bab iv strategi komunikasi pemasaran tenun patra … · tenun ikat atau kain ikat adalah kriya...
TRANSCRIPT
23
BAB IV
STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN TENUN PATRA
OLEH ARSAWAN DESIGN
1.1. Sejarah Tenun Endek.
Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia berupa kain
yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya
diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna alami.1 Tenun ikat ini bisa kita
temui di beberapa daerah di Indonesia, seperti Toraja, Jepara, Bali, Lombok,
Sumbawa, Sumba, dan lain-lain. Berbagai daerah ini tentunya memiliki ciri
khas tersendiri dalam membuat kain tenun. Pada tahun 1970-an, didorong
oleh pengembangan pariwisata, puluhan perusahaan tenun mulai
memproduksikan kain endek baik untuk wisatawan maupun untuk orang Bali
sendiri (Michel, 2006;261).
”Kain endek mulai berkembang sejak tahun 1985, yaitu pada masa
pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel Klungkung. Kain
endek memiliki beberapa periode perkembangan dalam produksinya.
Dapat dilihat pada tahun 1985-1995 kain endek mengalami masa
kejayaan akibat adanya dukungan dari pemerintah. Pada masa ini,
proses produksi kain endek sudah menggunakan alat tenun bukan
mesin (ATBM).”2
1http://www.tradisikita.my.id/2016/01/11-kain-adat-tradisional-indonesia.html diakses pada tanggal 15
Agustus 2016, pukul 11.06 WIB. 2http://balebengong.net/kabar-anyar/2014/03/20/endek-kain-tenun-ikat-khas-bali.html diakses pada
tanggal 15 Agustus 2016, pukul 11.10 WIB.
24
Bali memiliki kain songket, gringsing, cepuk, dan kain-kain
tradisional lain yang amat rumit dan penuh filosofi, maka tidak mungkin kain
endek dipakai dalam kegiatan sehari-hari. Untuk bisa dipakai sehari-hari dan
untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, muncullah nama Endek. Tidak
mengerti bagaimana asal muasal endek pada awalnya bagi Arsawan, endek
adalah tenun yang dicasualkan dengan material atau bahan katun atau rayon.
Puncak tenggelam dari kain endek ini adalah saat terjadinya bom Bali I dan II.
Endek tidak lagi gegap gempita seperti pada era 2000an kebawah. Setelah
adanya bom, seiring dengan perkembangan pariwisata, orang sudah jenuh dan
tidak mau lagi pakai endek, maka endek ini menghilang.
Setelah vacuum, Walikota Denpasar mengadakan kampanye dan
diklat-diklat lalu muncul lagi semangat endek yang sempat hilang.
Fenomenanya adalah endek ini kembali naik karena dikampanyekan, orang
harus memakai dan mencintai endek. Karena terlalu banyak permintaan, tidak
ada produksi yang mencukupi, dan karena banyak masyarakat Bali yang
sudah melupakan segi teknik dan tidak mau berkecimpung dalam menenun,
maka produk itu dibuat di Troso, Pekalongan, Jawa Tengah. Untuk
mengcover kebutuhan masyarakat Bali, maka endek didatangkan dari Jawa.
1.2. Sejarah Arsawan Design dan Tenun Patra.
Arsawan Design adalah perusahaan yang berdiri pada tahun 1993
dengan bermula dari kebingungan sang pemilik untuk memilih nama,
kemudian ide untuk menambahkan “design” dibelakang namanya muncul.
Sempat mendapat masukan dari kawan-kawan Om Arsawan untuk menambah
lagi huruf „s‟ dibelakang “design”untuk mengartikan kepemilikan, karena
sudah terlanjur maka terpilihlah nama Arsawan Design. Perjalanan
perusahaan ini selama tahun 1993 sampai 2000-an sangat baik, namun sekitar
25
tahun 2004 perusahaan ini bangkrut disebabkan terjadinya bom Bali 1 dan 2.
Kemudian bangkit kembali pada tahun 2012 dengan membawa merek baru
yaitu Tenun Patra.
Awalnya perusahaan ini adalah perusahaan yang membuat kain tenun
tetapi bukan endek. Arsawan Design mengerjakan kain tenun yang tekniknya
mirip dengan endek, tetapi tidak dipasarkan untuk pasar lokal Bali dan
Indonesia. Pasarnya adalah untuk orang Jepang yang datang berwisata ke
Bali, pada saat sebelum bom Bali. Jadi, tenun ini murni hanya untuk gift orang
Jepang yang dilayani untuk souvenir. Basic teknik membuatnya meminjam
dari endek, namun visualnya menyesuaikan dengan karakter orang Jepang.
Endek dan Patra tidak saling berhubungan. Tenun Patra muncul untuk
mengimbangi produksi Endek yang sangat terbatas di wilayah Bali. Karna
endek memiliki gimik yang begitu-begitu saja, maka Arsawan berpikir bahwa
harus ada sesuatu yang punya ciri yang benar-benar unik.Tenun Patra adalah
karya eksperimental I Gusti Made Arsawan, dimana patra berarti ornamen
atau motif. Motif yang diangkat pun bebas, tidak hanya geometri, namun apa
saja bisa dipatrakan. Inspirasi motif ini muncul saat Om Arsawan sedang
pergi ke daerah Bali bagian utara, Beliau menemukan sebuah candi dengan
relief bergambar orang naik sepeda dengan roda berbentuk bunga. Dari
sinilah, pakem untuk tenun Patra ini bebas, tidak dibatasi.
Proses pembuatan tenun Patra ini cukup lama, dari persiapannya saja
sudah membutuhkan waktu 2minggu lamanya. Dengan proses menggambar
dahulu benangnya, kemudian dicelup, dan jika sudah siap benang ini mulai
dianyam. Dengan prosesnya yang begitu rumit dan memakan banyak waktu,
kemunculan tenun Patra ini membuat masyarakat atau pasar kaget. Harga
Endek yang berkisar Rp 100.000,- sampai Rp 200.000,- di pasar, dikalahkan
oleh Patra yang sangat berbeda jauh, dengan harga Rp 2.000.000,- per kain.
26
1.3. Strategi Komunikasi Pemasaran Tenun Patra
Dalam bab ini, peneliti mencoba mengkaitkan teori dengan fakta
empiric dengan menggunakan teori strategi komunikasi dan komunikasi
pemasaran.Seperti yang diungkapkan oleh Henry Mintzberg dalam
“Perencanaan Strategis”:
1. Strategi merupakan sebuah rencana; bagaimana atau penyusunan suatu
cara untuk mendapatkan suatu tujuan mereka.
Dalam hal ini, awalnya Tenun Patra hanya mengikuti lomba di
Ganesha Championship Inovation untuk dipresentasikan dan diadu
dalam ajang inovasi award di ITB, Bandung dan tak disangka
menghasilkan medali perak, dengan kemungkinan bahwa Tenun Patra
dinilai mempunyai konsep dan bisa merevitalisasi tenun lama agar
bangkit kembali. Hal inilah yang membuat Om Arsawan merasa
bahwa usahanya dengan kerabatnya untuk membuat packaging dan
brandingnya berhasil. Kesuksesan ini membuat Beliau tidak tinggal
diam, mempunyai keinginan untuk selalu memajukan dan
mengembangkan Tenun Patra.
Strategi
Komunikasi
rencana
posisi yang
mencerminkan
keputusan
pola
tindakan
dari waktu
ke waktu
perspektif
terhadap
visi
27
Karena kain sekelas Patra sangat sayang kalau dijual dibawah 5juta
dengan melihat isi saku para petinggi Negara. Bagi mereka ini adalah
suatu karya seni warisan budaya yang memiliki teknik, kearifan lokal
dan konten filosofi, maka tidak akan dijual murah apalagi sama
dengan kelas yang sebelumnya. Tentunya kenaikan kelas Patra akan
dibuat dengan bahan baku yang lebih bagus sehingga membuat orang
atau pasar menunggu, kemudian Tenun Patra akan masuk didalamnya
dan pasar akan membelinya.
2. Strategi merupakan pola tindakan dari waktu ke waktu; dalam hal ini
berkaitan dalam mempertahankan sebuah konsistensi.
Salah satu letak kepincangan dari adanya tenun ini adalah orang tidak
mengapresiasi tenun Endek yang dijual dengan harga ratusan ribu,
tetapi justru malah mengapresiasi tenun Patra dengan harga jutaan
bahkan belasan juta. Ini bisa tejadi karena mungkin Endek tetap dijual
dengan harga standar, dan karena tidak dibranding maka orang tidak
punya apresiasi. Maka dari itu, alasan Patra ini dimunculkan adalah
untuk menghilangkan kesan bahwa kain Endek itu murah, dan
kemunculan Patra ini langsung dipatok dengan harga yang mahal.
Tak hanya tinggal diam dan menerima keberadaan Patra yang sudah
mulai dikenal dunia, angan-angan Om Arsawan ingin membuat tenun
Patra semakin naik dan naik pada kelasnya. Memang pada kelas 2
jutaan, tenun Patra lah yang dikenal. Namun harus tetap ada strategi
selanjutnya untuk mengembangkan. Om Arsawan ingin membuat
Patra yang jauh lebih mewah, dengan harga Rp 5.000.000,- bahkan
sampai Rp 10.000.000,- sekalipun. Tentunya dengan menjaga kualitas
dan mengembangkan motif tenun Patra adalah kunci utama untuk
28
menjalankan strategi pemasaran Patra. Dari segi kualitas kemasan pun
tetap dijaga, bahkan dibedakan dari setiap kelasnya supaya Patra ini
semakin terlihat mewah di kelasnya masing-masing. Inilah yang
menjadi tantangan terbaru bagi Om Arsawan.
3. Strategi adalah suatu posisi yang mencerminkan keputusan; berkaitan
dengan kedudukan individu di dalamnya.
Bagi Om Arsawan, pertimbangan untuk membuat perusahaan ini
adalah keinginannya untuk bebas, dimana Beliau tidak mau diperintah
orang, tidak mau diperintah atasan, dan tidak mau hidupnya dibatasi.
Dasarnya adalah karena ingin mandiri, dan ingin jadi desainer yang
bisa melakukan apa saja dengan keahlian tanpa ada tekanan-tekanan
atau target. Walaupun sebenarnya diatur juga oleh langganan dan
pasar, tetapi tidak secara langsung karena kebebasan adalah sesuatu
yang relatif, Om Arsawan memilih kebebasan dalam bentuk sebagai
pengusaha dalam kebebasan berpikir, mendesain, dan lainnya.
Dengan keahlian dasar sebagai seorang desainer, Om Arsawan
berpikir bagaimana cara membuat riset Tenun Patra supaya terus
menerus bisa tetap unik dan mempertahankan dikelasnya. Bagian yang
paling sulit adalah membuat klasifikasi visual dan packagingnya karna
tidak mungkin terus seperti itu bentuknya. Alasan lain untuk
meningkatkan kenaikan kelas Patra ini adalah juga dilihat dari para
pekerjanya. Tak banyak memang, sejauh ini hanya ada kira-kira 5
orang penenun. Maka Patra tidak bisa dibiarkan diam dikelasnya yang
sekarang, peningkatan ini juga bertujuan untuk menaikkan kelas
penenun. Mereka membutuhkan pendapatan yang lebih lagi, sehingga
29
generasi penenun lama dapat naik ke kelas Patra yang lebih tinggi.
Sedangkan generasi penenun baru akan menggantikan kelas Patra
yang pertama.
4. Strategi merupakan sebuah perspektif terhadap visi, dan arah terhadap
visi.
Tidak ada visi dan misi tertulis bagi Om Arsawan sebagai pemilik
perusahaan, yang diinginkan hanyalah Tenun Patra menjadi jagoan
dalam ranah atau genre tenun di Bali dengan cara menenun tidak
menggunakan mesin. Untuk misi, konten filosofi dan motif atau
rupanya harus dikejar bagi orang seni rupa seperti Arsawan. Karena ini
bukan perusahaan yang sangat serius, makanya visi misinya tidak
dalam bentuk tertulis karena bisa saja setiap saat mengikuti keinginan
untuk membuat suatu perubahan.
5. Strategi suka-suka untuk menentukan harga.
Menurut Om Arsawan, tidak ada strategi khusus apalagi sengaja
membedakan cara pemasaran Tenun Patra dengan tenun yang lain.
Membuat produk dengan maksimal pasti akan diikuti dengan
marketing yang secara otomatis mudah. Pemasaran Tenun Patra ini
dilakukan tanpa menggunakan landasan teori, tetapi hanya
menggunakan dan mengandalkan feeling. Hal ini dilakukan karena
menurut Beliau, feeling merupakan hal yang jauh lebih kuat dari pada
analisa yang rumit. Mencari data untuk melengkapi adalah bahaya,
maka menggunakan feeling adalah cara berlatih untuk berproses dan
juga melatih diri sampai peka. Beliau sama sekali tidak melakukan
30
strategi standar yang dilakukan sebagaimana mestinya. Beliau tidak
memperhitungkan melalui pasarnya, menurutnya keuntungan 50%
sebagai orang seni termasuk hal yang bagus. Bukan berarti Om
Arsawan tidak pernah melakukan pembuktian menggunakan teori ke
dalam pasar, justru Beliau sudah sering melakukan pembuktian itu
namun apa yang didapat adalah suatu kerugian karena baginya hal itu
belum tentu valid.
Penentuan harga dengan menggunakan feeling ini tentunya ditentukan
dengan kecintaan Om Arsawan dengan sesuatu hal yang rumit seperti
menenun. Dari hal yang rumit inilah, Beliau mampu memberikan
standar harga yang tinggi. Penentuan ini juga dilihat dari proses
pembuatannya, bagaimana rumitnya menyusun helaian benang
sehingga menjadi kain. Pembuatannya mulai dari memilih terlebih
dahulu benangnya, kemudian diukur panjangnya dan dihitung
banyaknya untuk tiap lembar, lalu benang-benang tersebut digambar,
kemudian masuk pada proses terakhir yaitu penenunan. Kesulitan
dalam proses pembuatan itu yang jadi perhitungan tersendiri bagi Om
Arsawan untuk menentukan harga.
Dengan begitu, hal-hal yang mendukung untuk memasarkan Tenun
Patra dengan harga yang mahal adalah sebagai berikut:
a. Kualitas.
Kualitas ini dilihat dari apakah motifnya disukai banyak orang
atau packagingnya, atau kesannya, atau orang percaya terhadap
brandingnya, atau kalau sudah dipakai memang terasa nyaman,
enak, dingin, lalu begitu orang melihat langsung bilang bagus.
Dengan benang katun terbaik yang dipilih, halus atau tidaknya,
yang terasa dingin, tidak panas saat menyentuhnya.
31
b. Motifnya Langka.
Motif dari Tenun Patra ini terinspirasi pada saat Om Arsawan
sedang jalan-jalan di Bali bagian utara, di sebuah candi yang
memiliki relief dengan corak orang sedang bersepeda namun
rodanya bukan roda bulat yang seperti biasanya. Akan tetapi, roda
dari sepeda di relief itu berbentuk bunga matahari. Kemudian
corak-corak dalam relief itu ditransfer ke dalam kain, karena
ornament Patra sudah bisa berbentuk apa saja, sudah mulai
ornamen geometri yang digayakan, seperti membuat gambar bunga
dan kemudian lebih diorganikkan. Warna dan motifnya juga
dirubah, hal ini dilakukan supaya anak muda juga mau memakai.
c. Kemasan.
Kemasan yang unik, tas dan font dirancang agar langsung terlihat
berkelas. Om Arsawan bekerjasama dengan rekan kerjanya, Om
Ayip membuat branding untuk membuatkan karakter font dan
packaging ini. Setelah beberapa kali uji coba, akhirnya muncul
tulisan berwarna emas diatas coklat. Ternyata benar saja, begitu
orang melihat kotaknya, kaget. kotaknya saja bisa mengalahkan
harga endek yang ada di pasar.
”Kalau ngasih ke menteri kan nggak enak kalau ecek-ecek.
Ini begitu dibuka langsung, wow. Kalau bahan bakunya
tidak ada, harus ganti yang lain, cocok atau tidak. Nah
seiring dengan kemasan, seiring dengan produk patra ini,
karena itu termasuk kolaborasi antara packaging, font,
32
branding dan produk yang bagus dan pas, makanya dia
langsung melambung target marketnya.”3
d. Memiliki Tingkat Kerumitan yang Tinggi.
Persiapan pembuatan Tenun Patra ini mencapai 2 minggu
lamanya, dengan cara menyejajarkan dahulu benangnya, setelah itu
dihitung sesuai dengan hitungannya, baru kemudian digambar atau
diberi motif pada benang itu, bukan digambar saat sudah menjadi
kain. Proses pembuatan tenun ini juga masih tradisional,
menggunakan alat tenun manual, bukan dengan mesin, dan
tentunya handmade.
e. Sudah Masuk ke Sasaran Pejabat.
Kain tenun ini bukan lagi merupakan konsumsi rakyat biasa,
namun sudah menjadi konumsi kalangan Pejabat di Indonesia.
Karena produksi yang terhitung masih sedikit, hanya sekitar 50
sampai 75 lembar per bulannya, maka tak semua Pejabat bisa
memiliki kain ini. Juga karena motif dan warna yang masih
terbatas, maka kain ini tidak mudah untuk ditemui.
3 Hasil wawancara dengan narasumber; Om Arsawan pada tanggal 23 Februari 2016, di Bale Timbang,
pada pukul 11.00 WITA.
33
f. Quality Control.
Pembuatan Tenun Patra ini memang dilakukan oleh para pekerja
yang sudah menekuni bidang menenun. Namun tentunya tak lepas
dari perhatian dan kontrol yang dilakukan oleh Om Arsawan
secara teratur untuk memastikan proses pembuatan berjalan
dengan benar dari awal hingga akhirnya.
Dengan menggunakan teori bauran promosi oleh Morrisan (2010):
1. Iklan: setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi,
produk, jasa, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui.
Dalam hal ini, Om Arsawan sebagai pelaku utama pembuat Tenun
Patra tidak membuat iklan apapun sama sekali. Namun dengan
keikutsertaan Tenun Patra dalam perlombaan Ganesha Championship
Inovation pada tahun 2013 dan memenangkan medali perak, berhasil
membawanya kedalam sebuah berita yang dipublikasikan oleh
Kompas.
Bauran
Promosi
Promosi
Penjualan
iklan
Publikasi/
Humas
Interactive/
Internet
Marketing Direct
Marketing
Personal
Selling
34
Gambar. 2
Berita Tenun Patra oleh Kompas dalam lomba Ganesha Championship
Inovation4
Selain itu pada awal perusahaan ini bangkit kembali, Arsawan Design
sempat menjadi sponsor dalam acara Internasional Salsa di Bali. Pada
saat itulah stasiun televisi MNC mewawancarai dan menampilkan
sebagai salah satu acara workshop. Kemudian kampanye yang
dilakukan oleh Walikota Denpasar pada tahun 2010 juga merupakan
salah satu bentuk media yang telah mengiklankan Tenun Patra. Dalam
hal ini, himbauan Walikota untuk mewajibkan setiap pegawai untuk
4http://tekno.kompas.com/read/2013/02/14/16033658/Inovator.Alumni.ITB.Dapat.Penghargaan.GICA
diakses pada tanggal 23 Agustus 2016, pada pukul 11.50 WIB
35
memakai kain tenun secara tidak langsung juga memperkenalkan
tenun ke masyarakat luas.
Ketiga hal ini adalah media yang mengiklankan Tenun Patra ke
masyarakat luas secara tidak langsung. Menurut Om Arsawan,
kekuatan paling besar dalam mengiklankan Tenun Patra adalah dengan
cara dari mulut ke mulut.
2. Direct Marketing: upaya perusahaan atau organisasi untuk berkomunikasi
secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan maksud untuk
menimbulkan tanggapan dan atau transaksi penjualan.
Gambar. 3
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri APEC 2013 di
Bali5
Adanya kempanye yang dilakukan oleh Walikota Denpasar untuk
mewajibkan setiap pegawai menggunakan tenun pada hari tertentu,
menjadikan Walikota memiliki permintaan kepada Om Arsawan untuk
membuat tenun yang mewakili wilayah Denpasar saja. Dari situlah
5http://oldlook.indonesia.travel/id/news/detail/1091/apec-terus-menguat-dan-diperhitungkan-7-titik-
strategis-ktt-apec-2013 diakses pada tanggal 23 Agustus 2016, pukul 12.30 WIB
36
memicu kemunculan Tenun Patra yang memiliki ciri khas dan
keunikan tersendiri untuk Denpasar. Namun karena harga Tenun Patra
yang sangat tinggi dan tidak memungkinkan bagi masyarakat
Denpasar untuk membeli, kemudian seseorang yang memiliki
apresiasi tinggi terhadap tenun ini membeli dan memberikan kepada
relasi-relasinya yang secara kebetulan adalah para pejabat Negara.
3. Interactive Marketing: promosi yang memanfaatkan internet sebagai
media beriklan
Gambar. 4
Situs Online Tenun Patra6
Tenunpatra.com adalah situs online yang dimiliki oleh Arsawan
Design degan brand Tenun Patra. Namun situs ini bukanlah gagasan
resmi dari Om Arsawan sebagai pemilik tenun, melainkan ini adalah
gagasan yang diberikan oleh rekan kerja Beliau yaitu Arif Budiman
6http://tenunpatra.com/ diakses pada tanggal 23 Agustus 2016 pada pukul 11.37 WIB
37
sebagai pelaku branding dari Tenun Patra. Bahkan sebagai pemilik
perusahaan, Om Arsawan tidak tahu menahu soal website itu sendiri,
dampaknya bagaimana juga tidak jelas, yang jelas paling kuat
dampaknya adalah dari mulut ke mulut. Menurutnya jika kemunculan
Tenun Patra dibarengi dengan website atau media online akan lebih
berkembang dengan bagus dan cepat, namun hal ini masih dalam
tahap pembelajaran bagi Om Arsawan.
4. Promosi Penjualan: kegiatan pemasaran yang memberikan nilai tambah
kepada tenaga penjualan, distributor, atau konsumen yang diharapkan
dapat meningkatkan penjualan.
”Barang sekelas Patra tidak usah dipamerkan kalau kita tidak
benar-benar tahu barang lain yang ada disitu adalah kelasnya.
Lebih baik pilih-pilih caranya berpromosi. Karna selama ini
produksi Patra sedikit, hanya 50-75 lembar per bulan. Untuk
apa kalau ada promosi lalu ada permintaan tinggi, kami tidak
bisa layani?”7
Menurut Om Arsawan, dengan produksi yang sedikit dan pasarnya
yang luas, Tenun Patra ini pasti akan terserap. Makanya lebih baik
dibiarkan saja, tidak ada promosi, suipaya Tenun Patra ini bisa dipakai
oleh orang tertentu yang eksklusif, sehingga produksinya aman.
7 Hasil wawancara dengan narasumber, Om Arsawan melalui telepon pada tanggal 23 Agustus 2016,
pada pukul 20.31 WIB.
38
5. Publikasi: usaha terencana untuk mempengaruhi pandangan melalui
karakter yang baik serta tindakan yang bertanggung jawab, didasarkan
atas komunikasi dua arah yang saling memuaskan.
Gambar. 5
Alamat Showroom yang Tertera di Website Tenun Patra8
Dalam situs online Tenun Patra, lokasi penjualan tenun ini berada di
dua lokasi. Yang pertama berada di Penatih, Denpasar, Bali, dan yang
kedua berada di Jakarta. Namun dengan penjelasan diatas yang
sebenarnya ini bukanlah gagasan Om Arsawan, Beliau juga tidak tahu
tentang lokasi yang berada di Jakarta. Hanya kemungkinan-
kemungkinan yang muncul dibenaknya, yang pertama adalah
kemungkinan tempat itu adalah semacam showroom, dan yang kedua
adalah kemungkinan itu adalah showroom yang dibuat sendiri oleh
orang lain tanpa ada campur tangan dari Om Arsawan. Dengan kata
lain, penjualan Tenun Patra ini hanya dilakukan di tempat
pembuatannya yaitu di Balai Timbang, Penatih, Denpasar, Bali.
8http://tenunpatra.com/ diakses pada tanggal 23 Agustus 2016 pada pukul 11.36 WIB
39
6. Personal Selling: bentuk komunikasi langsung antara seorang penjual
dengan calon pembelinya.
Bagi Om Arsawan, orang yang membeli itu ada yang berupa pemakai
langsung dan ada yang belinya sebagai pedagang. Ada seorang
pedagang yang datang saat pertama kali Tenun Patra mengikuti
pameran, dan berlanjut sampai sekarang. Karena memang orang ini
adalah seorang pedagang, maka dia selalu mencari sumber barang
dagangnya. Karena itulah sampai saat ini dia menjadi langganan
Tenun Patra.
Pembelian Tenun Patra oleh pedagang ini bisa saja dilakukan dengan
membeli semua produksi Tenun Patrayang ada lalu dijual dengan
harga retail, dengan diberi potongan harga tergantung langganan
kelasnya seberapa. Ini adalah orang yang rutin mengambil sebagai
partner, yang tak hanya menjual Patra saja tetapi jelasnya Ia juga
menjual berbagai macam kain yang kelasnya setara dengan Patra.
Kemunculan Tenun Patra ini dipicu oleh permintaan Walikota
Denpasar pada tahun 2010 untuk wilayah Denpasar memiliki tenun yang
mewakili. Disinilah lahir tenun Patra selain untuk mengimbangi produksi
Endek. Bagi Om Arsawan, yang namanya mewakili harus bersifat unik,
berkarakter, dan juga cukup berkelas. Karena akhirnya berlangsung terus
karya eksperimen ini, harapan yang paling utama adalah tenun Patra ini
menjadi milik Denpasar, dibeli oleh kalangan pemerintahan Denpasar. Tetapi
ternyata di wilayah Denpasar justru tidak laku, faktor kemungkinannya
adalah karena harganya yang terlalu mahal maka tidak ada yang mau
membeli. Tenun Patra ini dibuat dengan ATBM, atau alat tenun bukan
mesin. Dengan menggunakan tenaga manusia, persiapan pembuatan tenun ini
40
mencapai 2 minggu lamanya, dari melukis dahulu benangnya, kemudian
dicelup, kemudian jika sudah siap barulah benang-benang itu dianyam sesuai
dengan hitungan yang benar.
Kerumitan dalam hal menenun tak jadi pertimbangan yang berat bagi
para pekerjanya. Mengingat semakin maju jaman ini dan semakin susah
mencari pekerjaan maka penenun-penenun ini harus mengerjakannya.
Dulunya tempat di Bale Timbang ini adalah sebuah resto, yang kemudian
Om Arsawan merasa bosan dan melanjutkan ke dunia menenun. Hal ini lah
yang membuat para pegawainya beralih profesi dari pegawai resto menjadi
penenun. Teknik menenun ini Om Arsawan tularkan kepada istrinya, lalu
kemudian ditularkan lagi kepada orang sekitar. Beliau ajarkan kerumitan-
kerumitan ini sehingga pegawai-pegawainya ikut mencintai pekerjaan ini,
tentunya keahlian mereka bertambah selain bisa memasak bisa juga
menenun.
Dengan memiliki keahlian sebagai seorang desainer, terus memajukan
hasil karya adalah hal yang harus dilakukan tentunya dengan membuat riset
Patra yang terus menerus sehingga tetap unik dan mampu bertahan di
kelasnya. Yang susah adalah untuk mempertahankan visual dan
packagingnya karena tidak mungkin terus begitu bentuknya. Memang yang
akan menguasai posisi bahwa tenun di kelas 2juta adalah Patra, tetapi tidak
bisa berhenti sampai disitu karena menurut Om Arsawan pekerja atau
penenun juga butuh naik kelas, butuh pendapatan yang lebih lagi. Maka
dengan adanya ide membuat kelas-kelas Patra yang baru dan semakin tinggi
kelasnya, generasi penenun akan bertambah. Generasi penenun yang baru
akan mengisi kelas Patra 2juta, kemudian untuk generasi lama akan mengisi
kelas Patra yang barudengan harga 5juta bahkan sampai 10juta.