kepentingan prancis melakukan perdagangan senjata...
TRANSCRIPT
KEPENTINGAN PRANCIS MELAKUKAN
PERDAGANGAN SENJATA DENGAN ARAB SAUDI
PERIODE 2015 - 2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Muthia Aljufri
11151130000090
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/1440 H
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
KEPENTINGAN PRANCIS MELAKUKAN PERDAGANGAN SENJATA
DENGAN ARAB SAUDI PERIODE 2015 – 2017
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Agustus 2019
Muthia Aljufri.
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Muthia Aljufri
NIM : 11151130000090
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
“KEPENTINGAN PRANCIS MELAKUKAN PERDAGANGAN SENJATA
DENGAN ARAB SAUDI PERIODE 2015 - 2017”
dan telah memenuhi syarat untuk diuji,
Jakarta, 12 Agustus 2019
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi, Pembimbing,
Ahmad Alfajri, MAIR Irfan R. Hutagalung, LL.M
NIP. 1985070220119031005
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KEPENTINGAN PRANCIS MELAKUKAN PERDAGANGAN SENJATA
DENGAN ARAB SAUDI PERIODE 2015 - 2017
oleh
Muthia
11151130000090
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
26 Agustus 2019 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Ahmad Alfajri, MAIR
NIP. 1985070220119031005
Khoirun Nisa, MA. Pol
NIP. 198503112018012001
Penguji I,
Penguji II,
Rahmi Fitriyanti, M.Si
NIP.197709142011012004
Ahmad Alfajri, MAIR
NIP. 1985070220119031005
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal……….
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
Ahmad Alfajri, MAIR
NIP. 1985070220119031005
iv
ABSTRAK
Skripsi ini membahas perdagangan senjata Prancis dan Arab Saudi periode
2015 – 2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan di balik
keputusan Prancis dalam melakukan perdagangan senjata dengan Arab Saudi
meskipun sebelumnya Prancis telah meratifikasi The Arms Trade Treaty (ATT)
atau perjanjian senjata internasional pada 2014. Peningkatan penjualan senjata
Prancis diketahui berlangsung pada 2015 yang total kontrak perjanjian penjualan
senjata Prancis dan Saudi mendominasi keseluruhan total perjanjian penjualan
senjata Prancis pada 2015. Arab Saudi yang diketahui sebagai pemimpin koalisi
negara arab dikonflik Yaman diketahui telah melakukan kejahatan perang yang
menempatkan Prancis dalam posisi melanggar komitmen ATT. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Cara pengumpulan data
yaitu dengan menggunakan studi literatur, yakni melalui buku, jurnal, dokumen
pemerintah, serta sumber terkait lainnya. Kemudian, skripsi ini menggunakan
teori Foreign Policy Decision Making dengan Model Aktor Rasional. Selain itu,
skripsi ini juga menggunakan konsep Kepentingan Nasional. Berdasarkan
kerangka teori tersebut, kepentingan Prancis dalam melakukan perdagangan
senjata dengan Saudi terdiri atas kepentingan ekonomi, minyak, dan kepentingan
strategis. Adanya kepentingan-kepentingan tersebut membuat Prancis memilih
untuk melanjutkan perdagangan senjatanya dengan Arab Saudi.
Kata Kunci : Prancis, Arab Saudi, konflik Yaman, The Arms Trade Treaty
(ATT), senjata.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrrahim, puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah
SWT atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kepentingan Prancis Melakukan
Perdagangan Senjata dengan Arab Saudi Periode 2015 - 2017”. Shalawat
serta salam tak lupa diucapkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW selaku
tauladan bagi seluruh umat manusia.
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program S1 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
kemudian menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima kasih
sedalam-dalamnya kepada :
1. Allah SWT, terimakasih atas limpahan rahmat dan karunia atas kelancaran
dalam mengerjakan skripsi ini,
2. Kedua orangtua penulis, Helmi Akhmad Aljufri dan Fatimah Alhasny yang
selalu memberikan dukungan serta doa yang tiada henti. Kemudian nenek
penulis, Mahani Assegaf yang juga selalu memberi dukungan dan doa
untuk penulis,
3. Kedua kakak dan adik penulis, Kak Ninis, Kak Ifa dan Hanif yang selalu
mendukung penulis selama proses perkuliahan berlangsung. Penulis juga
berterimakasih kepada Kak Mirvan dan Kak Kiki,
vi
4. Om dan Tante penulis, Ameh Wardah, Ami Opek dan Bunda yang juga
memberikan dukungan dan doa kepada penulis,
5. Bapak Irfan R. Hutagalung, LL.M selaku Dosen Pembimbing penulis yang
telah membimbing, membantu, dan memberi dukungan tiada henti dalam
menyelesaikan skripsi ini,
6. Bapak Ahmad Alfajri, MA selaku Kepala Program Studi Hubungan
Internasional yang telah membimbing dan membantu penulis selama
proses perkuliahan berlangsung.
7. Segenap jajaran staff dan dosen Prodi HI UIN Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan wawasan yang bermanfaat bagi penulis dan
mahasiswa HI lainnya,
8. Senior penulis selama di FISIP UIN Jakarta Kak Jaka, Kak Bimo, Kak
Ghifar, Kak Oji, Kak Arip, Kak Dara, Kak Ina, Kak Fira, Kak Zahra, Kak
Riri, Kak Lini, Kak Indaha, Kak Ali, Kak Abyan, Kak Cacan, Kak
Sakinah, Kak Tomo, Kak Vanny, Kak Irfan, Kak Rahmat, Kak Ican, Kak
Afdal, Kak Fajar, Kak Pelo, dan Kak Hilda yang telah memberi bantuan
selama proses perkuliahan berlangsung,
9. Teman penulis sejak kecil, Dewi Nawang, Suci Sunarti dan Dalasta Ayu,
10. Teman penulis di FISIP UIN Jakarta, yaitu Nabila Febrina, Baiq Tiara,
Nisrina Nafisah, Kharisma Anissa, Firsty Nabila, Nuzia Quita, Winda
Shabrina, Faradila Meiliza, Nurul Fazriah, Ruella Salsabila, Syahnaz
Risfa, Adinda Layla, Halida Maulidia, Amalia Hanifa, Fira Sintia, Anisa
Asti, Najma Salsabila, Citra Nada, Chivalry Moraza, Fadhly Nurman,
vii
Fathi Rizki, Achmad Zulfani, Nabil Rahdiga, Fadly Imam, Mohammad
Ilham, Cherlinda, Intan Suci Utari, Diana, Sultan Rivandi, Hasanul Banna,
Khoirul Ahsan, Firman Ihsan, Redidzia, Oka Pangestu, Mahessa, Syauqi,
Dedeh, Imung, Doddy dan Yunandika,
11. Keluarga besar IRCEXTREME sebagai kelas Hubungan Internasional
yang mana seluruh mahasiswa-mahasiswi di kelas tersebut telah
membantu penulis dalam proses perkuliahan berlangsung,
12. Teman penulis di SMP dan SMA, Ramandha Rakha, Nur Azizah, Sachio
Andilo, Salsabila Azhar, Virda Mudrikah, Andhika Ichwan, Asraf Qudsi,
Farizan Shidqi, Gesang Aji, Rayessa Ghaly, Elrico, Bhakti Nurhasan dan
Raka Aufa,
13. Keluarga besar HI UIN Jakarta angkatan 2015 yang selalu memberi
dukungan dan inspirasi selama proses perkuliahan berlangsung,
14. Teman-teman KKN Gempur 2018, khususnya Tatan, Uswah, dan Espe
yang telah memberi dukungan selama proses penyelesaian skripsi,
15. Teman-teman penulis semasa kuliah lainnya yaitu anak-anak FISIP
angkatan 2015 dan dari kampus-kampus lainnya, terima kasih telah
memberi hidup yang berwarna bagi penulis,
Penulis juga berdoa agar segala dukungan dan bantuan yang diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis juga
menyadari banyaknya kekurangan dari skripsi ini. Oleh karena itu saran dan
masukan untuk skripsi ini dapat disampaikan melalui email penulis, yaitu
viii
[email protected]. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta
memberikan wawasan baru bagi setiap pembacanya.
Jakarta, 12 Agustus 2019
Muthia Aljufri.
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ......................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ....................................................... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 12
D. Tinjauan Pustaka .............................................................. 13
E. Kerangka Teoritis.............................................................. 17
1. Foreign Policy Decision Making Theory .................. 17
2. Kepentingan Nasional ............................................... 20
F. Metode Penelitian ............................................................. 22
G. Sistematika Penulisan ....................................................... 23
BAB II PERDAGANGAN SENJATA PRANCIS DAN ARAB SAUDI
A. Keterlibatan Militer Arab Saudi dalam konflik Yaman
periode 2015 – 2017.......................................................... 25
B. Perdagangan Senjata Prancis dan Arab Saudi .................. 34
1. Sejarah Perdagangan Senjata Prancis ................... 34
2. Perdagangan Senjata Prancis dan Arab Saudi
periode 2015 -2017 ............................................... 44
BAB III PELANGGARAN PRANCIS TERHADAP PASAL-PASAL
DALAM THE ARMS TRADE TREATY
A. The Arms Trade Treaty ..................................................... 52
B. Pelanggaran Prancis terhadap The Arms Trade Treaty ..... 62
BAB IV KEPENTINGAN PRANCIS MELAKUKAN
PERDAGANGAN SENJATA DENGAN ARAB SAUDI
PERIODE 2015 – 2017
A. Kepentingan Ekonomi Prancis dalam Melakukan
Perdagangan Senjata dengan Arab Saudi ..........................70
x
B. Kepentingan Minyak Prancis dalam Melakukan
Perdagangan Senjata dengan Arab Saudi ..........................77
C. Kepentingan Strategis Prancis dalam Melakukan
Perdagangan Senjata dengan Arab Saudi ..........................82
D. Kepentingan Prancis Melakukan Perdagangan Senjata
dengan Arab Saudi meskipun Melanggar ATT .................85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……….................………………………….. 98
B. Saran ................................................................................100
DAFTAR PUSTAKA …......…………………..…………………………..….. xiv
Lampiran-Lampiran
xi
DAFTAR GRAFIK
1. Grafik I.1 Daftar 10 Negara Pengekspor Senjata terbesar di Dunia
Periode 2013 – 2015 .................................................................................. 2
2. Grafik I.2 Daftar 10 Negara Pengimpor Senjata terbesar di Dunia
Periode 2013 – 2015 ................................................................................ 9
3. Grafik II.1 Weapon Sales Prancis Pada 1950 – 2017 .......................... 35
4. Grafik II.2 Weapon Sales Prancis Periode 1990 – 2000 ...................... 40
5. Grafik II.3 Weapon Sales Prancis Periode 2001 – 2010 ...................... 42
6. Grafik II.4 Weapon Sales Prancis Periode 2011 – 2017 ...................... 42
xii
DAFTAR TABEL
1. Tabel IV.1 Costs dan Benefits Kebijakan Alternatif Prancis ............ 89
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ACLED Armed Conflict Location and Event Data Project
ARAMCO Arabian American Oil Company
AS Amerika Serikat
ATT The Arms Trade Treaty
DGA General Delegation for ARMAMENT
DK PBB Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
FPDM Foreign Policy Decision Making
GCC Gulf Cooperation Council
HAM Hak Asasi Manusia
NGO Non- Governmental Organization
OECD Organisation for Economic Co-operation and Development
RAM Rational Actor Model
SIPRI Stockholm International Peace Research Institute
UN United Nations
UNROCA United Nations Register of Conventional Arms
UNSC United Nations Security Council
US Uni Soviet
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Penelitian ini membahas tentang kepentingan Prancis dalam melakukan
perdagangan senjata dengan Arab Saudi yang merupakan salah satu pengekspor
senjata terbesar di dunia.1 Berdasarkan laporan dari Stockholm International
Peace Research Institute (SIPRI) 2018 menyebutkan bahwa perdagangan senjata
dunia internasional mengalami peningkatan sebanyak 10% dalam periode 2013
– 2017, angka ini menempati angka tertinggi sejak era Perang Dingin.2
Kebutuhan suatu negara terkait senjata tidak terlepas dari tingkat keamanan
negara tersebut.
Negara yang terlibat suatu konflik cenderung akan membutuhkan senjata
yang mencukupi guna menangani konflik yang terjadi. Hal ini mendorong
timbulnya konflik bersenjata yang memicu peningkatan kebutuhan senjata suatu
negara. Kemudian, konflik bersenjata yang terjadi tentunya menjadi kesenangan
tersendiri bagi aktor-aktor perdagangan senjata dalam dunia internasional.
Berdasarkan laporan dari SIPRI, terdapat enam negara yang menjadi pengekspor
1 World Atlas, World‟s Largest Importers of Military Arms, Canada, 25 April 2017
[artikel on-line], tersedia di https://www.worldatlas.com/articles/world-s-largest-importers-of-
military-arms.html di akses pada 24 Maret 2019. 2 Pieter D Wezeman, dkk, Trends In International Arms Transfers, 2017, SIPRI Fact
Sheet, Maret 2018 [laporan online] tersedia di https://www.sipri.org/sites/default/files/2018-
03/fssipri_at2017_0.pdf diakses pada 25 Maret 2019
2
senjata rerbesar di dunia yaitu Amerika Serikat, Russia, Perancis, Jerman, China,
dan Inggris. 3
Sumber: Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), [artikel
online]; tersedia di https://www.sipri.org/sites/default/files/2018-
03/fssipri_at2017_0.pdf
Pasca terjadinya Perang Dingin, dampak besar dari pelanggaran
penggunaan senjata dinilai sangat tinggi, yang telah menyebabkan adanya
kemiskinan, dan krisis kemanusiaan, hal tersebut memicu adanya kebijakan
terkait pengiriman senjata yang dibuat oleh lima negara yang menjadi anggota
tetap di United Nations Security Council (UNSC) atau Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yaitu Russia, Tiongkok, Amerika
3 Pieter D Wezeman, dkk, Trends In International Arms Transfers, 2017, 2.
Grafik I.1 Daftar 10 Negara Pengekspor Senjata terbesar di Dunia
Periode 2013-2017
3
Serikat, Perancis dan Britania Raya pada 1991 yang disebut dengan “ Guidelines
for Conventional Arms Transfers”.4
Di awali dengan kebijakan tersebut, proses pembentukan kebijakan dalam
perdagangan senjata terus berjalan. Pada 1997, mantan presiden Costa Rica yang
memenangkan hadiah Nobel Perdamaian mengusulkan adanya perjanjian senjata
berstandar internasional kepada PBB.5 Selanjutnya, pada 6 Desember 2006,
terdapat usulan untuk dibentuknya ATT dengan tujuan menciptakan standar
internasional terkait impor dan ekspor dari senjata konvensional yang
dipaparkan dalam Sidang Majelis Umum dan di sahkan dalam Resolusi Majelis
Umum PBB No.61/89.6
Pada 2 April 2013, ATT resmi diadopsi oleh Majelis Umum PBB dan
disahkan dalam resolusi Majelis Umum PBB No.68/31 pada 5 Desember 2013.7
ATT merupakan perjanjian yang membuat aturan terkait perdagangan senjata
konvensional, amunisi, dan suku cadangnya berdasarkan standar internasional.8
Sejak pertama pembuatannya hingga saat ini, ATT telah diratifikasi oleh 102
4 Peter Woolcott, The Arms Trade Treaty, United Nations Audiovisual, Library of
International Law [Dokumen on-line] tersedia di http://legal.un.org/avl/pdf/ha/att/att_e.pdf
diunduh pada 5 April 2019 5 Peter Woolcott, The Arms Trade Treaty, United Nations Audiovisual, Library of
International Law, 1. 6 United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 6
December 2006, 18 Desember 2006 [Dokumen on-line] tersedia di
https://undocs.org/A/RES/61/89 diakses pada 5 April 2019. 7 United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 5
Deember 2013, 9 Desember 2013 [Dokumen on-line], tersedia di https://undocs.org/A/RES/68/31
diakses pada 5 April 2019. 8 Peter Woolcott, The Arms Trade Treaty
4
negara.9
Perancis, Italia, Spanyol, Jerman, Swedia dan Inggris merupakan
negara-negara yang meratifikasi ATT dari total keseluruhan 102 negara.10
Terdapat 28 pasal dalam ATT, dan beberapa pasal yang berkaitan dengan
masalah penelitian, diantaranya Pasal 1, dan Pasal 6. Pasal 1 menjelaskan
tentang Maksud dan Tujuan dibuatnya ATT, pasal tersebut menyatakan bahwa:
The object of this Treaty is to:
Establish the highest possible international standards for
regulating or improving the regulation of the international trade,
prevent and eradicate the illicit trade in conventional arms and
prevent their diversion;
for the purpose of:
Contributing to international and regional peace, security and
stability, reducing human suffering, promoting cooperation,
transparency and responsible action by States Parties in the
international trade in conventional arms, thereby building
confidence among State Parties.11
Maksud dari Pasal 1 ATT ialah untuk menciptakan kesamaan standar
internasional dalam mengatur perdagangan senjata konvensional, dengan tujuan
untuk berkontribusi dalam perdamaian, keamanan dan stabilitas regional
maupun internasional, mengurangi penderitaan manusia dan meningkatkan
kerjasama serta tanggung jawab negara dalam perdagangan senjata
internasional.
Pasal 1 dalam ATT mencerminkan salah satu resolusi yang telah disahkan
oleh Majelis Umum PBB No. 64/48 tentang pernyataan terkait dengan tidak
adanya standar internasional mengenai pengiriman senjata konvensional, telah
9 United Nations Treaty Collection, Disarmament, New York, 2 April 2013 [dokumen
on-line] tersedia di
https://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=IND&mtdsg_no=XXVI-
8&chapter=26&clang=_en diakses pada 24 Maret 2019 10
United Nations Treaty Collection, Disarmament. 11
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty (2013),[ buku on-line] ( Genewa
Academy: 2013 diunduh pada 5 April 2019) tersedia
https://www.genevaacademy.ch/joomlatoolsfiles/docmanfiles/Publications/Academy%20Briefings
/ATT%20Briefing%203%20web.pdf
5
menimbulkan konflik bersenjata, pengungsian, kejahatan terorganisir dan
terorisme, yang menghilangkan suatu perdamaian, keselamatan dan stabilitas
serta merusak pembangunan ekonomi.12
Kemudian, Pasal 6 dalam ATT terdiri atas larangan-larangan dalam
perdagangan senjata. Pasal 6 ATT mengatakan bahwa negara yang berpartisipasi
tidak diperbolehkan untuk melakukan pengiriman senjata apabila terdapat
pengetahuan bahwa senjata tersebut digunakan dalam komisi genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, pelanggaran Geneva Conventions of 1949, dan
serangan terhadap objek sipil atau warga sipil oleh negara yang membeli senjata
tersebut.13
Article 6 (3) A State Party shall not authorize any transfer of conventional
arms covered under Article 2 (1) or of items covered under
Article 3 or Article 4, if it has knowledge at the time of
authorization that the arms or items would be used in the
commission of genocide, crimes against humanity, grave
breaches of the Geneva Conventions of 1949, attacks directed
against civilian objects or civilians protected as such, or other
war crimes as defined by international agreements to which it is
a Party.14
Pasal 6 dalam ATT terkait pelarangan pengiriman senjata yang dapat
digunakan untuk melakukan tindakan genosida merupakan hal penting
mengingat kejahatan genosida telah mendapatkan perhatian dari Majelis Umum
12
United Nations General Assembly, Resolution adopted by General Assembly on 2
December 2006, 12 Januari 2010 [dokumen on-line] tersedia di https://undocs.org/A/RES/64/48
diakses pada 7 April 2019 13
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty(2013) 14
United Nations, The Arms Trade Treaty, (dokumen on-line), tersedia di
https://thearmstradetreaty.org/hyper-
images/file/ATT_English/ATT_English.pdf?templateId=137253 diakses pada 30 Agustus 2019.
6
PBB sejak 11 Desember 1946 melalui resolusi Majelis Umum No. 96(I) tentang
Kejahatan atas Genosida.15
Kejahatan terhadap kemanusiaan sebelumnya juga telah di jelaskan dalam
Statuta Roma Pengadilan Kejahatan Internasional (Rome Statute Of the
International Criminal Court) pada 2002 dalam Pasal 7 tentang Kejahatan
terhadap Kemanusiaa didefinisikan sebagai serangan yang meluas dan sistematis
yang diarahkan terhadap penduduk sipil.16
Gejolak politik yang terjadi di Timur Tengah menjadi salah satu kontribusi
peningkatan perdagangan senjata sejak beberapa tahun terakhir dan
berkontribusi atas adanya pelanggaran pasal dalam ATT. Hal ini didorong
dengan adanya The Arab Spring pada Desember 2010, yang dipicu dengan
adanya revolusi dan protes yang terjadi di Tunisia.17
Kejadian ini menimbulkan
gejolak perlawanan masyarakat sipil kepada pemerintah suatu negara guna
menggugurkan sistem pemerintahan yang bersifat otoriter dan merubahnya
menjadi sistem pemerintahan yang demokratis.
Konflik yang terjadi di Tunisia menimbulkan efek domino terhadap
beberapa negara yang pemerintahanya tidak demokratis, seperti Mesir, Libya,
15
General Assembly, The Crime on Genocide, 11 Desember 1946 [dokumen on-line],
tersedia di https://documents-dds-
ny.un.org/doc/RESOLUTION/GEN/NR0/033/47/IMG/NR003347.pdf?OpenElement diakses pada
7 April 2019. 16
Rome Statute of the International Criminal Court, International Criminal Court, The
Hague, 2011 [dokumen on-line] tersedia di https://www.icc-cpi.int/nr/rdonlyres/ea9aeff7-5752-
4f84-be94-0a655eb30e16/0/rome_statute_english.pdf diunduh pada 7 April 2019. 17
Abdul Qadir Mushtaq dan Muhammad Afzal, “Arab Spring: Its Causes and
Consequences,” JPHUS, 30:1, Juni 2017 [jurnal on-line], tersedia di
http://pu.edu.pk/images/journal/HistoryPStudies/PDF_Files/01_V-30-No1-Jun17.pdf diunduh
pada 25 Maret 2019.
7
Suriah, dan Yaman.18
Penelitian ini akan menjelaskan kebijakan Arab Saudi
dalam konflik Yaman, yang berdasarkan laporan dari United Nations (UN)
merupakan negara dengan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.19
Konflik Yaman terjadi dikarenakan adanya pemberontakan oleh kelompok
Houthi pada awal 2011, yang merasakan kekecewaan terhadap pemerintahan Ali
Abdullah Saleh yang dinilai selama menjadi Presiden Ali telah menciptakan
kemiskinan dan kesenjangan sosial yang tinggi di negara tersebut.20
Kemiskinan
dan kesenjangan sosial dirasakan oleh kelompok Houthi yang bertempat
tingggal di kawasan Yaman Selatan.21
Adanya pemberontakan yang kuat oleh Kelompok Houthi membuat Saleh
menerima upaya transisi yang digagas oleh Arab Saudi dan negara teluk lainnya.
Setelah jatuhnya kepemimpinan Ali Abdulah Saleh dan berpindah kepada
Abdrabu Mansoer Hadi pada November 2011, konflik Yaman membesar karena
yang pada awalnya kelompok pemberontak hanya Houthi, masyarakat Yaman
dengan ideologi syiah Zaidiyyah, kini pemberontakan di ikuti oleh kelompok
Sunni yang memiliki keberpihakan kepada pemerintahan Ali Abdullah Saleh.22
18
Peter Jones “The Arab Spring Opportunities and Implications”, International Journal:
Canada‟s Journal of Global Policy Analysis, 67:2, 2012 [jurnal on-line], tersedia di
https://www.jstor.org/stable/23266020?seq=1#page_scan_tab_contents diunduh pada 25 Maret
2019 19
UN News, Humanitarian Crisis In Yemen remains the worst is the World, warns UN,
14 Februari 2019 [berita on-line], tersedia di https://news.un.org/en/story/2019/02/1032811
diakses pada 25 Maret 2019. 20
Sari Arraf, The Armed Conflict in Yemen: A Complicated Mosaic, Geneva, Oktober
2017, Geneva Academy Report [laporan on-line], tersedia di https://www.geneva-
academy.ch/joomlatools-files/docman-files/The%20Armed%20Conflict%20in%20Yemen.pdf
diunduh pada 25 Maret 2019. 21
The Conversation, Who Are the Yemen‟s Houthi? (berita on-line), tersedia di
https://theconversation.com/who-are-yemens-houthis-106423 diakses pada 30 Agustus 2019 22
Shazia Majid dan Fozia Jan, “Yemen Crisis and The Role of Saudi Arabia,” Journal of
Humanitarian and Social Science 5:1, Januari 2017 [jurnal on-line], tersedia di
http://www.springjournals.net/full-
8
Konflik Yaman meluas yang pada awalnya pemberontakan terjadi di
wilayah bagian Utara, kini memasuki wilayah Yaman bagian Selatan dan Timur.
Pergerakan Houthi juga berhasil menguasai ibu kota Yaman, Sanaa.23
Konfik
Yaman berdasarkan laporan UN telah menyebabkan dua juta penduduk
kehilangan tempat tinggal, dan 75% penduduk membutuhkan bantuan
kemanusiaan, serta kerusakan-kerusakan fasilitas negara yang disebabkan oleh
konflik yang sedang berlangsung.24
Arab Saudi merupakan salah satu negara yang secara aktif merespon
konflik yang terjadi di Yaman. Sebagai negara dengan ideologi sunni terkuat di
Timur Tengah, Saudi melakukan penyerangan terhadap kelompok Houthi yang
diketahui menganut ideologi Syi‟ah dan menjadi pemimpin dalam koalisi negara
Arab yang dikenal dengan Saudi-led Coalition, dan negara yang tergabung di
dalamnya ialah Uni Emirat Arab, Bahrain, Egypt, Jordan, Kuwait, Morocco, dan
Sudan.25
Pada Maret 2015, koalisi negara Arab telah meluncurkan operasinya di
ibu kota Yaman, Sanaa dengan melakukan serangan udara pertama kalinya guna
menyerang kelompok Houthi.26
Serangan dari koalisi negara-negara Arab ini
dinilai telah memberi dampak serius pada kemanusian di Yaman.27
articles/springjournals.netijaharticlesindex=4foziaandshazia..pdf?view=inline diakses pada 26
Maret 2019. 23
Shazia Majid dan Fozia Jan, “Yemen Crisis and The Role of Saudi Arabia” 24
UN News, Yemen, [berita on-line] tersedia di https://news.un.org/en/focus/yemen
diakses pada 26 Maret 2019 25
Arraf, Sari, The Armed Conflict in Yemen: A Complicated Mosaic 26
The New York Times, Saudi Arabia Leads Air Assault in Yemen, Washington, 25
Maret 2015 [berita on-line], tersedia di https://www.nytimes.com/2015/03/26/world/middleeast/al-
anad-air-base-houthis-yemen.html diakses pada 25 Maret 2019 27
Arraf, Sari, The Armed Conflict in Yemen: A Complicated Mosaic
9
Berdasarkan laporan SIPRI 2018, Arab Saudi merupakan negara
pengimpor senjata terbesar kedua setelah India dalam periode 2013-2017.28
Namun, jika dibandingkan dengan koalisi negara Arab lainnya, pembelian
senjata oleh Arab Saudi lebih besar dengan negara lain yang tergabung dalam
koalisi negara Arab.
Grafik I.2 Daftar 10 Negara Pengimpor Senjata terbesar di Dunia
Periode 2013-2017
Sumber: Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), [artikel
online]; tersedia di https://www.sipri.org/sites/default/files/2018-
03/fssipri_at2017_0.pdf
Namun, Arab Saudi dan koalisinya bukan menjadi satu-satunya aktor luar
dalam konflik Yaman, faktanya koalisi tersebut dibantu oleh negara-negara barat
seperti Amerika Serikat, Inggris dan Perancis, yang merupakan negara-negara
pemasok senjata ke Arab Saudi.29
Bantuan yang diberikan oleh ketiga negara
tersebut ialah dengan bentuk perdagangan senjata dan memberikan jasa
28
Pieter D Wezeman, dkk, Trends In International Arms Transfers, 2017, 7. 29
Arraf, Sari, The Armed Conflict in Yemen: A Complicated Mosaic.
10
pelatihan militer kepada Arab Saudi dan negara-negara koalisi arab dalam
konflik Yaman.30
Perancis merupakan negara pengekspor senjata terbesar ketiga ke Arab
Saudi, setelah Amerika Serikat dan Inggris.31
Peningkatan perdagangan senjata
antara Arab Saudi dan Perancis dimulai sejak 2013 dan pada 24 Juni 2015,
Perancis dan Arab Saudi melakukan pembaharuan perjanjian dalam
meningkatkan perdagangan senjata antara dua negara tersebut dengan total
kontrak jual beli sebesar 12 miliar dolar AS.32
Disisi lain, peningkatan perjanjian merupakan hal yang dipertanyakan
mengingat sebelumnya pada 25 Maret 2015, Arab Saudi sebagai pemimpin
koalisi negara arab melakukan serangan udara pertama kalinya di Yaman guna
menyerang kelompok Houthi yang menciptakan kematian pada penduduk sipil
dan kerusakan bangunan sipil di ibu kota Yaman, Sana‟a, sebagaimana yang
telah dipaparkan sebelumnya.33
Pada 2015-2017, Perancis diketahui telah mengirimkan senjata seperti
Nexter Aravis lapis baja, ACMAT Bastion Patsas, Sherpa Light dan Vab-Mark 3
(kendaraan lapis baja), Drone, Rudal, Helikopter Cougar Transport milik Airbus
dan Senapan Sniper kepada Arab Saudi. 34
30
Arraf, Sari, The Armed Conflict in Yemen: A Complicated Mosaic. 31
Pieter D Wezeman, dkk, Trends In International Arms Transfers, 2017, 6. 32
Al Arabia, Saudi Arabia and France ink $12bln deal, 24 Juni 2015, Al Arabia News,
[Berita On-line] tersedia di http://english.alarabiya.net/en/News/middle-east/2015/06/24/France-
Saudi-Arabia-to-ink-12bln-arms-deal.html diakses pada 13 April 2019 33
UN News, Yemen, [berita on-line] tersedia di https://news.un.org/en/focus/yemen
diakses pada 26 Maret 2019. 34
Tony Fortin et.al “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of Control Mechanisms,” FIDH International Human Rights, 2018 [jurnal on-
line], tersedia di
11
Selain itu, The Parliamentary Reports on Arms Exports for 2014 and 2015
menyatakan bahwa pemesanan senjata Arab Saudi ke Perancis mengalami
peningkatan pada 2013-2015, diketahui bahwa total dari nilai penjualan senjata
pada tahun sebelumnya hanya mencapai 400-500 juta euro, meningkat menjadi
644 juta euro pada 2014, dan 900 juta euro pada 2015, hal ini menunjukan
peningkatan pengiriman senjata sejalan dengan konflik yang sedang berlangsung
di Yaman.35
Peningkatan juga terjadi pada 2016 yang pemesanan senjata Arab
Saudi mencapai 2 miliar euro.36
Director of Arms Control, Anna Macdonald menyatakan bahwa sebagai
negara yang telah meratifikasi ATT, Perancis telah melanggar komitmen
perjanjian atas sikap negaranya dalam menjual senjata ke Arab Saudi.37
Perancis
diketahui telah meratifikasi ATT pada 2 April 2014. 38
Pada umumnya, perjanjian internasional akan berlaku pada suatu negara
apabila negara tersebut telah melakukan ratifikasi.39
Pendapat sebagaimana disebut di atas memiliki kesamaan dengan laporan
dari firma hukum Perancis, Ancile Avocat yang menyatakan bahwa ekspor
senjata Perancis ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab bertentangan dengan
https://www.fidh.org/IMG/pdf/yemen_french_arms_sales_indicators_of_presence_in_yemen_and
_the_necessary_reform_of_control_mechanisms-2.pdf diunduh pada 13 April 2019. 35
Tony Fortin et.al “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of Control Mechanisms.” 36
Reuters. France, Saudi Arabia agree new defence contracts strategy, Middle East &
North Africa, 8 April 2018, [berita on-line] tersedia di https://uk.reuters.com/article/uk-france-
saudi-defence/france-saudi-arabia-agree-new-defence-contracts-strategy-idUKKBN1HF0DP
diakses pada 10 April 2019. 37
The Citizen. US, UK, France Violate Arms Trade Treaty to Sell Arms to Saudi Arabia
Despite Yemen, The Citizen Is Hopeful; 29 Desember 2016 [berita on-line0, tersedia di
https://www.thecitizen.in/index.php/en/NewsDetail/index/6/9557/US-UK-France-Violate-Arms-
Trade-Treaty-to-Sell-Arms-to-Saudi-Arabia-Despite-Yemen diakses pada 24 Maret 2019 38
Peter Woolcott, The Arms Trade Treaty. 39
Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik
Indonesia, (Jakarta: Refika Aditama,2014), 48-49
12
komitmen internasionalnya yang telah meratifikasi perjanjian perdagangan
internasional pada 2014.40
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan Pernyataan Masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
pertanyaan yang akan diajukan dalam penelitian ini ialah “Mengapa Perancis
melakukan perdagangan senjata dengan Arab Saudi padahal tindakan
tersebut melanggar The Arms Trade Treaty periode 2015 - 2017?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui hubungan perdagangan senjata antara Perancis dengan
Arab Saudi periode 2015-2017
2) Mengetahui konflik yang terjadi di Yaman beserta intervensi
negara-negara lain dalam konflik tersebut.
3) Mengetahui alasan mengapa Perancis tetap melakukan
perdagangan senjata dengan Arab Saudi sedangkan hal tersebut
bertentangan dengan perjanjian internasional The Arms Trade
Treaty.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Memperkaya wawasan dan pengetahuan bagi mahasiwa hubungan
internasional, khususnya dalam studi kawasan Timur Tengah, studi
40
Jurnis, Pasok Senjata ke Arab Saudi dan UEA, Perancis Langgar Hukum Internasional
[berita on-line] tersedia di https://jurnalislam.com/pasok-senjata-ke-arab-saudi-dan-uea-perancis-
langgar-hukum-internasional/ diakses pada 15 April 2019.
13
kawasan Eropa, Hukum Internasional, Hukum Humaniter
Internasional, dan Analisa Politik Luar Negeri,
2) Penelitian ini bisa dimanfaatkan untuk menambah bahan dan
informasi mata kuliah studi kawasan Timur Tengah studi kawasan
Eropa, Hukum Internasional, Hukum Humaniter Internasional, dan
Analisa Politik Luar Negeri.
D. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa studi di bawah ini yang dapat membantu berjalannya
proses penelitian terkait alasan mengapa Perancis melakukan perdagangan
senjata ke Arab Saudi padahal tindakan tersebut melanggar perjanjian
internasional tentang perdagangan senjata.
Pertama, pada 2016, jurnal berjudul The War in Yemen, karya Emile
Hokayem & David B. Roberts. Jurnal tersebut menjelaskan konflik yang terjadi
di Yaman beserta intervensi negara-negara teluk yang kemudian membuat
koalisi negara arab dengan sebutan Saudi-led Coalition atau Saudi-and UAE-led
Intervention di Yaman.
Selain itu, jurnal tersebut juga memaparkan adanya bantuan yang
diberikan oleh Amerika Serikat terhadap koalisi negara arab di Yaman. Bantuan
yang diberikan oleh Amerika Serikat berupa pemberian informasi intelijen,
dukungan logistik, pengisian bahan bakar, serta pasokan dan perawatan amunisi.
Jurnal tersebut juga memaparkan adanya panggilan kepada Amerika dan Inggris
dari Parlemen Eropa untuk menghentikan dukungan logistik, dan pengiriman
14
senjata ke koalisi negara arab yang telah mengabaikan hukum humaniter
internasional.
Seperti yang sebelumnya telah dipaparkan dalam penelitian ini, Amerika
Serikat, Inggris dan Perancis merupakan tiga negara yang melakukan ekspor
senjata terbesar ke Arab Saudi periode 2013-2017. Namun, dalam jurnal karya
Hokayem dan Roberts hanya memaparkan pelanggaran atas hukum humaniter
internasional yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Inggris. Sehingga hal ini
yang menjadi perbedaan yang terdapat antara jurnal di atas dengan penelitian ini.
Adanya intervensi dari koalisi negara arab di Yaman dengan
menggunakan strategi militer membuat penelitian terkait perdagangan senjata
antara Arab Saudi dan Perancis diperlukan mengingat bahwa diantara koalisi
negara arab lainnya, Arab Saudi merupakan negara yang paling aktif merespon
konflik Yaman, dan merupakan negara pengimpor senjata terbesar jika
dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam koalisi, sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam penelitian ini.
Kedua, pada 2018, karya M. Oghie Nugraha dalam jurnal skripsinya yang
berjudul Kepentingan Inggris Menjual Senjata ke Arab Saudi. Penelitian
tersebut menjelaskan tentang perdagangan senjata yang dilakukan oleh Inggris
dan Arab Saudi. Dalam jurnal tersebut, Oghie menjelaskan konflik Yaman dan
intervensi yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara yang tergabung dalam
Saudi-led Coalition namun lebih berfokus pada Arab Saudi sebagai pemimpin
koalisi.
15
Selain itu, Oghie juga memaparkan bahwa hubungan Inggris dengan Arab
Saudi terkait perdagangan senjata telah melanggar The Arms Trade Treaty yang
sebelumnya telah diratifikasi oleh Inggris tahun 2014. Tujuan penelitian tersebut
ialah untuk mengetahui kepentingan Inggris dalam menjual senjata ke Arab
Saudi dengan menggunakan pendekatan neorealisme dengan teori aliansi dan
didukung oleh beberapa konsep diantaranya konsep kepentingan nasional,
balance of power, dan bandwagoning concept.
Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada negara yang menjadi
pemasok senjata ke Arab Saudi. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,
penelitian ini akan membahas tentang perdagangan senjata Perancis ke Arab
Saudi periode 2015-2017. Selain itu, penelitian ini juga akan menggunakan teori
yang berbeda yaitu dengan menggunakan teori proses pengambilan kebijakan
luar negeri dengan menggunakan model aktor rasional dan menggunakan konsep
kepentingan nasional.
Ketiga, pada 2017, Skripsi yang berjudul Penolakan Penjualan Senjata
Belanda ke Arab Saudi 2016 karya Rikmandaru Werdi Hutomo. Skripsi tersebut
membahas terkait sikap Belanda yang memilih untuk menghentikan penjualan
senjatanya kepada Arab Saudi dikarenakan pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan oleh Arab Saudi dalam konflik Yaman.
Tindakan Belanda merupakan respon atas hadirnya resolusi Uni Eropa
(UE) tentang Humanitarian Situation in Yemen pada Maret 2016. Resolusi
tersebut mengharuskan negara-negara UE untuk memberhentikan ekspor senjata
16
jika negara pengimpor menggunakan senjata tersebut untuk melakukan
kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pada penelitian tersebut, Belanda merupakan satu-satunya negara UE yang
memberhentikan penjualan senjatanya guna mematuhi aturan dalam resolusi UE.
Sedangkan Perancis, yang diketahui sebagai pengekspor senjata terbesar ke Arab
Saudi tidak melakukan tidak melakukan tindakan yang sama. Selain itu,
penelitian ini juga menjelaskan krisis kemanusiaan yang terjadi di Yaman
dikarenakan adanya serangan Arab Saudi yang dimulai pada Maret 2015.
Penelitian tersebut juga menjelaskan dalam aspek kemanusiaan, Perancis
merupakan negara yang paling banyak menerima pengungsi atas konflik di
Suriah, yang menandakan bahwa Perancis menaruh perhatian pada kemanusiaan.
Namun disisi lain, Perancis merupakan negara yang tetap melanjutkan
perdagangan senjatanya ke Arab Saudi yang telah menewaskan banyak warga
sipil serta melanggar hukum internasional.
Hal tersebut menjadikan perlu adanya penelitian mengapa Perancis tetap
melakukan perdagangan senjata ke Arab Saudi jika Perancis merupakan negara
yang peduli atas kemanusiaan. Perbedaan yang terletak pada penelitian tersebut
dan penelitian ini ialah, penelitian ini tidak menggunakan aturan perdagangan
senjata yang dipaparkan oleh resolusi Uni Eropa, melainkan dengan
menggunakan aturan perdagangan senjata yang berstandar internasional dari The
Arms Trade Treaty yang telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB. Fakta bahwa
Perancis merupakan negara peratifikasi The Arms Trade Treaty menjadi kunci
utama mengapa Perancis tetap melakukan perdagangan senjata ke Arab Saudi.
17
E. Kerangka Teoritis
Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran yang terdiri atas teori dan
konsep guna menjadi pedoman dalam melakukan penelitian untuk menciptakan
penelitian yang bersifat ilmiah. Penelitian ini menggunakan Foreign Policy
Decision Making (FPDM) dengan menggunakan Rational Actor Model (RAM)
dan Konsep Kepentingan Nasional dalam menganalisa mengapa Perancis
melakukan perdagangan senjata dengan Arab Saudi padahal melanggar
perjanjian internasional The Arms Trade Treaty.
1. Foreign Policy Decision Making
Foreign Policy Decision Making merupakan teori yang menjelaskan
terkait pengambilan keputusan yang mengacu pada pilihan yang dibuat
oleh aktor yang mempengaruhi tindakan suatu negara dalam sistem
internasional.41
Dalam memutuskan suatu kebijakan ditandai dengan
adanya resiko yang besar serta pertaruhan yang tinggi.42
FPDM dapat
mengungkap proses kognitif terkait pada pembuatan kebijakan luar negeri
suatu negara dengan “get into minds” para aktor yang membuat keputusan
41
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making [buku
on-line] (Cambridge: University Press, 2010, diunduh pada 20 Juni 2019); tersedia di
http://library.aceondo.net/ebooks/HISTORY/Understanding_Foreign_Policy_Decision_Making.pd
f 42
Jonathan Renshon dan Stanley A. Renshon, “The Theory and Practice of Foreign
Policy Decision Making” Political Psychology 29:4, Agustus 2008 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.jstor.org/stable/20447142 diunduh pada 20 Juni 2019.
18
serta dapat mengidentifikasi pola umum dari keputusan suatu negara atau
aktor.43
Selain itu, FPDM juga dapat memberikan pemahaman secara
mendalam terkait bias, motivasi, dan persepsi.44
Menurut Alex Mintz dan
Karl DeRouen, terdapat beberapa tipe pengambilan keputusan salah
satunya ialah Single Decision yaitu keputusan yang diambil secara
kesatuan oleh negara atau unilateral decision maker.45
Menurut FPDM, faktor domestik suatu negara seperti politik dan
ekonomi dapat membentuk dan mendorong negara dalam bertindak atau
memilih kebijakan luar negerinya.46
Terdapat beberapa model dalam
FPDM yang sering digunakan dalam studi Hubungan Internasional, salah
satunya ialah Rational Actor Model (RAM).47
Rational Actor Model atau
Model Aktor Rasional merupakan salah satu model FPDM yang
dikemukakan oleh beberapa ahli dalam dunia internasional salah satunya
ialah Graham Allison.48
Model yang dikemukakan oleh Allison dipengaruhi oleh adanya
krisis nuklir yang terjadi di Kuba antara Amerika Serikat (AS) dan Uni
Soviet (US), Allison mencoba menganalisa alasan kebijakan AS pada saat
43
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making, 5. 44
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making, 6. 45
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making, 6. 46
Joe D. Hagan, Philip P. Everts, Haruhiro Fukui dan Jogn D. Stempel, “Foreign Policy
by Coalition: Deadlock, Compromise, and Anarchy,” International Studies Review 3:2, 2001
[jurnal on-line]; tersedia di https://www.jstor.org/stable/3186568 diunduh pada 20 Juni 2019. 47
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making, 6. 48
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making, 57.
19
itu.49
Allison memaparkan tiga model dalam menganalisa pengambilan
keputusan kebijakan luar negeri, diantaranya ialah model aktor rasional,
model proses organisasi dan model politik birokratik.50
Model aktor rasional dapat dijadikan pedoman dalam penelitian ini
dikarenakan negara diketahui sebagai aktor rasional yang selalu bertindak
didasarkan pada pilihan rasional dan tidak terlepas dari kepentingan
negara itu sendiri termasuk Prancis dalam memilih untuk melakukan
penjualan senjata ke Arab Saudi.
Model Aktor Rasional memandang bahwa negara atau pemerintah
mengambil peran sebagai kesatuan pengambil keputusan kebijakan negara
atau unitary decision maker.51
Menurut Allison, pemerintah
mempertimbangkan tindakan yang paling dapat memenuhi tujuan nasional
negaranya.52
Selanjutnya, dalam model aktor rasional, terdapat empat tahap
asumsi dasar guna mencapai proses analisa dari pengambilan kebijakan
suatu negara diantaranya ialah tahap goals and objectives, alternatives,
consequences, dan choice.53
49
Sophie Vanhoonacker dan Patrice Wangen, Graham T. Allison, The Essence of
Decision: Explaining the Cuban Missle Crisis [buku on-line] (Oxford: Oxford University Press,
2015, diunduh pada 21 Juni 2019); tersedia di
https://www.oxfordhandbooks.com/view/10.1093/oxfordhb/9780199646135.001.0001/oxfordhb-
9780199646135-e-38 50
Sophie Vanhoonacker dan Patrice Wangen, Graham T. Allison, The Essence of
Decision: Explaining the Cuban Missle Crisis, 2. 51
Jasmine Huda, Conceptual Models of Foreign Policy Behaviour, Februari 1998
[artikel on-line], tersedia di http://www.umich.edu/~psci160/GSIPIERRE/005007.html diakses
pada 21 Juni 2019. 52
Jasmine Huda, Conceptual Models of Foreign Policy Behaviour. 53
Allison, G.T, Essence of Decision Explaining the Cuban Misssile Crisis )Boston: Little,
Brown and Company, 1971), 29.
20
Dalam tahap goals and objectives, aktor pembuat kebijakan dalam
menentukan tujuannya akan mempertimbangkan keuntungan, kegunaan
atau preferensi yang dapat mengetahui apa saja kemungkinan yang akan
terjadi jika keputusan diambil.54
Selanjutnya tahap alternatives, pada tahap ini aktor pembuat
kebijakan memilih diantara keseluruhan kebijakan alternatif yang ada pada
suatu kondisi, yang kemudian berkaitan dengan tahap ketiga yaitu
consequences di mana aktor mengidentifikasikan konsekuensi atau
perkiraan hambatan dan manfaatnya masing-masing dari kebijakan
alternatif yang ada, sehingga pada tahap terakhir yaitu tahap choice, aktor
pembuat kebijakan memilih pilihan alternativ yang memungkinkan untuk
mencapai tujuan negara yang didukung dengan perkiraan untung dan rugi
dari kebijakan yang diambil.55
2. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional sering menjadi acuan utama suatu negara
dalam mengambil sebuah kebijakan. Negara dalam melaksanakan
kepentingan nasionalnya tetap bergantung pada sifat rasional (sifat yang
bergantung pada untung atau ruginya suatu negara dalam melakukan
sebuah kebijakan atau tindakan).
Kepentingan nasional terbentuk atas kebutuhan suatu negara dalam
kondisi internal seperti politik, ekonomi, militer, atau sosial dan budaya,
54
Allison, G.T, Essence of Decision Explaining the Cuban Misssile Crisis, 29. 55
Allison, G.T, Essence of Decision Explaining the Cuban Misssile Crisis, 29-33.
21
dan kondisi eksternal atau kepentingan yang didasari akan upaya negara
untuk menciptakan „Power‟ sehingga dapat memberikan dampak atau
pengaruh dalam sistem internasional. Oleh karena itu, secara konseptual
kepentingan nasional digunakan untuk menjelaskan prilaku politik luar
negeri suatu negara.56
Penelitian ini menggunakan konsep kepentingan nasional Donald E.
Neuchterlin. Neuchterlin memaparkan dalam jurnalnya yang berjudul
National Interests and Foreign Policy: A conceptual framework for
analysis and decision-making bahwa kepentingan nasional merupakan
kebutuhan dan keinginan yang dirasakan oleh suatu negara berdaulat yang
berkaitan dengan negara lainnya serta terdiri melalui lingkungan
eksternal.57
Kemudian, Neuchterlin juga memaparkan bahwa kepentingan
nasional yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara
diantaranya ialah kepentingan keamanan, ekonomi, tatanan dunia, dan
kepentingan ideologi.58
Selain itu, Neuchterlin juga memaparkan empat
kepentingan dasar suatu negara yaitu kepentingan keamanan, ekonomi,
tatanan dunia dan kepentingan ideologi.59
56
P.Anthonius Sitepu, Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2001),.
163 57
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” British Journal of International Studies, 2:3,
Oktober 1976 [jurnal on-line]; tersedia di
https://www.jstor.org/stable/20096778?seq=1#page_scan_tab_contents diunduh pada 22 Juni 2019 58
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 248. 59
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 248.
22
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah Kualitatif,
yaitu metode penelitian yang mencari dan mengumpulkan fakta berdasarkan
pada interpretasi yang tepat60
. Teknik penulisan pada penelitian ini ialah
berpedoman pada Buku Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri
Syarifhidayatullah Jakarta.
Teknik pengumpulan data penelitian ini ialah melalui studi literatur
sebagai data sekunder yang bersumber dari buku, jurnal, berita lokal dan
internasional, serta website. Penelitian ini akan menggunakan rujukan literatur
yang berasal dari buku fisik, buku online, jurnal, laporan, berita dan seumber-
sumber lainnya. Teknik analisa dalam penelitian ini akan menggunakan analisa
deskriptif yaitu dengan menganalisa variabel-variabel terkait penelitian ini.
Teknik ini juga akan menghubungkan masalah dengan teori dan konsep
yang digunakan agar dapat mendeskripsikan data dan fakta yang ada.
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Jonathan Sarwono dalam bukunya yang
berjudul Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif yang menyatakan bahwa
tanpa adanya teori, suatu metode atau pendekatan akan mudah digoyahkan,
sehingga hadirnya teori dapat memberikan dasar yang kuat dalam berpikir
ilmiah. 61
Dalam menjawab pertanyaan penelitian dan kaitannya dengan kerangka
pemikirian, penelitian ini akan menggunakan teknik deduktif yaitu pemaparan
60
Withney, F.L, The elements of Research, (Osaka:Overseas book, 1990), 160 61
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006), 197.
23
masalah dan penjabaran terlebih dahulu yang kemudian akan memaparkan
kesimpulan di akhir penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab yang terdiri atas:
Bab I Pendahuluan, terdiri atas pernyataan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang Perdagangan Senjata Perancis dan Arab Saudi.
Subbab pertama membahas keterlibatan militer Arab Saudi dalam konflik Yaman
periode 2015 – 2017, yang menjelaskan terkait konflik Yaman, dan kebijakan
militer Arab Saudi dalam konflik tersebut. Subbab kedua kemudian membahas
tentang perdagangan senjata Prancis dan Saudi yang membahas terkait sejarah
perdagangan senjata Prancis serta dan perdagangan senjata Prancis dan Arab
Saudi periode 2015 – 2017.
Bab III membahas tentang pelanggaran Prancis terhadap pasal – pasal
dalam The Arms Trade Treaty . Subbab pertama membahas The Arms Trade
Treaty yang menjelaskan terkait proses pembentukan perjanjian serta pasal-pasal
yang terdapat dalam perjanjian tersebut. Subbab kedua kemudian membahas
tentang pelanggaran Perancis sebagai negara peratifikasi The Arms Trade Treaty.
Bab IV membahas tentang analisis kepentingan Perancis dalam melakukan
perdagangan senjata dengan Arab Saudi periode 2015 – 2017 yang dianalisa
24
dengan menggunakan FPDM dengan model pilihan aktor rasional serta
kepentingan nasional.
Bab V berisi kesimpulan dan saran.
25
BAB II
PERDAGANGAN SENJATA PRANCIS DAN ARAB SAUDI
Dalam bab ini menjelaskan perdagangan senjata Prancis dan Arab Saudi
periode 2015-2017. Namun, sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu keterlibatan
Arab Saudi dalam Konflik Yaman dan sejarah singkat Konflik Yaman pasca Arab
Spring. Kemudian, akan dibahas juga sejarah singkat perdagangan senjata Prancis.
Kemudian, pada akhir subbab dalam bab ini, akan dijelaskan perdagangan senjata
Prancis dan Arab Saudi serta signifikasi hubungan persenjataan dua negara
tersebut dalam konflik Yaman.
A. Keterlibatan Militer Arab Saudi dalam Konflik Yaman periode 2015-
2017
Arab Saudi atau al-Mamlakah al-Arabiyah as-Saudiyah merupakan negara
terbesar di kawasan Asia Barat dengan total luas lebih dari dua juta kilometer
persegi.62
Arab Saudi terletak di bagian dari benua asia yaitu kawasan Timur
Tengah, negara ini berbatasan secara langsung dengan Yordania, Irak, Kuwait,
Teluk Persia, Uni Emirat Arab, Oman dan Yaman.63
62
Nationsonline, Saudi Arabia, [artikel on-line], tersedia di
https://www.nationsonline.org/oneworld/saudi_arabia.htm diakses pada 25 April 2019. 63
Geographic Guide Maps of Asia, Political Map of Saudi Arabia, [artikel on-line],
tersedia di http://www.geographicguide.com/asia/maps/saudi-arabia.htm diakses pada 25 April
2019
26
Arab Saudi merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam
yang melimpah, seperti minyak dan gas bumi yang menjadikan negara ini sebagai
produsen minyak dan gas bumi terbesar di dunia, serta memegang 16% dari
cadangan minyak dan gas bumi di dunia pada 2015.64
Menjadi salah satu dari
produsen minyak terbesar di dunia, perekonomian Arab Saudi didominasi oleh
hasil penjualan minyak dan gas bumi sejak 1970an hingga saat ini.65
Selain itu, Arab Saudi merupakan tempat lahirnya agama Islam yang
memiliki dua kota suci bagi umat Islam, yaitu Mekah dan Madinah. Pada 1932,
seorang bernama Abdul Al-Aziz bin Abdul al-Rahman Al Saud bin Saud berhasil
membuat kerajaan Arab Saudi sebagai hasil dari upaya kampanye selama 30
tahun untuk menyatukan sebagian besar Semenanjung Arab.66
Sejak saat itu, Arab
Saudi merupakan negara yang dikuasai dan dipimpin oleh keluarga Al-Saud atau
House Al-Saud.
Sejak Arab Saudi resmi dibawah kuasa al-Saud, Arab Saudi menganut
sistem pemerintahan monarki absolut, di mana Raja memiliki wewenang sebagai
kepala negara dan pemerintah serta memiliki wewenang dalam pembuatan
kebijakan luar negeri.67
Kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya bertujuan
untuk membantu mencapai stabilitas internal negara itu, seperti stabilitas politik,
sosial, dan ekonomi, dan agama yang dalam proses pengambilan keputusan terkait
64
Central Intelligence Agency, The World FactBook: Middle East, Saudi Arabia,
[laporan on-line], tersedia di https://www.cia.gov/library/publications/the-world-
factbook/geos/sa.html diakses pada 25 April 2019 65
Britania.com, Saudi Arabia, [artikel on-line], tersedia di
https://www.britannica.com/place/Saudi-Arabia/Economy diakses pada 25 April 2019. 66
Central Intelligence Agency, The World FactBook: Middle East, Saudi Arabia. 67
James Wynbrandt, A Brief History of Saudi Arabia, (New York: Checkmark Books,
2004), 187
27
kebijakan luar negeri, keluarga Al-Saud merupakan penententu utama kebijakan
di negara tersebut.68
Kebijakan luar negeri Arab Saudi mampu membuat negara tersebut
memiliki pengaruh besar baik di kawasan Timur Tengah dan di dunia. Salah satu
kebijakan luar neger tersebut ialah kebijakan terkait hubungannya dengan
Amerika Serikat (AS). Hubungan antara AS dengan Saudi secara garis besar
ditandai dengan kerjasama minyak untuk keamanan (Oil for Security), yang
diidentifikasikan dengan adanya Arabian American Oil Company (ARAMCO).69
Selama menjalin kerjasama dengan AS, Saudi mendapatkan keamanan
terutama dalam melawan Soviet pada saat Perang Dingin. AS membantu Saudi
melawan pengaruh Iran di Timur Tengah selama Perang Irak-Iran pada 1980-
1988.70
Selain itu, Saudi juga dijadikan sebagai negara akses militer bagi Amerika
Serikat.71
Kesuksesan Arab Saudi di Timur Tengah tidak terlepas dari adanya
aspek politis AS dalam negara tersebut. Seperti halnya AS mampu menjadikan
Saudi sebagai pemimpin negara teluk yang mampu menyatukan Yaman Utara dan
68
Umer Karim,”The Evolution of Saudi Foreign Policy and the Role of Decision-making
Process and Actors,” The International Spectator, 52:2, 7 Juni 2017 [jurnal on-line], tersedia di
https://scihub.tw/https://doi.org/10.1080/03932729.2017.1308643; Internet; diunduh pada 25 April
2019. 69
Christopher M. Blanchard, “Saudi Arabia: Background and U.S Relations”
Congressional Research Service Report, 21 September 2018 [laporan on-line], tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/mideast/RL33533.pdf diunduh pada 27 April 2019. 70
Rachel Bronson, Ticker Than Oil: America‟s Uneasy Partnership with Saudi Arabia,
(New York: Oxford University Press, 2006) [buku on-line], tersedia di
https://www.cfr.org/content/publications/attachments/Excerpts.pdf diunduh pada 27 April 2019. 71
Rachel Bronson, Ticker Than Oil: America‟s Uneasy Partnership with Saudi Arabia, 4.
28
Yaman Selatan pada 1990 menjadi Republik Yaman yang dipimpin oleh Ali
Abdullah Saleh.72
Selain itu, kebijakan luar negeri Arab Saudi juga ditandai dengan
kerjasama nya antara negara-negara di Eropa, salah satunya ialah Prancis. Arab
Saudi dan Prancis meresmikan kerjasama dua negara tersebut sejak 1839 yang
ditandai dengan pembangunan konsulat Prancis di Jeddah, sejak saat itu hubungan
kedua negara terus mengalami peningkatan.73
Menurut Joseph Bahout, seorang
akademisi dan konsultan politik Timur Tengah, hubungan dua negara tersebut
sangat kuat dalam aspek Ekonomi dan juga terikat perjanjian terkait program
nuklir Iran.74
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, Arab Saudi merupakan
negara dengan sistem pemerintahan monarki absolut dan eksistensi sistem
pemerintahan tersebut masih berdiri tegak hingga saat ini. Gejolak politik yang
dikenal dengan The Arab Spring yang terjadi di Timur Tengah terkait upaya
masyarakat menumbangkan rezim otoriter, tidak mempengaruhi sistem
pemerintahan Arab Saudi yang bersifat otoriter dan tidak demokratis. Arab Saudi
72
Sharif Ismail, “Unification in Yemen: Synamics of Political Integration, 1978-2000,”
[on-line], tersedia di http://users.ox.ac.uk/~metheses/Ismail%20Thesis.pdf diunduh pada 27 April
2019. 73
Arabnews, France and Saudi Arabia enjoy close and confident relationship, 14 Juli
2016 [berita on-line], tersedia di http://www.arabnews.com/node/953251/saudi-arabia diakses
pada 27 April 2019. 74
Joseph Bahout, “French relations with Saudi Arabia”, Radio France International, 26
Januari 2015 [on-line], tersedia di https://carnegieendowment.org/2015/01/26/french-relations-
with-saudi-arabia-pub-58857 diakses pada 27 April 2019.
29
merupakan salah satu negara yang berhasil mempertahankan sistem politiknya
dalam menghadapi pengaruh Arab Spring di Timur Tengah.75
The Arab Spring merupakan sebutan atas situasi perlawanan masyarakat
terhadap pemerintah di negara-negara kawasan Timur Tengah pada awal 2011
dengan tujuan untuk melawan pemerintahan yang dinilai telah menjalankan
negara dengan kediktatoran, kebrutalan aparat keamanan dan korupsi.76
Perlawanan terhadap pemerintahan pertama kali dilakukan oleh masyarakat
Tunisia yang dipicu dengan adanya seorang pemuda bernama Mohammed
Bouazizi yang membakar dirinya sendiri atas dasar protes kepada pemerintahan
yang gagal menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Tunisia.77
Berawal dari aksi yang dilakukan oleh Bouzazi, masyarakat Tunisia mulai
melakukan perlawanan kepada pemerintahan Tunisia. Kemudian, protes yang
berlangsung di Tunisia dan adanya peranan sosial media pada saat itu mampu
menciptakan efek domino kepada pemerintah lainnya yang dianggap telah
mengecewakan masyarakat, seperti Libya, Mesir, dan disusul oleh Suriah, dan
Yaman.78
Arab Saudi merupakan salah satu negara yang mampu bertahan dalam
menghadapi gejolak politik dari adanya The Arab Spring. Padahal, Arab Saudi
75
M Muttaqien, “Arab Spring: Dimensi Domestik, Regional dan Global”, Global &
Strategis, 9:2 [jurnal on-line], tersedia di http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
jgs0ebb4483e02full.pdf diunduh pada 26 April 2019. 76
ThoughtCo., What Is The Arab Spring?, 11 Januari 2019 [artikel on-line], tersedia di
https://www.thoughtco.com/definition-of-the-arab-spring-2353029 diakses pada 26 April 2019. 77
History, Arab Spring, 5 April 2019 [artikel on-line], tersedia di
https://www.history.com/topics/middle-east/arab-spring diakses pada 26 April 2019. 78
Abdul Qadir Mushtaq, dan Muhammad Afzal, “Arab Spring: Its Causes And
Consequences”, JPUHS, 30:1, Juni 2017 [jurnal on-line], tersedia di
http://pu.edu.pk/images/journal/HistoryPStudies/PDF_Files/01_V-30-No1-Jun17.pdf diunduh
pada 26 April 2019.
30
juga merupakan negara dengan sistem pemerintahan monarki serta tidak
menjalankan keadilan dalam aspek ekonomi, sosial dan politik negara tersebut.79
Kemampuan Saudi dalam menjaga eksistensi sistem monarkinya tidak terlepas
dari adanya kebijakan dan strategi yang dilakukan negara tersebut, salah satunya
ialah melakukan intervensi ke negara yang berkonflik di Timur Tengah akibat
adanya The Arab Spring, salah satu negara tersebut ialah konflik Yaman.80
Republik Yaman merupakan salah satu negara di Timur Tengah dengan
bentuk pemerintahan Republik yang terbentuk pada 1990 pasca bersatunya
Yaman Selatan dan Yaman Utara.81
Yaman merupakan kawasan yang telah
mengalami gejolak politik sejak sebelum terjadinya unifikasi antara Yaman Utara
dan Yaman Selatan. Kemudian, awal Februari 2011, kelompok oposisi Yaman
yang dikenal dengan kelompok Houthi telah melakukan berbagai aksi yg
ditujukan untuk menurunkan Ali Abdullah Saleh. Kelompok Houthi didirikan
pada 1990-an oleh Hussein Badreddin al-Houthi yang menganut ideologi Syiah
Zaidiyah namun kini kelompok Houthi dipimpin oleh Abdul Malik yang
merupakan saudara dari Hussein.82
79
Saud Mousaed Al Tamamy, “Saudi Arabia and the Arab Spring: Opportunities and
Challenges of Security,” Journal of Arabian Studies: Arabia, the Gulf, and the Red Sea 2:2 [jurnal
on-line], tersedia di https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/21534764.2012.734117
diunduh pada 26 April 2019. 80
Matamata Politik, Awal Mula Perang Yaman: Mengapa Konflik Terus Memburuk?”ˆ
[berita on-line], tersedia di https://www.matamatapolitik.com/in-depth-awal-mula-perang-yaman-
mengapa-konflik-terus-memburuk/ diakses pada 27 April 2019. 81
Nations Online, Yemen, [artikel on-line], tersedia di
https://www.nationsonline.org/oneworld/yemen.htm diakses pada 25 April 2019. 82
Medcom.id, Pemberontakan Houthi dan Intervensi Saudi di Yaman, Medcom
Internasional, 21 November 2018 [berita on-line], tersedia di
https://www.medcom.id/internasional/dunia/1bVV4p2b-pemberontakan-houthi-dan-intervensi-
saudi-di-yaman diakses pada 28 April 2019.
31
Adanya aksi demonstrasi yang memanas di Yaman pada 2011 memicu
Gulf Cooperation Council (GCC) yang dipimpin oleh Arab Saudi serta didukung
oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa mengusulkan adanya transisi
kekuasaan terhadap Ali Abdullah Saleh, yang pada akhirnya berhasil menurunkan
Saleh dan menggatikannya dengan Abdrabu Mansoer Hadi.83
Transisi kekuasaan yang terjadi tidak mengurangi aksi dan protes yang
terjadi di Yaman, bahkan aksi tersebut meluas ke beberapa wilayah di Yaman
bagian selatan yang dikuasai oleh kelompok radikal Al-Qaeda dan wilayah bagian
utara tepatnya ibu kota Sana‟a dikuasai oleh kelompok Houthi bersama dengan
kelompok pendukung Saleh yang bertujuan untuk mengkontrol kota Sana‟a.84
Gejolak politik yang semakin memanas mendorong Presiden Mansoer
Hadi untuk melarikan diri ke Arab Saudi, dan meminta bantuan kepada Saudi
untuk melawan kelompok pemberontak di Yaman. Pada 26 Maret 2015, Saudi
bersama dengan beberapa negara teluk dan negara arab telah melakukan serangan
udara di Yaman yang dikenal dengan Decisive Storm yang ditujukan untuk
melawan kelompok Houthi di ibu kota Sana‟a dan kota Aden.85
Serangan udara
83
Firmanda Taufik, dan Lalu Wahyu Putra, Hegemoni Amerika Serikat Terhadap Arah
Kebijakan Arab Saudi dalam Konflik Yaman Pasca Arab Spring 2011-2017, [artikel on-line],
tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwj4moj11vXhAhXDR30KHZ9uCV8QFjAAegQIABAC&url=https%3A%2F%2Fic-
mes.org%2Fjurnal%2Findex.php%2FjurnalICMES%2Farticle%2Fdownload%2F2%2F4%2F&usg
=AOvVaw2eonpY6mCxzfQP00qN1cat diunduh pada 27 April 2019. 84
Ahmad Fuadi, “Kepentingan Arab Saudi Menghentikan Gerakan Pemberontak
Houthi,” Jurnal Demokrasi & Otonomi Daerah, 15:1, Januari 2017 [jurnal on-line], tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2ahUKEwjux_2tf
jhAhVHvo8KHUt5Al4QFjAAegQIAxAC&url=http%3A%2F%2Fejournal.unri.ac.id%2Findex.ph
p%2FJDOD%2Farticle%2Fdownload%2F5230%2F4903&usg=AOvVaw1NJaCGDUHEysCqCG
WVBZS0 diunduh pada 29 April 2019. 85
Ralph Shield, “The Saudi air war in Yemen: A case for coercive success through
battlefield denial,” Journal of Strategic Studies, 41:3, 2018 [jurnal on-line], tersedia di
https://doi.org/10.1080/01402390.2017.1308863 diunduh pada 29 April 2019.
32
yang dilakukan koalisi Arab Saudi pada 26 Maret 2015 telah membunuh sekitar
18 penduduk sipil di Sana‟s.86
Serangan koalisi negara arab Decisive Storm yang dimulai pada 25 Maret
2015 tersebut terus berlangsung sampai 21 April 2015 setelah Presiden Mansoer
Hadi mengistruksikan pemberhentian serangan yang telah memakan 3.512 korban
tewas.87
Namun, intervensi Saudi dan koalisi terus berlangsung dengan
mengumumkan adanya operasi baru yang dikenal dengan Restoring Hope, sebuah
operasi yang ditujukan untuk menciptakan bantuan kemanusiaan, namun pada
kenyataannya tidak menciptakan perubahan yang nyata terkait kemanusiaan di
Yaman.88
Intervensi militer Arab Saudi dan koalisi sejak 2015 hingga 2018 telah
memakan puluhan ribu korban jiwa, dan intervensi tersebut diiringi dengan
adanya bantuan dari negara-negara pengeskpor senjata dunia, seperti AS, Inggris,
dan Prancis yang hingga saat ini memutuskan untuk tetap menjadi pengekspor
senjata ke negara-negara koalisi arab.89
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, Prancis merupakan
negara pengekspor senjata terbesar ketiga ke Arab Saudi, yang sejak 2015 Prancis
dan Saudi telah melakukan banyak kesepakatan terkait perdagangan senjata.
86
Aljazeera, Saudi and Arab allies bomb Houthi positions in Yemen, 26 Maret 2015,
[berita on-line], tersedia di https://www.aljazeera.com/news/middleeast/2015/03/saudi-
ambassador-announces-military-operation-yemen-150325234138956.html diakses pada 29 April
2019. 87
Deddy, “LSM Yaman: 3512 Tewas Dalam Operasi Decisive Storm”, Jurnal Islam, 28
April 2015 [jurnal on-line], tersedia di https://jurnalislam.com/lsm-yaman-3512-tewas-dalam-
operasi-decisive-storm/ diakses pada 30 April 2019. 88
Ralph Shield, “The Saudi air war in Yemen: A case for coercive success through
battlefield denial,” 465-466. 89
France24, US, UK, France arms sales to Saudi coalition „devastating‟ Yemeni lives,
says Amnesty, 23 Maret 2018 [berita on-line], tersedia di https://www.france24.com/en/20180323-
yemen-saudi-coalition-arms-amnesty-civilian-casualties diakses pada 30 April 2019.
33
Selain itu, Prancis juga melakukan perdagangan senjata kepada negara-negara
yang tergabung dalam koalisi Saudi, seperti Uni Emirat Arab.90
Pada penelitian yang dilakukan oleh FIDH yang merupakan federasi
internasional hak asasi manusia, senjata Prancis telah digunakan oleh Arab Saudi
dan Uni Emirat Arab untuk melakukan serangan-serangan di Yaman dikarenakan
tingkat permintaan senjata dari dua negara tersebut meningkat seiring dengan
berlangsungnya konflik Yaman.91
Pada 2015-2017, Prancis telah mengirimkan berbagai jenis senjata ke
Saudi seperti Nexter Aravis lapis baja, ACMAT Bastion Patsas, Sherpa Light dan
Vab-Mark 3 kendaraan lapis baja, Drone, Rudal, Helikopter Cougar Transport
milik Airbus dan Senapan Sniper kepada Arab Saudi, serta mengirimkan senjata
berupa Nexter Aravis lapis baja, ACMAT Bastion Patsas lapis baja, 29 rudal,
Drone, Sherpa Light dan Vab-Mark 3 kendaraan lapis baja ke Uni Emirat Arab.92
Dalam melawan efek musim semi Arab, Saudi memilih untuk menjadi
negara yang mengintervensi langsung kawasan yang berkonflik atas dampak
adanya musim semi arab. Namun, intervensi militer yang dilakukan Arab Saudi
dan koalisi tidak terlepas dari adanya bantuan negara lain yang merupakan aliansi
negara tersebut seperti Prancis yang diketahui sebagai pemasok senjata ke Arab
Saudi. Maka dari itu, pada subbab selanjutnya akan dibahas perdagangan senjata
90
TheDefensePost, Saudi Arabia and UAE use French weapons in Yemen, report
reveals,15 April 2019 [artikel on-line], tersedia di https://thedefensepost.com/2019/04/15/french-
weapons-yemen-saudi-arabia-uae-disclose/ diakses pada 30 April 2019 91
Tony Fortin et.al “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of Control Mechanisms,” 7. 92
Tony Fortin et.al “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of Control Mechanisms,” 9.
34
Prancis berdasarkan sejarahnya, dan perdagangan senjata Prancis ke Arab Saudi
dalam periode 2015 – 2017.
B. Perdagangan Senjata Prancis dan Arab Saudi
1. Sejarah Perdagangan Senjata Prancis
Prancis merupakan salah satu negara yang secara aktif melakukan
perdagangan senjata dan merupakan pengekspor senjata terbesar ketiga di
dunia setelah AS dan Russia.93
Dalam total lima ribu perusahaan dan
empat ratus ribu pekerjaan terkait keamanan dan pertahanan di kawasan
Eropa, industri Prancis memegang sebanyak 25%.94
Perusahaan utama
dalam industri pertahanan dan keamanan Prancis ialah Dassault Aviation,
Naval Group, Airbus Group, MBDA Missle Systems, Nexter, Safran and
Thales.95
Kemampuan Prancis dalam melakukan penjualan senjata
pertama kali terjadi pada 1950, lima tahun setelah berakhirnya Perang
Dunia Kedua. 96
Pada Perang Dunia Kedua, Prancis memiliki hubungan erat dengan
AS terkait keamanan dan militer yang ditandai dengan bantuan dalam
bentuk dukungan AS kepada Prancis untuk melawan Jerman dan
mempertahankan kekaisaran kolonial Prancis, serta bantuan pembaharuan
93
SIPRI. Trends In International Arms Transfers 2017 94
France Diplomatie, Defence industries and technologies, Maret 2018 [Dokumen on-
line], tersedia di https://www.diplomatie.gouv.fr/en/french-foreign-policy/economic-diplomacy-
foreign-trade/supporting-french-businesses-abroad/strategic-sector-support/defence-industries-and/
diakses pada 1 Mei 2019. 95
France Diplomatie, Defence industries and technologies. 96
History On The Net, When Did WW2 End? [artikel on-line], tersedia di
https://www.historyonthenet.com/when-did-ww2-2-end diakses pada 1 Mei 2019.
35
dan perluasan industri militer Prancis.97
Dimulai dengan hubungan erat
kedua negara tersebut, saat berakhirnya Perang Dunia kedua, Prancis dapat
menjual senjata seperti light tank AMX-13 kepada Israel, Mesir, Peru, dan
Venezuela dan menjual jet tempur Dassault‟s M.D. Ouragon kepada Israel
dan India pada pertengahan 1950an.98
Sejak saat itu, Prancis merupakan
pengekspor senjata dunia yang melakukan pengiriman senjata setiap tahun
sampai pada 2017.99
Grafik II.1 Weapon Sales Prancis Pada 1950-2017.100
Grafik di atas menjelaskan bahwa perdagangan senjata Prancis
mengalami peningkatan yang cukup tinggi untuk pertama kalinya pada
1970-an serta mampu mencapai penjualan sekitar 4 miliar dolar AS tahun
1985. Menjadi aktor baru dalam penjualan senjata di dunia internasional,
97
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 1980 [jurnal on-line], tersedia di
https://www.jstor.org/stable/2615719?seq=1#metadata_info_tab_contents diunduh pada 1 Mei
2019. 98
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 56. 99
Trading Economics, France Weapon Sales, [laporan on-line], tersedia di
https://tradingeconomics.com/france/weapons-sales diakses pada 1 Mei 2019. 100
Trading Economics, France Weapon Sales.
36
pernyataan Presiden Prancis, Giscard d‟Estaing terkait sikap Prancis untuk
tidak menjadikan penjualan senjata sebagai prioritas utama negaranya
merupakan hal yang sangat bersebrangan dengan realita yang terjadi,
dikarenakan perdagangan senjata Prancis mengalami peningkatan dua kali
lipat pada 1974-1977 dari 1,4 miliar dolar AS menjadi 3 miliar dolar
AS.101
Pada 1977, The Arms Control and Disarmament Agency
menyatakan bahwa total penjualan perdagangan senjata dunia pada tahun
itu mencapai 17,6 miliar dolar AS, Prancis telah menyumbang sebanyak 3
miliar dolar AS.102
Pada saat itu, Prancis merupakan pengekspor senjata
terbesar ketiga, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet.103
Jika Prancis tidak melakukan penjualan senjata, pertumbuhan
ekonomi Prancis akan mengalami hambatan dikarenakan pada 1974-1977
dalam rata-rata pertahun Prancis mengalami defisit komersial sebesar 5,1
miliar dolar AS, pada periode yang sama penjualan senjata Prancis
meningkat mencapai 1,4 miliar dolar AS, sehingga apabila tidak ada
penjualan senjata, defisit yang diterima oleh Prancis akan lebih tinggi dari
6 miliar dolar AS pertahun. 104
101
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 62. 102
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 55.
103 Marek Thee, “Armaments, arms control and disarmament,” A Unesco reader for
disarmament education, 1981 [jurnal on-line], tersedia di
https://unesdoc.unesco.org/in/rest/annotationSVC/DownloadWatermarkedAttachment/attach_imp
ort_8ecf6720-0761-4be4-ab36-f6f60a9667d3?_=048001engo.pdf diakses pada 2 Mei 2019. 104
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 62.
37
Penjualan senjata pada Perang Dingin nyatanya telah membantu
perekonomian dan keamanan Prancis dalam bertahun-tahun. Pada Perang
Dingin, Prancis melakukan penjualan senjata kepada negara-negara di
Timur Tengah, salah satunya Arab Saudi yang menjadikan Prancis sebagai
pemasok senjata utamanya dengan membeli 450 tank AMX, dan rudal
darat-ke-udara yang dirancang khusus pada 1970an.105
Pada periode yang
sama, Timur Tengah merupakan kawasan atas negara-negara pengimpor
senjata terbesar di dunia dengan presentase sebesar 48%.106
Kemudian, penjualan senjata Prancis diketahui mengalami
peningkatan di tahun 1985 dengan penjualan sebanyak 4029 juta dolar
atau 4,029 miliar dolar AS, yang berdasarkan laporan SIPRI merupakan
tahun di mana Prancis meraih penjualan senjata tertinggi selama 1950 -
2017.107
Pada akhir Perang Dingin, Prancis diketahui menjadi pemasok
senjata dengan peringkat kedua di dunia bersama dengan Inggris dan
Rusia, sedangkan pringkat pertama diraih oleh AS.108
Penjualan senjata Prancis terus berjalan walaupun Perang Dingin
telah berakhir pada 1991 pasca bubarnya Uni Soviet.109
Meskipun Prancis
menduduki posisi kedua dalam proses penjualan senjata di kawasan Eropa,
total penjualan senjata Prancis dalam periode 1990 – 2000 mengalami
105
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 58. 106
Marek Thee, “Armaments, arms control and disarmament,” 27-28. 107
Trading Economics, France Weapon Sales. 108
Richard F. Grimmett, Conventional Arms Transfers in the Post-Cold War Era, CSR
Report for Congress, 28 September 1993 [ laporan on-line], tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/weapons/transfers-pcw.pdf diakses pada 2 Mei 2019. 109
U.S History, The End of the Cold War, U.S History Pre-Colombian to the New
Millenium [berita on-line], tersedia di http://www.ushistory.org/us/59e.asp diakses pada 3 Mei
2019.
38
penurunan sebanyak 47%.110
Penurunan penjualan dan ekspor senjata
Prancis dapat dilihat pada grafik sebagai berikut:
Grafik II.2 Total Weapon Sales Prancis Periode 1990-2000
(dalam jutaan dolar AS).111
Berdasarkan grafik di atas, 1994 merupakan tahun di mana
penjualan senjata Prancis berada pada titik terendah selama periode 1990 –
2000 dengan penjualan yang hanya mencapai 849 juta dolar AS. Namun,
penurunan senjata Prancis bukan satu-satunya masalah yang dihadapi
negara itu, pada periode yang sama Prancis diketahui terlibat dalam
konflik Rwanda karena telah melakukan pengiriman senjata dan keperluan
militer dengan total 6 miliar dolar AS dalam periode 1990 – 1994.112
110
Elisabeth Sköns dan Reinhilde Weidacher, SIPRI Yearbook 2002: Armaments,
Disarmament and International Security [ buku on-line] (Sweden: Oxford University Press, 2002,
diunduh pada 3 Mei 2019); tersedia di https://www.sipri.org/sites/default/files/07.%20.pdf 111
Trading Economics, France Weapon Sales. 112
Mel Mcnulty, “French arms, war and genocide in Rwanda,” Crime, Law & Social
Change, 2000 [jurnal on-line], tersedia di http://www.francegenocidetutsi.org/McNulty.pdf
diunduh pada 3 May 2019.
39
Hal tersebut kemudian menuai kritik terhadap Prancis dikarenakan
pada 1994 terjadi aksi genosida dalam konflik Rwanda.113
Keterlibatan
Prancis di konflik Rwanda menciptakan adanya komisi parlementer
pertama yang meneliti kegiatan militer Prancis di luar negeri, meskipun
penyelidikan tersebut tidak berhasil mengidentifikasikan apakah pasokan
senjata Prancis memperburuk situasi di Rwanda atau sebaliknya.114
Selain itu, grafik II.2 menjelaskan bahwa terjadinya peningkatan
penjualan senjata Prancis pasca 1994, hal tersebut dilatar belakangi dengan
tingginya ekspor senjata Prancis ke banyak negara, beberapa diantaranya
ialah ke Taiwan dengan total 4,2 miliar dolar AS, lalu ke Arab Saudi
dengan total 2,3 miliar dolar AS, dan Uni Emirat Arab sebesar 2,2 miliar
dolar AS pada periode 1995 - 1997.115
Grafik II.3 menjelaskan bahwa pada 1997, total penjualan senjata
Prancis mencapai 3230 juta dolar AS atau setara dengan 3,23 miliar dolar
AS dan menjadi tahun dengan penjualan tertinggi dalam periode 1990 –
2000. Kemudian, pada periode 2001-2008, Prancis merupakan penjual
senjata terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika dan Russia dan menjadi
penjual utama di kawasan Eropa.116
113
Mel Mcnulty, “French arms, war and genocide in Rwanda,” Crime, Law & Social
Change, 105. 114
Mel Mcnulty, “French arms, war and genocide in Rwanda,” 105. 115
U.S Department of State Bureau of Verification and Compliance, World Military
Expenditures and Arms Transfers 1998, Department of State, April 2000 [ dokumen on-line],
tersedia di https://www.state.gov/documents/organization/110701.pdf diakses pada 3 Mei 2019. 116
Richard F. Grimmett, Conventional Arms Transfers in the Post-Cold War Era, CSR
Report for Congress, 1-11.
40
Menjadi negara terkemuka dalam penjualan senjata, Prancis
melihat penjualan senjata sebagai hal penting dalam mencapai kepentingan
nasional, pengembangan militer Prancis, serta sebagai sarana untuk
underwriting development. 117
Underwriting development adalah proses di
mana seorang aktor atau institusi membuat keputusan untuk menentukan
kelayakan dan potensi aktor atau institusi tersebut.118
Grafik II.3 Weapon Sales Prancis Periode 2001 – 2010
(dalam jutaan dolar AS)119
Grafik II.3 memperlihatkan bahwa dalam periode 2001 – 2010,
terdapat penurunan drastis yang terjadi antara 2009 dan 2010, yang total
penjualan di 2009 sebesar 1,929 miliar dolar AS turun menjadi 897 juta
dolar AS.
Namun, penyebab turunnya penjualan senjata Prancis pada 2010
ialah lemahnya ekonomi global yang menimbulkan banyak negara
117
Richard F. Grimmett, Conventional Arms Transfers in the Post-Cold War Era, CSR
Report for Congress, 11. 118
Fundrise, Why Underwriting is the Most Important Piece of the Investment Process
[artikel on-line], tersedia di https://fundrise.com/education/blog-posts/why-underwriting-is-the-
most-important-piece-of-the-investment-process diakses pada 3 Mei 2019. 119
Trading Economics, France Weapon Sales.
41
pengimpor senjata melakukan penundaan dan pembatasan pembelian
senjata, sehingga beberapa pemasok senjata di dunia mengalami
penurunan yang signifikan termasuk posisi Prancis sebagai pemasok
senjata dunia mengalami penurunan tahun 2010.120
Selain itu, penjualan
senjata tertinggi dalam periode 2001 - 2010 terjadi pada 2007, hal ini
dilatar belakangi dengan adanya perjanjian senjata untuk rudal Milan anti-
tank antara Prancis dan Libya dengan total kontrak sebesar 230 juta dolar
AS.121
Kebangkitan penjualan senjata dunia pasca kelemahan ekonomi di
2010 terjadi di tahun 2016, yang total penjualan senjata dan layanan
militer mencapai 374 miliar dolar AS.122
Pada total 374 miliar dolar AS,
Prancis menyumbang sebanyak 2,278 miliar dolar AS khusus dalam
penjualan senjatanya tahun 2016.123
Penjualan senjata Prancis pasca
gangguan ekonomi dunia pada 2010 dapat dilihat pada grafik berikut:
120
Richard F. Grimmett, Conventional Arms Transfers to Developing Nations, 2003-
2010, CSR Report for Congress, 22 September 2011 [on-line], tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/weapons/R42017.pdf diakses pada 3 Mei 2019. 121
Aljazeera, France confirms Libya arms deal, 4 Agustus 2007 [berita on-line], tersedia
di https://www.aljazeera.com/news/europe/2007/08/2008525133153830598.html diakses pada 3
Mei 2019. 122
SIPRI, Global arms industry: First rise in arms sales since 2010, says SIPRI, SIPRI
for the media, 11 Desember 2017 [berita on-line], tersedia di https://www.sipri.org/media/press-
release/2017/global-arms-industry-first-rise-arms-sales-2010-says-sipri diakses pada 3 Mei 2019. 123
Trading Economics, France Weapon Sales.
42
Grafik II.4 Total Weapon Sales Prancis Periode 2011 – 2017
(dalam jutaan dolar AS)124
Berdasarkan pada grafik II. 4, kenaikan penjualan senjata Prancis
cukup tajam tahun 2011 yang mencapai 1,758 miliar dolar AS. Kenaikan
penjualan dilatarbelakangi dengan adanya penjualan senjata Prancis ke
Rusia sebesar 1,6 miliar dolar AS.125
Grafik II.4 menjelaskan bahwa penurunan penjualan senjata
Prancis kembali terjadi pada 2012, total penjualan senjata Prancis menurun
dari 1,758 miliar dolar AS, menjadi 1,035 miliar dolar AS. Penurunan
tersebut disebabkan oleh beberapa pesanan senjata yang tidak dapat
terpenuhi untuk sistem senjata bernilai tinggi, termasuk 10 kapal selam
yang dipesan oleh Brasil dan India, 7 fregat yang dipesan oleh Malaysia
dan Maroko, dan 175 pesawat tempur yang dipesan oleh India.126
124
Trading Economics, France Weapon Sales. 125
The Local, French weapons exports continue to boom, 9 September 2014 [berita on-
line], tersedia di https://www.thelocal.fr/20140909/french-arms-sales-industry-continues-to-boom
4 Mei 2019. 126
Pieter D. Wezeman, dkk, Trends in International Arms Transfers, 2012, SIPRI Fact
Sheet, Maret 2013 [laporan on-line], tersedia di
https://www.sipri.org/sites/default/files/files/FS/SIPRIFS1303.pdf diakses pada 3 Mei 2019
43
Pada 2013 – 2017 Prancis kembali menjadi salah satu negara
pengekspor senjata terbesar di dunia, setelah mengalami penurunan pada
2010, hal ini dilatar belakangi dengan peningkatan ekspor senjata
sebanyak 27% pada 2013 – 2017.127
Sebanyak 42% dari total penjualan
senjata Prancis dilakukan di kawasan Timur Tengah, 31% di kawasan Asia
dan Oseania, 10% di negara-negara Eropa, 9,1% di kawasan Amerika, dan
7,5% di kawasan Afrika. 128
Pada 2015, Prancis melakukan pengiriman
keperluan militer untuk tentara Lebanon sebesar 1 miliar dolar AS yang
merupakan bagian dari perjanjian senjata antara Prancis dengan Arab
Saudi dengan total kontrak perjanjian sebesar 3 miliar dolar AS.129
Tingginya presentase penjualan senjata Prancis ke negara-negara
Timur Tengah tidak terlepas dari penjualan senjata Prancis ke Arab Saudi.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, setelah AS dan Inggris,
Prancis merupakan negara pemasok senjata terbesar ke Arab Saudi, kedua
negara tersebut telah menandatangani kontrak jual beli senjata mencapai
12 miliar dolar AS pada 2015.130
Total kontrak yang disepakati kedua
negara tersebut memenuhi hampir keseluruhan total Worldwide Arms
127
SIPRI. Trends In International Arms Transfers 2017, 4. 128
SIPRI. Trends In International Arms Transfers 2017, 4. 129
Reuters, French Weapons arrive in Lebanon in $3 billion Saudi-funded deal, 20 April
2015 [berita on-line], tersedia di https://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-lebanon-
army/french-weapons-arrive-in-lebanon-in-3-billion-saudi-funded-deal-
idUSKBN0NB0GI20150420 diakses pada 5 Mei 2019. 130
Giorgio Cafiero dan Daniel Wagner, “France: Saudi Arabia‟s New Arms Dealer,” The
National Interest, 10 Agustus 2015 [artikel on-line], tersedia di
https://nationalinterest.org/feature/france-saudi-arabias-new-arms-dealer-13533 diakses pada 4
Mei 2019.
44
Transfer Agreements Prancis pada 2015 yang sebanyak 15,3 miliar dolar
AS.131
Terdapat beberapa perjanjian penjualan senjata yang dilakukan
kedua negara khususnya dalam periode 2015 – 2017. Penjelasan mengenai
penjualan senjata tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dalam subbab
perdagangan senjata Prancis dan Arab Saudi periode 2015 – 2017.
2. Perdagangan Senjata Prancis dan Arab Saudi periode 2015 –
2017
Prancis dan Arab Saudi secara resmi memiliki hubungan bilateral
pada 1839 yang diidentifikasikan dengan pembukaan konsulat Prancis
untuk pertama kalinya di Jeddah.132
Namun, kedekatan dua negara tersebut
menguat pasca pertemuan Jenderal de Gaulle dan Raja Faisal pada 1967.
133 Prancis dan Saudi melakukan kerjasama di berbagai aspek seperti
ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, energi, serta
keamanan dan pertahanan.134
Namun, aspek yang paling menonjol dari kedekatan Prancis dan
Saudi ialah ekonomi, politik, energi serta keamanan dan pertahanan,
mengingat pada Perang Dingin, Prancis menjadi eksportir senjata ke Arab
131
Cathrine A. Theohary, “Conventional Arms Transfers to Developing Nations, 2008 –
2015,” Congressional Research Service, 19 Desember 2016 [laporan on-line]; tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/weapons/R44716.pdf diunduh pada 5 Mei 2019. 132
Arab News, France and Saudi Arabia enjoy close and confident relationship, 14 juli
2016 [berita on-line], tersedia di http://www.arabnews.com/node/953251/saudi-arabia diakses
pada 5 Mei 2019. 133
Arab News, France and Saudi Arabia enjoy close and confident relationship. 134
France in the United Kingdom, French expertise can help transform Saudi Arabian
economy, Paris 10 April 2018 [artikel on-line], tersedia di https://uk.ambafrance.org/French-
expertise-can-help-transform-Saudi-Arabian-economy diakses pada 6 Mei 2019.
45
Saudi serta menjadi importir minyak dari Arab Saudi.135
Sebagaimana
yang telah dipaparkan sebelumnya, pada 1970an Saudi menjadikan Prancis
sebagai pemasok utama senjata ke negaranya. Disisi lain, 36,4% minyak
Prancis datang dari Arab Saudi di periode yang sama.136
Kedekatan tersebut dilatar belakangi oleh keadaan Prancis yang
membutuhkan stok minyak bumi untuk keberlangsungan perekonomian
dan penjualan senjata Prancis, serta kebutuhan Arab Saudi atas peralatan
keamanan dan pertahanan negara.137
Hubungan Prancis dan Arab Saudi
terus berlangsung bahkan setelah berakhirnya Perang Dingin.
Pada 2012, kedekatan antara Prancis dan Saudi semakin meningkat
yang ditandai dengan kedatangan Presiden François Hollande ke Saudi
sebanyak empat kali setelah terpilihnya ia menjadi Presiden dalam
pemilihan umum, pertemuan tersebut mendiskusikan terkait Iran‟s
Nuclear Deal dan krisis yang terjadi di Suriah.138
Kemudian pada April
2015, Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius menyatakan dukungan
negara Prancis terhadap koalisi Arab Saudi di Yaman.139
Dukungan
tersebut kemudian ditandai dengan adanya peningkatan kontrak pembelian
135
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 58 – 63. 136
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 63. 137
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 63. 138
France 24, Hollande holds talks in Saudi Arabia on Iran and Syria, 4 September 2012
[berita on-line], tersedia di https://www.france24.com/en/20121104-france-hollande-saudi-arabia-
first-visit-discuss-iran-nuclear-programme-syria-crisis-diplomacy diakses pada 6 Mei 2019. 139
War Is Boring, France Is at War in Yemen, Photos Indicate, 22 Agustus 2016 [berita
on-line], tersedia di https://warisboring.com/france-is-at-war-in-yemen-photos-indicate/ diakses
pada 7 Mei 2019.
46
senjata antara Prancis dan Saudi yang menandatangani perjanjian sebesar
12 miliar dolar AS pada Juni 2015.140
Pada 2015, total pengiriman senjata Prancis ke Saudi mencapai
900 juta euro yang sebelumnya hanya mencapai 644 juta euro pada 2014.
141 Pada 2015, sejumlah enam kapal tanker Airbus 330-200 MRRT dan
745 Senapan Sniper jarak jauh dikirim ke Arab Saudi.142
Menurut
Observatoire des Armements, kontrak senjata antara Prancis dan Saudi
yang dimaksudkan untuk Lebanon ternyata digunakan untuk
mempersiapkan keperluan militer Saudi di Yaman serta mempercepat
pengiriman di puncak konflik tersebut.143
Pada 2016, peningakatan pengiriman senjata ke Arab Saudi
kembali mengalami peningkatan sebesar 1 miliar euro, hal ini terlihat
bahwa kenaikan pengiriman senjata ke Saudi bersamaan dengan
keterlibatan negara tersebut dalam konflik Yaman.144
Prancis melakukan
pengiriman kendaraan lapis baja ringan (light armored vehicles) sebanyak
276, kendaraan Sherpa Light dan pengankut personel Vab Mark 3 dari
perusahaan Renault, serta 500 Senapan Sniper jarak jauh, serta perjanjian
pembuatan 39 kapal patroli.145
Selain itu, Prancis juga mendatangkan
Angkatan Laut negara tersebut yang dilengkapi dengan sistem navigasi
140
Al Arabia, Saudi Arabia and France ink $12bln deal, 24 Juni 2015, Al Arabia News. 141
Tony Fortin et.al “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of Control Mechanisms,” FIDH International Human Rights, 2018, 8. 142
OrientXXI, How France Participates in the Yemen Conflict, [artikel on-line], tersedia
di https://orientxxi.info/magazine/how-france-participates-in-the-yemen-conflict,1997 diakses
pada 7 Mei 2019. 143
OrientXXI, How France Participates in the Yemen Conflict. 144
Tony Fortin et.al “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of Control Mechanisms,” FIDH International Human Rights, 2018, 8. 145
OrientXXI, How France Participates in the Yemen Conflict.
47
elektronik untuk membantu pertahanan blokade koalisi arab yang saat itu
sedang melemah.146
Prancis dan Saudi kembali mengadakan kontrak pembelian senjata
yang mencapai 14 miliar dolar AS pada 2017.147
Kemudian, Prancis juga
melakukan pengiriman dua kapal tanker Airbus 320-200 MRTT, Caesar
cannons dari perusahaan Nexter, ACMAT Bastion Patsas lapis baja ringan,
drone spionase militer SDTI, dan kapal patroli dari perusahaan Couach,
serta helicopter cougar troop transport dari perusahaan Airbus.148
Selain itu, Prancis juga mengirimkan laser designation pods by
Thales Damocles XF dan dalam periode yang sama perusahaan Thales
menduduki peringkat ke 8 sebagai perusahaan yang menjual senjata dan
layanan militer terbesar di dunia.149
Selain itu, Airbus Group menduduki
peringkat ke 7 sebagai perusahaan yang menjual senjata dan layanan
militer di dunia, dan juga perusahaan Naval Group yang menduduki
peringkat ke 19 di dunia.150
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, pada 2015 terjadi
serangan oleh koalisi Arab Saudi di konflik Yaman (decisive storm), yang
berdasarkan prakteknya telah melanggar hukum humaniter internasional
146
OrientXXI, How France Participates in the Yemen Conflict. 147
Quartz, Despite the murder of Jamal Khashoggi, most countries continue to sell arms
to Saudi Arabia, 27 Oktober 2018 [berita on-line], tersedia di https://qz.com/1440586/countries-
keep-selling-arms-to-the-saudis-despite-khashoggis-murder/ diakses pada 7 Mei 2019. 148
Tony Fortin et.al “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of Control Mechanisms,” FIDH International Human Rights, 2018, 9. 149
SIPRI, SIPRI Arms Industry Database, [artikel on-line], tersedia di
https://www.sipri.org/databases/armsindustry diunduh pada 7 Mei 2019. 150
SIPRI, SIPRI Arms Industry Database.
48
dikarenakan telah merenggut nyawa sebanyak 3.512 korban.151
Selain itu,
serangan Arab Saudi dan koalisi juga telah menciptakan krisis kemanusian
terbesar di dunia selama konflik Yaman berlangsung yang ditandai dengan
kekurangan makanan dan minuman, krisis air, kerusakan bangunan, dan
banyaknya warga sipil menjadi korban seperti meninggal dunia dan
mengalami gizi buruk atau luka-luka akibat konflik yang terjadi di
Yaman.152
Berdasarkan Armed Conflict Location and Event Data Project
(ACLED), sejak 2015, sebanyak 56,000 penduduk Yaman telah tewas
dalam konflik yang terjadi dan 570,000 penduduk Yaman kehilangan
rumah.153
Bantuan Prancis terkait perdagangan senjata merupakan prilaku
yang bertentangan dengan komitmen negara tersebut yang telah
meratifikasi The Arms Trade Treaty (ATT) pada April 2014.154
Pendapat
ini disetujui oleh Anna Macdonald yang merupakan Director of Arms
Control, yang mengatakan bahwa Yaman merupakan kawasan yang
menjadi kegagalan pengimplementasian ATT di karenakan negara yang
menyetuji adanya ATT salah satunya Prancis, telah melakukan
151
Deddy, “LSM Yaman: 3512 Tewas Dalam Operasi Decisive Storm”, Jurnal Islam, 28
April 2015 [jurnal on-line], tersedia di https://jurnalislam.com/lsm-yaman-3512-tewas-dalam-
operasi-decisive-storm/ diakses pada 30 April 2019. 152
ICRC, Life in Yemen: Death, Destruction and Hunger, International Committee of the
Red Cross, 19 November 2018 [artikel on-line], tersedia di
http://www.icrcnewsroom.org/open.asp?ID=2678 diakses pada 8 Mei 2019. 153
Independent, The Yemen war death toll is five times higher than we think – we can‟t
shrug off our responsibilities any longer, 26 Oktober 2018 [berita on-line], tersedia di
https://www.independent.co.uk/voices/yemen-war-death-toll-saudi-arabia-allies-how-many-killed-
responsibility-a8603326.html diakses pada 8 Mei 2019. 154
Peter Woolcott, The Arms Trade Treaty.
49
pelanggaran atas perjanjian tersebut.155
Tidak hanya Anna, Ancile Avocat
sebagai firma hukum Prancis menyatakan bahwa ekspor senjata Prancis ke
Arab Saudi dan UAE bertentangan dengan komitmen internasionalnya
yang telah meratifikasi perjanjian perdagangan internasional.156
Adanya intervensi militer Arab Saudi dan koalisi telah
menciptakan ketidakstabilan baik secara politik, ekonomi, dan keamanan
di kawasan Yaman. Namun, hal menarik yang terdapat dalam konflik
tersebut ialah keterlibatan negara-negara barat yang memberikan bantuan
kepada Arab Saudi seperti Prancis.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, Prancis
merupakan negara pengekspor senjata terbesar ketiga ke Arab Saudi.
Peningkatan penjualan senjata tersebut sejalan dengan konflik Yaman
yang berlangsung sejak 2015. Hal yang melatarbelakangi Arab Saudi
meningkatkan kontrak penjualan senjatanya dengan Prancis dikarenakan
Saudi melihat Prancis sebagai negara yang mampu memenuhi kepentingan
teknologi militer Saudi.157
Selain itu, Prancis juga dilihat sebagai negara yang mampu
menjadi aliansi Saudi dalam aspek minya. Hal tersebut diidentifikasikan
dengan peningkatan penjualan minyak Saudi ke Prancis pada 2015 yang
155
The Citizen. US, UK, France Violate Arms Trade Treaty to Sell Arms to Saudi Arabia
Despite Yemen. 156
Jurnis, Pasok Senjata ke Arab Saudi dan UEA, Prancis Langgar Hukum Internasional. 157
The National Interest, France: Saudi Arabia‟s New Arms Dealer, 10 Agustus 2015 (berita on-
line), tersedia di https://nationalinterest.org/feature/france-saudi-arabias-new-arms-dealer-13533
Diakses pada 30 Agustus 2019.
50
mencapai 18,6%, angka tersebut tertinggi dibandingkan negara lain.158
Hal
tersebut dilatarbelakangi karena Prancis merupakan negara yang
perekonomiannya berkaitan erat dengan sektor industri sehingga memiliki
kebutuhan akan minyak.159
Namun, keterlibatan Prancis dalam memberi bantuan ke Saudi
yang merupakan pemimpin koalisi serangan di Yaman pada dasarnya telah
melanggar komitmen negara tersebut dalam perjanjian internasionalnya,
namun hingga saat ini Prancis masih menjadi negara pemasok senjata ke
Arab Saudi tanpa adanya investigasi penggunaan senjata yang dikirim
meskipun Prancis telah menerima kritik dari berbagai Non-Governmental
Organization (NGO) dan asosiasi terkait penjualan senjatanya ke Arab
Saudi.
Berdasarkan laporan yang dikutip oleh The Defense Post yang
berdasarkan laporan disclose, menyatakan bahwa senjata Prancis terbukti
digunakan Saudi dalam konflik Yaman, seperti tank dan sistem peluru
menggunakan laser yang dibeli oleh Saudi dan UAE, Cougar transport
helicopter milik Airbus, serta Caesar cannons Nexter Group yang dibeli
Arab Saudi.160
Penggunaan senjata Prancis dalam konflik Yaman merupakan
pelanggaran atas ATT yang telah diratifikasi oleh Prancis sebelumnya.
158
Statista, Import shares of the main crude oil suppliers to France in 2015, 24 November 2016
(berita on-line), tersedia di https://www.statista.com/statistics/744232/crude-oil-main-supplier-
countries-france/ diakses pada 30 Agustus 2019. 159
Tiger General, The Importance of Oil and Gas In Today‟s Economy, 160
The defense post, Saudi Arabia and UAE use French weapons in Yemen, report
reveals, 15 April 2019 [berita on-line], tersedia di https://thedefensepost.com/2019/04/15/french-
weapons-yemen-saudi-arabia-uae-disclose/ diakses pada 8 Mei 2019.
51
Keterkaitan antara hubungan perdagangan senjata Prancis ke Saudi
periode 2015 – 2017 dengan ATT menjadikan penelitian ini memerlukan
pembahasan yang lebih dalam terkait ATT dan pelanggaran Prancis dalam
ATT. Maka dari itu, pada bab selanjutnya akan dibahas perjanjian ATT
dan pelanggaran Prancis dalam ATT.
52
BAB III
PELANGGARAN PRANCIS TERHADAP PASAL – PASAL
DALAM THE ARMS TRADE TREATY
Bab ini membahas tentang pelanggaran Prancis terhadap perjanjian senjata
internasional yang dikenal dengan ATT. Agar dapat memaparkan penjelasan
terkait, maka akan dibahas terlebih dahulu ATT dalam subbab The Arms Trade
Treaty. Kemudian, pada subbab terakhir akan dibahas pelanggaran Prancis
terhadap ATT.
A. The Arms Trade Treaty
Upaya untuk menciptakan The Arms Trade Treaty dilakukan pada 1997
oleh mantan Presiden Costa Rica yang memenangkan hadiah Nobel Perdamaian,
Oscar Arias yang merekomendasikan agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
membuat aturan penjualan senjata berstandar internasional.161
Atas pengaruh usulan tersebut, PBB merencanakan untuk menciptakan
adanya perjanjian berstandar internasional terkait impor dan ekspor senjata
konvensional yang dipaparkan dalam sidang Majelis Umum PBB pada 6 Maret
161
Peter Woolcott, The Arms Trade Treaty, United Nations Audiovisual, Library of
International Law, 1.
53
2006, dan di sahkan dalam Resolusi Majelis Umum PBB No.61/89.162
Resolusi
tersebut menyadari bahwa konflik serta kejahatan-kejahatan yang melemahkan
perdamaian, mempersulit rekonsiliasi dan mengganggu keamanan, stabilitas serta
pembangunan berkelanjutan merupakan dampak atas tidak adanya perjanjian
senjata umum berstandar internasional terkait impor, ekspor, dan pengiriman
senjata konvensional.163
Kemudian pada 2 April 2013, ATT resmi diadopsi oleh PBB serta
disahkan dalam resolusi Majelis Umum PBB No. 68/31 pada 5 Desember 2013.164
Peresmian tersebut menjadikan ATT sebagai perjanjian senjata yang mengatur
perdagangan senjata konvensional, amunisi, serta suku cadar berstandar
internasional.165
ATT resmi berjalan pada 2014 dan hingga saat ini, terdapat 102
negara yang meratifikasi ATT salah satunya ialah Prancis.166
Ban Ki Moon,
Sekjen PBB periode 2007 - 2016 berharap ATT dapat mencegah adanya
pengiriman senjata kepada panglima perang, pelanggar hak asasi manusia, teroris
dan organisasi kriminal.167
Namun, ATT memiliki kendala tersendiri dalam pengaplikasiannya di
dunia internasional, karena beberapa negara yang diketahui sebagai pengekspor
senjata terbesar di dunia yaitu AS dan Rusia memilih untuk tidak meratifikasi
162
United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 6
December 2006, 18 Desember 2006. 163
United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 6
December 2006, 18 Desember 2006. 164
United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 5
Deember 2013, 9 Desember 2013. 165
Peter Woolcott, The Arms Trade Treaty, United Nations Audiovisual, Library of
International Law, 2. 166
United Nations Treaty Collection, Disarmament. 167
BBC News, Global arms trade deal takes effect, 24 Desember 2014 [berita on-line],
tersedia di https://www.bbc.com/news/world-30594854 diakses pada 14 Mei 2019.
54
perjanjian tersebut.168
Selain itu, India dan Arab Saudi yang diketahui sebagai
pengimpor senjata terbesar di dunia juga memilih untuk tidak meratifikasi
ATT.169
Meratifikasi sebuah perjanjian internasional merupakan tindakan negara
dalam mengindikasikan persetujuannya untuk terikat pada perjanjian terkait.170
Sehingga, dengan kata lain negara yang meratifikasi ATT telah menunjukan
tindakannya untuk terikat pada perjanjian tersebut.
Secara keseluruhan, terdapat 28 pasal dalam ATT yang menjelaskan
secara mendalam terkait proses ekspor, impor serta pengiriman senjata
konvensional, namun bab ini memaparkan beberapa Pasal yang terkait dengan
fokus penelitian yaitu Pasal 1 – 7. Sebagaimana yang telah di paparkan
sebelumnya, pasal 1 dari ATT berisikan tentang Object dan Purpose atau Maksud
dan Tujuan adanya ATT.
Maksud adanya ATT ialah untuk menciptakan kesamaan standar
internasional dalam mengatur perdagangan senjata yang bertujuan untuk
berkontribusi dalam perdamaian, keamanan dan stabilitas regional maupun
internasional, mengurangi penderitaan manusia dan meningkatkan kerjasama serta
tanggung jawab negara dalam ATT.171
168
UNODA (United Nations Office for Disarmament Affairs), ATT: Status of
ratifications and accessions, [dokumen on-line], tersedia di https://s3.amazonaws.com/unoda-
web/wp-content/uploads/2019/05/ATT-status-of-ratifications-and-accessions-9-may-2019.pdf
diakses pada 14 Mei 2019. 169
UNODA (United Nations Office for Disarmament Affairs), ATT: Status of
ratifications and accessions. 170
DAG HAMMARSKJÖLD, What is the difference between signing, ratification and
accession of UN treaties?,” DAG HAMMARSKJÖLD LIBRARY, 26 April 2018 [dokumen on-
line], tersedia di http://ask.un.org/faq/14594 diakses pada 15 Mei 2019. 171
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty (2013), 17.
55
Pasal 1 ATT mencerminkan tujuan dari PBB yang tercantum dalam
piagam PBB Pasal 1 (1) yang menyatakan bahwa PBB merupakan organisasi
internasional yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia
dengan cara melakukan pencegahan serta penghapusan ancaman terhadap
perdamaian yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum
internasional.172
Pasal 2 ATT berisikan tentang lingkup senjata konvensional yang
diperbolehkan dalam perdagangan senjata, seperti Battle tanks, Armoured combat
vehicles, Large-calibre artillery systems, Combat aircraft, Attack helicopters,
Warships, Missiles and Missile launchers, dan Small arms and light weapons.173
Delapan kategori senjata konvensional dalam ATT tersebut berpedoman pada
kategori senjata yang tercantum dalam United Nations Register of Conventional
Arms (UNROCA) yang ditambah dengan Small arms light weapons.174
Kemudian, Pasal 3 dalam ATT menjelaskan terkait amunisi dari senjata
konvensional yang menyatakan bahwa negara anggota ATT harus memiliki
sistem kontrol nasional yang mengatur ekspor serta mengatur proses peluncuran
dan pengiriman senjata konvensional yang tercantum dalam pasal 2, serta
menerapkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 6 dan 7 sebelum memberikan
izin ekspor, atau pengiriman senjata.175
172
United Nations, Charter of the United Nations: Chapter 1 Purposes and Principles,
[dokumen on-line], tersedia di https://www.un.org/en/sections/un-charter/chapter-i/index.html
diakses pada 15 Mei 2019. 173
United Nations, The Arms Trade Treaty, [dokumen on-line], tersedia di
https://thearmstradetreaty.org/hyper-
images/file/ATT_English/ATT_English.pdf?templateId=137253 diakses pada 15 Mei 2019. 174
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty (2013), 18. 175
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty (2013), 20 – 21.
56
Selanjutnya, Pasal 4 ATT mengatur tentang suku cadang dan komponen
senjata konvensional menyatakan bahwa setiap negara anggota harus menetapkan
dan memelihara sistem kontrol nasional dalam mengatur ekspor suku cadang dan
komponen di mana ekspor tersebut mampu merakit senjata konvensional yang
tercantum dalam Pasal 2, serta mengatur untuk menerapkan perizinan ekspor
rakitan senjata yang sejalan dengan Pasal 6 dan 7.176
Implementasi Umum ATT diatur dalam Pasal 5 yang menjelaskan tentang
aturan pembentukan sistem kontrol nasional oleh masing-masing negara anggota
dengan mewajibkan membangun dan memelihara sistem kontrol nasional
termasuk daftar kontrol nasional terkait senjata yang tersedia untuk negara
anggota lainnya, menunjuk otoritas nasional yang mampu bertanggung jawab
memelihara sistem terkait, serta menunjuk satu kontak nasional yang
bertanggung jawab untuk bertukar informasi terkait pelaksanaan ATT. 177
Pasal 6 ATT diketahui menjadi Pasal terpenting dalam perjanjian ini,
dikarenakan Pasal ini mengatur tentang pelarangan ekspor dan transfer senjata,
amunisi, komponen serta suku cadang jika negara penerima diketahui melakukan
pelanggaran dalam hukum internasional seperti melakukan kejahatan genosida,
kejahatan atas kemanusiaan, serta kejahatan perang.178
Walaupun pengiriman
senjata berpacu pada kategori senjata yang dipaparkan dalam Pasal 2, atau
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 dan 4, apabila negara penerima diketahui
memiliki pelanggaran yang sebelumnya telah dijelaskan, pengiriman senjata tetap
176
United Nations, The Arms Trade Treaty, 4. 177
United Nations, The Arms Trade Treaty, 4. 178
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty (2013), 23.
57
dilarang dalam ATT.179
Aturan dalam Pasal 6 ATT mencerminkan tujuan
perjanjian ATT untuk menciptakan perdamaian dan keamanan regional dan
internasional serta mengurangi penderitaan kemanusiaan.
Kejahatan atas genosida, kemanusiaan dan perang merupakan tiga poin
utama yang dapat mengganggu perdamaian dan keamanan dunia. Maka dari itu,
jauh sebelum disusunnya ATT, sejak 11 Desember 1946 kejahatan genosida telah
dinyatakan sebagai pelanggaran serius atas hukum internasional melalui Resolusi
Majelis Umum PBB No. 96(1) tentang Kejahatan Genosida.180
Resolusi tersebut
mendefinisikan kejahatan genosida merupakan tindakan pemusnahan manusia
berdasarkan ras, agama atau politik.181
Selain Resolusi Majelis Umum PBB No.96(1), terdapat konvensi tentang
pencegahan dan hukuman atas kejahatan genosida yang diadopsi oleh Majelis
Umum PBB pada 9 Desember 1948, yang menyatakan bahwa kejahatan genosida
berdasarkan hukum internasional bertentangan dengan tujuan PBB dan
berdasarkan sejarah telah menimbulkan kerugian besar pada kemanusiaan
sehingga perlu adanya kerja sama internasional untuk membebaskan manusia dari
kejahatan tersebut.182
Kemudian, kejahatan kemanusiaan sebelumnya juga telah dipaparkan
dalam Statuta Roma Pengadilan Kejahatan Internasional pada 2002, dalam Pasal 7
179
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty (2013), 24. 180
General Assembly, The crime on Genocide. 181
General Assembly, The crime on Genocide. 182
United Nations Treaty Collection, Genocide [Dokumen on-line], tersedia di
https://treaties.un.org/doc/publication/unts/volume%2078/volume-78-i-1021-english.pdf diakses
pada 29 Mei 2019.
58
dari Statuta tersebut, kejahatan kemanusiaan didefinisikan sebagai serangan yang
meluas dan sistematis yang diarahkan kepada penduduk sipil.183
Selanjutnya, kejahatan perang mengacu pada pelanggaran terhadap hukum
humaniter internasional yang dilakukan kepada warga sipil atau kombatan musuh
selama konflik bersenjata terjadi, baik internasional maupun domestik.184
Kejahatan perang juga diidentifikasikan sebagai tindakan menyerang penduduk
sipil, objek sipil, serta menyerang personel, benda, dan kendaraan yang tergabung
dalam bantuan kemanusiaan atau misi menjaga perdamaian.185
Kemudian, Pasal 7 berisikan tentang ekspor dan penilaian ekspor yang
menyatakan bahwa negara pengekspor senjata wajib memastikan bahwa senjata,
amunisi, komponen dan suku cadang yang dikirimkan tidak digunakan oleh
negara pengimpor untuk melakukan atau memfasilitasi pelanggaran serius atas
hukum humaniter internasional, dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta tidak
digunakan untuk tindakan terorisme dan kejahatan transnasional terorganisir.186
Penilaian yang harus dilakukan oleh negara pengekspor sebelum
melakukan pengiriman ialah berupa jenis dan jumlah senjata yang akan diekspor,
alasan atas penggunaan senjata, situasi keamanan negara pengimpor dan
183
Rome Statute of the International Criminal Court [buku on-line] (The Hague:
International Criminal Court,2011), 3. 184
ICRC, Customary IHL: Rule 156. Definition of War Crimes [dokumen on-line]
tersedia di https://ihl-databases.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_rul_rule156 diakses pada 29
Mei 2019. 185
United Nations, War Crimes, , United Nations Office on Genocide Prevention and the
Responsibility to Protect [dokumen on-line], tersedia di
https://www.un.org/en/genocideprevention/war-crimes.shtml diakses pada 16 Mei 2019. 186
United Nations, The Arms Trade Treaty, 5.
59
sekitarnya, aktor yang terlibat dalam ekspor serta rute yang dilewati apabila
ekspor dan pengiriman dilakukan.187
Dampak perdagangan senjata, sifat perdagangan senjata yang berubah dan
kurangnya mekanisme yang mengkontrol transfer senjata menjadi faktor-faktor
yang membuat ATT dibutuhkan.188
Sebagaimana yang telah dipaparkan
sebelumnya, Resolusi ATT di Majelis Umum PBB menyatakan bahwa ketiadaan
perjanjian perdagangan senjata berstandar internasional menyebabkan adanya
gangguan pada perdamaian internasional maupun regional. Namun, mengetahui
bahwa perdagangan senjata juga memiliki dampak positif dalam keamanan dan
perkembangan suatu negara, maka ATT diperlukan sebagai upaya menciptakan
proses perdagangan senjata berdasarkan aturan-aturan yang dapat mencegah
adanya dampak negatif atas perdagangan senjata tersebut.189
Kemudian, sifat perdagangan senjata yang berubah-ubah dalam dunia
internasional membuat ATT diperlukan. Pengaruh globalisasi telah membawa
peluang bagi perantara senjata yang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi
seperti telepon seluler untuk dapat melakukan kesepakatan tanpa melalui
pertemuan secara langsung.190
Adanya calo atau perantara yang tidak beroperasi sesuai regulasi
berstandar internasional dan sejalan dengan hukum nasional sebuah negara dalam
187
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty (2013), 26. 188
Sarah Parker, Implications of States‟ Views on an Arms Trade Treaty, United Nations
Institute for Disarmament Research, Januari 2008 [dokumen on-line], tersedia di http://www.poa-
iss.org/CASAUpload/Members/Documents/13@Implications%20of%20States%20Views%20on%
20an%20ATT.pdf diakses pada 16 Mei 2019.
189
Sarah Parker, Implications of States‟ Views on an Arms Trade Treaty, 8. 190
Sarah Parker, Implications of States‟ Views on an Arms Trade Treaty, 8.
60
melakukan perdagangan senjata mempengaruhi regulasi yang terdapat dalam ATT
yang tertera pada Pasal 10 tentang Perantara, dalam Pasal tersebut mewajibkan
negara anggota ATT mengambil tindakan yang sesuai hukum nasionalnya untuk
mengatur percaloan yang terjadi di bawah kesepakatan penjualan dengan kategori
senjata yang sesuai dalam Pasal 2, upaya tersebut dapat mencakup penggunaan
perantara dengan adanya pendaftaran dan perizinan secara tertulis sebelum terlibat
dalam percaloan.191
Pengaruh globalisasi juga membantu proses perkembangan penyelundupan
senjata, pasalnya para aktor penyelundup senjata dapat menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi serta teknologi transportasi yang berkembang sejak
1980an untuk menjalankan operasinya dalam melakukan penyelundupan
senjata.192
Terdapat kasus penyelundupan senjata yang terjadi dibeberapa negara
seperti, 21 rute penyelundupan senjata dari Venezuela ke Kolombia, 26 dari
Ekuador, 37 dari Panama dan 14 dari Brazil.193
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, proses penyelundupan
tersebut difasilitasi oleh perkembangan teknologi yang meningkat sejak 1980an.
Maka dari itu, ATT bersama dengan PBB berupaya untuk mencegah serta
memerangi penyelundupan senjata yang tertera dalam pembukaan ATT.194
Selanjutnya, faktor terakhir yang mempengaruhi perlunya ATT ialah
kurangnya mekanisme kontrol pengiriman senjata. Mekanisme pengiriman senjata
191
United Nations, The Arms Trade Treaty, 6. 192
Neil Cooper, “What‟s the point of arms transfer controls?” Contemporary Security
Policy 27:01, 24 Januari 2007 [jurnal on-line], tersedia di
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13523260600603188 diunduh pada 17 Mei 2019 193
Neil Cooper, “What‟s the point of arms transfer controls?” 124. 194
United Nations, The Arms Trade Treaty, 1.
61
yang ada pada Perang Dingin dinilai tidak efisien dan kurang berpengaruh dalam
memastikan pengiriman senjata yang bertanggung jawab dan berpacu pada hukum
internasional serta kurang berpengaruh dalam menangani perdagangan gelap
senjata konvensional.195
Faktor-faktor tersebut mencerminkan tujuan ATT dan
PBB dalam menciptakan perdamaian internasional dan regional. Maka dari itu,
guna mencapai tujuan tersebut, negara-negara dalam dunia internasional
khususnya negara yang menjadi anggota ATT perlu menerapkan regulasi yang
terdapat dalam perjanjian tersebut.
Namun, pada implementasinya beberapa negara yang telah meratifikasi
ATT atau dengan kata lain telah memilih untuk terikat pada perjanjian tersebut
tidak sepenuhnya mematuhi aturan yang terdapat dalam ATT, salah satunya ialah
Prancis. Prancis diketahui telah menandatangani kesepakatan ATT pada 3 Juni
2013 dan meratifikasinya pada 2 April 2014.196
Namun, kebijakan perdagangan
senjata Prancis ke beberapa negara di Timur Tengah salah satunya Arab Saudi
dinilai telah melanggar perjanjian ATT dan hukum internasional.
Pendapat di atas disetujui oleh beberapa pihak dalam dunia internasional,
salah satunya Director of Arms Control, Anna Macdonald yang menyatakan
bahwa Perancis telah melanggar komitmennya terhadap ATT karena menjual
senjata ke Arab Saudi yang diketahui menjadi pemimpin koalisi negara arab dan
telah meluncurkan berbagai serangan yang menciptakan krisis kemanusiaan di
Yaman.197
195
Sarah Parker, Implications of States‟ Views on an Arms Trade Treaty, 8-9. 196
United Nations Treaty Collection, Disarmament. 197
The Citizen. US, UK, France Violate Arms Trade Treaty to Sell Arms to Saudi Arabia
Despite Yemen.
62
Pelanggaran Prancis terhadap ATT dilatarbelakangi oleh kegagalan negara
tersebut dalam mengimplementasikan aturan-aturan dalam beberapa Pasal ATT.
Sehingga perlu adanya penjelasan pelanggaran Prancis terjadi pada Pasal apa saja
dan faktor apa saja yang membuat Pasal tersebut dilanggar. Maka dari itu, subbab
selanjutnya membahas tentang Pelanggaran Prancis terhadap ATT dan dilengkapi
dengan Pasal-Pasal ATT yang telah dilanggar oleh negara tersebut.
B. Pelanggaran Prancis terhadap The Arms Trade Treaty
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam penelitian ini, Prancis
merupakan negara pengekspor senjata ketiga ke Arab Saudi. Sejarah perdagangan
senjata kedua negara tersebut dimulai sejak Perang Dingin. Namun, keputusan
Prancis dalam menjadi pengekspor senjata ke Saudi pasca menjadi anggota ATT
telah menempatkan Prancis pada posisi negara yang melupakan komitmen
perjanjian tersebut.198
Arab Saudi sebagai pemimpin koalisi negara-negara arab dalam konflik
Yaman telah menciptakan krisis kemanusian terbesar di dunia atas ribuan
serangan udara yang menargetkan penduduk sipil beserta objek sipil, dan blokade
yang menciptakan kesengsaraan terhadap penduduk Yaman yang hingga saat ini
membutuhkan bantuan kesehatan, dan pangan.199
Posisi Arab Saudi yang
merupakan pemimpin koalisi dalam menyerang kelompok houthi di Yaman telah
198
The Citizen. US, UK, France Violate Arms Trade Treaty to Sell Arms to Saudi Arabia
Despite Yemen. 199
American for Democracy & Human Rights in Bahrain, HRC38 Written Statement:
Violations of International Humanitarian Law in Yemen by Saudi Arabia and its Coalition Allies,
11 Juni 2018 [artikel on-line], tersedia di https://www.adhrb.org/2018/06/violations-of-
international-humanitarian-law-in-yemen-by-saudi-arabia-and-its-coalition-allies/ diakses pada 29
Mei 2019.
63
memberikan efek kepada Prancis yang sebagai negara pengekspor senjata ke Arab
Saudi. Kejahatan perang dan kemanusiaan yang terjadi di Yaman telah
menjadikan Prancis sebagai negara yang melanggar komitmen ATT khususnya
dalam pasal 6 dan 7.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, Pasal 6 dan 7 ATT
menyatakan bahwa perdagangan senjata tidak boleh dilakukan kepada negara
yang diketahui melakukan kejahatan genosida, kemanusiaan dan perang serta
negara penjual sebelum mengekspor senjata diwajibkan melakukan penilaian
kelayakan penjualan senjata yang telah dipaparkan sebelumnya.
Sejak serangan Arab Saudi dan koalisi, Prancis telah menjadi negara
pengekspor senjata ke Saudi dan negara koalisi lainnya seperti Uni Emirat Arab.
Pelanggaran atas ATT dilatar belakangi oleh laporan yang disajikan oleh NGO
Prancis yaitu Disclose yang mengungkap kebocoran dokumen rahasia Kementrian
Pertahanan Prancis terkait penggunaan senjata Prancis di Yaman secara besar-
besaran sejak 2015.200
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa senjata buatan Prancis seperti
Caesar, Guns, Artillery, tactical Cannons, Tanks, Ships dan Fighter-bomber jets
telah digunakan dalam perang Yaman yang berlangsung sejak 2015 termasuk
dalam menyerang penduduk sipil.201
Laporan yang diungkapkan oleh Disclose
merupakan dokumen yang disampaikan kepada Presiden Prancis, Emmanuel
Macron pada 3 Oktober 2018, selain itu dokumen juga disampaikan kepada
200
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 1 [laporan on-line], tersedia di
https://made-in-france.disclose.ngo/en/chapter/yemen-papers/ diakses pada 20 Mei 2019. 201
Disclose, Made in France: Yemen Papers.
64
Menteri Luar Negeri, Jean-Yves Le Drian dan Menteri Pertahanan, Florence Parly
pada pertemuan Dewan Pertahanan.202
Selain itu, laporan tersebut menyatakan bahwa pada Maret 2016 terdapat
35 warga sipil tewas dalam pemboman yang dialokasikan oleh jangkawan Caesar
merupakan senjata buatan Prancis dari perusahaan Nexter yang mampu
menembak enam peluru per menit ke target hingga 42 kilometer jauhnya.203
Terhitung sejak 2010 Prancis telah menjual 132 Caesar kepada Saudi Arabia,
sebanyak 48 Caesar ditempatkan di batasan Saudi-Yaman di mana lokasi tersebut
diketahui menghadap dengan lingkungan penduduk sipil seperti kota, desa,
petanian dan dusun petani.204
Kemudian, senjata seperti Artileri, Tank, Kapal dan Helikopter yang
berasal dari Prancis juga diketahui digunakan dalam konflik yang berlangsung di
Yaman.205
Berdasarkan Armed Conflict Location and Event Data Project
(ACLED), dalam konflik Yaman, Tank Prancis berada di pusat pertempuran
untuk menguasai Hodeidah yang bertanggung jawab atas kematian 55 warga sipil
pada November 2018.206
202
TRT World, Classified note confirms French weaponry in Yemen: report, 15 April
2019 [berita on-line], tersedia di https://www.trtworld.com/middle-east/classified-note-confirms-
french-weaponry-in-yemen-report-25869 diakses pada 20 Mei 2019. 203
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 2 [artikel on-line], tersedia di
https://made-in-france.disclose.ngo/en/chapter/the-route-of-a-secret-shipment diakses pada 20
May 2019. 204
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 1. 205
TRT World, Classified note confirms French weaponry in Yemen: report. 206
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 1.
65
Selain itu, Saudi Arabia dan koalisi juga telah merusak infrastruktur yang
dinilai penting untuk kehidupan rakyat Yaman, sebanyak 1,140 bom menargetkan
produksi pertanian dan persediaan makanan serta air di negara tersebut.207
Tindakan tersebut telah berkontribusi dalam menciptakan krisis
kemanusiaan di Yaman dikarenakan sebanyak 80% populasi Yaman mengalami
krisis pangan, selain itu juga disebabkan karena adanya kapal perang Arab Saudi
dan koalisi yang telah memberlakukan blokade maritime di Laut Merah yang
menyebabkan keterlambatan yang signifikan dalam pasokan bantuan kemanusiaan
yang ditujukan ke Yaman.208
Kemudian, serangan koalisi negara arab lebih sering dilakukan melalui
udara, sejak 2015 terdapat 24,000 serangan udara yang telah dilakukan Arab
Saudi dan pesawat pembom tempur Saudi dilengkapi dengan teknologi bernama
pod Damocles teknologi untuk menargetkan sesuatu dari jarak jauh yang dibuat
oleh perusahaan Prancis yaitu Thales.209
Pesawat tempur dengan teknologi
Prancis yang digunakan dalam serangan udara koalisi Saudi pada 2016 telah
menyebabkan terbunuhnya 15 penduduk sipil yang 12 diantaranya ialah anak-
anak.210
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, penduduk sipil serta objek
sipil merupakan hal yang dlindungi dalam hukum perang, hal ini
mengidentifikasikan Arab Saudi dan koalisi melakukan kejahatan hukum perang
yang menciptakan krisis kemanusiaan di Yaman. Menurut Civilian Impact
207
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 3 [dokumen on-line], tersedia di
https://made-in-france.disclose.ngo/en/chapter/food-war diakses pada 20 May 2019. 208
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 3. 209
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 1 210
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 1
66
Monitoring Project, kawasan di perbatasan Yaman Utara dan sekitar Hodeidah
menerima dampak yang paling besar oleh tembakan artileri harian yang
menghantam rumah-rumah dan pertanian.211
Menteri Pertahanan Prancis, Florence Parly menyatakan bahwa Prancis
akan memberi bantuan untuk krisis kemanusiaan di Yaman, namun melupakan
fakta bahwa senjata Prancis digunakan dalam pemboman infrastruktur dan
digunakan dalam blokade koalisi negara arab di Laur Merah.212
Terkait penjualan senjata Prancis dengan Arab Saudi, Macron dan Parly
menyatakan bahwa senjata yang dikirimkan ke Saudi tidak digunakan untuk
menyakiti penduduk sipil, namun laporan Disclose yang diketahui berdasarkan
dokumen pertahanan yang dilaporkan kepada Macron dan Parly menyatakan hal
sebaliknya.213
Dalam kurun waktu yang sesuai dengan konflik Yaman, Prancis dan Arab
Saudi melakukan kontrak perdagangan senjata pertama pada Juni 2015 yang
sebesar 12 miliar dolar AS.214
Sejak 2015 sampai 2017, pelanggaran atas Saudi
dan koalisi kerap terjadi dan menjadi perhatian dunia internasional namun hal ini
tidak menghentikan Prancis dalam melakukan penjualan senjata ke Saudi
211
Amnesty International, France: Leaked military documents underscore need to end
flow of arms to Yemen conflict, 15 April 2019 [artikel on-line], tersedia di
https://www.amnesty.org/en/latest/news/2019/04/france-leaked-military-documents-underscore-
need-to-end-flow-of-arms-to-yemen-conflict/ diakses pada 20 Mei 2019. 212
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 3. 213
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 1. 214
Al Arabia, Saudi Arabia and France ink $12bln deal.
67
dikarenakan pada 2017 total kontrak dua negara tersebut meningkat menjadi 14
miliar dolar AS.215
Pemaparan di atas mengidentifikasikan bahwa Prancis tidak
mengimplementasikan Pasal 6 dan Pasal 7 dalam ATT, dikarenakan Prancis tetap
menjual senjata kepada Saudi yang diketahui telah menjadikan Yaman sebagai
negara dengan krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Selain itu, Prancis juga tidak
melakukan penilaian-penilaian kelayakan sebelum menjalankan aktifitas ekspor
senjatanya ke Saudi. Arab Saudi diketahui sebagai pemimpin koalisi yang telah
melakukan sejumlah serangan udara indiscriminate yang telah menewaskan
ribuan warga sipil dan merusak benda sipil yang melanggar hukum perang.216
Sehingga, berdasarkan penilaian yang terdapat dalam pasal ATT, Prancis
seharusnya tidak melakukan pengiriman senjata kepada Arab Saudi dikarenakan
senjata tersebut digunakan dalam melukai dan membunuh penduduk sipil serta
merusak objek sipil.
Berbeda dengan Prancis yang masih melakukan penjualan senjata ke Saudi
hingga saat ini, Jerman, Denmark, Belanda, Austria, Norwegia, Swiss dan
Finlandia memilih untuk memberhentikan penjualan senjata ke Arab Saudi
sebagai respon atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Yaman.217
215
Quartz, Despite the murder of Jamal Khashoggi, most countries continue to sell arms
to Saudi Arabia, 27 Oktober 2018 [berita on-line], tersedia di https://qz.com/1440586/countries-
keep-selling-arms-to-the-saudis-despite-khashoggis-murder/ diakses pada 20 Mei 2019 216
Human Rights Watch, World Report 2019:Yemen events of 2018 [berita on-line]
tersedia di https://www.hrw.org/world-report/2019/country-chapters/yemen diakses pada 20 Mei
2019. 217
Benoit Muracciole dan Claude Alt, Stop Arming Yemen: The view from Paris, IPIS
[artikel on-line], tersedia di http://ipisresearch.be/publication/arms-trade-highlights-december-
2018-february-2019/ diakses pada 20 Mei 2019.
68
Prancis dalam menjual senjata ke Saudi meskipun melanggar ATT
tentunya memiliki faktor atau kepentingan yang melatarbelakangi tindakan
tersebut. Maka dari itu, pada bab inti dari penelitian ini akan membahas tentang
alasan mengapa Prancis tetap melakukan perdagangan senjata dengan Arab Saudi
padahal melanggar ATT.
69
BAB IV
KEPENTINGAN PRANCIS DALAM MELAKUKAN
PERDAGANGAN SENJATA DENGAN ARAB SAUDI
PERIODE 2015 – 2017
Bab ini membahas analisis kepentingan Prancis dalam melakukan
penjualan senjata ke Arab Saudi khususnya dalam periode 2015 – 2017. Setelah
pada bab sebelumnya menjelaskan pelanggaran Prancis terhadap ATT khususnya
dalam penjualan senjata ke Arab Saudi yang digunakan dalam konflik Yaman.
Bab ini menganalisis kepentingan Prancis yang kemudian mendorong
negara tersebut untuk tetap melakukan perdagangan senjata ke Arab Saudi
walaupun pilihan tersebut memberi resiko terhadap Prancis dalam komitmennya
dengan ATT. Penelitian ini menggunakan teori Foreign Policy Decision Making
(FPDM) dengan menggunakan Model Aktor Rasional serta Konsep Kepentingan
nasional untuk menjawab pertanyaan penelitian terkait mengapa Prancis
melakukan perdagangan senjata ke Arab Saudi padahal melanggar ATT.
Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu kepentingan Prancis dalam
melakukan penjualan senjata kepada Saudi dengan menggunakan konsep
kepentingan nasional. Kemudian, pembahasan selanjutnya terkait mengapa
Prancis melakukan penjualan senjata kepada Saudi dengan menggunakan model
aktor rasional.
70
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, penjualan
senjata Prancis berkaitan erat dengan kepentingan nasional seperti pendapatan
ekonomi, dikarenakan kebijakan Prancis dalam menjual senjata sukses membantu
negara tersebut dalam menurunkan jumlah defisit komersial pada 1974 – 1977
dengan total defisit komersial menurun sampai pada 5,1 miliar dolar AS yang
sebelumnya mencapai lebih dari 6 miliar dolar AS pertahun.218
Hal tersebut mengidentifikasikan bahwa penjualan senjata berpengaruh
pada perekonomian Prancis saat itu, Perekonomian suatu negara merupakan
kepentingan nasional yang berperan penting dalam kekuatan negara tersebut di
dunia internasional sehingga mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara.219
Maka dari itu, subbab pertama dalam bab ini membahas terkait
kepentingan ekonomi Prancis dalam melakukan perdagangan senjata dengan Arab
Saudi.
A. Kepentingan Ekonomi Prancis dalam Melakukan Perdagangan
Senjata dengan Arab Saudi
Hubungan antara Prancis dan Arab Saudi secara resmi berlangsung sejak
1839 yang diidentifikasikan dengan pembukaan konsulat Prancis untuk pertama
kalinya di Jeddah.220
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, kedua
negara tersebut memiliki hubungan erat dalam berbagai aspek seperti ekonomi,
218
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 54 – 62. 219
J. Peter Pham, “Political Realism, the Economy, and the National Interest,” American
Foreign Policy Interest, 33:47-48, 2011 [jurnal on-line]; tersedia di 220
Arab News, France and Saudi Arabia enjoy close and confident relationship.
71
politik, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, energi, serta keamanan dan
pertahanan.221
Kebijakan penjualan senjata Prancis kepada Arab Saudi merupakan contoh
nyata dari kerjasama keamanan dan pertahanan dua negara tersebut yang telah
dimulai pada 1970an.222
Kebijakan Prancis dalam melakukan penjualan senjata
dilatarbelakangi oleh berbagai kepentingan, salah satunya ialah ekonomi.223
Sebagai tambahan, Hakim El Karoui yang merupakan penasihat teknis Perdana
Menteri Prancis periode 2002 – 2005 Jean-Pierre Raffarin, menyatakan dalam
jurnalnya yang berjudul A New Strategy for France in a New Arab World bahwa
perekonomian Prancis diketahui memiliki hubungan erat pada negara-negara Arab
khususnya Arab Saudi dalam aspek penjualan senjata dan pesawat.224
Penjualan senjata Prancis dan Saudi diketahui mengalami peningkatan
pada 2013 dan terus meningkat hingga saat ini. Berdasarkan laporan yang
tersedia, kedua negara tersebut melakukan kontrak jual beli senjata sebesar 12
miliar dolar AS pada Juni 2015.225
221
France in the United Kingdom, French expertise can help transform Saudi Arabian
economy, Paris 10 April 2018 [artikel on-line], tersedia di https://uk.ambafrance.org/French-
expertise-can-help-transform-Saudi-Arabian-economy diakses pada 24 Juni 2019. 222
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” 63. 223
France 24, Arms sales becoming France‟s new El Dorado, but at what cost? 3 Mei
2015 [berita on-line], tersedia di https://www.france24.com/en/20150503-arms-sales-becoming-
france-new-el-dorado-but-what-cost-francois-hollande-saudi-arabia-rafale diakses pada 24 Juni
2019. 224
Hakim El Karoui, “ A new strategy for France in a new arab world,” Institut
Montaigne, Agustus 2017 [jurnal on-line] tersedia di
https://www.institutmontaigne.org/en/publications/new-strategy-france-new-arab-world diunduh
pada 20 Juni 2019 225
Al Arabia, Saudi Arabia and France ink $12bln deal, 24 Juni 2015, Al Arabia News. 225
Tony Fortin et.al “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of Control Mechanisms,” FIDH International Human Rights, 2018, 8.
72
Total kontrak perjanjian tersebut mendominasi seluruh total perjanjian
senjata Prancis pada 2015 yang bernilai sekitar 15,3 miliar dolar AS.226
Berdasarkan laporan Menteri Pertahanan Prancis, perjanjian senjata yang
dilakukan pada 2015 telah mampu menciptakan 30,000 pekerjaan baru bagi
perekonomian Prancis.227
Sehingga, berdasarkan informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa pada
2015, Arab Saudi menjadi faktor utama yang mendorong adanya puluhan ribu
pekerjaan baru yang berdampak positif bagi perekonomian Prancis. Total 30,000
pekerjaan baru di Prancis atas hasil kontrak penjualan senjatanya mampu memberi
kontribusi dalam penurunan tingkat pengangguran di Prancis.
Pengangguran merupakan salah satu masalah perekonomian yang dihadapi
Prancis selama bertahun-tahun disertai dengan angka pengangguran yang cukup
tinggi.228
Namun, berdasarkan French National Institute for Statistics and
Economic terkait dengan tingkat pengangguran di Prancis, angka pengangguran di
negara tersebut mengalami penurunan pada akhir 2015 yang sebelumnya pada Juli
2015 angka tersebut mencapai 10,5% kemudian menjadi 10,3% pada akhir 2015,
dan menjadi 10,1% pada Januari 2016.229
Adanya isu pengangguran menjadikan kepentingan ekonomi berpengaruh
pada kebijakan luar negeri Prancis, sebagaimana yang dijelaskan oleh konsep
226
Cathrine A. Theohary, “Conventional Arms Transfers to Developing Nations, 2008 –
2015,” Congressional Research Service, 19 Desember 2016 [laporan on-line]; tersedia di
https://fas.org/sgp/crs/weapons/R44716.pdf diunduh pada 24 Juni 2019. 227
France 24, Arms sales becoming France‟s new El Dorado, but at what cost? 228
European Economy, “Macroeconomic imbalances Country Report – France 2015,”
European Commision, Juni 2015 [laporan on-line], tersedia di
http://ec.europa.eu/economy_finance/publications/occasional_paper/2015/pdf/ocp217_en.pdf
diunduh pada 24 Juni 2019. 229
CEIC, France Unemployment Rate 1996 – 2019, 2019 [artikel on-line], tersedia di
https://www.ceicdata.com/en/indicator/france/unemployment-rate diakses pada 24 Juni 2019.
73
kepentingan nasional dari Donald E. Neuchterlin, bahwa kebijakan luar negeri
suatu negara terhadap negara lain dapat ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi negara-bangsa.230
Sehingga, kebijakan luar negeri Prancis terhadap Arab Saudi terkait
penjualan senjata untuk kepentingan ekonomi negaranya telah memberi dampak
positif dengan terciptanya puluhan ribu pekerjaan baru yang kemudian memberi
pengaruh pada penurunan tingkat pengangguran di negara tersebut. Jika dilihat
berdasarkan data France Unemployment Rate 1996 – 2019, pada 2015 – 2016
total penurunan tingkat pengangguran Prancis ialah sebanyak 0,4%231
.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, kedekatan antara Prancis
dan Saudi terjalin erat pasca pertemuan Jenderal de Gaulle dan Raja Faisal pada
1967.232
Namun, pada masa kepemimpinan Francois Hollande hubungan kedua
negara tersebut semakin erat, dalam total 39 kunjungan bilateral antara Prancis
dan Saudi, 15 diantaranya terjadi pada masa kepemimpinan Hollande.233
Salah
satu diantara kunjungan bilateral antara Prancis dan Saudi terjadi pada 2016 yang
menghasilkan kontrak perjanjian senjata sebesar 22 miliar dolar AS.234
Kemudian, pada 2017 kontrak perjanjian senjata negara tersebut cukup
tinggi walaupun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu
230
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 247. 231
CEIC, France Unemployment Rate 1996 – 2019, 2019 [artikel on-line], tersedia di
https://www.ceicdata.com/en/indicator/france/unemployment-rate diakses pada 24 Juni 2019. 232
Arab News, France and Saudi Arabia enjoy close and confident relationship. 233
Karina Piser, Arms Sales to Saudi Boost French Economy, but at What Cost?, World
Politics Review, 9 Oktober 2015, [artikel on-line], tersedia di
https://www.worldpoliticsreview.com/trend-lines/16910/arms-sales-to-saudi-arabia-boost-french-
economy-but-at-what-cost diakses pada 29 Juni 2019. 234
Reuters, France, Saudi Arabia agree new defense contracts strategy, 8 April 2018
[berita on-line], tersedia di https://www.reuters.com/article/us-france-saudi-defence/france-saudi-
arabia-agree-new-defense-contracts-strategy-idUSKBN1HF0DN diakses pada 29 Juni 2019.
74
sebesar 14,7 miliar euro atau setara dengan 16,5 miliar dolar AS.235
Adanya
perjanjian penjualan senjata Prancis terhadap Arab Saudi dan negara-negara teluk
telah memberikan titik terang bagi perekonomian Prancis yang pada masa
kepemimpinan Hollande sedang mangalami kesulitan.236
Dalam konsep kepentingan nasional menurut Neuchterlin, terdapat
penjelasan terkait intensities of interest sebagai upaya untuk mengidentifikasikan
kepentingan nasional yang menjadi landasan sebuah negara dalam melakukan
kebijakan luar negeri. Namun, dalam subbab ini akan difokuskan kepada
kepentingan ekonomi. Masalah ekonomi diidentifikasikan sebagai major issue
dalam suatu negara yang perlu ditangani agar tidak menciptakan ancaman yang
serius atau vital issue.237
Terkait kasus Prancis, menurut laporan Organisation for Economic Co-
operation and Development (OECD) pada 2015, negara tersebut diketahui
memiliki masalah perekonomian seperti angka pengangguran tinggi dan
pengeluaran pemerintah yang besar yang berdampak pada kurangnya
pertumbuhan ekonomi negara tersebut.238
OECD memaparkan bahwa pengeluaran
pemerintah pada 2015 ialah 57% dari Gross Domestic Product (GDP) Prancis.
Sehingga, untuk mencegah ancaman atas kurangnya pertumbuhan
ekonomi Prancis, negara tersebut perlu menciptakan pasar tenaga kerja baru untuk
235
Reuters, France avoids question on Saudi Arabia weapon sales, 22 Oktober 2018
[berita on-line], tersedia di https://www.reuters.com/article/us-saudi-khashoggi-france-
idUSKCN1MW1TP diakses pada 29 Juni 2019. 236
France 24, Arms sales becoming France‟s new El Dorado, but at what cost? 237
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 250. 238
OECD, OECD Economic Surveys France, Maret 2015 [dokumen on-line], tersedia di
https://www.oecd.org/eco/surveys/France-2015-overview.pdf diunduh pada 1 Juli 2019.
75
mendorong pertumbuhan pekerjaan yang diposisikan sebagai prioritas utama
dalam menanggulangi masalah ekonomi Prancis.239
Maka dari itu, penjualan senjata Prancis dilihat sebagai suatu cara untuk
mengatasi masalah perekonomian negara tersebut. Hal tersebut dilatar belakangi
oleh keuntungan yang diraih oleh Prancis terkait terciptanya 30,000 pekerjaan
baru pada 2015 atas hasil perjanjian penjualan senjata Prancis kepada negara lain
khususnya Saudi sebagai importer terbesar dalam kontrak penjualan senjata
Prancis tahun 2015.240
Keuntungan atas penjualan senjata pada 2015 mendorong Prancis dalam
memilih untuk melanjutkan kebijakan terkait, dikarenakan telah memberikan
dampak positif bagi perekonomian negaranya. Sehingga, memilih untuk tidak
melanjutkan kebijakan penjualan senjata kepada Saudi akan menghilangkan
kemungkinan keuntungan bagi perekonomian Prancis.
Melakukan penjualan senjata untuk memenuhi kepentingan ekonomi
negara merupakan pilihan yang sudah dilakukan sejak awal mula perdagangan
senjata Prancis terjadi.241
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya,
perdagangan senjata mampu membantu Prancis mengurangi defisit negaranya
yang pada 1960-1970an cukup tinggi.242
Tidak hanya itu, perdagangan senjata Prancis mampu menciptakan
pekerjaan dalam industri senjata sejak Perang Dingin yang mampu menciptakan
239
OECD, OECD Economic Surveys France, 2. 240
Al Arabia, Saudi Arabia and France ink $12bln deal, 24 Juni 2015, Al Arabia News. 241
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 54 – 62. 242
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 54 – 62.
76
75,000 pekerja yang bekerja langsung untuk General Delegation for Armament
(DGA) di Kementerian Pertahanan yang merupakan pusat dari industri militer
Prancis. 243
Hal serupa terjadi pada penjualan senjata Prancis periode 2015 yang
mampu menciptakan 30,000 pekerjaan dalam industri senjata.244
Namun, kepentingan ekonomi bukan satu-satunya alasan dari penjualan
senjata Prancis, terdapat juga ikatan antara penjualan senjata Prancis dengan
impor minyak.245
Maka dari itu, pada subbab selanjutnya terdapat pembahasan
terkait kepentingan minyak atau energi Prancis dalam melakukan penjualan
senjata dengan Arab Saudi.
Kepentingan minyak dibahas dalam subbab yang berbeda dengan
kepentingan ekonomi dikarenakan dalam aspek penjualan senjata, kebijakan
tersebut digunakan untuk memenuhi tujuan Prancis dalam mengamankan akses
minyak ke negaranya. Selain itu, minyak juga merupakan komponen penting bagi
sebuah negara khususnya dalam hubungan antara negara barat dengan negara-
negara pemasok minyak yang banyak diantaranya berasal dari Timur Tengah,
contohnya Arab Saudi. Sehingga perlu adanya penjelasan khusus terkait
kepentingan minyak Prancis dalam melakukan perdagangan senjata dengan Arab
Saudi.
243
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 54 – 64. 244
France 24, Arms sales becoming France‟s new El Dorado, but at what cost? 245
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 54 – 62.
77
B. Kepentingan Minyak Prancis dalam Melakukan Perdagangan Senjata
dengan Arab Saudi
Penjualan senjata negara-negara pengekspor terbesar di dunia seperti
Prancis, AS, dan Inggris tidak terlepas dari besarnya ketergantungan negara-
negara tersebut atas minyak bumi.246
Negara-negara maju yang bergantung pada
sektor industri yang juga menjadi produsen senjata pada saat yang sama menjadi
peingimpor minyak mentah.247
Seperti yang terjadi pada negara AS, Rusia, Prancis dan Inggris yang
merupakan pemasok senjata tertinggi di dunia diketahui menjadi negara yang
masuk dalam 15 besar pengimpor minyak di dunia.248
Disisi lain, negara-negara
tersebut juga menjadi pengekspor senjata terbesar di dunia. Sebagaimana yang
telah dipaparkan pada penelitian ini, berdasarkan SIPRI, AS, Rusia, Prancis dan
Inggris merupakan negara-negara pengekspor senjata terbesar di dunia.
Kemudian, dalam kasus Prancis sendiri, penjualan senjata negara tersebut
didominasi oleh negara-negara Timur Tengah249
, dan negara-negara Timur
Tengah juga diketahui merupakan pemasok minyak utama ke Prancis, khususnya
Arab Saudi.250
Sebagai salah satu eksporter senjata terbesar di dunia, penjualan
246
Vincenzo Bove, Claudio Deiana dan Roberto Nistico, “Global Arms Trade and Oil
Dependence,” The Jpurnal of Law, Economics and Organization, 34:2, Mei 2018 [jurnal on-line],
tersedia di https://doi.org/10.1093/jleo/ewy007 diunduh pada 3 Juli 2019. 247
Vincenzo Bove, Claudio Deiana dan Roberto Nistico, “Global Arms Trade and Oil
Dependence,” 3. 248
World Top Exports, Crude Oil Imports by Country, 25 Juni 2019 [laporan on-line],
tersedia di http://www.worldstopexports.com/crude-oil-imports-by-country/ diakses pada 2
Agustus 2019. 249
TRT World, French weapons sales double in Middle East-report, 4 Juli 2018 [artikel
on-line], tersedia di https://www.trtworld.com/europe/french-weapons-sales-double-in-middle-
east-report-18661 diakses pada 2 Agustus 2019. 250
78
senjata Prancis diketahui memiliki hubungan erat dengan kepentingan minyak
negara tersebut sejak 1970an.251
Hal tersebut dilatar belakangi dengan kebutuhan impor minyak Prancis
yang harus mencapai 98% untuk memasok sekitar dua pertiga dari kebutuhan
energi negara tersebut.252
Pentingnya minyak bagi perekonomian dan
kemakmuran Prancis mendorong negara tersebut untuk meningkatkan keamanan
akses ke minyak melalui peranannya sebagai pemasok senjata.253
Berdasarkan pemaparan dapat dikatakan bahwa pada kasus Prancis sendiri
ekspor senjata negara dipengaruhi oleh tingkat ketergantungan pada pasokan
minyaknya. Hal ini serupa dengan pemaparan penelitian oleh Vincenzo Bove,
Claudio Deiana dan Roberto Nistico yang menyatakan bahwa semakin besar
jumlah minyak yang diimpor oleh negara A dari negara B, semakin besar pula
volume senjata yang akan ditransfer oleh negara A ke negara B.254
Selain itu, sebelumnya juga telah dipaparkan bahwa pada 2015, penjualan
senjata Prancis kepada Arab Saudi meningkat berdasarkan perjanjian kontrak
yang bernilai tinggi. Menurut Kementrian Ekologi Prancis, 18,6% total minyak
251
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 54 – 62. 252
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 54 – 62. 253
Edward A Kolodziej, “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, 54 – 63. 254
The Conversation, How the arms trade is used to secure access to oil, 4 Mei 2018
[artikel on-line], tersedia http://theconversation.com/how-the-arms-trade-is-used-to-secure-access-
to-oil-95089
diakses pada 4 Juli 2019.
79
mentah yang diimpor Prancis pada 2015 berasal dari Saudi Arabia sehingga
menjadikan Saudi sebagai pemasok minyak mentah utama ke Prancis.255
Tidak hanya itu, Menteri Pertahanan Prancis, Florence Parly menyatakan
bahwa ikatan perdagangan senjata antara Prancis dan Saudi sangat penting untuk
mempertahankan dan mengamankan pasokan energi Prancis.256
Presiden Prancis,
Macron juga memaparkan hal yang serupa terkait dengan penjualan senjata
Prancis yang digunakan untuk menjaga kepentingan pasokan energi Prancis.257
Kepentingan minyak Prancis dilatar belakangi oleh ketergantungan
ekonomi negaranya atas minyak. Ketergantungan tersebut diidentifikasikan
dengan masalah perekonomian Prancis seperti defisit keuangan dan tingkat
pengangguran tinggi yang telah terbantu oleh adanya pemasukan dan pekerjaan
dari pembangunan minyak.258
Maka dari itu, Prancis perlu memastikan akses minyak ke negeranya
berjalan dengan lancar agar pembangunan minyak di negara tersebut juga berjalan
dengan lancar. Perdagangan senjata diketahui sebagai salah satu upaya efektif dari
kebijakan luar negeri suatu negara untuk mengamankan dan menjaga akses
minyak ke negara tersebut.259
Sehingga, dapat dikatakan bahwa perdagangan
255
Statista, Import shares of the main crude oil suppliers to France in 2015, Statista
Research Department, 24 November 2016 [laporan on-line], tersedia di
https://www.statista.com/statistics/744232/crude-oil-main-supplier-countries-france/ diakses pada
4 Juli 2019. 256
Reuters, As Iran nuclear deal flounders, France turns to Saudi for oil, Business News,
13 Juni 2019 [berita on-line], tersedia di https://www.reuters.com/article/us-france-saudi-iran-
idUSKCN1TE1IJ diakses pada 4 Juli 2019. 257
Reuters, As Iran nuclear deal flounders, France turns to Saudi for oil. 258
Financial Times, Oil in France?, 9 Oktober 2012 [artikel on-line], tersedia di
https://www.ft.com/content/283ebf99-25ce-39e6-80c9-bdcbdd238b03 diakses pada 5 Juli 2019. 259
The Conversation, How the arms trade is used to secure access to oil.
80
senjata antara Prancis dan Arab Saudi merupakan tindakan nyata atas upaya
Prancis untuk mengamankan dan menjaga akses minyak ke negara tersebut.
Kebijakan luar negeri Prancis kepada Arab Saudi terkait penjualan senjata
dinilai rasional mengingat Saudi merupakan pengimpor senjata terbesar di dunia
dan menjadi pengekspor minyak terbesar di dunia.260
Sebagaimana yang
dipaparkan oleh Neuchterlin, bahwa kepentingan ekonomi merupakan major issue
sebuah negara yang tentunya akan mempengaruhi negara dalam melakukan
kebijakan luar negeri dengan negara lain.261
Dalam pemaparan Neuchterlin, terdapat empat tingkatan isu yang
digunakan untuk menentukan intensitas kepentingan nasional suatu negara yaitu
survival issues, vital issues, major issues dan peripheral issues.262
Tingkatan
intensitas kepentingan tersebut mampu mengidentifikasikan bahwa setiap negara
akan melakukan kebijakan luar negeri guna memenuhi kepentingan negaranya
atau menyelesaikan permasalahan yang ada di negaranya.
Pada umumnya, masalah perekonomian suatu negara merupakan bagian
dari major issues, namun apabila masalah tersebut tidak dapat ditangani dengan
baik akan meningkat menjadi vital issues.263
Seperti halnya apabila minyak yang
diketahui dapat membantu menyelesaikan masalah perekonomian Prancis
260
Investopedia, World‟s Top Oil Exporters, Commodities, 28 Oktober 2018 [berita on-
line], tersedia di https://www.investopedia.com/articles/company-insights/082316/worlds-top-10-
oil-exporters.asp diakses pada 5 Juli 2019. 261
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 250. 262
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 249 - 250. 263
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 249.
81
mengalami hambatan atau permasalahan akan menghambat penyelesaian
permasalahan ekonomi Prancis secara berkelanjutan.
Penjualan senjata Prancis dan Arab Saudi berpengaruh pada hubungan
perdagangan minyak antara dua negara tersebut. Sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya bahwa jumlah minyak yang diimpor oleh Saudi kepada
Prancis memiliki hubungan erat dengan jumlah senjata yang dikirim Prancis ke
Saudi. Sebagai contoh terkait pemaparan sebelumnya, terjadi peningkatan
pembelian minyak pada 2018 di mana impor minyak Prancis ke Saudi meningkat
diiringi dengan peningkatan penjualan senjata Prancis ke Saudi sebanyak 50%
pada 2018 dibandingkan pada 2017.264
Sebagai tambahan, Arab Saudi merupakan negara yang memiliki peran
penting bagi dunia barat dikarenakan pasokan minyak dan kontrak senjatanya
kepada negara-negara barat, seperti AS, Inggris dan Prancis.265
Arab Saudi
diketahui memegang sebanyak 18% dari cadangan minyak dunia dan menjadi
pengekspor minyak terbesar di dunia.266
Selain itu, Arab Saudi juga menjadi
negara yang telah melakukan kontrak penjualan senjata sebanyak 350 miliar dolar
AS selama 10 tahun belakangan ini.267
Prancis diketahui memiliki kepentingan strategis dalam dunia internasional
untuk menciptakan long-term relationship bersama negara-negara dunia
internasional, dan menurut Parly sebagai menteri pertahanan Prancis, penjualan
264
Reuters, As Iran nuclear deal flounders, France turns to Saudi for oil. 265
BBC, Saudi Arabia: Five reasons why Gulf kingdom matters to the West,
World:Middle East, 15 Oktober 2018 [artikel on-line], tersedia di
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-45861708 diakses pada 7 Juli 2019. 266
BBC, Saudi Arabia: Five reasons why Gulf kingdom matters to the West. 267
BBC, Saudi Arabia: Five reasons why Gulf kingdom matters to the West.
82
senjata merupakan bagian dari upaya Prancis untuk mencapai kepentingan
strategisnya dengan Arab Saudi dan aliansinya, UAE.268
Maka dari itu, pada
subbab selanjutnya akan membahas terkait kepentingan strategis Prancis
(keamanan dan geopolitik) dalam melakukan penjualan senjata dengan Arab
Saudi.
C. Kepentingan Strategis Prancis dalam Melakukan Perdagangan
Senjata dengan Arab Saudi
Hubungan bilateral antara Prancis dan Saudi dalam aspek politik tidak
terlepas dari kepentingan strategis dua negara tersebut yang bertujuan untuk
menciptakan hubungan jangka panjang dengan antar negara. Kepentingan
strategis Prancis dan Saudi terdiri atas upaya kedua negara untuk menciptakan
stabilitas di wilayah yang bermasalah.269
Hal tersebut dilatar belakangi oleh
kepentingan nasional Prancis sendiri terhadap kawasan yang tidak stabil yang
dalam kasus ini ialah kawasan negara-negara Arab.270
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, perekonomian Prancis
memiliki hubungan erat dengan negara-negara Arab. Adanya gangguan atau
ketidak stabilitasan kawasan yang memiliki pengaruh pada perekonomian Prancis
tentunya akan menciptakan hambatan dalam aspek ekonomi negara tersebut.
Selain itu, pentingnya Prancis menjaga stabilitas kawasan negara-negara Arab
dikarenakan kepentingan keamanan negara tersebut terkait warga negara Prancis
268
European Views, France Admits to Sending More Arms to Saudi Arabia despite
Yemeni Civil War, 8 Mei 2019 [berita on-line], tersedia di https://www.european-
views.com/2019/05/france-admits-to-sending-more-arms-to-saudi-arabia-despite-yemeni-civil-
war/ diakses pada 9 Juli 2019. 269
France Diplomatie, France and Saudi Arabia: Political Relations. 270
Hakim El Karoui, “ A new strategy for France in a new arab world.”
83
yang diketahui sebanyak 1,2 juta tinggal di negara-negara Arab seperti di Timur
Tengah dan Afrika, mereka cenderung memiliki dua kewarganegaraan.271
Menurut Neuchterlin, kepentingan keamanan ialah upaya negara untuk
menjaga keamanan masyarakatnya atau sistem pemerintahannya dari ancaman
yang dilakukan oleh aktor diluar negaranya.272
Kebijakan luar negeri Prancis
terkait perdagangan senjatanya dengan Saudi tidak terlepas dari kepentingan
keamanan negara tersebut. Hal ini dilatar belakangi dengan jawaban Parly sebagai
menteri pertahanan Prancis ketika ditanya terkait penjualan senjatanya dengan
Saudi.273
Parly menyatakan bahwa ekspor senjata merupakan cara yang
memungkinkan untuk menjalin hubungan dekat dengan negara-negara yang
diidentifikasi strategis untuk keamanan Prancis.274
Sehingga, berdasarkan pemaparan di atas, perdagangan senjata Prancis
kepada Saudi serta negara lain di Timur Tengah merupakan bentuk nyata dari
kepentingan keamanan Prancis. Maka dari itu, kepentingan strategi Prancis
dilatarbelakangi oleh upaya negara tersebut untuk menciptakan stabilitas di
kawasan yang bermasalah.
Selain itu, perdagangan senjata antara Prancis dan Saudi juga merupakan
upaya Prancis dalam menjaga hubungannya dengan Arab Saudi sebagai bentuk
upaya memenuhi kepentingan strategisnya dalam menciptakan hubungan jangka
panjang dengan negara tersebut. Menteri Luar Negeri Prancis periode 2012 –
2017, Laurent Fabius menyatakan bahwa dukungan Prancis dalam konflik Yaman
271
kim El Karoui, “ A new strategy for France in a new arab world.” 272
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 248. 273
Reuters, As Iran nuclear deal flounders, France turns to Saudi for oil 274
Reuters, As Iran nuclear deal flounders, France turns to Saudi for oil.
84
dilatar belakangi oleh Arab Saudi yang merupakan aliansi penting bagi Prancis.275
Prancis memposisikan Saudi sebagai aliansinya di kawasan Timur Tengah
sehingga negara tersebut memutuskan untuk berpihak kepada Saudi dan koalisi
negara Arab di konflik Yaman.276
Menurut Neuchterlin, dalam pemaparannya terkait deciding which
interests are vital, ada delapan faktor yang terdapat didalamnya salah satunya
ialah attitude of allies and friends.277
Dalam attitude of allies and friends,
pandangan atau opini dari negara yang diposisikan sebagai aliansi suatu negara
dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri negara tersebut.278
Hal tersebut dapat
dibenarkan dalam menjelaskan prilaku Prancis terkait dukungannya kepada Saudi
dalam konflik Yaman dikarenakan menurut pandangan Saudi dan koalisi, untuk
menciptakan stabilitas di kawasan Yaman, perlu adanya serangan udara untuk
melawan kelompok Houthi dan pemberontak lainnya.279
Pandangan atau opini tersebut diterima oleh Prancis dikarenakan Saudi
merupakan aliansi penting Prancis di Timur Tengah. Sehingga, dukungan Prancis
dalam tindakan Saudi di Yaman merupakan bentuk dari pentingnya Saudi sebagai
aliansi Prancis di Timur Tengah.
Selain itu, adanya rivalitas antara Arab Saudi dan Iran mendorong Prancis
mendukung Saudi dan koalisi untuk memerangi kelompok pemberontak Houthi di
275
Middle East Eye, France oledges support for Riyadh in Yemen. 276
Middle East Eye, France oledges support for Riyadh in Yemen. 277
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 255. 278
Donald E. Nuechterlin, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making,” 255. 279
The Guardian, Saudi Arabia launches Yemen air strikes as alliance builds against
Houthi rebels, 26 Maret 2015 [berita on-line], tersedia di
https://www.theguardian.com/world/2015/mar/26/saudi-arabia-begins-airstrikes-against-houthi-in-
yemen diakses pada 11 Juli 2019.
85
Yaman.280
Iran merupakan negara Timur Tengah yang diketahui sebagai rival
Saudi secara sistem pemerintahan dan ideologi.281
Rivalitas dua negara tersebut
juga terjadi di konflik Yaman, yang dengan adanya dukungan Iran kepada
kelompok Houthi mendorong Saudi untuk melawan kelompok tersebut guna
menghentikan pengaruh Iran serta ideologi Syi‟ah di kawasan Yaman.282
Pandangan Saudi yang diketahui sebagai aliansi penting Prancis di Timur Tengah
mendorong Prancis untuk memberi dukungannya kepada Saudi dan koalisi untuk
melawan kelompok pemberontak Houthi.
D. Kepentingan Prancis Melakukan Perdagangan Senjata dengan Arab
Saudi Meskipun Melanggar ATT
Berdasarkan penjelasan yang sebelumnya telah dipaparkan, terdapat
beberapa kepentingan Prancis yang berkaitan dengan penjualan senjatanya dengan
Arab Saudi. Diantaranya ialah kepentingan ekonomi, minyak dan strategis yang
berhubungan dengan keamanan dan geopolitik Prancis. Subbab ini membahas
terkait dengan kepentingan Prancis yang menjadi alasan negara tersebut
melakukan perdagangan senjata dengan Arab Saudi walaupun melanggar The
Arms Trade Treaty.283
280
Reuters, France‟s Macron defends Saudi arms sales, to hold Yemen conference, Word
News, 11 April 2018 [berita on-line], tersedia di https://www.reuters.com/article/us-france-saudi-
yemen/frances-macron-defends-saudi-arms-sales-to-hold-yemen-conference-idUSKBN1HH30P
diakses pada 6 Agustus 2019. 281
Independent, Yemen War: Who are the Houthis and why is Saudi Arabia fighting
them?, 10 November 2018 [berita on-line], tersedia di
https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/houthis-yemen-war-saudi-arabia-why-
who-gulf-islam-conflict-a8627021.html diakses pada 6 Agustus 2019. 282
Independent, Yemen War: Who are the Houthis and why is Saudi Arabia fighting
them? 283
Amnesty International, France: Leaked military documents underscore need to end
flow of arms to Yemen conflict, 15 April 2019 [berita on-line], tersedia di
86
Penjelasan terkait dibahas dengan menggunakan teori foreign policy
decision making dengan menggunakan model aktor rasional. Menurut Graham
Allison yang merupakan salah satu ahli dari model aktor rasional mengatakan
bahwa negara akan memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian
pada setiap pilihan kebijakan yang dihadapkan pada alternatif kebijakan lain.284
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, peningkatan penjualan
senjata Prancis dan Saudi dimulai pada 2015 yang diidentifikasikan dengan
perjanjian kontrak senjata yang bernilai tinggi. Namun, terdapat laporan yang
mengeluarkan bukti digunakannya senjata Prancis yang dijual ke Saudi dalam
menyerang penduduk sipil atau objek sipil Yaman.285
Terkait dengan ATT, terdapat pasal didalamnya yang melarang adanya
penjualan senjata ke suatu negara apabila diketahui bahwa senjata tersebut
digunakan dalam melakukan kejahatan perang.286
Sebagai tambahan, melakukan
penyerangan kepada penduduk sipil merupakan salah satu tindakan dari kejahatan
perang yang mengacu pada hukum humaniter internasional.287
Kejahatan perang
yang terjadi di Yaman menciptakan krisis kemanusiaan terbesar di dunia.288
https://www.amnesty.org/en/latest/news/2019/04/france-leaked-military-documents-underscore-
need-to-end-flow-of-arms-to-yemen-conflict/ diakses pada 12 Juli 2019. 284
Allison, G.T, Essence of Decision Explaining the Cuban Misssile Crisis, Boston:
Little, Brown and Company, 1971), 29 – 33. 285
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 1 [artikel on-line], tersedia di
https://made-in-france.disclose.ngo/en/chapter/yemen-papers/ diakses pada 20 Mei 2019. 286
Stuart Casey-Maslen, The Arms Trade Treaty (2013), 23. 287
ICRC, Customary IHL: Rule 156. Definition of War Crimes [artikel on-line] tersedia
di https://ihl-databases.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_rul_rule156 diakses pada 29 Mei 2019. 288
The Washington Post, How the Saudis Turned the Yemen War Into a Humanitarian
Crisis, 14 Desember 2018 [artikel on-line], tersedia di
https://www.washingtonpost.com/business/how-the-saudis-turned-the-yemen-war-into-a-
humanitarian-crisis/2018/12/14/9a8b6fce-ffb6-11e8-a17e-
162b712e8fc2_story.html?noredirect=on&utm_term=.e37e8b421bd5 diakses pada 12 Juli 2019.
87
Prancis dihadapkan pada tekanan bahwa negara tersebut telah melanggar
komitmennya dalam meratifikasi ATT terkait penjualan senjatanya dengan Saudi
dan koalisi di konflik Yaman seperti UAE. Selain itu, Amnesty International
sebagai salah satu NGO yang berfokus pada HAM, menyatakan kepada negara-
negara yang diketahui sebagai pemasok utama senjata ke Saudi seperti AS,
Inggris dan Prancis untuk menghentikan pengiriman senjatanya ke Saudi terkait
pasal ATT sampai Saudi menghentikan kejahatan yang dilakukannya di
Yaman.289
Namun, hingga saat ini negara-negara tersebut diketahui tetap melanjutkan
perdagangan senjatanya ke Saudi, termasuk Prancis.290
Memilih untuk
melanjutkan perdagangan senjatanya hingga saat ini memperlihatkan bahwa
alternatif kebijakan yang diambil oleh Prancis ialah tetap melanjutkan
perdagangan senjatanya dengan Saudi.
Setiap alternatif kebijakan yang ada, terdapat untung dan rugi nya masing-
masing. Namun, seperti yang telah dipaparkan, negara akan memaksimalkan
keuntungan dan meminimalkan kerugian. Selain itu, alternatif kebijakan yang ada
tentunya harus berkaitan dari tujuan sebuah negara. Berdasarkan Allison,
kepentingan nasional dan kepentingan keamanan merupakan kategori dasar dari
disusunnya tujuan sebuah negara.291
289
Amnesty International, Yemen War: No End In Sight, 28 Agustus 2015 (diperbaharui
pada 14 Maret 2019) [artikel on-line], tersedia di
https://www.amnesty.org/en/latest/news/2015/09/yemen-the-forgotten-war/ diakses pada 12 Juli
2019. 290
Human Rights Watch, France Should Stop Fueling Saudi War Crimes in Yemen, 17
Mei 2019 [artikel on-line], tersedia di https://www.hrw.org/news/2019/05/17/france-should-stop-
fueling-saudi-war-crimes-yemen diakses pada 12 Juli 2019. 291
Allison, G.T, Essence of Decision Explaining the Cuban Misssile Crisis, 33.
88
Selanjutnya, menurut Allison pada setiap tujuan dari seorang aktor akan
ada pilihan kebijakan alternatif yang sesuai dengan kondisi tertentu.292
Melanjutkan perdagangan senjatanya kepada Saudi merupakan alternatif
kebijakan yang dilakukan Prancis hingga saat ini, namun hal tersebut tidak
menutup adanya konsekuensi yang dialami Prancis atas kebijakan yang
dilakukannya.
Mengacu pada Allison pada tahap goals and objectives, tujuan suatu
negara ialah memenuhi kepentingan keamanan dan nasionalnya.293
Pada subbab
sebelumnya, telah dipaparkan kepentingan nasional serta keamanan Prancis yang
dalam model aktor rasional, kepentingan tersebut ialah goals and objectives
Prancis. Kemudian pada tahap selanjutnya ialah alternatives dan dilanjutkan
dengan tahap Consequences, yang berdasarkan tujuan Prancis, berikut kebijakan
alternatif yang dapat dilakukan oleh Prancis:
292
Allison, G.T, Essence of Decision Explaining the Cuban Misssile Crisis, 20 – 30. 293
Allison, G.T, Essence of Decision Explaining the Cuban Misssile Crisis, 20 – 30.
89
Tabel IV.1 Costs dan Benefits Kebijakan Alternatif Prancis
Alternative Costs Benefits
1. Melanjutkan
perdagangan
senjata dengan
Saudi
Melakukan
pelanggaran dalam
komitmen pasal-
pasal The Arms
Trade Treaty
Keuntungan
Ekonomi yang
mempengaruhi
penurunan defisit
negara serta
tingkat
pengangguran di
Prancis.
Menerima tekanan
dari tokoh arms
control, NGO yang
berfokus pada
HAM, serta
masyarakat untuk
menghentikan
kebijakan
penjualan senjata
Prancis ke Saudi
dan koalisi seperti
UAE.
Kepentingan
dalam
mengamankan
akses minyak yang
mempengaruhi
perekonomian
Prancis.
Kepentingan
Strategis yang
mampu
menciptakan long-
term relationship
dengan Arab
Saudi yang
merupakan aliansi
penting Prancis di
Timur Tengah.
90
2. Menunda
Perdagangan
Senjata dengan
Saudi
Menerima
kerugian ekonomi
atas tidak
berlanjutnya
kontrak penjualan
senjata Prancis –
Saudi yang bernilai
miliaran dolar AS,
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
ekonomi Prancis
Mematuhi
komitmen
negaranya dalam
pasal-pasal ATT
yang menjadikan
Prancis sebagai
negara yang lebih
berkomitmen
dibandingkan
negara AS dan
Inggris yang juga
diketahui sebagai
negara yang
melanggar
komitmen
internasionalnya
terkait penjualan
senjata dengan
Saudi.
Tidak lagi
menerima tekanan
dari NGO HAM,
masyarakat serta
arms control
terkait
penghentian
penjualan senjata
kepada Saudi
91
3. Melakukan
perdagangan
senjata dengan
negara lain yang
tidak terlibat dalam
suatu konflik
Perdagangan
Senjata dengan
Arab Saudi
merupakan upaya
Prancis dalam
mengamankan
akses minyak,
sehingga
menghentikan
perdagangan
senjata akan
mempengaruhi
akses minyak
Saudi ke Prancis.
Kepentingan
ekonomi atas hasil
perdagangan
senjata dengan
negara lain yang
tidak tergabung
dalam suatu
konflik baik
regional maupun
internasional.
Kepentingan
Strategis antara
Prancis dan Saudi
tidak terpenuhi
untuk tujuannya
menciptakan long
term relationship
yang berdasarkan
menteri pertahanan
Prancis,
perdagangan
senjata Prancis
bertujuan untuk
menciptakan
hubungan jangka
panjang dengan
Mematuhi
komitmen
negaranya dalam
pasal-pasal ATT
yang menjadikan
Prancis sebagai
negara yang lebih
berkomitmen
dibandingkan
negara AS dan
Inggris yang juga
diketahui sebagai
negara yang
melanggar
komitmen
internasionalnya
92
Arab Saudi. terkait penjualan
senjata dengan
Saudi.
Tidak lagi
menerima tekanan
dari NGO HAM,
masyarakat serta
arms control
terkait
penghentian
penjualan senjata
kepada Saudi
Berdasarkan pada tabel di atas, kebijakan alternatif pertama ialah
melanjutkan perdagangan senjata dengan Arab Saudi. kerugian yang dialami
Prancis atas perdagangan senjatanya dengan Saudi ialah adanya pernyataan dari
Anna Macdonald sebagai Director of Control Arms bahwa konflik yang terjadi di
Yaman merupakan kegagalan dari pengimplementasian ATT dari negara yang
telah mendaftarkan diri sebagai anggota dari ATT seperti Prancis.294
Anna mengatakan bahwa dengan adanya kejahatan perang yang dilakukan
oleh Saudi dan koalisi, negara pemasok senjata ke Saudi seperti Prancis, AS dan
294
The Citizen. US, UK, France Violate Arms Trade Treaty to Sell Arms to Saudi Arabia
Despite Yemen.
93
Inggris diminta untuk menunda penjualan senjatanya.295
Namun, kerugian yang
dialami Prancis hanya terbatas pada pelanggaran terhadap ATT, dikarenakan tidak
ada sanksi serius yang berlaku apabila sebuah negara melanggar komitmen
perjanjian tersebut.296
Selain itu, kerugian yang dialami Prancis juga terkait adanya aksi protes
baik oleh organisasi maupun masyarakat yang berusaha mengentikan proses
penjualan senjata Prancis ke Saudi. Tidak hanya itu, Prancis juga dihadapkan pada
bocornya dokumen negara terkait penjualan senjatanya dengan Saudi yang
dokumen tersebut berisikan tentang bukti bahwa senjata Prancis digunakan untuk
melakukan kejahatan perang di Yaman.297
Namun, adanya kerugian tersebut juga diiringi dengan adanya keuntungan
yang diraih Prancis atas perdagangan senjatanya dengan Saudi khususnya pada
periode 2015 – 2017 yang memberi efek pada keuntungan negara tersebut di
tahun-tahun selanjutnya. Sebagaimana dengan pemaparan Allison bahwa
kepentingan nasional dan kepentingan keamanan merupakan dasar kategori dari
penentuan sebuah tujuan negara yang berpengaruh pada alternatif kebijakan yang
diambil. Hal tersebut sejalan dengan keuntungan yang diterima Prancis seperti
keuntungan ekonomi yang mampu mengurangi defisit negara dan menciptakan
lapangan pekerjaan baru terkait dengan perusahaan industri senjata.
295
France24, Pressure mounts on Western powers to halt arms sales to Saudi Arabia, 23
Agustus 2016 [berita on-line], tersedia di https://www.france24.com/en/20160823-arms-trade-
france-yemen-saudi-arabia-att-treaty-human-rights diakses pada 6 Agustus 2019. 296
DW, UN‟s Arms Trade Treaty „too weak to make a difference‟, World, 11 Oktober
2017 [berita on-line], tersedia di https://www.dw.com/en/uns-arms-trade-treaty-too-weak-to-make-
a-difference/a-40452550-0 diakses pada 13 Juli 2019. 297
Disclose, Made in France: Yemen Papers Part 1 – 4.
94
Kepentingan keamanan juga menjadi keuntungan Prancis, dengan
melakukan perdagangan senjata dengan Saudi, Prancis dapat mengamankan akses
minyak ke negara tersebut yang tentunya berpengaruh pada perekonomian
Prancis. Selain itu, dalam melakukan perdagangan senjata dengan Saudi,
kepentingan strategis antara Prancis dan Saudi yang berkaitan dengan menjaga
stabilitas kawasan bermasalah juga berhubungan dengan kepentingan keamanan
warga Prancis yang sebanyak 1,2 juta orang tinggal di kawasan negara Arab.
Selain itu, perdagangan senjata Prancis dengan Saudi pada periode yang
sejalan dengan konflik Yaman yaitu pada 2015 – 2017 merupakan bentuk
dukungan Prancis kepada Saudi dan koalisi yang berkaitan erat dengan
kepentingan strategis Prancis dalam melakukan long-term relationship dengan
Arab Saudi. Sebagaimana dengan pemaparan sebelumnya, Parly menyatakan
bahwa melakukan perdagangan senjata dengan Saudi merupakan bagian dari
upayanya untuk menciptakan hubungan jangka panjang antara dua negara
tersebut.298
Selanjutnya, pada kebijakan alternatif kedua, yaitu menunda perdagangan
senjata dengan Arab Saudi sampai pada waktu di mana Saudi menghentikan aksi
militer negara tersebut beserta koalisi di konflik Yaman. Alternatif tersebut dapat
memposisikan Prancis untuk menerima kerugian dalam aspek ekonomi. Hal
tersebut dilatar belakangi karena Arab Saudi merupakan negara yang
mendominasi kontrak penjualan senjata Prancis pada 2015 – 2016.
298
European Views, France Admits to Sending More Arms to Saudi Arabia despite
Yemeni Civil War,
95
Namun, alternatif kedua juga memberikan keuntungan bagi Prancis yaitu
Prancis tidak lagi menerima pernyataan melakukan pelanggaran terhadap pasal-
pasal ATT. Prancis juga akan menerima tanggapan baik internasional baik melalui
NGO HAM atau masyarakat apabila melakukan pemberhentian penjualan senjata
ke Saudi. Pada dasarnya kentungan yang diterima Prancis dalam alternatif kedua
merupakan kerugian yang diterima negara tersebutp pada alternatif kebijakan
pertama.
Selanjutnya, alternatif kebijakan terakhir yaitu melakukan perdagangan
senjata dengan negara lain yang tidak terlibat dalam suatu konflik. Alternatif
ketiga dapat dilakukan dengan Prancis melakukan perdagangan senjata dengan
Qatar karena negara tersebut diketahui dikeluarkan oleh Arab Saudi dalam Saudi-
led Coalition di Yaman.299
Disisi lain, Qatar juga merupakan negara pengimpor
senjata Prancis, pada 2017 kontrak penjualan senjata Prancis dan Qatar mencapai
14 dolar AS.300
Walaupun kontrak tersebut tidak setinggi dengan Arab Saudi,
penjualan yang terjadi antara Prancis dan Qatar dapat memberi keuntungan
kepada perekonomian Prancis.
Namun, kerugian dari alterntif ketiga tersebut sebagaimana dengan
kerugian yang didapat ialah terganggunya kepentingan Prancis dalam
mengamankan akses minyak ke negaranya mengingat Qatar dan Prancis tidak
299
Middle East Monitor, Qatar was „obliged‟ to join Saudi coalition in Yemen‟, Juli,
2017 (berita on-line), tersedia di https://www.middleeastmonitor.com/20170719-qatar-was-
obliged-to-join-saudi-coalition-in-yemen/ diakses pada 31 Agustus 2019. 300
Asharq Al-Awsatm Qatar, France sign $14 billion weapons, jets deal, 8 December
2017 (berita on-line), tersedia di https://aawsat.com/english/home/article/1107011/qatar-france-
sign-14-billion-weapons-jets-deal diakses pada 31 Agustus 2019.
96
melakukan hubungan jual beli minyak. Qatar juga bukan merupakan aliansi
penting Prancis
Berdasarkan pemaparan di atas, kebijakan yang akan dipilih berdasarkan
model aktor rasional ialah kebijakan yang mewakilkan goals and objectives
sebuah negara yang dalam hal ini ialah kepentingan keamanan dan nasional. Pada
pemaparan di atas, terlihat bahwa kebijakan alternatif pertama mampu memenuhi
tujuan Prancis terkait keamanan dan kepentingan nasionalnya.
Maka dari itu, kebijakan Prancis dalam melakukan perdagangan senjata
dengan Saudi merupakan pilihan rasional suatu aktor negara. Kepentingan
nasional dan keamanan yang berdasarkan pada aspek ekonomi, minyak, dan
kepentingan strategis merupakan upaya negara tersebut dalam menangani bentuk
masalah dalam negaranya sepeti major issues dan vital issues yang sebelumnya
telah dijelaskan.
Selanjutnya, kebijakan Prancis dapat dikatakan pilihan rasional seorang
aktor, dikarenakan keuntungan-keuntungan yang diraih Prancis melakui
perdagangan senjatanya dengan Saudi mampu memenuhi tujuan strategis negara
tersebut dengan Arab Saudi yaitu menciptakan long-term relationship. Selain itu,
dampak dari keputusan Prancis dalam melakukan perdagangan senjata dengan
Saudi yang diketahui ialah melanggar pasal-pasal dalam ATT. Namun
pelanggaran tersebut tidak diiringi dengan pemberian sanksi serius kepada Prancis
sebagai salah satu negara yang melanggar pasal-pasal ATT.
Dengan kata lain, Prancis memilih keputusan yang menurut negaranya
ialah paling rasional dan memberikan keuntungan berdasarkan tujuan negaranya
97
walaupun dengan itu Prancis telah melanggar ATT yang sebelumnya telah
diratifikasi pada 2014.
98
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Perdagangan senjata Prancis dengan Arab Saudi khususnya dalam periode
2015 – 2017 yang diketahui digunakan dalam Konflik Yaman dan melanggar
hukum perang menempatkan Prancis dalam posisi yang melanggar komitmen
negara tersebut dalam The Arms Trade Treaty (ATT).
Hal tersebut dilatarbelakangi dengan adanya pasal-pasal dalam ATT yang
secara jelas menekankan bahwa perdagang senjata dilarang apabila senjata
tersebut diketahui melanggar hukum perang serta hukum kemanusiaan. Posisi
Prancis yang telah meratifikasi perjanjian tersebut sejak awal mula tentunya
mencerminkan kurangnya komitmen negara tersebut dalam ATT.
Pelanggaran Prancis dalam menjual senjata kepada Arab Saudi dan koalisi
negara Arab di Perang Yaman juga telah menciptakan adanya tekanan yang
diberikan oleh masyarakat Prancis khususnya yang bergabung dalam Non-
Governmental Organization terkait kemanusiaan.
Namun, kebijakan Prancis dalam melakukan perdagangan senjata
diketahui dilatarbelakangi oleh kepentingan negara tersebut. Kepentingan tersebut
meliputi kepentingan ekonomi, keamanan akses minya serta kepentingan strategis
negara tersebut.
99
Kepentingan ekonomi Prancis didasari pada keuntungan yang diraih
Prancis dari hasil perdagangan senjatanya khususnya dengan Arab Saudi yang
mendominasi keseluruhan total perjanjian senjata Prancis pada 2015. Keuntungan
ekonomi Prancis dalam menjual senjata mampu menurunkan defisit negara
tersebut serta mampu menurunkan tingkat pengangguran di Prancis. Sebagaimana
yang telah dipaparkan, keuntungan ekonomi Prancis dalam menjual senjata telah
didapatkan sejak awal mula perdagangan senjata Prancis dimulai. Oleh karena itu,
perdagangan senjata memiliki hubungan erat dengan keuntungan ekonomi untuk
Prancis.
Selain itu, perdagangan senjata juga dijadikan Prancis sebagai faktor yang
mendukung upaya Prancis dalam mengamankan akses minyak ke negara tersebut.
Khususnya minyak yang diimpor Prancis yang berasal dari Arab Saudi,
dikarenakan Arab Saudi merupakan negara terbesar dalam melakukan pembelian
senjata serta penjualan minyak.
Mengamankan akses minyak ke Prancis dapat menguntungkan
perekonomian negara tersebut mengingat adanya perusahan minyak mampu
menciptakan lapangan pekerjaan di Prancis. Sesuai dengan pemaparan
sebelumnya, pengangguran merupakan isu yang dinilai penting oleh Prancis
karena mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Prancis, oleh karena itu Prancis
perlu menciptakan upaya yang mampu mengurangi isu tersebut.
Selanjutnya, terdapat faktor yang juga penting sehingga mendorong
Prancis untuk tetap melakukan perdagangan senjata dengan Arab Saudi walaupun
melanggar ATT, yaitu kepentingan strategis Prancis. Kepentingan strategis
100
tersebut didasari atas upaya Prancis untuk menjalin hubungan jangka panjang
dengan Saudi yang dianggap merupakan aliansi penting Prancis di Timur Tengah.
Menjalin hubungan jangka panjang dengan Arab Saudi tidak terlepas dari
kepentingan ekonomi dan minyak Prancis itu sendiri.
Kemudian, perdagangan senjata yang terjadi antara dua negara tersebut
juga berdasarkan pada kepentingan Prancis untuk menjaga stabilitas kawasan
yang bermasalah khususnya di Timur Tengah yang berkaitan dengan kepentingan
negara tersebut terkait keamanan warga negara Prancis. Sehingga, berdasarkan
pemaparan di atas, Prancis dalam memilih untuk melanjutkan penjualan
senjatanya dengan Saudi merupakan tindakan yang menurut negara tersebut
paling rasional.
B. Saran
Pelanggaran Prancis atau negara lain dalam melakukan penjualan senjata
kepada Arab Saudi merupakan bentuk kelemahan dari ATT. Kebijakan Prancis
dalam menjual senjata ke Arab Saudi masih berlangsung hingga saat ini. Saran
untuk penelitian selanjutnya ialah untuk melakukan perpanjangan periode waktu
perdagangan senjata Prancis dan Saudi dalam penelitiannya, mengingat dalam
penelitian ini hanya terdapat penjelasan perdagangan senjata Prancis dan Arab
Saudi pada periode 2015 – 2017.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Agusman, Damos Dumoli. Hukum Perjanjian Internasional Kajian Teori dan Praktik
Indonesia. Jakarta: Refika Aditama. 2014.
Bronson, Rachel. Ticker Than Oil: America’s Uneasy Partnership with Saudi Arabia.
New York: Oxford University Press. 2006.
https://www.cfr.org/content/publications/attachments/Excerpts.pdf (Diakses 27
April 2019)
Casey-Maslen, Stuart. The Arms Trade Trety. Genewa Academy. 2013.
https://www.genevaacademy.ch/joomlatoolsfiles/docmanfiles/Publications/Academ
y%20Briefings/ATT%20Briefing%203%20web.pdf (Diakses pada 5 April 2019)
L, Withney, F. The Elements of Research, Osaka: Overseas book, 1990.
Mintz, Alex dan Karl DeRouen. Understanding Foreign Policy Decision Making.
Cambridge: University Press. 2010.
http://library.aceondo.net/ebooks/HISTORY/Understanding_Foreign_Policy_Decis
ion_Making.pdf (Diakses 20 Juni 2019)
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu. 2006.
Sitepu, P. Anthonius. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2001.
Sköns, Elisabeth dan Reinhilde Weidacher. SIPRI Yearbook 2002: Armaments,
Disarmament and International Security. Sweden: Oxford University Press. 2002.
https://www.sipri.org/sites/default/files/07.%20.pdf (Diakses 3 Mei 2019)
T, Allison, G. Essence of Decision Explaining the Cuban Misssile Crisis. Boston: Little,
Brown and Company. 1971.
Vanhoonacker, Sophie dan Patrice Wangen. Graham T. Allison, The Essence of Decision:
Explaining the Cuban Missle Crisis. Oxford: Oxford University Press. 2015.
xv
https://www.oxfordhandbooks.com/view/10.1093/oxfordhb/9780199646135.001.0
001/oxfordhb-9780199646135-e-38 (Diakses 21 Juni 2019)
Wynbrandt, James. A Brief History of Saudi Arabia. New York: Checkmark Books. 2004.
B. Jurnal
Al Tamamy, Saud Mousaed, “Saudi Arabia and the Arab Spring: Opportunities and
Challenges of Security,” Journal of Arabian Studies: Arabia, the Gulf, and the Red
Sea, Volume 2, No. 2,
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/21534764.2012.734117 (Diakses 26
April 2019)
Bove, Vincenzo, Claudio Deiana dan Roberto Nistico, “Global Arms Trade and Oil
Dependence,” The Jpurnal of Law, Economics and Organization, Volume 32, No.
2, (2018) https://doi.org/10.1093/jleo/ewy007 (Diakses 3 Juli 2019)
Cooper, Neil, “What’s the point of arms transfer controls?” Contemporary Security
Policy, Volume 27, No. 1, (2007)
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13523260600603188 (DIakses 17
Mei 2019)
Deddy, ““LSM Yaman: 3512 Tewas Dalam Operasi Decisive Storm”, Jurnal Islam,
(2015), https://jurnalislam.com/lsm-yaman-3512-tewas-dalam-operasi-decisive-
storm/ (Diakses 30 April 2019)
Fortin, Tony, et.al, “French arms sales: Indicators of Presence in Yemen and the
Necessary reform of control mechanism”, FIDH International Human Rights,
(2018),
https://www.fidh.org/IMG/pdf/yemen_french_arms_sales_indicators_of_presence_
in_yemen_and_the_necessary_reform_of_control_mechanisms-2.pdf ( Diakses 13
April 2019)
Fuadi, Ahmad, “Kepentingan Arab Saudi Menghentikan Gerakan Pemberontak Houthi,”
Jurnal Demokrasi & Otonomi Daerah, Volume 15, No. 1, (2017),
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=2a
hUKEwjux_2tfjhAhVHvo8KHUt5Al4QFjAAegQIAxAC&url=http%3A%2F%2Fe
journal.unri.ac.id%2Findex.php%2FJDOD%2Farticle%2Fdownload%2F5230%2F
4903&usg=AOvVaw1NJaCGDUHEysCqCGWVBZS0 (Diakses 29 April 2019)
Hagan, Joe. D, Philip P. Everts, Haruhiro Fukui dan Jogn D. Stempel, “Foreign Policy by
Coalition: Deadlock, Compromise, and Anarchy”, International Studies Review,
xvi
Volume 3, No. 2 , (2001), https://www.jstor.org/stable/3186568 (Diakses 20 Juni
2019)
Ismail, Sharif, “ Unification in Yemen: Synamics of Political Intergration, 2978 – 2000,”
http://users.ox.ac.uk/~metheses/Ismail%20Thesis.pdf (Diakses 27 April 2019)
Jones, Peter, “The Arab Spring Opportunities and Implications”, Canada’s Journal of
Global Policy Analysis, Volume 67, No.2, (2012),
https://www.jstor.org/stable/23266020?seq=1#page_scan_tab_contents (Diakses
pada 25 Maret 2019)
Karim, Umer, “The Evolution of Saudi Foreign Policy and the Role of Decision Making
Process and Actors,” The International Spectator, Volume 52, No.2, (2017),
https://scihub.tw/https://doi.org/10.1080/03932729.2017.1308643 (Diakses 25
April 2019)
Karoui, El Hakim, ““ A new strategy for France in a new arab world,” Institut
Montaigne,” (2017), https://www.institutmontaigne.org/en/publications/new-
strategy-france-new-arab-world (Diakses 20 Juni 2019)
Kolodziej, Edward A., “France and the Arms Trade,” Royal Institute of International
Affairs, (1980),
https://www.jstor.org/stable/2615719?seq=1#metadata_info_tab_contents (Diakses
1 Mei 2019)
Majid Shazia dan Fozia Jan, “Yemen Crisis and The Role of Saudi Arabia”, Journal of
Humanitarian and Social Science, Volume 5, No. 1, (2017),
http://www.springjournals.net/full-
articles/springjournals.netijaharticlesindex=4foziaandshazia..pdf?view=inline
(Diakses 26 Maret 2019)
Mcnulty, Mel, ““French arms, war and genocide in Rwanda,” Crime, Law & Social
Change, (2000), http://www.francegenocidetutsi.org/McNulty.pdf (DIakses 3 Mei
2019)
Mushtaq, Abdul Qadir dan Muhammad Afzal, “Arab Spring: Its Causes and
Consequences,” JPHUS, Volume 30, No. 1, (2017),
http://pu.edu.pk/images/journal/HistoryPStudies/PDF_Files/01_V-30-No1-
Jun17.pdf (Diakses pada 25 Maret 2019)
Muttaqien, M., “Arab Spring: Dimensi Domestik, Regional dan Global,” Global &
Strategies, Volume 9, No. 2, http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
jgs0ebb4483e02full.pdf (Diakses 26 April 2019)
Neuchterlin, Donald E., ““National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysisi and Decision-Making”, British Journal of International
Studies, Volume 2, No. 3, (1976),
xvii
https://www.jstor.org/stable/20096778?seq=1#page_scan_tab_contents (Diakses
22 Juni 2019)
Renshon, Jonathan dan Stanley A. Renshon, “The Theory and Practice of Foreign Policy
Decision Making”, Political Psychology, Volume 19, No. 4, (2008),
https://www.jstor.org/stable/20447142 (Diakses 20 Juni 2019)
Shield, Ralph, ““The Saudi air war in Yemen: A case for coercive success through
battlefield denial,” Journal of Strategic Studies, Volume 41, No. 3, (2018),
https://doi.org/10.1080/01402390.2017.1308863 (Diakses 29 April 2019)
Thee, Marek, “Armaments, arms control and disarmament,” A Unesco reader for
disarmament education, (1981),
https://unesdoc.unesco.org/in/rest/annotationSVC/DownloadWatermarkedAttachm
ent/attach_import_8ecf6720-0761-4be4-ab36-f6f60a9667d3?_=048001engo.pdf
(Diakses 2 Mei 2019)
C. Laporan
“Crude Oil Imports by Country,” World Top Exports, 25 Juni 2019,
http://www.worldstopexports.com/crude-oil-imports-by-country/ (Diakses 2
Agustus 2019)
“France Weapon Sales,” Trading Economics,
https://tradingeconomics.com/france/weapons-sales (Diakses 1 Mei 2019)
“Import shares of the main crude oil suppliers to France in 2015,” Statista Research
Department, 24 November 2016, https://www.statista.com/statistics/744232/crude-
oil-main-supplier-countries-france/ (Diakses 4 Juli 2019)
“Macroeconomic imbalances Country Report – France 2015,” European Economy, Juni
2015,
http://ec.europa.eu/economy_finance/publications/occasional_paper/2015/pdf/ocp2
17_en.pdf (Diakses 24 Juni 2019)
“Made in France: Yemen Papers”, Disclose, 15 Mei 2019, https://made-in-
france.disclose.ngo/en/chapter/yemen-papers/ (Diakses 20 Mei 2019)
“The World FactBook: Middle East, Saudi Arabia,” Central Intelligence Agency,
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/sa.htm (Diakses
25 April 2019)
xviii
Arraf, Sarim “The Armed Conflict in Yemen: A Complicated Mosaic”, Geneva Academy
Report, Oktober 2017, https://www.geneva-academy.ch/joomlatools-files/docman-
files/The%20Armed%20Conflict%20in%20Yemen.pdf (Diakses 25 Maret 2019)
Blanchard, Christopher M., “Saudi Arabia: Background and U.S Relations,”
Congressional Research Service Report, September 2018,
https://fas.org/sgp/crs/mideast/RL33533.pdf (Diakses 27 April 2019)
Grimmett, Richard F., “ Conventional Arms Transfers to Developing Nations, 2003 –
2010, CSR Report for Congress, 22 September 2011,
https://fas.org/sgp/crs/weapons/R42017.pdf (Diakses 3 Mei 2019)
Grimmett, Richard F., “Conventional Arms Transfers in the Post-Cold War era,” CSR
Report for Congress, 28 September 1993 https://fas.org/sgp/crs/weapons/transfers-
pcw.pdf (Diakses 2 Mei 2019)
Theohary, Cathrine A., “Conventional Arms Transfers to Developing Nations, 2008 –
2015,” Congressional Research Service, 19 Desember 2016
https://fas.org/sgp/crs/weapons/R44716.pdf (Diakses 5 Mei 2019)
Wezeman D, Pieter,. Dkk, “Trends in International Arms Transfers, 2017,” SIPRI Fact
Sheet, Maret 2018, https://www.sipri.org/sites/default/files/2018-
03/fssipri_at2017_0.pdf (Diakses 25 Maret 2019)
Wezeman D, Pieter,. Dkk, “Trends in International Arms Transfers, 2013,” SIPRI Fact
Sheet, Maret 2013,
https://www.sipri.org/sites/default/files/files/FS/SIPRIFS1303.pdf (DIakses 3 Mei
2019)
D. Situs dan Dokumen.
DAG HAMMARSKJÖLD, What is the difference between signing, ratification and
accession of UN treaties?,” 26 April 2018, http://ask.un.org/faq/14594 (DIakses 15
Mei 2019)
France Diplomatie, Defence industries and technologies, Maret 2018,
https://www.diplomatie.gouv.fr/en/french-foreign-policy/economic-diplomacy-
foreign-trade/supporting-french-businesses-abroad/strategic-sector-
support/defence-industries-and/ (Diakses 1 Mei 2019)
ICRC, Customary IHL: Rule 156. Definition of War Crimes, https://ihl-
databases.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_rul_rule156 (Diakses 29 Mei 2019)
xix
International Criminal Court, Rome Statue of the International Criminal Court,
2011,https://www.icc-cpi.int/nr/rdonlyres/ea9aeff7-5752-4f84-be94-
0a655eb30e16/0/rome_statute_english.pdf (Diakses 7 April 2019)
OECD, OECD Economic Surveys France, Maret 2015,
https://www.oecd.org/eco/surveys/France-2015-overview.pdf (Diakses 1 Juli 2019)
U.S Department of State Bureau of Verification and Compliance, World Military
Expenditures and Arms Transfers 1998, Department of State, April 2000,
https://www.state.gov/documents/organization/110701.pdf (Diakses 3 Mei 2019)
United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 6
December 2006, 18 Desember 2006, https://undocs.org/A/RES/61/89 (Diakses 5
April 2019)
United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 5
December 2013, 9 Desember 2013, https://undocs.org/A/RES/68/31 (Diakses 5
April 2019)
United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 2
December 2006, 12 Januari 2010, https://undocs.org/A/RES/64/48 (Diakses 7 April
2019)
United Nations General Assembly, The Crime on Genocide, 11 December 1946,
https://documents-dds-
ny.un.org/doc/RESOLUTION/GEN/NR0/033/47/IMG/NR003347.pdf?OpenEleme
nt (Diakses 7 April 2019)
United Nations Treaty Collection, Disarmament, 2 April 2013,
https://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=IND&mtdsg_no=XXVI-
8&chapter=26&clang=_en (Diakses 24 Maret 2019)
United Nations Treaty Collection, Genocide,
https://treaties.un.org/doc/publication/unts/volume%2078/volume-78-i-1021-
english.pdf (DIakses 29 Mei 2019)
United Nations, Charter of the United Nations: Chapter 1 Purposes and Principles,
https://www.un.org/en/sections/un-charter/chapter-i/index.html (DIakses 15 Mei
2019)
United Nations, The Arms Trade Treaty, https://thearmstradetreaty.org/hyper-
images/file/ATT_English/ATT_English.pdf?templateId=137253 (Diakses 15 Mei
2019)
United Nations, War Crimes, https://www.un.org/en/genocideprevention/war-
crimes.shtml (Diakses 16 Mei 2019)
xx
United Nationss Institute for Disarmament Research, Implications of States’ Views on an
Arms Trade Treaty, Januari 2008, http://www.poa-
iss.org/CASAUpload/Members/Documents/13@Implications%20of%20States%20
Views%20on%20an%20ATT.pdf (Diakses 16 Mei 2019)
UNODA (United Nations Office for Disarmament Affairs), ATT: Status of ratifications
and accessions, https://s3.amazonaws.com/unoda-web/wp-
content/uploads/2019/05/ATT-status-of-ratifications-and-accessions-9-may-
2019.pdf (Diakses 14 Mei 2019)
Woolcott Peter, United Nations Audiovisual, The Arms Trade Treaty
http://legal.un.org/avl/pdf/ha/att/att_e.pdf (Diunduh 5 April 2019)
E. Situs Berita dan Artikel Online
“France: Saudi Arabia’s New Arms Dealer,” The National Interest, 10 Agustus 2015
https://nationalinterest.org/feature/france-saudi-arabias-new-arms-dealer-13533
(Diakses 4 Mei 2019)
Arab Spring, History, 5 April 2019, https://www.history.com/topics/middle-east/arab-
spring (Diakses 26 April 2019)
Arms sales becoming France’s new El Dorado, but at what cost? France 24, 3 Mei 2015,
https://www.france24.com/en/20150503-arms-sales-becoming-france-new-el-
dorado-but-what-cost-francois-hollande-saudi-arabia-rafale (Diakses 24 Juni 2019)
Arms Sales to Saudi Boost French Economy, but at What Cost?, World Politics Review, 9
Oktober 2015, [artikel on-line], tersedia di
https://www.worldpoliticsreview.com/trend-lines/16910/arms-sales-to-saudi-
arabia-boost-french-economy-but-at-what-cost (Diakses 29 Juni 2019)
As Iran nuclear deal flounders, France turns to Saudi for oil, Reuters, 13 Juni 2019,
https://www.reuters.com/article/us-france-saudi-iran-idUSKCN1TE1IJ (Diakses 4
Juli 2019)
Awal Mula Perang Yaman: Mengapa Konflik Terus Memburuk? Matamata Politik,
https://www.matamatapolitik.com/in-depth-awal-mula-perang-yaman-mengapa-
konflik-terus-memburuk/ (Diakses 27 April 2019)
Bahout, Joseph, French Relations with Saudi Arabia, Radio France International, 26
Januari 2015, https://carnegieendowment.org/2015/01/26/french-relations-with-
saudi-arabia-pub-58857 (Diakses 27 April 2019)
xxi
Who are the Yemen’s Houthi? The Conversation, https://theconversation.com/who-are-
yemens-houthis-106423 (Diakses 30 Agustus 2019)
Classified note confirms French weaponry in Yemen: report, TRT World, 15 April 2019,
https://www.trtworld.com/middle-east/classified-note-confirms-french-weaponry-
in-yemen-report-25869 (DIakses 20 Mei 2019)
Despite the murder of Jamal Khashoggi, most countries continue to sell arms to Saudi
Arabia, Quartz, 27 Oktober, https://qz.com/1440586/countries-keep-selling-arms-
to-the-saudis-despite-khashoggis-murder/ (Diakses 7 Mei 2019)
Despite the murder of Jamal Khashoggi, most countries continue to sell arms to Saudi
Arabia, Quartz, 27 Oktober 2018, https://qz.com/1440586/countries-keep-selling-
arms-to-the-saudis-despite-khashoggis-murder/ (DIakses 20 Mei 2019)
France Admits to Sending More Arms to Saudi Arabia despite Yemeni Civil War,
European Views, 8 Mei 2019, https://www.european-views.com/2019/05/france-
admits-to-sending-more-arms-to-saudi-arabia-despite-yemeni-civil-war/ (Diakses 9
Juli 2019)
France and Saudi Arabia enjoy close and confident relationship, Arab News, 14 juli
2016, http://www.arabnews.com/node/953251/saudi-arabia (Diakses 5 Mei 2019)
France and Saudi Arabia enjoy close confident relationship, Arab News, 14 Juli 2016,
http://www.arabnews.com/node/953251/saudi-arabia (Diakses 27 April 2019)
France avoids question on Saudi Arabia weapon sales, Reuters, 22 Oktober 2018,
https://www.reuters.com/article/us-saudi-khashoggi-france-idUSKCN1MW1TP
(Diakses 29 Juni 2019)
France confirms Libya arms deal, Aljazeera, 4 Agustus 2007,
https://www.aljazeera.com/news/europe/2007/08/2008525133153830598.html
(Diakses 3 Mei 2019)
France Is at War in Yemen, Photos Indicate, War Is Boring, 22 Agustus 2016,
https://warisboring.com/france-is-at-war-in-yemen-photos-indicate/ (Diakses 7 Mei
2019)
Qatar, France sign $14 billion weapons, jets deal, Asharq Al-Awsatm, 8 Desember 2017,
https://aawsat.com/english/home/article/1107011/qatar-france-sign-14-billion-
weapons-jets-deal (Diakses 31 Agustus 2019)
France Should Stop Fueling Saudi War Crimes in Yemen, Human Rights Watch, 17 Mei
2019, https://www.hrw.org/news/2019/05/17/france-should-stop-fueling-saudi-
war-crimes-yemen (Diakses 12 Juli 2019)
xxii
France, Saudi Arabia agree new defence contracts strategy, Reuters, 8 April 2018,
https://uk.reuters.com/article/uk-france-saudi-defence/france-saudi-arabia-agree-
new-defence-contracts-strategy-idUKKBN1HF0DP (Diakses 10 April 2019)
France, Saudi Arabia agree new defense contracts strategy, Reuters, 8 April 2018,
https://www.reuters.com/article/us-france-saudi-defence/france-saudi-arabia-agree-
new-defense-contracts-strategy-idUSKBN1HF0DN (Diakses 29 Juni 2019)
France: Leaked military documents underscore need to end flow of arms to Yemen
conflict, Amnesty International, 15 April 2019,
https://www.amnesty.org/en/latest/news/2019/04/france-leaked-military-
documents-underscore-need-to-end-flow-of-arms-to-yemen-conflict/ (DIakses 20
Mei 2019)
France’s Macron defends Saudi arms sales, to hold Yemen conference, Reuters, 11 April
2018, https://www.reuters.com/article/us-france-saudi-yemen/frances-macron-
defends-saudi-arms-sales-to-hold-yemen-conference-idUSKBN1HH30P (Diakses
6 Agustus 2019)
French expertise can help transform Saudi Arabian economy, France in the United
Kingdom, 10 April 2018, https://uk.ambafrance.org/French-expertise-can-help-
transform-Saudi-Arabian-economy (Diakses 6 Mei 2019
French expertise can help transform Saudi Arabian economy, France in the United
Kingdom, 10 April 2018, https://uk.ambafrance.org/French-expertise-can-help-
transform-Saudi-Arabian-economy (Diakses 24 Juni 2019)
French Weapons arrive in Lebanon in $3 billion Saudi-funded deal, Reuters, 20 April
2015, https://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-lebanon-army/french-
weapons-arrive-in-lebanon-in-3-billion-saudi-funded-deal-
idUSKBN0NB0GI20150420 (Diakses 5 Mei 2019)
French weapons exports continue to boom, The Local, 9 September 2014,
https://www.thelocal.fr/20140909/french-arms-sales-industry-continues-to-boom
(Diakses 4 Mei 2019)
French weapons sales double in Middle East-report, TRT World, 4 Juli 2018,
https://www.trtworld.com/europe/french-weapons-sales-double-in-middle-east-
report-18661 (Diakses 2 Agustus 2019)
Global arms industry: First rise in arms sales since 2010, says SIPRI, SIPRI, 11
Desember 2017, https://www.sipri.org/media/press-release/2017/global-arms-
industry-first-rise-arms-sales-2010-says-sipri (Diakses 3 Mei 2019)
Global arms trade deal takes effect, BBC News, 24 Desember 2014,
https://www.bbc.com/news/world-30594854 (DIakses 14 Mei 2019)
xxiii
Hollande holds talks in Saudi Arabia on Iran and Syria, France 24, 4 September 2012,
https://www.france24.com/en/20121104-france-hollande-saudi-arabia-first-visit-
discuss-iran-nuclear-programme-syria-crisis-diplomacy (Diakses 6 Mei 2019)
How France Participates in the Yemen Conflict, OrientXXI,
https://orientxxi.info/magazine/how-france-participates-in-the-yemen-conflict,1997
(Diakses pada 7 Mei 2019)
How the arms trade is used to secure access to oil, The Conversation, 4 Mei 2018,
http://theconversation.com/how-the-arms-trade-is-used-to-secure-access-to-oil-
95089 (DIakses 4 Juli 2019)
How the Saudis Turned the Yemen War Into a Humanitarian Crisis, The Washington
Post, 14 Desember 2018, https://www.washingtonpost.com/business/how-the-
saudis-turned-the-yemen-war-into-a-humanitarian-crisis/2018/12/14/9a8b6fce-
ffb6-11e8-a17e-
162b712e8fc2_story.html?noredirect=on&utm_term=.e37e8b421bd5 (Diakses 12
Juli 2019)
HRC38 Written Statement: Violations of International Humanitarian Law in Yemen by
Saudi Arabia and its Coalition Allies, American for Democracy & Human Rights
in Bahrain, 11 Juni 2018, https://www.adhrb.org/2018/06/violations-of-
international-humanitarian-law-in-yemen-by-saudi-arabia-and-its-coalition-allies/
(Diakses 29 Mei 2019)
Huda, Jasmine. Conceptual Model of Foreign Policy Behaviour, Februari 1998,
http://www.umich.edu/~psci160/GSIPIERRE/005007.html (Diakses 21 Juni 2019)
Humanitarian Crisis in Yemen remains the worst in the World, UN News, 14 Februari
2019, https://news.un.org/en/story/2019/02/1032811 (Diakses 25 Maret 2019)
Life in Yemen: Death, Destruction and Hunger, ICRC, 19 November 2018,
http://www.icrcnewsroom.org/open.asp?ID=2678 (Diakses 8 Mei 3029)
Oil in France?, Financial Times, 9 Oktober 2012, https://www.ft.com/content/283ebf99-
25ce-39e6-80c9-bdcbdd238b03 (Diakses 5 Juli 2019)
Pasokan Senjata ke Arab Saudi dan UEA, Prancis Langgar Hukum Internasional, Jurnis,
https://jurnalislam.com/pasok-senjata-ke-arab-saudi-dan-uea-perancis-langgar-
hukum-internasional/ (Diakses 15 April 2019)
Pemberontakan Houthi dan Intervensi Saudi di Yaman, Medcom.id, 21 November 2018,
https://www.medcom.id/internasional/dunia/1bVV4p2b-pemberontakan-houthi-
dan-intervensi-saudi-di-yaman (Diakses 28 April 2019)
xxiv
Political Map of Saudi Arabia, Geographic Guide Maps of Asia,
http://www.geographicguide.com/asia/maps/saudi-arabia.htm (Diakses 25 April
2019)
Pressure mounts on Western powers to halt arms sales to Saudi Arabia, France24, 23
Agustus 2016, https://www.france24.com/en/20160823-arms-trade-france-yemen-
saudi-arabia-att-treaty-human-rights (Diakses 6 Agustus 2019)
Qatar was ‘obliged’ to join Saudi coalition in Yemen, Middle East Monitor, Juli 2017,
https://www.middleeastmonitor.com/20170719-qatar-was-obliged-to-join-saudi-
coalition-in-yemen/ (Diakses pada 31 Agustus 2019)
Saudi and Arab allies bomb Houthi positions in Yemen, Aljazeera, 26 Maret 2015,
https://www.aljazeera.com/news/middleeast/2015/03/saudi-ambassador-
announces-military-operation-yemen-150325234138956.html (Diakses 29 April
2019)
Saudi Arabia and France ink $12blm deal, Al Arabia, 24 Juni 2015,
http://english.alarabiya.net/en/News/middle-east/2015/06/24/France-Saudi-Arabia-
to-ink-12bln-arms-deal.html (Diakses 13 April 2019)
Saudi Arabia and UAE use French weapons in Yemen, report reveals, TheDefensePost,
15 April 2019, https://thedefensepost.com/2019/04/15/french-weapons-yemen-
saudi-arabia-uae-disclose/ (Diakses 30 April 2019)
Saudi Arabia and UAE use French weapons in Yemen, report reveals, The defense post,
15 April 2019, https://thedefensepost.com/2019/04/15/french-weapons-yemen-
saudi-arabia-uae-disclose/ (Diakses 8 Mei 2019)
Saudi Arabia launches Yemen air strikes as alliance builds against Houthi rebels, The
Guardian, 26 Maret 2015, https://www.theguardian.com/world/2015/mar/26/saudi-
arabia-begins-airstrikes-against-houthi-in-yemen (Diakses 11 Juli 2019)
Saudi Arabia Leads Air Assault in Yemen, The New York Times, 25 Maret 2015,
https://www.nytimes.com/2015/03/26/world/middleeast/al-anad-air-base-houthis-
yemen.html (Diakses 25 Maret 2019)
Saudi Arabia, Britania, https://www.britannica.com/place/Saudi-Arabia/Economy
(Diakses 25 April 2019)
Saudi Arabia, Nationsonline, https://www.nationsonline.org/oneworld/saudi_arabia.htm
(Diakses 25 April 2019)
Saudi Arabia: Five reasons why Gulf kingdom matters to the West, BBC, 15 Oktober
2018, https://www.bbc.com/news/world-middle-east-45861708 (Diakses 7 Juli
2019)
xxv
SIPRI Arms Industry Database, SIPRI https://www.sipri.org/databases/armsindustry
(Diakses 7 Mei 2019)
Stop Arming Yemen: The view from Paris, IPIS, http://ipisresearch.be/publication/arms-
trade-highlights-december-2018-february-2019/ (Diakses 20 Mei 2019)
Taufik, Firmanda dan Lalu Wahyu Putra, Hegemoni Amerika Serikat Terhadap Arah
Kebijakan Arab Saudi dalam konflik Yaman pasca Arab Spring 2011 – 2017,
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja
&uact=8&ved=2ahUKEwj4moj11vXhAhXDR30KHZ9uCV8QFjAAegQIABAC&
url=https%3A%2F%2Fic-
mes.org%2Fjurnal%2Findex.php%2FjurnalICMES%2Farticle%2Fdownload%2F2
%2F4%2F&usg=AOvVaw2eonpY6mCxzfQP00qN1cat (Diakses 27 April 2019)
The End of the Cold War, U.S History, http://www.ushistory.org/us/59e.asp (Diakses 3
Mei 2019)
The Yemen war death toll is five times higher than we think – we can’t shrug off our
responsibilities any longer, Independent, 26 Oktober 2018,
https://www.independent.co.uk/voices/yemen-war-death-toll-saudi-arabia-allies-
how-many-killed-responsibility-a8603326.html (Diakses 8 Mei 2019)
UN’s Arms Trade Treaty ‘too weak to make a difference’, DW, 11 Oktober 2017,
https://www.dw.com/en/uns-arms-trade-treaty-too-weak-to-make-a-difference/a-
40452550-0 (Diakses 13 Juli 2019)
US, UK, France arms sales to Saudi coalition ‘devastating’ Yemeni lives, says Amnesty,
France24, 23 Maret 2018, https://www.france24.com/en/20180323-yemen-saudi-
coalition-arms-amnesty-civilian-casualties (Diakses 30 April 2019)
US, UK, France Violate Arms Trade Treaty to sell arms to Saudi Arabia Despite Yemen,
The Citizen, 29 Desember 2016,
https://www.thecitizen.in/index.php/en/NewsDetail/index/6/9557/US-UK-France-
Violate-Arms-Trade-Treaty-to-Sell-Arms-to-Saudi-Arabia-Despite-Yemen
(Diakses 24 Maret 2019)
What is the Arab Spring?, ThoughtCo, 11 Januari 2019,
https://www.thoughtco.com/definition-of-the-arab-spring-2353029 (Diakses 26
April 2019)
When Did WW2 End,? History on The Net, https://www.historyonthenet.com/when-did-
ww2-2-end (Diakses 1 Mei 2019)
Why Underwriting is the Most Important Piece of the Investment Process, Fundrise,
https://fundrise.com/education/blog-posts/why-underwriting-is-the-most-
important-piece-of-the-investment-process (Diakses 3 Mei 2019)
xxvi
World Report 2019:Yemen events of 2018, Human Rights Watch,
https://www.hrw.org/world-report/2019/country-chapters/yemen (DIakses 20 Mei
2019)
World’s Largest Importers of Military Arms, World Atlas, 25 April 2017,
https://www.worldatlas.com/articles/world-s-largest-importers-of-military-
arms.html (Diakses 24 Maret 2019)
World’s Top Oil Exporters, Commodities, Investopedia, 28 Oktober 2018,
https://www.investopedia.com/articles/company-insights/082316/worlds-top-10-
oil-exporters.asp (Diakses 5 Juli 2019)
Yemen War: No End In Sight, Amnesty International, 28 Agustus 2015 (diperbaharui
pada 14 Maret 2019), https://www.amnesty.org/en/latest/news/2015/09/yemen-the-
forgotten-war/ (Diakses 12 Juli 2019)
Yemen War: Who are the Houthis and why is Saudi Arabia fighting them?, Independent,
10 November 2018, https://www.independent.co.uk/news/world/middle-
east/houthis-yemen-war-saudi-arabia-why-who-gulf-islam-conflict-a8627021.html
(DIakses 6 Agustus 2019)
Yemen, Nations Online, https://www.nationsonline.org/oneworld/yemen.htm (Diakses 25
April 2019)
Yemen, UN News, 26 Februari 2019, https://news.un.org/en/focus/yemen (Diakses 26
Maret 2019)
United Nations
The Arms Trade Treaty
Preamble
The States Parties to this Treaty,
Guided by the purposes and principles of the Charter of the United Nations,
Recalling Article 26 of the Charter of the United Nations which seeks to
promote the establishment and maintenance of international peace and security with
the least diversion for armaments of the world’s human and economic resources,
Underlining the need to prevent and eradicate the illicit trade in conventional
arms and to prevent their diversion to the illicit market, or for unauthorized end use
and end users, including in the commission of terrorist acts,
Recognizing the legitimate political, security, economic and commercial
interests of States in the international trade in conventional arms,
Reaffirming the sovereign right of any State to regulate and control
conventional arms exclusively within its territory, pursuant to its own legal or
constitutional system,
Acknowledging that peace and security, development and human rights are
pillars of the United Nations system and foundations for collective security and
recognizing that development, peace and security and human rights are interlinked
and mutually reinforcing,
Recalling the United Nations Disarmament Commission Guidelines for
international arms transfers in the context of General Assembly resolution 46/36H
of 6 December 1991,
Noting the contribution made by the United Nations Programme of Action to
Prevent, Combat and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and Light Weapons in
All Its Aspects, as well as the Protocol against the Illicit Manufacturing of and
Trafficking in Firearms, Their Parts and Components and Ammunition,
supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized
Crime, and the International Instrument to Enable States to Ident ify and Trace, in a
Timely and Reliable Manner, Illicit Small Arms and Light Weapons,
Recognizing the security, social, economic and humanitarian consequences of
the illicit and unregulated trade in conventional arms,
Bearing in mind that civilians, particularly women and children, account for
the vast majority of those adversely affected by armed conflict and armed violence,
13-27217 2
Recognizing also the challenges faced by victims of armed conflict and their
need for adequate care, rehabilitation and social and economic inclusion,
Emphasizing that nothing in this Treaty prevents States from maintaining and
adopting additional effective measures to further the object and purpose of this
Treaty,
Mindful of the legitimate trade and lawful ownership, and use of certain
conventional arms for recreational, cultural, historical, and sporting activities, where
such trade, ownership and use are permitted or protected by law,
Mindful also of the role regional organizations can play in assisting States
Parties, upon request, in implementing this Treaty,
Recognizing the voluntary and active role that civil society, including non-
governmental organizations, and industry, can play in raising awareness of the
object and purpose of this Treaty, and in supporting its implementation,
Acknowledging that regulation of the international trade in conventional arms
and preventing their diversion should not hamper international cooperation and
legitimate trade in materiel, equipment and technology for peaceful purposes,
Emphasizing the desirability of achieving universal adherence to this Treaty,
Determined to act in accordance with the following principles;
Principles
– The inherent right of all States to individual or collective self -defence as
recognized in Article 51 of the Charter of the United Nations;
– The settlement of international disputes by peaceful means in such a manner
that international peace and security, and justice, are not endangered in
accordance with Article 2 (3) of the Charter of the United Nations ;
– Refraining in their international relations from the threat or use of force
against the territorial integrity or political independence of any State, or in any
other manner inconsistent with the purposes of the United Nations in
accordance with Article 2 (4) of the Charter of the United Nations;
– Non-intervention in matters which are essentially within the domestic
jurisdiction of any State in accordance with Article 2 (7) of the Charter of the
United Nations;
– Respecting and ensuring respect for international humanitarian law in
accordance with, inter alia, the Geneva Conventions of 1949, and respecting
and ensuring respect for human rights in accordance with, inter alia, the
Charter of the United Nations and the Universal Declaration of Human Righ ts;
– The responsibility of all States, in accordance with their respective
international obligations, to effectively regulate the international trade in
conventional arms, and to prevent their diversion, as well as the primary
responsibility of all States in establishing and implementing their respective
national control systems;
3
– The respect for the legitimate interests of States to acquire conventional arms
to exercise their right to self-defence and for peacekeeping operations; and to
produce, export, import and transfer conventional arms;
– Implementing this Treaty in a consistent, objective and non-discriminatory
manner,
Have agreed as follows:
Article 1
Object and Purpose
The object of this Treaty is to:
– Establish the highest possible common international standards for regulating or
improving the regulation of the international trade in conventional arms;
– Prevent and eradicate the illicit trade in conventional arms and prevent their
diversion;
for the purpose of:
– Contributing to international and regional peace, security and stability;
– Reducing human suffering;
– Promoting cooperation, transparency and responsible action by States Parties
in the international trade in conventional arms, thereby building confidence
among States Parties.
Article 2
Scope
1. This Treaty shall apply to all conventional arms within the following
categories:
(a) Battle tanks;
(b) Armoured combat vehicles;
(c) Large-calibre artillery systems;
(d) Combat aircraft;
(e) Attack helicopters;
(f) Warships;
(g) Missiles and missile launchers; and
(h) Small arms and light weapons.
2. For the purposes of this Treaty, the activities of the international trade
comprise export, import, transit, trans-shipment and brokering, hereafter referred to
as “transfer”.
3. This Treaty shall not apply to the international movement of conventional arms
by, or on behalf of, a State Party for its use provided that the conventional arms
remain under that State Party’s ownership.
13-27217 4
Article 3
Ammunition/Munitions
Each State Party shall establish and maintain a national control system to
regulate the export of ammunition/munitions fired, launched or delivered by the
conventional arms covered under Article 2 (1), and shall apply the provisions of
Article 6 and Article 7 prior to authorizing the export of such
ammunition/munitions.
Article 4
Parts and Components
Each State Party shall establish and maintain a national control system to
regulate the export of parts and components where the export is in a form that
provides the capability to assemble the conventional arms covered under Article 2
(1) and shall apply the provisions of Article 6 and Article 7 prior to authorizing the
export of such parts and components.
Article 5
General Implementation
1. Each State Party shall implement this Treaty in a consistent, objective and
non-discriminatory manner, bearing in mind the principles referred to in this Treaty.
2. Each State Party shall establish and maintain a national control system,
including a national control list, in order to implement the provisions of this Treaty.
3. Each State Party is encouraged to apply the provisions of this Treaty to the
broadest range of conventional arms. National definitions of any of the categories
covered under Article 2 (1) (a)-(g) shall not cover less than the descriptions used in
the United Nations Register of Conventional Arms at the time of entry into force of
this Treaty. For the category covered under Article 2 (1) (h), national definitions
shall not cover less than the descriptions used in relevant United Nations
instruments at the time of entry into force of this Treaty.
4. Each State Party, pursuant to its national laws, shall provide its national
control list to the Secretariat, which shall make it available to other States Parties.
States Parties are encouraged to make their control lists publicly available.
5. Each State Party shall take measures necessary to implement the provisions of
this Treaty and shall designate competent national authorities in order to have an
effective and transparent national control system regulating the transfer of
conventional arms covered under Article 2 (1) and of items covered under Article 3
and Article 4.
6. Each State Party shall designate one or more national points of contact to
exchange information on matters related to the implementation of this Treaty. Each
State Party shall notify the Secretariat, established under Article 18, of its national
point(s) of contact and keep the information updated.
Article 6
Prohibitions
1. A State Party shall not authorize any transfer of conventional arms covered
under Article 2 (1) or of items covered under Article 3 or Article 4, if the transfer
5
would violate its obligations under measures adopted by the United Nations Security
Council acting under Chapter VII of the Charter of the United Nations, in particular
arms embargoes.
2. A State Party shall not authorize any transfer of conventional arms covered
under Article 2 (1) or of items covered under Article 3 or Article 4, if the t ransfer
would violate its relevant international obligations under international agreements to
which it is a Party, in particular those relating to the transfer of, or illicit trafficking
in, conventional arms.
3. A State Party shall not authorize any transfer of conventional arms covered
under Article 2 (1) or of items covered under Article 3 or Article 4, if it has
knowledge at the time of authorization that the arms or items would be used in the
commission of genocide, crimes against humanity, grave breaches of the Geneva
Conventions of 1949, attacks directed against civilian objects or civilians protected
as such, or other war crimes as defined by international agreements to which it is a
Party.
Article 7
Export and Export Assessment
1. If the export is not prohibited under Article 6, each exporting State Party, prior
to authorization of the export of conventional arms covered under Article 2 (1) or of
items covered under Article 3 or Article 4, under its jurisdiction and pursuant to its
national control system, shall, in an objective and non-discriminatory manner,
taking into account relevant factors, including information provided by the
importing State in accordance with Article 8 (1), assess the potential that the
conventional arms or items:
(a) would contribute to or undermine peace and security;
(b) could be used to:
(i) commit or facilitate a serious violation of international humanitarian law;
(ii) commit or facilitate a serious violation of international human rights law;
(iii) commit or facilitate an act constituting an offence under international
conventions or protocols relating to terrorism to which the exporting State is a
Party; or
(iv) commit or facilitate an act constituting an offence under international
conventions or protocols relating to transnational organized crime to which the
exporting State is a Party.
2. The exporting State Party shall also consider whether there are measures that
could be undertaken to mitigate risks identified in (a) or (b) in paragraph 1, such as
confidence-building measures or jointly developed and agreed programmes by the
exporting and importing States.
3. If, after conducting this assessment and considering available mitigating
measures, the exporting State Party determines that there is an overrid ing risk of any
of the negative consequences in paragraph 1, the exporting State Party shall not
authorize the export.
13-27217 6
4. The exporting State Party, in making this assessment, shall take into account
the risk of the conventional arms covered under Article 2 (1) or of the items covered
under Article 3 or Article 4 being used to commit or facilitate serious acts of gender -
based violence or serious acts of violence against women and children.
5. Each exporting State Party shall take measures to ensure that all authorizations
for the export of conventional arms covered under Article 2 (1) or of items covered
under Article 3 or Article 4 are detailed and issued prior to the export.
6. Each exporting State Party shall make available appropriate information about
the authorization in question, upon request, to the importing State Party and to the
transit or trans-shipment States Parties, subject to its national laws, practices or
policies.
7. If, after an authorization has been granted, an exporting State Party becomes
aware of new relevant information, it is encouraged to reassess the authorization
after consultations, if appropriate, with the importing State.
Article 8
Import
1. Each importing State Party shall take measures to ensure that appropriate and
relevant information is provided, upon request, pursuant to its national laws, to the
exporting State Party, to assist the exporting State Party in conducting its national
export assessment under Article 7. Such measures may include end use or end user
documentation.
2. Each importing State Party shall take measures that will allow it to regulate,
where necessary, imports under its jurisdiction of conventional arms covered under
Article 2 (1). Such measures may include import systems.
3. Each importing State Party may request information from the exporting State
Party concerning any pending or actual export authorizations where the importing
State Party is the country of final destination.
Article 9
Transit or trans-shipment
Each State Party shall take appropriate measures to regulate, where necessary
and feasible, the transit or trans-shipment under its jurisdiction of conventional arms
covered under Article 2 (1) through its territory in accordance with relevant
international law.
Article 10
Brokering
Each State Party shall take measures, pursuant to its national laws, to regulate
brokering taking place under its jurisdiction for conventional arms covered under
Article 2 (1). Such measures may include requiring brokers to register or obtain
written authorization before engaging in brokering.
Article 11
Diversion
7
1. Each State Party involved in the transfer of conventional arms covered under
Article 2 (1) shall take measures to prevent their diversion.
2. The exporting State Party shall seek to prevent the diversion of the transfer of
conventional arms covered under Article 2 (1) through its national control system,
established in accordance with Article 5 (2), by assessing the risk of diversion of the
export and considering the establishment of mitigation measures such as
confidence-building measures or jointly developed and agreed programmes by the
exporting and importing States. Other prevention measures may include, where
appropriate: examining parties involved in the export, requiring addit ional
documentation, certificates, assurances, not authorizing the export or other
appropriate measures.
3. Importing, transit, trans-shipment and exporting States Parties shall cooperate
and exchange information, pursuant to their national laws, where appropriate and
feasible, in order to mitigate the risk of diversion of the transfer of conventional
arms covered under Article 2 (1).
4. If a State Party detects a diversion of transferred conventional arms covered
under Article 2 (1), the State Party shall take appropriate measures, pursuant to its
national laws and in accordance with international law, to address such diversion.
Such measures may include alerting potentially affected States Parties, examining
diverted shipments of such conventional arms covered under Article 2 (1), and
taking follow-up measures through investigation and law enforcement.
5. In order to better comprehend and prevent the diversion of transferred
conventional arms covered under Article 2 (1), States Parties are encouraged to
share relevant information with one another on effective measures to address
diversion. Such information may include information on illicit activities including
corruption, international trafficking routes, illicit brokers, sources of illicit supply,
methods of concealment, common points of dispatch, or destinations used by
organized groups engaged in diversion.
6. States Parties are encouraged to report to other States Parties, through the
Secretariat, on measures taken in addressing the diversion of transferred
conventional arms covered under Article 2 (1).
Article 12
Record keeping
1. Each State Party shall maintain national records, pursuant to its national laws
and regulations, of its issuance of export authorizations or its actual exports of the
conventional arms covered under Article 2 (1).
2. Each State Party is encouraged to maintain records of conventional arms
covered under Article 2 (1) that are transferred to its territory as the final destination
or that are authorized to transit or trans-ship territory under its jurisdiction.
3. Each State Party is encouraged to include in those records: the quantity, value,
model/type, authorized international transfers of conventional arms covered under
Article 2 (1), conventional arms actually transferred, details of exporting State(s),
importing State(s), transit and trans-shipment State(s), and end users, as appropriate.
4. Records shall be kept for a minimum of ten years.
13-27217 8
Article 13
Reporting
1. Each State Party shall, within the first year after entry into force of this Treaty
for that State Party, in accordance with Article 22, provide an initial report to the
Secretariat of measures undertaken in order to implement this Treaty, including
national laws, national control lists and other regulations and administrative
measures. Each State Party shall report to the Secretariat on any new measures
undertaken in order to implement this Treaty, when appropriate. Reports shall be
made available, and distributed to States Parties by the Secretariat.
2. States Parties are encouraged to report to other States Parties, through the
Secretariat, information on measures taken that have been proven effective in
addressing the diversion of transferred conventional arms covered under Article 2 (1).
3. Each State Party shall submit annually to the Secretariat by 31 May a report
for the preceding calendar year concerning authorized or actual exports and imports
of conventional arms covered under Article 2 (1). Reports shall be made available,
and distributed to States Parties by the Secretariat. The report submitted to the
Secretariat may contain the same information submitted by the State Party to
relevant United Nations frameworks, including the United Nations Register of
Conventional Arms. Reports may exclude commercially sensitive or national
security information.
Article 14
Enforcement
Each State Party shall take appropriate measures to enforce national laws and
regulations that implement the provisions of this Treaty.
Article 15
International Cooperation
1. States Parties shall cooperate with each other, consistent with their respective
security interests and national laws, to effectively implement this Treaty.
2. States Parties are encouraged to facilitate international cooperation, including
exchanging information on matters of mutual interest regarding the implementation
and application of this Treaty pursuant to their respective security interests and
national laws.
3. States Parties are encouraged to consult on matters of mutual interest and to
share information, as appropriate, to support the implementation of this Treaty.
4. States Parties are encouraged to cooperate, pursuant to their national laws, in
order to assist national implementation of the provisions of this Treaty, including
through sharing information regarding illicit activities and actors and in order to
prevent and eradicate diversion of conventional arms covered under Article 2 (1).
5. States Parties shall, where jointly agreed and consistent with their national
laws, afford one another the widest measure of assistance in investigations,
prosecutions and judicial proceedings in relation to violations of national measures
established pursuant to this Treaty.
9
6. States Parties are encouraged to take national measures and to cooperate with
each other to prevent the transfer of conventional arms covered under Article 2 (1)
becoming subject to corrupt practices.
7. States Parties are encouraged to exchange experience and information on
lessons learned in relation to any aspect of this Treaty.
Article 16
International Assistance
1. In implementing this Treaty, each State Party may seek assistance including
legal or legislative assistance, institutional capacity-building, and technical, material
or financial assistance. Such assistance may include stockpile management,
disarmament, demobilization and reintegration programmes, model legislation, and
effective practices for implementation. Each State Party in a position to do so shall
provide such assistance, upon request.
2. Each State Party may request, offer or receive assistance through, inter alia,
the United Nations, international, regional, subregional or national organizations,
non-governmental organizations, or on a bilateral basis.
3. A voluntary trust fund shall be established by States Parties to assist requesting
States Parties requiring international assistance to implement this Treaty. Each State
Party is encouraged to contribute resources to the fund.
Article 17
Conference of States Parties
1. A Conference of States Parties shall be convened by the provisional
Secretariat, established under Article 18, no later than one year following the entry
into force of this Treaty and thereafter at such other times as may be decided by the
Conference of States Parties.
2. The Conference of States Parties shall adopt by consensus its rules of
procedure at its first session.
3. The Conference of States Parties shall adopt financial rules for itself as well as
governing the funding of any subsidiary bodies it may establish as well as fi nancial
provisions governing the functioning of the Secretariat. At each ordinary session, it
shall adopt a budget for the financial period until the next ordinary session.
4. The Conference of States Parties shall:
(a) Review the implementation of this Treaty, including developments in the
field of conventional arms;
(b) Consider and adopt recommendations regarding the implementation and
operation of this Treaty, in particular the promotion of its universality;
(c) Consider amendments to this Treaty in accordance with Article 20;
(d) Consider issues arising from the interpretation of this Treaty;
(e) Consider and decide the tasks and budget of the Secretariat;
(f) Consider the establishment of any subsidiary bodies as may be necessary
to improve the functioning of this Treaty; and
13-27217 10
(g) Perform any other function consistent with this Treaty.
5. Extraordinary meetings of the Conference of States Parties shall be held at
such other times as may be deemed necessary by the Conference of States Parties, o r
at the written request of any State Party provided that this request is supported by at
least two-thirds of the States Parties.
Article 18
Secretariat
1. This Treaty hereby establishes a Secretariat to assist States Parties in the
effective implementation of this Treaty. Pending the first meeting of the Conference
of States Parties, a provisional Secretariat will be responsible for the administrative
functions covered under this Treaty.
2. The Secretariat shall be adequately staffed. Staff shall have the necessary
expertise to ensure that the Secretariat can effectively undertake the responsibilities
described in paragraph 3.
3. The Secretariat shall be responsible to States Parties. Within a minimized
structure, the Secretariat shall undertake the following responsibilities:
(a) Receive, make available and distribute the reports as mandated by this
Treaty;
(b) Maintain and make available to States Parties the list of national points
of contact;
(c) Facilitate the matching of offers of and requests for assistance for Treaty
implementation and promote international cooperation as requested;
(d) Facilitate the work of the Conference of States Parties, including making
arrangements and providing the necessary services for meetings under this Treaty;
and
(e) Perform other duties as decided by the Conferences of States Parties.
Article 19
Dispute Settlement
1. States Parties shall consult and, by mutual consent, cooperate to pursue
settlement of any dispute that may arise between them with regard to the
interpretation or application of this Treaty including through negotiations,
mediation, conciliation, judicial settlement or other peaceful means.
2. States Parties may pursue, by mutual consent, arbitration to settle any dispute
between them, regarding issues concerning the interpretation or application of this
Treaty.
Article 20
Amendments
1. Six years after the entry into force of this Treaty, any State Party may propose
an amendment to this Treaty. Thereafter, proposed amendments may only be
considered by the Conference of States Parties every three years.
11
2. Any proposal to amend this Treaty shall be submitted in writing to the
Secretariat, which shall circulate the proposal to all States Parties, not less than
180 days before the next meeting of the Conference of States Parties at which
amendments may be considered pursuant to paragraph 1. The amendment shall be
considered at the next Conference of States Parties at which amendments may be
considered pursuant to paragraph 1 if, no later than 120 days after its circulation by
the Secretariat, a majority of States Parties notify the Secretariat that they support
consideration of the proposal.
3. The States Parties shall make every effort to achieve consensus on each
amendment. If all efforts at consensus have been exhausted, and no agreement
reached, the amendment shall, as a last resort, be adopted by a three -quarters
majority vote of the States Parties present and voting at the meeting of the
Conference of States Parties. For the purposes of this Article, States Parties present
and voting means States Parties present and casting an affirmative or negative vote.
The Depositary shall communicate any adopted amendment to all States Parties.
4. An amendment adopted in accordance with paragraph 3 shall enter into force
for each State Party that has deposited its instrument of acceptance for that
amendment, ninety days following the date of deposit with the Depositary of the
instruments of acceptance by a majority of the number of States Parties at the time
of the adoption of the amendment. Thereafter, it shall enter into force for any
remaining State Party ninety days following the date of deposit of its instrument of
acceptance for that amendment.
Article 21
Signature, Ratification, Acceptance, Approval or Accession
1. This Treaty shall be open for signature at the United Nations Headquarters in
New York by all States from 3 June 2013 until its entry into force.
2. This Treaty is subject to ratification, acceptance or approval by each signato ry
State.
3. Following its entry into force, this Treaty shall be open for accession by any
State that has not signed the Treaty.
4. The instruments of ratification, acceptance, approval or accession shall be
deposited with the Depositary.
Article 22
Entry into Force
1. This Treaty shall enter into force ninety days following the date of the deposit
of the fiftieth instrument of ratification, acceptance or approval with the Depositary.
2. For any State that deposits its instrument of ratification, acceptance, approval
or accession subsequent to the entry into force of this Treaty, this Treaty shall enter
into force for that State ninety days following the date of deposit of its instrument of
ratification, acceptance, approval or accession.
Article 23
Provisional Application
13-27217 12
Any State may at the time of signature or the deposit of instrument of its of
ratification, acceptance, approval or accession, declare that it will apply
provisionally Article 6 and Article 7 pending the entry into force of thi s Treaty for
that State.
Article 24
Duration and Withdrawal
1. This Treaty shall be of unlimited duration.
2. Each State Party shall, in exercising its national sovereignty, have the right to
withdraw from this Treaty. It shall give notification of such withdrawal to the
Depositary, which shall notify all other States Parties. The notification of
withdrawal may include an explanation of the reasons for its withdrawal. The notice
of withdrawal shall take effect ninety days after the receipt of the notifi cation of
withdrawal by the Depositary, unless the notification of withdrawal specifies a later
date.
3. A State shall not be discharged, by reason of its withdrawal, from the
obligations arising from this Treaty while it was a Party to this Treaty, includ ing any
financial obligations that it may have accrued.
Article 25
Reservations
1. At the time of signature, ratification, acceptance, approval or accession, each
State may formulate reservations, unless the reservations are incompatible with the
object and purpose of this Treaty.
2. A State Party may withdraw its reservation at any time by notification to this
effect addressed to the Depositary.
Article 26
Relationship with other international agreements
1. The implementation of this Treaty shall not prejudice obligations undertaken
by States Parties with regard to existing or future international agreements, to which
they are parties, where those obligations are consistent with this Treaty.
2. This Treaty shall not be cited as grounds for voiding defence cooperation
agreements concluded between States Parties to this Treaty.
Article 27
Depositary
The Secretary-General of the United Nations shall be the Depositary of this
Treaty.
Article 28
Authentic Texts
The original text of this Treaty, of which the Arabic, Chinese, English, French,
Russian and Spanish texts are equally authentic, shall be deposited with the
Secretary-General of the United Nations.