keputusan tata usaha negara fiktif negatif sebagai cara meningkatkan pelayanan publik

15

Click here to load reader

Upload: syukni-tumi-pengata

Post on 25-Jul-2015

1.882 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sikap mengabaikan atau mendiamkan permohonan jelas dapat menimbulkan kerugian di pihak warga masyarakat yang memohonkannya. Di dalam teori tentang etika administrasi negara, salah satu cara untuk mengawasi dan mencegah terjadinya sikap mengabaikan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah dengan melakukan apa yang disebut sebagai sistem pertanggungjawaban legal. Di dalam pertanggungjawaban legal tersebut, aktivitas dari pemerintah selalu dikontrol oleh pihak di luar pemerintah, yang dalam hal ini dilakukan oleh suatu badan yudikatif.Ada pula pihak yang menyebut sistem pertanggungjawaban legal itu dengan istilah kontrol yuridis. Pendapat mengenai kontrol yuridis ini, bertitik tolak dari suatu pemikiran yang menganggap, bahwa pihak pemerintah sebagai pihak penguasa mempunyai posisi yang lebih kuat bila dibandingkan dengan warga masyarakat yang seharusnya mereka layani. Kekuasaan tersebut apabila tidak diawasi pelaksanaannya akan menimbulkan kecenderungan untuk disalahgunakan. Oleh karena itu, warga masyarakat sebagai pihak yang lemah perlu dilindungi, terutama dari segi hukum.Contoh Kasus : Contoh umum dari kasus pelayanan publik yang buruk yang terjadi di Indonesia adalah pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Izin Mengemudi (SIM). Pembuatan KTP dan SIM yang seharusnya mudah dipersulit dengan berbagai prosedur rumit yang harus dilalui. Pihak-pihak berduit selalu mendapat kemudahan dan kelancaran dalam pengurusan KTP atau SIM. Selain itu, sikap aparatur yang kurang ramah menjadikan kualitas pelayanan publik semakin buruk. pelayanan rumah sakit yang tidak manusiawi, pengurusan KTP yang tak kunjung transparan, kesewenangan petugas penegakan hukum, pelayanan PAM dan PLN yang sering byar pet, layanan pajak dan retribusi yang tidak jelas, layanan penerbangan yang tidak memadai, masalah klaim asuransi dan seterusnya.

TRANSCRIPT

Page 1: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

SYUKNI TUMI PENGATA. SH. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Andalas – Padang, Tahun 2009. Melanjutkan studi di Program Magister Ilmu Hukum Bisnis Universitas Pancasila-Jakarta, pada Tahun 2010 - Angkatan 18. Saat ini bekerja sebagai Corporate Lawyer pada Warens & Partners Lawfirm.

Kontak : WARENS & PARTNERS LAW FIRM

Jl. Sisingamangaraja No.63, Kebayoran Baru, Jakarta 12120, Indonesia.

Website : www.warenslaw.com Mobile : 085883714556 – 081287286164 Email : [email protected]

Twitter : @stpengata Pin : 205343fe

Disclaimer : Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di http://stpengataadvocates.blogspot.com/ tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum, namun hanya memberikan gambaran umum dan pendidikan hukum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi pembaca.

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN

PELAYANAN PUBLIK Sikap mengabaikan atau mendiamkan

permohonan jelas dapat menimbulkan kerugian di

pihak warga masyarakat yang memohonkannya.

Di dalam teori tentang etika administrasi negara,

Page 2: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

salah satu cara untuk mengawasi dan mencegah

terjadinya sikap mengabaikan dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat adalah dengan

melakukan apa yang disebut sebagai sistem

pertanggungjawaban legal. Di dalam

pertanggungjawaban legal tersebut, aktivitas dari

pemerintah selalu dikontrol oleh pihak di luar

pemerintah, yang dalam hal ini dilakukan oleh

suatu badan yudikatif.

Ada pula pihak yang menyebut sistem

pertanggungjawaban legal itu dengan istilah

kontrol yuridis. Pendapat mengenai kontrol yuridis

ini, bertitik tolak dari suatu pemikiran yang

menganggap, bahwa pihak pemerintah sebagai

pihak penguasa mempunyai posisi yang lebih kuat

bila dibandingkan dengan warga masyarakat yang

seharusnya mereka layani. Kekuasaan tersebut

apabila tidak diawasi pelaksanaannya akan

menimbulkan kecenderungan untuk

Page 3: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

disalahgunakan. Oleh karena itu, warga

masyarakat sebagai pihak yang lemah perlu

dilindungi, terutama dari segi hukum.

Contoh Kasus :

Contoh umum dari kasus pelayanan publik yang

buruk yang terjadi di Indonesia adalah pengurusan

Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Izin

Mengemudi (SIM). Pembuatan KTP dan SIM yang

seharusnya mudah dipersulit dengan berbagai

prosedur rumit yang harus dilalui. Pihak-pihak

berduit selalu mendapat kemudahan dan

kelancaran dalam pengurusan KTP atau SIM.

Selain itu, sikap aparatur yang kurang ramah

menjadikan kualitas pelayanan publik semakin

buruk. pelayanan rumah sakit yang tidak

manusiawi, pengurusan KTP yang tak kunjung

transparan, kesewenangan petugas penegakan

hukum, pelayanan PAM dan PLN yang sering byar

pet, layanan pajak dan retribusi yang tidak jelas,

Page 4: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

layanan penerbangan yang tidak memadai,

masalah klaim asuransi dan seterusnya.

Kontrol yang dilakukan oleh badan yudikatif

dilengkapi pula dengan kewenangan untuk

membebankan sanksi-sanksi hukum bagi

pemerintah yang aktivitasnya sedang diawasi.

Salah satu bentuk nyata dari kontrol tersebut

adalah pencantuman Pasal 3 pada Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara, yang telah pula diperbaharui

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara. Pasal ini adalah pasal yang mengatur

masalah fiktif-negatif yang akan dijelaskan di

bawah ini.

Dasar Hukum :

Page 5: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara

menegaskan:

(1) Apabila badan atau pejabat tata usaha

negara tidak mengeluarkan keputusan,

sedangkan hal itu menjadi kewajibannya,

maka hal tersebut disamakan dengan

keputusan tata usaha negara.

(2) Jika suatu badan atau pejabat tata usaha

negara tidak mengeluarkan keputusan yang

dimohon, sedangkan jangka waktu

sebagaimana ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan dimaksud telah lewat,

maka badan atau pejabat tata usaha negara

tersebut dianggap telah menolak

mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

Page 6: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan

yang bersangkutan tidak menentukan

jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu

empat bulan sejak diterimanya permohonan,

badan atau pejabat tata usaha negara yang

bersangkutan dianggap telah mengeluarkan

keputusan penolakan.

Kemudian, di dalam bagian Penjelasan Pasal 3

disebutkan:

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Badan atau pejabat tata usaha negara

yang menerima permohonan dianggap telah

mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan

permohonan tersebut apabila tenggang waktu

yang ditetapkan telah lewat dan badan atau

Page 7: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

pejabat tata usaha negara itu bersikap diam, tidak

melayani permohonan yang telah diterimanya.

Ayat (3) Cukup jelas.Beberapa Catatan Mengenai

Keputusan Tata Usaha Negara yang Fiktif-Negatif

Objek sengketa TUN adalah berupa surat

keputusan yang bersifat tertulis, konkret, individual

dan final. Hal ini telah diatur di dalam Pasal 1 butir

3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Namun,

ada kalanya yang menjadi objek sengketa TUN

adalah bukan merupakan suatu surat keputusan

TUN yang bentuknya nyata tertulis sebagaimana

yang disyaratkan oleh Pasal 1 butir 3 tersebut,

melainkan berupa suatu sikap diam dari badan

atau pejabat TUN.

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun

1986, menentukan apabila badan atau pejabat

TUN tidak mengeluarkan keputusan (diam saja),

sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka

Page 8: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

sikap diamnya tersebut disamakan dengan

keputusan TUN sehingga dia dapat digugat. Inilah

intinya, bahwa setiap badan atau pejabat TUN

wajib melayani setiap permohonan masyarakat

yang dia terima, apabila hal yang dimohonkan

kepadanya itu menurut peraturan perundang-

undangan menjadi tugas (kewajibannya). Kalau

badan atau pejabat TUN melalaikan kewajibannya

itu, maka walaupun dia tidak berbuat apa-apa

terhadap permohonan yang diterimanya, undang-

undang menganggap dia telah mengeluarkan

suatu keputusan yang berisi penolakan

permohonan tersebut, dan inilah yang disebut

sebagai keputusan TUN yang fiktif-negatif. Prajudi

Atmosudirdjo, seorang ahli hukum administrasi

negara, bahkan menganggap sikap diam dari

seorang pejabat pemerintah yang tidak mau

mengeluarkan suatu keputusan yang diperlukan

akan sama buruknya dengan “desisi-desisi yang

ngawur”.

Page 9: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

Fiktif menunjukkan bahwa keputusan TUN yang

digugat sebenarnya tidak berwujud. Ia hanya

merupakan sikap diam dari badan atau pejabat

TUN, yang kemudian dianggap disamakan dengan

sebuah keputusan TUN yang nyata tertulis.

Negatif menunjukkan bahwa keputusan TUN yang

digugat dianggap berisi penolakan terhadap

permohonan yang telah diajukan oleh Individu

atau badan hukum perdata kepada badan atau

pejabat TUN.

Badan atau pejabat TUN yang menerima suatu

permohonan, tetapi permohonan itu bukan

merupakan kewajibannya untuk menjawab, maka

sikap diamnya tidaklah dapat dianggap sebagai

keputusan TUN yang fiktif-negatif. Dan oleh

karena itu, dia tidak dapat digugat.

Page 10: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), berkaitan dengan

masalah jangka waktu untuk menghitung sejak

kapan gugatan terhadap sikap diam badan atau

pejabat TUN tersebut bisa diajukan.Ayat (2)

menentukan, apabila jangka waktu yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

(yang mengatur kewajiban untuk memberikan

jawaban atas suatu permohonan) telah lewat,

namun badan atau pejabat TUN tetap tidak

berbuat apa-apa (diam), maka dia dianggap telah

menolak mengeluarkan keputusan yang

dimohonkan kepadanya. Berdasarkan ayat (2) ini,

maka gugatan terhadap badan atau pejabat TUN

yang tidak menjawab suatu permohonan baru

dapat diajukan setelah lewat jangka waktu yang

ditentukan di dalam peraturan perundang-

undangan (yang mengatur kewajiban untuk

memberikan jawaban atas suatu permohonan)

badan atau pejabat TUN yang bersangkutan.

Page 11: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

Pada ayat (3) menentukan, apabila dalam

peraturan perundang-undangannya tidak

menentukan jangka waktu kewajiban untuk

menjawab suatu permohonan, maka setelah lewat

jangka waktu 4 (empat) bulan sejak diterimanya

permohonan, badan atau pejabat TUN yang diam

saja dapat dianggap telah mengeluarkan

keputusan penolakan, dan oleh karenanya dia

dapat digugat.

Perlu diperhatikan pula dalam kaitannya dengan

keputusan TUN yang fiktif-negatif ini adalah

masalah tenggang waktu untuk mengajukan

gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 55.

Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

hanya memberikan tenggang waktu untuk

mengajukan gugatan kepada penggugat selama

90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat

diterimanya atau diumumkannya keputusan TUN

yang akan digugat. Jadi gugatan tersebut tidak

Page 12: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

boleh didaftarkan apabila telah melebihi waktu 90

(sembilan puluh) hari sejak saat diterimanya atau

diumumkannya keputusan TUN yang akan

digugat. Apabila gugatan tetap diajukan, padahal

tenggang waktu untuk mengajukan gugatan sudah

lewat, maka gugatan akan tidak diterima.

Untuk keputusan TUN yang fiktif-negatif, maka

penghitungan tenggang waktu pengajuan gugatan

selain tetap memperhatikan ketentuan Pasal 55,

juga harus kembali memperhatikan ketentuan

Pasal 3 ayat (2) dan (3).

Untuk keputusan TUN yang fiktif-negatif

sebagaimana yang diatur pada Pasal 3 ayat (2),

maka penghitungan tenggang waktu 90 (sembilan

puluh) hari untuk mengajukan gugatannya dihitung

sejak lewatnya jangka waktu di dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur kewajiban

badan atau pejabat TUN untuk memberikan

Page 13: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

jawaban atas suatu permohonan. Sedangkan

untuk keputusan TUN fiktif-negatif yang diatur

pada ayat (3), penghitungan tenggang waktu

untuk mengajukan gugatannya dihitung sejak

lewatnya jangka waktu 4 (empat) bulan sejak

permohonan diajukan kepada badan atau pejabat

TUN yang digugat.

Kemudian, apakah yang menjadi dasar (titik tolak)

untuk menghitung tenggang waktu mengajukan

gugatan terhadap keputusan TUN yang fiktif-

negatif? Titik tolak dalam menghitung tenggang

waktu pengajuan gugatan terhadap keputusan

TUN yang fiktif-negatif adalah berdasarkan

tanggal yang tertera di dalam suatu tanda terima

dari kantor badan atau pejabat TUN pada saat

surat permohonan disampaikan kepada badan

atau pejabat TUN yang

bersangkutan.PenutupDemikianlah penjelasan

singkat mengenai sikap diam dari badan atau

Page 14: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

pejabat TUN yang dapat dijadikan sebagai objek

senketa TUN ini. Bila kembali dihubungkan

dengan Pasal 1 butir 3, khususnya mengenai sifat

tertulis yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk

dapat menjadi objek sengketa TUN, maka apa

yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1986 ini sebenarnya merupakan

perluasan dari pengertian keputusan TUN yang

dapat dijadikan objek sengketa TUN.Keberadaan

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang

mengatur masalah fiktif-negatif, dapat dijadikan

landasan hukum bagi gugatan warga masyarakat

yang dirugikan akibat tidak dijawabnya

permohonan mereka kepada suatu badan atau

pejabat TUN. Selain itu, keberadaan Pasal 3

tersebut juga dapat dipahami sebagai salah satu

bentuk kontrol secara hukum terhadap pihak

pemerintah dalam menjalankan aktivitas dan

Page 15: KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA FIKTIF NEGATIF SEBAGAI CARA MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

pelayanannya kepada warga masyarakat, agar

mereka tidak dirugikan kepentingannya.

Referensi:

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara