kepmensos no. 50 tahun 2013
DESCRIPTION
PEDOMAN PELAYANAN TERPADU DAN GERAKAN MASYARAKAT PEDULI KABUPATEN/KOTA SEJAHTERATRANSCRIPT
KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 / HUK / 2013
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN TERPADU DAN GERAKAN MASYARAKAT
PEDULI KABUPATEN/KOTA SEJAHTERA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
a. bahwa dengan berkembangnya permasalahansosial yang diakibatkan dari terbatasnya layanansosial, krisis ekonomi, bencana sosial, dankonflik sosial membutuhkan penanganan yangholistik dan komprehensif;
b. bahwa dalam penanganan permasalahan sosialdiperlukan pendekatan pekerjaan sosial bagiindividu, keluarga, kelompok dan komunitasagar mereka memiliki akses terhadap pelayanandasar sehingga dapat mencapai kesejahteraandan kualitas hidup yang lebih baik;
c. bahwa agar pelaksanaan kesejahteraan sosialdapat dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh,dan berkelanjutan, perlu menetapkan KeputusanMenteri Sosial tentang Pedoman PelayananTerpadu dan Gerakan Masyarakat PeduliKabupaten/Kota Sejahtera;
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintah Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor4437) sebagaimana telah diubah, terakhirdengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentangKesejahteraan Sosial (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2009 Nomor 12, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor4967);
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
2
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentangPenanganan Fakir Miskin (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5235);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5294);
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009tentang Pembentukan Kabinet Indonesia BersatuII;
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009tentang Pembentukan dan OrganisasiKementerian Negara yang telah beberapa kalidiubah, terakhir dengan Peraturan PresidenNomor 91 Tahun 2011;
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010tentang Kedudukan, Tugas, dan FungsiKementerian Negara Serta Susunan Organisasi,Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negarayang telah beberapa kali diubah, terakhir denganPeraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
8. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010tentang Struktur Organisasi dan Tata KerjaKementerian Sosial;
Memperhatikan : Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentangPembangunan Berkeadilan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL TENTANGPEDOMAN PELAYANAN TERPADU DAN GERAKANMASYARAKAT PEDULI KABUPATEN/KOTASEJAHTERA.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
3
KESATU : Pedoman Pelayanan Terpadu dan GerakanMasyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahterasebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusanini.
KEDUA : Pedoman pelayanan terpadu sebagaimana dimaksuddalam Diktum KESATU dibuat sebagai acuan dalampelaksanaan teknis kegiatan pelaksanaan programpelayanan terpadu dan gerakan masyarakat pedulikabupaten/kota sejahtera.
KETIGA : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam DiktumKEDUA membangun kerja sama dalam pelaksanaan,pembinaan dan pengembangan program pelayananterpadu dan gerakan masyarakat pedulikabupaten/kota sejahtera yang berbasis pada :
a. terciptanya model pengembangan kebijakan,strategi dan program pelayanan terpadu dangerakan masyarakat peduli kabupaten/kotasejahtera; dan
b. terselenggaranya program pelayanan terpadudalam rangka menanggulangi masalahkemiskinan dan masalah sosial lainnya.
KEEMPAT : Pedoman sebagaimana dimaksud pada DiktumKESATU terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : KERANGKA KONSEPTUAL
BAB III
BAB IV
:
:
KEBIJAKAN, STRATEGI, DANKOMPONEN PROGRAM
TAHAPAN DAN JENIS KEGIATAN
BAB V : ORGANISASI PELAKSANAAN DANMEKANISME KERJA
BAB VI : PENGEMBANGAN SDM
BAB VII
BAB VIII
:
:
PENGENDALIAN
PENUTUP
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
4
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudianhari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikansebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 1 Mei 2013
MENTERI SOSIALREPUBLIK INDONESIA,
TTD
SALIM SEGAF AL JUFRI
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth:1. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Sosial.2. Para Gubernur di Seluruh Indonesia.3. Para Pejabat Eselon II di lingkungan Kementerian Sosial.4. Para Kepala Dinas/Instansi Sosial di seluruh Indonesia.
Salinan sesuai dengan aslinyaKepala Pusat Kajian Hukum,
BHAKTI NUSANTORO, SHNIP.19590604 198403 1 002
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangBerkembangnya masalah sosial akibat dari terbatasnya layanan
sosial dasar, tidak terpenuhinya hak dasar, krisis ekonomi, bencana alam,
dan konflik sosial; membutuhkan penanganan secara holistik dan
komprehensif. Jenis masalah sosial yang dimaksud dapat dikelompokkan,
antara lain: kemiskinan dan kerawanan sosial ekonomi; ketunaan sosial;
keterlantaran; kecacatan; keterpencilan/keterisolasian; kebencanaan dan
kedaruratan, serta kekerasan sosial ekonomi.
Dalam situasi tersebut, dibutuhkan pendekatan pekerjaan sosial
bagi individu, keluarga, kelompok dan komunitas, agar mereka memiliki
akses terhadap pelayanan sosial dasar dalam rangka mencapai taraf
kesejahteraan dan kualitas hidup yang memadai.
Pelayanan sosial bagi warga miskin/ tidak mampu dan mengalami
masalah sosial harus didukung dengan kebijakan dan program
pembangunan nasional bidang kesejahteraan sosial. Dalam hal ini
Kementerian Sosial sebagai bagian dari pemerintah pusat yang
mempunyai mandat dan tugas pokok serta fungsi di bidang pembangunan
kesejahteraan sosial. Tantangan terbesar adalah kemampuan pemerintah
melalui Kementerian Sosial dalam menangani masalah sosial dalam lima
tahun terakhir hanya menjangkau rata-rata sekitar 8-10% dari total
penyandang masalah kesejahteraan sosial sekitar 15,5 juta rumah tangga.
Oleh karena itu dukungan Pemerintah Daerah, khususnya Pemerintah
Kabupaten/kota menjadi penting.
Dalam situasi dan kondisi perkembangan permasalahan sosial dan
tuntutan publik terhadap kebijakan dan program pembangunan nasional
yang bertumpu pada keadilan untuk semua dan melindungi hak asasi
manusia, dibutuhkan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
2
Selama ini penyelenggaraan kesejahteraan sosial masih bersifat
sektoral/ fragmentaris, jangkauan pelayanan sosial terbatas, merespon
masalah yang aktual secara reaktif, fokus pada pelayanan berbasis
institusi/ panti sosial serta belum adanya rencana strategis nasional. Atas
dasar itu maka ke depan harus diorientasikan pada; pelayanan sosial
terpadu dan berkelanjutan; menjangkau seluruh warga yang mengalami
masalah sosial; sistem dan program kesejahteraan sosial yang melembaga
dan profesional; mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga serta
masyarakat; dan yang terakhir berdasarkan RPJP, RPJMN, dan Renstra.
Berdasarkan kerangka kerja tersebut, maka untuk mengoptimalkan
kinerja penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, maka Kementerian Sosial
menetapkan program/kegiatan prioritas sebagai pilot projek berupa
Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota
Sejahtera (Pandu Gempita). Untuk mencapai sasaran strategis itu,
diperlukan koordinasi serta dukungan kerjasama Pemerintah Daerah,
utamanya Pemerintah Kabupaten/Kota. Berkenaan dengan maksud
tersebut, maka untuk membangun kesepahaman dan mengukuhkan
komitmen aksi bersama pada Tahun 2013 ini, dilakukan
penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) dan Perjanjian Kerjasama
antara Kementerian Sosial RI dengan Pemerintah Kabupaten/Kota
terpilih.
Kebijakan strategis melalui MoU dan Perjanjian Kerjasama dalam
rangka mewujudkan keterpaduan program sangat diperlukan untuk
mengatasi berbagai keterbatasan yang dirasakan selama ini. Utamanya
untuk menjadikan Kabupaten/Kota yang ramah terhadap Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dengan menerapkan pelayanan satu
atap dalam pelayanan kesejahteraan sosial. Ketiadaan kebijakan
pelayanan kesejahteraan sosial yang terpadu saat ini, bagaimanapun
telah membatasi pemangku kepentingan untuk menyelaraskan berbagai
upaya mereka dalam menciptakan sebuah sistem pelayanan
kesejahteraan sosial yang berkelanjutan.
Berdasarkan gambaran yang terjadi dalam konteks pelayanan
kesejahteraan sosial dan kondisi yang menyertainya, terdapat
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
3
serangkaian masalah yang teridentifikasi. Secara kelembagaan
Pemerintah Daerah, khususnya Kabupaten/Kota masih belum
menjadikan penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai program dan
kegiatan prioritas menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, karena:
1. Pemahaman tentang pelayanan kesejahteraan sosial yang diposisikan
sebagai sektor pemerintah, bukan sebagai sistem pelayanan sosial bagi
masyarakat yang miskin, rentan atau menjadi penyandang masalah
kesejahteraan sosial agar terpenuhi hak-hak dasarnya.
2. Pembinaan/fasilitasi oleh Pemerintah (pusat) belum dilakukan secara
komprehensif, akibatnya partisipasi masih rendah.
3. Upaya pengawasan belum mampu memberikan keyakinan yang
memadai atas tercapainya tujuan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial melalui kegiatan yang efektif dan efisien serta taat azas terhadap
peraturan perundang-undangan maupun ketentuan lain yang berlaku.
4. Pendampingan yang dilakukan belum mampu memperkuat dukungan,
membantu memecahkan masalah, memotivasi, memfasilitasi dan
menjembatani berbagai kebutuhan.
Fasilitasi oleh Pemerintah (pusat) sudah semenjak lama dijalankan
melalui berbagai program dan kegiatan. Namun upaya itu belum
membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya program
dan kegiatan tersebut. Salah satu faktor yang paling dominan adalah
kurangnya kesepahaman dan lemahnya komitmen aksi bersama,
sehingga menghambat daya kreativitas dan inovasi dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Sistem dan mekanisme tidak
berjalan efektif yang berimplikasi pada sulitnya koordinasi serta
menggalang dukungan.
Belajar dari pengalaman masa lalu, maka Pelayanan Terpadu dan
Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita)
diharapkan dapat menjadi kebijakan strategis, sehingga secara nyata
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
4
mampu menstimulasi dan menggerakkan pilar-pilar partisipan sosial
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pada
langkah awal Pandu Gempita sebagai pilot projek menjadi bagian dari
rangkaian kegiatan yang amat penting untuk dilakukan, guna
mewujudkan sistem kesejahteraan sosial nasional yang inovatif dan
kompetitif.
B. Dasar Hukum1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008;
2. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;
C. Pengertian
1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah,
terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial.
2. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak
dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya.
3. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
masyarakat.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
5
4. Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk
mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan
sosial.
5. Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk
menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai
daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
6. Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak.
7. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di
lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan
profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang
diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman
praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan
dan penanganan masalah sosial.
8. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan
dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan
dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja,
baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup
kegiatannya di bidang Kesejahteraan Sosial.
9. Relawan Sosial adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat,
baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar
belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah
atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan.
10. Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah organisasi sosial atau
perkumpulan sosial yang melaksanakan Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
6
11. Lembaga Kesejahteraan Sosial Asing adalah organisasi sosial atau
perkumpulan sosial yang didirikan menurut ketentuan hukum yang
sah dari negara dimana organisasi sosial atau perkumpulan sosial itu
didirikan, dan telah mendapatkan izin dari Pemerintah Republik
Indonesia untuk melaksanakan Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial di Indonesia.
12. Standar Sarana dan Prasarana Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
adalah ukuran kelayakan yang harus dipenuhi secara minimum baik
mengenai kelengkapan kelembagaan, proses, maupun hasil
pelayanan sebagai alat dan penunjang utama dalam Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial.
D. Maksud dan Tujuan1. Maksud
Mensinergikan segenap potensi dan sumber daya dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial menuju Kabupaten/Kota
sejahtera.
2. TujuanMembangun kerjasama dalam pelaksanaan, pembinaan dan
pengembangan pelayanan terpadu dan gerakan masyarakat peduli
kabupaten/kota sejahtera yang terindikasi pada:
a. Terciptanya model pengembangan kebijakan, strategi dan program
kesejahteraan sosial menuju Kabupaten/Kota sejahtera;
b. Terselenggaranya pelayanan sosial secara terpadu dan gerakan
masyarakat peduli kabupaten/kota sejahtera dalam rangka
menanggulangi masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya.
E. Sasaran1. Terbangunnya model kebijakan, strategi dan program pelayanan
terpadu dan gerakan masyarakat peduli kabupaten/kota sejahtera,
melalui:
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
7
a. Pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia kesejahteraan
sosial;
b. Penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial;
c. Penyediaan data dan informasi kesejahteraan sosial; dan
d. Penyediaan sumber daya manusia kesejahteraan sosial dan
pengembangan profesi pekerjaan sosial
e. Pengembangan sistem sertifikasi sumber daya manusia
kesejahteraan sosial dan akreditasi lembaga kesejahteraan sosial
f. Bidang lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
2. Terselenggaranya pelayanan sosial secara terpadu dalam bentuk
pelayanan satu atap dalam rangka menanggulangi masalah
kemiskinan dan masalah sosial lainnya di bidang:
a. Pencegahan masalah sosial;
b. Pelayanan rehabilitasi sosial;
c. Pemberdayaan sosial;
d. Perlindungan sosial;
e. Jaminan sosial; dan
f. Bidang lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
8
BAB IIKERANGKA KONSEPTUAL
A. Analisis SituasiImplementasi pembangunan nasional, tidak terkecuali di bidang
kesejahteraan sosial yang relatif masih kurang memperhatikan prinsip
keseimbangan. Kondisi itu berdampak pada terciptanya kesenjangan
sosial maupun wilayah. Banyak peneliti yang sudah membuktikan bahwa
pembangunan semakin memperlebar kesenjangan antara si miskin dan
orang kaya serta kota dan desa. Disadari, bahwa negara berkembang
seperti lndonesia mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi pada
sektor industri yang membutuhkan investasi relatif mahal untuk mengejar
pertumbuhan. Akibatnya, sektor lain seperti bidang kesejahteraan sosial
dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya dinikmati oleh kalangan
menengah-atas yang umumnya tinggal di perkotaan. Hal ini juga sesuai
dengan hipotesa Kuznets dalam Todaro (2000), yang menyatakan bahwa
pada tahap awal, pertumbuhan diikuti dengan pemerataan yang buruk
dan baru setelah masuk pada tahap pertumbuhan lanjut, pemerataan
semakin membaik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan
tersebut menurut Arndt (1988), antara lain karena perbedaan pendidikan,
ketersediaan lapangan pekerjaan, infrastruktur, investasi dan kebijakan.
Kemiskinan dan ketertinggalan itu merupakan akar dari
permasalahan sosial. Berkembangnya masalah sosial akibat dari
terbatasnya layanan sosial dasar, tidak terpenuhinya hak dasar, krisis
ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial; membutuhkan penanganan
secara holistik dan komprehensif. Jenis masalah sosial yang dimaksud
dapat dikelompokkan, antara lain: kemiskinan dan kerawanan sosial
ekonomi; ketunaan sosial; keterlantaran; kecacatan;
keterpencilan/keterisolasian; kebencanaan dan kedaruratan, serta
kekerasan sosial ekonomi.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
9
Berkembangnya permasalahan sosial tersebut terindikasi dari masih
banyaknya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), dengan
karakteristik antara lain:
1. Berpenghasilan hanya cukup untuk makan atau tingkat subsistensi.
2. Mempunyai tanggungan keluarga yang banyak.
3. Tinggal dalam rumah yang sempit dan tidak layak huni.
4. Berada dalam lingkungan dengan sumber daya yang terbatas/ belum
diolah.
5. Seringkali status tanahnya ilegal.
6. Sulit/tidak akses layanan sosial dasar baik bagi anaknya maupun
anggota keluarga lainnya karena tidak memiliki identitas penduduk
(KTP, Akte Kelahiran, Kartu Keluarga).
7. Terkena resiko sosial seperti terkena pembongkaran, penggusuran,
perlakuan diskriminasi.
8. Mengalami masalah sosial lainnya seperti migrasi ke kota, eksploitasi
seksual komersial, eksploitasi anak, perdagangan manusia, menjadi
tenaga kerja ilegal, dan lain-lain.
Fenomena tersebut terjadi karena secara struktural terjadi
permasalahan, seperti pembangunan dipusatkan di perkotaan bukan
diperdesaan, karena adanya faktor penarik (infrastruktur, lapangan kerja,
akses pasar, transportasi, dll) dan faktor pendorong (terbatas lapangan
kerja, kemiskinan kronis & budaya, dll), disparitas kesejahteraan antar
wilayah, anggaran belum berpihak pada yang miskin, baru berpihak pada
pekerjaan menengah ke atas dan berpihak pada pertumbuhan,
ketidakadilan secara sistematis dan program sektoral/ parsial.
Secara internal kondisi PMKS umumnya masih berada dalam
kondisi:
1.Fisik : cacat, kurang gizi, sakit-sakitan
2. Intelektual : kurangnya pengetahuan dan informasi
3. Mental emosional : malas, mudah menyerah, putus asa,
temperamental
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
10
4. Spiritual : kurang jujur, penipu, serakah, kurang
disiplin
5. Sosial psikologis : kurang motivasi, kurang percaya diri,
kurang relasi, kurang mampu mencari
dukungan
6. Keterampilan : tidak mempunyai keahlian yang sesuai
dengan permintaan lapangan kerja
7. Asset : tidak memiliki stok kekayaan dalam
bentuk tanah, rumah, tabungan,
kendaraan, dan modal kerja.
Adapun secara eksternal kondisi mereka dipengaruhi oleh beberapa
hal, yakni:
1. Budaya : Kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan
2. Pelayanan : Terbatasnya pelayanan sosial dasar
3. Perlindungan : Hak Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan
tanah.
4. Lapangan kerja : Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan
informal
5. Kebijakan modal : Perbankan tidak mendukung sektor usaha mikro.
6. Kondisi geografis : Sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana
7. Dampak sosial : Terpuruk akibat penyesuaian harga barang publik
(kenaikan BBM, listrik, air bersih, dll)
Pada kondisi seperti itu PKMS umumnya:
1. Tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, papan, pangan, air
bersih, kesehatan dasar, dan pendidikan dasar;
2. Tidak mampu melaksanakan tanggungjawab sebagai pencari nafkah,
sebagai orang tua, dan sebagai warga masyarakat dalam suatu
lingkungan komunitas;
3. Mereka juga tidak mampu mengatasi konflik kepribadian, stress,
kurang percaya diri, masalah keluarga, dan keterasingan dari
lingkungan;
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
11
4. Tidak memiliki keterampilan wirausaha, kurang keberanian memulai
bisnis, sulit membangun jaringan, terbatas akses informasi;
5. Kepemilikan tanah terbatas, tidak ada sarana prasarana produksi.
Oleh karena itu maka yang timbul adalah kerawanan sosial,
kehilangan prinsip keimanan, tindak kejahatan, pemicu terjadinya
disintegrasi sosial, menjadi beban sosial masyarakat dan pemerintah,
membutuhkan biaya pembangunan yang lebih besar dan
mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Disadari bahwa bagaimanapun kondisinya, dibalik banyaknya
permasalahan sosial yang tampak tersimpan potensi dan sistem sumber
kesejahteraan sosial, seperti tersedianya sumber daya manusia
kesejahteraan sosial, tanggung jawab sosial dari berbagai lembaga bisnis
dan masih banyak lagi lainnya.
B. Perubahan Paradigma Pembangunan Kesejahteraan SosialUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
34 mengamanatkan Negara memelihara fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan, serta bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan sosial yang layak yang diatur dengan undang-undang. Selain itu,
pada Pasal 28 H ayat (2) dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pada sisi lain,
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
khususnya yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (3) juga menyatakan bahwa
“setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenan dengan
kekhususannya”.
Untuk menjamin terpenuhinya hak sosial, dan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan sosial pada tingkat lokal,
nasional, dan global, maka perlu dilakukan pembaruan sistem kesejahteraan
sosial nasional secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Sistem
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
12
Kesejahteraan Sosial Nasional (SKSN) diarahkan untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan kesejahteraan dan investasi sosial yang
berkualitas dan produktif sehingga dapat meningkatkan kapabilitas, harkat,
martabat dan kualitas hidup manusia, mengembangkan prakarsa dan peran
aktif masyarakat, mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial,
mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial,
serta memperkuat ketahanan sosial bagi setiap warga negara. SKSN yang
dimaksud dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial disajikan dalam gambar berikut ini.
Sasaran:a. keluarga;b. anak;c. perempuan;d. lanjut usia;e. penyandang cacat;f. komunitas
Masalah sosial:a. miskin;b. telantar;c. cacat fisik dan mental;d. tuna sosial dan penyimpangan perilaku;e. terasing/terpencil;f. bencana alam dan sosial;g. tindak kekerasan;h. masalah sosial lainnya
Postensi Kesejahteraan Sosial:a. nilai kepahlawanan, kejuangan, dan
keperintisan;b. nilai kesetiakawanan sosial dan
kearifan lokal;c. tanggung jawab organisasi
sosial/lembaga swadaya masyarakatdan tanggung jawab profesi;
d. kesukarelawanan sosial/ tenagakesejahteraan sosial masyarakat;
e. tanggung jawab sosial dunia usaha;f. penggalangan dana sosial;g. ketersediaan sarana dan prasarana
pelayanan kesejahteraan sosial;h. sumbangan dan bantuan masyarakat;i. sumber daya manusia;j. sumber daya alam; dan .k. sumber kesejahteraan sosial lainnya
Sumber dayaa. SDMb. sarana dan prasaranac. pendanaand. organisasi profesie. lembaga kesosf. dunia usahag. masyarakat
Bidang kesejahteraan sosial:a. Kesejahteraan Keluargab. Kesejahteraan Anakc. Kesejahteraan Perempuand. Kesejahteraan Lanjut Usiae. Kesejahteraan Penyandang Cacatf. Kesejahteraan Tuna Sosial
(Gelandangan dan Pengemis, TunaSusila, Orang Terlantar dan KorbanTindak Kekerasan, PenyalahgunaNarkoba, Bekas Narapidana, Orangdengan HIV/AIDS (ODHA))
g. Kesejahteraan Korban Bencana danMusibah Sosial
h. Kesejahteraan KAT
Tujuan :a. meningkatkan aksesibilitas
terhadap pelayanan sosialdasar dan fasilitas pelayananpublik;
b. memulihkan kembali fungsisosial dalam rangka mencapaikemandirian;
c. meningkatkan tarafkesejahteraan, kualitas dankelangsungan hidup;
d. meningkatkan kemampuan,tanggung jawab dankepedulian masyarakat dalampelayanan kesejahteraansosial;
e. meningkatkan ketahanansosial keluarga danmasyarakat;
f. mencegah danmenanggulangi masalahkemiskinan, masalah sosialdan kerawanan sosialekonomi;
g. memberikan perlindungankepada anak-anak,perempuan, lanjut usia, dankelompok rentan lainnya darisituasi lingkungan yangburuk.
Pengelolaan:a. Metode profesionalb. Promosi dan penghargaanc. Pengawasan dan evaluasid. Akreditasi dan sertfikasie. Pendaftaran dan perijinan lembaga
kesejahteraan sosialf. Sanksi administratif dan pidana
Metode:a. menggunakan prinsip-prinsip
pekerjaan sosial;b. menggunakan metode pekerjaan
sosial dan metode lainnya yangrelevan;
b. memanfaatkan ilmu pengetahuandan teknologi tepat guna;
c. dilaksanakan oleh pekerja sosialbersama profesi lain;
d. dilaksanakan secara terpadu ;d. dalam wahana kelembagaan
Prinsip:a. kepentingan terbaik bagi
penerima layanan;b. partisipasic. kesetiakawanan sosial;d. profesionalisme;e. kemitraan, koordinasi dan
keterpaduan;f. transparansi dan akuntabilitas;g. berdayaguna dan berhasil
guna; danh. non diskriminasi.
Fungsi:PencegahanPemulihanPengembanganPemberdayaanPerlindunganPendukung
Gambar 2.1. Analisis Klasifikasi Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional
Berdasarkan SKSN, agenda kebijakan yang terkait dengan tugas pokok
dan fungsi Badiklit Kesos meliputi :
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
13
1. Memastikan bahwa arah kebijakan kesejahteraan sosial merupakan
kebijakan yang berbasis pada bidang kesejahteraan sosial. Saat ini yang
terjadi masih berbasis pada fungsi kesejahteraan sosial, seperti yang
tercermin dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial.
Dengan demikian diperlukan evaluasi kebijakan nasional yang
komprehensif, sehingga ada keselarasan antara pengaturan agenda
dengan fungsi Kementerian Sosial.
2. Memastikan bahwa strategi pembangunan kesejahteraan sosial merespon
sasaran, masalah dan pendayagunaan potensi kesejahteraan sosial
dengan mendayagunakan sumber daya dan pengelolaan yang berbasis
ilmu pengetahuan dan keterampilan serta sistem nilai pekerjaan sosial.
Dengan demikian diperlukan pengembangan sistem pekerjaan sosial
dalam SKSN.
3. Memastikan bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial dapat
dipantau dan diukur keberhasilannya. Dengan demikian diperlukan
penyediaan data dan informasi, serta penelitian evaluasi kebijakan yang
mampu memberikan sumbangan pemikiran yang bersifat mendasar,
profesional dan prospektif bagi pembaharuan kebijakan kesejahteraan
sosial.
4. Memastikan bahwa SKSN merupakan landasan dasar dalam
penanggulangan kemiskinan yang selama ini nampaknya masih
merupakan sistem yang belum terintegrasi dengan SKSN. Dengan
demikian strategi membangun link & match (mengkaitkan &
mencocokkan) bukan hanya untuk lingkungan kementerian sosial,
namun juga untuk lingkungan strategis nasional.
Secara umum respon negara untuk pemenuhan hak dasar warga negara
merupakan kewajiban negara, sedangkan agenda seting pemberdayaan
masyarakat merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri, dan
pemerintah berperan sebagai fasilitator.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
14
Modifikasi schema Perlindungan SosialChu, Ke-yong & Sanjeev G, 1995Social Safety Nets, Issues andRecent Experiences(IMF, Washington)
SistemKesejahteraan SosialKewajiban
Negara
Tanggung JawabMasyarakat
Pelayanan Sosial DasarPemberdayaan Masyarakat-PNPM (P2KP & PPK)- CSR (Comdev)- NGO-BAZIS/ Dana Amal
Subsidi/Kompensasi- Social Safety Net
- UCT/ BLT
Jaminan Sosial &Perlindungan
Asistensi Sosial- PKSA (CCT)- PKH ( CCT))- BOS- RAskin- JSLU & JS ODK
Modal SosialAksesibilitas
PemberdayaanAsuransi Sosial- Asuransi Kesehatan- Askesos
Perlindungan Sosial- Pusat Rehabilitasi- Pusat layanan anak- Trauma Centre
Gambar 2.2. Analisis Klasfikasi Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional
Berdasarkan hasil analisis situasi di atas, maka dipandang perlu
perubahan paradigma dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dari
praktik yang selama ini masih bersifat:
1. Pelayanan sosial sektoral/ fragmentaris.
2. Jangkauan pelayanan sosial terbatas.
3. Merespon masalah yang aktual secara reaktif.
4. Fokus pada pelayanan berbasis institusi/ panti sosial.
5. Belum didasarkan perencanaan strategis nasional/daerah.
Menjadi penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang memiliki
karakteristik:
1. Pelayanan sosial terpadu dan berkelanjutan.
2. Menjangkau seluruh warga yang mengalami masalah sosial.
3. Sistem dan program kesejahteraan sosial yang melembaga dan
profesional.
4. Mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat.
5. Berdasarkan RPJMN/ RPJMD dan Perencanaan Strategis Nasional/
Daerah.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
15
Tugas dan fungsi Kementerian Sosial dan Instansi Sosial/ Dinas Sosial
melakukan langkah-langkah strategis dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial, yang meliputi upaya pencegahan, rehabilitasi/ remedial,
pemberdayaan, perlindungan da jaminan sosial. Dalam pelaksanaan tugas
dan fungsi tersebut diperlukan sistem pendukung yang mampu
meningkatkan efektivitas, efisiensi dan kelangsungan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial
memiliki tugas dan fungsi sebagai bagian dari sistem pendukung dan
sekaligus memastikan bahwa koordinasi/sinergi antar fungsi pelayanan
kesejahteraan sosial dapat berlangsung efektif. Hal ini menjadi strategi link
& match (mengkaitkan&mencocokkan) jangka pendek dan jangka menengah,
karena SOTK Unit Kerja Eselon I (UKE I) dibangun berdasarkan fungsi
kesejahteraan sosial, belum berdasarkan bidang kesejahteraan sosial.
Dalam keadaan sekarang ini, maka tantangan bagi Badiklit Kesos
bagaimana membangun link & match (mengkaitkan&mencocokkan) dengan
tugas dan fungsi Uke I yang lain, serta bagaimana memastikan bahwa
adanya hubungan sinergi antar tugas dan fungsi Uke I. Hal ini didasarkan
bahwa penanganan masalah sosial umumnya tidak dapat direspon dengan
hanya satu pendekatan, misal melalui rehabilitasi sosial, namun setiap
individu/keluarga atau komunitas membutuhkan pelayanan rehabilitasi
sosial, pemberdayaan, perlindungan dan jaminan sosial secara terpadu dan
berkelanjutan. Oleh karena itu, dengan ditetapkannya Peraturan Menteri
Sosial Nomor 03/HUK/2012 tentang Fungsi Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Kesejahteraan Sosial (B2P2KS) yang tersebar di 6 (enam) wilayah
regional sebagai Koordinator Wilayah Pembangunan Kesejahteraan Sosial di
6 (enam) wilayah regional menjadi sangat strategis untuk mencapai tujuan
pembangunan kesejahteraan sosial.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
16
Perumahan
Pangan
Kesehatan
Pendidikan
Air bersih & sanitasi lingkungan
Lapangan kerja
Kebutuhan dasar lainnya
Disfungsisosial
Hambatanfisik,pengetahuan,keterampilan,mental/ sosialpsikologis,budaya,ge ografis
AKSESIBILITAS
PELAYANAN
Individu/perseorangan,keluarga,komunitas
TUGAS POKOKDAN FUNGSI
KEMENTERIANSOSIAL &
INSTANSI SOSIALDI DAERAH
FUNGSI PENCEGAHAN
FUNGSI PENDUKUNG/ KOORDINASI
FUNGSI REMEDIAL/ REHABILITASI
FUNGSI PENGEMBANGAN/ PEMBERDAYAAN
FUNGSI PERLINDUNGAN HAM
KUALITAS
HIDUP
&KESEJAHTERAN
Gambar 2.3. Analisis Klasifikasi Tugas Pokok dan FungsiKementerian Sosial & Dinas Sosial
Paradigma baru dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat
didasarkan kepada regulasi dan kerangka kebijakan yang kontinum dari
pelaksanaan kebijakan utama yang bersifat universal, kebijakan sekunder
yang memprioritaskan target sasaran yang beresiko terancam
kesejahteraannya sampai dengan kebijakan tertier yang memfokuskan
kepada indidu yang mengalami masalah sosial.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
17
Dukungan KeluargaIntensifPelayanan AlternatifKeluargaDukungan KeluargaIntervensi Dini
Sekunder(Target)Utama(Universal) Tertier(Individu)LayananPerlindungan
Regulasi dan Kerangka Kebijakan
Intensitas Resiko
Pendidikan,InformasiSensitisasi
Penelitian dan Analisis
TingkatPencegahan
KontinumPelayanan
TingkatResiko
Kapasitas Kelembagaan
Gambar 2.4. Analisis Klasifikasi Sistem Kesejahteraan Sosial BerbasisKeluarga dan Komunitas (Sumber : Unicef,
2010)
Tingkat pencegahan utama (primer) berupa pendidikan masyarakat,
penyebarluasan informasi dan peningkatan sesitisasi/kesadaran pihak-pihak
yang terkait tentang kesejahteraan masyarakat, sedangkan tingkat
pencegahan sekunder berupa penguatan/dukungan tanggung jawab
keluarga dalam peningkatan kesejahteraan sosial dan intervensi dini dalam
pencegahan masalah sosial. Adapun tingkat pencegahan tertier adalah
pemberian pelayanan kesejahteraan dan perlindungan sosial kepada
individu/ keluarga yang mengalami masalah kemiskinan, keterlantaran,
kecacatan, korban kekerasan, korban eksploitasi dan diskriminasi melalui
lembaga kesejahteraan sosial/ pusat rehabilitasi sosial dengan tetap
terintegrasi dengan pelayanan yang memberikan dukungan intensif terhadap
keluarganya dan pelayanan alternatif yang berbasis keluarga.
Berbeda dengan paradigma lama, individu/ keluarga yang mengalami
masalah sosial solusinya difokuskan untuk ditangani di panti sosial sebagai
alternatif penanganan di luar keluarganya. Paradigma baru akan difokuskan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
18
upaya yang intensif berupa dukungan terhadap keluarga agar individu yang
mengalami masalah sosial (misal anak terlantar, lanjut usia terlantar, orang
dengan kecacatan, gelandangan dan pengemis, dll) memperoleh hak-hak
dasarnya. Jika keluarganya mengalami masalah sosial sehingga dinilai tidak
mampu menanganinya, harus diupayakan penguatan dan bantuan terhadap
orang tua/keluarganya, sehingga individu yang mengalami masalah sosial
tetap dapat terpenuhi hak-hak dasarnya. Jika telah diberikan dukungan
terhadap orang tua/ keluarga secara intensif, namun individu yang
mengalami masalah sosial tetap membutuhkan penanganan di luar
keluarganya, maka akan diutamakan penanganan yang berbasis keluarga
lainnya, seperti: melalui keluarga kerabat, orang tua/ keluarga pengganti,
perwalian. Khusus untuk kelompok sasaran anak bisa juga melalui
pengangkatan anak. Semua upaya dimaksud didasarkan pada prinsip bahwa
lingkungan yang terbaik agar seseorang dalam keadaan mengalami masalah
sosial dapat kembali pulih fungsi sosialnya secara maksimal adalah dalam
lingkungan keluarga. Dengan demikian pelayanan kesejahteraan sosial
berbasis Institusi/ Panti Asuhan adalah alternatif terakhir, jika penanganan
berbasis keluarga benar-benar tidak dapat dilakukan.
Untuk mendukung perubahan paradigma pembangunan kesejahteraan
sosial yang berbasis kepada keluarga dan komunitas, maka Badiklit Kesos
mengoptimalkan peran Balai Besar Penelitian Pengembangan Pelayanan
Kesejahteraan Sosial di Jogyakarta. Arah kebijakan penelitian yang akan
dikembangkan dalam bentuk penelitian pengembangan model pelayanan
kesejahteraan sosial berbasis keluarga dan komunitas dalam kerangka
pengembangan program kesejahteraan sosial secara terpadu.
C. Pendekatan Sistem dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan SosialTerpadu
Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian
persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya
sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi
dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 1999). Dalam pelaksanaan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
19
metode pendekatan sistem diperlukan tahapan kerja yang sistematis
(Hartrisari, 2001). Sistem itu sendiri dipahami sebagai “pengorganisasian
dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling menggantungkan diri
antara yang satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan”
(Koeswadji, 1993). Pengertian sistem ini digunakan sebagai kerangka berpikir
karena dalam pembentukan peraturan daerah terkait dengan beberapa
organisasi pemerintah seperti Kepala Daerah termasuk didalamnya Dinas-
dinas Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang harus
diorganisasikan sehingga membentuk satu kesatuan untuk mencapai tujuan
yakni terbentuknya peraturan daerah. Sistem merupakan suatu entitas atau
suatu konsep yang merupakan himpunan dari bagian-bagian yang saling
berkaitan, dipadukan kedalam suatu kesatuan yang bulat dan utuh, untuk
“melakukan kegiatan transformasi atau proses merubah masukan menjadi
keluaran dan dalam batas lingkup berdasarkan ruang dan waktu tertentu,
berinteraksi dengan lingkungan dan dikendalikan oleh mekanisme kontrol
yang mengerahkannya kepada pencapaian sasaran dan tujuan bersama”
(Koeswadji, 1998 ).
Dalam konsep ini, sasaran-sasaran yang merupakan bagian dari
tujuan juga dimasukkan ke dalam konsep sistem. Oleh karena itu, lembaga
pemerintah yang terlibat dalam pembentukan peraturan daerah sebaiknya
memperhatikan pula sasaran-sasaran yang ingin dicapai sehubungan
dengan peraturan daerah yang dibentuknya.
Setelah terbentuknya suatu peraturan daerah diharapkan agar Kepala
Daerah bersama dengan dinas-dinasnya melaksanakannya dengan penuh
kepatuhan dan penuh rasa memiliki dan tanggung jawab yang mana
perasaan ini timbul karena adanya penerapan kebulatan secara menyeluruh
dalam proses terbentuknya peraturan daerah. Dalam suatu keseluruhan
yang bulat dan utuh tercermin adanya saling hubungan dan saling
ketergantungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah
beserta Dinas-dinasnya sehingga hubungan ini tidak saja terjadi secara
horizontal tetapi juga vertikal. Dengan demikian “dari sudut pendekatan
sistem hubungan itu tidak semata-mata ‘otoritatif’ seperti pandangan klasik,
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
20
melainkan hubungan itu terjadi secara menyeluruh dari satu bagian ke
bagian lai” (Amirin, 1996).
Belajar dari pengalaman masa lalu, maka Pelayanan Terpadu
diharapkan dapat menjadi kebijakan yang strategis, sehingga secara nyata
mampu menstimuli dan menggerakkan pilar-pilar partisipan sosial dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial menuju terwujudnya kota atau
kabupaten/kota sejahtera.
Terkait dengan upaya mewujudkan pelayanan terpadu diperlukan suatu
kebijakan strategis yang tujuan utamanya adalah menjadikan
Kota/Kabupaten yang ramah terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) dengan menerapkan “Pelayanan Satu Atap” dalam sistem
pelayanan kesejahteraan sosial. Kalau mengikuti cara biasa memerlukan
waktu lama untuk mengatasi masalah sosial yang ada, mengingat tidak ada
daerah yang tidak punya masalah sosial. Oleh karena itu pelayanan satu
atap ini menjadi solusi terbaik saat ini semua masalah akan terselesaikan di
tempat, seperti layanan anak terlantar, lansia terlantar, dan masalah
keluarga lainnya.
PELAYANAN TERPADU DAN GERAKAN MASYARAKATPEDULI KABUPATEN/KOTA SEJAHTERA (PANDU GEMPITA)
DI DAERAH KOTA/KAB. TERTINGGAL, BERKEMBANG DAN MAJU
Data Dasar& Peta
MasalahSosial
Basis DataTerpadu
Komitmen Pemda, Perguruan Tinggi &Penggalangan CSR
PelayananSatu Atap
Prakondisi Masyarakat
Penyiapan Pendamping& Assesment
PROGRAMPENCEGAHAN
MASOS
REHABSOS
PERLINDUNGAN
JAMINAN SOSIAL
PEMBERDAYAANSOSIAL
PENANGGKEMISKINAN
LAYANAN SOSIALDASAR
KOTA/KABSEJAH-TERA
KerjasamaLintas Sektor
KerjasamaDunia Usaha
& LKS
Gambar 2.5. Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat PeduliKabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita)
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
21
Ketiadaan kebijakan pelayanan kesejahteraan sosial yang terpadu dan
berbasis pendekatan sistem sampai saat ini, tampaknya membatasi para
pemangku kepentingan untuk menyelaraskan berbagai upaya dalam
menciptakan sebuah sistem penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang
berkelanjutan. Dalam konteks pelayanan kesejahteraan sosial yang ada saat
ini, teridentifikasi berbagai persoalan: secara kelembagaan Pemerintah
Daerah, khususnya kabupaten/kota masih belum menjadikan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai program dan kegiatan prioritas
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hal ini disebabkan karena: 1) Pembinaan/fasilitasi oleh
Pemerintah (pusat) belum dilakukan secara komprehensif, akibatnya
partisipasi masih rendah; 2) Upaya pengawasan belum mampu memberikan
keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial melalui kegiatan yang efektif dan efisien serta taat asas
terhadap peraturan perundang-undangan maupun ketentuan lain yang
berlaku; dan 3) Pendampingan yang dilakukan belum mampu memperkuat
dukungan, membantu memecahkan masalah, memotivasi, memfasilitasi dan
menjembatani berbagai kebutuhan.
Pembangunan kota lebih diarahkan untuk mengembangkan kota tidak
saja sebagai pendorong pertumbuhan nasional dan regional, namun juga
kota sebagai tempat tinggal yang berorientasi pada kebutuhan penduduk
kota untuk hidup secara nyaman dan berkelanjutan. Menurut Menteri
Sosial, kabupaten/kota yang dimaksud adalah kabupaten/kota sejahtera
yang merupakan daerah yang ramah terhadap anak, penyandang cacat,
orang lanjut usia, serta ramah pada pelayanan publik. Di daerah yang
dijadikan contoh kota sejahtera itu, di dalamnya ada dinas-dinas yang
melayani kesejahteraan masyarakat berada di bawah satu atap,misalnya
dinas tenaga kerja, dinas kesehatan, dinas pendidikan, dan dinas sosial.
Selain itu, di gedung tersebut juga ada relawan-relawan yang siap
membantu warga untuk mendapatkan pelayanan dasar lainnya.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
22
D. Pelayanan Kesejahteraan Sosial
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Pelayanan dan PelayananKesejahteraan Sosial
Memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (publik)
merupakan hal penting yang mempengaruhi kinerja kompetitif, kualitas dan
produktivitas suatu organisasi pemerintahan. Albrecht dalam Lovelock (1999)
mendefinisikan pelayanan sebagai “…pendekatan organisasi total yang
membuat kualitas layanan seperti yang dipersepsikan oleh nasabah, kekuatan
penggerak nomor satu untuk operasi bisnis”. Pelayanan merupakan suatu
pendekatan organisasi total yang menjadi kualitas pelayanan yang diterima
pengguna jasa sebagai kekuatan penggerak utama yang menjadi tugas
organisasi.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN Nomor
81 Tahun 1993) tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum,
mengemukakan bahwa pelayanan umum (publik) adalah segala bentuk
kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di
Pusat di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah
dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian pelayanan masyarakat
tersebut secara kongkrit mengandung beberapa hal, yaitu; pertama, bahwa
pelayanan sosial itu merupakan salah satu tugas utama pemerintah. Kedua,
objek yang dilayani adalah masyarakat, dan ketiga, bentuk layanan itu
berupa barang dan jasa yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat serta peraturan perundang-undangan.
Masyarakat adalah himpunan sekelompok anggota yang mempunyai
ikatan sosial, ekonomi, tujuan, cita-cita tertentu. Dalam kehidupan
bermasyarakat ada kepentingan individu atau golongan dan kepentingan
bersama (umum atau publik). Kepentingan umum merupakan himpunan
kepentingan pribadi yang sama dari suatu masyarakat dalam suatu wilayah
(negara). Dengan demikian, pelayanan masyarakat dapat diartikan sebagai
suatu proses pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
23
dengan kepentingan umum dan kepentingan golongan atau individu dalam
bentuk barang dan jasa (Sianipar, 1999). Hakekat pelayanan sosial, adalah:
a. meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsiinstansi pemerintah di bidang pelayanan sosial;
b. mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan,sehingga pelayanan sosial dapat diselenggarakan secara lebih berdayaguna dan berhasil guna; dan
c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakatdalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Pelayanan sosial dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu
yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan
terjangkau. Pelayanan sosial harus mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan sosialharus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak;
b. Pengaturan bentuk pelayanan sosial harus disesuaikan dengan kondisikebutuhan dan kemampuan masyarakat berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegangpada efisiensi dan efektivitas;
c. Mutu proses dan hasil pelayanan sosial harus diupayakan agar dapatmemberi keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukumyang dapat dipertanggungjawabkan; dan
d. Apabila pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahterpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutanberkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikutmenyelenggarakannya sesuai peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Pembangunan kesejahteraan sosial adalah serangkaian aktivitas yang
terencana dan melembaga yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan
kualitas kehidupan manusia. Menurut Suharto (2009) “.... ‘welfare’
(kesejahteraan) secara konseptual mencakup segenap proses dan aktivitas
mensejahterakan warga negara dan menerangkan sistem pelayanan sosial
dan skema perlindungan sosial bagi kelompok yang tidak beruntung”. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pembangunan kesejahteraan sosial pada
hakekatnya untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan
manusia melalui pendekatan pelayanan kesejahteraan sosial.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
24
Pelayanan kesejahteraan sosial dapat diterapkan untuk percepatan
pengentasan kemiskinan di daerah tertinggal maupun diperkotaan yang
rawan masalah sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial dilaksanakan dengan
mengintegrasikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada penyandang
masalah sosial dengan berdasarkan kepada potensi dan sumber
kesejahteraan sosial dengan menerapkan prinsip berbasis
komunitas/masyarakat, dengan menggunakan model pelayanan
kesejahteraan sosial rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial,
dan pemberdayaan sosial.
Pelayanan kesejahteraan sosial merupakan suatu upaya yang terarah,
terpadu dan berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan sosial dan
memenuhi kebutuhan penyandang masalah kesejahteraan sosial sebagai
suatu program yang dihubungkan langsung dengan kesejahteraan sosial.
Johnsosn (1986) mengemukakan tentang pelayanan sosial sebagai berikut:
Pelayanan sosial adalah konsep terbaru untuk analisis. Pelayanan sosialdidefinisikan disini sebagai program-program atau ukuran kerja pekerjasosial atau profesional-profesional terkait dan dihubungkan langsungdengan tujuan kesejahteraan sosial. Pekerja sosial bertugas dalambanyak hal yang berbeda: di pelayanan koreksional, pekerja sosialmungkin saja bekerja sebagai pegawai probasi, dalam pelayanan sosialkeluarga, sebagai konselor pernikahan; dalam bidang lansia, pekerjasosial mungkin bekerja sebagai perencana program, seorang advokatatau seorang pengorganisasi).
Pada sisi lain, Khan (1979) mengemukakan bahwa “Pelayanan
pekerjaan sosial mungkin saja adalah suatu hal yang merupakan pelayanan
sosial dimana pekerja sosial memiliki peran sentral”.
Kedua definisi tersebut menyebutkan bahwa pelayanan sosial
merupakan program kerja dari pekerja sosial secara profesional, dimana
pekerja sosial mempunyai peran sentral dalam menyelesaikan permasalahan
yang terjadi. Pelayanan sosial merupakan aktivitas yang terorganisir yang
bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu penyesuaian
secara timbal balik dengan lingkungannya.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
25
2.Jenis Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Pelayanan kesejahteraan sosial merupakan implementasi dari
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup melalui rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial. Siporin
(1975), menyebutkan bahwa:
Layanan sosial bisa dalam beberapa bentuk, sesuai dengan fungsinya:a. Layanan akses: Informasi, referal, advokasi, dan pastisipasi (seperti
di kantor bulu merah, kelompok hak kesejahteraan)b. Therapy, pertolongan, rehabilitasi, termasuk perlindungan sosial dan
perawatan pengganti( seperti dalam instansi-instansi konseling,kesejahteraan anak, sekolah dan pekerjaan sosial medis, programpemasyarakatan, perawatan pelindung untuk lanjut usia)
c. Sosialisasi dan perkembangan layanan (seperti dalam penitipansiang hari, keluarga berencana, pusat komunitas, programpendidikan hidup keluarga).
Berdasarkan pendapat tersebut, pelayanan sosial memiliki beberapa
bentuk berdasarkan pada fungsinya, yaitu; pertama, pelayanan akkses,
informasi, rujukan, advokasi, dan partisipasi. Kedua, terapi, pertolongan,
rehabilitasi, termasuk perlindungan sosial dan perawatan pengganti; dan
ketiga, pelayanan sosialisasi dan pengembangan sebagaimana di penitipan
anak, perencanaan keluarga, pusat pelayanan komunitas, program
pendidikan kehidupan keluarga.
Fungsi dari pelayanan kesejahteraan sosial adalah sebagai pelayanan
akses kepada sumber-sumber yang dapat digunakan untuk penyelesaian
penyelesaian permasalahan; rehabilitasi sosial termasuk didalamnya
perlindungan sosial, jaminan sosial; serta pemberdayaan sosial. Cakupan
pelayanan kesejahteraan sosial meliputi bidang yang sangat luas, seperti
bidang bantuan sosial, pelayanan kesehatan, perumahan, ketenaga kerjaan,
pemeliharaan pendapatan, bantuan makanan dan lain sebagainya.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
26
Pelayanan kesejahteraan sosial memiliki tujuan utama memperbaiki dan
mengembangkan kepribadian dan sistem sosial dari masyarakat. Hal ini pada
hakekatnya untuk mengembangkan, memelihara, dan memperkuat sistem
kesejahteraan sosial. Sasaran dari pelayanan kesejahteraan sosial adalah
orang-orang yang mengalami permasalahan sosial, seperti yang dikemukakan
oleh Brenda & Milley (2005) sebagai berikut:
Bantuan umum seringkali melayani kelompok populasi khusus, seperti
orang yang kurang mampu atau tidak memiliki rumah, miskin sementara,
dan orang dengan retardasi mental, kecatatan pertumbuhan, atau penyakit
mental kronis. Juga, beberapa lokalitas mengakses pajak khusus untuk
rumah perawatan, program-program pelayanan kepemudaan, dan pelayanan
kesehatan publik. Keadaan akhir-akhir ini dalam partisipasi komunitas
telah meningkatkan tanggungjawab lokal untuk membuat keputusan
mengenai dana distribusi yang menghubungkan komunitas lokal dari
regional, negara dan sumber-sumber nasional.
Pelayanan kesejahteraan sosial pada hakekatnya untuk mengatasi
masalah sosial yang ada di masyarakat, sehingga dapat meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat tersebut. Ruang lingkup pelayanan kesejahteraan
sosial meliputi asuransi sosial, bantuan pelayanan untuk umum, dan
program perumahan serta makanan, seperti yang dikemukakan Johnson
(1986) berikut ini:
a. Asuransi Sosial: Jaminan Sosial, Layanan Kesehatan, AsuransiPengangguran, Kompensasi Pekerja;
b. Bantuan Umum: Jaminan Penghasilan Tambahan, Bantuan Medis,Bantuan Umum, Bantuan Veteran; dan
c. Program Makanan dan Perumahan: Kupon Makanan, ProgramMakanan Lainnya, Perumahan.
Pelayanan kesejahteraan sosial merupakan bentuk bantuan yang
pengimplentasiannya berupa asuransi sosial, bantuan untuk umum sebagai
jaring pengamanan sosial serta program perumahan dan makanan.
Pelayanan sosial mempunyai beberapa tipe dan klasifikasi dari fungsi
pelayanan sosial. Menurut Titmuss (1971) bahwa “.... fungsi nyata dari
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
27
pelayanan sosial dari perspektif masyarakat, daftar berikut ini, yang telah kita
diparafrasekan, ulang, dan diilustrasikan:
a. Jasa atau manfaat yang dirancang untuk menambah kesejahteraanindividu, keluarga, atau kelompok, segera, atau dalam jangka panjang(program penitipan);
b. Jasa atau manfaat yang dirancang untuk melindungi masyarakat(percobaan);
c. Jasa atau manfaat yang dirancang sebagai investasi pada orangpenting untuk prestasi gals sosial (program tenaga kerja);dan
d. Jasa atau manfaat dirancang "sebagai kompensasi atas tidakanmerugikan yang disebabkan sosial" di mana tanggung jawab tidakdapat dinyatakan ditugaskan (kompensasi kecelakaan industri,program kompensasi di mana telah terjadi diskriminasi rasial).
Fungsi pelayanan kesejahteraan sosial merupakan program untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial dan untuk melindungi masyarakat yang
merupakan modal bagi pencapaian tujuan kesejahteraan sosial. Klasifikasi
pelayanan sosial dapat digambarkan sebagai fungsi dari sosialisasi,
rehabilitasi sosial, perlindungan sosial serta akses informasi, seperti yang
dikemukakan Khan (1975) bahwa “... klasifikasi berikut yang merupakan
fungsi pelayanan sosial (yang digambarkan di bawah) adalah membantu dan
akan digunakan dalam buku ini: (a) sosialisasi dan pengembangan; (b) terapi,
bantuan, dan rehabilitasi (termasuk perlindungan sosial dan perawatan
pengganti, dan (c ) akses, informasi, dan saran.”
Fungsi pelayanan kesejahteraan sosial merupakan fungsi untuk
sosialisasi dan pengembangan, rehabilitasi, perlindungan sosial serta akses,
informasi, yang ditujukan untuk penyelesaian permasalahan-permasalahan
sosial yang ada di masyarakat sehingga dapat mensejahterakan masyarakat.
Secara umum bidang-bidang pelayanan kesejahteraan sosial meliputi:
Rehabilitasi Sosial, Perlindungan Sosial, Jaminan Sosial dan Pemberdayaan
Sosial (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial).
a. Rehabilitasi SosialRehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dan
pengembangan yang digunakan pada pengembangan kabupaten tertinggal.
Definisi rehabilitasi sosial menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
28
tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 1 menyebutkan: Rehabilitasi sosial
adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan
seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan
yang memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar.
Rehabilitasi sosial pada dasarnya adalah untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial
dapat dilaksanakan secara persuasi, motivatif, koersif, baik dalam keluarga,
masyarakat maupun panti. Menurut Brown & Hughson (dalam Aritonang,
2001), model rehabilitasi harus merupakan proses menyeluruh, dan melihat
seluruh sistem berkaitan dengan fungsi individu dan dalam beberapa kasus
memerlukan teknik rehabilitasi berkaitan dengan vokasional, waktu luang,
sosial dan aspek gaya kehidupan. Model pelayanan rehabitasi memberikan
kesempatan untuk menanyakan apa jenis program selanjutnya yang
mungkin akan dikembangkan. Model pelayanan rehabilitasi menunjukkan
bidang-bidang kompleksitas yang lebih luas, keterlibatan masyarakat yang
lebh besar. Model pelayanan rehabilitasi yang terintegrasi, harus menjamin
pelayanan yang konsisten, serta harus memahami tujuan umum dan
program.
Pelayanan sosial untuk terapi, pertolongan rehabilitasi dan
perlindungan sosial melputi: (1) layanan keluarga dan bimbingan
perseorangan/ kerja kasus; (2) program kesejahteraan anak, utamanya anak
asuh dan adopsi; (3) pekerjaan percobaan dan pembebasan bersyarat; (4)
terapi kelompok; (5) kunjungan bersahabat untuk orang dengan kecacatan;
kecatatan parsial tapi masih bisa beraktivitas normal atau lansia; (6)
perkemahan terapeutik; (7) intitusi untuk menangani penjahat; (8) institusi
bagi anak yang memerlukan pengawasan; (9) pekerjaan sosial sekolah
dengan anak yang bermasalah atau sangat bermasalah; (10) pekerjaan sosial
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
29
medis; (11) program bimbingan anak; dan (12) pelayanan perlindungan bagi
lansia.
b. Perlindungan Sosial
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
Pasal 1 menyebutkan bahwa perlindungan sosial adalah semua upaya yang
diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dan guncangan dari
kerentanan sosial. Perlindungan sosial pada hakekatnya adalah untuk
mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial
seseorang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat agar kelangsungan
hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
Perlindungan sosial dapat dilkukan melalui: bantuan sosial, advokasi sosial,
dan/atau bantuan hukum.
c. Jaminan SosialUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
Pasal 1 menyebutkan bahwa jaminan sosial adalah skema yang melembaga
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak. Menurut Thomson (2004), “Hal ini berpendapat bahwa
tidak seorangpun dalam masyarakat yang beradab harus berada dalam posisi
dimana mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup”. Uraian
tersebut menyebutkan bahwa masyarakat yang beradab, tidak boleh ada
seorang pun yang berada dalam posisi tidak mampu memenuhi kehidupan
dasarnya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan Suharto (2009), bahwa
jaminan sosial menunjuk pada sistem atau skema pemberian tunjangan yang
menyangkut pemeliharaan penghasilan.
Sebagai pelayanan sosial publik, jaminan sosial merupakan perangkat
negara yang didesain untuk menjamin bahwa setiap orang sekurang-
kurangnya memiliki pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Jaminan sosial diperuntukkan dalam rangka menjamin
fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang
cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
30
kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial ekonomi agar
kebutuhan dasarnya terpenuhi, menghargai pejuang, perintis kemerdekaan,
dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya. Jaminan sosial diberikan dalam
bentuk asuransi kesjahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan.
d. Pemberdayaan SosialUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
Pasal 1 menyebutkan bahwa pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang
diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial
mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Menurut Payne (1997: 266) pada intinya pemberdayaan adalah: “Membantu
klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan yang akan ia lakukan yag terkait dengan diri mereka, termasuk
mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.
Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri
untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya
dari lingkungannya”.
Hakekat pemberdayaan adalah kemampuan menentukan keputusan
dalam menentukan pilihannya sendiri, sehingga mandiri dan meningkatkan
segala permasalahan yang dihadapi untuk kehidupan yang lebih sejahtera.
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Biestek yaitu menentukan diri sendiri
dan Shardlow (1998) : “Seperti definisi pemberdayaan terpusat tentang
orang-orang yang mengambil kendali atas kehidupan mereka sendiri dan
memiliki kekuatan untuk membentuk masa depan mereka sendiri”. Uraian
tersebut menyebutkan bahwa pemberdayaan pada intinya membahas
bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol
kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai dengan keinginan mereka).
Pemberdayaan sosial adalah untuk memberdayakan seseorang,
keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan
sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Pemberdayaan
sosial dapat dilakukan melalui: peningkatan kemauan dan kemampuan,
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
31
penggalian potensi dan sumber daya, penggalian nilai-nilai dasar, pemberian
akses dan atau, pemberian bantuan usaha.
3.Pelayanan Satu Atap dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Dalam pelayanan umum dikenal adanya model pelayanan pembagian
dan model pelayanan terpadu. Model pertama adalah model pembagian
ditandai dengan pelayanan yang diberikan oleh masing-masing sektor/dinas
sesuai kewenangannya. Dengan model ini masyarakat aktif mendatangi
instansi/dinas/unit kerja yang berwenang. Model pembagian ini merupakan
model lama yang dijalankan di instansi pemerintah.
Model kedua adalah model pelayanan terpadu. Secara umum model ini
diterapkan melalui pembentukan unit pelayanan satu atap/satu pintu
sebagai satu unit tersendiri dengan mengambil alih beban kerja pelayanan
umum instansi sektoralnya, mulai dari pekerjaan administratif sampai
dengan pemeriksaan substantif.
Kebaikan model terpadu untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial
adalah adanya kemudahan bagi masyarakat, utamanya warga miskin, rentan
atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dalam mengakses pelayanan
sosial dasar. Model pelayanan terpadu dapat dijadikan sebagai sarana bagi
pemerintah daerah untuk memberikan semua informasi yang dibutuhkan
masyarakat. Melalui model terpadu dengan seluruh kelengkapannya
menjadikan aksesitas pelayanan sosial akan menjadi mudah dan murah.
Untuk membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu perlu
memperhatikan:
1.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
2.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
3.Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial;
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
32
4.Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
a. PelaksanaanBeberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
pelayanan terpadu satu pintu pada penyelenggaraan kesejahteraan sosial,
terutama bagi pemerintah daerah adalah ketersediaan segala sarana yang
mendukung baik perangkat lunak maupun perangkat keras yang meliputi:
1) Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial Terpadu.
Peraturan ini penting karena pertama sebagai pedoman bagi aparat
pemda dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan atau
memberikan rujukannya.
2) Peraturan Daerah yang mengatur mengenai kedudukan tugas, fungsi
kewenangan dan tata kerja unit pelayanan terpadu. Dengan peraturan
ini terdapat acuan yang tegas mengenai keberadaan dari lembaga
pelayanan dimaksud.
3) Teknologi informasi dan komunikasi sangat penting dalam mendukung
pelaksanaan tugas-tugas unit pelayanan terpadu. Teknologi lebih
memungkinkan terciptanya asas, prinsip, dan pemenuhan standar
pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/Kep/M.Pan/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
4) Peran SDM pelaksana lembaga pelayanan terpadu, yang terdiri atas
manajer program/ koordinator, Pekerja Sosial Profesional, Tenaga
Kesejahteraan Sosial Pemerintah, Tenaga Kesejahteraan Sosial
Masyarakat dan relawan sosial. SDM merupakan ujung tombak dan
etalase pelayanan. Image suatu organisasi pelayanan akan tergantung
pada SDM-nya. Oleh karena itu, SDM dalam lembaga ini harus
mempunyai kompetensi yang memadai untuk melakukan tugas-tugas
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
33
pelayanan. Untuk memacu komitmen dan semangat kerja, kepada
SDM dapat diterapkan sistem reward and punishment. Punishment
diberikan kepada SDM yang tidak mampu melaksanakan tugasnya,
dan reward atau insentif diberikan kepada SDM yang menunjukkan
pekerjaan yang memuaskan.
b. Pemantauan dan evaluasiUntuk memastikan pelaksanaan pelayanan terpadu satu atap dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial sudah sesuai dengan yang
direncanakan, maka diperlukan pemantauan dan pengawasan secara
berjenjang dan berkesinambungan terhadap pelaksanaan pekerjaan serta
melakukan evaluasi guna memperbaiki pelaksanaan pekerjaan. Sebagai
acuan dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial
dilakukan oleh aparat pengawas dalam pemerintah sesuai dengan
fungsi dan kewenangannya.
2) Pengawasan atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan
secara berjenjang dan berkesinambungan sesuai dengan tingkat
urusan pemerintahan masing-masing melalui mekanisme koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi.
3) Materi pengawasan yang dilakukan didasarkan pada:
a) Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial (jika
sudah diterbitkan).
b) Peraturan Daerah yang mengatur mengenai kedudukan tugas,
fungsi kewenangan dan tata kerja unit pelayanan terpadu dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial (jika sudah diterbitkan).
c) Pengintegrasian program dan kegiatan pelayanan kesejahteraan
sosial dalam dokumen perencanaan pembangunan dan
penyediaan anggarannya.
d) Ketersediaan SDM Peksos, TKSM dan Relawan Sosial di daerah
sesuai dengan jumlah dan kualifikasi yang diperlukan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
34
e) Ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan
kesejahteraan sosial.
f) Kinerja penyelenggaraan kesejahteraan sosial berpedoman pada
Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4) Bupati/Walikota menyampaikan laporan secara tertulis kepada
Gubernur mengenai perkembangan pembentukan, penyelenggaraan
pelayanan, capaian kinerja, kendala yang dihadapi dan pembiayaan
yang disampaikan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan.
5) Gubernur menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Sosial mengenai perkembangan proses
pembentukan dan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayahnya
berdasarkan laporan dari Bupati/Walikota.
Selain pemantauan internal seharusnya dibuka pula pemantauan
eksternal oleh masyarakat melalui penerimaan pengaduan dan survey
kepuasan masayarakat terhadap pelayanan yang diberikan (indeks kepuasan
masyarakat atau IKM) yang akan berfungsi sebagai timbal balik dalam
sebuah sistem.
Secara konseptual pelayanan terpadu dan gerakan masyarakat peduli
kabupaten/kota sejahtera (Pandu Gempita) bertumpu pada instrumen
targeting yang terpadu, hasil yang terukur dalam sistem yang terpadu,
mekanisme pembiayaan terpadu serta shering data dan informasi terpadu.
Sedangkan secara eksternal perlu kebijakan yang pro PMKS, khususnya
yang paling rentang dan rawan sosial, seperti fakir miskin, anak dan lansia
terlantar, ODA dan lainnya. Pendampingan dilakukan oleh Pekerja Sosial
dengan starndar yang sama, serta didukung oleh TKSM dan relawan sosial.
Adanya keterkaitan-sistem arahan dengan lintas sektor. Keterkaitan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
35
komponen Pandu Gempita secara lebih detil dapat disajikan dalam bentuk
gambar sebagai berikut ini.
Gambar 2.6. Komponen Utama Pelayanan Terpadu
Dari sisi pengelolaan, maka Pandu Gempita harus menganut prinsip:
1. Koordinasi wilayah. Artinya bahwa dalam satu wilayah tertentu
terdapat berbagai pelayanan dasar, sehingga ada jaminan
ketersediaan pelayanan.
2. Koordinasi dalam penetapan sasaran penerima layanan, artinya
bahwa berbagai pelayanan terfokus pada keluarga yang sama,
sehingga instrumen targetingnya sama.
• Untuk kelompokrentan palingrentan (fakirmiskin, ODK,anak, lansia,WRSE, dll)
• Pendampingandiberikan olehtenaga pekerjasosial dg standaryg sama,didukung TKSK,TKSM danrelawan sosial
• Keterkaitan –sistem referralsdengan lintassektor
KEBIJAKANINTERSEKTORAL
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
36
3. Pengelolaan antara sektor, artinya bahwa berbagai instansi bekerja
dengan strategi yang sama, sehingga terjadi sinergi pelayanan, hasil
dan pengeluaran dari koordinasi lintar sektor.
4. Pengelolaan jaringan, artinya bahwa berbagai program menggunakan
data base yang terpadu, sehingga tergambar jelas peta pengembangan
pelayanan arahan sistemnya.
Kunci pengelolaan pelayanan terpadu yang terintegrasi dapat
difisualisasikan dalam bentuk gambar sebagai berikut.
Gambar 2.7. Kunci pengelolaan pelayanan terpadu
ISU STRATEGIS :Pandu Gempita sebagai bagian dari implementasi perubahan paradigmaPenyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang semua menganut prinsip“pemerataan-parsial” menjadi “penuntasan-terintegrasi”.
REGULASI:1) Peraturan perundang-undangan tentang Kesejahteraan Sosial.
2) Peraturan Daerah yang mengatur mengenai kedudukan tugas, fungsikewenangan dan tata kerja unit pelayanan terpadu satu pintu dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
PROSES:1) SDM
2) Teknologi Informasi3) Sarana & Prasarana
4) Kepastian Sumber Anggaran
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
37
DINAS/INSTANSI TERKAITDinas/Instansi Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Perumahan dan Tata Kota, DinasKoperasi/ UKM, Dinas PU, dll
PENGAWASAN OLEH :1) Pemerintah (Pusat)
2) Gubernur3) Bupati / Walikota
4) Masyarakat
HASIL :1) Efektif/Efisien2) Kepastian Hasil
PENGELUARAN :1) Aksesibilitas Pelayanan Kesejahteraan Sosial Meningkat
2) Pemenuhan Kebutuhan dasar Meningkat3) Kemiskinan Menurun
4) Kesejahteraan Sosial Masyarakat Meningkat
DAMPAK:Kota/Kabupaten Sejahtera
Gambar 2.8. Skema Permodelan Pelayanan Terpadu
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
38
BAB IIIKEBIJAKAN, STRATEGI DAN
KOMPONEN PROGRAM
A.Kebijakan
1. Menyediakan model kebijakan, strategi dan program penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara terpadu menuju kota/ kabupaten sejahtera.
2. Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan program kesejahteraan
sosial secara terpadu dalam rangka menanggulangi masalah
kemiskinan dan masalah sosial lainnya melalui pencegahan masalah
sosial, layanan rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan
sosial dan jaminan sosial.
3. Membangun layanan satu atap dalam merespon masalah sosial.
4. Menyelenggarakan koordinasi lintas sektor dalam mewujudkan program
kesejahteraan sosial secara terpadu.
5. Menyediakan kemudahan akses layanan sosial dasar bagi penyandang
masalah kesejahteraan sosial.
6. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan dasar secara terpadu dalam
rangka mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat
miskin, tidak mampu dan rentan mengalami masalah sosial.
7. Menguatkan kelembagaan lintas sektor yang mendukung keterpaduan
penyelenggaraan program kesejahteraan sosial terpadu
B.Strategi1. Strategi Dasar
Strategi dasar yang ditempuh dalam penyelenggaraan Pandu Gempita
adalah dengan cara membangun kesepahaman dan memperkuat
kerjasama untuk mewujudkan:
a. Model kebijakan, strategi dan program kesejahteraan sosial menuju
kota/kabupaten sejahtera.
b. Pelaksanaan program kesejahteraan sosial secara terpadu dalam
rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan masalah sosial
lainnya.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
39
2. Strategi Operasional
Berdasarkan arah kebijan dan ruang lingkup penyelenggaraan Pandu
Gempita, maka strategi operasional yang ditempuh sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Kesepakatan Bersama berpedoman pada ketentuan
perundang-undangan.
b. Pembinaan teknis pelaksanaan program kesejahteraan sosial
terpadu menuju kota/kabupaten sejahtera pada tingkat pemerintah
(pusat) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
dan Penanggulangan kemiskinan, Direktorat Jenderal Perlindungan
dan Jaminan Sosial, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial,
Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal dan Badan Pendidikan
dan Penelitian Kesejahteraan Sosial.
c. Pembinaan teknis program kesejahteraan sosial terpadu menuju
kota/kabupaten sejahtera pada tingkat Kota/Kabupaten dilakukan
oleh Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil, Dinas
Perumahan dan Tata Kota, Dinas Koperasi dan UKM, Kepolisian
Sektor, Dinas Pelrindungan Masyarakat, Badan KB dan
Dinas/Instansi lainnya yang bertanggung jawab dalam pemenuhan
kebutuhan dasar dan penanganan masalah sosial.
d. Pelaksanaan teknis di daerah dikoordinasikan oleh Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial
Regional I s.d VI.
C.Komponen Program1. Pengembangan model kebijakan, strategi dan program kesejahteraan
sosial menuju kota/kabupaten sejahtera, melalui:
a. pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia kesejahteraan
sosial;
b. penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial;
c. penyediaan data dan informasi kesejahteraan sosial; dan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
40
d. penyediaan sumber daya manusia kesejahteraan sosial dan
pengembangan profesi pekerjaan sosial;
e. pengembangan sistem sertifikasi SDM kesejahteraan sosial dan
akreditasi lembaga kesejahteraan sosial; dan
f. bidang lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
2. Penyelenggaraan program kesejahteraan sosial secara terpadu dalam
rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya
di bidang:
a. pencegahan masalah sosial;
b. pelayanan rehabilitasi sosial;
c. pemberdayaan sosial;
d. perlindungan sosial;
e. jaminan sosial;dan
f. bidang lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
D. Pelaksanaan Komponen program
Pelaksanaan komponen program penyelenggaraan kesejahteraan sosial
terpadu mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang dilaksanakan secara
terencana, terpadu dan berkelanjutan. Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial ditujukan kepada perseorangan; keluarga; kelompok; dan/atau
masyarakat.
Prioritas penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada
mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan
dan memiliki kriteria masalah sosial yakni kemiskinan, ketelantaran,
kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku,
korban bencana dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan
diskriminasi.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
41
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi Rehabilitasi Sosial,
Jaminan Sosial, Pemberdayaan Sosial dan Perlindungan Sosial.
1. Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi Sosial merupakan upaya untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi
sosial agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya yang meliputi
fungsi fisik, mental dan sosial secara wajar. Rehabilitasi Sosial dapat
dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga,
masyarakat maupun panti sosial.
Rehabilitasi Sosial secara persuasif dilaksanakan dalam bentuk
ajakan, anjuran, dan bujukan dengan maksud untuk meyakinkan
seseorang agar bersedia direhabilitasi. rehabilitasi sosial secara motivatif
dilaksanakan dalam bentuk dorongan, pemberian semangat, pujian,
dan/atau penghargaan agar seseorang tergerak secara sadar. Sedangkan
rehabilitasi sosial secara koersif dilaksanakan dalam bentuk tindakan
pemaksaan terhadap seseorang dalam proses rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi Sosial ditujukan kepada seseorang yang mengalami
kondisi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan
sosial dan penyimpangan perilaku, serta yang memerlukan perlindungan
khusus yang meliputi: penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental;
penyandang cacat fisik dan mental; tuna susila; gelandangan; pengemis;
eks penderita penyakit kronis; eks narapidana; eks pencandu narkotika;
eks psikotik; pengguna psikotropika sindroma ketergantungan; orang
dengan Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (HIV/AIDS); korban tindak kekerasan; korban bencana;
korban perdagangan orang; anak terlantar; dan anak dengan kebutuhan
khusus.
Rehabilitasi Sosial diberikan dalam bentuk motivasi dan diagnosis
psikososial; perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan
pembinaan kewirausahaan; bimbingan mental spiritual; bimbingan fisik;
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
42
bimbingan sosial dan konseling psikososial; pelayanan aksesibilitas;
bantuan dan asistensi sosial; bimbingan resosialisasi; bimbingan lanjut;
dan/atau rujukan.
Bentuk Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dengan melalui berbagai
tahapan yakni pendekatan awal; pengungkapan dan pemahaman
masalah; penyusunan rencana pemecahan masalah; pemecahan
masalah; resosialisasi; terminasi; dan bimbingan lanjut.
2. Jaminan SosialJaminan Sosial dimaksudkan untuk menjamin fakir miskin, anak
yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat
mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang
mengalami masalah ketidakmampuan sosial ekonomi agar kebutuhan
dasarnya terpenuhi dan untuk menghargai pejuang, perintis
kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya.
Jaminan Sosial diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan
sosial dan bantuan langsung berkelanjutan. Asuransi kesejahteraan
sosial diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh Pemerintah.
Sementara bantuan langsung berkelanjutan diberikan kepada seseorang
yang kebutuhan hidupnya bergantung sepenuhnya kepada orang lain
dalam bentuk pemberian uang tunai atau pelayanan dalam panti sosial.
Sebagai penghargaan kepada pejuang, perintis kemerdekaan, dan
keluarga pahlawan nasional, jaminan sosial dalam bentuk tunjangan
berkelanjutan diberikan dalam bentuk tunjangan kesehatan, tunjangan
hidup, dan/atau tunjangan perumahan dan/atau tunjangan pendidikan.
3. Pemberdayaan SosialPemberdayaan sosial dimaksudkan untuk memberdayakan
seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami
masalah Kesejahteraan Sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
43
secara mandiri serta untuk meningkatkan peran serta lembaga dan/atau
perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial.
Upaya pemberdayaan dilakukan melalui peningkatan kemauan dan
kemampuan; penggalian potensi dan sumber daya; penggalian nilai-nilai
dasar; pemberian akses; dan/atau pemberian bantuan usaha. Bentuk
upaya pemberdayaan sosial meliputi diagnosis dan pemberian motivasi;
pelatihan keterampilan; pendampingan; pemberian stimulan modal,
peralatan usaha dan tempat usaha; peningkatan akses pemasaran hasil
usaha; supervisi dan advokasi sosial; penguatan keserasian sosial;
penataan lingkungan; dan/atau bimbingan lanjut.
Pemberdayaan Sosial terhadap seseorang ditujukan kepada
seseorang sebagai individu yang miskin, terpencil, dan/atau rentan
sosial ekonomi serta memiliki kriteria: penghasilan namun tidak
mencukupi kebutuhan dasar minimal; keterbatasan terhadap
keterampilan kerja; keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial dasar;
keterbatasan akses terhadap pasar kerja, modal, dan usaha, mempunyai
kompetensi, kemauan, dan/atau kemampuan untuk berperan dalam
pemberdayaan sosial, mempunyai kepedulian terhadap pemberdayaan
sosial; dan mempunyai komitmen sebagai relawan mitra pemerintah
dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Pemberdayaan Sosial terhadap keluarga ditujukan kepada keluarga
yang miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi serta memiliki
kriteria: berpenghasilan tidak mencukupi kebutuhan dasar minimal;
keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial dasar; dan/atau
mengalami masalah sosial psikologis.
Pemberdayaan Sosial terhadap kelompok ditujukan kepada
kumpulan orang baik yang terbentuk secara sukarela maupun yang
sengaja dibentuk dengan tujuan tertentu, miskin, terpencil, dan/atau
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
44
rentan sosial ekonomi serta memiliki kriteria: mempunyai potensi,
kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan usaha bersama;
mempunyai jenis usaha dan tinggal di wilayah yang sama; dan/atau
mempunyai keterbatasan akses terhadap pasar, modal, dan usaha.
Pemberdayaan Sosial terhadap masyarakat ditujukan kepada komunitas
adat terpencil yang terdiri dari sekumpulan orang dalam jumlah tertentu
yang terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial budaya;
dan miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi serta memiliki
kriteria: keterbatasan akses pelayanan sosial dasar; sifat tertutup,
homogen, dan penghidupannya tergantung kepada sumber daya alam;
marjinal di pedesaan dan perkotaan; dan/atau tinggal di wilayah
perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau terluar, dan
terpencil.
Pemberdayaan Sosial terhadap lembaga ditujukan kepada Lembaga
Kesejahteraan Sosial yang memiliki kriteria: mempunyai potensi,
kemauan dan kemampuan untuk menyelenggarakan Kesejahteraan
Sosial; dan mempunyai kepedulian dan komitmen sebagai mitra
pemerintah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Pelaksanaan Pemberdayaan Sosial untuk perseorangan, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah Kesejahteraan
Sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri dilakukan
melalui tahapan kegiatan yakni persiapan pemberdayaan; pelaksanaan
pemberdayaan; rujukan; dan terminasi. Sementara pelaksanaan
pemberdayaan sosial untuk lembaga dan/atau perseorangan sebagai
potensi dan sumber daya dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
dilakukan melalui: persiapan pemberdayaan; pelaksanaan
pemberdayaan; dan pendayagunaan berkelanjutan.
4. Perlindungan SosialPerlindungan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan
menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang,
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
45
keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya
dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
Perlindungan Sosial ditujukan kepada seseorang, keluarga,
kelompok, dan/atau masyarakat yang berada dalam keadaan tidak
stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat dari situasi krisis
sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam. Perlindungan
Sosial dilaksanakan melalui bantuan sosial; advokasi sosial; dan/atau
bantuan hukum.
Bantuan sosial dimaksudkan agar seseorang, keluarga, kelompok,
dan/atau masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan
sosial dapat tetap hidup secara wajar. Bantuan sosial yang diberikan
bersifat sementara dan/atau berkelanjutan. Bentuk bantuan tersebut
berupa bantuan langsung; penyediaan aksesibilitas; dan/atau
penguatan kelembagaan. Bantuan sosial yang bersifat sementara
diberikan pada saat terjadi guncangan dan kerentanan sosial secara
tiba-tiba sampai keadaan stabil. Sedangkan bantuan sosial yang
bersifat berkelanjutan diberikan setelah bantuan sementara dinyatakan
selesai. Bantuan ini diberikan sampai terpenuhinya kebutuhan dasar
minimal secara wajar.
Jenis bantuan langsung berupa sandang, pangan, dan papan;
pelayanan kesehatan; penyediaan tempat penampungan sementara;
pelayanan terapi psikososial di rumah perlindungan; uang tunai;
keringanan biaya pengurusan dokumen kependudukan dan
kepemilikan; penyediaan kebutuhan pokok murah; penyediaan dapur
umum, air bersih, dan sanitasi yang sehat; dan/atau penyediaan
pemakaman.
Bantuan penyediaan aksesibilitas berupa pemberian rujukan;
pengadaan jejaring kemitraan; penyediakan fasilitas; dan/atau
penyediakan informasi. Sementara penguatan kelembagaan dilakukan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
46
dengan kegiatan menyediakan dukungan sarana dan prasarana;
melakukan supervisi dan evaluasi; melakukan pengembangan sistem;
memberikan bimbingan dan pengembangan sumber daya manusia;
dan/atau mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan kelembagaan.
Advokasi sosial dimaksudkan untuk melindungi dan membela
seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dilanggar
haknya. Advokasi sosial diberikan dalam bentuk penyadaran hak dan
kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak. Penyadaran hak dan
kewajiban dilaksanakan dengan kegiatan penyuluhan; pemberian
informasi; dan/atau diseminasi. Pembelaan dilaksanakan dengan
kegiatan pendampingan; bimbingan; dan/atau mewakili kepentingan
warga negara yang berhadapan dengan hukum. Pemenuhan hak
dilaksanakan dengan kegiatan pemberian pelayanan khusus; dan/atau
pemulihan hak yang dilanggar.
Bantuan hukum diselenggarakan untuk mewakili kepentingan
warga negara yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas
hak, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Bantuan hukum ini
diberikan dalam bentuk pembelaan dan konsultasi hukum.
Pembelaan dan konsultasi hukum dilakukan dengan melakukan
investigasi sosial; memberikan informasi, nasihat, dan pertimbangan
hukum; memfasilitasi tersedianya saksi; memfasilitasi terjadinya
mediasi hukum; memfasilitasi tersedianya jasa bantuan hukum;
dan/atau memberikan pendampingan bagi anak yang berhadapan
dengan hukum.
Untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Sejahtera maka setiap
daerah kabupaten/kota memfasilitasi terbentuknya Pusat Kesejahteraan
sosial (Pelayanan Satu Atap) sesuai amanat pasal 44 PP Nomor 39 tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
47
Pusat kesejahteraan sosial dimaksudkan sebagai tempat yang berfungsi
untuk melakukan kegiatan pelayanan sosial bersama secara sinergis dan
terpadu antara kelompok masyarakat dalam komunitas yang ada di desa
atau kelurahan dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Standar
minimum sarana dan prasarana pusat kesejahteraan sosial meliputi
ketersediaan tempat sebagai pusat kegiatan bersama; tenaga pelayanan
yang terdiri dari tenaga pengelola dan pelaksana; dan peralatan yang terdiri
dari peralatan penunjang perkantoran dan peralatan penunjang pelayanan
teknis.
E. Peran MasyarakatPeran serta masyarakat untuk mewujudkan kepedulian terhadap
kabupaten/kota sejahtera sangatlah penting baik itu perseorangan;
keluarga; organisasi keagamaan; organisasi sosial kemasyarakatan;
lembaga swadaya masyarakat; organisasi profesi; badan usaha; Lembaga
Kesejahteran Sosial; dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Asing mempunyai
kesempatan yang luas untuk berperan dalam Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial.
Peran masyarakat ini dapat berupa pemikiran, prakarsa, keahlian,
dukungan, kegiatan, tenaga, dana, barang, jasa, dan/atau fasilitas untuk
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Kegiatan yang bisa dilakukan
masyarakat diantaranya pemberian saran dan pertimbangan dalam
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; pelestarian nilai-nilai luhur budaya
bangsa, kesetiakawanan sosial, dan kearifan lokal yang mendukung
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; penyediaan sumber daya manusia
dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; penyediaan dana, jasa,
sarana dan prasarana dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;
dan/atau pemberian pelayanan kepada penyandang masalah Kesejahteraan
Sosial.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
48
F. Sumber Daya Manusia Penyelenggaraan Kesejahteraan SosialSumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial terdiri atas
Tenaga Kesejahteraan Sosial; Pekerja Sosial Profesional; Relawan Sosial;
dan Penyuluh Sosial. Sumber daya manusia ini terdiri dari unsur
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Ketentuan mengenai SDM Kesejahteraan Sosial mengacu kepada
peraturan perundangan tentang sertifikasi pekerja sosial dan tenaga
kesejahteraan sosial, serta standar nasional pendampingan sosial.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
49
BAB IVTAHAPAN DAN JENIS KEGIATAN
Pelaksanaan Pandu Gempita dilakukan sebagai upaya penanggulangan
masalah kemiskinan serta masalah sosial lainnya menuju terwujudnya
sistem kesejahteraan sosial nasional yang inovatif dan kompetitif. Oleh
karena itu, program dan kegiatannya dilakukan melalui tahapan yang logis
dan sistematis.
Sesuai dengan strategi operasional, maka secara umum tahapan
pelaksanaan Pandu Gempita dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori.
Masing-masing adalah program/kegiatan pada tahap persiapan, pelaksanaan
dan tinfdak lanjut. Sementara itu, pengendalian dilaksanakan secara
simultan mulai dari kegiatan persiapan, pelaksanaan sampai dengan upaya
menjamin keberlangsungannya.
A. PersiapanKegiatan pada tahap persiapan Pelaksanaan Pandu Gempita
meliputi:
1. SosialisasiSosialisasi adalah upaya memperkenalkan atau menyebarluaskan
informasi mengenai Pelaksanaan Pandu Gempita kepada masyarakat
sebagai penerima program, maupun kelompok masyarakat lainnya
serta kepada para pelaku dan instansi atau lembaga pendukung di
semua tingkatan. Hasil yang diharapkan dari proses sosialisasi
Pelaksanaan Pandu Gempita adalah dimengerti dan dipahaminya
secara utuh tentang konsep-konsep, prinsip prosedur, kebijakan dan
tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya oleh pelaku-pelaku
pendukung dan masyarakat sebagai pelaku sekaligus sasaran
penerima program. Untuk mencapai pemahaman yang utuh tentang
Pelaksanaan Pandu Gempita, maka proses sosialisasi tidak hanya
dilakukan pada awal pelaksanaan program saja tetapi secara terus
menerus sampai dengan akhir pelaksanaan program.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
50
Pada dasarnya proses sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita
dilakukan melalui dua cara, yaitu pertemuan langsung dan media
informasi.
a. Sosialisasi Melalui Pertemuan LangsungSosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita melalui pertemuan
langsung dilakukan dengan menggunakan pertemuan-pertemuan
formal yang sengaja diadakan maupun secara informal
menggunakan pertemuan-pertemuan yang telah ada sebelumnya.
Pertemuan sosialisasi yang memang sengaja diadakan dalam
rangka Pelaksanaan Pandu Gempita adalah sebagai berikut:
1) Pertemuan Sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita di Provinsi
2) Pertemuan Sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita diKabupaten/kota
3) Sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita di Kecamatan dankomunitas
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita melalui pertemuan
langsung antara lain:
1) Memastikan persiapan pelaksanaan pertemuan.
2) Memastikan ketersediaan materi yang akan diinformasikan ataudisampaikan
3) Kesiapan untuk penyampaian materi seperti: metode, mediaatau alat yang digunakan.
Untuk membantu memastikan agar proses sosialisasi
Pelaksanaan Pandu Gempita melalui pertemuan berjalan dengan
lancar dan tidak ada informasi yang terlewatkan maka perlu
dibuatkan ceklis tentang persiapan apa saja yang akan dilakukan
dan informasi-informasi apa yang akan disampaikan. Ceklis
tersebut dapat dikembangkan sendiri sesuai kebutuhan dan kondisi
di masing-masing daerah.
Sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita di tingkat provinsi
dan kabupaten sebaiknya tidak hanya melalui forum resmi, tetapi
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
51
perlu ditindaklanjuti dengan pertemuanpertemuan lanjutan secara
formal maupun informal terutama kepada instansi-instansi terkait,
sehingga tercapai suatu persepsi yang sama tentang Pelaksanaan
Pandu Gempita.
Materi yang disosialisasikanpun tidak sematamata hanya
konsep-konsep Pelaksanaan Pandu Gempita yang ada di Pedoman
atau petunjuk resmi lainnya, tetapi proses, permasalahan yang
terjadi dan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan Pelaksanaan
Pandu Gempita juga perlu disebarluaskan.
Dengan mengetahui konsep-konsep Pelaksanaan Pandu
Gempita secara utuh dan tahu apa yang terjadi di lapangan akan
sangat membantu para pelaku pendukung Pelaksanaan Pandu
Gempita di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menjalankan
fungsi dan perannya.
Untuk sosialisasi langsung di tingkat komunitas/lokal, hal-hal yang
harus diperhatikan adalah:
1) Gunakan pertemuan-pertemuan formal maupun informal yang
telah ada di masyarakat dan desa
2) Manfaatkan setiap kesempatan ketika bertemu dengan
sekumpulan masyarakat seperti: di pos ronda, lapangan olah
raga, tempat pengajian, persekutuan, misa atau tempat-tempat
berkumpul masyarakat lainnya untuk penyebarluasan
Pelaksanaan Pandu Gempita secara informal.
3) Undangan pertemuan dengan masyarakat menggunakan cara-
cara yang lazim dilakukan (seperti: menggunakan “kenthongan”,
diumumkan melalui masjid, gereja atau media lainnya). Bila
menggunakan undangan tertulis, usahakan undangan tersebut
juga di tempel di papan-papan informasi sehingga setiap orang
merasa berhak juga untuk hadir.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
52
4) Tidak boleh melakukan pertemuan sosialisasi hanya dengan
kelompok dari kalangan tertentu saja atau sengaja tidak
melakukan sosialisasi pada kelompok tertentu.
5) Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
masyarakat.
6) Informasi Pelaksanaan Pandu Gempita jangan hanya sekedar
disampaikan begitu saja, tetapi perlu diberikan pemahaman
kepada masyarakat tentang informasi tersebut. Misalnya
tentang daftar positif/negatif mengapa hal tersebut
dianjurkan/dilarang dalam Pelaksanaan Pandu Gempita,
mengapa proses atau tahapannya sering dirasakan cukup
panjang, mengapa ada dana yang sifatnya hibah dan ada yang
pinjaman dan harus dikembalikan, mengapa harus ada
kompetisi dan tidak dibagi rata saja dan lain-lain.
7) Dalam penyampaian informasi kepada masyarakat gunakan
simbol-simbol, jargon atau pepatah yang ada dimasyarakat
sehingga mudah untuk diingat.
8) Masyarakat pada dasarnya akan tertarik, menerima informasi
suatu program yang datang dari luar dan akan mau berperan
serta untuk memberikan kontribusinya jika mereka merasakan
ada manfaat yang dapat diambil. Untuk itu perlu diberikan
pemahaman kepada masyarakat bahwa Pelaksanaan Pandu
Gempita merupakan salah satu “jembatan” bagi masyarakat
dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dasarnya.
b. Sosialisasi Melalui Media InformasiSelain melalui pertemuan-pertemuan langsung dengan
masyarakat, sosialisasi dan penyebarluasan informasi Pelaksanaan
Pandu Gempita dapat dilakukan melalui media-media informasi.
Dewasa ini cukup banyak media informasi yang berkembang di
masyarakat dan desa yang dapat digunakan sebagai media
penyebarluasan informasi, baik media informasi tradisional
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
53
maupun yang telah modern. Beberapa media informasi yang dapat
digunakan antara lain:
1) Tokoh-tokoh masyarakat (agama, adat) yang ada di lokasi
program.
Tokoh-tokoh masyarakat yang ada di pedesaan seringkali
merupakan tokoh panutan yang dipercaya dalam ucapan
maupun tindakannya. Karena itu keberadaan tokoh-tokoh
tersebut merupakan alternatif sebagai media sosialisasi atau
penyebarluasan informasi Pelaksanaan Pandu Gempita
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: kunjungi
mereka, perkenalkan diri, sampaikan informasi tentang
Pelaksanaan Pandu Gempita (latar belakang, tujuan, sasaran),
minta ijin akan bertemu dengan masyarakat untuk
mensosialisasikan Pelaksanaan Pandu Gempita. Jika hubungan
telah terjalin dengan baik ajukan permohonan agar tokoh
tersebut membantu menyampaikan Pelaksanaan Pandu Gempita
kepada kepada masyarakat. Hubungan akan terjalin dengan baik
jika dilakukan tidak hanya sekali tetapi dilakukan berkali-kali
sejauh memungkinkan.
2) Media Cetak dan Elektronika
Media cetak seperti majalah, surat kabar atau media elektronika
seperti radio, televisi juga merupakan alternatif untuk
menyampaikan informasi mengenai Pelaksanaan Pandu Gempita
kepada masyarakat desa. Sebagian besar wilayah di Indonesia
biasanya telah terjangkau oleh media-media tersebut. Namun
demikian dapat pula membuat media cetak sendiri seperti:
brosur, selebaran, bulletin, spanduk dan lain-lain dengan tetap
mangacu pada panduan/pedoman resmi Pelaksanaan Pandu
Gempita.
3) Papan Informasi
Papan informasi merupakan media penyebarluasan informasi
Pelaksanaan Pandu Gempita yang hendaknya diwajibkan
keberadaannya untuk diletakkan di tempat-tempat umum.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
54
Penempatan papan informasi tidak hanya di dalam ruangan
tetapi juga di ruang terbuka dan diletakkan di tempat-tempat
umum yang biasa dikunjungi orang, seperti: pasar, balai desa,
pos kamling, polindes, tempat ibadah dan lain-lain.
Berkaitan dengan papan informasi hal-hal yang perlu
diperhatikan:
a) Informasi yang ditempelkan di papan informasi usahakan
menggunakan bahasa dan/atau formulir yang sederhana dan
bisa dimengerti masyarakat umum.
b) Dalam papan informasi selalu dituliskan Nomor Kotak Pos,
nama dan alamat UP Pandu Gempita sebagai media
pengaduan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan fungsi
pengawasan oleh masyarakat, sangat dianjurkan pada setiap
papan informasi disediakan kotak saran dan pengaduan yang
secara periodik dibuka oleh petugas UP Pandu Gempita.
Setiap pengaduan agar segera ditindaklanjuti sesuai prinsip
dan prosedur penanganan pengaduan, terbuka serta adanya
partisipasi masyarakat. Permasalahan dan tindak lanjut yang
telah dilakukan agar selalu dilaporkan ke jenjang di atasnya,
untuk memastikan penanganannya telah sesuai dengan
prinsip dan prosedur dalam Pelaksanaan Pandu Gempita.
c) Sekali waktu warga masyarakat/komunitas dikumpulkan di
depan papan informasi. Fasilitator dan atau Pendamping
serta petugas lainnya menjelaskan apa yang diinformasikan
dalam papan informasi tersebut. Pada papan informasi
Pelaksanaan Pandu Gempita harus tertulis nama dan alamat
UP Pandu Gempita serta kotak pos pengaduan.
2. Penguatan KebijakanStrategi penguatan kebijakan yang dilakukan adalah melalui
advokasi. Strategi advokasi harus diintegrasikan ke dalam semangat
dan dukungan kemitraan dengan berbagai stakeholder. Kesemuanya
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
55
diarahkan agar semua pihak mampu melaksanakan Pandu Gempita
sesuai tugas dan fungsi masing-masing secara optimal.
a. Arah dan Strategi Advokasi
Advokasi diarahkan untuk menghasilkan kebijakan yang
mendukung upaya Pelaksanaan Pandu Gempita. Kebijakan yang
dimaksud di sini dapat mencakup peraturan perundang-undangan
di tingkat nasional maupun kebijakan daerah seperti Peraturan
Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota,
Peraturan Desa, dan lain sebagainya.
Strategi advokasi yang digunakan adalah melakukan
pendekatan kepada pengambil keputusan, media massa dan sektor
terkait sehingga dapat dikeluarkan pernyataan dukungan untuk
Pelaksanaan Pandu Gempita. Strategi ini dilakukan untuk menjawab
isu startegis tentang kurangnya dukungan dari para pemangku
kepentingan terkait di daerah dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
Dalam pendanaan juga perlu dilakukan peningkatan kapasitas
pengelola program menyusun perencanaan anggaran sebagai dasar
advokasi.
b. Kegiatan Advokasi
Teknis pelaksanaan kegiatan advokasi dilakukan melalui
proses komunikasi dalam rangka mempengaruhi kebijakan. Proses
komunikasi tersebut dibedakan menjadi tiga kategori. Masing-
masing adalah; proses legislasi dan jurisdiksi, politik dan birokrasi
serta sosialisasi dan mobilisasi untuk Pelaksanaan Pandu Gempita.
B. PelaksanaanPelaksanaan Pandu Gempita pada tahap awal ini diarahkan pada
tiga sasaran utama. Masing-masing adalah:
1. wilayah perkotaan.
2. wilayah kabupaten berkembang
3. wilayah kabupaten tertinggal.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
56
Adapun komponen kegiatan pelaksanaan Pandu Gempita, meliputi:
1. Pemetaan Sosial, Studi Etnografi, AnalisisKebutuhan/Penjajagan Awal, Studi Kelayakan
Kegiatan ini dilakukan untuk menemukenali kondisi sosial budaya
masyarakat lokal atau disebut juga sebagai kegiatan orientasi sosial
dan wilayah sasaran Pandu Gempita. Kegiatan ini merupakan
bagian dari proses Sosialisasi Awal, dilakukan setelah dan atau
bersamaan dengan kegiatan Kunjungan Informal ke kelompok-
kelompok strategis di tingkat desa/kelurahan (melobi kelompok
strategis) serta sebelum kegiatan Koordinasi Persiapan Sosialisasi
Pandu Gempita di tingkat desa/kelurahan (komunitas lokal).
Kondisi sosial budaya yang perlu ditemukenali dan atau perlu
diorientasi adalah mencakup beberapa kondisi sebagai berikut :
Nilai-nilai apakah yang dianut oleh masyarakat secara dominan
yang mampu menggerakkan masyarakat.
Kekuatan-kekuatan sosial apakah yang mampu mendatangkan
perubahan-perubahan sehingga masyarakat dapat berubah dari
dalam diri mereka sendiri.
Karakter dan karakteristik masyarakat, khususnya dalam
menyikapi intervensi sosial.
Pola informasi dan komunikasi yang terjadi di tengah
masyarakat, baik penyebaran informasi maupun dalam kerangka
pembelajaran.
Media-media dan sumber belajar yang digunakan dan diyakini
masyarakat sebagai sarana informasi dan pembelajaran.
Kekuatan-kekuatan sosial yang dominan di dalam kerangka
perubahan sosial.
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku masyarakat.
a. Tujuan Pemetaan Sosial
1) Terpetakannya lokasi sasaran program.
2) Terpahaminya kondisi sosial masyarakat sasaran program
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
57
3) Tersedianya acuan dasar dalam penentuan pendekatan dan
metoda pelaksanaan program
4) Tersedianya bahan penyusunan rencana kerja yang bersifat
taktis terhadap permasalahan yang dihadapi.
5) Tersedianya acuan dasar untuk mengetahui terjadinya proses
perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat sasaran program
b. Hasil yang Diharapkan
Pemetaan sosial diharapkan menghasilkan data dan Informasi
tentang :
1) Data Demografi: jumlah penduduk, komposisi penduduk
menurut usia, gender, mata pencaharian, agama, pendidikan,
dll.
2) Data Geografi: topografi, letak lokasi ditinjau dari aspek
geografis, aksesibilitas lokasi, pengaruh lingkungan geografis
terhadap, kondisi sosial masyarakat, dll.
3) Data Psikografi: nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, mitos,
kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, karakteristik masyarakat,
pola hubungan sosial yang ada, motif yang menggerakkan
tindakan masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat
terutama terkait dengan mitigasi bencana, pandangan, sikap,
dan perilaku terhadap intervensi luar, kekuatan sosial yang
paling berpengaruh, dll.
4) Pola Komunikasi: media yang dikenal dan digunakan, bahasa,
kemampuan baca tulis, orang yang dipercaya, informasi yang
biasa dicari, tempat memperoleh informasi.
c. Metode Pemetaan Sosial
1) Wilayah Sasaran Pemetaan
Wilayah pemetaan sosial adalah setiap desa/kelurahan yang
menjadi sasaran program Pandu Gempita.
2) Obyek Pemetaan
Obyek yang dipetakan dalam kegiatan pemetaan sosial ini adalah
meliputi :
a) Tingkat aksesibilitas lokasi desa/kelurahan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
58
b) Letak lokasi desa/kelurahan dari aspek geografis
c) Sarana informasi yang dimiliki masyarakat
d) Penyebaran atau konsentrasi PMKS dan PSKS
e) Kegiatan kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat
f) Hubungan sosial antar kelompok (Relasi-relasi sosial)
g) Golongan masyarakat menurut agama, aliran kepercayaan,
aliran politik, kepentingan, profesi, dll.
h) Jenis-jenis profesi di kalangan masyarakat
i) Tingkat mobilitas penduduk (baik mobilitas vertikal maupun
mobilitas horizontal)
j) Media-media informasi yang digunakan masyarakat,
termasuk media-media warga
k) Tanggapan masyarakat terhadap program-program yang
diluncurkan pemerintah/non pemerintah
l) Keterlibatan masyarakat dalam program-program yang
diluncurkan pemerintah/non pemerintah
m) Pemeliharaan terhadap hasil-hasil program yang pernah
diluncurkan pemerintah/non pemerintah
n) Forum yang biasa digunakan masyarakat untuk menyikapin
intervensi sosial
o) Kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam pengambilan
keputusan
p) Cara-cara masyarakat menanggulangi masalah-masalah
lingkungan fisik, masalah-masalah sosial, budaya dan
ekonomi masyarakat
q) Cara dan kebiasaan masyarakat mengantisipasi dan
menanggulangi bencana dan permasalahan sosial lainnya.
3) Metode Pengumpulan Data
a) Mengumpulkan data sekunder dengan cara mengumpulkan
dokumen-dokumen yang dibutuhkan (dokumentasi) diambil
dari kelurahan, kecamatan, kabupaten dan atau sumber-
sumber lainnya.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
59
b) Mengumpulkan data primer dengan cara :
(1) Wawancara bersturktur maupun wawancara mendalam
terhadap anggota masyarakat yang dianggap mengetahui
informasi yang diperlukan (lurah, BPD, dan pimpinan
lembaga-lembaga lokal, pemuka masyarakat, pemuka
agama, dll)
(2) Observasi (pengamatan langsung): terhadap kondisi-
kondisi lingkungan fisik, lingkungan sosial, hubungan
sosial, kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat, dll.
(3) Diskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat.
4) Metode Analisa Data
a) Analisa dilakukan dengan menggunakan metode triangulasi
yakni dengan cara melakukan cek dan ricek atas informasi
yang diterima untuk melihat persamaan dan keselarasan, dan
juga perbedaan.
b) Hasil triangulasi selanjutnya disusun ke dalam suatu
rangkuman secara deskriptif, dengan melihat persamaan dan
perbedaan pendapat dan pandangan yang ada di masyarakat
c) Setelah deskripsi analisa disusun maka selanjutnya
dilakukan pengambilan kesimpulan dan rekomendasi
(RKTL/Perumusan pendekatan, metode dan strategi
pendampingan/ pemberdayaan masyarakat).
d. Tahapan Pelaksanaan Pemetaan Sosial
Kegiatan pemetaan sosial dilaksanakan oleh Tim Fasilitator di
masing-masing wilayah sasaran program dengan tahapan kegiatan
sebagai berikut :
1) Tahap Persiapan
a) Menyiapkan SOP Pemetaan Sosial (Orientasi Sosial dan
b) Wilayah) dan mendesiminasi SOP.
c) Mendetailkan SOP agar implementatif dan memberikan
pelatihan kepada Tim Fasilitator.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
60
d) Fasilitator menyusun RKTL dan jadwal pelaksanaan
Pemetaan Sosial sesuai alokasi waktu yang tersedia dalam
jadwal master
2) Tahap Pelaksanaan
a) Fasilitator membagi peran dalam tim masing-masing sesuai
RKTL yang telah disusun
b) Fasilitator melaksanakan kegiatan pemetaan sosial sesuai
dengan pembagian peran masing-masing
3) Tahap Pelaporan
a) Fasilitator menyusun laporan hasil pemetaan sosial yang
dilaksanakan
b) Fasilitator menyampaikan laporan hasil pemetaan sosial
e. Monitoring dan Evaluasi
1) Melakukan monitoring dan uji petik ke lapangan terkait dengan
beberapa kegiatan sebagai berikut :
a) Kegiatan pembekalan fasilitator
b) Kegiatan pemetaan sosial
c) Kegiatan penyusunan laporan hasil pemetaan sosial
2) Melakukan evaluasi terhadap hasil pemetaan sosial yang telah
dilaksanakan.
f. Instrumen yang Diperlukan
Kegiatan pemetaan sosial memerlukan beberapa instrumen
sebagai berikut :
1) Panduan Teknis tentang Metode Pengumpulan Data (Wawancara
Terstruktur, Wawancara Mendalam, Observasi, dan FGD)
2) Format isian data sesuai kebutuhan dalam proses pemetaan
sosial.
3) Format Laporan Hasil Pemetaan Sosial.
2. Penjangkauan/ Pendampingan / Bimbingan SosialKegiatan ini merupakan suatu konsep pengembangan masyarakat
dilandasi pandangan adanya kesadaran baru bahwa masyarakat
bukanlah pihak yang tidak tahu dan tidak mau maju. Sebaliknya,
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
61
masyarakat adalah pihak yang mau, memiliki pengetahuan lokal,
mempunyai potensi besar serta kearifan tradisional.
Penjangkauan/pendampingan/bimbingan sosial pada dasarnya
merupakan upaya untuk menyertakan masyarakat dalam
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu
mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk memfasilitasi pada proses pengambilan
keputusan berbagai kegiatan yang terkait dengan kebutuhan
masyarakat, membangun kemampuan dalam meningkatkan
pendapatan, melaksanakan usaha yang berskala bisnis serta
mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang
partisipatif.
Penjangkauan/pendampingan/bimbingan sosial sebagai
pendekatan Pandu Gempita menitikberatkan pada upaya perbaikan
sistem kelembagaan (pembangunan kapasitas) dan aspek manajerial.
Dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, dengan melibatkan
secara aktif pendamping yang kompeten. Dalam pelaksanaan
pendampingan Pandu Gempita diperlukan ketersediaan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas serta mampu berperan sebagai
fasilitator, komunikator dan dinamisator selama kegiatan berlangsung
dan berfungsi sebagai konsultan sewaktu diperlukan. Perubahan
perilaku untuk mandiri dan kreatif dalam penanganan masalahan
kesejahteraan sosial merupakan fokus program pendampingan Pandu
Gempita. Tenaga pendamping berasal dari luar komunitas (diutamakan
pekerja sosial).
a. Maksud dan Tujuan1) Maksud
Penjangkauan/pendampingan/bimbingan sosial Pandu Gempita
dimaksudkan sebagai upaya fasilitatasi, mediasi, advokasi dan
motivasi dalam rangka meningkatkan kemampuan serta
aksesitas dalam menemukenali permasalahan, potensi dan
sumber daya yang ada di lingkungannya, sehingga mampu
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
62
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, maupun
mengendalikan program/kegiatan dengan optimal.
2) Tujuan
Tujuan penjangkauan/pendampingan/bimbingan sosial Pandu
Gempita adalah:
a) Memperkuat kelembagaan sosial, sehingga dapat menjadi
penggerak penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
b) Menumbuhkan dan mengembangkan pelayanan
kesejahteraan sosial sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
dasar dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
c) Memperkuat sistem ketahanan sosial pada tingkat individu,
keluarga/rumahtangga dan komunitas.
d) Membangun mekanisme pengambilan keputusan secara
partisipatif dalam semua aspek pengelolaan sumberdaya
masyarakat.
e) Meningkatkan peran serta aparat, tokoh masyarakat dan
pilar-pilar partisipan sosial dalam memperkuat sistem
kesejahteraan sosial nasional.
b. Sasaran1) Sasaran Subjek
a) Warga Kabupaten/Kota
b) PMKS dan PSKS
c) Aparat Pemerintah
2) Sasaran Lokasi
Pendampingan dilaksanakan di wilayah kerja Pandu Gempita
yang didampingi, baik pada level Kabupaten/kota maupun lokal.
3) Sasaran Target Pencapaian
Secara umum target pencapaian kegiatan pendampingan Pandu
Gempita adalah sebagai berikut:
a) Tercapainya penguatan Pandu Gempita, sehingga dapat
menjadi pengungkit pemenuhan kebutuhan dasar dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat .
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
63
b) Tercapainya pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, utamanya bagi PMKS.
c) Tercapainya penguatan sistem ketahanan sosial pada tingkat
individu, keluarga/rumahtangga dan komunitas.
d) Terbangunnya mekanisme pengambilan keputusan secara
partisipatif dalam semua aspek pengelolaan sumberdaya
masyarakat.
e) Tercapainya peningkatan peran serta aparat, tokoh
masyarakat dan pilar-pilar partisipan sosial dalam
memperkuat sistem kesejahteraan sosial nasional.
Mengacu pada kedudukan sasaran subjek dalam Pandu Gempita
seperti tersebut di atas, maka tingkat/level penjangkauan/
pendampingan/bimbingan sosial dan target capaian yang
diharapkan sebagai berikut:
MatrikTingkat atau level Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan
Sosial dan Target Capaian Pandu Gempita
NoLevel
Pendampingan
Target Pencapaian
1. Individu,keluargadanmasyarakat(komunitas)
Adanya perkembangan terhadap: Pola Pikir Pola Sikap Pola Tindak
2. Lembaga(PanduGempita)
Berkembangnya nilai-nilai danstruktur social baru.
Kelembagaan makin efektifmenstimuli dan menggerakkansistem kesejahteraan sosial.
3. Kabupaten/kota
Adanya kebijakan baru yangmengubah pola hubungan dandistribusi kekuasaan yang lebihberpihak pada masyarakat/warga.
c. Strategi Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial
Dalam rangka mencapai tujuan sesuai sasaran seperetitersebut di atas, maka perlu menentukan strategi penjangkauan/pendampingan/bimbingan sosial Pandu Gempita, yang meliputi:
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
64
MatrikStrategi Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial
Pandu Gempita
No Strategi Uraian Kegiatan1. Penguatan
kelembagaanPanduGempita
Konsolidasi Struktur Internaluntuk Pembenahan strukturorganisasi
Merikrut pimpinan yang kapabel Optimalisasi pelayanan kepada
masyarakat dengan melakukanpembenahan sistem/norma-normaorganisasi
Penerbitan dokumentasiadministrasi dan pembukuansecara profesional, transparan danakuntabel
2 PengembanganJaringan/KemitraanPanduGempita
Konsolidasi jaringan internal Kejelasan informasi dan nilai
hubungan kemitraan denganmeningkatkan kemampuanpelayanan kesejahteraan sosial,khususnya terhadap PMKS
Mendorong munculnya inovasidalam pelayanan kesejahteraansosial
Melakukan diversifikasi pelayanankesejahteraan sosial
Terjadinya sinergi dalamhubungan kerjasama denganpihak-pihak terkait dalam sistemPandu Gempita
3 Penggaliansistemsumberkesejahteraan sosial
Optimalisasi pendayagunaansumber daya untukpenyelenggaraan kesejahteraansosial
Optimalisasi penggunaansumberdaya secara efektif danefisien
Pendistribusian pelayanan secaraadil dan merata
4 Meningkatkan peransertamasyarakat,aparatpemerintahdesa dan
Mensinergikan pelaksanaan PanduGempita dari, oleh dan untuk semuakomponen masyarakat.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
65
tokohmasyarakatdalamPanduGempita
d. Lingkup Kerja Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan SosialLingkup kerja Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial
Pandu Gempita, meliputi:
Perencanaan, yakni membantu masyarakat dalam menyusun
rencana dan target penyelenggaraan kesejahteraan sosial ke depan
secara terukur, terarah, dan wajar.
1) Pengorganisasian, yakni membantu masyarakat dalam
pengkoordisasian program/kegiatan yang akan dilakukan guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2) Implementasi, yakni membantu masyarakat dalam menjalankan
rencana yang telah disusunnya, membantu mencarikan solusi
ketika menghadapi kendala dan permasalahan.
3) Pengendalian, yaitu membantu masyarakat dalam pemantauan,
supervisi, evaluasi dan pelaporan dalam rangka turut
memberikan penilaian atas kinerja yang dicapai lembaga, dan
membantu dalam menemukan penyebab terjadinya
penyimpangan dari target yang telah dibuat.
4) Pengembangan, yakni turut membantu dalam menyusun
rencana pengembangan dari hasil yang telah dicapai selama ini.
e. Prinsip Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan SosialPrinsip-prinsip pendampingan yang dapat digunakan sebagai
panduan dalam upaya pelaksanaan Pandu Gempita meliputi:
1) Prinsip Kemitraan
Pandu Gempita dibangun dari, oleh dan untuk kepentingan
masyarakat dan desa. Selain dengan anggota Pandu Gempita
sendiri, kerjasama juga dikembangkan dengan mitra kerjanya,
agar upayanya berkembang, sehingga dapat memenuhi
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
66
kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat desa.
2) Prinsip Keberlanjutan
Seluruh kegiatan penumbuhan dan pengembangan
diorientasikan pada terciptanya sistem dan mekanisme yang
mendukung pemberdayaan Pandu Gempita secara
berkelanjutan. Berbagai kegiatan yang dilakukan merupakan
kegiatan yang memiliki potensi untuk berlanjut di kemudian
hari.
3) Prinsip Keswadayaan
Anggota dan pengelola Pandu Gempita diberi motivasi dan
didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan
sendiri dan tidak selalu tergantung pada bantuan dari luar.
4) Prinsip Kesatuan
Pandu Gempita tumbuh dan berkembang sebagai satu kesatuan
yang utuh. Tim pusat hingga lokal beserta segenap masyarakat
merupakan pemacu dan pemicu kemajuan. Prinsip ini menuntut
para pendamping untuk memberdayakan seluruh subjek dan
sekaligus objek Pandu Gempita dapat berperan serta dalam
meningkatkan kesejahteraan sosial.
5) Prinsip Belajar Menemukan Sendiri
Pandu Gempita tumbuh dan berkembang atas dasar kemauan
dan kemampuan warga desa beserta aparatnya untuk belajar
menemukan sendiri apa yang mereka butuhkan dan apa yang
akan mereka kembangkan, termasuk upaya untuk mengubah
penghidupan dan kehidupannya.
f. Jenis dan Tahapan Kegiatan Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial
1) Jenis Kegiatan Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial
Fokus dari serangkaian kegiatan Penjangkauan/Pendampingan/
Bimbingan Sosial Pandu Gempita seperti tersebut di atas,
diarahkan pada upaya-upaya sebagai berikut:
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
67
a) Memotivasi partisipasi sosial masyarakat dalam pelaksanaan
Pandu Gempita.
b) Memantapkan penyusunan Rencana Kerja.
c) Memfasilitasi lembaga dalam peningkatan dan perluasan
pelayanan kesejahteraan sosial.
d) Memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dalam
rangka pelaksanaan Pandu Gempita.
e) Mengembangkan kemitraan strategis dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
f) Memperkuat sistem administrasi Pandu Gempita.
g) Membuat laporan monitoring dan evaluasi.
2) Tahapan Kegiatan Pendampingan
Pendampingan terhadap Pandu Gempita selayaknya memiliki
tahap-tahap kegiatan agar lebih terarah dan dapat dipahami kapan
program akan berakhir. Tahap-tahap ini pada hakikatnya
merupakan target atau sasaran yang ingin dicapai pada kurun
waktu tertentu. Tahapan kegiatan pendampingan adalah sebagai
berikut:
a) Tahap Awal/persiapan
(1) Membuat kesepakatan antara penyelenggara Pandu Gempita
dengan pendamping tentang fokus, waktu, dan cara
melakukan pendampingan.
(2) Mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan
pencatatan.
b) Tahap Pelaksanaan
(1) Mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan
dilibatkan pengalaman dan perbedaan-perbedaan.
(2) Mendefinisikan tujuan keterlibatan.
(3) Mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai
keterampilan.
(4) Memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah
sistem: menemukan kesamaan dan perbedaan.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
68
(5) Memfasilitasi pendidikan/pelatihan: membangun
pengetahuan dan dalam pelaksanaan kegiatan.
(6) Memberikan model atau contoh dan memfasilitasi
pemecahan masalah bersama: mendorong kegiatan
kolektif.
(7) Mengidentifikasi masalah-masalah yang akan
dipecahkan.
(8) Memfasilitasi penetapan tujuan.
(9) Merancang solusi-solusi alternatif.
(10) Mendorong pelaksanaan tugas.
(11) Memelihara relasi system.
(12) Memecahkan konflik.
c) Tahap Pasca Pendampingan
Mengembangkan Rencana Tindak Lanjut (RTL)
3. Penataan dan pembangunan permukiman, sanitasi lingkungan,sarana prasarana pelayanan sosial dasar dan pengembanganinfrastruktur sosial ekonomi secara terpadu.
a. Permasalahan umum1) Ketidaksesuaiannya persediaan dan permintaan sarana dan
prasarana.
2) Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding denganpenyediaan sarana dan prasarana permukiman menyebabkanpermasalahan yang serius. Perpindahan penduduk ini terkaiterat dengan kegiatan ekonomi dan pembangunan sarana danprasarana yang masih terpusat di perkotaan.
3) Meningkatnya arus migrasi akibat semakin timpangnyaperkembangan antar wilayah sehingga penyebaran penduduktidak merata
4) Menurunnya kualitas permukiman, seperti :a) Kepadatan permukiman yang terlalu tinggi.
b) Taman dan ruang terbuka semakin berkurang.
c) Jaringan air bersih, listrik, pembuangan air kotor tidakmemadai.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
69
d) Tingkat pelayanan dan fasilitas umum seperti sekolah, tempatpertemuan dan olahraga, serta rekreasi semakin menurun.
e) Ciri khas atau karakter spesifik permukiman daerah setempatsemakin terkikis.
b. TujuanTerciptanya sarana dan prasarana kawasan permukiman menuju‘sehat dan kondusif”
c. Sasaran1) Kampung dalam Kota
2) Permukiman tradisional di perkotaan,
3) Permukiman yang tidak didukung sarana dan prasarana yangmemadai
4) Permukiman yang kurang sehat,
5) Penduduk yang mayoritas bekerja di sektor informal.
6) Terbentuknya permukiman secara spontan tanpa perencanaand. Kriteria Sasaran :
1) Kepadatan penduduk 250 -400 jiwa/ha (untuk wilayahperkotaan)
2) Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui kendaraan roda empat,cendrung berupa jalan tanah, belum berupa perkerasan.
3) Fasilitas drainase sangat tidak memadai sehingga ketika hujansangat mudah tergenang air.
4) Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim.5) Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan
sumur dangkal, air hujan atau membeli secara kalengan.6) Tata bangunan sangat tidak teratur, bangunan umumnya tidak
permanen.7) Rawan terhadap penularan penyakit akibat kepadatan yang
tinggi.8) Pemilikan hak terhadap lahan sering ilegal.
e. Komponen KegiatanKomponen kegiatan penataan dan pembangunan permukiman,penataan sanitasi lingkungan, peningkatan sarana prasaranapelayanan sosial dasar dan pengembangan infrastruktur sosialekonomi secara terpadu
1) Jalan/gang/pedestrian.
2) Rumah.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
70
3) Rumah Ibadah.
4) Warung.
5) Pasar Tradisional.
6) Ruang Terbuka.
7) Stasiun Kereta Api.
8) Sekolah.
9) Pusat Kesehatan Masyarakat.
10) Pusat Pertemuan Rakyat.
11) Keberadaan Situ di sekitar permukiman.
12) Sarana komunikasi umum.
13) Drainasi.
4. Diversifikasi dan Pengembangan Usaha Ekonomi Sesuai denganpotensi dan Sumber Lokal
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, angkatan kerja
pedesaan terus bertambah, sementara pertambahan luas lahan
pertanian yang relative tidak meningkat secara signifikan, sehingga
penyerapan tenaga kerja di sector pertanian menjadi tidak produktif.
Disisi lain, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di pedesaan relatif
rendah yang menyebabkan pemanfaatan Sumer Daya Alam (SDA) yang
cenderung tidak dimanfaatkan dengan baik.
Untuk mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan desa, maka upaya konprehensif yang dilakukan adalah dengan
menitikberatkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat di
perdesaan.
a. Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat dan Wilayah/DaerahDengan memperhatikan masalah dan tantangan yang dihadapi
serta peluang yang ada dan berdasarkan misi yang diemban, maka
kebijakan pemberdayaan masyarakat dirumuskan sebagai berikut:
1) Pemberdayaan diarahkan pada penyelenggaraan mekanisme
demokrasi.
2) Pemberdayaan didasarkan atas potensi dan sumber daya
lokal.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
71
3) Pemberdayaan dilakukan melalui pengembangan inisiatif
lokal.
4) Pemberdayaan dijalankan dengan cara fasilitasi, komunikasi,
penguatan inisiatif dan pemberian penghargaan.
5) Pemberdayaan dilakukan dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab.
Dalam kerangka meningkatkan kemampuan serta
kemandirian masyarakat, maka pendekatan yang perlu
dikembangkan adalah sebagai berikut.
1) Menempatkan masyarakat sebagai subjek dan sekaligus
subjek dalam proses pemberdayaan masyarakat dan desa.
2) Mengembangkan usaha ekonomi produktif untuk
meningkatkan pendapatan serta kesejahtraan masyarakat dan
desa.
3) Optimalisasi peran aktif serta kemandirian masyarakat dan
desa dalam proses pemberdayaan.
4) Mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat
dan desa.
5) Optimalisasi manfaat serta pelestarian hasil untuk
keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat dan desa.
Pokok-pokok kebijakan program pemberdayaan masyarakat meliputi
beberapa hal sebagai berikut.
1) Mengembangkan kemampuan serta kemandirian masyarakat
melalui pemberdayaan di segala bidang kehidupan.
2) Pembangunan yang berpusat pada manusia, yaitu
menempatkan masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama
dalam proses pengelolaan pembangunan melalui
pengembangan kemampuan dan kemandirian masyarakat,
peningkatan partisipasi/peran aktif masyarakat, serta
pengembangan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab
masyarakat dalam pengelolaan pembangunan.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
72
3) Pemberdayaan yang meliputi, (a) aspek ekonomi, yaitu upaya
pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat, (b)
aspek sosial budaya, yaitu pemantapan nilai-nilai sosial
budaya lokal sebagai pengatur sikap dan prilaku bersama
menuju keharmonisan kehidupan masyarakat, (c) aspek
politik, yaitu pengembangan demokratisasi dalam proses
pengelolaan pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintahan, (d) aspek lingkungan, yaitu peran aktif
masyarakat dalam mendayagunakan Sumber Daya Alam (SDA)
dan melestarikan lingkungan agar dapat digunakan secara
berkelanjutan.
b. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Wilayah/daerahProgram dan kegiatan prioritas pemberdayaan meliputi:
1) Penataan dan pemantapan kelembagaan badan pemberdayaan
masyarakat di daerah, yaitu bimbingan, supervisi, dan
pengawasan dalam pembentukan organisasi perangkat daerah,
khususnya pembentukan Badan/Kantor pemberdayaan.
2) Pemantapan dan peningkatan kapasitas penyelenggaraan
pemerintahan, yaitu mengatur penetapan dan penegasan batas
wilayah/daerah, pembentukan dan penghapusan atau
penggabungan (desa, kecamatan) penggabungan desa,
perubahan status menjadi kelurahan, tata cara pelaporan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan,
pengelolaan keuangan, dan kerja sama wilayah/daerah.
3) Akselerasi program/kegiatan pembangunan berbasis dan
berorientasi pemberdayaan masyarakat, yaitu (a) Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), (b) pemantapan
peran kelembagaan dan kader pemberdayaan masyarakat, (c)
pengembangan lembaga ekonomi dan kegiatan sosial ekonomi
masyarakat, (d) peningkatan ketahanan dan kesejahtraan
keluarga, dan (e) pendayagunaan teknologi tepat guna dan
pelestarian lingkungan.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
73
4) Percepatan penanggulangan kemiskinan melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
5) Peningkatan kegiatan sosial ekonomi masyarakat melalui (a)
penguatan lembaga keuangan mikro dalam penyediaan kredit
modal usaha, (b) pengembangan infrastruktur sosial dan
ekonomi wilayah untuk mendukung percepatan pembangunan
ekonomi masyarakat, (c) pengembangan cadangan pangan
melalui lumbung pangan masyarakat, dan (d) penguatan peran
pasar dalam memasarkan produk masyarakat.
5. Pengembangan Sistem Rujukan dan Kemitraan1) Sistem Rujukan dan Kemitraan dalam Pelayanan Kesejahteraan
Sosial:
a) Dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari pelayanan
kesejahteraan sosial tingkat pertama/dasar yang berlanjut
sampai dengan tingkat diatasnya.
b) Pelayanan kesejahteraan sosial tingkat lanjutan/di atasnya
hanya dapat diberikan atas rujukan pelayanan di bawahnya,
kecuali dalam keadaan rescue; bencana; kekhususan
permasalahan; dan pertimbangan geografis.
c) Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan
peningkatan efektifitas pelayanan kesejahteraan sosial
rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan terdekat yang
memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan klien.
d) Keseluruhan pelayanan sesuai dengan levelnya dibatasi
dengan parameter standar yang terukur secara jelas
2) Tata Cara Rujukan:
a. Rujukan Vertikal : Antar pelayanan kesejahteraan sosialyang berbeda tingkatan dari yang lebihrendah/dasar ke yang lebih tinggi atausebaliknya.
b.Rujukan Horizontal : Antar pelayanan kesejahteraan sosialdalam satu tingkatan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
74
6. Peningkatan Akses Terhadap Pelayanan Sosial Dasar
Permasalahan penting yang masih dihadapi dalam
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial saat ini adalah terbatasnya
aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar yang berkualitas,
terutama pada kelompok penduduk miskin, penduduk daerah
tertinggal, terpencil dan di daerah perbatasan serta pulau-pulau
terluar. hal ini, antara lain, disebabkan oleh karena kendala jarak,
biaya dan kondisi fasilitas yang masih minim.
Kelompok kurang mampu/miskin pada umumnya mempunyai
tingkat kesejahteraan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
status kesejahteraan rata-rata penduduk. Rendahnya tingkat
kesejahteraan penduduk miskin/kurang mampu terutama disebabkan
oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan sosial dasar akibat
kendala geografis dan kendala biaya. Selain itu, penduduk
miskin/kurang mampu belum seluruhnya terjangkau oleh sistem
jaminan/asuransi sosial. Asuransi sosial sebagai suatu bentuk sistem
jaminan sosial sosial hanya menjangkau 18,7 persen penduduk.
Walaupun Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Kesejahteraan Sosial
(BPJS) telah ditetapkan serta didirikan, pengalaman di berbagai
wilayah menunjukkan bahwa keterjangkauan penduduk miskin
terhadap pelayanan sosial dasar belum cukup terjamin.
Meskipun pelayanan sosial dasar bagi penduduk miskin telah
tersedia, belum semua memanfaatkan pelayanan ini karena mereka
tidak mampu menjangkau fasilitas pelayanan yang disediakan akibat
kendala biaya, jarak dan transportasi. Permasalahan lainnya yang
berkaitan dengan distribusi kartu miskin adalah penyalahgunaan
Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) oleh orang yang tidak berhak.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
75
Banyak pihak yang mengharapkan bahwa asuransi sosial dapat
menjadi cikal bakal asuransi kesejahteraan sosial nasional. Namun,
banyak hal dari sistem dan pengelolaannya yang perlu disempurnakan.
7.Kegiatan Pelayanan Khusus bagi Anak-Anak, Perempuan, Lansia,ODK dan Lainnya.
Kebutuhan kabupaten/kota ramah PMKS pada dasarnya
merupakan suatu bentuk respon logis untuk promosi rasa
kesetiakawanan sosial dan kontribusi seluruh warga dalam
mempertahankan keberlangsungan kabupaten/kota.
Bagaimana merumuskan kriteria sebuah kabupaten/kota ramah
PMKS; Kabupaten/kota ramah PMKS paling kurang memenuhi 8
standar kehidupan, yaitu:
1) Tersedia fasilitas umum untuk semua warga, seperti; ruang
terbuka dan bangunan dengan lingkungan yang bersih,
menyenangkan dan tidak bising; taman yang menyenangkan; jalan
yang cukup lebar, aman dan pedestrian serta trotoar yang cukup
lebar untuk pejalan kaki; bangunan yang memiliki aksesibilitas
cukup dan toilet umum yang bersih;
2) Transportasi; jadwal angkutan yang tepat, ada prioritas jalan
masuk dan tempat duduk untuk lansia, perempuan dan anak-anak
serta penyandang disabilitas. Kendaraan yang tangganya rendah,
lantainya rendah dan tempat duduk yang nyaman, supir yang
sopan dan mau berhenti sabar menunggu penumpang, informasi
yang jelas, tempat parkir yang yang mudah terjangkau dekat
dengan gedung, tidak deskriminatif dan lain-lain;
3) Tersedia lingkungan perumahan untuk semua golongan warga
masyarakat yang menyenangkan serta memiliki aksesibilitas yang
dibutuhkan.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
76
4) Partisipasi Sosial; diantaranya adalah menyediakan tempat untuk
berkumpulnya warga masyarakat tidak terkecuali masyarakat kelas
bawah (marjinal) untuk melaksanakan aktivitas seperti usaha, olah
raga, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan
sosial dasar lainnya.
5) Penghormatan dan penghargaan dari lingkungan socialnya.
Penghormatan terhadap PMKS diharapkan dari seluruh warga
kabupaten/kota tanpa kecuali. PMKS ini dimudahkan dalam
berbagai kegiatan dan mendapat dukungan dari semua pihak, baik
oleh pemerintah, masyarakat maupun swasta.
6) Partisipasi dan pekerjaan; pada dasarnya PMKS tidak seluruhnya
tidak berdaya, kebanyakan malah masih cukup potensial sehingga
membutuhkan kegiatan dan lapangan pekerjaan.
7) Informasi dan komunikasi; PMKS diharapkan dapat bertemu dalam
pertemuan publik dipusat komunitas sehingga mereka dapat
menerima dan mengakses informasi yang diperlukan untuk
mereka. Komunikasi ini diharapkan dapat disampaikan dengan
bahasa yang sederhana dan bila perlu dicetak dalam bentuk leaflet
ataupun brosur dengan huruf yang cukup jelas dibaca oleh PMKS.
8) Tersedia pelayanan sosial dasar yang memadahi, seperti layanan
pendidikan, kesehatan dan bantuan sosial.
8.Perlindungan Hak Ulayat, Hukum Adat, Ilmu Pengetahuan danKearifan Lokal, Advokasi dan Legislasi.
Hak ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal
yang dimiliki masyarakat adat di Indonesia harus diangkat dan
dilindung.
Upaya ini penting untuk memberi manfaat yang lebih baik
kepada masyarakat. Selama ini telah banyak eksploitasi sumberdaya
alam maupun sosial, namun masyarakat lokal pemilik kekayaan tidak
mendapat manfaatnya secara optimal.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
77
Pembangunan ekonomi boleh jalan tapi masyarakat dan
lingkungan harus tetap lestari. Oleh karena itu, memperjuangkan
masyarakat melindungi hak ulayat dan kearifan local menjadi bagian
penting dari Pandu Gempita. Pembangunan yang berkelanjutan harus
melihat pada lingkungan karena lingkungan yang menjamin
keberlangsungan pembangunan tersebut. Terkait dengan hal ini, maka
dipandang perlu untuk senantiasa menjaga hak ulayat, hukum adat,
ilmu pengetahuan dan kearifan lokal yang berlaku di masing-masing
daerah agar tidak punah.
Hal itu memiliki tujuan untuk melindungi hak ulayat, hukum
adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal, mengendalikan
pemanfaatannya serta menjamin pemenuhan hak masyarakat dan
menjadi dasar kebijakan perlindungan dan pengelolaan yang dapat
digunakan sebagai pengembangan kebijakan publik baik di tingkat
internasional, nasional, maupun daerah.
Pemerintah kabupaten/kota sebagai pemegang otoritas
berwenang untuk hak ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan
kearifan lokal. Untuk mengimplementasikan hal tersebut maka peme-
rintah perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Mengatur dan mengembangkan kebijakan perlindungan hak ulayat,
hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal.
2) Mengatur pemanfaatan dan pengelolaan hak ulayat, hukum adat,
ilmu pengetahuan dan kearifan.
3) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang
lain atau subyek hukum lainya serta pembuatan hukum terhadap
sumber sumberdaya, termasuk sosial kapital.
4) Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
5) Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi hak
ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9. Transformasi Strategi Untuk Keberlanjutan Program
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
78
Kegiatan pada tahap transformasi strategi pelaksanaan Pandu Gempita
meliputi:
a. Fasiilitasi dalam rangka Optimalisasi Manfaat
1) Mengoptimalkan partisipasi sosial masyarakat sebagai modal sosial.
2) Mengefektifkan pemeliharaan dan pelestarian hasil-hasil
pelaksanaan Pandu Gempita
3) Mengoptimalkan pemanfaatan hasil pelaksanaan Pandu Gempita
untuk sebanyak-banyaknya meningkatkan taraf kesejahteraan
sosial masyarakat.
b. Fasilitasi dalam rangka Pelestarian
1) Melembagakan pelaksanaan Pandu Gempita.
2) Melakukan rekonsiliasi dan penilaian kinerja pelaksanaan Pandu
Gempita.
c. Fasilitasi dalam rangka Pengembangan
1) Memperbesar jumlah penerima manfaat dan memperluas
jangkauan pelayanan dalam pelaksanaan Pandu Gempita secara
efektif dan efisien.
2) Deversifikasi dan peningkatan kegiatan dalam rangka
pelaksanaan Pandu Gempita.
3) Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan dalam
pelaksanaan Pandu Gempita.
4) Meningkatkan kuantitas dan kualitas pengendalian dalam
pelaksanaan Pandu Gempita.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
79
BAB VORGANISASI PELAKSANAAN DAN
MEKANISME KERJA
Pandu Gempita dilakukan secara terorganisir dan berkelanjutan,
sehingga pada tahap awal ini dapat diharapkan mampu mewujudkan
pengembangan model kebijakan, strategi dan program kesejahteraan
sosial secara terpadu dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan
serta masalah sosial lainnya. Dengan demikian pada gilirannya nanti
dapat diadopsi oleh Kabupaten/kota lain di seluruh Indonesia menuju
terwujudnya sistem kesejahteraan sosial nasional yang inovatif dan
kompetitif. Untuk itu, diperlukan dukungan dari semua pihak, termasuk
Pemerintah Provinsi, pendamping, pilar-pilar partisipan sosial dan
instansi/lembaga sektoral terkait dalam pelaksanaannya.
A. Struktur Organisasi1. Pemerintah (Pusat)
a. Pemerintah (pusat) cq Kementerian Sosial RI adalah penanggung
jawab program dan kegiatan Pandu Gempita.
b. Untuk mendukung pelaksanaan program tersebut dibentuk Unit
Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli
Kabupaten/Kota (UP Pandu Gempita) Pusat yang berkedudukan
di Kementerian Sosial RI .
c. UP Pandu Gempita (pusat) mewadahi dua komponen, masing-
masing adalah Tim Koordinasi Pandu Gempita (pusat) pada
level kebijakan dan Tim Teknis (pusat) untuk operasionalisasi
program.
d. Kementerian/lembaga sektoral pada tingkat pusat berperan
sebagai penyalur bantuan sosial
2. Pemerintah Provinsi
a. Pada tingkat provinsi dibentuk Unit Pelayanan Terpadu dan
Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota (UP Pandu
Gempita) yang berkedudukan di Dinas/instansi Sosial Provinsi.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
80
b. UP Pandu Gempita Provinsi mewadahi Tim Koordinasi Pandu
Gempita Provinsi.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Pada tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Unit Pelayanan Terpadu
dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota yang
berkedudukan di Dinas/instansi Sosial Kabupaten/Kota.
b. UP Pandu Gempita Kabupaten/Kota mewadahi Tim Koordinasi
Pandu Gempita Kabupaten/Kota.
c. Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan, maka pada tingkat
Kabupaten/Kota dapat dibentuk UP Pandu Gempita lokal.
e. Dinas/instansi/lembaga sektoral pada tingkat Kabupaten/Kota
berperan sebagai pemberi layanan atau penyalur bantuan sosial
setelah mendapat persetujuan pusat kesejahteraan sosial/
layanan satu atap.
4. Kecamatan
Tanggung jawab teknis pelaksanaan kegiatan ini berada pada
pemerintah tingkat kecamatan.
Mereka adalah para petugas penyalur bantuan yang secara sinergis
bersama-sama SDM Kesejahteraan Sosial (Pendamping Pandu
Gempita, Peksos, TKSM dan Relawan Sosial) sebagai ujung tombok
pelaksanaan di lapangan.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
81
Struktur organisasi pelaksanaan Pandu Gempita dapat
digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Gambar 5.1. Struktur Organisasi Pelaksanaan Pandu Gempita
B. Tugas dan Fungsi
1. Kementerian Sosial RI
Kementerian Sosial RI melalui UP Pandu Gempita Pusat sebagai
penanggung jawab Pandu Gempita, mempunyai kewajiban
memfasilitasi koordinasi persiapan dan pelaksanaan serta
mengendalikan, dengan melaksanakan tugas antara lain:
a. Merumuskan kebijakan Pandu Gempita.
b. Membentuk UP Pandu Gempita Pusat
c. Memfasilitasi terbentuknya Tim Koordinasi dan Tim Teknis
Pandu Gempita Pusat
d. Menyusun Pedoman Umum Pandu Gempita, sebagai acuan
dalam pelaksanaannya.
UP Pandu Gempita Lokal
UP Pandu GempitaDinasos Provinsi
Tim Koordinasi PanduGempita Provinsi
Provinsi
Kemensos RIUP Pandu Gempita Pusat
Tim Koordinasi PanduGempita Pusat & Tim
Teknis
Lembaga Penyalurbantuan Sosial
UP Pandu GempitaDinasos Kabupaten/kota
Tim Koordinasi PanduGempita Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kecamatan
Pendamping, Peksos,TKSM Relawan Sosial
Lembaga Penyalurbantuan Sosial
Pusat
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
82
e. Menyusun Panduan Teknis, seperti Manajemen Operasional
pelayanan satu atap, Pembinaan, Pengawasan dan
Pendampingan serta lainnya, untuk mengarahkan kegiatan
dalam mencapai tujuan dan sasaran kebijakan yang ditetapkan.
f. Menggalang kemitraan dengan kementerian/lembaga sektoral
terkait tingkat pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota
dalam pelaksanaan fasilitasi dan pengendalian program.
g. Mengalokasikan anggaran Pandu Gempita melalui APBN
h. Menyusun laporan pertanggungjawaban sebagai penyelenggara
program dan anggaran.
i. Memfasilitasi pembentukan dan berfungsinya Unit Pengaduan
Masyarakat Tingkat Pusat.
2. Pemerintah Provinsi
a. Membentuk UP Pandu Gempita Provinsi
b. Memfasilitasi terbentuknya Tim Koordinasi Pandu Gempita
Provinsi
c. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai keperluan
dengan mengacu pada Penduan Umum dan Panduan Teknis.
d. Melakukan koordinasi lintas sektoral antar instansi di tingkat
propinsi dalam rangka pelaksanaan Pandu Gempita.
e. Melakukan koordinasi dengan Tim Koordinasi Pandu Gempita
Kabupaten/kota dalam pengendalian (pemantauan, supervisi,
evaluasi dan pelaporan) serta membantu mengatasi
permasalahan di lapangan.
f. Mengalokasikan anggaran Pandu Gempita melalui APBD Provinsi
g. Menyusun laporan hasil pengendalian serta menyampaikan
laporan ke UP Pandu Gempita Pusat.
h. Memfasilitasi pembentukan dan berfungsinya Unit Pengaduan
Masyarakat Tingkat Provinsi.
3. Pemerintah kabupaten/kota
a. Menandatangani MoU dan kesepakatan bersama pelaksanaan
Pandu Gempita dengan Kementerian Sosial RI
b. Membentuk UP Pandu Gempita Kabupaten/kota
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
83
c. Memfasilitasi terbentuknya Tim Koordinasi Pandu Gempita
Kabupaten/kota dan tingkat lokal.
d. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai keperluan
dengan mengacu pada Penduan Umum dan Panduan Teknis.
e. Melakukan koordinasi lintas sektoral antar instansi di tingkat
Kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan Pandu Gempita.
f. Melakukan koordinasi dengan Tim Koordinasi Pandu Gempita
Kabupaten/kota, tingkat lokal dan petugas pelaksana lapangan
dalam pengendalian (pemantauan, supervisi, evaluasi dan
pelaporan) serta membantu mengatasi permasalahan di
lapangan.
g. Mengalokasikan anggaran Pandu Gempita melalui APBD
Kabupaten/kota
h. Menyusun laporan hasil pengendalian serta menyampaikan
laporan ke UP Pandu Gempita Pusat dan provinsi.
i. Memfasilitasi pembentukan dan berfungsinya Unit Pengaduan
Masyarakat Tingkat kabupaten/kota dan tingkat lokal.
4. Pendamping, Peksos, Relawan Sosial dan petugas Pandu Gempita
pada Tingkat Kecamatan lainnya:
a. Menjalin komunikasi, memberikan informasi dan edukasi (KIE)
serta menampung dan menyalurkan aspirasi Masyarakat.
b. Melakukan pendekatan dan koordinasi dengan para pemangku
kepentingan serta sistem sumber lainnya guna mendapatkan
dukungan.
c. Memfasilitasi, memediasi, mengadvokasi dan memotivasi
masyarakat dalam pelaksanaan program/kegiatan.
d. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pimpinan dalam
pelaksanaan Pandu Gempita.
e. Melaporkan kegiatannya kepada Tim Koordinasi Pandu Gempita
Kabupaten/kota dan tingkat lokal.
5. Instansi/lembaga Sektoral Terkait:
a. Koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan Pandu Gempita
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
84
b. Menjalin relasi, komunikasi dan pertukaran informasi antar
instansi/lembaga/unit dalam rangka pelaksanaan Pandu
Gempita
c. Mewujudkan sinergisitas program/kegiatan lintas
instansi/lembaga/unit dalam rangka pelaksanaan Pandu
Gempita
d. Membangun kesepahaman dan kerjasama kemitraan strategis
dalam pelaksanaan Pandu Gempita
e. Memberikan fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita melalui one
stop services sesuai tugas dan fungsi pokok masing-masing
dalam perannya sebagai penyalur bantuan sosial.
f. Mengawasi, memonitor, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan program/kegiatan fasiitasi pelaksanaan Pandu
Gempita sesuai jalur dan jenjang dalam Struktur Organisasi
Pelaksanaan.
C. Prosedur KerjaMengacu pada struktur organisasi pelaksanaan serta tugas dan
fungsinya, maka mekanisme pelaksanaan Pandu Gempita dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
1. Kementerian Sosial RI melalui UP Pandu Gempita Pusat sebagai
penanggung jawab, menyelenggarakan Pandu Gempita pada skala
nasional. Melalui kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang
digariskan berupaya untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan
pelaksanaan Pandu Gempita, mulai dari tahap persiapan,
pelaksanaan sampai pada pengendaliannya. Koordinasi dilaksanakan
secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal bertanggung jawab
untuk mengkoordinasikan program/kegiatan dengan
kementerian/lembaga di tingkat nasional. Sedangkan secara vertikal
dilakukan secara khirarkhis mulai para tingkat pemerintah provinsi,
kabupaten/kota, hingga pendamping dan petugas pelaksana teknis
lainnya.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
85
2. Pemerintah Provinsi sebagai penanggung jawab fungsional dan
pengendali, melalui UP Pandu Gempita Provinsi melaksanakan Pandu
Gempita sesuai kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang
digariskan Pemerintah (pusat) di wilayah kerja masing-masing.
Fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita, dilakukan mulai dari tahap
persiapan, pelaksanaan sampai pada pengendaliannya. Secara
horizontal bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pelaksanaan
program/kegiatan dengan dinas/instansi/lembaga/unit kerja sektoral
terkait di tingkat provinsi. Sedangkan secara vertikal dilakukan
secara khirarkhis mulai para tingkat pemerintah kabupaten/kota
hingga pendamping dan petugas pelaksana teknis lainnya.
3. Pemerintah Kabupaten/kota sebagai penanggung jawab pelaksana,
melalui UP Pandu Gempita Kabupaten/kota dan lokal melaksanakan
Pandu Gempita sesuai kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang
digariskan Pemerintah (pusat) dan Pemerintah Provinsi serta Mou
dan kesepakatan bersama yang telah ditandatangani di wilayah kerja
masing-masing. Fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita, dilakukan
mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai pada
pengendaliannya. Secara horizontal bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan program/kegiatan dengan
dinas/instansi/lembaga/unit kerja sektoral terkait di tingkat
kabupaten/kota. Sedangkan secara vertikal dilakukan secara
khirarkhis pada tingkat Kecamatan hingga pendamping dan petugas
pelaksana teknis lainnya.
4. Pendamping dan petugas pelaksana teknis lainnya sebagai ujung
tombak pelaksanaan Pandu Gempita menjalankan aktifitasnya sesuai
kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang digariskan Pemerintah
(pusat), Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota di wilayah kerja
masing-masing. Fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita, dilakukan
mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai pada
pengendaliannya. Secara teknis dan fungsional bertanggung jawab
untuk mengkoordinasikan pelaksanaan program/kegiatan di
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
86
lapangan serta dengan aparat dinas/instansi/lembaga/unit kerja
sektoral terkait.
5. Instansi/lembaga Sektoral terkait dalam perannya sebagai lembaga
penyalur bantuan sosial, sesuai kebijakan, strategi, program dan
kegiatan yang digariskan Pemerintah pada levelnya turut serta
berpartisipasi secara aktif melaksanakan Pandu Gempita di wilayah
kerja masing-masing. Fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita dapat
dilakukan mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai pada
pengendaliannya. Secara teknis fungsional dapat berkoordinasi dan
bekerjasama sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
D.Alur KerjaBerdasarkan prosedur kerja seperti uraian di atas, maka alur kerja
pelaksanaan Pandu Gempita dapat digambarkan dalam bentuk skema
sebagai berikut:
Gambar 5.2. Alur Kerja pelaksanaan Pandu Gempita
UP PANDU GEMPITADinasos Provinsi
Tim Koordinasi PANDUGEMPITA Provinsi
Provinsi
Kemensos RIUP PANDU GEMPITA Pusat
Tim Koordinasi PANDUGEMPITA Pusat & Tim
Teknis
Lembaga Penyalur bantuanSosial
UP PANDU GEMPITADinasos Kabupaten/kota
Tim Koordinasi PANDUGEMPITA Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
UP PANDU GEMPITALokal
Kecamatan
Pendamping, Peksos, TKSMRelawan Sosial
Lembaga Penyalur bantuanSosial
Pusat
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
87
BAB VIPENGEMBANGAN SDM
A. Rekrutmen SDM Pandu GempitaTersedianya SDM Pandu Gempita yang kompeten (memiliki
kecakapan dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan), sangat
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan dalam
upaya mencapai tujuan.
1. Kriteria SDM Pandu GempitaFasilitator Pandu Gempita, baik sebagai pendamping, TKS atau
relawan sosial selayaknya merupakan kaidah. Dengan demikian
dilakukan oleh orang yang berkompeten dan secara terus-menerus.
Jadi bukan hanya sekedar sebagai kebijaksanaan, dalam arti
kegiatan fasilitasi hanya merupakan suatu kebijakan penyela
terhadap kebijakan lain yang memiliki dimensi temporal yang lebih
panjang.
Kegiatan fasilitasi perlu memiliki tujuan dan sasaran yang jelas
dan merupakan sesuatu yang dapat diukur. Pencapaian tujuan dan
sasaran akan lebih terarah apabila dirumuskan secara berjenjang
serta bertahap. Dengan cara ini, upaya fasilitasi dapat dimonitor dan
dievaluasi tingkat keberhasilannya.
Perekrutan SDM Pandu Gempita merupakan salah satu tahap
yang menentukan bagi keberhasilan program. Proses rekruitmen ini
harus dapat menghasilkan SDM yang berdedikasi tinggi dan
mempunyai motivasi yang kuat untuk membantu pihak-pihak terkait
dalam pelaksanaan Pandu Gempita.
Atas dasar itu, maka pendampingan Pandu Gempita bukanlah
merupakan suatu tugas yang mudah. Untuk menjadi seorang Pandu
Gempita, dipersyaratkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki, yakni:
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
88
a. Pendamping:
1) Berstatus PNS (jabatan fungsional Pekerja Sosial) atau Non
PNS (Satuan Bakti Pekerja Sosial)
2) Diprioritaskan berdomisili di Kabupaten/kota tempat lokasi
3) Sehat jasmani dan rohani (mental sosial dan spiritual).
4) Jenjang pendidikan minimal S1 Pekerjaan Sosial atau bidang
Ilmu Kesejahteraan Sosial.
5) Prioritas diberikan kepada yang sudah berpengalaman
di bidang pendampingan pemberdayaan masyarakat.
6) Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk
membantu pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan Pandu
Gempita.
7) Memiliki profesionalitas, motivasi dan kematangan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
8) Memiliki kemauan/integritas yang sangat kuat untuk
membagi apa yang dianggapnya baik bagi pelaksanaan
Pandu Gempita.
9) Memiliki kemampuan memfasilitasi perubahan dan
pengembangan individu, keluarga, kelompok maupun
komunitas
10) Memiliki kompetensi kognitif atau pengetahuan yang dalam
dan luas dibidang pelaksanaan Pandu Gempita.
11) Memiliki kemampuan dalam mengumpulkan data,
menganalisis dan identifikasi masalah, baik sendiri maupun
bersama-sama pengelola Pandu Gempita lainnya.
12) Memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi atau
membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan.
13) Memiliki kemampuan berorganisasi dan mengembangkan
kelembagaan.
14) Bersedia dan sanggup mematuhi peraturan dan tata laksana
Pandu Gempita.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
89
Selain kriteria tersebut, pendamping perlu memiliki kemampuan
untuk dapat berfungsi sebagai pemrakarsa, penunjuk jalan,
pendorong, pendamai, pengumpul fakta dan pemberi fakta, serta
penyelarasan (konvergensi) kepentingan-kepentingan semua
pihak.
b. TKS Aparatur Pemerintah:
1) Berstatus sebagai PNS.
2) Diutamakan mereka yang punya komitmen tinggi pada
pemahaman kebutuhan masyarakat dan bersedia
ditempatkan di lokasi kegiatan
3) Diprioritaskan berdomisili di Kabupaten/kota tempat lokasi.
4) Sehat jasmani dan rohani (mental sosial dan spiritual).
5) Jenjang pendidikan minimal SLTA.
6) Prioritas diberikan kepada yang sudah berpengalaman
di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
7) Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk
membantu pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan Pandu
Gempita.
8) Memiliki profesionalitas, motivasi dan kematangan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
9) Memiliki kemauan/integritas yang sangat kuat untuk
membagi apa yang dianggapnya baik bagi pelaksanaan
Pandu Gempita.
10) Memiliki kemampuan memfasilitasi perubahan dan
pengembangan individu, keluarga, kelompok maupun
komunitas
11) Memiliki kompetensi kognitif atau pengetahuan yang dalam
dan luas dibidang pelaksanaan Pandu Gempita.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
90
12) Memiliki kemampuan dalam mengumpulkan data,
menganalisis dan identifikasi masalah, baik sendiri maupun
bersama-sama pengelola Pandu Gempita lainnya.
13) Memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi atau
membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan.
14) Memiliki kemampuan berorganisasi dan mengembangkan
kelembagaan.
15) Bersedia dan sanggup mematuhi peraturan dan tata laksana
Pandu Gempita.
Selain kriteria tersebut, TKS perlu memiliki kemampuan untuk
dapat berfungsi sebagai pemrakarsa, penunjuk jalan, pendorong,
pendamai, pengumpul fakta dan pemberi fakta, serta penyelarasan
(konvergensi) kepentingan-kepentingan semua pihak.
c. Relawan Sosial:
1) Berstatus bukan sebagai PNS.
2) Diutamakan mereka yang punya komitmen tinggi pada
pemahaman kebutuhan masyarakat dan bersedia
ditempatkan di lokasi kegiatan
3) Diprioritaskan berdomisili di Kabupaten/kota tempat lokasi
4) Sehat jasmani dan rohani (mental sosial dan spiritual).
5) Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk
membantu pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan Pandu
Gempita.
6) Memiliki kemauan/integritas yang sangat kuat untuk
membagi apa yang dianggapnya baik bagi pelaksanaan
Pandu Gempita.
7) Memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi atau
membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
91
8) Bersedia dan sanggup mematuhi peraturan dan tata laksana
Pandu Gempita.
Selain kriteria tersebut, relawan sosial perlu memiliki kemampuan
untuk dapat berfungsi sebagai pemrakarsa, penunjuk jalan,
pendorong, pendamai, pengumpul fakta dan pemberi fakta, serta
penyelarasan kepentingan-kepentingan semua pihak.
2. Mekanisme Perekrutan Pendamping1) Rekruitmen SDM Pandu Gempita dilaksanakan oleh
Dinas/instansi/ kantor/unit kerja sosial kabupaten/kota.
2) Proses rekrutmen/seleksi penerimaan SDM Pandu Gempita
menggunakan sistem gugur, meliputi tahapan:
a) Tes kesehatan.
b) Seleksi administrasi
c) Test tertulis dengan materi potensi akademik, pengetahuan
umum dan pengetahuan khusus tentang PMD dan Pandu
Gempita.
d) Tes Psikologi/Diskusi Kelompok/Wawancara.
3) Wawancara.
Persyaratan Umum
a) Mendaftar/menyampaikan lamaran yang ditujukan kepada
Bupati/walikota c.q. Dinas/instansi/kantor/unit kerja sosial
setempat.
b) Menyampaikan lamaran sesuai batas waktu yang ditentukan
Panitia
c) Panitia Rekrutmen hanya memproses surat lamaran yang
dikirim melalui alamat tercantum di atas.
d) Test/seleksi penerimaan dilaksanakan secara serentak dalam
waktu yang bersamaan di kabupaten/kota yang bersangkutan.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
92
e) Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan Surat
Keterangan dari Lembaga Pelayanan Kesehatan Resmi
(Puskesmas, Rumah Sakit dan lain sejenisnya).
f) Tidak dipungut biaya apapun untuk mengikuti program
rekrutmen/seleksi penerimaan calon pendamping Pandu
Gempita.
g) Hanya Pelamar yang memenuhi persyaratan yang akan
dipanggil untuk mengikuti seleksi/test yang diselenggarakan
dengan sistem gugur.
h) Tidak ada korespondensi berkaitan dengan rekrutmen.
i) Keputusan Panitia tidak dapat diganggu gugat.
4) Surat Lamaran
Surat lamaran ditujukan kepada ditujukan kepada
Bupati/walikotai c.q. Dinas/instansi/kantor/unit kerja sosial
setempat, dengan melampirkan:
a) Riwayat hidup ( CV ).
b) Foto copy ijasah minimal:
o Pendamping : S1 Pekerjaan Sosial atau Ilmu
Kesejahteraan Sosial dan transkripsi nilai,
keduanya telah dilegalisir.
o TKS : SLTA yang telah dilegalisir.
o Relawan Sosial : SLTP yang telah dilegalisir.
c) Foto copy KTP dan Akte Kelahiran.
d) Pas foto terbaru ukuran 4 x 6 sebanyak 3 lembar.
e) Surat keterangan berbadan sehat Lembaga Pelayanan
Kesehatan Resmi (Puskesmas, Rumah Sakit dan lain
sejenisnya).
f) Melampirkan pernyataan sanggup melaksanakan tugas
pendampingan Pandu Gempita sesuai peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
93
g) Surat lamaran yang telah dikirim/diterima oleh Panitia tidak
dapat ditarik kembali.
h) Pengumuman-pengumuman selanjutnya yang berkaitan
dengan rekrutmen disampaikan kemudia.
B. Pelatihan Sumber Daya Manusia Pandu Gempita.
Kegiatan pelatihan pendamping dan fasilitator (TKS dan relawan
Sosial) ini adalah untuk menyiapkan SDM pedukung agar memahami
situasi tempat bekerja, mampu mengidentifikasi serta memberikan
alternatif penyelesaian masalah yang dihadapi di lapangan. Pelatihan
untuk pendamping dan fasilitator dilakukan oleh BBPPKS regional yang
bersangkutan. Materi pelatihan meliputi materi dasar, inti dan
penunjang, dengan mengkategorikan sebagai berikut:
a. Pendamping: Menekankan pada peningkatan kompetensi Spesialis
dengan tidak mengabaikan keterampilan teknis dan bidang.
b. TKS: Menekankan pada peningkatan kompetensi genelaris dengan
tidak mengabaikan keterampilan teknis dan bidang.
c. Relawan Sosial: Menekankan pada peningkatan kompetensi
praktis/teknis.
Uraian selengkapnya tentang pelatihan pendamping dan fasilitator
pengembangan Pandu Gempita masing-masing akan dibahas dalam
Modul tersendiri.
C. Pemantapan Manajemen Pandu Gempita.Pemantapan manajemen Pandu Gempita ini adalah untuk
menyiapkan SDM pengelola agar memahami dan cakap
melaksanakan keseluruhan kegiatan Pandu Gempita. Pemantapan
Pandu Gempita diperuntukkan bagi semua pengelola sesuai dengan
levelnya. Kegiatan ini dapat diselenggarakan oleh BBPPKS regional
setempat atau Kabupaten/kota serta pihak lain sesuai dengan
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
94
keperluan. Uraian selengkapnya tentang Pemantapan Manajemen
Pandu Gempita dibahas dalam Modul tersendiri.
Kegiatan pemantapan manajemen Pandu Gempita dengan
dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan atau
bimbingan teknis.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
95
BAB VIIP E N G E N D A L I A N
A. Indikator Keberhasilan1. Indikator Dampak
a. Peningkatan kualitas hidup (terpenuhi kebutuhan dasar)
b. Keberdayaan masyarakat (aktualisasi diri dan koaktualisasi
eksistensi komunitas)
c. Ketahanan Sosial masyarakat
2. Indikator Pengeluaran
a. Ramah PMKS (persuasif, aksesibilitas, kemudahan)
b. Apresiasi (kesadaran, tanggung jawab & peran aktif)
c. Pemanfaatan sumber sosial ekonomi berkelanjutan
d. Mekanisme penanganan & pencegahan oleh masyarakat
3. Indikator Indikator
a. Pengendalian (bobot dan pertumbuhan) masalah sosial satu
atap.
b. Peningkatan cakupan pelayanan.
c. Derajat penggunaan potensi dan sumber masyarakat
d. Peran aktif masyarakat
B. Indikator kinerja Pandu Gempita sampai dengan tahun 20141. Terbangunnya layanan satu atap untuk penanggulangan kemiskinan
dan masalah sosial lainnya
2. Peningkatan aksesibilitas layanan sosial dasar yang mudah,
murah/gratis, berkualitas bagi warga miskin dan rentan (pangan,
pendidikan, kesehatan, perumahan, lapangan kerja, air bersih,
layanan kesos, dll)
3. Bangkitnya gerakan kesetiakawanan sosial terpadu (bedah kampung,
aksi bersama, CSR, dll)
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
96
4. Terbangunnya mekanisme yang ramah dalam penanganan
penyandang masalah sosial
5. Terbangunnya sarana prasarana mobilitas bagi penyandang
disabilitas dan kelompok rentan (lansia, perempuan hamil dan anak-
anak)
C. Mekanisme PengendalianMekanisme pengendalian disusun sebagai rambu-rambu bagi
para penyelenggara maupun pelaksana atau bahkan bagi
pendamping/fasilitator. Pengendalian merupakan upaya agar program
atau kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah digariskan.
Pengendalian Pandu Gempita dilakukan dengan membentuk
Tim Pengendali yang terdiri dari unsur tingkat (pusat) provinsi,
kabupaten/kota dan lokal. Struktur Tim Pengendali Pandu Gempita
dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Gambar 7.1. Struktur Pengendali Pandu Gempita
Penanggung Jawab Pandu Gempita(Kementerian Sosial)
Tim Pengendali Tk. Pusat(UP Pandu Gempita Pusat)
Tim Pengendali Tk Provinsi (UPPandu Gempita Provinsi)
Tim Pengendali Tk.Kabupaten/Kota (UP PanduGempita Kabupaten/Kota)
Tim Pengendali Tk. Lokal(UP Pandu Gempita Lokal)
PendampingPandu Gempita
Instansi/LembagaSektoralTerkait
Warga Masyarakat
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
97
Ada tiga fungsi, yang harus dilakukan oleh tim pengendali yaitu
fungsi pengembangan program, pengawasan dan fungsi pendampingan.
Dalam prosesnya, pengendalian dijalankan juga dari tingkat pusat
sampai ke daerah.
a. Supervisi
1) Tujuan, supervisi bertujuan untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam pelaksanaan kegiatan serta membantu
mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan.
2) Pelaksana
a) Kementerian Sosial
b) Dinas/ Instansi Sosial Provinsi
c) Instansi sektoral terkait
d) Kabupaten/ Kota.
e) Pendamping/fasilitator
f) Lembaga non pemerintah.
3) Sasaran, lembaga pelaksana, tim pengelola, pendamping dan tim
pengendali.
4) Pelaksanaan, pertemuan antara supervisor dengan pengurus
lembaga pelaksanan, tim pengelola, pendamping dan tim
pengendali yang dilakukan secara berkala.
5) Aspek-aspek Supervisi
a) Kondisi sumber daya manusianya
b) Manajemen pengelolaan
c) Pemanfaatan dana yang tersedia
d) Proses pelaksanaan Pandu Gempita
e) Pendampingan sosial
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
98
b. Pengawasan
1) Tujuan
a) Memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
telah menjalankan peranan dan fungsi sesuai tugas serta
tanggung jawab masing-masing.
b) Mengetahui proses pelaksanaan program
2) Pelaksana
a) Kementerian Sosial
b) Dinas/ Instansi Sosial Provinsi
c) Pemerintah Kabupaten/Kota
d) Instansi sektoral terkait
e) Pendamping Sosial
3) Pelaksanaan, dilakukan dengan cara mengamati, menanyakan
dan mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan proses
pelaksanaan kegiatan.
4) Aspek-aspek Pengawasan
a) Managerial kelembagaan
b) Pelaksanaan Pandu Gempita
c) Perluasan jangkauan dan peningkatan kualitas Pandu
Gempita.
d) Pemanfaatan Pandu Gempita.
e) Pendampingan.
c. Evaluasi
1) Tujuan, untuk mengetahui kesiapan, hambatan, peluang dan
tingkat keberhasilan pelaksanaan program sebagai acuan dalam
upaya perbaikan dan penyempurnaan.
2) Pelaksana:
a) Departemen Sosial
b) Dinas /Instansi Sosial Provinsi
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
99
c) Dinas /Instansi Sosial Kabupaten / Kota
d) Instansi sektoral terkait
e) Pendamping sosial
3) Pelaksanaan
a) Dilakukan secara bersama-sama antara Kementerian Sosial,
Dinas /Instansi Sosial Provinsi, Kabupaten/Kota, penerima
santunan, pendamping, tim pengelola, lembaga pelaksana, dan
pihak-pihak terkait.
b) Dilakukan pada awal, saat berjalan dan akhir setiap periode
kegiatan atau saat dibutuhkan.
4) Aspek-aspek yang dievaluasi
a) Tujuan Pandu Gempita.
b) Efektifitas kegiatan Pandu Gempita.
c) Target pencapaian Pandu Gempita.
d) Kinerja petugas.
e) Manajemen pelayanan.
f) Proses pelayanan.
g) Kelayakan sarana dan prasarana Pandu Gempita.
h) Pendampingan sosial.
d. Laporan
1) Laporan bertujuan, untuk menginformasikan pelaksanaan Pandu
Gempita baik dari sisi masukan/input, proses, keluaran/output,
dan kendala pelaksanaan Pandu Gempita serta tingkatan
pencapaian dari indicator kinerja yang telah disusun sebelumnya
sebagai bahan/dokumen bagi perkembangan pelaksanaan
kegiatan Pandu Gempita lebih lanjut.
2) Laporan, dilakukan oleh pendamping, tim pengelola, lembaga
pelaksana, Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota, Provinsi
kepada Departemen Sosial secara berjenjang.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
100
3) Pelaksanaan, pelaporan dibuat setiap triwulan, semester dan
akhir tahun kegiatan atau setiap waktu bilamana dipandang perlu
dan mendesak harus dilaporkan.
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
101
BAB VIII
PENUTUP
Pedoman Pandu Gempita diharapkan dapat menjadi acuan dan
pendorong bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial terpadu untuk mewujudkan Kota/Kabupaten yang
maju, aman, adil dan sejahtera searah dengan pembangunan nasional.
Indikator Kabupaten/Kota dapat dinilai sejahtera jika :
1. Terbangunnya layanan satu atap untuk penanggulangan kemiskinan
dan masalah sosial lainnya.
2. Peningkatan aksesibilitas layanan sosial dasar yang mudah,
murah/gratis, berkualitas bagi warga miskin dan rentan (pangan,
pendidikan, kesehatan, perumahan, lapangan kerja, air bersih, layanan
kesos, dan lain-lain).
3. Bangkitnya gerakan kesetiakawanan sosial terpadu (bedah kampung,
aksi bersama, CSR, dan lain-lain).
4. Terbangunnya mekanisme yang ramah dalam penanganan penyandang
masalah sosial.
5. Terbangunnya sarana prasarana mobilitas bagi penyandang disabilitas
dan kelompok rentan (lansia, perempuan hamil dan anak-anak).
Dalam pelaksanaan Pandu Gempita harus dilakukan beberapa
langkah untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pembangunan
kesejahteraan sosial, antara lain:
1. Harus diciptakan pelayanan sosial terpadu yang berkelanjutan;
2. Menyediakan layanan yang mudah diakses, dikontrol dan menjangkau
seluruh warga yang mengalami masalah kesejahteraan sosial;
3. Sistem dan program kesejahteraan sosial yang melembaga dan
professional didukung oleh SDM Pekerja Sosial dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
102
4. Melibatkan peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah,
kalangan perguruan tinggi, swasta, maupun masyarakat dalam satu
kesatuan gerakan pembangunan kesejahteraan sosial.
5. Memastikan penyelenggaran pembangunan kesejahteraan sosial terarah,
terpadu dan berkelanjutan.
MENTERI SOSIAL
REPUBLIK INDONESIA,
SALIM SEGAF AL JUFRI
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review
Downloaded from IdnJournal.com | Indonesia Social Welfare Review