kelompok 5_mic padat

20
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC) DARI SUATU SEDIAAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK DENGAN METODE MIC PADAT Rabu,22 April 2015 Kelompok V Rabu, Pukul 13.30 16.30 WIB Nama NPM Tugas M. Nur Iqbal 260110130105 Alat dan Bahan, Prosedur, Data Pengamatan Yulina Saragih 260110130106 Tujuan, Prinsip, Teori Dasar, ,Daftar Pustaka Cyntia G 260110130107 Pembahasan, Simpulan, LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 Nilai TTD (Shintya Noor Amalya) (Benedictus Genta P)

Upload: ulisaragih

Post on 26-Sep-2015

34 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

    PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC) DARI

    SUATU SEDIAAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK

    DENGAN METODE MIC PADAT

    Rabu,22 April 2015

    Kelompok V

    Rabu, Pukul 13.30 16.30 WIB

    Nama NPM Tugas

    M. Nur Iqbal 260110130105 Alat dan Bahan,

    Prosedur, Data

    Pengamatan

    Yulina Saragih 260110130106 Tujuan, Prinsip, Teori

    Dasar, ,Daftar

    Pustaka

    Cyntia G 260110130107 Pembahasan,

    Simpulan,

    LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    2015

    Nilai TTD

    (Shintya Noor Amalya) (Benedictus Genta P)

  • PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC) DARI

    SUATU SEDIAAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK

    DENGAN METODA MIC PADAT

    I. TUJUAN

    Menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu

    antibiotika (kloramfenikol) terhadap bakteri Gram negatif, Escherichia coli,

    dan bakteri Gram positif, Staphylococcus aureus, dengan metoda MIC padat.

    II. PRINSIP

    Pengenceran Konsentrasi

    larutan antibiotika (Rimfamisin ) V1.M1 = V2.M2

    MIC

    MIC adalah konsentrasi terendah dimana pertumbuhan bakteri

    terhambat suatu antibiotik yang berlainan terhadap bakteri tertentu.

    Pertumbuhan Bakteri

    Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari

    ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak

    diuraikan oleh mikroorganisme,dan membeku pada suhu diatas 45C

    kandungan agar berbagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5-2%

    Teknik Aseptis

    adalah suatu metode atau teknik didalam memindahkan atau menstranfer

    kultur bakteria dari satu tempat ke tempat lain secara aseptis agar tidak

    terjadi kontaminasi oleh mikroba lain ke dalam kultur. Teknik transfer

    aseptis ini sangat esensial dan kunci keberhasilan prosedur microbial

    yang harus diketahui oleh seorang yang hendak melakukan analisis

    mikrobiologi.

  • Metode Lempeng Agar

    Informasi mengenai kinetika kematian suatu populasi bakteri sangat

    penting untuk memahami dasar sterilisasi suatu bahan yang mematikan.

    Kriteria kematian pada mikroba adalah hilangnya kemampuan untuk

    berreproduksi yang berisifat irreversible. Hal ini biasanya ditentukan

    melalui teknik lempeng agar dengan menghitung jumlah koloni yang

    bertahan hidup.

    III. TEORI DASAR

    Minimum inhibitory concentration (MIC), adalah konsentrasi terendah

    dari antimikroba yang akan menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme

    setelah diinkubasi semalaman. MIC sangat penting dalam diagnosa

    laboratorium untuk mengetahui resistensi dari mikroorganisme terhadap

    antimikroba dan juga untuk memonitor aktivitas dari senyawa-senyawa

    antimikroba. Secara klinis, MIC tidak hanya digunakan untuk menentukan

    jumlah dari antibiotik yang akan diterima oleh pasien tetapi juga tipe dari

    antibiotik yang digunakan, yang mana dapat menurunkan resistensi mikroba

    terhadap antimikroba tertentu.( Jawetz, et al. 2004.)

    Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan mikroorganisme yang

    membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme

    lainnya.Antibiotik banyak digunakan dalam pengobatan penyakit. Namun

    demikian tidak semua antibiotic dapat digunakan dalam pengobatan penyakit.

    Sebelum diberikan sebagai pengobatan, sebaiknya ditentukan dahulu

    antibiotic mana yang paling ampuh untuk mengobati penyakit. Cara yang

    lazim digunakan untuk engetahui keampuhan antibiotic adalah antibiogram

    atau uji kepekaan antibiotic terhadap pathogen penyebab penyakit ( Bibiana,

    1994).

  • Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spectrum atau kisaran

    kerja mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan

    struktur biokimianya. Berdasarkan spectrum atau kisaran kerjanya antibiotic

    dapat dibedakan menjadi antibiotic berspektrum sempi (narrow spectrum) dan

    antibiotic berspektrum luas ( broad spectrum). Berdasarkan mekanisme

    aksinya antibiotic dibedaka menjadi lima, yaitu antibiotic dengan mekanisme

    menghambat sintesis dinding sel, perusakan membrane plasma,

    penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat, dan

    penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2007).

    Penggunaan antibiotic secara kombinasi ( dua antibiotic yang

    digunakan secara bersama-sama) dapat saling mempengaruhi kerja dari

    masing-masing antibiotic. Kombinasi antibiotic tersebut dapat bersifat

    antagonis, dimana antibiotic yang satu bersifat mengurangi atau meniadakan

    khasiat antibiotic kedua. Kombinasi antibiotic dapat pula bersifat sinergis,

    yaitu penggunaan antibiotic secara kombinasi yang menyebabkan timbulnya

    efek teraupetiknya yang lebih besar dibandingkan bila antibiotic tersebut

    diberikan secara sendiri-sendiri. (Pratiwi, 2007).

    Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti

    mikroba atau antibiotic tertentu. Resisten tersebut dapat berupa resisten

    alamiah, resisten karena adaya mutasi spontan (resisten kromonal) dan

    resisten karena adanya factor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakrosomal)

    atau resisten karena terjadinya pemindahan gen yang resisten atau factor R

    atau plasmid R atau plasmid (resisten silang) atau dapat dikatakan bahwa

    suatu mikroorganisme dapat resisten terhadap obat-obat antimikroba, karena

    mekanisme genetic atau no-genetik (Djide, 2008).

    Penyebab terjadiya resisten terhadap mikroorganisme adalah

    penggunaan antibiotic yang tidak tepat, mislanya penggunaan dengan dosis

    yang tidak memadai, pemakaian yang tidak teratur atau tidak kontinyu,

    demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama, sehingga untuk

  • mencegah atau memperlambat terjadinya resisten tersebut , maka cara

    pemakaian antibiotic perlu diperhatikan ( Djide , 2008).

    Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotic.

    Penentuan ini biasanya dilakukan dalam Laboratorium pengontrol dibawah

    pengawasan instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan oleh FDA.

    Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam farmakope dari tiap egara

    pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang digunakan, medium

    pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan yang telah

    dibakukan. Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai

    berikut (Irianto, 2006).

    1.Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat

    menghambat pertumbuhan ( Minimal Inhibitory Concentration, MIC)

    2. Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotic terhadap

    organism yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di

    laboratorium rumah sakit, dan penting untuk melakukan terapi.

    Kemudian, para peneliti di seluruh dunia memperoleh banyak zat lain

    dengan khasiat antibiotis. Akan tetapi, berhubung denga sifat toksisnya bagi

    manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat. Yang

    terpenting diantaranya adalah streptomisin(1944),kloramfenikol(1947),

    tetrasiklin(1948),eritromisin(1952),rifampisin(1960),bleomisin(1965),

    doksorubisin(1969),minosiklin(1972),dan,tobramisin(1974).

    (Nester,E.W.,C.E.Roberts & B.J.McCarthy,1973).

    Pembuatannya

    Lazimnya antibiotika dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakan

    dalam tangki-tangki besar bersama zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara

    steril disalurkan ke dalam cairan pembiakan guna mempercepat pertumbuhan

    fungi dan meningkatkan produksi antibiotikumya. Setelah diisolasi dai cairan

    kultur antbiotikum dimurnikan dan aktifitasnya ditentukan.

  • Antibitika semisintetis, yaitu apabila pada persemaian(culture substrate)

    dibubuhi

    zat-zat pelopor tertentu, maka zat-zat ini diinkorporasi kedalam

    antibiotikum dasarnya. Hasilnya disebut senyawa semisintetis, misalnya

    penisilin-V.

    Antibitika sintetis tidak dibuat lagi dengan jalan biosintetis tersebut,

    melainkan dengan sintesa kimiawi, misalanya kloramfenikol.

    (Entjang,2003).

    Mekanisme Kerja

    Cara kerja yang terpenting adalah perintangan sintesa protein, sehingga

    kuman musnah atau tidak berkembang lagi, misalanya kloramfenikol,

    tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, dan linkomisin. Selain itu

    beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan

    sefalosporin) atau membran sel (polimiksin, zat-zat polyen dan imidazol).

    Antibiotika tidak aktif terhadap kebanyaka virus kecil, mungkin karena

    virus tidak memiliki proses metabolisme sesungguhnya, melainkan

    tergantung seluruhnya dari proses tuan-rumah. (Todar,2007).

    Aktifitasnya

    Pada umumnya aktivitasnya dinyatakan dengan satuan berat (mg),

    kecuali zat-zat yan belum dapat diperoleh 100% murni dan terdiri dari

    campuran beberapa zat. Misalnya, polimiksin B, basitrasin, dan nistatin,

    yang aktivitasnya selalu dinyatakan dengan Satuan Internasional (I.U.).

    Begitu pula senyawa kompleks dari penisilin, yakni prokain-dan

    bezantin-penisilin.

    Penggunaan

    Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat

    kuman aau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan

  • besar. Secara profilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dal klep

    jantung buatan, juga sebelum cabut gigi.

    Penggunaan penting non-terapeutis adalah sebagai stimulans

    pertumbuhan dalam peternakan sapi, babi, dan ayam. Efek ini secara

    kebetulan ditemuakan pada tahun 1940-an, tetapi mekanisme kerjanya

    belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan antibiotika bekerja setempat

    di dalam usus dengan menstabilisir floranya. Kuman-kuman buruk

    yang merugikan dikurangi jumlah dan aktivitasnya, sehingga zat-zat gizi

    dapat dipergunakan lebih baik. Pertumbuhan dapat distimulasi dengan

    rata-rata 10%. Yang digunakan adalah terutama makrolida dan

    glikopeptida dalam makanan ternak dan jumlahnya kini sudah meningkat

    sampai lebih dari 3 kali daripada pengunaannya sebagai obat pada

    manusia. (Schlegel,1994).

    IV. ALAT DAN BAHAN

    a). Alat

    1. Cawan petri

    2. Inkubator

    3. Labu ukur 100 ml

    4. Micro pipet

    5. Mortir dan stamfer

    6. Pembakar spiritus

    7. Rak tabung

    8. Tabung reaksi besar dan kecil

    9. Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml

    b). Bahan

    1. Air suling

    2. Antibiotik

  • 3. Berbagai suspensi bakteri Gram positif maupun Gram negatif

    4. Nutrient Agar (NA)

    5. Pelarut sediaan uji

    c). Gambar alat

    Prosedur

    1 Cawan petri 2 inkubator 3 Labu ukur

    6 Pembakaran Spirtus 5 Mikro pipet 4 Mortir & Stemper

    7 Tabung Reaksi 6 Rak Tabung

    8 Volume Pipet

  • V. PROSEDUR

    Rimfamycine digerus dalam mortir lalu dimasukkan ke dalam labu

    ukur dan dilarutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian ditambahkan

    air suling steril sampai tanda batas. Dihitung pengenceran dan konsentrasi

    campuran pada masing- masing tabung reaksi besar. Pengenceran

    dilakukan secara bertingkat larutan sediaan uji dengan air suling dalam

    tabung-tabung reaksi besar. Tabung reaksi besar pertama diisi dengan

    1mL antibiotic ditambah 4 ml aqudest steril, sedangkan tabung-tabung

    reaksi selanjutnya diisi dengan 1 ml antibiotic ditambah 1 mL aquadest

    steril. Setelah itu buatlah permukaan dasar cawan dibagi menjadi area-area

    sama besar menggunakan spidol dan diberi label nama bakteri yang akan

    digunakan pada setiap area. Dipipet 1 ml masing-masing pengenceran ke

    dalam cawan-cawan petri dan ditambahkan 19 ml NA cair bersuhu 40-50

    0C, dihomogenkan dengan cara goyangkan beberapa saat membentuk

    angka delapan 8, lalu diamkan sampai membeku.Setelah itu diambil

    menggunakan mikro pipet masing-masing bakteri pada area yang terpisah.

    Dibuatkan kontrol positif yang terdiri dari 20 ml NA dalam cawan petri,

    yang dipipet menggunakan mikro pipet oleh bakteri-bakteri yang

    digunakan di area yang terpisah. Setelah itu barulah diinkubasikan semua

    cawan petri pada suhu 37 0C selama 18-24 jam dan amati pertumbuhan

    bakteri dari koloni-koloni yang tampak, kemudian dibandingkan

    morfologi koloni-koloni tersebut dengan kontrol positif. Barulah

    ditentukan dimana MIC nya. MIC terletak pada cawan petri terakhir yang

    tidak tampak koloni bakteri. Masukkan sediaan uji ke dalam labu ukur,

    larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian tambahkan air suling steril

    sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk padat, gerus dahulu dalam

    mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur.

    2. Rencanakan pengenceran dan hitung konsentnsi campuran pada

    masing- masing tabung besar dan cawan-cawan petri.

  • 3. Buat pengenceran bertingkat larutan sediaan uji dengan air suling dalam

    tabung-tabung reaksi besar.

    Setelah itu buatlah permukaan dasar cawan dibagi menjadi area-area sama

    besar menggunakan spidol dan diberi label nama bakteri yang akan

    digunakan pada setiap area. Dipipet 1 ml masing-masing pengenceran ke

    dalam cawan-cawan petri dan ditambahkan 19 ml NA cair bersuhu 40-50

    0C, dihomogenkan dengan cara goyangkan beberapa saat membentuk

    angka delapan 8, lalu diamkan sampai membeku.Setelah itu diambil

    menggunakan mikro pipet masing-masing bakteri pada area yang terpisah.

    Dibuatkan kontrol positif yang terdiri dari 20 ml NA dalam cawan petri,

    yang dipipet menggunakan mikro pipet oleh bakteri-bakteri yang

    digunakan di area yang terpisah. Setelah itu barulah diinkubasikan semua

    cawan petri pada suhu 37 0C selama 18-24 jam dan amati pertumbuhan

    bakteri dari koloni-koloni yang tampak, kemudian dibandingkan

    morfologi koloni-koloni tersebut dengan kontrol positif. Barulah

    ditentukan dimana MIC nya. MIC terletak pada cawan petri terakhir yang

    tidak tampak koloni bakteri.

    VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

    Data Pengamatan

    NO Konsentrasi Setelah Inkubasi

    1

    10g/mL

  • 2

    5g/mL

    3

    2,5g/mL

  • JENIS BAKTERI CAWAN PETRI

    1. 10g/mL 2. 5g/mL 3. 2,5g/mL

    SA + + +

    EC + + +

    BS - - -

    PERHITUNGAN KONSENTRASI :

    Pengenceran :

    1. N1 x V1 = N2 x V2

    1000 x 1 = 200 x V2

    V2 = 5 mL ( 1mL antibiotic 2500g/mL, 4mL aqua.steril )

    2. N1 x V1 = N2 x V2

    200 x 1 = 100 x V2

    V2 = 2 mL ( 1mL antibiotic 250g/mL, 1mL aqua.steril )

    3. N1 x V1 = N2 x V2

    100 x 1 = 50 x V2

    V2 = 2 mL ( 1mL antibiotic 125g/mL, 1mL aqua.steril )

    Konsentrasi Antibiotik Dalam Cawan ( V=20 mL )

    1. N1 x V1 = N2 x V2

    200 x 1 = N2 x 20

  • N2 = 10 g/mL

    2. N1 x V1 = N2 x V2

    100 x 1 = N2 x 20

    N2 = 5 g/mL

    3. N1 x V1 = N2 x V2

    50 1 = N2 x 20

    N2 = 2,5 g/mL

    Simpulan :

    MIC untuk bakteri SA > 10g/mL

    MIC untuk bakteri BS < 2,5g/mL

    MIC untuk bakteri EC > 10g/mL

    VII. PEMBAHASAN

    Pada praktikum ini dilakukan uji MIC (Minimum Inhibition

    Concentration) atau konsentrasi antibiotika minimum yang diperlukan

    untuk menghambat pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan adanya

    pertumbuhan koloni pada media. Uji ini dilakukan pada media padat yang

    dibuat dari MHA (Mueller Hinton Agar). Tujuan uji MIC ini adalah untuk

    menentukan pada konsentrasi antibiotic berapa, tidak ditemukan lagi

    pertumbuhan koloni bakteri yang diinokulasikan. Nilai MIC digunakan

    untuk menentukan nilai MBC (Minimum Bactericidal Concentration) dan

    menentukan nilai MEC (Minimum Effective Concentration).

  • Uji MIC dilakukan terhadap Escherichia coli, Staphylococcus Aureus dan

    Bacillus Subtilis. Jenis antibiotik yang digunakan dalam pengujian yaitu

    rifampisin pada konsentrasi g/mL. Masing-masing jenis antibiotik

    ditambahkan pada media agar yaitu MHA. Pertama-tama, sediaan uji yaitu

    rifampisin digerus dahulu dalam mortir, kemudian dimasukkan ke dalam

    labu ukur 100 mL. Antibiotik dalam labu ukur kemudian dilarutkan

    dengan sedikit pelarutnya. Kemudian ditambahkan air suling steril sampai

    tanda batas (hingga 100 mL).

    Selanjutnya, dihitung konsentrasi pengenceran antibiotic pada masing-

    masing tabung besar dan cawan-cawan petri. Konsentrasi yang ingin

    dicapai yaitu 250 g/mL , 125 g/mL dan 62,5 g/mL . Dibuat

    pengenceran bertingkat larutan sediaan uji dengan air suling dalam

    tabung-tabung reaksi besar. Pengenceran pertama, 1 mL larutan stok

    antibiotik diambil lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi baru dan

    ditambah air suling 19 mL, sehingga konsentrasi yang didapatkan sebesar

    100 g/mL. Pengenceran kedua, 1 mL antibiotik konsentrasi 100 g/mL

    diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi baru dan ditambahkan 1

    mL air, sehingga didapatkan konsentrasi 50 g/mL. Pengenceran ketiga, 1

    mL antibiotic 50 g/mL diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi

    baru dan ditambahkan 1 mL air, sehingga didapatkan konsentrasi 25

    g/mL.

    Setelah dilakukan pengenceran, dibagi permukaan dasar cawan

    menjadi area-area sama besar sebanyak 3 area. Diberi label nama bakteri

    yang akan digunakan pada setiap area. Dipipet 1 ml masing-masing

    pengenceran ke dalam cawan-cawan petri. Tambahkan 19 ml MHA cair

    bersuhu 40-50oC sehingga konsentrasi dalam cawan petri menjadi 1/10

    konsentrasi tiap-tiap pengenceran. Pada cawan petri pertama, didapatkan

    konsentrasi sebesar 10 g/mL, pada cawan petri kedua, didapatkan

    konsentrasi sebesar 5 dan pada cawan petri ketiga didapatkan konsentrasi

  • sebesar 2,5 g/mL. Setelah ditambahkan MHA, digoyangkan beberapa

    saat, lalu diamkan sampai membeku. MHA yang digunakan tidak boleh

    terlalu panas karena mungkin akan merusak antibiotik, dan tidak boleh

    terlalu dingin karena ketika membeku, permukaan akan berlekuk-lekuk

    sehingga sulit diamati pertumbuhan bakteri.

    Selanjutnya, bakteri dimasukkan pada area yang terpisah dengan

    menggunakan mikro pipet sebanyak 1 L. Setelah itu, dinkubasikan

    semua cawan petri pada suhu 370C selama 18-24 jam. Kontrol positif dan

    negative tidak dibuat karena cawan petri tidak cukup dan tidak diminta

    untuk dilakukan.

    Penentuan MIC padat lainnya dapat dilakukan dengan metode dilusi

    agar yaitu dengan menambahkan bakteri kedalam media agar, kemudian

    media dilubangi dengan perforator dan diisi dengan antibiotic atau

    menggunakan cakram kertas yang berisi antibiotic. Selanjutnya,

    diinkubasi dan dilihat apakah ada zona bening yang terbentuk disekeliling

    lubang atau cakram kertas. Jika terbentuk lubang, berarti antibiotic mampu

    menghambat pertumbuhan bakteri atau bahkan mebunuhnya. Keuntungan

    MIC padat adalah satu konsentrasi antibiotika dapat digunakan untuk

    menguji beberapa bakteri, atau satu bakteri dapat diuji pada beberapa

    konsentrasi antibiotic.

    Pengerjaan dilakukan dengan teknik aseptis untuk menghilangkan

    kontaminasi bakteri lain atau jamur dalam percobaan. Pengerjaan

    dilakukan dekat dengan api, sehingga bakteri dalam udara yang

    kemungkinan akan melekat pada alat dan atau bahan segera mati. Pipet

    volume dan mikro pipet tidak boleh difiksasi diatas api karena dapat

    merusak skala pengukuran dan alat dapat terbakar. MHA dan air suling

    yang ditambahkan kedalam antibiotic harus steril. Cara sterilisasi

    misalnya dengan autoklaf. Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang

    digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu

  • dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit.

    Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh

    mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu

    yang tinggi inilah yang akan membunuh microorganisme. Autoklaf

    terutama ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten yang

    diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan

    antibiotik. Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika suhu di

    dalam autoklaf mencapai 121 C (Madigan et.al, 2006)

    Rifampisin adalah antibiotik derivat dari rifamisin yang di produksi

    oleh Streptomyces mediterranei dan biasanya digunakan bersamaan

    dengan obat anti tuberkulosis dalam penanganan tuberkulosis serta

    menjadi profilaksis untuk anak anak yang terkena kontak dengan

    haemophilus influenzae (Katzung, 1997). Rifampisin diketahui memiliki

    aktivitas bakterisidal terhadap Staphylococcus aureus. Karena tingkat

    pembentukan resistensi yang tinggi, maka Rifampisin tidak boleh

    digunakan sendiri dalam mengobati suatu penyakit dan sebaiknya di

    kombinasikan (Liu et al., 2011).

    Rifampisin ditambah antibiotika lain seperti golongan betalaktam

    dapat menekan jumlah carrier bakteri Staphylococcus aureus bahkan dapat

    menyembuhkannya, tapi perlu hati-hati karena resistensi terhadap

    rifampin sangat sering terjadi (Yuwono, 2012).

    Pengamatan aktivitas antibiotic pada cawan petri dengan konsentrasi

    antibiotic 2,5 g/mL terhadap bakteri Escherichia coli ditemui

    pertumbuhan koloni bakteri, pada konsentrasi 5 g/mL juga masih ditemui

    pertumbuhan koloni bakteri, dan pada konsentrasi 10 g/mL tetap masih

    ditemui pertumbuhan koloni bakteri. Tidak ditemukan nilai MIC karena

    tidak ada bening (koloni tidak tumbuh) pertama. Kemungkinan nilai MIC

    berada diatas konsentrasi 10 g/mL. Perlu dilakukan uji pada tingkat

  • konsentrasi antibiotik rifampisin pada konsentrasi yang lebih tinggi untuk

    bakteri ini.

    Pengamatan aktivitas antibiotic pada cawan petri dengan konsentrasi

    2,5 g/mL terhadap bakteri Bacillus Subtilis sudah tidak ditemui

    pertumbuhan koloni, demikian halnya pada konsentrasi yang lebih tinggi

    juga tidak ditemukan pertumbuhan koloni. Nilai MIC tidak dapat

    ditentukan karena tidak ditemukan pertumbuhan koloni sebelum bening

    (koloni tidak tumbuh) pertama. Kemungkinan MIC berada pada

    konsentrasi yang lebih kecil dari 2,5 g/mL. Perlu dilakukan uji pada

    tingkat konsentrasi antibiotik rifampisin pada konsentrasi yang lebih

    rendah untuk bakteri ini.

    Pengamatan aktivitas antibiotic pada cawan petri dengan konsentrasi

    2,5 g/mL terhadap bakteri Staphylococcus aureus ditemui pertumbuhan

    koloni bakteri, pada konsentrasi 5 g/mL juga masih ditemui pertumbuhan

    koloni bakteri, dan pada konsentrasi 10 g/mL tetap masih ditemui

    pertumbuhan koloni bakteri. Tidak ditemukan nilai MIC karena tidak ada

    bening (koloni tidak tumbuh) pertama. Kemungkinan nilai MIC berada

    diatas konsentrasi 10 g/mL. Perlu dilakukan uji pada tingkat konsentrasi

    antibiotik rifampisin pada konsentrasi yang lebih tinggi untuk bakteri ini.

    Diamati juga pertumbuhan bakteri yang banyak pada media agar selain

    pada daerah yang diinokulasikan bakteri. Ini mungkin disebabkan oleh

    pengerjaan praktikan yang kurang aseptis pada saat menginokulasikan

    bakteri dari suspense bakteri menggunakan mikro pipet. Kontaminasi

    mungkin terjadi oleh udara saat memindahkan bakteri. Sehingga

    menyebabkan bakteri lain tumbuh dalam media agar dan tidak diketahui

    mana yang bakteri uji sebenarnya dan yang bukan.

    Antibiotik rifampisin memiliki nilai dosis tengah sekitar 5

    g/mL.Antibiotik rifampisin memiliki efek yang berbeda pada tiap bakteri

    uji karena tiap bakteri memiliki sifat-sifat yang berbeda. Rifampisin

  • berefek kuat pada bakteri Bacillus subtilis karena pada konsentrasi kecil

    saja sudah dapat menginhibisi pertumbuhan atau bahkan membunuh

    bakteri, sedangkan pada Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

    memiliki efek yang kurang.

    Pada penelitian lain, bakteri yang digunakan adalah Mycobacterium

    tuberculosis. Rifampisin merupakan antibiotik yang umum digunakan

    untuk pengobatan penyakit tuberculosis. Penelitian ini membandingkan

    antibiotic Rifampisin dengan Amikasin. Tujuan penelitian yaitu untuk

    mengetahui pengaruh pemberian amikasin dan rifampisin terhadap

    pertumbuhan rapidly growing mycobacterium (RGM) melalui metode in

    vitro (Rachman, 2014).

    Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif

    observasional secara in vitro menggunakan metode makrodilusi. Subyek

    dalam penelitian ini adalah amikasin, rifampisin, dan 7 isolat klinis rapidly

    growing mycobacterium koleksi Bagian Mikrobiologi Fakultas

    Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dari 7 isolat RGM yang diuji,

    didapat 86% isolat sensitif dengan rentang KHM 15.75 g/L

    terhadap rifampisin. Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian

    tersebut adalah isolat RGM lebih sensitif terhadap amikasin dibandingkan

    dengan rifampisin (Rachman, 2014).

    VIII. SIMPULAN

    Didapatkan nilai MIC terhadap bakteri Escherichia coli > 10g/mL,

    Bacillus subtilis < 2,5g/mL , Staphylococcus aureus > 10g/mL MIC

  • DAFTAR PUSTAKA

    Bibiana, W, Lay.1994.Analisis Mikrobiologi di Laboratorium.PT.Raya Grafindo

    Persada: Jakarta.

    Djide M, Natsir.2008.Dasar-dasar Mikrobiologi.Universitas

    Hasanuddin:Makassar.

    Entjang Indan, Dr. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. CV YRAMA WIDYA,

    Bandung, Indonesia.

    Irianto.2006. mikrobiologi menguak dunia mikroorganisme, Yrama

    Widya:Jakarta.

    Jawetz, et al. 2004. Medical Microbiology. Twenty-Third Edition. San Fransisco :

    McGraw-Hill.

    Katzung, B.G., 1997. Basic and Clinical Pharmacology 10th Edition. McGraw Hill

    Lange, Singapore.

    Liu, C., Bayer,A., Cosgrove, S.E.,Daum, R.S.,Fridkin, S.K.,Gorwitz, R.J., Kaplan,

    S.L, Karchmer, A.W., Levine, D.P, Murray, B.E, Rybak, M.J., Talan, D.A,

    and Chambers, H.F., 2011. Clinical Practice Guidelines by the Infectious

    Diseases Society of America for the Treatment of MethicillinResistant

    Staphylococcus Aureus Infections in Adults and Children,Clinical Infectious

    Disease, 52: 138.

    Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorganisms.

    New Jersey: Pearson Prentice Hall.

    Nester,E.W.,C.E.Roberts & B.J.McCarthy. 1973. Microbiology Molecules, Microbes,

    and Man. United State America: Pear sall halt,Rinehart and Winston,Inc.

    Pratiwi, 2007, Mikrobiologi Farmasi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

    Rachman. 2014. Uji Potensi Amikasin dan Rifampisin terhadap Pertumbuhan

    Rapidly Growing Mycobacterium. Available online at

  • http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Penelitia

    nDetail&act=view&typ=html&buku_id=68072 (diakses 27 April 2015).

    Schlegel,H.G. dan Schmidt, K.1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University

    Press : Yogyakarta.

    Todar, K., 2007. Staphylococcus. University of Wisconsin-Madison Department

    Of Bacteriology, http:// www.bact.wisc edu/.com

    Yuwono. 2012. Mikrobiologi Kedokteran. Available online at

    http://eprints.unsri.ac.id/1786/2/Mikrobiol2012_OK.pdf (diakses 27 April

    2015).