kepemimpinan kontingensi

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua hal: pertama, adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja suatu unit, instansi atau organisasi; kedua, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi adalah kepemimpinan, mencakup proses kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi dan tindakan pemimpin yang bersangkutan (Yukl, 1989). Pada awal perkembangan ilmu kepemimpinan 1904-1947 para peneliti menaruh perhatian utama kepada pemimpin sebagai faktor utama kepemimpinan (Bernard M Bass, 1990 dalam Sudaryono, 2014). Para peneliti itu umumnya beranggapan bahwa kepemimpinan ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Pemimpin yang baik merubah jerami menjadi emas. Kesuksesan kepemimpinan ditentukan oleh banyak faktor seperti para pengikut, keadaan lingkungan internal dan eksternal, sistem sosial dan sumber kepemimpinan yang tersedia. Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency approach. Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada cara- cara menjadi pemimpin yang efektif, termasuk dengan mengembangkan kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin profesional dan bermoral. 1.2. Rumusan Masalah 1

Upload: winda-cinkarilla

Post on 13-Jul-2016

59 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Kepemimpinan Gaya Kontingensi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua hal: pertama, adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja suatu unit, instansi atau organisasi; kedua, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi adalah kepemimpinan, mencakup proses kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi dan tindakan pemimpin yang bersangkutan (Yukl, 1989). Pada awal perkembangan ilmu kepemimpinan 1904-1947 para peneliti menaruh perhatian utama kepada pemimpin sebagai faktor utama kepemimpinan (Bernard M Bass, 1990 dalam Sudaryono, 2014). Para peneliti itu umumnya beranggapan bahwa kepemimpinan ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Pemimpin yang baik merubah jerami menjadi emas. Kesuksesan kepemimpinan ditentukan oleh banyak faktor seperti para pengikut, keadaan lingkungan internal dan eksternal, sistem sosial dan sumber kepemimpinan yang tersedia.

Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency approach. Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada cara-cara menjadi pemimpin yang efektif, termasuk dengan mengembangkan kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin profesional dan bermoral.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian kepemimpinan ?2. Apakah pengertian kepemimpinan gaya kontingensi ?

1.3. Manfaat Penulisan

1. Pembaca dapat mengetahui arti kepemimpinan2. Pembaca dapat mengetahui arti kepemimpinan gaya kontingensi

1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pemimpin

Pemimpin adalah orang yang dikenal dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir visinya. Pemimpin merupakan unsur esensial dari kepemimpinan, tanpa pemimpin tidak ada kepemimpinan. Pemimpin dapat berupa seorang individu atau dalam kepemimpinan kolektif, pemimpin berupa kelompok individu (Sudaryono, 2014).

Pada awal perkembangan ilmu kepemimpinan 1904-1947 para peneliti menaruh perhatian utama kepada pemimpin sebagai faktor utama kepemimpinan (Bernard M Bass, 1990 dalam Sudaryono, 2014). Para peneliti itu umumnya beranggapan bahwa kepemimpinan ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Pemimpin yang baik merubah jerami menjadi emas. Kesuksesan kepemimpinan ditentukan oleh banyak faktor seperti para pengikut, keadaan lingkungan internal dan eksternal, sistem sosial dan sumber kepemimpinan yang tersedia.

2.1.1. Beberapa Rumusan Tentang Kepemipinan (Sudaryono,2014)

Beberapa rumusan tentang kepemimpinan, dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang ditentukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung didalam wadah tertentu untuk mencakup tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Aktivitas pemimpin antara lain terjelma dalam bentuk memberi perintah,membimbing dan mempengaruhi kelompok kerja atau orang lain dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien.

c. Aktivitas pemimpin dapat dilukiskan sebagai seni (art) dan bukan ilmu (science) untuk mengkoordinasi dan memberikan arahan kepada anggota kelompok dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.

d. Memimpin adalah mengambil inisiatif dalam rangka situasi sosial (bukan perorangan) untuk membuat prakarsa baru, menentukan prosedur, merancang perbuatan dan segenap kreativitas lain, dan karena itu pula tujuan organisasi akan tercapai.

e. Pemimpin selalu ada dalam situasi sosial, sebab kepemimpinan dalam hakikatnya hubungan antara individu dengan individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lain. Individu atau tertentu disebut pimpinan dan individu atau kelompok lain disebut bawahan.

f. Pimpinan tidak memisahkan diri pada kelompoknya. Pimpinan bekerja dengan orang lain, atau keduanya.

2

2.1.2. 10 Karakteristik Pemimpin yang Efektif ( Gayla Hodge 2009, dalam sudaryono 2014)

1. Memiliki visi. Pemimpin yang efektif memiliki visi. Mereka tahu kemana mereka akan pergi dan tahu pula bagaimana visi untuk menginspirasi orang lain. Pemimpin ini dapat melihat kemana organisasi atau tim harus pergi sebelum orang lain melakukannya. Untuk merumuskan visi mereka memiliki kemampuan melihat gambaran besar, tidak hanya didalam organisasi, tetapi juga diluar. Visi itu akan menjadi energi untuk menggerakan organisasi ke depan. Mereka juga memiliki kemampuan mendefinisikan atau melukis gambaran masa depan secara jelas dan mampu menginspirasi orang lain.

2. Pemimpin yang efektif memiliki fokus untuk mencapai tujuan, Tujuan yang akan membuat visi menjadi kenyataan. Mereka melakukan apa yang masuk akal baginya dan bekerja dengan basis keunggulan. Mereka menggunakan kekuatan alami untuk mengevaluasi kemampuan organisasi dan bekerja atas dasar kekuatan mereka sendiri dan kekuatan organisasinya.

3. Pemimpin yang efektif memenangi dukungan untuk visinya dengan memanfaatkan gaya dan aktifitas yang paling cocok untuk mereka sebagai individu. Mereka memahami bahwa ketika ada di zona yang efektif, hal itu akan bekerja lebih baik baginya dan juga bagi organisasi. Mereka mengerti bahwa ketika bekerja dengan perilaku berpola dan menekankan efektifitas.

4. Pemimpin yang efektif secara alami lebih terfokus untuk menjadi daripada melakukannya. Dia meyakini bahwa secara alami dialah yang memimpin. Orang-orang seperti ini telah mengambil waktu untuk benar-benar tahu diri mereka sendiri. Mereka memiliki kesadaran diri yang solid dan menggunakannya untuk keuntungan organisasi.

5. Pemimpin yang efektif secara alami tahu bagaimana mereka bekerja paling efisien dan efektif. Mereka telah belajar dari keberhasilan dan kegagalan, mengasah kemampuan mengintegraskan pengalaman keterampilan, kompetensi dan kesadaran dirinya menjadi sebuah kinerja yang efektif dan efisien.

6. Pemimpin yang efektif secara alami tahu bagaimana memanfaatkan kekuatan mereka untuk mencapai tujuan. Mereka memusatkan perhatian pada tujuan yang akan membuat visi menjadi kenyataan. Mereka memiliki kemapuan untuk menghindari resiko hingga ketitik nol di atas tindakan-tindakan yang memberikan rute yang paling langsung untuk pencapaian tujuan.

7. Pemimpin efektif tidak mencoba menjadi orang lain, mereka memahami bahwa bekerja untuk diri sendiri hanya ketika berada pada posisi terbaiknya.

8. Pemimpin yang efektif mencari orang-orang dengan berbagai ciri efektivitas alam. mereka menilai keterampilan yang saling melengkapi sifat-sifat orang lain, dia tidak hanya menghargai orang lain melainkan juga bergantung pada orang lain untuk mengisi kekosongan. Mereka mengelilingi diri dengan orang-orang yang melengkapi kekuatan mereka sendiri.

9. Pemimpin yang efektif menarik orang lain. Dia adalah pemimpin dari orang-orang ingin bekerja untuk dan dengan mereka, karena mendapatkan hal-hal yang dilakukan dengan stres

3

minimal pada orang-orang di sekitar mereka dan di organisasi. Orang ingin berada di timnya dan sebagai mentor mereka.

10. Pemimpin yang efektif terus mengembangkan kekuatan dalam rangka memenuhi kebutuhan baru dan mencapai tujuan baru. Pemimpin ini adalah pembelajar aktif dia berfokus pada kekuatan yang lebih produktif, bukan mencoba mereduksi kelemahan-kelemahan diri sendiri. Pemimpin ini mengerti bahwa membangun kekuaatan diri snediri sambil berusaha untuk memperbaiki kelemahan hanya mencapai pertemuan inkremental.

2.1.3 Kriteria Pemimpin Masa Depan

Kriteria pemimpin yang dibutuhkan pada masa yang akan datang adalah memiliki kriteria sebagai berikut : jujur dan dapat dipercaya, bersih dan bertanggung jawab, kompeten dan profesional, cerdas dan tulus hati, komitmen, konsisten, kooperatif, keteraturan dan keterbukaan, berpenampilan tegas dan berwibawa (expose) dan memiliki track record, citra, reputasi dan kinerja yang baik. Secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Jujur dan dapat dipercaya

Sifat adil jujur akan menumbuhkan kepercayaan orang-orang yang dipimpin pada pemimpinnya. Pemimpin yang jujur, memiliki kepedulian yang ikhlas terhadap pekerjaan, dan tetap mempertahankan standar profesionalisme yang tinggi, untuk menemukan cara-cara baru dalam menciptakan hubungan yang positif dengan para pengikutnya serta bermakna dari apa yang dikatakannya. Pemimpin yang dipercayai, mempercayai orang lain dan percaya diri selalu bersedia dan mampu memelihara kebersamaan. Dalam kebersamaan, pemimpin selalu mampu menjalin kerja sama dengan setiap anggota kelompok atau organisasinya. Pemimpin yang jujur memiliki keinginan keras dalam memberi layanan dan yakin akan peranannya sebagai penyedia layanan yang selalu berusaha mengenal para pengikutnya secara lebih baik serta merasa tertarik terhadap apa yang dikerjakan. Pemimpin yang mencintai kebenaran berarti selalu berpihak pada obyektivitas, sehingga dalam mengambil keputusan selalu didasarkan pada kepentingan kelompok atau organisasi dan terarah pada pencapaian tujuan. Kebenaran yang obyektif itu tidak saja disandarkan pada fakta yang bersifat empiris, tetapi juga berdasarkan petunjuk norma-norma dari ajaran agama.

b) Bersih dan bertanggung jawab (akuntabilitas)

Akuntabilitas adalah keterkaitan mendasar dalam memeriksa kewajiban untuk mendemonstrasikan, dan tanggung jawab atas hasil kerja dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Akuntabilitas dapat terlaksana karena adanya pendelegasian kekuasaan dari atasan yang akhirnya dapat menimbulkan tanggung jawab. Kerangka kerja akuntabilitas mempunyai empat unsur: tugas dan tanggung jawab, hasil kerja yang diharapkan, persyaratan pelaporan, dan mekanisme pemeriksaan dan penyesuaian. Akuntabilitas pimpinan memiliki

4

beberapa indikator yaitu :kejelasan tugas dan tanggung jawab ,kejelasan hasil kerja yang diharapkan, kesesuaian tujuan dan kemampuan, laporan yang benar dan terpercaya, pemeriksaan dan penyesuaian yang layak terhadap hasil kerja.

c) Kompeten dan profesional

Seorang pemimpin diharapkan mampu menduduki jabatan yang dipercayakan kepadanya. Artinya, dia harus menumbuh kembangkan kompetensinya melalui segala bentuk pendidikan formal maupun informal. Pengertian profesional secara sederhana dapat diartikan sebagai sesuatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Individu yang profesional sebenarnya adalah individu yang memiliki sikap mental terkendali dan terpuji. oleh karena itu, seorang pemimpin haruslah memiliki sifat profesionalisme dalam menjalankan tugas-tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

d) Profesionalisme

Profesionalisme adalah kemampuan untuk (1) Bekerja sama (2) Mengatur strategi (3) Terbuka menerima ide-ide baru (4) Mencari, melihat dan memecahkan masalah (5) Mampu memberikan pembelajaran (6) Mengumpulkan dan menganalisis data sekaligus meningkatkan kemampuan pribadi untuk menanganinya dan bukan sekedar mengikuti standar prosedur pemecahan masalah yang dipraktekkan dalam masyarakat.

Karakteristik seorang profesional adalah komitmen yang kuat terhadap karir, bertanggung jawab, terbuka menerima ide-ide baru, komitmen pada pekerjaan, konsisten pada setiap orang, berperilaku pamong, berorientasi terhadap pelayanan pelanggan, orientasi terhadap reward, dan memiliki kode etik.

e) Mempunyai pandangan yang jauh ke depan ( visioner)

Wawasan adalah visi mental yaitu salah satu cara yang membuat pikiran melarikan batas-batas dari yang terlihat dan yang akrab. Intuisi adalah kombinasi dari wawasan dan imajinasi yang semula didasarkan pada komunikasi spiritual. Dalam orientasi seorang pemimpin terdapat tiga jenis tipe orientasi kepemimpinan (1) tipe tradisionalis, seorang pemimpin yang orientasi waktunya ditunjukan ke nostalgia dari masa lalu (2) tipe oportunis, seorang pemimpin yang orientasi waktunya adalah masa sekarang dan ingin segera menikmati hasil pekerjaannya, pemimpin seperti ini memiliki wawasan hidup yang sempit dan ketidakmauan mengambil resiko yang besar dan (3) tipe developmentalis, seorang pemimpin yng orientasi waktunya adalah masa depan, dimana orientasi masa depanlah yang diharapkan dimiliki oleh seorang pemimpin.

f) Intergritas : cerdas dan tulus hati

5

Secara harfiah arti integritas adalah keadaan menjadi lengkap, merupakan kesatuan. Integritas berarti bahwa perilaku seseorag konsisten dengan nilai-nilai yang menyertainya, dan orang tersebut bersifat jujur, etis dan dapat dipercaya. Integritas merupakan sebuah determinan utama mengenai apakah orang akan merasakan bahwa seorang pemimpin itu dapat dipercaya atau tidak. Beberapa faktor yang menjadikan integritas menjadi begitu penting: (1) integritas membangun kepercayaan (2) integritas menghasilkan nilai pengaruh yang tinggi, (3)integritas memudahkan standar tinggi, (4) integritas menghasilkan reputasi yang kuat, bukan hanya citra, (5) integritas berarti menghayatinya sendiri sebelum memimpin orang lain,(6) integritas bukan hanya cerdas akan tetapi menjadikan seorang pemimpin dipercaya, dan (7) integritas adalah prestasi yang dicapai dengan susah payah (John C Maxwell,2012 dalam Sudaryono, 2014).

g) Komitmen dan konsisten

Komitmen adalah bentuk kesiapan dan keinginan seseorang mencurahkan segenap usahanya untuk memenuhi kebutuhan secara kontinu dan berpartisipasi di dalam organisasi, bekerja berdasarkan nilai-nilai, membangun lembaga, dan memberi dukungan. Komitmen muncul ketika proses pengaruh diterima oleh individu lain. Secara umum, kekuasaan pemimpin semakin meningkat ketika para karyawan mendapatkan komitmen priadi berkenaan dengan pendapat dan keputusan - keputusannya. Sedangkan sikap konsisten seorang pemimpin ditunjukkan melalui gaya kepemimpinannya, yaitu suatu pola perilaku yang tetap atau tidak berubah-ubah yang ditunjukkan oleh individu pemimpin,perilaku tersebut dikembangkan setiap saat dan yang dipelajari oleh pihak lain untuk mengenal individu pemimpin tersebut terutama berkenaan dengan kepemimpiannya atau kepribadian pemimpin tersebut.

h) Kooperatif, keteraturan dan keterbukaan

Kooperatif adalah sikap kerjasama keteraturan dan keterbukaan komunikatif yang mudah menyampaikan sesuatu kepada pihak lain, dengan menggunakan cara-cara dan gaya yang mudah diterima. Kemampuan untuk memberikan informasi dengan cermat, tepat, dan jelas dan juga kemapuan untuk menerima informasi dari luar dengan kepekaan tnggi, merupakan syarat mutlak bagi pemimpin yang efektif.pemimpin tersebut harus mampu menjabarkan bahasa policy kedalam bahasa operasional yang jelas dan singkat. Seorang pemimpin juga harus memiliki sifat berterus terang, jujur, dan adil dalam segala urusan, sehingga pemimpin tersebut akan lebih bijaksana dalam segala tindakan.

i) Berpenampilan, tegas dan berwibawa (expose)

Sikap yang fleksibel tidak identik dengan sikap yang tidak tegas atau ragu-ragu. Ketegasan dalam bertindak perlu disertai oleh sikap yang fleksibel. Ketegasan diperlukan daam menghadapi situasi problematik, terutama yang timbul karena disiplin kerja yang tidak setinggi yang diharapkan. Wibawa berkaitan dengan bobot kepribadian seseorang yang menyebabkan ia dihargai orang lain dan dianggap layak atau mampu menjadi pemimpin. Dengan memiliki

6

wibawa, seseorang dinilai mampu menjadi penggerak, karena memiliki keunggulan tertentu dan oleh karenanya ia disegani dan ditaati. Wibawa merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan seorang pemimpin. Wibawa selalu bertumpu pada salah satu keunggulan yang ada dalam diri seseorang.

2.2. Teori Kepemimpinan Gaya Kontingensi

2.2.1. Deskripsi

Walaupun sejumlah pendekatan kepemimpinan dapat disebut teori kontingensi, tetapi yang paling diakui secara luas adalah teori fielder. Teori kontigensi adalah teori kesesuaian pemimpin ( Fiedler & Chermes,1974), yang berarti berusaha menyesuaikan pemimpin dengan situasi keefektifan pemimpin tergantung pada seberapa sesuai gaya pemimpin dengan situasi sekitar. Untuk memahami kinerja pemimpin, penting untuk memahami situasi dimana mereka memimpin dengan layar tepat.

Fielder mengembangkan teori kontingensi dengan mempelajari gaya dari banyak pemimpin yang berbeda yang berkerja di konteks yang berbeda, terutama organisasi militer. Dia menilai gaya pemimpin, situasi dimana mereka bekerja dan apakah mereka efektif atau tidak. Setelah menganalisa gaya ratusan pemimpin yang baik dan buruk, Fielder dan koleganya mampu membuat generalisasi yang secara empiris benar tentang manakah gaya kepemimpinan yang terbaik dan yang terburuk berdsarkan konteksn organisasi yang ada.

Intinya gaya kontigensi terkait dengan gaya dan situasi. Hal itu memberi kerangka kerja untuk menyesuaikan pemimpin dangan situasi secara efektif.

2.2.2. Gaya Kepemimpinan

Didalam kerangka kerja teori kontigensi, gaya kepemimpinan digambarkan sebagai termotivasi tugas dan hubungan. Pemimipin yang dikendalikan tugas terutama peduli dengan pengembangan hubungan antar pribadi yang erat. Untuk mengukur gaya kepemipinan, Fielder mengembangkan skala LPC (Least Preferred Coworker) ( rekan kerja yang paling tidak dipilih ). Pemimpin yang memilih nilai tinggi di skala ini digambarkan sebagai pemimpin yang termotivasi hubungan, dan mereka yang memilih nilai rendah pada skala tersebut diidentifikasikan sebagai pemimpin yang termotivasi tugas.

2.2.3. Kekuatan

7

Teori kontigensi memiliki kekuatan utama, pertama hal itu didukung oleh banyak penelitian empiris. Pada era diamana media cetak dan elektronik dipenuhi dengan tulisan tentang “bagaimana menjadi pemimpin yang efektif,” teori kontingensi menawarkan pendekatan untuk kepemimpinan yang memiliki tradisi yang panjang. Banyak peneliti telah menguji hal itu dan mendapat hal itu sebagai pendekatan yang sah. Pendekatan itu dapat diandalkan untuk menjelaskan cara mencapai kepemimpinan yang efektif. Teori kontigensi didasarkan pada penelitian.

Kedua, teori kontigensi telah memperluas pemahaman kita tentang kepemimpinan, dengan memaksa kita untuk memikirkan sampak situasi pada pemimpin. Sebelum teori kontingensi dikembangkan, teori kepemimpinan berfokus pada apakah ada satu jenis kepemimpinan terbaik (misalnya, pendekatan sifat). Tetapi teori kontingensi menekankan pentingnya memusatkan perhatian pada hubungan antara gaya pemimpin dan permintaan dari beragam situasi, intinya teori kontingensi mengalihkan penekanan ke konteks kepemimpinan terutama hubungan pemimpin dan situasi.

Ketiga , teori kontingensi itu bersifat prediktif dan menyediakan informasi yang berguna tentang jenis kepemimpinan yang paling mungkin efektif dalam sejumlah konteks. Dari data yang disediakan oleh skala LPC dan deskripsi dari tiga aspek situasi ( yaitu hubungan pemimpin-pengikut, struktur tugas, dan kekuatan posisi), mungkinsaja untuk menentukan tingkata keberhasilan pemimpin dalam situasi tertentu. Ini member teori kontingensi kekuatan prediktif yang tidak dimilki kepemimpinan lain.

Keempat, teori ini tidak menuntut orang untuk efektif dalam segala situasi. Pemimpin diorganisasi sering kali merasa perlu menjadi segala hal untuk semua orang, yang mungkin terlalu berlebihan bagi mereka. Teori kontingensi menyatakan bahwa pemimpin tidak diharapkan untuk bisa memimpin dalam segala situasi yang optimal, dalam situasi yang ideal untuk gaya kepemimpinan mereka. Teori kontingensi mencocokan pemimpin dan situasi, tetapi tidak menuntut pemimpin untuk cocok dengan segala situasi.

Kelima, teori kontingensi memberi data tentang gaya pemimpin yang bisa berguna untuk organisasi, dalam mengembangkan profil kepemimpinan. Nilai LPC adalah sepotong informasi, yang dapat digunakan, bersama dengan penilaian lain dalam perencanaan sumber daya manusia, untuk mengembangkan gambaran tentang individu guna menentukan dimana serta bagaimana mereka akan bisa melayani organisasi dengan baik.

2.2.4. Penerapan

Teori kontingensi memiliki banyak penerapan dalam organisasi hal itu dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang kepemimpinan individu diberagam jenis organisasi. Contoh, hal itu dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai seseorang tidak efektif dalam posisi tertentu walaupun orang itu adalah manajer yang cerdas, setia dan pekerja keras. Selain itu, teori dapat digunakan untuk menduga apakah seseorang yang telah bekerja dengan baik disatu posisi dalam satu organisasi akan cukup efektif, bila dipindahkan keposisi yang cukup berbeda

8

diorganisasi yang sama. Selain itu, teori kontingensi bisa menjelaskan perubahan yang mungkin ingin dilakukan manajemen tingkat atas terhadap posisi yang lebih rendah , dalam rangka menjamin kesesuaian yang bagus antara manajer yang ada dan konteks kerja tertentu.

2.2.5. Faktor-Faktor Kontingensi

Dalam berbagai penelitian menemukan adanya dua faktor kontingensi sebagai berikut :

1. Karakter Lingkungan2. Karakter bawahan

1. Karakter Lingkungan Beberapa faktor yang termasuk lingkungan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Hubungan antar pribadi2. Struktur organisasi3. Struktur tugas4. Kelompok kerja5. System otoritas formal (posisi kekuasaan)6. Tempat lokasi dan waktu

2. Beberapa faktor yang termasuk karakter bawahan diantaranya sebagai berikut:1. Tingkat kemampuan (ability)2. Tingkat kemauan (willingness)3. Tingkat motivasi dan dukungan4. Tingkat efektivitas teknis5. Pengalaman dan pemantauan diri6. Tempat kedudukan kontrol (locus of controle)

2.2.6. Model-Model Kepemimpinan Kontingensi

Dalam teori Kontingensi analisa penelitian kepemimpinan meliputi model sebagai berikut :

1. Model kepemimpinan kontingensi dari Vroom dan Yetton

1. Pengertian Para ahli menegmukakan pendapatnya menegnai model keputusan dari Vroom & Yetton, sebagai berikut:

a. Vroom & Yetton :1. Adalah model “partisipasi-pemimipin” yang menghubungkan perilaku

kepemimpinan dan partisipasi dengan pengambilan keputusan.

9

2. Model ini merupakan model kepemimpinan berdasarkan banyakny peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan.

b. Stephen P. Robbins :Model partisipasi pemimpin adalah suatu teori kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan, untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi yang berlainan.

2. Model kepemimpinan kontingensi LPC dari Fiedler

1. Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai model kepemimpinan kontingensi dari fiedler sebagai berikut:

a. Fiedler :- Adalah model teori yang meneliti kinerja kelompok yang efektif tergantung pada

perimbangan yang tepat antara gaya interaksi dari pemimpin dengan bawahannya serta tingkat mana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada pemimpin yang efektif.

- Tidak ada seseorang yang dapat menjadi pemimipin yang berhasil dengan hanya menerapkan satu macam gaya untuk segala situasi

- Pemimpin itu akan berhasil menjalamkan kepemimpinan nya apabila menerpakan gaya pemimpin yang berada untuk menhadapi situasi yang berbeda.

b. Stephen P. Robbins :Adalah teori bahwa kelompok efektif bergantung pada pandangan yang tepat antara gaya interaksi dari pemimpin dengan bawahan nya serta sampai tingkat mana situasi itu memberikan kendali dan pengaruh kepada pemimipin.

2. Fiedler mengembangkan suatu instrument berupa kuisioner LPC (Least prefereed Coworker = rekan kerja paling kurang disukai ). Yang terutama bermaksud untuk mengukur apakah seorang itu berorientasi pada “tugas” atau pada hubungan.a. Low LPC

Jika rekan sekerja yang paling tidak disukai, dinyatakan suatu skor LPC yang rendah, maka responden itu terutama bermiant pada produktivitas, dan karenanya ditandai sebagai “ berorientasi tugas”

b. High LPC Jika rekan sekerja yang paling tidak disukai, dinyatakab suatu skor LPC yang tinggi, maka responden ini terutama berminat pada hubungan pribadi yang baik, dan karenanya ditandai sebagai “berorientasi Hubungan”

Menurut fielder terdapat hubungan perilaku atau gaya kepemimpinan dengan situasi yang dapat mempengaruhi kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi. Keitner dan Kiniski (1989) dalam hadap Nawawi (2003) mengatakan pula bhwa terdapat tiga dimensi di dalam situasi yang dihadapi pemimpin. Ketiga dimensi itu adalah :

10

1. Hubungan pemimpin-anggota (the leader – member relationship). Dimensi ini merupakan variabel yang sangat penting atau kritis dalam menentukan situasi yang menguntungkan.

2. Derajat dari susunan tugas (the degree of task structure). Dimensi ini merupakan variabel yang sangat penting atau kritis kedua dalam menuntukan situasi yang menguntungkan

3. Posisi kekuasaan pemimpin (the leader’s position power). Dimensi ini yang diperoleh melalui kewenangan formal merupakan variabel yang sangat penting atau kritis ketiga dalam menentukan situasi yang menguntungkan.

Situasi yang menguntungkan dalam menjalankan kepemimpinan adalah hubungan baik antara pimpinan dengan anggota organisasi sebagai bawahan dalam arti pemimpin diterima oleh orang- orang yang dipimpinnya atau sebaliknya. Dalam hubungan yang serasi antara kedua belah pihak, terbina suasana persahabtan, tidak ada perselisihan, setiap perbedaan pendapat paat diselesaikan secara kekeluargaan oleh kedua beah pihak. Disamping itu tugas tugas yang harus dikerjakan anggota organisasi atau bawahan tersusun secara jelas sehingga setiap orang mengetahui rincian tugas nya dan wewenang serta tanggung jawab ny dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam situasi itu, kedudukan tau posisi kekuasaanformal pemimpin menjadi tegas dan kuat. Sehingga mempermudah usahanya dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anggota organisasi atau bawahan nya (Nawawi, 2003).

Tolak ukur ketiga dimensi dalam kepemimpinan situasional ini dikategorikan menjadi dua situasi sebagai dua hal yang bertentangan, yang terdiri dari : (a) hubungan pemimpin dengan anggota organisasi dibedakan pada titik ekstrim yang satu adalah hubungan baik (efektif), sedang pada titik ekstrim yang lain adalah hubungan tidak baik (tidak efektif). (b) orientasi tugas pada ekstrim yang satu berupa tugas tertentu ( tertata atau tersusun) dan pada ekstrim yang lai adalah tugas tidak terstruktur (tidak tertata atau tidak tersusun), dan (c) posisi kekuasaan pemimpin pada ekstrim yang satu disebut kuat, sedang pada ekstrim yang lain disebut lemah sedang dari segi perilaku atau gaya kepemimpinan dibeadakan anatara perilaku atau gaya kepemimpinan berorientasi tugas dan perilaku atau gaya kepemipinan berorientasi hubungan (pimpinan-karyawan).

Teori kepemimpinan kontinjensi diformulasikan berdarkan asumsi bahwa pemimpin agar efektif harus mampu merubah perilakunya sesuai dengan hubungan perubahan karakteristik para pengikutnya dan situasi kepemimpinan (contijent) pada pengikut dan situasi kepemimpian lainnya. Pengertian istilah teori kepemimpinan kontijensi sama dengan istilah kepemimpinan sitausional yang memformulasikan bahwa gaya kepemipinan perlu menyesuaikan dengan karakteristik para pengikut nya. Istilah teori kepemimpinan kontijensi dipopulerkan oleh Fred E. Friedler (1967) sedangkan istilah teori kepemipinan situasional dipopulerkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard (1970). Teori kepemimpinan kontijensi dan teori kepemimpinan situasionaln banyak jenis nya, salah satu nya adalah teori kontinum perilaku pemimpin.

11

3. Model kepemimpinan Path-Goal dari Evan dan House

Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai teori model jalur tujuan (Path Goal Model) sebagai berikut :a. Evans & House

Adalah teori yang menyatakan bahwa motivasi individu berdasarkan pada pengharapan atas imbalan yang manarik. Pemimpin sebagai sumber imbalan.

b. Stepahen P. RobbinsAdalah teori bahwa perilaku seorang pemimpin dapat diterima baik oleh bawahan sejauh mereka pandang sebagai suatu sumber dari atau kepuasan segera atau kepuasan masa depan.

c. EvansKemampuan manajer untuk memberikan imbalan dan menjelskan apa yang bawhan harus kerjakan untuk memperoleh imbalan tersebut.

d. Stoner Pemimpin menjelaskan “jalan” untuk mencpai “tujuan” ( imbalan).

4. Model Kepemimipinan Kontingensi dari Hersey dan Blanchard

Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai teori model kepemimpinan kontingensi dari Hersey dan Blanchard sebagai berikut:1. Hersey & Blanchard

- Adalah teori yang didasarkan atas tiga hubungan yaitu: antara perilaku tugas, perilaku hubungan, dan tingkat kematangan bawahan.

- Adalah teori yang memusatkan perhatian nya pada tingkat “kematangan” atau kedewasaan para bawahan.

2. Stephens P. RobbinsAdalah suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian nya pada kesiapan para pengikut.

Hersey dan Blanchard mengidentifikasi dua variabel atau dua dimensi perilaku yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan yaitu:1. Perilaku Tugas (Task Behavior)

Sejauh mana seorang pemimpin memiliki kemampuan untuk menetapkan dan menstruktur tugas perannya dan peran bawahan dalam upaya mencapai tujuan.

2. Perilaku hubunganSejauh mana seorang pemimipin memiliki hubungan kerja dengan bawahan yang dicirikan oleh saling percaya, menghargai gagasan bawahan, dan kepekaan dalam memperhatikan peraaan serta kebutuhan bawahan.

5. Model Kepemimpinan tiga dimensi dari Reddin

12

Reddin mengemukakan bahwa pendekatan itu dinamakan teori “three-dimensional medel” (model 3 dimensi) karena pendekatan ini menghubungkan tiga kelompok gaya kepemimpinan dalam satu keatuan yaitu: (1) Kelompok gaya dasar (2) Kelompok gaya efektif (3) kelompok gaya tak efektif.Teori tiga dimensi kepemimpinan ini berdasarkan atas dua komponen penting yaitu:1. Orientasi tugas (task oriented)

Tipe seorang pemimpin dapat dilihat dari kualiatas keinginannaya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena Itu ada pemimpin yang berkeinginan kuat untuk menyelesaikan pekerjaan yang dihadapi nya dengan cepat, tetapi ada pula pemimipin yang lemah keinginannya untuk menyelesaikan pekerjaannya.

2. Orientasi orang (people oriented) Tipe seorang pemimpin dapat dilihat dari kualaitas perhatiannya terhadap hubungan orang lain, baik hubungan vertical maupun horizontal dan terutama hubungan dengan bawahannya. Dengan demikian ada pemimpin yang mempunyai hubungan yang erat dengan orang lain, tetapi ada pula yang hubungannya sangat bersifat formal saja.

6. Model kepemimpinan kontinum dari Tannenbaum dan Schmidt

Tannenbanum dan Schmidt berpendapat bahwa ada tiga perangkat faktor yang harus dipertimbangkan oleh pemimipin dalam memilih gaya kepemimpinan yang akan dilakukan sebagai berikut:1. Kekuatan pemimpin2. Kekuatan bawahan3. Kekuatan situasiTannenbaum dan Schmidt menciptakan model kontinum yang merupakan suatu garis yang diawali dengan titik yang menunjukan perilaku yang berpusata pada pemimpin dan diakhiri dengan titik yang menunujukan perilaku yang terpusat pada bawahan, dengan berbagai variasi dari anatar kedua titik tersebut.

7. Model Kepemimpinan Lima Faktor dari Farris

Farris berpendapat bahwa “pengaruh” terhadap perilaku pemimpin dapat datang dari pemimpin itu sendiri maupun datang dari bawahan, dan dapat disalurkan secara berbeda antara kedua sumber tersebut untuk menemukan perilaku gaya pemimpin yang tepat atau efektif.Ketepatan macam perilaku pemimpin atau gaya pemimpin yang efektif tergantung pada 5 (lima) factor yaitu sebagai berikut :a. Wewenang pengawasan mengenai masalah yang adab. Wewenang anggota kelompok mengenai masalahc. Pentingnya penerimaan dari pemberian keputusan pada pimpinan

13

d. Pentingnya penerimaan keputusan pada anggota kelompoke. Tekanan waktu

Kelima factor tersebut juga akan mempengaruhi hubungan antara perilaku pemimpin dan pembaharuan kelompok sebagai ukuran prestasi.

8. Model Kepemimpinan Dinamika Kelompok dari Dorwin Cartwright dan Alvin Zander

Dorwin Cartwright dan Alvin Zander dalam studinya menemukan dan membedakanadanya dua macam perilaku kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :a. Pencapaian beberapa sasaran kelompok khusus, ataub. Pemeliharaan dan penguatan kelompok itu sendiriPerilaku pencapaian beberapa sasaran khusus adalah identik dengan perilaku pemimpin yang lebih mengutamakan berorientasi pada tugas (Task Oriented), sedangkan perilaku pemeliharaan dan penguatan kelompok adalah identik dengan perilaku pemimpin yang lebih mengutamakan hubungan antar orang atau berorientasi pada orang (People Oriented).a. Perilaku pencapaian beberapa sasaran khusus, mengandung ciri-ciri sebagai berikut :

- Mengutamakan pencapaian tujuan- Memprakarsai tindakan- Menunjukkan perhatian anggota pada tujuan- Menjelaskan pokok masalah- Mengembangkan rencana procedural- Mengembangkan sasaran, tujuan dan dinamika kelompok

b. Perilaku pemeliharaan & penguatan kelompok, mengandung ciri-ciri sebagai berikut :- Hubungan antar pribadi yang menyenangkan- Memutuskan penyelesaian perselisihan- Memberikan kobaran semangat- Memberikan kesempatan minoritas untuk didengar- Merangsang pengarahan diri- Meningkatkan saling tergantung antar anggota dalam suatu kerjasama

9. Model Kepemimpinan Sistem dari Bass

Bass berpendapat bahwa dalam model kepemimpinan sistem terdiri dari empat sistem, yaitu sebagai berikut :a. Sistem Input

Yang termasuk dalam sistem input adalah:- Organisasi yang meliputi batasan, kejelasan, kehangatan, entrope dan lingkungan

luar

14

- Kelompok kerja yang meliputi pertentangan didalam, saling tergantung dan tanggung jawab pada kelompok

- Tugas yang meliputi umpan balik, rutin, memilih kesempatan, kerumitan, ciri-ciri menejerial

- Kepribadian bawahan yang meliputi kerjasama, kekuasaan, otoriterm dan memusatkan perhatian dan pikiran pada diri sendiri

b. Sistem HubunganYang termasuk sistem hubungan adalah :- Pembagian kekuasaan antara pimpinan dan bawahan- Penyebaran informasi anatara pimpinan dan bawahan- Struktur yang dapat berupa struktur ketat dan struktur longgar- Tujuan yang dapat terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek

c. Sistem Perilaku PemimpinYang termasuk sitem perilaku pemimpin adalah :- Direktif- Manipulatif- Konsultatif- Partisipatif- Delegatif

d. Sistem OutputYang termasuk sistem output adalah :- Prestasi- Kepuasan yang meliputi pekerjaan dan pengawas

10. Model Kepemimpinan Pertukaran (Exchange Theory)

Exchange theory adalah teori pertukaran pemimpin – anggota (saling memberi dan menerima) dalam kelompok atau organisasi. Proses pemimpin dalam member pengarahan akan diterima oleh kelompok atau bawahan dan menjadi mengerti maksud pemimpin agar dijalankan perintahnya adalah merupakan pertukaran penerimaan pengertian antara pemimpin dan bawahan yang saling percaya, komunikasi dua arah.

Teori pertukaran pemimpin – anggota merupakan suatu hubungan istimewa antara pemimpin dan anggota dalam kelompok/organisasi.a. Kerjasama maupun koordinasi sebagai pangkal keberhasilan saling member dan

menerima adalah sebagai dasar atau factor yang perlu diperhatikan untuk suksesnya tujuan organisasi

b. Kepuasan dari dua sisi antara pemimpin dan bawahan sebagai hasil peran maksimal, membuktikan bahwa pemimpin tidak membedakan apa yang diberikan kepada bawahan, demikian pula bawahan secara obyektif tidak membedakan apa yang diberikan kepada pemimpin, sehingga tujuan dapat dicapai dengan efektif

15

Elemen penting dari analisa teori pertukaran adalah konsep idiosyncrasy. Idiosyncrasy berasal dari terjemahan yang artinya kepercayaan berupa nama baik yang diperoleh dari perasaan karena kebiasaan yang bisa dianggap bermanfaat, istimewa bagi seseorang. Pengertiannya merupakan bagian atau uraian tentang adanya legitimasi, status, atau penerimaan kelompok.

Bagaimanapun pemimpin atau anggota kelompok atau bawahan dalam menjalankan tugas mempunyai pembagian peran masing-masing. Atau seseorang dapat menunjukkan kesetiaan demi norma kelompok, misalnya : kemajuan perusahaan atau organisasi memperoleh untung, bahkan menderita kerugian, legitimasi, status dan penerimaan kelompok.

11. Model Kepemimpinan Vertical Dyad Lingkage dari Graen

Graen mengemukakan bahwa model kepemimpinan vertical Dyad Exchange menitikberatkan pada “dyad”, yaitu hubungan antara pemimpin dengan tiap-tiap bawahannya secara bebas. Tiap-tiap pemimpin harus memperhatikan perbedaan-perbedaan yang ada pada tiap individu bawahannya.

Pendekatan ini berusaha memanfaatkan karakter bawahan, yaitu kelebihan ataupun kekurangan yang dimiliki oleh tiap bawahan. Hal ini dapat diketahui pasti oleh pemimpin karena pemimpin dalam melakukan hubungan sangat memperhatikan orang per orang.

Pemimpin akan berhasil mencapai tujuan, apabila tidak hanya memperhatikan kelebihan bawahan, tetapi juga memperhatikan kelemahan bawahan. Justru pemimpin yang dapat membimbing, membina dan mengarahkan bawahan yang lemah sehingga menjadi bawahan yang kuat, adalah sebagai pemimpin yang berhasil atau pemimpin yang efektif.

2.3. Pendekatan Kontingensi (the Contingency Approach)

Sebagaimana tidak ada obat mujarab (panasea) untuk segala penyakit demikian pula tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok untuk segala situasi. Gaya kepemimpinan yang paling optimal sangat beragam tergantung pada (1) sifat, kemampuan, dan keterampilan pemimpin, (2) perilaku bawahan, dan (3) kondisi dan situasi lingkungan (Dunford, 1995); atau seperti dikemukakan oleh Sweeney dan McFarlin (2002) bahwa “Pada lingkungan apapun, memperhitungkan konteks mencakup bagaimana karakteristik situasi, pemimpin, dan pengikutnya, semuanya berkombinasi mempertajam strategi perilaku pemimpin”. Dengan demikian gaya kepemimpinan yang efektif atau optimal merupakan hasil

16

penerapan strategi mempengaruhi pegawai dengan mempertimbangkan dan mengkombinasikan karakteristik pemimpin, pegawai (pengikut), dan konteks situasi. Hersey dan Blanchard (Yukl, 1989) mengembangkan teori kepemimpinan yang pada awalnya disebut “life cycle theory of leadership” dan kemudian dinamakan “situational leadership theory”. Argumen dasar dari teori ini adalah kepemimpinan yang efektif memerlukan kombinasi yang tepat antara perilaku berorientasi tugas dan perilaku berorientasi hubungan, serta mempertimbangkan tingkat kematangan bawahan.

Pakar lain yang juga mengembangkan teori kepemimpinan kontingensi adalah Fiedler (1967) dan Vroom – Yetton (1973). Fiedler (Dunford, 1995; Sweeney dan McFarlin, 2002) mengukur gaya kepemimpinan berbasis tanggapan pemimpin terhadap karakter pekerjanya, yang dikenal dengan pengukuran skala Least Prefered Co-worker (LPC). LPC digunakan untuk mengetahui keyakinan pemimpin bahwa apa yang diharapkan, akan benar-benar dapat terjadi, karena memiliki pengendalian situasi (situational control). Pengendalian situasi ditentukan oleh tiga faktor yakni: (1) hubungan pemimpin-bawahan, (2) struktur tugas, dan (3) kedudukan kekuasaan. Sehingga gaya kepemimpinan yang efektif bervariasi sejalan dengan derajat pengendalian terhadap situasi. Adapun model Vroom–Yetton berusaha menggambarkan pendekatan kepemimpinan yang memadai untuk mengambil keputusan dalam beragam situasi, sehingga muncul kepemimpinan autocratic, consultative, dan group decision making. Tokoh pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara, menurut hemat penulis, termasuk melahirkan teori kepemimpinan dalam kategori kontingensi. Dengan ajaran triloka “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”, menunjukkan seorang pemimpin harus mampu bertindak sesuai dengan situasi yakni apabila di depan, ia memberikan keteladanan, apabila di tengah-tengah para bawahan, harus membangun kemauan, atau semangat pegawai; dan apabila di belakang, para pemimpin harus memberikan motivasi tiada henti kepada para pegawainya.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemimpin adalah orang yang dikenal oleh dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir visinya. Pemimpin merupakan unsur esensial dari kepemimpinan, tanpa pemimpin tidak ada kepemimpinan. Pemimpin dapat berupa seorang individu atau dalam

17

kepemimpinan kolektif pemimpin berupa kelompok individu (Sudaryono, 2014). Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency approach.

Teori kontigensi adalah teori kesesuaian pemimpin ( Fiedler & Chermes,1974), yang berarti berusaha menyesuaikan pemimpin dengan situasi keefektifan pemimpin tergantung pada seberapa sesuai gaya pemimpin dengan situasi sekitar. Untuk memahami kinerja pemimpin, penting untuk memahami situasi dimana mereka memimpin dengan layar tepat. Pengertian istilah teori kepemimpinan kontigensi sama dengan istilah kepemimpinan situasional yang memformulasikan bahwa gaya kepemipinan perlu menyesuaikan dengan karakteristik para pengikutnya.

Didalam kerangka kerja teori kontigensi, gaya kepemimpinan digambarkan sebagai termotivasi tugas dan hubungan. Pemimipin yang dikendalikan tugas terutama peduli dengan pengembangan hubungan antar pribadi yang erat. Untuk mengukur gaya kepemipinan, Fielder mengembangkan skala LPC (Least Preferred Coworker) ( rekan kerja yang paling tidak dipilih ). Pemimpin yang memilih nilai tinggi di skala ini digambarkan sebagai pemimpin yang termotivasi hubungan, dan mereka yang memilih nilai rendah pada skala tersebut diidentifikasikan sebagai pemimpin yang termotivasi tugas.

Teori kontigensi memiliki kekuatan utama, pertama hal itu didukung oleh banyak penelitian empiris. Kedua, teori kontigensi telah memperluas pemahaman kita tentang kepemimpinan, dengan memaksa kita untuk memikirkan sampak situasi pada pemimpin. Ketiga , teori kontingensi itu bersifat prediktif dan menyediakan informasi yang berguna tentang jenis kepemimpinan yang paling mungkin efektif dalam sejumlah konteks. Keempat, teori ini tidak menuntut orang untuk efektif dalam segala situasi. Kelima, teori kontingensi memberi data tentang gaya pemimpin yang bisa berguna untuk organisasi, dalam mengembangkan profil kepemimpinan.

Teori kontingensi memiliki banyak penerapan dalam organisasi hal itu dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang kepemimpinan individu diberagam jenis organisasi. Contoh, hal itu dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai seseorang tidak efektif dalam posisi tertentu walaupun orang itu adalah manajer yang cerdas, setia dan pekerja keras. Selain itu, teori dapat digunakan untuk menduga apakah seseorang yang telah bekerja dengan baik disatu posisi dalam satu organisasi akan cukup efektif, bila dipindahkan keposisi yang cukup berbeda diorganisasi yang sama. Selain itu, teori kontingensi bisa menjelaskan perubahan yang mungkin ingin dilakukan manajemen tingkat atas terhadap posisi yang lebih rendah , dalam rangka menjamin kesesuaian yang bagus antara manajer yang ada dan konteks kerja tertentu.

18

DAFTAR PUSTAKA

Northouse, Peter G., Kepemimpinan Teori dan Praktik Edisi KeenamDr. Sudaryono., Leadership Teori dan Praktek KepemimpinanSoekarso, dkk. 2010. Teori Kepemimpinan. Jakarta : Mitra Wacana Media

19