kelainan kelenjar air ludah fix_2

53
KELAINAN KELENJAR AIR LUDAH I. PENDAHULUAN Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 – 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.

Upload: feby-arfika

Post on 01-Oct-2015

152 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kelenjar ludah

TRANSCRIPT

KELAINAN KELENJAR AIR LUDAHI. PENDAHULUANSaliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut saliva (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.

Gambar 1. Pembagian kelenjar salivaLudah diproduksi secara berkala dan susunannya sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan. Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam, yang umumnya terdiri dari 99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat organik dan zat anorganik. Unsur-unsur organik yang menyusun saliva antara lain : protein, lipida, glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak. Unsur-unsur anorganik yang menyusun saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Khloride, Rodanida dan Thiocynate (CNS) , Fosfat, Potassium. Yang memiliki konsentrasi paling tinggi dalam saliva adalah kalsium dan Natrium.

II. FUNGSI SALIVA

Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu :

a. Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan

b. Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan

c. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman

d. Mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer

e. Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah

f. Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva

g. Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh.

h. Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah)Kurang lebih 80% bau mulut timbul dari dalam rongga mulut. Air ludah atau saliva memegang peranan dalam masalah bau mulut, gigi berlubang dan penyakit rongga mulut/penyakit tubuh secara keseluruhan karena air ludah melindungi gigi dan selaput lunak di rongga mulut dengan sistem buffer sehingga makanan yang terlalu asam misalnya bisa dinetralkan kembali keasamannya dan juga segala macam bakteri baik yang aerob (hidup dengan adanya udara) maupun bakteri anaerob (hidup tanpa udara) dijaga keseimbangannya. Di dalam air ludah juga terdapat antigen dan antibodi yang berfungsi melawan kuman dan virus yang masuk ke dalam tubuh sehingga tubuh tidak akan mudah terserang penyakit. Seandainya dalam keadaan normal tersebut seseorang memakai obat kumur ataupun antiseptik yang berlebihan, maka justru keseimbangan bakteri akan terganggu, bakteri-bakteri yang penting bisa menjadi mati, justru bakteri-bakteri yang merusak malah menjadi berlipat ganda sehingga timbul lah masalah dalam rongga mulut.

Adanya bakteri akan dapat membuat sisa makanan di gigi/selaput rongga mulut terfermentasi (seperti halnya ragi), sehingga timbul racun bersifat asam yang akan membuat email menjadi rapuh (mengalami demineralisasi/mineral gigi rontok )mula-mula secara mikro dan dengan berjalannya waktu gigi akan berlubang secara kasat mata. Masalah lain, bakteri terutama bakteri anaerob (hidup tanpa udara) akan mengeluarkan gas yang mudah menguap antara lain seperti gas H2S (Hidrogen Sulfid), Metil Merkaptan dll. Gas ini menimbulkan bau mulut.Pada orang-orang yang mengalami diabetes/kencing manis, perokok, makan obat-obatan tertentu, orang lanjut usia, maupun orang yang menjalani terapi radiasi (pada penderita kanker) punya kecenderungan air ludahnya berkurang (disebut dengan istilah xerostomia = kekeringan rongga mulut). Hal ini bisa diatasi dengan terapi obat-obatan yang merangsang keluarnya air ludah (dengan obat-obatan yang diresepkan dari dokter gigi). Kecuali bagi perokok, barangkali lebih bijaksana apabila frekuensi rokoknya yang dikurangi, juga orang yang sedang meminum obat-obatan tertentu yang dapat menimbulkan kekeringan rongga mulut, dapat kembali seperti semula apabila obat-obatan telah dihentikan pemakaiannya. (Khususnya pada penderita diabetes/kencing manis, ada bau mulut khas yakni bau aseton). Kemudian dalam hal kualitas, hindari makan-makanan yang terlalu banyak mengandung zat-zat kimia, seperti makanan yang banyak mengandung zat pengawet, zat pewarna tambahan, zat penambah rasa, atau makanan yang terlalu manis/lengket/asam, maupun minuman-minuman berkarbonasi secara terus menerus. Sebab dengan keasaman yang terus menerus, air ludah tidak dapat menyangga kadar keasamannya (fungsi buffer tadi) supaya pH-nya naik kembali. Jadi keasaman yang terus menerus itu yang membuat gigi berlubang (mengalami demineralisasi email). Bila ingin minum air bersoda, atau permen lebih baik dimakan dalam satu waktu tertentu berdekatan dengan makan pagi/makan siang/makan malam dan diakhiri dengan minum air putih/sikat gigi, daripada memakan atau meminumnya sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama. Menyikat gigi umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi setelah makan pagi dan malam sebelum tidur. Dengan jumlah yang 2 kali dan juga kesalahan manusiawi misalnya tidak bisa setiap saat bisa membersihkan gigi dengan tepat dan teliti ke seluruh bagian, maka kita harus melepaskan waktu perawatan sisanya kepada air ludah yang cukup jumlahnya dan baik kualitasnya. Dengan cara makan makanan yang alamiah tidak banyak mengandung zat kimia, yakni zat perasa, pewarna dan pengawet, makan makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan supaya saat menggigit air ludah dapat terrangsang untuk keluar (pada makanan yang semuanya lunak/tidak berserat, gigi tidak perlu menggigit kuat, akibatnya air ludah juga tidak banyak keluar), menghindari minuman berkarbonasi (secara berlebihan) dan juga pola makannya diatur dengan memakan camilan/minuman manis berdekatan dengan waktu makan makanan utama, setelah itu gigi dibersihkan, apabila tidak dapat menggosok gigi, kumur-kumurlah atau minumlah air putih yang banyak. Itu adalah cara yang sederhana dan paling mudah dilakukan.III. JENIS KELENJAR SALIVA DAN MUARANYAMacam-macam kelenjar ludah :a) Kelenjar Ludah Mayor /Utama / BesarKelenjar-kelenjar ludah besar terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut.

Kelenjar saliva mayor terdiri dari :

Kelenjar parotis adalah kelenjar terbesar dengan berat 20-30 gram pada dewasa. Kelenjar parotis terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula, pada bagian samping wajah atau pada bagian bawah dan bagian depan telinga. Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar yang terletak antara prossesus mastoideus dan ramus mandibula.

Duktus ekskretorinya yang disebut duktus Stensen berjalan ke depan menyilang pada otot maseter kemudian berbelok tajam melewati otot businator dan bermuara pada vestibulum oris pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi dihadapan molar kedua permanen rahang atas. Kelenjar ini bersifat serosa pada orang dewasa walaupun terkadang terdapat sel asinar mukus pada kelenjar saat masih anakanak. Kelenjar parotis dibungkus oleh jaringan ikat padat, mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase. Jaringan ikat masuk kedalam parenkim dan membagi organ menjadi beberapa lobus dan lobulus. Secara morfologis kelenjar parotis merupakan kelenjar tubuloasinus (tubulo-alveolar) bercabang-cabang (compound tubulo alveolar gland). Asinus-asinus murni serus kebanyakan mempunyai bentuk agak memanjang dan kadang-kadang memperlihatkan percabangan-percabangan. Saluran keluar utama (duktus interlobaris) disebut duktus stenon (stenson) terdiri dari epitel berlapis semu. Kearah dalam organ duktus ini bercabang-cabang menjadi duktus interlobularis dengan sel-sel epitel berlapis silindris. Duktus interlobularis tadi kemudian bercabang-cabang menjadi duktus intralobularis. Kebanyakan duktus intralobularis merupakan duktus Pfluger yang mempunyai epitel selapis silindris yang bersifat acidophil dan menunjukkan garis-garis basal. Duktus Boll pada umumnya panjang-panjang dan menunjukkan percabangan. Duktus Pfluger agak pendek, Sel-selnya pipih dan memanjang. Pada jaringan ikat interlobaris dan interlobularis terlihat banyak lemak yang berhubungan dengan kumpulan lemak bichat (Fat depat of bichat). Juga pada jaringan tersebut terlihat cabang-cabang dari Nervus Facialis dan pembuluh darah

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Parotis. Sumber: Putz dan Pabst, 2006 Kelenjar submandibular adalah kelenjar dengan berat 8 10 gram, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula dan meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandibula. Duktus ekskretorinya disebut duktus Wharton yang bermuara pada sebelah lateral frenulum lingualis. Kelenjar ini bersifat campuran dan yang paling dominan bersifat serosa. Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang memproduksi air liur terbanyak. Seperti juga kelenjar parotis, kelenjar ini diliputi kapsel yang terdiri dari jaringan ikat padat yang juga masuk ke dalam organ dan membagi organ tersebut menjadi beberapa lobulus. Secara morfologis kelenjar ini merupakan kelenjar tubuloalveolar / tubuloacinus bercabang-cabang (compound tubulo alveolar gland), percabangan duktusnya sama dengan glandula parotis demikian pula sel-selnya. Bentuk sinus kebanyakan memanjang, Antara sel-sel asinus membran basal terdapat sel-sel basket. Duktus Boll : pendek, sempit sehingga sukar dicari dalam preparat bila dibandingkan glandula parotis. Selnya pipih dan memanjang. Duktus Pfluger : lebih panjang daripada duktus pfluger kelenjar parotis dan menunjukkan banyak percabangan sehingga dalam preparat lebih mudah dicari.

Gambar 3. Anatomi Kelenjar Submandibular. Sumber: Putz dan Pabst, 2006 Kelenjar sublingual adalah sepasang kelenjar dengan berat 2 3 gram, terletak pada otot mylohyoid meluas ke lateral terhadap mandibula dan ke medial terhadap otot geniolosus. Kelenjar ini memiliki 10-20 duktus kecil yang menembus membran mukosa dan bermuara pada dasar mulut atau pada saluran kelenjar submandibular. Kelenjar ini bersifat campuran dengan sifat mukus yang paling dominan. Merupakan kelenjar terkecil dari kelenjar-kelenjar ludah besar. Mempunyai saluran keluar (duktus ekskretorius) yang disebut Duktus Rivinus. Bermuara pada dasar rongga mulut dibelakang muara duktus Wharton pada frenulum lidah. Glandula sublingualis tidak memiliki kapsel yang jelas tetapi memiliki septa-septa jaringan ikat yang jelas/tebal. Secara morfologis kelenjar ini merupakan kelenjar tubuloalvioler bercabang-cabang (compound tubuloalveolar gland). Merupakan kelenjar tercampur dimana bagian besar asinusnya adalah mukus murni. Duktus ekskretoris sama dengan glandula parotis, duktus Pfluger sangat pendek, duktus Boll sangat pendek dan bentuknya sudah tidak khas sehingga dalam preparat sukar ditemukan, pada jaringan ikat interlobularis tidak terdapat lemak sebagai glandula parotis

Gambar 4. Anatomi Kelenjar Sublingual. Sumber: Putz dan Pabst, 2006b) Kelenjar Ludah Minor

Kebanyakan kelenjar ludah merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam mukosa atau submukosa (hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam) yang diberi nama lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Semua kelenjar ludah mengeluarkan sekretnya kedalam rongga mulut. Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan asinus-asinus seromukus Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi, dengan asinus-asinus seromukus Kelenjar Bladin-Nuhn ( Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung lidah disebelah menyebelah garis, median, dengan asinus-asinus seromukus Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) terletak pada pangkal lidah, dnegan asinus-asinus murni serus Kelenjar Weber yang juga terdapat pada pangkal lidah dengan asinus-asinus mukus . Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula lingualis posterior Kelenjar-kelenjar pada pallatum dengan asinus mukus .

IV. KELAINAN / PENYAKIT KELENJAR SALIVA

Terdapat beberapa kelainan pada kelenjar saliva antara lain; Mucocele Ranula Sialadenitis

Sialodenitis

Xerostemia

Sjorgen syndrome Sialorrhea.

1. MUCOCELE

Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh sel epitel. Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar mulut.

Gambar 5. Mucocele pada bibir

Gambar 6. Mucocelle pada ventral lidah

Mucoceleterjadi karena tersumbatnya air liur yang dialirkan ke dalam mulut melalui suatu saluran kecil (duktus). Terkadang bisa terjadi ujung duktus tersumbat atau karena trauma misalnya bibir sering tergigit secara tidak sengaja, sehingga air liur menjadi tertahan tidak dapat mengalir keluar dan menyebabkan pembengkakan (mucocele).Mucocelejuga dapat terjadi jika kelenjar saliva terluka.

Manusia memiliki banyak kelenjar saliva dalam mulut yang menghasilkan saliva. saliva tesebut mengandung air, bakteri, enzim dll. Saliva dikeluarkan dari kelenjar saliva melalui saluran kecil yang disebutduct(pembuluh). Terkadang salah satu saluran ini terpotong. Saliva kemudian mengumpul pada titik yang terpotong itu dan menyebabkan pembengkakan, ataumucocele. Pada umumnyamucoceledidapati di bagian dalam bibir bawah. Namun dapat juga ditemukan di bagian lain dalam mulut, termasuk langit-langit dan dasar mulut. Akan tetapi jarang didapati di atas lidah.Pembengkakan dapat juga terjadi jika saluran saliva (duct) tersumbat dan saliva mengumpul di dalam saluran. EtiologiUmumnya disebabkan oleh trauma epilepsi, misalnya bibir yang sering tergigit pada saat sedang makan, atau pukulan di wajah. Dapat juga disebabkan karena adanya penyumbatan pada duktus (saluran) kelenjar liur minor. Mucocele Juga dapat disebabkan oleh obat-obatan yang mempunyai efek mengentalkan saliva.

Gambaran Klinisa) Batas tegas

b) Konsistensi lunak

c) Warna transluscent

d) Ukuran biasanya kecil

e) Tidak ada keluhan sakitf) Kadang-kadang pecah, hilang tapi tidak lama kemudian akan timbul lagi

DiagnosisDiagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis dan palpasi. Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :

a) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat

b) Secara visual

c) Bimanual palpasi intra & extraoral

d) Aspirasi

e) Melakukan pemeriksaan laboratories

f) Pemeriksaan radiologis dengan kontras mediag) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan Biopsy/PA

DIFFERENTIAL DIAGNOSA

Differential diagnosis dari mucocele adalah sebagaiberikut :

1) Adenoma Pleomorfik

Gambar 7. Suatu nodula keras kebiru-biruan

2) Kista Nasolabial

Gambar 8. Suatu nodula berfluktuasi pada palpasi

3) Kista Implantasi

Gambar 9. Kista implantasi

PenatalaksanaanMucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun banyak juga lesi yang sifatnya kronik dan membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di eksisi, dokter gigi sebaiknya mengangkat semua kelenjar liur minor yang berdekatan, dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menegaskan Biopsy dan menentukan apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur. Selain dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan laser. Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan injeksi Kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan, ini terkadang dapat mengempiskan pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan pembedahan. Penatalaksanaan mucocele biasanya dilakukan dengan eksisimucocele dengan modifikasi teknik elips. yaitu setelah pemberian anesthesi lokal dibuat dua insisi elips yang hanya menembus mukosa, kemudian lesi dipotong dengan teknik gunting lalu dilakukan penjahitan.

2. RANULARanula merupakan bentuk lain dari mucocele. Ranula adalah pembengkakan dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula sublingualis, dapat juga melibatkan glandula salivari minor. Ciri khas dari ranula adalah bentuknya yang mirip perut katak (Rana= katak) ranula bersifat lunak, fluktuatif dan tidak sakit.

Gambar 10. Ranula pada Kelenjar Submandibularis Etiologi Dan PatogenesisRanula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus ekskretorius major yang membesar atau terputus atau terjadinya rupture dari saluran kelenjar, terhalangnya aliran liur sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibuler (duktus Wharton), sehingga melalui rupture ini air liur keluar menempati jaringan disekitar saluran tersebut. Selain terhalangnya aliran liur, ranula bisa juga terjadi karena trauma dan peradangan. Ranula mirip dengan mucocele tetapi ukurannya lebih besar. Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut ranula Superfisialis. Bila kista menerobos dibawah otot milohiodeusdan menimbulkan pembengkakan submandibular, ranula jenis ini disebut ranula Dissecting atau Plunging.

GAMBARAN KLINIS

1) Bentuk dan rupa kista ini seperti perut kodok yang menggelembung keluar (Rana=Kodok)

2) Dinding sangat tipis dan mengkilap

3) Warna translucent

4) Kebiru-biruan

5) Palpasi ada fluktuasi

6) Tumbuh lambat dan expansif

Diagnosis1) Diagnosis mucocele bisa secara langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis dan palpasi.

2) Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :

3) Melakukan anamnesa lengkap dan cermat4) Secara visual

5) Bimanual palpasi intra & extraoral

6) Punksi dan aspirasi

7) Melakukan pemeriksaan laboratories

8) Pemeriksaan radiologis dengan kontras media

9) Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsy/PA

Klasifikasi

1) Ranula simple

Disebut juga dengan oral ranula merupakan ranula yang terbentuk karena obstruksi duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan rupturnya duktus tersebut. Letaknya tidak melewati ruang submandibula, dengan kata lain tidak berpenetrasi ke otot milohioideus

2) Ranula Plunging

Disebut ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat rupturnya glandula saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula yang kemudian menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga ke ruang submandibula atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot milohioideus. Differential Diagnosaa) KistaDermoid

Gambar 11. Kista dermoid yang tampak sebagai suatu pembengkakan jaringan lunak dalam mulut

b) Batu kelenjar liur (sialolit)

Gambar 12. Sialolit PenatalaksanaanPenatalaksanaan ranula biasanya dilakukan dengan cara marsupialisasi ranula atau pembuatan jendela pada lesi. Biasanya menggunakan anestesi blok lingual ditambah dengan infiltrasi regional. Di sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaian jahitan menyatukan mukosa perifer dengan mukosa lesi dan jaringan dasar lesi. Kemudian dilakukan juga drainase dengan penekanan lesi. Setelah itu dilakukan eksisi pada atap lesi sesuai dengan batas penjahitan kemudian lesi ditutup dengan tampon.3. SIALADENITIS

Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar, paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi bakteri yang akan menurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi.Proses inflamasi yang melibatkan kelenjar saliva disebabkan oleh banyak faktor etiologi. Proses ini dapat bersifat akut dan dapat menyebabkan pembentukan abses terutama sebagai akibat infeksi bakteri. Keterlibatannya dapat bersifat unilateral atau bilateral seperti pada infeksi virus. Sedangkan Sialadenitis kronis nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi duktus karena sialolithiasis atau radiasi eksternal atau mungkin spesifik,yang disebabkan dari berbagai agen menular dan gangguan imunologi. EtiologiSialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau saluran tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Sialadenitis paling sering terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60-an, pada pasien sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom Sjgren, dan pada mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Remaja dan dewasa muda dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan ini. Organisme yang merupakan penyebab paling umum pada penyakit ini adalah Staphylococcus aureus; organisme lain meliputi Streptococcus, koli, dan berbagai bakteri anaerob.

Gejala Umum Meliputi gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu, terdapat pembuangan pus dari glandula ke bawah mulut dan dalam kasus yang parah, demam, menggigil dan malaise (bentuk umum rasa sakit). Penatalaksanaan

Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai, kebersihan mulut baik, pijat berulang pada kelenjar, dan antibiotik intravena. Evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan menunjukkan apakah pembentukan abses telah terjadi. Sialography merupakan kontraindikasi.Insisi dan drainase paling baik dilakukan dengan mengangkat penutup parotidectomy standar dan kemudian menggunakan hemostat untuk membuat beberapa bukaan ke dalam kelenjar, tersebar di arah umum dari syaraf wajah. Sebuah saluran kemudian ditempatkan di atas kelenjar dan luka tertutup. Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk melakukan aspirasi jarum yang dipandu CT atau USG-pada abses parotis, yang dapat membantu menghindari prosedur operasi terbuka. Hal ini juga untuk diingat bahwa fluktuasi kelenjar parotis tidak terjadi sampai fase sangat terlambat karena beberapa investasi fasia dalam kelenjar. Jadi, adalah mustahil untuk menentukan adanya pembentukan abses awal berdasarkan pemeriksaan fisik saja.4. SIALOLITHOSIS Definisi Sialolithosis merupakan Calculi atau batu yang dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris.

Etiologi

Masih belum diketahui namun ada beberapa factor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu inflamasi,ketidakteraturan dari system duktus ,iritasi local dan antikoligernik (obat-obatan) yang mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yan mana lama kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular,mungkin karena viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari duktus.

Gejala klinis

Gejala khas dari pasien adalah pembengkakan dan rasa sakit yang tiba-tiba dari kelenjar yang akan menjadi bertambah parah ketika akan makan.

Pemeriksaan

Batu tersebut kemungkinan bisa dipalpasi pada saat pemeriksaan atau dari penglihatan secara radiografi,dimana kebanyakan batu kelenjar saliva tersebut terlihat opak.Pada pemeriksaan kelenjar diharuskan penekanan yang lembut atau gerakan menggerakan batu keluar untuk aliran saliva dari kelenjar bisa keluar dengan baik. Tes diagnose

Berdasarkan pemeriksaan secara klinis.

Plain radiographs dari dasar mulut bagian depan dapat mengevaluasi jumlah dan ukuran dari batu yang di dalam duktus. Sialography digunakan pada situasi dimana detail dari gambar anatomi duktus yang diinginkan. Tidak dilakukan biposi.

Perawatan

Pemijatan dari kelenjar .

Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi ke depan. Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder. Analgesik untuk mengurangi rasa sak Pembedahan jika diperlukan

5. NECROTIZING SIALOMETAPLASIA Definisi

Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke kelenjar saliva palatal minor. Etiologi

Hal ini mungkin hasil dari iskemik lokal dan nekrosisnya dari kelenjar

Gambaran dan Gejala KlinisNekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral, bagaimanapun dapat menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor.

Gambar 13. Necrotizing Sialometaplasia

Diagnosa

Untuk menentukan diagnosa dibutuhkan biopsi,meskipun kadang gambaran dari histopatologinya sering dikira bentuk dari karsinoma. Terapi

Tidak ada terapi lebih lanjut,biasanya akan sembuh sendiri dalam periode waktu beberapa minggu (biasanya 6 minggu)

Dapat dilakukan debridement dan pembilasan dengan larutan salin untuk mempercepat proses penyembuhan.

6. SIALADENOSIS (SIALOSI)Pembesaran kelenjar saliva mayor, kelenjar parotid yang bukan dari inflamasi dan dapat berhubungan dengan alkolisme, diabetes mellitus, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak.

Etiologi

Etiologinya tidak di ketahui, namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak tepat.

Gambar 14.Sialadenosis

DiagnosaEvaluasi kelainan sistemik utama, termasuk endokrinopati, defisiensi nutrisi, alkoholisme, dan gangguan makan. Pertimbangkan pemeriksaan radiografi untuk menyingkirkan tumor jika di curigai terutama jika bilateral

Biopsi : Tidak dilakukan Perawatan Perawatan berdasarkan kondisi sistemik utama. Jarang dilakukan bedah reduksi.Tindak lanjut : Jika dibutuhkan

7. XEROSTOMIABanyak keluhan yang dapat timbul di rongga mulut. Salah satu keluhan tersebut adalah keluhan mulut kering atau xerostomia. Keadaan ini umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva. Keluhan mulut kering dapat terjadi akut atau kronis, sementara atau permanen dan kurang atau agak sempurna.

Gambar 15. Xerostomia

Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek samping obat-obatan, stress dan juga usia. Produksi saliva yang berkurang selalu disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada penderita mulut kering, seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, kesukaran dalam memakai gigi palsu, mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya.

Faktor PenyebabMulut kering dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress dapat menyebabkan keluhan mulut kering. Penyebab yang paling penting diketahui adalah adanya gangguan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada kelenjar saliva dan lain-lain.a. Radiasi pada daerah leher dan kepala

b. Gangguan lokal pada kelenjar saliva

c. Efek samping obat-obatan

d. Demam, diare, diabetes, gagal ginjal

e. Berolahraga, stress

f. Bernafas melalui mulut

g. Kelainan syaraf

h. Usia

Radiasi Pada daerah leher dan kepala.Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah

terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran (Amerongan, 1991).

Hubungan Antara Dosis Penyinaran Dan Sekresi Saliva < 10 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva 10 -15 Gray Hiposialia yang jelas dapat ditunjukkan 15 -40 Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversible > 40 Gray Perusakan irreversibel jaringan kelenjar, Hiposialia irreversible Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus. Tingkat perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu: untuk beberapa hari, terjadi radang kelenjar saliva, setelah satu minggu terjadi penyusutan parenkim sehingga terjadi pengecilan kelenjar saliva dan penyumbatan.

Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada saliva, dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan sekresi Ig A berkurang.Kesehatan umum yang terganggu.Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama,diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.

Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva drpengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga pertu intake cairan dibatasr. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental.

Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering. Pada rnfeksi pemafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi menyebabkan penderita bernafas melalui mulut.

Penggunaan obat-obatan.

Banyak sekali obat yang mempengaruh sekresi sativa. Pacta tabet 1 dicantumkan kelompok obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya mulut kering.Obat-obatan yang menyebabkan mulut kering Analgesic mixtures Cold medications

Anticonvulsants Diuretics

Antiemetics Decongentans

Antihistamins Expectorants

Antihypertensives Muscle relaxants

Antinauseants Psycho tropics drugs

Antiparkinsons Sedatives

Antipruritics Antispasmodics

Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.Keadaan Fisiologis.

Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering. Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.Usia.

Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging.

Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu, penyakit- penyakit sistemis yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut. Perawatan Mulut Kering atau Xerostomia

Terapi yang diberikan bergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau mengunyah permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut kering disebabkan pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama mungkin akan dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat digunakan zat perangsang saliva dan zat pengganti saliva.

Zat perangsang produksi saliva. Obat perangsang saliva hanya akan membantu jika ada kelenjar saliva yang masih aktif. Mouth Lubricant dan Lemon Mucilage yang mengandung asam sitrat dan dapat merangsang sangat kuat sekresi encer dan menyebabkan rasa segar di dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH yang rendah sehingga dapat merusak email dan dentin. Mentol dalam kombinasi dengan zat-zat manis dapat merangsang baik sekresi seperti air maupun sekresi lendir, memberi rasa segar di dalam mulut.

Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat, natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen karet bebas Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva encer seperti air. Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang mempunyai pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti pilokarpin, karbamilkolin dan betanekol.

Zat pengganti saliva. Bila zat perangsang saliva tidak memadai untuk mengatasi keluhan mulut kering, maka digunakan zat pengganti saliva. Berbagai persyaratan untuk zat ini seperti bersifat reologis, rasa menyenangkan, pengaruh buffer, peningkatan remineralisasi dan menghambat demineralisasi, menghambat pertumbuhan bakteri dan sifat pembasahan yang baik. Pengganti saliva ini tersedia dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap. V.A Oralube, bentuk cairan, pH 7, merupakan zat pengganti saliva untuk merangsang viskositas dan elektrolit seluruh saliva. Selain itu digunakan juga Hypromellose, ph 8. Saliva orthana, bentuk spray, pH 7, mengandung musin untuk memperoleh viskositas. Juga digunakan Glandosan, pH 5,1, tetapi tidak dianjurkan untuk penderita yang masih mempunyai gigi. Bentuk tablet isap digunakan Polyox, bermanfaat sebagai pengganti saliva dan juga bermanfaat dalam mencekatkan gigi palsu.

8. NEOPLASMA

Gambar 16. NeoplasmaNeoplasma ialah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan , tidak terkordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus- menerus meskipun rangsang yang menimbulkan telah hilang. Sel neoplasma mengalami transformasi oleh karena mereka terus- menerus membelah. Pada neoplasma, proliferasi berlangsung terus meskipun rangsang yang memulainya telah hilang. Proliferasi demikian disebut proliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif, tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan sekitarnya, tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh dan bersifat parasitic. Sel neoplasma bersifat parasitic dan pesaing sel atau jaringan normal atas kebutuhan metabolismenya pada penderita yang berada dalam keadaan lemah. Neoplasma bersifat otonom karena ukurannya meningkat terus. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma, menimbulkan pembengkakan / benjolan pada jaringan tubuh membentuk tumor. Klasifikasi neoplasma yang digunakan biasanya berdasarkan :

Klasifikasi atas dasar sifat biologik tumor

Atas dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan atas tumor yang bersifat jinak (tumor jinak) dan tumor yang bersifat ganas (tumor ganas) dan tumor yang terletak antara jinak dan ganas disebut Intermediate .a. Tumor Jinak ( Benigna )Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul. Tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada umumnya disembuhkan dengan sempurna kecuali yang mensekresi hormone atau yang terletak pada tempat yang sangat penting, misalnya disumsum tulang belakang yang dapat menimbulkan paraplesia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak.Pleomorfik adenoma, atau "tumor jinak campuran," adalah neoplasma kelenjar saliva paling umum dan terjadi di semua lokasi, meskipun terlihat paling sering pada kelenjar parotis. Lesi ini menimbulkan rasa sakit dan lambat tumbuh, dan seringkali dicatat kebetulan pada ujian sebagai massa perusahaan. Eksisi bedah dianjurkan, karena mereka dapat menjadi sangat besar dan memiliki potensi untuk transformasi ganas dari waktu ke waktu. Lesi harus dipotong dengan margin jaringan di sekitarnya, sebagai lawan enukleasi sederhana, untuk meminimalkan kekambuhan.

Gambar 17. Pleomorphic adenomaWarthin tumor ( Limfomatosum Adenokistoma Papilar ), yang terjadi hampir secara eksklusif di kelenjar parotis, adalah neoplasma saliva kedua yang paling umum dan dapat hadir bilateral. Hal ini lambat tumbuh, tanpa gejala, dan biasanya agak lembut untuk palpasi. Paling sering terjadi pada pria 50-60 tahun dan ada hubungannya dengan faktor resiko merokok. Eksisi bedah dianjurkan, meskipun transformasi ganas sangat langka.b. Tumor ganas ( maligna )Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif dan merusak jaringan sekitarnya. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limpe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian. Sekitar 65-80% dari semua tumor saliva terjadi pada kelenjar parotis dan mayoritas ini (sekitar 80%) adalah jinak. Sepuluh sampai lima belas persen dari tumor terjadi pada jaringan kelenjar saliva kecil dengan sekitar setengah yang ganas. Mayoritas neoplasma kelenjar saliva berasal dari epitel, yang timbul dari asinar, duktuls, atau sel pendukung. Kebanyakan terdapat sebagai pembengkakan tanpa gejala, bagaimanapun, mereka dapat menyakitkan atau ulserasi tergantung pada jenis tumor dan lokasi. Parestesia atau kelemahan saraf wajah mungkin menunjukkan keterlibatan saraf. Neoplasma Nonepithelial, seperti limfoma, hemangiopericytoma, schwannoma, dan fibrosarcoma, jauh kurang umum, tetapi dapat terjadi.Tumor ganas yang paling umum saliva adalah karsinoma mucoepidermoid, yang umumnya muncul sebagai pembengkakan tanpa rasa sakit pada kelenjar asal (biasanya parotis). Pengobatan dan prognosis tergantung pada lokasi, kelas histologis, dan tahap tumor. Secara umum, lesi tingkat rendah menunjukkan prognosis yang cukup baik, sedangkan tumor grade tinggi bisa sangat agresif dan refrakter terhadap pengobatan. Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor dengan derajat ganas tigkat tinggi. Terdapat pada 3% kelenjar parotis, 15% submandibular dan 30% kelenjar saliva minor. terlihat di rongga mulut yang timbul dari jaringan kelenjar saliva kecil, terutama di langit-langit mulut. Lesi intraoral yang lambat tumbuh dan mungkin muncul ulserasi. Tumor ini terkenal karena kecenderungan untuk invasi perineural, yang mengakibatkan rasa sakit dan kecenderungan untuk kambuh.

Gambar 18. Adenoid cystic carcinoma of the palate.9. SJORGEN SYNDROME

Sjorgen syndrome merupakan suatu penyakit auto imun yang ditandai oleh produksi abnormal dari extra antibodi dalam darah yang diarahkan terhadap berbagai jaringan tubuh. Ini merupakan suatu penyakit autoimun peradangan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan mulut kering dan bibir kering. Diagnosis

Peradangan kelenjar saliva dapat dideteksi dengan radiologic scan, juga dapat dilihat dengan berkurangnya kemampuan kelenjar saliva memproduksi air liur. Dapat juga didiagnosis dengan cara biopsi. Untuk mendapatkan sampel biopsi, biasa digunakan pada kelenjar dari bibir bawah. Prosedur biopsi kelenjar saliva bibir bawah diawali dengan anastesi lokal kemudian dibuat sayatan kecil dibagian dalam bibir bawah.

GejalaGejala dari sjorgen syndrome antara lain; mulut kering, kesulitan menelan, kerusakan gigi, penyakit gingiva, mulut luka dan pembengkakan, dan infeksi pada kelenjar parotis bagian dalam pipi.

PenatalaksanaanMulut yang kering dapat dibantu dengan minum air yang banyak dan perawatan gigi yang baik untuk menghindari kerusakan pada gigi. Kelenjar dapat dirangsang dengan menghisap tetesan air lemon tanpa gula atau gliserin pembersih. Perawatan tambahan untuk gejala mulut kering adalah obat resep untuk menstimulasi air liur seperti pilocarpine dan ceuimeline. Obat-obatan ini harus dihinari oleh orang yang berpenyakit jantung, asma, dan glukoma.

Penyebab

Penyebab sjorgen syndrome tidak diketahui, ada dukungan ilmiah yang menyatakan bahwa penyakit ini adalah penyakit turunan atau adanya faktor genetik yang dapat memicu terjadinya sjorgen syndrome, karena penyakit ini kadang-kadang penyakit ditemukan pada anggota keluarga lainnya. Hal ini juga ditemukan lebih umum pada orang yang memiliki penyakit autoimun lainnya seperti lupus eritematous sistemik, autoimun penyakit tiroid, diabetes, dll.

10. SIALORRHEA

Sialorrhea adalah suatu kondisi medIs yang detandai dengan menetesnya air liur atau sekresi saliva yang berlebihan. Penyebab

Penyebab dari sialorrhea dapat bevariasi berupa gejala dan gangguan neurologis, infeksi atau keracunan logam berat dan insektisida serta efek samping dari obat-obatan tertentu. Penatalaksanaan

Pengobatan dan perawatan sialorrhea biasanya tergantung pada sumber penyebabnya. Apabila disebabkan oleh efek samping obat-obatan maka penanggulangannya hanya sebatas mengatur kelebihan sekresi saliva. Pada tahap awal dapat diberikan obat, jika terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat dilakukan operasi dengan mengangkat satu atau lebih glandula salivarius mayor.V. PEMERIKSAAN KELENJAR SALIVAa. Sialometri

Sialometri rnerupakan pengukuran kecepatan aliran ludah yang dapat dilakukan selama istirahat maupun waktu terstimulasi. Hari pengambilan sampel dan jenis stimulan yang digunakan perlu dipertimbangkan. Angka kecepatan aliran saliva yang terstimulir dan tidak masih diperdebatkan, tetapi kebanyakan informasi didasarkan pada kecepatan saliva parotis yang distimulasi. Pengumpulan saliva dan kelenjar parotis dilakukan menggunakan mangkok Carisson-Crittenden yang ditempatkan pada muara tiap saluran.

Aliran distimulasi dengan jalan menempatkan 1 ml asam sitrat 10% di bagian belakang lidah. Kecepatan aliran 0,7 ml/menit dianggap normal. Pengukuran aliran kelenjar submandibularis lebih ruwet dan biasanya hanya dilakukan untuk tujuan penelitian.

b. Susunan Kimiawi Saliva

Analisa zat-zat saliva telah dilakukan dalam pelbagai penelitian penyakit dan abnormalitas telah terdeteksi pada penderita sarkoidosis, sindrom Sjogren, dan berbagai kelainan hormonal. Teknik ini belum digunakan secara luas dalam diagnosis tetapi dapat digunakan untuk mengukur dan memonitor kadar obat-obat serta hormon tertentu.

c. Reologi

Hingga kini, informasi klinis mengenai reologi saliva baru sedikit, tetapi diperkirakan bahwa perubahan dalam aliran serta konsistensi terlibat dalam xerostomia dan pengecapan.

d. Sialografi

Sialografi merupakan metode demonstrasi langsung jaringan saluran, baik kelenjar submandibularis maupun parotis. Kadang- kadang, kelenjar sublingualis dapat dilihat, tetapi ini merupakan kejadian yang sangat langka. Teknik didasarkan atas infusi sebuah medium kontras radio-opak ke dalam saluran kelenjar ludah utama. Media kontras terdapat dalam dua sediaan yaitu dengan bahan dasar minyak atau air. Media kontras berbahan dasar minyak biji poppy dulu digunakan secara rutin untuk sialografi. Tetapi, media ini sekarang jarang digunakan lagi karena pengisian kelenjar yang berlebih dapat berakibat pada hilangnya bentuk saluran pada radiografi, retensi media di dalam kelenjar, serta menimbulkan kerusakan kelenjar. Media berbahan dasar air yang mengandung natrium dan garam-garam dan asam diatrizoic dan iothalamic tidak menimbulkarn masalah tersebut dan dewasa ini merupakan bahan kontras pilihan. Metode untuk memasukkan media adalah injeksi yang dipegang dengan tangan, tekanan hidrostatik atau infusi yang bersinambungan. Teknik dipegang dengan tangan berisiko meninggikan tekanan di dalam kelenjar yang dapat menimbulkan rasa sakit dan kerusakan kelenjar. Metode hidrostatik tidak menimbulkan tekanan berlebihan pada waktu infusi, tetapi pengisian kurang sempurna pada kelenjar-kelenjar yang tersumbat. Tekanan infusi berkesinambungan yang terpantau (CIPM) merupakan metode yang lebih disenangi karena menghasilkan kontrol infusi yang akurat serta dapat menunjukkan pada klinisi kapan terjadi tekanan pengisian yang berlebihan.

Gambar 19. Peralatan yang diperlukan untuk sialografi CIPM

Sebuah kanula politen steril dimasukkan ke dalam mulut saluran ekskresi. Perlu diberi anestesi lokal secara infiltrasi di dasar mulut bila kelenjar submandibularis akan diperiksa. Media berbahan dasar air harus dimasukkan dengan kecepatan 0,5 ml per menit. Radiografi dilakukan setelah 2 dan 4 menit dan mencakup dua gambar dengan dataran yang berbeda; biasanya pandangan 1ateral oblik dan anteroposterior. Gambar lateral 15 derajat kadang-kadang dibutuhkan bila kelenjar submandibularis ingin diselidiki.

Sialografi bukan merupakan metode yang dapat digunakan untuk memperlihatkan kelainan struktural, terutama penyempitan jinak mucous plugs serta kalkuli. Distribusi media kontras dapat menimbulkan gambaran radiografi yang khas pada kondisi peradangan kelenjar saliva yang kronis. Hal ini berlaku pada dilatasi saluran (sialodokiektasis) serta penumpukan media tepi (sialektasis) yang dapat dilihat selama sialografi kelenjar parotis pada penderita sindrom Sjogren. Gambaran sialektasis kadang-kadang disebut sebagai efek badai salju. Peranan sialografi dalam diagnosis dan penatalaksanaan tumor kelenjar saliva amat kontroversial dan bisa diikuti oleh tomografi komputer dengan atau tanpa sialografi gabungan. Sialografi tetap memegang peranan dalam pemeriksaan pembengkakan kelenjar saliva, karena dapat memberikan informasi yang berguna apakah sebuah lesi terletak di dalam kelenjar ataukah timbul di dalam jaringan sekitarnya yang mengakibatkan perpindahan letak kelenjar.

Gambar 20. Sialograrn kelenjar parotis kanan memperlihatkan pengerutan pada saluran ekskresi utama

Pada dasarnya sialografi merupakan prosedur yang mudah dan aman; satu-satunya kontra indikasi adalah alergi terhadap iodin atau adanya infeksi akut. Sialografi diperkirakan bisa menimbulkan bakteriemia, dan oleh karena itu pasien-pasien yang berisiko terhadap endokarditis harus diberi antibiotik pencegahan.

e. CT-scan

Penelitian radioisotop dan fungsi kelenjar saliva didasarkan pada kesiapan kelenjar-kelenjar itu untuk menerima radioisotop secara selektif dan aliran darah, Dalam praktik, radioisotop dan iodin memiliki waktu paruh yang terlalu panjang yang membuatnya sulit memberikan hasil klinis yang bermanfaat dan oleh karena itu, technetium pertechnetate yang bisa diperlakukan seperti iodine oleh kelenjar saliva major, dipilih untuk digunakan secara rutin. Isotop ini dimasukkan secara intravena. Dilakukan scaning kepala dan leher dengan suatu teknik yang mengambil emisi iosotop dan kemudian kelenjar saliva major diperlihatkan. Teknik ini memberi ke mungkinan untuk memperbandingkan masukan kelenjar kanan dan kiri. Masukan keseluruhan bisa digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsional secara menyeluruh. Kemajuan teknik dasar ini melibatkan penggunaan radioisotop seperti selenomethionine dan gallium, yang diperkirakan ditahan secara selektif oleh neoplasma kelenjar saliva tertentu.

Gambar 21. CT-scan memperlihatkan tiadanya fungsi pada kelenjar parotis kanan

VI. PENATALAKSANAAN KELAINAN KELENJAR SALIVA

Penatalaksanaan Penyakit-penyakit Glandula Saliva

FENOMENA KEBOCORAN / RETENSI

Eksisi Mucocele Mucocele dapat dieksisi dengan memakai modifikasi teknik elips (lihat Bab 8). Setelah anestesi local, dibuat dua insisi elips yang hanya menembus mukosa, di luar batas permukaan dari lesi. Pada tahap ini, mucocele yang berbentuk seperti kista cenderung menonjol dari jaringan dasar di bawahnya. Dataran antara mucolele dan lapisan muscular/glandula dapat dengan mudah diidentifikasi, dan lesi dipotong dengan teknik gunting. Pengambilan glandula mucus asesoris di dekatnya dari dasar eksisi akan mengurangi kemungkinan kekambuhan. Penutupan jaringan dilakukan dengan jahitan terputus. Penanganan mucolele dengan cara aspirasi kurang bisa mengatasi masalah, karena lesi akan segera timbul lagi setelah luka pungsi sembuh.

Marsupialisasi ranula Ranula biasanya dirawat dengan cara marsupialisasi atau pembuatan jendela pada lesi. Biasanya digunakan anestesi blok lingual ditambah dengan infiltrasi regional. Di sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaian jahitan dengan menggunakan benang yang dapat atau tidak dapat diabsorbsi, yang menyatukan mukosa perifer yang tidak terlibat dengan mukosa lesi, dan juga jaringan dasar lesi. Karena jahitan yang dilakukan juga menembus rongga mukosa, maka dilakukan juga drainase dengan penekanan lesi. Idealnya, pembuatan jendela diselesaikan sebelum lesi didrainase. Jahitan menandai batas eksisi, dan atap dieksisi dalam batas tersebut. Setelah eksisi lapisan/atap mukosa, jahitan tambahan diperlukan untuk menyatukan dasar lesi dengan mukosa perifer di dekatnya. Daerah operasi ditutup dengan pembalut yang dilapisi salep antibiotic atau petrolatum (kasa ukuran 3/8 inchi). Pembalut dilepas setelah 48 hingga 72 jam. Plunging ranula juga dirawat dengan cara yang sama, karena eksisi total kemungkinan membutuhkan diseksi bedah yang luas, sebab lesi seringkali sudah meluas jauh ke dalam, ke region cervicalis.

Ranula kambuhan Setelah marsupialisasi kadang-kadang terjadi kekambuhan, karenanya dibutuhkan tindak lanjut perawatan. Bila lesi mengalami kekambuhan, maka biasanya dilakukan penanganan dengan memotong glandula saliva yang terlibat (glandula sublingualis).

INFEKSI

Mumps Bentuk parotitis akut (karena virus) yang paling sering ditemukan adalah mumps, dan didiagnosis ini biasanya dipertimbangkan untuk pembengkakan glandula saliva yang sakit dan tidak jelas sebabnya pada anak di bawah 15 tahun. Walaupun glandula parotieda merupakan glandula umum terlibat, 10-15 persen lesi juga ditemukan di glandula submandibularis. Perawatan yang dilakukan biasanya bersifat suportif dan meliputi istirahat, analgesic dan hidrasi secukupnya. Vaksin mumps, yang secara nyata menurunkan frekuensi penyakit ini, akan menghasilakan antibody pelindung pada 95% penerima vaksin. Belum didapatkan efek samping pada penggunaan lebih dari 40 juta dosis di Amerika Serikat selama kurun waktu sekurang-kurangnya 12 tahun.

Parotitis kambuhan Anak-anak juga mudah terkena sejenis parotitis kambuhan yang timbul pada usia 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak. Dari duktus dapat dihasikan bahan purulen dan hasil kultur seringkali menunjukkan adanya pneumococci. Perawatan yang diberikan meliputi terapi antibiotic yang apabila memungkinkan, didasarkan pada hasil uji sensitivitas dan kultur.

Parotitis akut parotitis supuratif akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemrahan, dan pembengkakan pada region parotis. Dapat timbul sebagai kibat pasca bedah yag dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita lanjut usia, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan dehidrasi. Infeksi retrograde melalui duktus dan Staphylococcus aureus seringkali langsung diberikan terapi antibiotik intravena dengan jenis antibiotic resisten penisilinase ( methicillin, nafcillin, atau sodium oxacillin). Pemberian terapi antibiotic dan perawatan penunjang yang meliputi penambahan cairan (rehidrasi), kompres hangat, analgesic, dan perbaikan kebersihan mulut, biasanya akan menghasilkan perbaikan dalam 48 jam. Namun apabila infeksi malah berkembang dibutuhkan penanganan secara bedah dengan cara insisi dan drainase.

Sialadenitis supuratif siladenitis supuratis kronis lebih jarang terjadi pada gandula submandibularis, dan jika ada, seringkali disebabkan oleh sumbatan duktus dari batu saliva atau oleh banturan langsung pada duktus. Dilakukan pemeriksaan kultur dari sekresi purulen dan terapi antibiotik. Jika batu terletak [ada bagian distal duktus (intraoral), batu harus dikeluarkan. Jika silaloit terletak pada duktus proksimal, kadang-kadang glandula harus dipotong untuk mengontrol infeksi akut.

Sialadenitis kronis Sialadentis kronis kambuhan seringkali timbul apabila infeksi akut telah menyebabkan kerusakan atau pembentukan jaringan parut atau perubahan fibrotic pada glandula. Tampaknya glandula yang terkena tersebutrentan atau peka terhadap proses infeksi lanjutan. Seperti pada sialadenitis akut, perawatan yang dipilih adalah kultur saliva dari glandula yang terlibat dan pemberian terapi antibiotic yang sesuai. Probing atau pelebaran duktus akan sangat membantu jika sialolit ini menyebabkan penyempitan duktus sehingga menghalanggi aliran bebas dari saliva. Bila kasus infeksi kronis ini berulang-ulang terjadi, maka diperlukan sialografi dan pemerasan untuk mengevaluasi fungsi glandula. Jika terlihat adanya kerusakan glandula yang cukup besar, perlu dilakukan ekstirpasi glandula. Pengambilan glandula submandibularis tidak membawa tingkat kesulitan bedah dan kemungkinan timbulnya rasa sakit sebagaimana pengambilan glandula parotidea. Karena kedekatannya dengan n. facialis dan kemungkinan cidera selama pembedahan, maka glandula parotidea yang mengalami gangguan biasanya dipertahankan lebih lama dari pada jika kerusakan mengenai glandula submandibularis.

SIALOLITOTOMI

Sialolitotomi peroral pengambilan sialolit dari ductus submandibularis merupakan prosedur yang relative tidak rumit jika batu tersebut terlatak di dasar mulut dekat muara duktus. Anestesi yang dilakukan cukup dengan anestesi blok lingual dan infiltrasi local. Disekitar duktus, pada sisi posterior dari batu tersebut, ditempatkan jahitan sementara untuk mencegah pergeseran batu ke proksimal/posterior. Di atas sialolitdibuat insisi pada mukosa, dan setelah duktus terlihat, kemudian dipotong longitudinal. Batu diambil dengan menggunakan penjepit jaringan atau hemostat kecil. Daerah operasi diirigasi dengan saline steril dan diperiksa kembali. Insisi pada mukosa dapat ditutup tidak terlalu rapat,tetapi duktus biasanyatidak dijahit karena manipulasi duktus seminimal mungkin merupakan cara terbaik untuk mempertahankan keberadaannya. Jika pemerasan tidak memberikan aliran saliva secara bebas, maka diindikasikan untuk memasukkan selang poietilen kedalam duktus dan dipertahankan dengan penjahitan. Jika selang dibiarkan selama 2-3 hari, keberadaan duktus akan bertahan dan kemungkinaan terjadinya aliran saliva yang normal akan meningkat. Bila batu terdapat pada duktus proksimal dekat dengan galndula ataupun dalam glandula itusendiri, maka penanganannya biasanya meliputi juga pengambilan glandula tersebut. Sialolitiasis pada galndula saliva minor bisa diatasi dengan anestesi local dan pengambilan batu, yang biasanya disertai juag dengan pengambilan glandula yang terlibat.

NEOPLASIA

Kelainan yang bersifat jinak lesi jinak rongga mulut yang mengenai glandula saliva asesoris biasanya diterapi dengan eksisi local yang luas. Untuk lesi pada palatum, eksisi periosteum di bawah lesi juga dianggap perlu. Kecenderungan sel-sel tumor untuk menghancurkan selubung adenoma pleomorfik disertai dengan adanya stroma myxoma merupakan penyebab kecenderungan kekambuhannya. Adenoma pleomorfik kekambuhannya pada palatum durum kemungkinan membutuhkan maksilektomi dengan modifikasi, bila telah melibatkan dinding palatum. Bila lesi kabuhan ini mengenai bibir atas, biasanya dibutuhkan eksisi bentuk V . Lesi neoplastik jinak dari glandula sublingualis dan sub mandibularis diatasi dengan pengambilan seluruh glandula, sementara lesi yang sama pada parotidea diterapi dengan resekdi subtotal.

Kelainan yang bersifat ganas untuk penanganan lesi yang bersifat ganas, pembedahan merupakan metode yang dipilih. Tumor ganas glandula parotidea yang mengenai n. facialis menyebabkan harus dibuangnya saraf yang terkena. Bila terdapat keganasan glandula saliva dengan penyebaran kearah servikal, dapat dialakaukan diseksi leher radikal (pemotongan limfonodus). Terapi radiasi dibutuhkan untuk merawat kekambuhan lesi ganas glandula saliva paska bedah, atau bila terdapat bukti bahwa pengambilan sebelumnya tidak sempurna (kurang bersih).

TRAUMA

Putusnya duktus major putusnya duktus major glandula parotidea atau submandibularis akibat trauma, diatasi dengan melakukan reanastomosis melalui pembedahan, bila memungkinkan. Kunci keberhasilannya terletak pada penentuan secra tepat lokasi ujung distal dan proksimal duktus yang terkena. Cidera yang meluas dan afulsi menyebabkan atau menibulkan masalah besar dalam penangananya. Pada luka-luka yang bersih, ujung yang rusak dapat dengan mudah ditentukan letaknya. Pemasukan zat warna (methylene blue) melalui muara duktus dapat membantu menentukan letak bagian distal dari duktus yang rusak. Pada kedua bagian duktus diselipkan selang polietilen kecil, dan dinding duktus dijahit diatasnya (dengan kateter 18 atau 20gauge). Kedudukan selang distabilkan pada muara duktus dengan cara menjahitnya kejaringan di dekatnya. Kateter ini dapat dilepaskan dalam 6 hingga 10 hari. Aliran saliva diperiksa dengan cara memeras glandula dan duktus. Fistula fistula glandula saliva akan mempersulit dan memperparah trauma dan pembedahan glandula saliva. Pada daerah fistula ditempatkan seton, yang biasanya beruupa kawat atau benang yang tidak terabsorbsi, diikat di rongga mulut. Hal ini dimaksudkan agar didapat saluran untuk mengarahkan drainase fistula ke rongga mulut. Fistula grandula saliva juga dirawat dengan cara eksisi dan menjahit daerah bekas eksisi atau kadang dilakukan pengikatan duktus agar terjadi artrofi grandula. DAFTAR PUSTAKA

Bruch JM, Triester NS. Clinical Oral Medecine and Pathology New York: Humana Press; 2010.

Laskaris G. Pocket Atlas of Oral Disease Stuttgart: Thieme; 2006.

Greenberg MS, Glick M. Burket's Oral Medecine : Diagnosis and Treament New york: BC Decker Inc; 2003.

Mandel L, Patel S. Sialadenosis Associated With Diabetes. J. Oro Maxillofacial Surgical. 2002; 60.Langlais, Robert P. 1994. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Hipokrates: Jakarta.

Roitt, Ivan. 2003. IMUNOLOGI Essential Immunology Edisi 8. Jakarta : Widya MedikaUnderwood, J. C. E.. 1992. General and Systematic Pathology. New York : Churchill LivingstoneEpitope spreading or epitope drift - when the immune reaction changes from targeting the primary epitope to also targeting other epitopes. [ 16 ] In contrast to molecular mimicry, the other epitopes need not be structurally similar to the primary one.