kelir zine edisi 3

31

Upload: kelirzine

Post on 13-Sep-2015

41 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Dua ribu lima belas telah menginjak bulan keenam, lebih dari seribu hari setelahedisi kedua terbit. Sepertinya terlalu lama jeda yang kami dapati, datang danperginya manusia serta ratusan rencana yang tidak sedikit berujung menjadiwacana ikut meramaikan proses pembuatan Kelir edisi ketiga ini. Sebentar sayaduduk merenung, apa yang sebenarnya terjadi?

TRANSCRIPT

  • Cover oleh Godzali QodratullahLokasi: Danau Rerebe. Gayo Lues, Provinsi Aceh

    REDAKSIPimpinan RedaksiAyuk Tri Wahyuningsih

    EditorWawies Wisnu Wisdantio

    LayouterDiska Dewangga

    KontributorNugraha NandaTrisfarizki Nagiya RatuAyuk Tri WahyuningsihGhozali QodratullahAgung WidiBagus WijanarkoKendy Santiko

    Kontak RedaksiEmail : [email protected]+ : Kelir Zine

    Editorial

    Dua ribu lima belas telah menginjak bulan keenam, lebih dari seribu hari setelah edisi kedua terbit. Sepertinya terlalu lama jeda yang kami dapati, datang dan perginya manusia serta ratusan rencana yang tidak sedikit berujung menjadi wacana ikut meramaikan proses pembuatan Kelir edisi ketiga ini. Sebentar saya duduk merenung, apa yang sebenarnya terjadi? Sesulit inikah menerbitkan sebuah zine? Lantas mengapa tertunda begitu lama?

    Tidak mungkin lagi saya katakan disini bahwa kami baru saja mengawalinya. Ah, tentu ini adalah zine suka-suka, sebab itu saya kambing hitamkan saja kesibukan. Ya, kesibukan bisa menghentikan aktifitas apa saja termasuk bercengkrama. Teman-teman yang ikut bergabung disini terdiri dari banyak bidang, tidak gampang untuk mengumpulkan mereka ditengah jam terbang mereka yang begitu tinggi. Namun satu hal yang menjadi alasan kami masih berkumpul disini, yaitu berguru pada penanda waktu, sebab pengalaman bisa mengajarkan banyak hal.

    Di titik ini saya merasa bangga sebab masih bisa terlibat langsung dalam pembuatan. Bagi saya terbitnya edisi ketiga ini adalah pencapaian teman-teman yang luar biasa, energi baik yang memberikan spirit positif. Pas, seperti suara Tropical Gankster Pure Saturday dalam lagu Desire. Seperti tak ada bilangan asing yang dilalui arah putaran jarum jam. Seperti tak ada huruf yang luput untuk disampaikan. Teman-teman dengan kemampuannya masing-masing bercerita menurut proposisinya kemudian melahirkan sebuah bentuk, hal yang patut mendapat apresiasi.

    Agar energi baik ini bisa terus kita dapati. Selamat menikmati, tak ada kapasitas disini. Kami berbagi, semoga dapat menginspirasi.

  • Contents

    Contents ContentsKewajiban para jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, sehingga masyarakat bisa memper-oleh informasi yang mereka butuhkan untuk berdaulat. Bentuk kebenaran jurnalistik yang ingin dicapai ini bukan sekadar akurasi, namun merupakan bentuk kebenaran yang praktis dan fungsional. Ini bukan kebenaran mutlak atau filosofis. Tetapi, merupakan suatu proses menyor-tir (sorting-out) yang berkembang antara cerita awal, dan interaksi antara publik, sumber ber-ita (newsmaker), dan jurnalis dalam waktu tertentu. Prinsip pertama jurnalismepengejaran kebenaran, yang tanpa dilandasi kepentingan tertentu (disinterested pursuit of truth)adalah yang paling membedakannya dari bentuk komunikasi lain.

    Contoh kebenaran fungsional, misalnya, polisi menangkap tersangka koruptor berdasarkan fak-ta yang diperoleh. Lalu kejaksaan membuat tuntutan dan tersangka itu diadili. Sesudah proses pengadilan, hakim memvonis, tersangka itu bersalah atau tidak-bersalah. Apakah si tersangka yang divonis itu mutlak bersalah atau mutlak tidak-bersalah? Kita memang tak bisa mencapai suatu kebenaran mutlak. Tetapi masyarakat kita, dalam konteks sosial yang ada, menerima proses pengadilan serta vonis bersalah atau tidak-bersalah-- tersebut, karena memang hal itu diperlukan dan bisa dipraktikkan. Jurnalisme juga bekerja seperti itu.

    Kewajiban para jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, sehingga masyarakat bisa memper-oleh informasi yang mereka butuhkan untuk berdaulat. Bentuk kebenaran jurnalistik yang ingin dicapai ini bukan sekadar akurasi, namun merupakan bentuk kebenaran yang praktis dan fungsional. Ini bukan kebenaran mutlak atau filosofis. Tetapi, merupakan suatu proses menyor-tir (sorting-out) yang berkembang antara cerita awal, dan interaksi antara publik, sumber ber-ita (newsmaker), dan jurnalis dalam waktu tertentu. Prinsip pertama jurnalismepengejaran kebenaran, yang tanpa dilandasi kepentingan tertentu (disinterested pursuit of truth)adalah yang paling membedakannya dari bentuk komunikasi lain.

    Contoh kebenaran fungsional, misalnya, polisi menangkap tersangka koruptor berdasarkan fak-ta yang diperoleh. Lalu kejaksaan membuat tuntutan dan tersangka itu diadili. Sesudah proses pengadilan, hakim memvonis, tersangka itu bersalah atau tidak-bersalah. Apakah si tersangka yang divonis itu mutlak bersalah atau mutlak tidak-bersalah? Kita memang tak bisa mencapai suatu kebenaran mutlak. Tetapi masyarakat kita, dalam konteks sosial yang ada, menerima proses pengadilan serta vonis bersalah atau tidak-bersalah-- tersebut, karena memang hal itu diperlukan dan bisa dipraktikkan. Jurnalisme juga bekerja seperti itu.

    Kewajiban para jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk berdaulat. Bentuk kebenaran jurnalistik yang

    ingin dicapai ini bukan sekadar akurasi, namun merupakan ben-tuk kebenaran yang praktis dan fungsional. Ini bukan kebenaran mutlak atau filosofis. Tetapi, merupakan suatu proses menyortir (sorting-out) yang berkembang antara cerita awal, dan interaksi

    antara publik, sumber berita (newsmaker), dan jurnalis dalam waktu tertentu. Prinsip pertama jurnalismepengejaran kebe-

    naran, yang tanpa dilandasi kepentingan tertentu (disinterested pursuit of truth)adalah yang paling membedakannya dari

    bentuk komunikasi lain.

    Contoh kebenaran fungsional, misalnya, polisi menangkap tersangka koruptor berdasarkan fakta yang diperoleh. Lalu

    kejaksaan membuat tuntutan dan tersangka itu diadili. Sesu-dah proses pengadilan, hakim memvonis, tersangka itu bersa-

    lah atau tidak-bersalah. Apakah si tersangka yang divonis itu mutlak bersalah atau mutlak tidak-bersalah? Kita memang tak

    bisa mencapai suatu kebenaran mutlak. Tetapi masyarakat kita, dalam konteks sosial yang ada, menerima proses pengadilan serta vonis bersalah atau tidak-bersalah-- tersebut, karena

    memang hal itu diperlukan dan bisa dipraktikkan. Jurnalisme juga bekerja seperti itu. Kewajiban para jurnalis adalah menyampaikan kebenaran,

    sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk berdaulat. Bentuk kebenaran jurnalistik yang

    ingin dicapai ini bukan sekadar akurasi, namun merupakan ben-tuk kebenaran yang praktis dan fungsional. Ini bukan kebenaran mutlak atau filosofis. Tetapi, merupakan suatu proses menyortir (sorting-out) yang berkembang antara cerita awal, dan interaksi

    antara publik, sumber berita (newsmaker), dan jurnalis dalam waktu tertentu. Prinsip pertama jurnalismepengejaran kebe-

    naran, yang tanpa dilandasi kepentingan tertentu (disinterested pursuit of truth)adalah yang paling membedakannya dari

    bentuk komunikasi lain.

    Contoh kebenaran fungsional, misalnya, polisi menangkap tersangka koruptor berdasarkan fakta yang diperoleh. Lalu

    kejaksaan membuat tuntutan dan tersangka itu diadili. Sesu-dah proses pengadilan, hakim memvonis, tersangka itu bersa-

    lah atau tidak-bersalah. Apakah si tersangka yang divonis itu mutlak bersalah atau mutlak tidak-bersalah? Kita memang tak

    bisa mencapai suatu kebenaran mutlak. Tetapi masyarakat kita, dalam konteks sosial yang ada, menerima proses pengadilan serta vonis bersalah atau tidak-bersalah-- tersebut, karena

    memang hal itu diperlukan dan bisa dipraktikkan. Jurnalisme juga bekerja seperti itu.

    TradisiLombanCerita DibalikSelimut Kabut MerbabuMain

    Report

    Art & Inspiration

    Photo Story

    History / Culture

    Review & Personal Experience

    Notes Traveler0612

    Pasang SurutKuliKopi

    KembangWaru

    52

    38

    DanauRerebe28

    Hidup YangBerguna (Kelir)22

    12 TipsMemotret Landscape46

  • TRADISI LOMBANFoto & Teks oleh Nugraha Nanda

    Awalnya, Lomban menjadi sarana untuk bersilahturahmi para nelayan dan keluarga. Kini, festival tradisional itu telah dikembangkan menjadi

    agenda wisata tahunan oleh Pemerintah Kabupaten Batang.

    Lomban, sebutan yang populer bagi wong Batang untuk menceritakan sebuah tradisi lomba dayung tradisional. Secara turun temurun, masyarakat Kabupaten Batang menyelenggarakannya di sungai Klidang Desa Klidang Lor Kecamatan Batang. Sebelum dimulai, terlebih dahulu diawali dengan pawai yang dilakukan para peserta Lomban yang berjalan dari Desa Klidang Lor menuju Rumah Dinas Bupati Batang dengan maksud untuk mohon doa restu. Jumlah orang dalam satu regu Lomban ini terdiri 17 orang, yaitu 16 orang pendayung dan 1 orang sebagai juru mudi. Untuk pelaksanaannya sendiri, biasanya dimulai semenjak pagi hingga sore dan diadakan pada satu hingga tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri.

    History / Culture History / Culture

    6Kelir Zine 7 Juli 2015| |

  • History / Culture History / Culture

    8Kelir Zine 9 Juli 2015| |

  • Menurut cerita masyarakat kota Batang, tradisi Lomban tidak bisa dipisahkan dari legenda tokoh bernama Bahurekso yang sudah tidak asing bagi masyarakat pesisir seperti di kota Kendal, Batang, dan kota Pekalongan. Pada zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, Bahurekso mendapatkan tugas membuka Alas Roban untuk dijadikan lahan pertanian karena untuk mencukupi persediaan makanan bagi para prajurit Mataram yang saat itu akan mengadakan penyerangan ke Batavia. Dalam tugas itu banyak para pekerja yang sakit dan mati karena konon diganggu oleh makhluk halus penunggu Alas Roban. Namun berkat kesaktian Bahurekso akhirnya para penunggu yang dipimpin oleh Dadungawuk dapat dikalahkan. Setelah tugas itu selesai kemudian Bahurekso diperintahkan untuk membuat pengairan untuk lahan yang telah dibuka tersebut. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak luput dari gangguan makhluk halus penunggu

    tempat itu. Saat bendungan telah selesai dibuat untuk menaikkan air dari Lojahan yang sekarang bernama Sungai Kramat, bangunan itu sering jebol karena dirusak makhluk halus yang dipimpin oleh Raja Uling. Sampai akhirnya Bahurekso dapat mengalahkan Raja Uling, dengan demikian gangguan terhadap bendungan sudah tidak ada lagi. Tetapi masih ada hambatan dari batang kayu (Watang) yang melintang menghalangi aliran air. Walaupun berpuluh-puluh orang mencoba mengangkat kayu tersebut tetap tidak berhasil. Hingga akhirnya Bahurekso dengan kesaktiannya dapat mengangkat kayu tersebut. Hanya diperlukan sekali embat, Watang itu langsung patah. Peristiwa itulah yang menjadi cikal bakal nama Batang, serta merupakan sejarah aliran Sungai Kramat yang mengalir sampai Sungai Klidang tempat diadakannya Lomban. Awalnya, Lomban menjadi sarana untuk bersilahturahmi para nelayan dan keluarga. Kini, festival tradisional itu telah

    dikembangkan menjadi agenda wisata tahunan oleh Pemerintah Kabupaten Batang. Pengunjungnya pun sekarang ini tak hanya wisatawan lokal saja, tetapi juga datang dari beberapa kota lain. Bahkan, antusiasme terlihat dari jumlah peserta Lomban yang mencapai ratusan. Para pengunjung pun tak kalah. Pinggiran sungai penuh dipadati penonton yang riuh menggemakan sorak-sorai untuk mendukung klub dayung jagoannya beraksi hingga mencapai garis finish. Hadiah yang diperebutkan pun tak sedikit sehinga membuat para peserta Lomban ini semakin bersemangat untuk menjadi pemenangnya. Sebagai salah satu tradisi dan budaya bahari bagi masyarakat Kabupaten Batang khususnya para warga nelayan. Lomba Dayung Tradisional tetap harus dijaga keberadaannya sebagai salah satu tradisi budaya yang juga merupakan wadah untuk menjalin tali silahturahmi masyarakat Kabupaten Batang.

    History / Culture

    11 Juli 2015|

    History / Culture

    10Kelir Zine |

  • Cerita Di BalikSelimut kaBut merBaBu

    Foto & Teks oleh Trisfarizki Nagiya Ratu

    Yaaaa.. anggap saja ini usaha remedialku untuk mendaki Merbabu hingga mencapai puncak. Tepat pukul 17.00 WIB kami memacu kuda bermesin melewati jalan Magelang. Jalanan sangat ramai. Rombonganku terdiri dari 7 orang, yaitu aku, Ayu, Dinda, Rini, Mas Riski, Mas Dani, dan Mas Iyok. Dengan membawa 4 motor dan saling berboncengan, terkecuali mas Riski yang motornya sudah penuh dengan carrier berisi tenda, matras, dan sleeping bag. Pendakian Merbabu kali ini, kami memutuskan untuk melalui jalur pendakian Selo, Boyolali. Sepanjang memasuki jalan ke desa wisata Selo dan melewati kaki gunung, hawa terasa sangat dingin. Sungguh, pada saat itu aku tidak bisa membayangkan betapa dinginnya hawa di lereng gunung tersebut.Terus melaju menyusuri liak-liuk lenggok perbukitan. Melawan rasa kantuk untuk

    Untuk menjamah keelokannya, ada 4 jalur resmi yang menjadi jalur pendakian gunung ini. Diantaranya adalah jalur Thekelan, Cunthel, Wekas, dan Selo

    Sebuah cerita yang jauh dari apa yang kubayangkan. Cerita yang mencoba menguak sisi lain Merbabu. Sisi alam, humaniora, beserta tingkah lakunya yang terekam dalam memori otak melalui panca indera. Terlihat dari tanah dimana tepat kami berpijak, kabut menutupi separuh badan gunung, gelap tertutup mendung yang tebal menghitam. Desir angin kencang bersama titik-titik uap air yang disertai gemuruh membuat suasana menjadi mencekam. Menggetarkan hati dan sempat menurunkan asa untuk berangan-angan menjamah keelokan dibaliknya. Dibalik lamunanku sore ini, akupun tersadar dan kembali membuka album foto penghujung bulan Februari.. Weekend itu tepat di hari Jumat tanggal 20 Februari 2015. Aku beserta rombonganku bergegas meninggalkan Jogja untuk memulai pendakian ke Gunung Merbabu. Gunung yang terletak di Jawa Tengah dengan ketinggian puncaknya mencapai 3142 mdpl. Gunung Merbabu berasal dari kata meru yang berarti gunung dan babu yang berarti wanita. Telah termahsyur keelokannya, bak wanita yang memiliki paras cantik dan membuat semua orang tidak pernah puas untuk memandanginya, ya seperti itulah gambaran gunung Merbabu. Untuk menjamah keelokannya, ada 4 jalur resmi yang menjadi jalur pendakian gunung ini. Diantaranya adalah jalur Thekelan, Cunthel, Wekas, dan Selo. Setelah melakukan briefing sehari sebelumnya untuk mempersiapkan segala keperluan pendakian, mulai dari alat-alat yang perlu disewa seperti tenda/dome, sleeping bag, matras, head lamp serta keperluan pribadi seperti jaket, sepatu, kaos kaki, sarung tangan, masker dll pun tidak lupa barang logistik seperti air mineral, makanan ringan/snack, mie instan, beras, tempe,serta obat-obatan pribadi. Semua harus terencana dengan matang karena safety merupakan prioritas utama kami, selain itu trip kali ini merupakan perjalanan kedua kaliku ke Gunung Merbabu. First tripku yaitu mendaki Merbabu Via Wekas dan rupanya Tuhan belum mengizinkanku untuk mencapai puncak tertingginya.

    Notes Traveler

    13 Juli 2015|

    Notes Traveler

    12Kelir Zine |

  • mengendarai sepeda motor dan berjalan diantara dua gunung yang melegenda di Jawa Tengah, yaitu Merapi dan Merbabu. Gunung yang berdampingan dengan ciri khas tersendiri. Merapi dengan puncaknya yang runcing, medan berpasir, dan hawa yang gersang. Sedangkan Merbabu dengan puncaknya yang tumpul,padang sabana, hijau rerumputan, hutan, ilalang, ladang Edelweis serta berbagai vegetasi gunung lainnya yang membuat gunung ini nampak asri. Keduanya terpisah oleh lembah, yang terisi oleh banyak material vulkanik. Didalamnya hidup berbagai kalangan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil alam. Tanahnya yang subur digunakan oleh penduduk sekitar untuk mencari penghidupan, sumber mata pencaharian dari sektor pertanian dan perkebunan.Serta sumber air alami yang digunakan sebagai mata air kehidupan. Alhasil perjalanan memakan waktu 4 jam untuk sampai di basecamp. Kamipun langsung memarkirkan motor dan merehatkan badan sejenak untuk bersiap-siap memulai pendakian. Tak lupa kewajiban pertama kali bagi semua pendaki yaitu harus melakukan registrasi. Per orang dikenakan biaya Rp.15.000.Registrasi pada saat akan mendaki itu penting. Mengapa? Karena data yang berisi jumlah dan nama masing-masing orang dalam satu rombongan pada saat regist akan sangat membantu dalam proses pencarian apabila ada salah satu atau beberapa pendaki dalam rombongan tersebut yang hilang, tersesat atau jatuh ke jurang/kawah. Setelah selesai melakukan proses registrasi, kami berniat untuk mengisi perut dan melepaskan dahaga setelah 4 jam berpacu melawan

    debu, kepulan asap truk-truk gandeng dan mobil pribadi yang tak terhitung dijalanan. Setelah semua dirasa siap, mulai dari fisik, mental, dan pikiran, tepat pukul 22.15 WIB kami memulai pendakian. Didepan gapura pendakian, doa kami panjatkan agar senantiasa terjaga hingga sampai tujuan dan pulang kembali dengan selamat. Gunung Merbabu seolah memberi semangat tersendiri bagi kita para pendaki untuk sekedar menggoreskan jejak telapak kaki hingga mengukir kenangan indah disana. Melewati jalanan yang landai, kanan kiri dipenuhi hutan cemara, hutan mahoni dan ilalang yang cukup membuktikan bahwa gunung ini asri. Vegetasi yang masih sangat alami, serta keanekaragaman hayati makhluk hidup sertabauran keindahan langit yang dihiasi bulan sangat memukau bagi siapapun yang cermat mengamatinya. Sesekali kicauan merdu burung-burung terdengar. Berwarna biru tua mengkilap dan hitam. Dan eksistensinya hilang saat mendengar derapan langkah kaki dan suara dari para pendaki yang sedang berjalan didekatnya.Namun kami juga harus tetap berhati-hati, karena ancaman medan sisi kanan jurang dan sisi kiri tebing yang sangat curam. Aku bukanlah seorang pendaki senior yang banyak mempunyai

    Saat itu juga Ketua rombongan kami, yaitu Mas Riski yang notabene dedengkotnya gunung menyarankan untuk tidak melakukan summit attackpengalaman, sehingga setiap 15 menit sekali aku meminta break kepada rombonganku untuk sekedar m e n g h i l a n g k a n dahaga dan penat saat pendakian. Tepat di POS I Dok Malang, rombonganku beristirahat, sesekali kami saling bercanda dan memberikan semangat untuk terus berjuang mencapai puncak. Saat itu juga Ketua rombongan kami, yaitu Mas Riski yang notabene dedengkotnya gunung menyarankan untuk tidak melakukan summit attack malam ini juga. Dia memberi saran untuk mendirikan tenda di camping ground POS III. Yaa, semua tidak bisa dipaksakan, melihat rombongan cewek yang mulai kelelahan dan mengantuk, akhirnya saran darinya deal diterima. Setelah isitirahat dirasa cukup kami melanjutkan pendakian. Menuju ke POS II Pandean, trek yang harus kami lewati mulai menanjak dan terjal, serta kanan kirinya masih didominasi hutan yang lebat. Kemudian diikuti dataran dengan pohon yang mulai berjarak dan banyak dijumpai semak-semak belukar. Hutan mulai habis, tinggallah lembah cukup luas diapit oleh sabana-

    sabana dengan banyak bunga Edelweis disekelilingnya, vegetasi paling dilindungi di gunung karena pertumbuhannya yang sangat lambat. Mulai nampak lembah yang sering digunakan oleh para penikmat alam sebagai tempat mendirikan permukiman. Pemberhentian sekaligus awal dari penderitaan. Sayang, tidak ada sumber mata air serta hanya terdapatsedikit batu sebagai pemecah angin sehingga membuat hawa terasa sangat dingin. Yaa.. kami telah sampai di POS III Batu Tulis. Disaat Mas Riski, Mas Iyok, dan Mas Dani sibuk mendirikan tenda, kami para rombongancewek langsung terkapar diatas rerumputan. Diantara pohon Edelweislah kami berlindung dari terpaan angin yang sangat kencang dan dingin yang menusuk tulang. Setelah tenda selesai didirikan, rombongan cewek masuk ke tenda berkapasitas 6 orang sambil memakai kantong tidur sebagai selimut sekaligus alas tidur. Malam itu langit tampak cerah,

    Notes Traveler Notes Traveler

    14Kelir Zine 15 Juli 2015| |

  • cahaya remang-remang rembulan yang menyelinap melalui setiap lubang tenda terasa sedikit memberi kehangatan. Dan kamipun mulai tertidur.... Plok Plok Plok.... terdengar tepukan tangan dan suara kerumunan dari pendaki lain diluar tenda, matapun mulai terbuka. Rupanya tidur 3 jam ini cukup menghilangkan penat ditubuh. Woy bangun woy! sunrise bagus banget nih. Kalian bakal nyesel kalo nggak bangun sekarang.. teriak salah satu lelaki diluar tenda. Rupanya Mas Riski yang mencoba membangunkan rombongan cewek. Kulihat jam tanganku, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 05.30 WIB. Karena di dalam tenda akulah orang yang pertama kali bangun, jadi terpaksa aku juga yang harus membangunkan teman-teman cewek yang lain. Ayu dan Rini adalah manusia paling susah dibangunkan yang pernah aku temui. Mungkin makna sebuah kesia-siaan dalam arti sempitadalah membangunkan mereka di jam segitu. Alhasil hanya aku, Dinda, Mas Dani, mas Riski yang bangun dan sesekali kami mengabadikan moment dengan meng-capturesemburat cahaya yang terbit di ufuk Timur, kokohnya gunung Merapi yang serasa menantang untuk didaki serta

    hamparan samudera awan yang sangat dekat,menggantung lebih rendah dari tempat kami berpijak. Sungguh indah ciptaanMu Tuhan... Selepas itu, kami membuat sarapan, mengisi tenaga untuk persiapan summit attack. Kami membuat nasi, memasak mie goreng, menggoreng tempe dan telur. Jam tepat menunjukkan pukul 09.00 WIB, ketika kami memutuskan untuk memulai summit attack. Dengan perbekalan secukupnya, kami hanya membawa barang yang sekiranya perlu saja seperti head lamp, air mineral, makanan ringan, dan roti. Perjalananpun dimulai..Segala jerih payah perjuangan selama pendakian tertebus kala puncak Kenteng Songo sudah tergapai. Rasanya bercampur aduk, yang pasti kami rasa adalah lega, bangga, dan ceria. Perjalanan dari POS III menuju sabana 1 lebih ekstrim dibandingkan menaiki anak tangga. Bahaya sesekali mengancam siapapun yang terlena. Satu,dua,tiga bukit terjal menghadang. Berdebu. Tanah pijakan dapat longsor karena susunan tanah yang rapuh. Akhirnya kita sampai di pos pemberhentian Sabana 1. Melepas

    penat dan dahaga selama 10 menit, kami kembali melanjutkan summit attack dengan mulai mendaki bukit menuju sabana 2. Panas matahari yang menyengat kulit terasa sangat panas, tepat disiang hari itu langit sangat cerah. Seolah-olah merestui perjalanan kami untuk lebih dekat dengannya. Sabana 2 yang tak lain adalah POS V dan merupakan pos terakhir gunung Merbabu tepat berada dibalik bukit di depan kami. Merayap seperti cicak menuju puncak bukit. Sesekali kami berbalik badan memandangi gunung Merapi yang tingginya mulai sepadan dengan kami, begitu kokohnya berdiri

    menentang Merbabu. Akhirnya dengan perjuangan yang cukup keras, kami sampai di sabana 2. Dua personil rombongan kami, yaitu Dinda dan Mas Iyok memutuskan untuk tidak ikut menuju puncak. Alhasil mereka mendaki hanya sampai sabana 2. Tinggallah, 5 orang yang memutuskan melanjutkan summit attack. Berdasarkan info pendaki yang pernah kubaca, jarak tempuh dari sabana 2 menuju puncak Merbabu tidaklah lama, hanya memakan waktu 45 menit. Namun apadaya, ekspektasi memang selalu berbanding terbalik dengan realita. Karena faktor fisik

    yang mulai menurun, serta mental yang mulai menciut melihat trek menuju puncak sangat curam, perjalanan dari sabana 2 ke puncak memakan waktu 2 jam. Yeah, semua terbayar lunas, aku berhasil memperbaiki remedialku. Segala jerih payah perjuangan

    selama pendakian tertebus kala puncak Kenteng Songo sudah tergapai. Rasanya bercampur aduk, yang pasti kami rasa adalah lega, bangga, dan ceria. Angin yang berhembus begitu kencang, kabut yang mulai naik tidak menyurutkan kebanggaan atas keberhasilan kami mencapai puncak ini. Kami terus mengucapkan rasa syukur dalam lantunan doa di puncak terindah Jawa Tengah ini. Sungguh kutemukan arti perjuangan melalui pendakian kali ini. Di puncak Kenteng Songo terdapat batu berlobang yang dikeramatkan masyarakat. Di mata ini melihatnya sejumlah 4 buah batu berlubang yang biasa disebut batu kenteng itu, namun konon untuk orang-orang tertentu dan memiliki jiwa bersih dapat melihatnya sebanyak 9 buah atau dalam aksara jawa disebut Songo (Sembilan). Dari puncak Kenteng Songo kami dapat memandang Gunung Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat,nampak dekat sekali. Ke arah barat, nampak Gunung Sumbing dan Sindoro yang sangat indah dan ingin dijamah. Lebih dekat lagi tampak Gunung Telomoyo dan Gunung Ungaran. Dari kejauhan arah timur nampak Gunung Lawu dengan puncaknya yang memanjang. Sambil berpose, mengabadikan kenangan

    Notes Traveler Notes Traveler

    16Kelir Zine 17 Juli 2015| |

  • yang kami ukir berlima, membekukan momen demi momen yang kami lihat. Mengambil foto di puncak, memotret segala aktivitas gunung beserta manusia yang berada diatasnya. Menelaah apapun yang belum kami ketahui. Kabut yang mulai naik ke puncak membuat hawa terasa semakin dingin, tangan yang mulai mati, jembabdan menggembung serta warna kulit telinga yang mulai membiru membuat kami tidak bisa berlama-lama menikmatinya. Setelah dirasa cukup berada dipuncak, tepat pukul 15.30 WIB kami memulai perjalanan turun. Turun diantara debu yang licin dan beterbangan menyesakkan pernafasan, memerahkan mata, dan membuat mulut kering. Sang mentari mulai beranjak turun menujuufuk barat. Benar-benar cobaan, fisik dan mental begitu diuji. Ketika kaki terasa tak kuat lagi menahan tubuh yang semakin berat, tinggallah jiwa yang mampu menguatkan langkah kaki kami. Hanyalah kobaran semangat yang mampu membangkitkan semangat kami, pun secercah kerinduan akan rumah beserta orang terkasih didalamnya membuat kami pantang menyerah melawan ketakutan

    dalam diri. Perjalanan turun dari puncak menuju camping ground di POS III memakan waktu 4 jam. Sesampainya di camping ground, Mas Iyok dan Dinda telah menyiapkan hidangan makan malam dan api unggun untuk menghangatkan badan. Lelah, lapar, hausterbayarkan sudah oleh alunan gitar dari pendaki lain, kamipun ikut menikmatinya sambil sesekali menengguk secangkir kopi hitam untuk menghilangkan rasa ngantuk. Mata sudah tak bisa diajak kompromi, nampaknya tubuh juga sudah meminta untuk diistirahatkan. Akhirnya kami memejamkan mata... Pukul 06.00 WIB aku beserta rombonganku segera bangun dan bergegas packing untuk turun ke basecamp. Tidak lupa, sampah bekas seperti botol air, plastik-plastik makanan ringan kami bawa turun dengan menggunakan trash bag. Sekali lagi, jangan melakukan vandalisme yaitu tindakan merusakan alam. Untuk contoh kecilnya, jangan memetik Edelweis untuk diberikan kepada seseorang. Pernahkah kalian mendengar kata-kata Meski kau petik abadiku dan nyawaku kau sembahkan pada kekasihmu, belum tentu cintamu abadi. Kata-kata tersebut cukup

    membuktikan bahwa Edelweis adalah salah satu vegetasi yang paling dilindungi di Gunung. Membuang sampah dikantong sampah dan membawanya turun adalah salah satu upaya kecil kami dalam rangka ikut berpartisipasi menegakkan aksi anti vandalisme. Dan pada akhirnya kebahagiaan yang hakiki adalah manakala kita bisa bertemu rumah dan keluarga dengan selamat, karena rumah adalah tempat yang tepat untuk mengistirahatkan jiwa dan raga yang lelah. Itulah perjalanan hidup, ada saatnya pergi pun ada saatnya pulang, namun sejatinya tujuan kita pergi adalah mempersiapkan diri untuk berpulang. Tidak akan pernah sedikitpun terlupakan semua kenangan mengenai kearifan dan keelokan budaya masyarakat disekitar gunung, serta keramah tamahannya menjadi obat penawar kejenuhan. Pelipur hati yang sedang sedih. Penuntun diri menuju keanekaragaman budaya yang majemuk. Sungguh kedamaian itu ada disini, di tanah yang kita pijak. Nusantara itu bernama Indonesia. Jika hanya ingin menikmati keindahan alam yang indah, Indonesia cukuplah menjadi jawabannya.

    Notes Traveler

    19 Juli 2015|

    Notes Traveler

    18Kelir Zine |

  • Meski kau petik abadiku dan nyawaku kau sembahkan pada kekasihmu, belum tentu cintamu abadi.

    Notes Traveler

    21 Juli 2015|

    Notes Traveler

    20Kelir Zine |

  • Oleh Ayuk Tri wahyuningsih

    Hidup yang Berguna (Kelir)

    Notes Traveler Notes Traveler

    22Kelir Zine 23 Juli 2015| |

  • Dalam dunia ini terdiri banyak kekuatan. Kekuatan kebaikan, kejahatan, kekuatan perusak maupun penyehat, pembahagia, dan masih banyak lagi. Dalam kehidupan setiap manusia kekuatan kekuatan itu masuk, mendominasi dan membayang di jalan hidupnya. Apa kita harus menerima kekuatan itu? Menjadikannya kekuatan untuk hidup kita? Atau kita harus melawannya dan membuangnya? Tidak selamanya yang baik itu baik, yang buruk itu buruk. Kekuatan perusak dan kejahatan pun memiliki peran dalam kebaikan. Seperti sebuah luka yang akan membuat sesuatu menjadi lebih kuat. Seperti otot yang rusak saat latihan olahraga, namun otot itu akan kembali sehat dibangun oleh zat protein yang mungkin akan berkembang menjadi otot yang lebih kuat. Ataukah mungkin seperti Jepang ketika dijatuhi bom atom oleh Amerika. hancur, seperti tak ada harapan untuk membangun kehidupan, namun sekarang negara itu telah tumbuh menjadi sangat kuat. Atau juga seorang pengedar narkoba yang harus dieksekusi mati demi menyelamatkan kehidupan lain. Apa yang harus kita lakukan dalam hidup adalah tidak membiarkan waktu pergi tanpa memberi arti. Arti untuk diri sendiri, arti untuk orang di sekitar kita, dan arti untuk orang orang yang berarti dalam hidup kita. Sebuah arti yang akan menjelaskan harapan-harapan setiap dari mereka untuk tetap hidup dan menjadi lampu dalam perjalanan mereka. Arti yang akan menjaga mimpi-mimpi dan menjadi kekuatan mereka untuk terus berlari sampai di ujung perjalanan, untuk terus berjuang sampai waktu yang diberikan pada kita telah habis. Lalu apa? Ketika kita mulai mengintai waktu yang pergi tanpa permisi. Cukup saja. Jangan lagi, ketika

    kita menyadari hal itu terjadi jangan biarkan. Ada yang berharga untuk diukir. Cerita gadis di balik mikrofon, cerita superman dalam masyarakat yang senang mendonorkan darahnya, cerita sebuah keluarga yang biasa mereka sebut tim memperjuangkan pialanya, cerita seorang gadis dan kuasnya, seorang cinderella dalam panggung drama, atau juga si pejalan yang menembus dinginnya kabut untuk berdiri menatap cakrawala. Dan cerita apapun yang akan menjadi jalan kita, yang disitu kita akan sedih dan bahagia. Menyatu dalam abstraknya perbedaan dan menjadi seimbang. Ya... pada yang terakhir itulah saat ini diriku sedang mematri janji. Menjadi seseorang yang entah kadang mereka menyebutnya sebagai pendaki tapi tidak dengan ku sendiri. Mungkin hanya seseorang yang berbagi kebahagiaan dalam siluetnya foto di pagi hari dan romantis hangatnya kopi, yang berbagi kesusahan dalam sakitnya kaki menapaki jalan, dinginnya malam bersama kantong tidur yang mengaku kasur. Ya... memang bukan dari situ semuanya dimulai. Raket, bola basket, panggung gedung Kesenian Jakarta juga pernah menjadi saksi perjalananku.

    Notes Traveler

    25 Juli 2015|

    Notes Traveler

    24Kelir Zine |

  • Mungkin banyak cerita dan petuah berakhir dengan kekalahan yang jahat dan kebaikan hidup damai selamanya. Namun disetiap ujung perjalanan, kutahu. Kadang ada sesuatu yang tak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Hal itu telah ada sendiri dan akan selalu hidup. Jika hal itu adalah bukan kekuatan kebaikan, maka yang bisa kita lakukan hanyalah mengimbanginya dengan semua kebaikan-kebaikan kecil yang bisa dilakukan. Dan akhirnya pun kekuatan kebaikan dan kejahatan hidup berdampingan, seimbang.Menjadi seorang pendaki atau pecinta alam bukan hanya tentang b e r s e n a n g - s e n a n g menikmati alam ataupun menyaksikan cahaya memudar bersama senja. Namun itu hanya portal awal bagiku untuk memupuk rasa peduli terhadap sesama dan peduli terhadap lingkungan. Banyak event bermanfaat yang dapat kita ikuti maupun kita buat sendiri. Seperti yang terakhir aku berpartisipasi adalah event 1001 pendaki menanam pohon di Gunung Ungaran Semarang. Event ini diikuti oleh 100 lebih pendaki melalui tiga jalur pendakian. Jalur Mawar, Jalur Gedongsong dan ada satu lagi jalur yang ku lupa namanya. Ada juga event yang dibuat sendiri oleh komunitas KLR (Komunitas Lintas Relawan), yaitu Rabu menabung atau Rabu menebar nasi bungkus untuk anak-anak jalanan. Ada juga event yang akan berlangsung pada bulan juni yaitu bersih Gunung Prau oleh Komunitas Kopi Liar. Komunitas-komunitas orang yang bergerak bukan untuk mencari keuntungan atau uang, namun komunitas berisi orang yang masih mempunyai rasa peduli terhadap dunia dan sesama. Bergabung dalam beberapa komunitas dan Forum seperti LI (Landscape Indonesia), Nat Geo regional Jogja, KLR, Kopi Liar dan masih banyak lagi, bukanlah ajang untuk meraih popularitas atau yang anak jaman sekarang bilang itu biar ngeHitszz atau biar gaul. Namun memang untuk mengikuti atau menjalankan essensi dari forum itu sendiri yang pasti bertujuan positif untuk sosial. Ada yang tujuannya melestarikan budaya, mengeksplorasi suatu tempat, mengambil gambar atau foto, peduli lingkungan dan bermacam-macam. Selain untuk hal-hal itu, kita akan mendapatkan dunia baru, teman baru, jaringan baru yang kelak akan sangat berguna untuk hidup kita. Bahkan bagiku, separuh duniaku berada disitu. Sahabat, teman perjalanan, dan orang orang lain yang berperan dalam hidupku saat ini. Sepintas cerita ringkas. Tentang ku menapaki batu hidup yang keras. Itu cara yang kupilih untuk menebarkan kebaikan kecil pada dunia. Satu persatu kuajak sahabat, teman dan orang orang yang berada di dekatku masuk ke perjalanan ini. Bukan untuk bersenang-senang tetapi untuk menyelamatkan mereka dari waktu yang pergi menyelinap tanpa permisi. Mengajak mereka melihat berartinya hidup ini bila kita saling peduli, menjaga keseimbangan dalam perbedaan. Selalu menyebarkan kebaikan, kebahagiaan dan senyum yang menyehatkan untuk mengimbangi kekuatan kejahatan. Notes Traveler

    27 Juli 2015|

    Notes Traveler

    26Kelir Zine |

  • Ada sebuah danau kecil yang berlokasi jauh dari pusat kota Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Memerlukan waktu sekitar 2 jam lebih apabila menggunakan sepeda motor untuk mencapainya. Selain jalan yang naik turun serta berkelok-kelok, jalan sempit dan licin, serta beberapa tempat sering terjadi longsor bila musim penghujan, membuat siapapun harus ekstra berhati-hati menyusurinya.Jalanan aspal yang kami lalui telah mencapai ujung. Membuat kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju lokasi yang masih berupa tanah yang gembur. Sepeda motor kami titipkan di tempat tinggal seorang rekanan yang tidak berada jauh dari lokasi ini. Jalan kaki yang melewati medan yang bervariasi antara jalan datar hingga tanjakan yang membuat kami harus menarik nafas lebih dalam. Akhirnya kami sampai juga setelah 15 menit berjalan kaki santai (ngos-ngosan).DANAu ReReBeFoto & Teks oleh Ghozali Qodratullah

    Jalan kaki yang melewati medan yang bervariasi antara jalan datar hingga tanjakan

    yang membuat kami harus menarik nafas lebih dalam. Akhirnya kami sampai juga setelah 15

    menit berjalan kaki santai (ngos-ngosan).

    29 Juli 2015

    Main Report

    |

    Main Report

    28Kelir Zine |

  • Inilah yang saya sebut Danau Rerebe, sebuah danau kecil yang memiliki warna air memukau yang dikelilingi oleh pasir halus nan putih. Di bagian hulu danau kecil ini juga terdapat air terjun yang dengan derasnya mengisi air danau kecil ini. Saya tidak mengetahui secara pasti asal muasal danau kecil ini, warga sekitar mengatakan bahwa Rerebe adalah danau buatan yang dibangun sekitar tahun 2011.

    Air terjun yang mengairi danau kecil ini masih terlihat jenih. Warna biru hijau kebiruan muncul karena pantulan dari dasar danau kecil yang berupa tanah berkapur. Sehingga apabila anda datang ke danau kecil ini saat matahari sedang terik dan saat mendung atau menjelang sore hari, warnanya akan sedikit berbeda. ini link videonya di youtube, namun berbeda waktu kunjungan dengan episode yang ini, silahkan di streaming :http://www.youtube.com/watch?v=18DU_ShEzoA

    31 Juli 2015

    Main Report

    |

    Main Report

    30Kelir Zine |

  • Main Report

    32Kelir Zine 33 Juli 2015

    Main Report

    ||

  • Sebuah danau yang mungkin lebih tepat disebut danau kecil, keindahannya pantas jika nama danau saya sematkan kepada sebuah kumpulan air yang berwarna indah ini. Seakan hati tidak tega jika melihat air seindah itu dibiarkan begitu saja. Segera berganti kostum, berkenalan dahulu dengan air danau kecil ini. Sembari berenang kecil segera dilakukan atraksi melompat dari pohon yang terbenam sebagian di ujung danau kecil ini. Bagi siapapun yang memang berniat untuk menikmati ketenangan danau ini, tidak ada salahnya apabila membawa pelampung atau ban dalam bekas untuk bisa dijadikan tempat tinggal (sangat) sementara di tengah-tengah danau ini yang tenang dan seakan tanpa ombak.

    Main Report

    34Kelir Zine 35 Juli 2015

    Main Report

    ||

  • Waktu terbaik untuk mengunjungi tempat ini adalah ketika tiba saat musim buah, yaitu sekitar bulan februari sampai bulan mei. Di tepian jalan akan ada banyak penjaja durian yang menawarkan durian dengan harga yang bervariasi. Apabila ingin lebih murah meriah lagi, datanglah ke beberapa kebun durian milik warga sekitar. Selain lebih murah, memakan durian di dekat pohonnya langsung itu merupakan sebuah sensasi yang menambah kenikmatan untuk menyantap duria-durian tersebut. Semua durian dalam foto berikut ini kami dapatkan dengan harga 100 ribu, itupun sudah ada beberapa yang kami makan di kebun saat kami melancarkan rayuan tawar menawar. Bagaimanai menurut anda? Indah bukan? Bila anda berminat silahkan datang ke Danau Rerebe, Kecamatan Tripe Jaya, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Tidak ada petunjuk jalan ke Danau Rerebe secara fisik, tapi gunakanlah kembali cara tradisional yang bermoral, yaitu bertanyalah secara sopan dan ramah kepada warga sekitar mengenai lokasi dari Danau Rerebe ini. Tetap jaga kebersihan dan keindahan di sekitaran Danau Rerebe ini apabila anda berkunjung. :D

    37 Juli 2015

    Main Report

    |36Kelir Zine

    Main Report

    |

  • KEMBANGWARU

    Foto & Teks oleh Agung Widi

    Jogja tidak hanya kota budaya, disetiap sudutnya seolah selalu memiliki pesona yang tak ada duanya. Kotagede misalnya. Penghasil berbagai olahan perak ini memiliki beragam pesona kuliner yang unik.

    38Kelir Zine 39 Juli 2015||

    Photo Story Photo Story

  • Konon nama dan bentuk kue ini terinspirasi dari keindahan Bunga Waru yang dahulu pohonnya masih banyak di temui di Kotagede

    Ibu Sogita bersama sang suami Bapak Basis adalah sepasang suami istri yang menjadi salah satu pengerajin kue Kembang Waru di Kotagede. Diawali sekitar tahun 1982, mereka memulai usaha kecil-kecilan dengan menjual Rp. 45 per-kue. Hingga kini, harganya menjadi Rp. 1.000 per-kue. Dulu, kue yang mereka buat biasanya dititipkan diwarung dekat rumah hingga Pasar Kotagede. Namun, kini mereka hanya melayani pesanan yang datang ke rumah.

    40Kelir Zine 41 Juli 2015||

    Photo Story Photo Story

  • 43 Juli 2015|

    Photo Story

    42Kelir Zine |

    Photo Story

  • Tidak sulit untuk membuat kue tradisional yang satu ini. Cukup menyiapkan telur, tepung terigu dan margarin. Membuatnya pun terkesan sangat mudah. Pertama telur diaduk sampai agak kaku, lalu masukkan tepung secara perlahan dan diaduk hingga rata. Setelah adonan jadi, masukkan ke dalam cetakan berbentuk kembang waru yang sebelumnya telah diolesi dengan margarine lalu di masukan ke dalam pan, oven yang masih berbahan bakar arang.

    Dahulu, kue ini dibuat hanya untuk persembahan kepada Raja-Raja Mataram dan tamu-tamu penting ketika berada di Kotagede. Namun setelah masa perang, kue ini sempat menghilang. Hingga beberapa puluh tahun kemudian, kue ini muncul kembali sebagai hidangan untuk pernikahan dan kenduri.44Kelir Zine 45 Juli 2015||

    Photo Story Photo Story

  • 12 TipsMemotret Landscape

    Foto & Teks oleh Bagus Wijanarko

    46Kelir Zine 47 Juli 2015||

    Review & Personal Experience Review & Personal Experience

  • 1.Jangan pernah memotret tanpa memiliki bayangan sebuah konsep di kepalamu, akan seperti apa nanti foto yang kamu hasilkan. Point pertama ini adalah point paling penting menurut saya dalam fotografi. Layaknya seniman dalam seni lain, kita tidak akan pernah bisa menghasilkan karya yang baik jika kita tidak pernah memiliki bayangan atau konsep akan seperti apa karya kita. Selalu buat catatan kecil atau sebuah foto itinerary. Tulis semua ide tentang foto apa saja yang ingin kalian ciptakan di sebuah buku saku.2.Sedikit foto tapi berkualitas akan sangat di perhitungkan dari pada kuantitas. Tentu saja sebuah intan akan lebih mahal harganya dari pada ratusan, atau bahkan ribuan batu sungai bukan? Sama halnya dalam foto. Jangan asal dalam menekan tombol shutter-mu, tetapi

    selalu lakukan perhitungkan secara matang. Selalu belajar untuk sabar dan memperhatikan obyekmu. Tunggu waktu yang tepat untuk menekan tombol shutter-mu. Jangan pernah sia-siakan shutter count kameramu atau roll film yang kamu miliki.3.Passion-mu terhadap alam harus kokoh. Fotografi alam bukan hanya untuk sekedar refreshing. Tak kenal maka tak sayang bukan? Sering saya temukan rekan-rekan fotografer yang slalu ingin ikut setiap kali saya akan berangkat memotret landscape. Namun sangat disayangkan, mereka malas untuk berjalan jauh atau sekedar menjelajah sekitar. Fotografi alam itu berat kawan, dari mulai Hiking, kondisi cuaca, belum lagi memikirkan mood seperti apa yang ingin kalian sampaikan ke penikmatnya. Semua itu butuh banyak usaha,karena pada dasarnya,alam itu keras kawan.

    4.Jangan malu untuk melihat karya-karya fotografer lain, karena dari sana kalian akan dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan kalian. Selalu mencari referensi untuk membandingkan karya-karya kalian dengan fotografer alam lainnya. Kurasi sendiri foto-fotomu, lalu buat rangkuman kecil tentang kekurangan dan kelebihan foto-fotomu. Cari solusi untuk menghilangkan atau menutupi kekuranganmu dan kembangkan terus kelebihanmu.5.Selalu siap dalam semua hal, dari perencanaan perjalanan, peralatan, hingga detail area pemotretanmu. Jangan pernah terjun ke alam bebas tanpa persiapan. Persiapkan kondisi badan, peralatan, dan selalu mencari info terlebih dahulu tentang area alam yang ingin kamu kunjungi dan abadikan. Bagaimana kondisi alamnya, cuacanya, atau mungkin malah waktu yang tepat untuk pemotretan. Jangan lupa juga perhatikan arah matahari atau siklus bulannya jika teman-teman ingin sekalian mencari foto bima sakti.

    Dalam edisi kali ini, kami akan berbagi beberapa point penting sebagai acuan teman-teman kalau berminat menjadi Nature Photographer atau istilah trendy-nya Landscaper. Dari pengalaman pribadi saya, dapat dirangkum sebanyak 12 point paling penting dalam memotret bentang alam, apa sajakah itu?....

    49 Juli 2015|

    Review & Personal Experience

    48Kelir Zine |

    Review & Personal Experience

  • 6.Pahami objekmu, lihat kemana arah pandangan matamu, adakah alur perspektif yang bisa di ciptakan, dan tentukan foreground yang mampu mengajak mata untuk lebih mengeksplor fotomu. Cermati pemandangan di depanmu, cari angle dan komposisi yang tidak menjemukan jika di nikmati oleh khalayak umum. Adakah susunan pohon, batu, atau apapun yang bisa menjadi alur dalam fotomu, atau adakah obyek di sekitarmu yang kira-kira bisa mendukung komposisi dalam foto-fotomu. 7.Jangan pernah berharap kunjungan pertama kalian akan menghasilkan foto yang bagus. Selalu ulangi lagi memotret di lokasi hunting kalian. Tidak pernah saya temukan fotografer alam yang mampu mengabadikan pemandangan hanya dari kunjungan pertama mereka, kecuali mereka adalah orang yang sangat beruntung. Alam tidak pernah bisa ditebak sehingga seringkali menghadapkan kita dengan semua kendala, entah dari cuacanya atau karena kesalahan-kesalahan kecil yang kita lupakan ketika memotret.

    8.Jangan pernah terburu-buru memotret, luangkan waktumu untuk melihat pemandangan di depanmu. Selalu saya temui fotografer yang terburu-buru dalam mengabadikan bentangan alam dan mereka tidak pernah melihat dengan cermat. Rasakan dengan benar suasana alam di depanmu, tentukan mood-nya, tunggu moment-nya, barulah kalian abadikan moment tersebut dengan kamera kalian agar penikmat foto pun bisa ikut merasakan apa yang kalian rasakan dan ingin kalian sampaikan. Belajarlah memotret dengan hati, tidak hanya dengan peralatan saja9.Selalu datang pertama dan pulang terakhir. Saya sendiri selalu datang 1 2 jam lebih awal ketika sunrise/sunset. Pulang akan menjadi pilihan ketika alam tidak memberikan pemandangan lain kecuali awan mendung dan gelap pekat. Jika masih ada bintang di langit, jangan terburu-buru untuk pulang. Terkadang langit malam slalu memberi kita kejutan yang tidak kita duga seperti milky way ataupun meteor dan asteroid yang bertumbukan dengan atmosfer bumi.

    10.Jangan pernah duduk di satu lokasi yang sama dan terus menerus memotret. Cobalah untuk berpindah lokasi, ganti focal lenght, dan mencoba untuk cari komposisi lain. Kesalahan fatal dalam mengabadikan bentangan alam adalah kita terkadang lupa atau malas untuk mengeksplorasi lagi sekitar kita dan hanya terpaku di satu sudut pemandangan saja. Luangkan waktu kalian untuk melihat sekitar dan menemukan sudut lain yang bisa kita gunakan. Oleh karena itu kenapa saya tegaskan untuk selalu kunjungi lagi lokasi pemotretan pilihanmu dan selalu rencanakan semuanya dengan matang.11.Kalau kalian memotret pantai, perhatikan ombaknya. Beberapa pantai ada yang membutuhkan Ombak tinggi dan beberapa memang lebih baik di foto dengan ombak tenang. Ada saat di mana pantai itu akan terlihat lebih dramatis ketika deburan ombak yang besar sedang menghantam karang. Sebaliknya, terkadang malah pantai yang tenang tanpa ombak sedikitpun, hanya desiran angin pantai, dan hamparan pasir putih yang terbentang di depanmu.

    12.Jangan pernah tinggal kan filter CPL, GND dan ND milikmu. Bagi saya, selain tripod yang kokoh, peralatan lain yang tidak boleh tertinggal adalah filter lensa kamera. Alat bantu ini sangat berpengaruh dalam mengabadikan bentangan alam. Meski saat ini melalui olah digital semua bisa di lakukan, tapi ada kalanya kita memang harus di tuntut untuk menggunakan filter-filter tersebut. Minimal teman-teman harus selalu membawa Filter CPL (Circular Polarizer) untuk menimbulkan kesan awan dan langit biru yang dramatis. Namun selain itu, kita juga harus memikirkan untuk membeli dan selalu membawa filter ND (Natural Density) dan GND (Graduate Natural Density). Karena tidak mungkin memotret dengan kecepatan rendah untuk menghasilkan efek air yang halus tanpa filter ND (Natural Density) di saat siang hari atau memotret sunset yang cahanya langitnya lebih terang dari pada alamnya tanpa filter GND (Graduate Natural Density).

    50Kelir Zine 51 Juli 2015| |

    Review & Personal Experience Review & Personal Experience

  • Tanggal 10 september 2014, usaha yang mereka inginkan akhirnya bisa dibuka dengan nama RSJ yang mereka dapatkan beberapa hari sebelum pembukaan berlangsung. Nama RSJ itu sendiri diambil dari kata Rumah Saya Jogja. Nama itu dipilih karena bagi mereka Jogja memiliki arti penting. Setelah beberapa tahun mereka hidup di kota Jogja, banyak hal dengan berbagai macam keadaan telah mereka lalui dan membuat mereka menganggap jogja adalah tempat KALAU MAU SUKSES, LAMPAUI DULU GENGSIMU

    - M. Abdul Kholiq

    Foto & Teks oleh Kendy Santiko

    PASANGSURUTKULIKOPI

    yang istimewa dan sudah seperti tinggal dikotanya sendiri. Hari demi hari, bulan demi bulan, mereka sibuk dengan usaha mereka. Namun pada suatu hari, ternyata ada beberapa masalah dalam usahanya yang kembali datang dan salah satunya dari pihak intern entah apa yang mereka permasalahkan. Hal itu membuat mereka merasa bingung dan bimbang untuk meneruskan usahanya.Muhammad Abdul Kholiq, kelahiran Pati, 4 Agustus 1992. Seorang usahawan sekaligus mahasiswa di Universitas Negeri Sunan Kalijaga (UIN) Yogyakarta, lelaki dari 2 bersaudara ini adalah sosok seorang yang pekerja keras, ambisius dan sederhana. Berbagai macam usaha dan profesi pernah dia jajaki, sebut saja diantaranya seperti membuka clothingan, Studio Photo, dan jurnalis di akademia Yogyakarta. Berbekal pengalaman yang ia dapatkan, akhirnya dia mempunyai gagasan untuk mencoba buka usaha sendiri. Saya punya tekad untuk bisa merubah status sosial keluarga saya menjadi lebih baik, ungkap Abdul kholiq. Akhirnya bersama tiga temannya, yaitu Odi Juniawan Syahputra, Tri Widianto, dan Arda, mereka sepakat untuk membuka warung kopi

    (caf). Hal ini berangkat dari kegelisahan mereka sebagai anak fotografi yang susah sekali mencari tempat yang memfasilitasi mereka untuk show up karya-karyanya, entah dalam bentuk pameran atau event yang kebanyakan harus mengeluarkan biaya.

    Hingga akhirnya RSJ terpaksa ditutup untuk menyelesaikan masalah itu. 2 minggu berlalu membawa sedikit titik terang dengan terselesaikan masalah yang dihadapi RSJ dengan diambil alihnya cafe ini oleh Kholiq dan RSJ kembali dibuka tanpa bantuan 3 temannya. Perlahan dia merintis untuk membangunya kembali dan merekrut karyawan sebagai kelangsungan usahanya. 53 Juli 2015|

    Art & Inspiration

    52Kelir Zine |

    Art & Inspiration

  • 54Kelir Zine 55 Juli 2015||

    Art & Inspiration Art & Inspiration

  • Pemilihan nama baru itu sendiri didasari dari penggambaran seorang kuli kopi sebagai seorang pekerja keras dan kesederhanaan yang dia tunjukan, selain itu juga keiklasan dengan pekerjaan yang dia kerjakan.

    56Kelir Zine 57 Juli 2015||

    Art & Inspiration Art & Inspiration

  • Hari demi hari, waktu demi waktu, akhirnya cafe tersebut mulai kembali berkembang dan semakin ramai. Setelah beberapa bulan berjalan, akhirnya nama RSJ diganti dengan nama KuliKopi sampai saat ini. Pemilihan nama baru itu sendiri didasari dari penggambaran seorang kuli kopi sebagai seorang pekerja keras dan kesederhanaan yang dia tunjukan, selain itu juga keiklasan dengan pekerjaan yang dia kerjakan. Sebuah penggambaran dari seorang lelaki bernama Muhammad Abdul Kholiq yang dengan kesederhanaanya dan kerja kerasnya telah membawanya menjadi ownner sekaligus pemimpin usaha cafe KULIKOPI yang bertempat di Jalan Sorowajan, Yogyakarta. Dan dia sekarang telah merasakan hasil dari perjuanganya selama berbulan bulan dengan pasang surutnya.

    59 Juli 2015|

    Art & Inspiration

    58Kelir Zine |

    Art & Inspiration