidupi ratusan pekerja yang merupakan warga
Parengan, Lamongan.
Hal inilah yang membuat ratusan warga Lamongan
enggan beralih pekerjaan ataupun merantau ke daerah
lain. Pasalnya, mereka masih menganggap kerajinan
tenun ikat tetap sebagai potensi daerah Lamongan, Jawa
Timur. Besarnya potensi unggulan daerah kabupaten
lamongan, memberikan peluang sukses yang cukup besar
bagi masyarakat sekitar untuk berkembang menjalankan
berbagai usaha.
B. Potensi Batik Tenun Ikat Kediri
Sentra batik tenun ikat Kediri
berada di Desa Bandar Kidul,
Kecamatan Mojoroto, Kota
Kediri, sekitar 4 km dari alun-
alun kota. Desa yang menjadi
19
sentra batik tenun ikat Kediri sejak jaman penjajahan
Belanda ini telah mengalami dinamika dalam
perkembangan usaha kreatif batik tenun ikat. Sempat
berkembang pesat pada tahun 1970-an hingga 1980-an,
namun pada 1990-an, usaha ini mengalami penurunan
hebat hingga hanya tersisa 10 orang pengusaha tenun
ikat Kediri. Banyak pengusaha yang gulung tikar akibat
produk tidak terdistribusikan dengan baik.
Akan tetapi, sejak tahun 2000, usaha batik tenun
ikat ini mulai bangkit kembali secara perlahan-lahan
karena ada distributor besar yang datang ke sentra ini
untuk mencari tenun ikat yang akan dibawa ke Timur
Tengah. Sejak itu, pengusaha tenun yang tadinya
berhenti beroperasi mulai memproduksi tenun ikat
kembali.
Saat ini terdapat 35 orang pengusaha batik tenun
ikat Bandar Kidul, Kediri. Salah satu pengusaha kain batik
tenun ikat tersebut adalah Sudarman. Dia sudah
menggeluti profesi tersebut sejak tahun 1992 lalu. Hingga
saat ini, dia sudah mempunyai satu pabrik tenun ikat
dengan 20 orang karyawan. Sekarang, Sudarman juga
melayani kebutuhan kain untuk pasar di Palu, Sulawesi,
Solo, dan sekitar kota Kediri. Sudarman membanderol
harga kain tenunnya sekitar Rp 125.000 per lembar.
20
Sementara harga sarung dibanderol sedikit lebih mahal,
yakni Rp 170.000 per lembar. Dalam sebulan, Sudarman
bisa meraup omzet sekitar Rp 46,5 juta. Dia mengaku,
margin usaha ini berkisar antara 20% hingga 25% dari
omzet.
Selain Sudarman, Anwar Sugiono, salah satu
pengusaha tenun ikat di desa ini mengaku bahwa
walaupun usahanya hanya mampu memproduksi sekitar
20 lembar kain dalam sehari. Omzet yang didapat Anwar
lumayan tinggi. Dalam seminggu, dia bisa mengantongi
omzet jutaan rupiah. Seperti Sudarman, Anwar
membanderol harga kain tenunnya sekitar Rp 125.000
per lembar, dan Rp 180.000 per lembar untuk sarung
tenun.
Tingginya permintaan pasar Timur Tengah
semakin meningkatkan potensi usaha ini karena
pengusaha yang ada saat ini belum dapat memenuhi
kebutuhan tenun ikat khususnya untuk pasar Timur
Tengah. Hal ini juga dibenarkan oleh seorang pengusaha
senior batik tenun ikat Kediri bernama ibu Ruqoyah yang
telah memiliki 60 orang karyawan dan dapat
menghasilkan 25 lembar kain per harinya. Harga satu
kain tenun ikat tersebut dipatok dengan harga
Rp125.000,00 sedangkan satu kain tenun yang sudah
21
menjadi sarung dijual dengan harga Rp150.000,00.
Usaha ini cukup menjanjikan, karena omsetnya mencapai
90 juta per bulan. Selain itu, terdapat pemintaan pasar
ekspor yang tinggi yang belum dapat terpenuhi. Oleh
karena itu, seperti halnya batik tenun ikat Lamongan,
batik tenun ikat Kediri juga memiliki potensi besar yang
perlu dikembangkan agar dapat meningkatkan
perekonomian nasional.
2.2 Tantangan Batik Tenun Ikat di Jawa Timur
Berdasarkan survey
pendahuluan yang
menggambarkan kondisi
existing dari kerajinan batik
tenun ikat di kedua kota
tersebut mengindikasikan bahwa ada masalah utama
yang sedang dihadapi oleh Kerajinan batik tenun ikat
yaitu terkait pemasaran batik tenun ikat tersebut selain
masalah-masalah klasik usaha yaitu meningkatnya harga
bahan baku, kualitas produk, dan akses permodalan.
Meskipun Kerajinan batik tenun ikat di kedua
lokasi tersebut dalam memasarkan produknya sudah
menggunakan sentuhan teknologi informasi dan
komunikasi tetapi tetap saja tidak mampu mendongkrak
22
penjualan batik tenun ikat bahkan kerajinan batik tenun
ikat ini mulai mengalami kesulitan dalam memperluas dan
melakukan ekspansi pasar.
Walau kerajinan batik tenun ikat menjadi salah
satu komoditas ekspor dengan tujuan negara-negara
Timur Tengah, Jepang dan Kanada, namun dalam level
lokal atau domestik, permintaan akan batik macam ini
masih kalah dibandingkan batik sablon atau batik hasil
dari produksi pabrikan. Hal ini membuat beberapa
kalangan Kerajinan sekaligus pengusaha batik tenun ikat
menjadi pesimis akan usahanya. Inilah setidaknya yang
sedang terjadi di Kediri.
Ruqoyah, seorang pengusaha batik tenun ikat
Kediri mengatakan bahwa banyak perajin berganti usaha
karena dinilai tidak prospek, harga bahan baku kadang
tidak setara dengan harga jual. Dia juga menambahkan
bahwa mereka juga tak memiliki ciri khas tenunan sendiri
sehingga kalah bersaing dengan produk lain.
Kendala utama lain yakni ketergantungan pada
bahan baku impor. Mulai dari benang hingga zat warna.
Sejak pertengahan 2010 harga benang misris impor naik
hingga dua kali lipat. Hal ini menimbulkan dilema bagi
pengusaha tenun ikat. Mereka tidak mungkin menaikkan
harga jual produk hingga dua kali lipat karena khawatir
23
tak laku. Mereka hanya bisa menaikkan sedikit harga kain
tenun misrisnya dari 100 ribu rupiah menjadi 125 ribu
rupiah. Hingga akhirnya, para perajin batik tenun ikat
Kediri memilih untuk tidak melakukan inovasi motif yang
berlebihan sehingga dapat bertahan agar tidak merugi.
Benang misris sebagai bahan baku utama tenun
ikat Kediri diimpor dari India. Semula harganya Rp
400.000 per pak (isi 5 kilogram), kini melonjak hingga Rp
750.000 per pak. Zat warna pun naik dari Rp 160.000
menjadi Rp 200.000 per kg.
Masalah yang sama juga dialami oleh Miftakhul
Choiri, pemilik Butik Paradilla, salah satu sentra batik
tenun ikat Lamongan yang juga menggunakan benang
impor asal Cina dan India sebagai bahan bakunya. Jenis-
jenis benang yang dipakai yakni jenis stafel fiber,
mercerized, dan sutera. Ketiga benang ini secara
berurutan menunjukkan kualitas yang semakin bagus.
Naiknya harga benang impor ini juga memaksa mereka
untuk menaikkan harga jualnya.
Mengapa para perajin tersebut tidak beralih
menggunakan benang lokal dan tetap menggunakan
benang impor meskipun harganya melambung tinggi?
Pertanyaan ini dijawab oleh Miftakhul Choiri yang
24
mengaku pernah mencoba menggunakan benang lokal
namun ternyata hasilnya tidak sebagus benang impor.
Kualitas benang lokal yang buruk ini disebabkan
karena minat petani untuk menanam kapas tidak sebaik
dengan produk pertanian lain. Data dari Balai Penelitian
Tembakau dan Tanaman Serat (Balittas) Departemen
Pertanian di Karangploso, Kabupaten Malang
menyebutkan bahwa Tahun 1980, total lahan
perkebunan kapas di Indonesia mencapai 50.000 hektar
(ha). Jika produksi kapas sekitar 600 kilogram per hektar,
berarti total produksi saat itu mencapai 30.000 ton.
Namun, kondisinya berbeda pada tahun 2008. Indonesia
hanya ada 14.000 ha lahan kapas dengan volume
produksi 8.400 ton. Kapas lokal hanya mampu mencukupi
kurang dari lima persen kebutuhan nasional. Kebutuhan
kapas nasional tahun 2004-2005 sekitar 510.000 ton.
Sementara produksi serat kapas di dalam negeri berkisar
1.600–2.500 ton. Artinya, sebanyak 95 persen bahan
utama tekstil Indonesia masih diimpor. Padahal Balittas
mencatat Indonesia adalah negara produsen tekstil
nomor lima di dunia dengan kapasitas industri 7,8 juta
mata pintal. Volume ekspor tekstil dan produk tekstil
(TPT) pada tahun 2005 mencapai 8,59 miliar dollar AS.
25
Kini ada tujuh provinsi di Indonesia menjadi sentra
produsen kapas. Tujuh daerah itu, Jawa Timur, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan. Daerah
tersebut cocok untuk mengembangkan kapas karena
memiliki iklim tegas antara musim kemarau dan musim
hujan.
Pemulia kapas Balittas, Emy Sulistyowati,
mengatakan minat petani menanam kapas rendah.
Pemicu antara lain harga belum kompetitif, dan maraknya
hama kapas. Padahal, potensi kapas di Indonesia sangat
besar.
Selain benang, bahan baku batik tenun ikat
lainnya yang diimpor adalah zat pewarna kimia. Berbeda
dengan kain-kain tenun ikat dari daerah Toraja atau
Sintang yang menonjolkan kealamian bahan baku. Kain
batik tenun ikat Lamongan lebih mengutamakan kualitas.
Pewarna kimia akan lebih awet dan warnanya lebih cerah.
Berdasarkan dari kondisi yang terpaparkan di atas, maka
diperlukan strategi yang tepat untuk mengembangkan
kerajinan batik tenun ikat di Provinsi Jawa Timur
khususnya untuk wilayah Kediri dan Lamongan. Maka
dari itu tumbuh gagasan untuk menggunakan strategi
26
bisnis yang berbasiskan sosial-ekonomis, yakni strategi
jaringan blok strategis dan interkoneksi.
Berbeda dengan strategi produk-produk industrial
yang lebih mengandalkan inovasi dan diversifikasi,
strategi jaringan blok strategis lebih mengutamakan
soliditas interkoneksi satu penjual dengan penjual lainnya
dalam rangka memenuhi permintaan pasar. Dengan cara
yang demikian diharapkan selain dapat memenuhi
permintaan pasar, strategi pengembangan kerajinan batik
tenun ikat di Jawa Timur ini dapat dijadikan sebagai
blueprint strategi bisnis komoditas serupa untuk daerah-
daerah lain di Indonesia.
27
BAB III
BATIK TENUN IKAT: POTENSI INDUSTRI KREATIF
Kerajinan batik tenun ikat
merupakan salah satu
industri kreatif yang memiliki
potensi yang sangat
prospektif untuk
dikembangkan pada era sekarang ini karena akan
memberikan kontribusi pada pengembangan ekonomi
daerah maupun perekonomian regional dan nasional.
Industri kreatif adalah industri tersendiri dengan
penampilan pada keunggulan kreativitas dalam
menghasilkan desain-desain kreatif yang melekat pada
produk barang/jasa yang dihasilkan. Industri kreatif
merupakan kumpulan dari sektor-sektor industri yang
mengutamakan kreativitas sebagai modal utama dalam
menghasilkan produk barang dan jasa. Industri desain
dalam hal ini dapat dipandang sebagai komponen inti dari
suatu industri kreatif, dimana implementasinya bisa
terjadi pada beragam sektor. Industri dikembangkan
28
untuk mendukung peningkatan nilai tambah produk
dalam pengembangan kluster-kluster industri lainnya
yang sudah ada. Industri kreatif merupakan industri yang
dapat dijadikan industri andalan.
Ciri industri kreatif antara lain dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Industri yang unsur utamanya adalah kreativitas,
keahlian dan talenta yang berpotensi meningkatkan
kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual.
2. Industri kreatif terdiri dari penyediaan produk kreatif
langsung kepada pelanggan dan pendukung
penciptaan nilai kreatif pada sektor lain yang secara
tidak langsung berhubungan dengan pelanggan.
3. Produk dari industri kreatif mempunyai ciri siklus hidup
singkat, margin tinggi, keanekaragaman tinggi,
persaingan tinggi, dan mudah ditiru.
Pada komponen industri kreatif, modal utama
industri kreatif adalah intelektual, dan industri kreatif
mengandung unsur seni, budaya teknologi dan bisnis.
Untuk lebih jelasnya, berikut Gambar mengenai
komponen industri kreatif.
29
Komponen Industri Kreatif
Industri Kreatif:Modal Intelektual
TEKNOLOGI SENI
BISNIS BUDAYA
Modal utama Industri Kreatif adalah Intelektual. Industri Kreatif mengandung unsur Seni, Budaya, Teknologi dan Bisnis.
Gambar 3.1. Komponen Industri Kreatif
Ruang lingkup kreatif menurut UNCTAD (United
Nations Conference on Trade and Development),
diutarakan merupakan bidang yang luas berkaitan
dengan hubungan sub-sektor yang berbeda mulai dari
kriya seni tradisional sampai jasa multimedia yang terdiri
dari seni visual, sastra dan penerbitan, desain,
pengetahuan tradisional, animasi digital dan multi media,
musik, seni pertunjukkan, audio visuals. Untuk lebih
jelasnya, berikut gambar lingkup industri kreatif
(UNCTAD).
30
Lingkup Industri Kreatif (UNCTAD)
Bidang yang luas berkaitan dengan hubungan sub-sektor yang berbeda mulai dari kriya seni tradisional sampai jasa multi media
Musik
Source: United Nations Conference on Trade
and Development (UNCTAD)
Art crafts, festivals and cultural activities
IndustriKreatif
Concerts, CDs, tapes, digitalized music
PengetahuanTradisionalSeni Visual
Sastra dan Penerbitan
Desain
Paintings, sculptures and photograpy
Books, newspapers and periodicals
Architecture, interior objects, fashion and jewellery
Animasi Digital dan Multi-mediaSoftware, videogames
and advertising
Seni Pertunjukan
Audio-Visuals
Theatre, dance, opera, puppetry, circus
Broadcasting, cinema, television, radio
Sumber: United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) Tahun 2007
Gambar 3.2. Lingkup Industri Kreatif
Hingga saat ini Departemen Perdagangan RI telah
mencatat 15 cakupan kelompok ekonomi kreatif, yaitu
meliputi sebagai berikut:
(1) Jasa Periklanan (advertising),
(2) Arsitektur,
(3) Seni Rupa,
(4) Kerajinan,
(5) Desain
(6) Mode/Fesyen,
(7) Film,
31
(8) Musik,
(9) Seni Pertunjukan,
(10) Penerbitan,
(11) Riset dan Pengembangan,
(12) Piranti lunak/software,
(13) Televisi dan Radio,
(14) mainan dan
(15) Videogame.
Cakupan kelompok industri kreatif yang sudah
diidentifikasi ini hanyalah merupakan studi awal yang
perlu dilanjutkan dengan studi pemetaan yang lebih
komprehensif yang nantinya dapat memberikan
gambaran umum mengenai dampak/kontribusi ekonomi
dari industri kreatif ini. Tantangan industri kreatif cukup
beragam. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Relatif baru dan belum diakui sebagai penggerak roda
pembangunan
Belum ada data nilai ekonomi dan perkembangan
industri kreatif
Belum optimalnya kebijakan yang mendukung iklim
kreatif, perijinan, invesasi, dan perlindungan hak cipta
32
Kegiatan kreatif masih terkotak-kotak dan belum ada
kajian rantai nilai yang utuh mulai dari kegiatan kreasi,
produksi, dan distribusi
Peluang kerja belum sepenuhya bebas gender, baik
dalam proses rekrutmen, penggajian, promosi, dan
pengakuan
Tidak ada penanganan yang sistematik untuk
peningkatan peluang bisnis kreatif, baik di Bandung,
Jakarta, dan kota-kota di luar negeri.
Penentu daya saing industri kreatif antara lain
tergantung dari rantai penawaran, rantai permintaan,
iklim industri kreatif, rantai nilai industri kreatif, rantai
pasokan, dan yang lainnya.
33
BAB IV
PENGEMBANGANBATIK TENUN IKAT JAWA TIMUR
BERBASIS BLOK STRATEGIS
Blok strategis merupakan pengembangan konsep
“blok” yang tidak hanya menghindarkan pengambil
keputusan dari kerugian tapi juga menambah peluang
akan maksimalisasi kegunaaan (nilai tambah) dari sebuah
keputusan tersebut. Unsur strategis dikembangkan oleh
negara-negara maju untuk mempertimbangkan kalkulasi
maksimal dari keputusan-keputusan yang telah ada. Hal
ini juga yang menimbulkan regional trade blocs dalam
kajian ekonomi politik internasional. Trade Blocs memang
ada dan digunakan untuk meminimalisir kerugian dagang
yang terjadi akibat transaksi dan keputusan-keputusan
dagang antar negara (Reardon et al 2002). Konsep
“blok”, pada akhirnya juga diderivasikan pada skala yang
lebih kecil dan untuk disiplin-disiplin yang lain.
Blok strategis dioperasionalisasikan sebagai
pengembangan strategi pemberdayaan kerajinan batik
tenun ikat khususnya di wilayah Jawa Timur.
Pengembangan ini secara khusus merujuk pada integrasi
34
batik tenun ikat di Jawa Timur dalam aspek pemasaran
dan pengembangan. Masing-masing batik tenun ikat
harus memelihara unsur khas dari masing-masing
daerahnya. Pemerintah daerah harus proaktif dalam
pengembangan batik tenun ikat di Jawa Timur. Masing-
masing pemerintah kota dan kabupaten mengusung
promosi yang sama terhadap komoditas batik tenun ikat.
Para pengrajin dari masing-masing daerah diberikan
pengetahuan dan pelatihan dengan proporsionalitas yang
sepadan dan adil. Blok strategis bukan hanya selalu
berarti menutup diri dari interaksi luar, namun lebih
kepada integrasi mendalam yang dilakukan banyak pihak
dalam satu tujuan untuk mengakomodir kepentingan
semua pihak.
Pengembangan batik tenun ikat berdasarkan blok
strategis adalah kesadaran bahwa 1) batik tenun ikat
harus dikembangkan dengan cara memberi batasan
sebaran pasar pada komoditas tandingannya dan 2)
melibatkan komunitas sosial (community engagement)
atau jejaring sosial dalam proses pengembangannya.
Oleh karena itu blok strategis dapat dimaksudkan juga
sebagai upaya produsen-produsen batik tenun ikat untuk
merekonstruksi ulang segmentasi pasar. Segmentasi
pasar yang direkonstruksi oleh produsen-produsen batik
35
tenun ikat tersebut lalu diperkuat lewat konektivitas antar
produsen batik tenun ikat di Jawa Timur melalui jaringan
maya, internet.
Salah satu penjelasan blok strategis adalah
pelibatan komunitas atau jejaring sosial. Konsep ini lebih
sering disebut sebagai community engagement. Mengapa
komunitas? Dengan melibatkan komunitas sosial dalam
pengembangan batik tenun ikat, maka komoditas batik
tenun ikat akan terkesan ramah. Batik tenun ikat akan
menjadi komoditas yang bergandengantangan dengan
masyarakat sekitar. Dengan demikian, endorsement
untuk komoditas batik tenun ikat tidak hanya akan
dilakukan oleh produsen komoditas tersebut, tapi juga
akan ikut dikembangan oleh komunitas yang telah
menjadi development partner.
Komunitas sosial juga penting sebagai ancangan
segmentasi pasar komoditas batik tenun ikat ke depan.
Merujuk pada konsep marketing 3.0 yang dikembangkan
oleh Hermawan Kertajaya, ada tiga segmentasi pasar
potensial untuk masa kini dan masa mendatang, yakni
youth (pemuda), women (perempuan), dan netizen
(pengguna internet). Dari ketiga komposisi segmentasi
pasar sosial yang ada tersebut, maka komunitas sosial
memegang peranan penting karena komunitas sosial
36
banyak diisi oleh pemuda, perempuan, dan pengguna
internet, sesuai dengan prediksi konsep marketing 3.0.
Momentum untuk mengimplementasikan konsep
community engagement pada komoditas batik tenun
tampaknya bisa dilihat dari fenomena-fenomena politik
yang ada di Indonesia saat ini. Pertama, yakni
meningkatnya partisipan politik dari kalangan pemuda.
Masyarakat Indonesia sedang berada dalam youth
euforia, sebuah kondisi dimana para pemuda Indonesia
memegang peranan dalam banyak hal pembangunan
kenegaraan, misalnya dalam hal kreativitas karya,
produktivitas kerja, dan ide-ide cerdas untuk masyarakat
di sekitar mereka. Penyebab pertama bukannya tanpa
anteseden. Justru fenomena kedua yang bisa menjadi
alat identifikasi mengapa masyarkat Indonesia berada
dalam youth euforia, yakni deviden demografis. Sekitar
20-30 tahun Indonesia diprediksikan mengalami deviden
demografis, yang mana beban hidup golongan non-
produkif ditanggung oleh golongan produktif dengan
menyisakan surplus benefit (keuntungan). Dengan
landasan demikian lah pemuda menjadi sangat krusial
bagi Indonesia mendatang. Fenomena ketiga adalah
penggunaan busana batik sebagai salah satu busana
yang dipakai oleh Kabinet Kerja pada pelantikan kabinet
37
baru pemerintahan Indonesia 2014-2019. Ini adalah
fenomena baru, karena untuk pertama kalinya batik
digunakan, menyisihkan busana formal yang lainnya.
Dengan menekankan pada pelibatan komunitas
(community engagement) yang berbasiskan pemuda,
perempuan, dan netizen, blok strategis yang
dikembangkan untuk komoditas batik tenun ikat akan
dengan sendirinya membentuk segmen-segmen pasar
untuk komoditas tersebut. Dengan rekonstruksi
segmentasi ini tadi, hal yang harus dilakukan selanjutnya
adalah mempertahankan serta meluaskan segmentasi
pasar tersebut. Untuk itulah diperlukan adanya
interkoneksi, yang mana dapat didefinisikan secara
singkat sebagai konektivitas antar elemen-elemen
pengembang batik tenun ikat. Konektivitasnya pun
melalui satu website yang terintegrasikan antara
produsen, konsumen, dan pemerintah yang menaungi
komoditas tersebut.
Blok strategis merupakan strategi pemberdayaan
para produsen kerajinan batik tenun ikat di wilayah Jawa
Timur. Strategi pemberdayaan ini secara khusus merujuk
pada pengintegrasian operasi bisnis dari kerajinan batik
tenun ikat di Jawa Timur baik dari hulu sampai ke hilir
melalui pendekatan yang holistik, tidak hanya pada
38
hilirisasi (aspek pemasaran) saja tetapi juga pada
pemenuhan bahan baku dan bahan penunjang yang
dibutuhkan.
Blok strategis bukan hanya selalu berarti menutup
diri dari interaksi luar, namun lebih kepada integrasi
mendalam yang dilakukan banyak pihak dalam satu
tujuan untuk mengakomodir kepentingan semua pihak.
Pengembangan kerajinan batik tenun ikat berdasarkan
blok strategis pada dasarnya menggunakan community
engagement atau keterlibatan komunitas. Dengan
melibatkan komunitas sosial dalam pengembangan batik
tenun ikat di Jawa Timur, maka komoditas batik tenun
ikat akan terkesan ramah. Batik tenun ikat di Jawa Timur
akan menjadi komoditas yang bersinergi dengan
masyarakat sekitar. Dengan demikian, endorsement
untuk komoditas batik tenun ikat di Jawa Timur tidak
hanya akan dilakukan oleh produsen komoditas tersebut,
tapi juga akan ikut dikembangan oleh komunitas yang
telah menjadi development partner.
Penekanan pada pelibatan komunitas (community
engagement) yang berbasiskan pemuda, perempuan, dan
netizen, blok strategis yang dikembangkan untuk
komoditas batik tenun ikat di Jawa Timur dengan
sendirinya akan membentuk segmen-segmen pasar
39
sekaligus upaya untuk melakukan new branding melalui
e-branding untuk komoditas tersebut. Dengan
rekonstruksi segmentasi dan new branding ini, hal yang
harus dilakukan selanjutnya adalah mempertahankan
serta meluaskan segmentasi pasar dan menguatkan new
branding tersebut.
Blok strategis ini, tidak akan mencapai hasil yang
optimal sesuai yang diharapkan jika tidak didukung
dengan konektivitas antar pengrajin tenun ikat yang ada
di Jawa Timur. Konektivitas ini yang akan menjembatani
komunikasi dan koordinasi para pengrajin dalam upaya
mencari solusi atas permasalahan-permasalahan yang
sedang dihadapi oleh pengrajin tenun ikat yang ada di
Jawa Timur maupun kegiatan promosi bersama dengan
pembentukan new branding. Untuk itulah diperlukan
adanya interkoneksi, yang akan menjamin konektivitas
antar elemen-elemen pengembang batik tenun ikat.
Konektivitasnya pun melalui satu website yang
terintegrasikan antara produsen, konsumen, dan
pemerintah yang menaungi komoditas tersebut. Dengan
demikian, maka diharapkan akan menghilangkan
persaingan antar pengrajin batik tenun ikat yang
selanjutnya akan meningkatkan nilai tawar para pengrajin
40
yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing
pengrajin batik tenun ikat di Jawa Timur.
41
BAB V
PENUTUP
Kerajinan batik tenun ikat telah mengubah esensi
batik dari sekedar kerajinan menjadi sebuah peradaban.
Peradaban batik yang dimaksud disini adalah sebuah tata
kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai materialisme
batik, mulai dari proses produksi sampai dengan
konsumsi dan reproduksi komoditas. Nilai ekonomis dan
sosiologis yang termuat dalam kerajinan batik tenun ikat
sangatlah tinggi.
Kerajinan batik tenun ikat merupakan salah satu
industri kreatif yang memiliki potensi yang sangat
prospektif untuk dikembangkan pada era sekarang ini
karena akan memberikan kontribusi pada pengembangan
ekonomi daerah maupun perekonomian regional dan
nasional.
Pengembangan kerajinan batik tenun ikat
berdasarkan blok strategis pada dasarnya menggunakan
community engagement atau keterlibatan komunitas.
Konektivitasnya pun melalui satu website yang
terintegrasikan antara produsen, konsumen, dan
42
pemerintah yang menaungi komoditas tersebut. Dengan
demikian, maka diharapkan akan menghilangkan
persaingan antar pengrajin batik tenun ikat yang
selanjutnya akan meningkatkan nilai tawar para pengrajin
yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing
pengrajin batik tenun ikat di Jawa Timur.
43
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kabupaten Lamongan, 2013, Kabupaten Lamongan dalam Angka 2013, Biro Pusat Statistik, Kabupaten Lamongan.
BPS Kota Kediri, 2013, Kota Kediri dalam Angka 2013, Biro Pusat Statistik Kota Kediri.
BPS, 2013. Badan Pusat Statistik, Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 2012. 35(3):208-217, Oktober 2011.
Kahneman, Daniel; Amos Tversky, 1979, Prospect Theory : An Analysis of Decision Under Risk, Econometrica (pre-1986); Mar 1979; 47, 2; ABI/INFORM Global pg. 263
Kertajaya, Hermawan, 2002, MarkPlus on Strategy, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kertajaya, Hermawan, 2005, 4G Marketing: A 90-Year Journey in Creating Everlasting Brands, MarkPlus&Co, Jakarta.
Kertajaya, Hermawan, 2013, Tourism Marketing 3.0, MarkPlus&Co, Jakarta.
Porter, Michael A. Competitive Advantage: Creating and sustaining superior performance, New York: The Free Press, 1985.
44
Reardon, J. and D. E. McCorkle, 2002. "The Marginal Effect of Consumer Characteristic on Internet Channel Choice." Journal of Applied BusinessResearch 23(1)
UNCTAD, (2003), “Information and Communication Technology Development Indices”, http://www.unctad.org/en/docs/iteipc20031_en.pdf Diakses tanggal 24 April 2011
UNDP (2007). Human Development Report, http://hdr.undp.org/statistics/data/, diakses pada tanggal 26 April 2011.
Tentang Penyusun
Didiek Tranggono adalah dosen program studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa
Timur.
Jojok Dwiridotjahjono adalah dosen program studi Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jawa Timur.
Maria Indira Aryani adalah dosen program studi
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jawa Timur.
Resa Rasyidah adalah dosen program studi
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jawa Timur.