zat padat 2

18
BAB I LANDASAN TEORI 1.1 Pendahuluan Sejak ditemukan adanya superkonduktor sejak tahun 1911, para ilmuwan dan para teknisi berusaha mencari aplikasi yang dapat dimanfaatkan dari sifat-sifat unik superkonduktor. Pada saat kondisi superkonduktor, bahan-bahan ini mempunyai kemampuan untuk menghantarkan arus DC yang besar tanpa adanya hambatan. Untuk dapat berlaku seperti ini, sebuah superkonduktor harus berada di bawah tiga parameter kritis, suhu kritis (Tc), medan kritis (Hc), dan kerapatan arus kritis (Jc). Maka bisa dibayangkan jika superkonduktor dapat digunakan untuk membuat peralatan listrik yang lebih kecil, lebih ringan dan hemat energi. Sebelum pertengahan tahun 80an, superkonduktor adalah sejenis logam, dan dioperasikan pada temperatur rendah, mendekati titik didih He (4.2 K ). Karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membuat kondisi temperatur rendah, maka penggunaannya terbatas pada penelitian di laboratorium ( particle accelerators, high field magnet, SQUIDs ) dan industri medis (MRI). Penggunaannya berhasil karena tidak ada bahan alternatif yang dapat menandingi superkonduktor. Walaupun energi dan tempat dapat dihemat dengan adanya superkonduktor, hal ini tidak mengurangi biaya untuk mendinginkan bahan tersebut atau biaya awal dan resiko untuk mengenalkan teknologi baru ini.

Upload: luheka

Post on 11-Feb-2015

123 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

hasil terjemahan PhD thesis by Khawaja Zakaullah ( bab 1 dan 2 )

TRANSCRIPT

Page 1: zat padat 2

BAB I

LANDASAN TEORI

1.1 Pendahuluan

Sejak ditemukan adanya superkonduktor sejak tahun 1911, para ilmuwan dan para

teknisi berusaha mencari aplikasi yang dapat dimanfaatkan dari sifat-sifat unik

superkonduktor. Pada saat kondisi superkonduktor, bahan-bahan ini mempunyai kemampuan

untuk menghantarkan arus DC yang besar tanpa adanya hambatan. Untuk dapat berlaku

seperti ini, sebuah superkonduktor harus berada di bawah tiga parameter kritis, suhu kritis

(Tc), medan kritis (Hc), dan kerapatan arus kritis (Jc). Maka bisa dibayangkan jika

superkonduktor dapat digunakan untuk membuat peralatan listrik yang lebih kecil, lebih

ringan dan hemat energi.

Sebelum pertengahan tahun 80an, superkonduktor adalah sejenis logam, dan

dioperasikan pada temperatur rendah, mendekati titik didih He (4.2 K ). Karena besarnya

biaya yang dikeluarkan untuk membuat kondisi temperatur rendah, maka penggunaannya

terbatas pada penelitian di laboratorium ( particle accelerators, high field magnet, SQUIDs )

dan industri medis (MRI). Penggunaannya berhasil karena tidak ada bahan alternatif yang

dapat menandingi superkonduktor. Walaupun energi dan tempat dapat dihemat dengan

adanya superkonduktor, hal ini tidak mengurangi biaya untuk mendinginkan bahan tersebut

atau biaya awal dan resiko untuk mengenalkan teknologi baru ini.

Prospek untuk perkembangan aplikasi energi meningkat seiring dengan ditemukannya

bahan Superkonduktor Suhu Tinggi / High Temperatur Superconductor (HTS) pada

pertengahan tahun 80-an. Dengan suhu kritis di atas titik didih N2 (77 K). Para peneliti

berharap perlu lebih sedikit cryogen untuk pendinginan. Tetapi sayangnya, seperti semua

superkonduktor, kerapatan arus pada HTS menurun secara drastis dengan adanya kenaikan

temperatur. Sebagai tambahan, untuk mencapai rapat arus yang tinggi pada bahan HTS perlu

proses yang kompleks (YBCO) atau material pelapis yang mahal (BSCCO).

Penelitian ini bertujuan untuk menyiapkan gelas BSCCO dengan cara reaksi benda

padat secara konvensional, PIT dan teknik melt quenching untuk aplikasi yang berbeda.

Page 2: zat padat 2

1.2 Superkonduktor

Superkonduktor adalah material yang dapat menghilangkan semua resistansi

(hambatan) pada aliran arus listrik yang didinginkan di bawah suhu tertentu, yang disebut

temperatur kritis atau temperatur transisi. Di atas temperatur ini biasanya ada sedikit atau

tidak ada indikasi bahwa material itu adalah superkonduktor. Di bawah temperatur kritis,

kondisi superkonduktor tidak hanya mencapai hambatan nol, juga mengalami gangguan sifat

magnet dan sifat listrik.

Dua sifat penting yang mendasar dari superkonduktor adalah

- Transisi dari resistivitas berhingga ρn pada kondisi normal di atas suhu transisi

superkonduksi Tc menjadiρ=0 . Contoh : Konduktivitas DC, σ=∞, pada saat di bawah Tc.

- Perubahan susceptibilitas magnetik χ dari nilai paramagnetik kecil di atas Tc ke χ=−1.

Contoh diamagnetis sempurna di bawah Tc.

Aspek ini akan diilustrasikan pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Karakteristik sebuah superkonduktor

(a) Gambar menunjukkan penurunan resistivitas menuju ρnol pada suhu Tc dibandingkan

dengan bahan yang bukan superkonduktor.

(b) Gambar menunjukkan penurunan susceptibilitas ke nilai diamagnetik ideal yaitu χ=−1

pada suhu di bawah Tc. Permulaan respon diamagnetik berkaitan dengan titik dimana ρ

Page 3: zat padat 2

mendekati nol pada temperatur axis. Gambar ini juga mengindikasikan bahwa χ adalah

bernilai postif dan ada sedikit di tas Tc.

1.3 Jenis-jenis Superkonduktor

Pada tahun 1933 sifat lain dari superkonduktor ditemukan secara eksperimen oleh W.

Meissner dan R. Ochsenfeld, mereka menemukan bahwa superkonduktor memiliki

kecenderungan untuk menghilangkan medan magnet. Bahan superkonduktor mempunyai

kemampuan untuk berada pada kondisi normal ataupun kondisi superkonduktor, tergantung

pada medan magnet eksternal yang dikenakan padanya. Jika kita menambah medan magnet

melebihi suatu nilai kritis tertentu Hc atau Hcl, yang berbeda-beda untuk material tiap

material, maka efek Meissner akan turun, ( fluks akan memasuki material). Maka

berdasarkan fenomena ini, superkonduktor dibedakan menjadi dua kategori.

1.3.1 Superkonduktor Tipe I

Superkonduktor jenis ini dapat berubah secara tiba-tiba dari kondisi Meissner ke full

penetration of magnetic flux, pada kondisi normal, pada medan kritis tertentu Hc. Contoh

bahan ini adalah Hg, Al, Sn. Pada Gambar 1.2a ditunjukkan bagaimana perilaku

superkonduktor jenis ini.

1.3.2 Superkonduktor Tipe II

Superkonduktor jenis ini dapat berubaha dari kondisi Meissner ke kondisi partial

penetration of magnetic flux, kondisi campurannya, pada medan kritis Hcl. Maka seterusnya

bahan ini akan mengalami full flux penetration, kondisi normal pada medan magnet sebesar

Hc2. Contohnya adalah Nb3Sn, NbTi dan semua Tc cuprates tinggi. Dijelaskan pada gambar

1.2b

Page 4: zat padat 2

Gambar 1. 2 Tipe Superkonduktor

1.4 Bahan Superkonduksi

Setelah penemuan awal tentang superkonduktivitas Hg. Empat puluh tahun berlalu

sebelum penemuan superkonduktor organik pada tahun 1970-an. Dan dekade berikutnya

sepurconducting cupartes ditemukan pada tahun 1986. Ada perkembangan dari sangat

sederhana menjadi cukup kompleks. Selama periode tahun 1973, banyak bahan logam

ditemukan dan mempunyai temperatur transisi superkonduksi lebih dari 23.2 K. Saat ini,

bahan-bahan ini disebut Low-Temperature Superconductors (LTSs). Pada tahun 1986,

bahan-bahan oksida diperkenalkan oleh J.G. Benorz dan K.A. Muller menjadi bahan

superkonduktor dengan suhu Tc mencapai 35 K. Lalu dengan cepat diikuti pada tahun 1987

dengan material yang memiliki Tc sekitar 90 K. Lalu nitrogen cair yang lebih murah dan

tersedia dengan mudah dapat dijadikan pendingin, karena mendidih pada suhu 77 K pada

permukaan laut. Bahan dengan Tc di atas 23 K disebut dengan bahan High Temperature

Superconductors (HTSs).

1.4.1 Bahan Superkonduktor Low-Tc Superconductors

Setelah ditemukannya superkonduktivitas pada Hg, diikuti oleh Sn dan Pb. Bahan-

bahan ini mengalami perubahan Tc dari 4 K menjadi 7 K. Dengan ditemukannya efek

Meissner, beberapa bahan ditambahkan pada table periodic. Meissner, seperti yang lain,

mempelajari tentang transisi bahan dengan titik leleh yang tinggi yang disebut “hard” metal.

Penemuan superkonduktor diumumkan pada tahun 1928, tantalum dengan Tc = 4.4 K,

thorium pada tahun 1929 dengan Tc = 1.4 K dan niobium pada tahun 1930 dengan Tc = 9.2

Page 5: zat padat 2

K. Setelah itu ditemukan bahan-bahan dengan Tc yang lebih tinggi. Tabel menunjukkan

bahan dengan Tc superkonduksi yang sudah diketahui. Superkonduktor tidak ditemukan pada

senyawa magnetic maupun pada logam mulia atau tembaga.

Hal ini menunjukkan bahwa superkonduktivitas tidak ada pada kemagnetan dan

logam dengan konduktivitas elektrik tertinggi. Kedua aturan ini akan lebih dimengerti pada

teori BCS, kemagnetan memecah pasangan tembaga dan menyebabkan dampak yang

merusak dan konduktivitas listrik yang baik ada karena mekanisme electron-phonon yang

lemah ( interaksi phonon, sifat yang dapat mengurangi efek elektron ).

Pada keadaan murni, bahan-bahan pada table periodic dapat digunakan untuk

penelitian tentang superkonduktivitas. Namun, tidak satupun bahan murni ini dapat

berkontribusi untuk penggunaan superkonduktivitas pada skala besar, seperti kawat, kabel

untuk magnet. Namun, untuk skala kecil Pb dan Nb sudah digunakan untuk pengembangan

teknologi Josephson. Untuk SQUIDs ( Superconducting quantum interference devices )

niobium adalah bahan yang paling baik dan lebih banyak digunakan untuk aplikasi Tc yang

rendah.

Gambar 1.3 Tabel periodic bahan superkonduksi

Pengembangan tentang superkonduktor terus dilakukan terutama pada peningkatan

nilai Tc. Sejarah perkembangan Tc ditunjukkan pada Gambar 1.4

Page 6: zat padat 2

Gambar 1.4 Sejarah perkembangan penemuan temperature kritis ( Tc )

1.4.2 Superkonduktor Suhu Tinggi

Meluasnya penelitian tentang superkonduktor suhu tinggi dimulai saat ditemukannya

bahan LaBaCuO dengan Tc 36 K oleh Bednorz dan Muller. Superkonduktor ini memiliki

sifat yang membedakannya dengan superkonduktor dengan Tc yang rendah.

i. Bahan ini berlapis. Biasanya bertipe tetragonal atau orthorhombic ( mendekati

tetragonal) dan berisikan bidang Cu-O dengan rumus CuO2 pada arah c. Bidang ini

berisikan muatan pembawa yang menjadi tempat superkonduktivitas. Muatan

pembawa biasanya terlokalisasi pada bidang dan membuat kontak yang relative

lemah antar bidang. Karena alasan ini, biasanya bahan ini mempunyai sifat

anisotropic yang sangat tinggi, baik pada konduksi normal ataupun pada keadaan

superkonduksi, dengan konduksi yang kecil pada arah c.

ii. Densitas pembawanya relative kecil jika dibandingkan dengan bahan semi logam

seperti Bismuth. Ini artinya bahwa pembawa kurang terlindungi dibandingkan

dengan logam pada umumnya dan menyebabkan repulse Coulomb diantara mereka

menjadi semakin besar. Juga menyebabkan peningkatan penetration depth ‘λ’

Page 7: zat padat 2

iii. Semuanya memiliki panjang koherensi ( coherence lengths) yang sangat kecil,

biasanya 2 nm pada bidang CuO2 dan sebesar 0.3 nm pada arah c. Hal ini

menyebabkan beberapa konsekuensi. Menyebabkan kecacatan seperti

ketidakmurnian konsentrasi, grain boundaries dan surface rearrangements.

iv. Semua bahan sangat sensitif untuk pembawa doping dan hanya menjadi

superkonduksi untuk kisaran doping level tertentu, biasanya memerlukan komposisi

non-stoichiometric.

v. Semua bahan superkonduktor Tc tinggi mempunyai nilai RH positif, koefisien Hall

menunjukkan ketergantungan anomaly suhu pada sebagian besar bahan Tc tinggi

dengan suhu di atas Tc. Kenaikan nilai RH menyebabkan penurunan kerapatan

pembawa dengan adanya kenaikan suhu.

1.5 Kronologis Perkembangan Superkonduktor

Fenomena resistansi nol pada suhu cryogenic rendah ditemukan pada tahun

1911 oleh Prof. H.K. Onnes di Belanda pada penelitian tentang sifat suhu rendah logam dan

hal ini berlanjut menjadi penemuan dan aplikasi teknologi yang menarik. Penelitian di

laboratorium Laiden dilakukan oleh asisten dan siwa Onnes dengan tahapan yang sangat

systematic. Emas ditemukan mempunyai resistansi yang kecil dan tidak terukur pada kisaran

cairan Helium, tetapi mercury adalah bahan yang pertama kali ditemukan dengan suhu

superkonduksi mendekati 4 K. Sifat khusunya adalah penurunan tiba-tiba resistansi

berdasarkan magnitudo pada temperatur rendah seperti yang terlihat dibawah ini.

Gambar 1.5 Deksripsi pertama tentang superkonduktivitas. Onnes masih tidak yakin bahwa resistansinya

sebesar nol maka dia mengisinya angka 10-5 Ohm

Page 8: zat padat 2

Selanjutnya Timah dimasukkan dalam daftar. Onnes melupakan ide awal bahwa electron

akan membeku menjadi atom dan malah menduga bahwa electron bebas akan menjadi bebas

kembali sedangkan “ vibrators “ (atom) tidak akan bergerak.

Grup Leiden mengaharapkan adanya teknologi superkonduksi yang berkaitan dengan

kemagnetan, yang nilainya mencapai 10T. Tetapi mereka menemui kendala yang tak terduga,

yaitu batas tertinggi arus yang dapat mengalir pada resistansi nol pada kawat timah, yang saat

ini disebut dengan istilah critical current (arus kritis Ic). Masalah ini tidak dapat dihindari

hingga bertahun-tahun setelahnya, sampai akhirnya diperlukan superkonduktor jenis lain.

Tipe baru ini diberi nama Tipe-II lawan dari Tipe I untuk timah, timah dan konduktor yang

sama yang sudah dipelajari di Leiden. Setelah ditemukan, dipahami dan dikembangkan bahan

Tipe-II, maka kerapatan arus kritis ( critical current density ) dapat meningkat ke nilai yang

lebih tinggi. Sejak 1960an pada saat pengembangan superkonduktor dimulai, sampai saat ini

pada saat magnet superkonduktor biasanya digunakan di laboratorium maupun rumah sakit di

seluruh dunia. Dan teknologi SQUID yang luar biasa dikembangkan untuk mengukur medan

magnet yang kecil, sudah digunakan dalam banyak aplikasi dan menjanjikan adanya

penemuan yang baru dengan menggunakan superkonduktor baru maupun superkonduktor

lama.

Sifat magnetic superkonduktor menarik banyak perhatian peneliti pada tahu 1920an

dna 1930an. Pada tahun 1933 saat Meissner dan Oschenfeld menunjukkan bahwa untuk

medan magnet di bawah batas tertentu, fluks pada superkonduktor dihilangkan dan

menghasilkan keadaan termodinamik yang baru dan bukan konsekuensi dari konduktivitas

yang tak terbatas.

Gambar 1.6 Efek Meissner, sebuah magnet permanen yang kecil melayang di atas sebuah superkonduktor.

Fenomena ini dikenal dengan efek Meissner dan hal ini mengawali dilakukannya

penelitian tentang perlakukan termodinamik pada superkonduktivitas.

Page 9: zat padat 2

Pada tahun 1934, Fritz London mengusulkan adanya energy gap. Pada atom-atom

diamagnetic stabil ada gap yang lebar antara keadaan mula-mula (ground state) dan eksitasi

pertama ( the first ecxited state).

Pada tahun 1940, Heinz London memamerkan sebuah superconductor pada

gelombang micro dan mengamati absorpsi yang sedikit di bawah Tc. Hal ini

mengimplikasikan bahwa tidak ada keadaan eksitasi yang sesuai dengan energy gelombang

micro. Jadi ada gap antara electron superkonduksi dengan keadaan eksitasi pertama.

Pada tahun 1940-1950, Maxwell dan Reynolds mengamati efek isotop pada mercury.

Perubahan berat atom menyebabkan perubahan Tc. Hal ini memberi petunjuk awal tentang

perubahan masa yang mengubah frekuensi vibrasi kisi (phonons).

Pada tahun 1953, Brian Pippard menyatakan bahwa elektron-elektron menjadi

“Rigid” pada jarak sekitar 1000 Angstrom. Keadaan koheren ini disebut panjang koherensi (

coherence length ).

Pada tahun 1956, Leon Cooper menyatakan tentang pasangan electron superkonduksi.

Abrikosov melaporkan teorinya tentang sifat magnetic superkonduktor pada

pertemuan di Moskow tahu 1957. Pada tahun yang sama percobaan Schubnikow dari tahun

1930an juga dipublikasikan di Uni Soviet. Hasil ini menjadi bukti penting sifat magnetic

superkonduktor Type-II selama 2 dekade belakangan dan dapat membuktikan bahwa

superkonduktor dapat membawa kerapatan muatan yang besar dibandingkan bahan-bahan

sebelumnya yang dipelajari Onnes, Meissner dan lain-lain.

Tahun 1957 juga merupakan tahun dimana teori kuantum yang disebut teori BCS

dipublikasikan oleh Bardeen, Cooper dan Schrieffer, akhirnya menunjukkan sifat menarik

superkonduktor dari prinsip pertama. Perlu waktu 46 tahun dari waktu penemuannya.

Beberapa tahun kemudian, prediksi ajaib Josephson yang memperhitungkan sifat fisik dari

superkonduktor inhomogen diumumkan, lalu diikuti dengan verifikasi secara eksperimental

dan diaplikasikan secara beragam dalam perkembangannya.

Dalam 25 tahun superkonduktivitas berubah dari fenomena menarik di laboratorium,

yang diketahui hanya oleh fisikawan menjadi diketahui hampir seluruh dunia. Perkembangan

ini disebabkan oleh penemuan superkonduktor jenis baru yaitu superkonduktor Tc tinggi oleh

Page 10: zat padat 2

Bednorz dan Muller di laboratorium IBM di Ruschlikon dekat Zurich pada tahun 1986.

Penemuan ini masih diterapkan sampai saat ini, dengan prospek ekonomi yang sangat besar.

1.6 Teori Superkonduktor

Teori Superkonduksi Suhu Rendah / Low Temperatur Superconducting (LTS)

1.6.1 Efek Meissner

Pada saat superkonduktor diletakkan pada medan magnet H, medan hanya mempengaruhi

superkonduktor pada jarak pendek sebesar λ, yang disebut London penetration depth, setelah

medan ini mencapai nol. Maka disebut efek Meissner dan merupakan karakteristik

superkonduktivitas. Untuk sebagian besar superkonduktor, London penetration depth-nya

sekitar 100 nm. Efek Meissner kadangkala membingungkan jika dikaitkan dengan

diamagnetic pada konduktor listrik yang baik. Berdasarkan hukum Lenz, pada saat terjadi

perubahan medan magnet pada konduktor, akan memicu adanya arus listrik pada konduktor

yang menghasilkan medan magnet yang berlawanan. Pada konduktor yang baik, arus besar

yang berubah-ubah dapat terjadi dan medan magnet yang dihasilkan tentu dapat

menghilangkan medan yang bekerja padanya.

Efek Meissner dijelaskan oleh Fritz dan Heinz London, yang menunjukkan bahwa

energy bebas elektromagnetik pada sebuah superkonduktor ditunjukkan oleh persamaan

berikut “

∆2 H =λ−2 H

Dimana H adalah adalah medan magnet dan λ adalah London penetration depth. Rumus ini,

dikenal sebagai rumus London, dapat memperkirakan medan magnet pada sebuah

superkonduktor berkurang secara eksponensial dari suatu nilai.

Efek Meissner tidak terjadi pada saat medan magnet yang dikenakan terlalu besar.

Superkonduktor dapat dibagi menjadi dua kelas berdasarkan bagaimana terjadinya

breakdown. Pada superkonduktor Type I, superconduktivitas tiba-tiba hilang pada saat

kekuatan medan yang dikenakan naik di atas titik kritis Hc. Pada superkonduktor Type-II,

kenaikan medan yang dikenakan melewati Hc1 menyebabkan keadaan campuran yang mana

peningkatan jumlah fluks magnetic yang mengenai bahan, tetapi tidak ada resistansi pada

Page 11: zat padat 2

arus litrik asal arusnya tidak terlalu besar. Pada medan kritis kedua H c2, superkonduktivitas

akan hilang. Kondisi campuran disebabkan oleh vortice pada electronic superfluid, kadang

disebut fluxons karena fluks yang dibawa oleh vortice ini terkuantisasi. Sebagian besar

elemen superkonduktor murni (kecuali niobium, technetium, vanadium dan carbon

nanotubes) adalah Type I, sedangkan semua superkonduktor tidak murni dan campuran

adalah Type II.

1.6.2 Teori London

Efek Meissner membuktikan bahwa superkonduktivitas sebagai fase termodinamika

ekuilibrium yang berbeda-beda. London bersaudara berpendapat bahwa pada fase ini, jika

medan magnet eksternal dikenakan, system electron akan merespon secara karakteristik,

menghasilkan kerapatan arust listrik tertentu. Respon yang mereka hipotesakan membuktikan

teori Meissner dan konduktivitas tak terbatas.

1.6.3 Teori Ginzburg Landau

Teori Ginzber Landau adalah sebuah alternative dari teori London. Untuk tingkat tertentu

teori ini tidak sama dengan teori London, yang masih klasik, teori ini menggunakan

mekanika kuantum untuk memprediksi efek dari medan magnet. Asumsi pertama dari teori

Ginzberg Landau adalah sifat electron superkonduksi dapat dijelaskan dengan fungsi

gelombang efektif “effective wave function” ψ yang memili signifikansi sebesar |ψ|2 yang

sama dengan kerapatan electron superkonduksi.

Interpretasi m adalah massa efektif dan q adalah charge of particle dasar superkonduksi,

maka penetration depth dapat diungkapkan sebagai berikut,

λ (T )=√ m c2

4 π q2|ψ0|2

Dimana |ψ0|2 adalah nilai |ψ|2 di dalam superkonduktor ( nilai ekuilibrium ). Coherence

length berdasrkan teori Ginzberg Landau adalah,

ξ (T )=√ ℏ2

2 m|α(T )|

Page 12: zat padat 2

Dimana α (T ) adalah koefisien yang bergantung pada suhu pada deret ekspansi energy bebas.

Dekat dengan suhu transisi Tc, baik λ¿) maupun ξ (T ) bernilai sebesar (1− TT c )

12, sehingga

dikenalkan parameter Ginzberg Landau κ, dimana κ=λ(T )ξ (T )

. Ginzberg Landau mencirikan

superkonduktor Type-I yang memiliki κ< 1

√2 dan superkonduktor tipe II mempunyai κ> 1

√2.

1.6.4 Teori BCS

Pemahaman tentang superkonduktivitas diteliti lebih jauh pada tahun 1957 oleh tiga

fisikawan Amerika, John Bardeen, Leon Cooper dan John Schrieffer, melalui teori mereka

yang disebut teori BCS. Teori BCS menjelaskan superkonduktivitas pada suhu mendekati nol

mutlak. Cooper membuktikan bahwa kisi vibrasi atom secara langsung mempengaruhi arus.

Mereka memaksa electron untuk berpasangan dan dapat melewati semua penghambat yang

menimbulkan resistansi (hambatan) pada konduktor. Gabungan electron ini dikenal dengan

pasangan Cooper (Cooper pairs). Cooper dan teman-temannya tahu bahwa electron yang

normalnya saling tolak menolak, akan mengalami tarik menarik pada superkonduktor.

Jawaban dari masalah ini ditemukan pada phonon, paket gelombang bunyi yang ada pada kisi

yang bervibrasi. Walaupun vibrasi kisi ini tidak dapat didengar, perannya sebagai moderator

sangat diperlukan.

Berdasarkan teori ini, sebagai muatan negative, electron dilewati oleh muatan positif

ion pada superkonduktor, kisi akan membelok. Pada gilirannya menyebabakan Phonon

diemisikan yang membentuk muatan positif di sekitar electron. Gambar 1.7 dapat

menjelaskan gelombang pembelokan kisi karena tarik menarik elektron.

Page 13: zat padat 2

Gambar 1.7 Teori BCS

Sebelum electron dilewati dan sebelum kisi kembali ke posisi normal, electron kedua

ditarik ke trough (lembah). Proses ini melewati dua electron, yang seharusnya saling tolak

menolak satu sama lain, menjadi berkaitan.