kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan multi etnik dan multi sosial budaya serta berbagai perbedaan pandangan politik sempit yang diperberat dengan adanya krisis multi dimensi. Keragaman tersebut berpotensi menimbulkan koflik dengan kekerasan yang berdampak adanya masalah kesehatan. Konflik dengan kekerasan menyebabkan terjadinya kedaruratan kompleks yang merupakan bencana karena ulah manusia termasuk masalah kesehatan yang timbul secara mendadak (akut) yang ditandai dengan jatuhnya korban manusia. Sehingga penanggulangan masalah kesehatan akibat kedaruratan kompleks memerlukan keterpaduan dan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor. Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit. Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas- gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Selain itu, agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS. 1

Upload: dian-novita-syahdi

Post on 24-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan multi etnik dan multi sosial budaya serta

berbagai perbedaan pandangan politik sempit yang diperberat dengan adanya krisis multi

dimensi. Keragaman tersebut berpotensi menimbulkan koflik dengan kekerasan yang

berdampak adanya masalah kesehatan. Konflik dengan kekerasan menyebabkan terjadinya

kedaruratan kompleks yang merupakan bencana karena ulah manusia termasuk masalah

kesehatan yang timbul secara mendadak (akut) yang ditandai dengan jatuhnya korban

manusia. Sehingga penanggulangan masalah kesehatan akibat kedaruratan kompleks

memerlukan keterpaduan dan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor.

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah

sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan.

Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat

besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-

bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,

kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber

cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan

psikososial dan ergonomi.

Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3

di RS. Selain itu, agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan

sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23

dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di

semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,

mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka Rumah

Sakit (RS) juga termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang

1

Page 2: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang

bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya

pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Segala hal yang menyangkut

penyelenggaraan K3 di rumah sakit diatur di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit termasuk

pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit.

a. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

1) Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)

Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan

fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis

pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh

kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat

faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja

dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan

psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia

dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.

2) Kesehatan dan keselamatan kerja

Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat

kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit

akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan,

dan rehabilitasi.

3) Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya

terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit

untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman

dan nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang

sakit, maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.

b. Ruang Lingkup

1) Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan dan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Rumah Sakit (K3RS)

a) Prinsip K3RS

Agar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat dipahami

secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling berinteraksi,

yaitu :

(1) Kapasitas kerja adalah status kesehtan kerja dan gizi kerja yang baik serta

kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan

pekerjaannya dengan baik.

(2) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh

pekerja dalam melaksankan tugasnya.

2

Page 3: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

(3) Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja

b) Program K3RS

Program K3 di rumah sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan

kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan

pasien, pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit.

Kinerja setiap petugas petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan

resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan

lingkungan kerja. Program K3RS yang harus diterapkan adalah :

(1) Pengembangan kebijakan K3RS

(2) Pembudayaan perilaku K3RS

(3) Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS

(4) Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS

(5) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja

(6) Pelayanan kesehatan kerja

(7) Pelayanan keselamatan kerja

(8) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, gas

(9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya

(10) Pengembangan manajemen tanggap darurat

(11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3

(12) Review program tahunan

c) Kebijakan pelaksanaan K3

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan

teknologi, namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif

terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit

tersebut tidak melaksanakan prosedur K3. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan

kebijakan sebagai berikut :

(1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit

(2) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan Kepmenkes

Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di

Rumah Sakit

(3) Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit

(4) Membudayakan perilaku k3 di rumah sakit

(5) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masing-masing

unit kerja di rumah sakit

(6) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit

2) Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit

Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai

komponen yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3 di rumah sakit sampai saat ini

3

Page 4: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang

belum menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja (SMK3).

a) Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja seperti

tercantum pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan

Menteri tenaga kerja dan Transmigrasi RI No.03/men/1982 tentang pelayanan

kesehatan kerja. Adapun bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu

dilakukan, sebagai berikut :

(1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebekum kerja bagi pekerja

(2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja

dan memberikan bantuan kepada pekerja di rumah sakit dalam

penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap pekerjanya.

(3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan

pajanan di rumah sakit

(4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan

fisik pekerja

(5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja

yang menderita sakit

(6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah sakit yang

akan pension atau pindah kerja

(7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien

(8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja

(9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan

dengan kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik,

kimia, biologi, psikososial, dan ergonomi)

(10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja

yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di

wilayah kerja Rumah Sakit

b) Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan

sarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja

yang dilakukan :

(1) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana,

dan peralatan kesehatan

(2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap

pekerja

4

Page 5: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja

(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair

(5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja

(6) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja

(7) Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat

kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait

keselamatan/keamanan

(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya

(9) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan

Kebakaran (MSPK)

(10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan

keselamatan kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit

teknis terkait di wilayah kerja kerja Rumah Sakit

3) Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit

Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi

oleh mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh

pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai,

dinding, tiang, kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan

prasarana adalah seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa

berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, antara lain : instalasi air bersih

dan air kotor, instalasi listrik, gas medis, komunikasi, dan pengkondisian udara, dan

lain-lain.

4) Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya

Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau

konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,

dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

makhluk hidup lainnya.

a) Kategori B3

Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar,

Oksidator, Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus

listrik.

b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3

(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal

ciri-ciri dan karakteristiknya.

(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang

diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang

5

Page 6: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila

kecelakaan terjadi

(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang

dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi

administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja

yang aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah

ambang.

(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya

c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang

diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut

company profile. Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap

dari material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan

K3 dan lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah sakit.

Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan,

mengelola B3 harus menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit

pengadaan barang setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang

diminta termasuk jenis B3. Untuk memudahkan melakukan proses seleksi,

dibuat form seleksi yang memuat kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh

rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing criteria yang ditentukan.

5) Standar SDM K3 di Rumah Sakit

Kriteria tenaga K3

a) Rumah Sakit Kelas A

(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang

terakreditasi mengenai K3 RS

(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang

terakreditasi mengenai K3 RS

(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi

minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS

(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang

mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang

dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS

(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang

mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

6

Page 7: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS minimal 2 orang

(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan

khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai

K3 RS minimal 2 orang

b) Rumah Sakit Kelas B

(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus

terakreditasi mengenai K3 RS

(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang

mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang

dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS

(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang

mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1

orang

(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS minimal 1 orang

(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan

khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai

K3 RS minimal 1 orang

c) Rumah Sakit kelas C

(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang

mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang

dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS

(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS minimal 1 orang

(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai

K3 RS minimal 1 orang

7

Page 8: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

6) Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan

a) Pembinaan dan pengawasan

Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang.

Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan.

Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan,

penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.

Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di

rumah sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang

dilakukan oleh pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan

pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri kesehatan dan Dinas

Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.

b) Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara

tertulis dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara

keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan

dilaporkan /diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan

unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan

pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan

informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan

K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan

melaksanakan pelaporan kegiatan K3.

Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan)

dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan

sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat

kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3. Sasaran kegiatan

pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah mencatat dan melaporkan

pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :

(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan

lingkungan rumah sakit.

(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan

tindak lanjutnya.

2.2 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit

a. Pengertian Manajemen K3 RS

Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta

pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang

sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya.

b. Sistem Manajemen K3 RS

8

Page 9: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi,

perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi.

Tujuan dari SMK3 RS adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat supaya

tenaga kerja produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip

yang digunakan dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan

Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.

c. Langkah manajemen:

1) Komitmen dan Kebijakan

Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah

dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi

dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana

untuk terlaksananya program K3 di RS.

Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur

organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun

strategi antara lain :

a) Advokasi sosialisasi program K3 RS.

b) Menetapkan tujuan yang jelas.

c) Organisasi dan penugasan yang jelas.

d) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di

lingkungan RS.

e) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak

f) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif

g) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan

pencegahan.

h) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2) Perencanaan

RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan

penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.

Perencanaan meliputi:

a) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.

Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan

tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan

dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan

proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan

penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan

keselamatan.

Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan

yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau

9

Page 10: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko

sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).

b) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar

Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta

harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang

terkait.

c) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)

d) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan

sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.

e) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat

serta dilaporkan.

3) Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen

dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam

pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas.

Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan

latihan serta penegakkan disiplin.

a) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS

1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai

masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.

2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan

prosedur.

3) Membuat program K3 RS

b) Fungsi unit pelaksana K3 RS

1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan

yang berhubungan dengan K3.

2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,

pelatihan dan penelitian K3 di RS.

3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.

4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.

5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.

6) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya,

mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.

7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai

kegiatannya.

10

Page 11: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan

gedung dan proses.

2.3 Struktur Organisasi K3 di RS

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432 tahun 2007 bahwa

Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja rangkap dan merupakan unit

organisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur RS. Hal ini dikarenakan

organisasi K3 RS berkaitan langsung dengan regulasi, kebijakan, biaya, logistik dan SDM di

rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3

yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS. Keanggotaan:

a. Unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi RS.

Akan sangat efektif bila ada yang berlatarbelakang pendidikan K3.

b. Unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris dan anggota.

Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota.

c. Ketua unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di RS atau

sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur RS.

d. Sedang sekretaris unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga profesional K3 RS, yaitu

manajer K3 RS atau ahli K3 (berlatarbelakang pendidikan K3).

11

Page 12: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

BAB III

ISI DAN PEMBAHASAN

3.1 Studi Kasus

a. Kasus 1

Jakarta, bagi para perawat, bekerja di klinik kanker butuh kehati-hatian ekstra.

Sedikit saja kesalahan tidak hanya membahayakan pasien, tetapi juga diri sendiri karena

kontak langsung dengan obat-obat kemoterapi dapat menyebabkan keracunan. Para peneliti

dari University of Michigan mengungkap, kontak langsung dengan kulit atau mata bisa

membuat obat-obat kemoterapi atau obat kanker bisa terserap oleh tubuh. Bagi para

perawat yang setiap hari menangani obat-obatan tersebut, hal ini bisa berdampak serius.

Paparan obat kemoterapi yang tidak disengaja bisa membuat para perawat

mengalami gangguan sistem saraf dan reproduksi. Bahkan saat baru terserap dan masuk ke

sistem peredaran darah, racun-racun tesebut juga sudah bisa memicu risiko kanker darah.

"Kontak apapun di permukaan kulit atau mata sama bahayanya dengan tertusuk jarum

suntik. Untuk kecelakaan jarum suntik, perawat biasanya langsung mendapat pemeriksaan

namun pada obat-obat kemoterapi jarang diperhatikan," ungkap salah seorang peneliti, Dr

Christopher Friese seperti dikutio dari MSN Health, Rabu (24/8/2011). Penelitian yang

dilakukan Dr Friese dan timnya menunjukkan, 17 persen perawat yang bekerja di klinik

kanker mengaku pernah terlibat kontak langsung dengan obat kemoterapi baik di kulit

maupun mata. Data ini diperoleh setelah mensurvei 1.339 perawat di seluruh Amerika.

Lembaga keselamatan dan kesehatan kerja di Amerika Serikat sebenarnya sudah

punya panduan tentang cara penanganan obat kanker yang aman. Namun karena sifatnya

tidak diwajibkan, hanya sebagian saja perawat yang sudah menerapkan panduan tersebut

sedangkan sisanya kurang mematuhinya. Salah satu imbauan yang tercantum dalam

panduan tersebut adalah, para perawat yang menangani obat-obat kemoterapi harus

memakai perlengkapan tertentu untuk melindungi dirinya. Perlengkapan itu terdiri dari

sarung tangan dan juga gaun khusus untuk melindungi tubuh dari tumpahan obat.

b. Kasus 2

Jakarta, di tempat kerja, ancaman terhadap kesehatan reproduksi bisa datang dari

penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya. Salah satu profesi yang rentan mengalami

gangguan reproduksi akibat penggunaan bahan-bahan tersebut adalah tenaga

kesehatan. Pakar kesehatan kerja dari Universitas Indonesia, Dr dr Astrid W Sulistomo, MPH,

SpOk (spesialis okupansi atau spesialis kesehatan dan keselamatan kerja) mengatakan

pejanan gas-gas anestesi di rumah sakit dalam jangka panjang bisa memicu ketidaksuburan

baik pada pria maupun wanita. Pada ibu hamil, risikonya adalah kelainan kongenital atau

pertumbuhan struktur organ pada janin.

12

Page 13: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

Ancaman bagi kehamilan juga bisa datang dari pejanan obat-obat kanker atau

antineoplastik dalam waktu yang lama dan terus menerus. Selain memicu kelainan

kongenital seperti halnya gas anestesi, obat-obat antineoplastik juga bisa memicu keguguran

atau abortus spontan.  "Menurut penelitian, pekerja di sektor kesehatan dan manufaktur

paling rentan mengalami gangguan reproduksi. Khusus di negara berkembang, yang paling

rentan adalah pertanian akibat penggunaan pestisida," ungkap Dr Astrid dalam seminar

Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (1/3/2011). 

Selain akibat pejanan bahan-bahan kimia, Dr Astrid mengatakan ancaman di

tempat kerja bisa datang dari pejanan fisik seperti suhu yang terlalu panas. Pejanan fisik

berupa temperatur tinggi antara lain mengancam para pekerja di peleburan baja, tukang las

dan koki atau juru masak. Risikonya memang lebih banyak mengancam pria, antara lain

memicu ketidaksuburan atau oligospermia serta menurunkan libido atau gairah seks.

Namun ada juga pejanan fisik yang mengancam wanita, misalnya getaran mesin yang bisa

memicu keguguran atau kelahiran prematur. 

Meski demikian Dr Astrid mengatakan tidak semua risiko tersebut didukung dengan

bukti ilmiah yang kuat, beberapa di antaranya masih berupa dugaan. Misalnya gas anestesi,

pengaruhnya terhadap kesehatan reproduksi masih inkonklusif atau belum disimpulkan

sementara obat antineoplastik pengaruhnya sudah didukung bukti kuat.

c. Kasus 3

Taiwan, sebanyak 5 orang penerima donor organ di 2 rumah sakit terkemuka

Taiwan tengah diambang terinfeksi virus HIV (Human Imunodeficiency Virus) setelah sang

pendonor organ belakangan diketahui sebagai penderita HIV positif. Kelima orang tersebut

melakukan transplantasi organ (cangkok organ tubuh) di 2 rumah sakit terbaik di Taiwan

pada 24 Agustus 2011. Empat orang melakukan transplantasi organ di National Taiwan

University Hospital (NTUH) dan 1 orang lagi di National Cheng Kung University Hospital

untuk transplantasi jantung.

Kasus transplantasi organ dari penderita HIV ini membikin geger Taiwan dan

kalangan medis dunia. Departemen kesehatan Taiwan melakukan investigasi khusus untuk

mengungkap kasus tersebut dan menyelamatkan 5 orang yang kemungkinan besar terkena

HIV tersebut. Hasil penyelidikan sementara Departemen Kesehatan Taiwan, kesalahan fatal

tersebut akibat human error (kesalahan manusia). Salah seorang petugas yang ikut dalam

proses transplantasi tersebut salah mendengar informasi yang diberikan melalui telpon

tentang hasil tes darah si pendonor organ.

Petugas tersebut percaya ia mendengar kata dalam bahasa Inggris 'non reaktif' dari

hasil tes standar si pendonor organ, padahal yang sebenarnya diberitahukan adalah kata

'reaktif'. Informasi tentang hasil tes yang diberikan melalui telpon itu juga tidak diperiksa

lagi seperti yang dipersyaratkan dalam prosedur standar. Kemudian hasil tes tidak

13

Page 14: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

dikonfirmasikan lagi dengan tim dokter yang akan melakukan transplantasi. "Kami sangat

meminta maaf atas kesalahan itu," bunyi pengumuman rumah sakit itu seperti dilansir dari

focustaiwannewschannel, Minggu (4/9/2011).

Pejabat departemen kesehatan Taiwan Shih Chung-liang mengatakan akan melihat

kesalahan dan memutuskan hukuman kepada rumah sakit tersebut. Jika ditemukan kelalaian

yang telah menyebabkan kesalahan fatal itu, rumah sakit mungkin harus menghentikan

program transplantasi selama satu tahun di samping denda yang akan diberikan.

Si pendonor organ adalah seorang pria berusia 37 tahun yang mengalami koma

setelah jatuh dari ketinggian pada 24 Agustus 2011. Si pendonor memang telah

mendaftarkan untuk donor organ dengan memberikan jantung, hati, paru-paru dan 2

ginjalnya yang oleh rumah sakit ditranplantasikan pada hari yang sama. Kepala departemen

kesehatan kota Hsinchu, Ke-wu yao mengecam transplantasi yang dilakukan rumah sakit itu

sebagai kelalaian yang mengerikan. Kota Hsinchu adalah tempat tinggal si pendonor

tersebut. Ke-wu yao mengatakan rumah sakit bisa menghindari kesalahan tersebut dengan

meminta riwayat medis si pendonor di kota asalnya.

Ke-wu yao mengatakan ke-5 orang penerima donor organ itu sangat mungkin

tertular HIV. Dan pengobatan untuk mereka akan semakin rumit karena selain minum obat-

obatan transplantasi untuk menghindari penolakan terhadap organ baru, mereka juga harus

minum obat untuk HIV. Kekhawatiran juga terjadi pada petugas medis yang melakukan

operasi transplantasi tersebut. Beberapa dokter dan perawat yang telah melakukan

transplantasi mengalami depresi dan di ambang kepanikan.

National Taiwan University Hospital adalah salah satu rumah sakit terbaik dan

sangat dipercaya di Taiwan terutama dalam operasi transplantasi organ. Rumah sakit

tersebut telah berdiri sejak tahun 1895 dan menjadi pusat riset medis yang sangat disegani.

3.2 Pembahasan Kasus

Dari ketiga kasus diatas, jelas terlihat bahwa bahaya potensial di rumah sakit selalu

bisa terjadi. Bahaya potensial tersebut dapat menimbulkan dampak kesehatan bagi warga

rumah sakit, yaitu pekerja medis, non medis, pasien bahkan pengunjung dan pengantar

pasien. Bahaya potensial di rumah sakit berkaitan dengan :

1. Faktor biologik (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien),

2. Faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun gterus menerus seperti antiseptik

pada kulit, gas anestasi pada hati),

3. Faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah),

4. Faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi

pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem pemroduksi darah), dan

5. Faktor psikologis (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien, gawat darurat dan

bangsal penyakit jiwa).

14

Page 15: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

Dalam kasus pertama dan kedua telah dijelaskan bahwa ada kecenderungan dari

faktor kimia berupa obat kemoterapi, obat antineoplastik dan gas anestesi dapat

memberikan dampak kesehatan bagi petugas kesehatan. Efek toksik dari obat kemoterapi

adalah berupa keracunan yang dapat memberikan dampak negatif pada sistem saraf bahkan

dapat memicu risiko kanker darah apabila obat tersebut telah memasuki sirkulasi darah.

Setelah diidentifikasi lebih lanjut, obat kemoterapi ternyata juga termasuk dalam B3 (Barang

Berbahaya dan Beracun) karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik

secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan

hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup

manusia serta makhluk hidup lainnya.

Petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit dapat terkena paparan obat

kemoterapi melalui kontak langsung dengan kulit dan mata secara terus menerus saat

melayani pasiennya. Oleh karena itu, penggunaan APD berupa perlengkapan yang terdiri

dari sarung tangan serta gaun dan kacamata khusus sangat dianjurkan untuk melindungi

petugas kesehatan yang pekerjaannya sangat terkait dengan pemakaian obat kemoterapi.

Efek toksik dari pejanan gas lain, yaitu berupa gas anestesi di rumah sakit dalam

jangka panjang bisa memicu ketidaksuburan baik pada pria maupun wanita. Selain itu, obat

antineoplastik juga dijelaskan dapat memicu keguguran maupun abortus spontan pada

pekerja wanita yang hamil. Kasus banyak terpaparnya tenaga kesehatan di rumah sakit

terhadap obat kemoterapi dan bahan kimia lain yang bersifat karsinogenik tersebut

harusnya sudah menjadi sorotan SMK3 di Rumah Sakit (klinik kanker). Hal ini sangat

penting terutama apabila tingkat risiko keterpaparan bahan kimia merupakan hal yang

memiliki bahaya potensial tinggi. Sehingga kasus yang terkait dengan kecelakaan kerja ini

semakin urgent untuk cepat diselesaikan.

Kecelakaan kerja di rumah sakit selain disebabkan beberapa faktor diatas, juga

dapat terjadi sebagai akibat dari kelalaian dan kesalahan prosedur dari pekerja itu sendiri,

yaitu seperti yang telah dijelaskan dalam kasus 3. Akibat komunikasi yaitu penerimaan

informasi tentang hasil tes yang salah, proses transplantasi organ terhadap pasien yang

awalnya diperkirakan sukses ternyata terdapat kesalahan yang fatal. Rumah sakit tersebut

tidak menjalankan prosedur standar yang telah disyaratkan seperti meminta riwayat medis

si pendonor organ. Bahkan kesalahan tersebut dapat menimbulkan pasien mengidap

penyakit HIV-AIDS yang sebelumnya tidak ia derita.

Kekhawatiran (efek psikologis) yang ditimbulkan dari kesalahan kinerja tersebut

tidak hanya terjadi pada pasien tetapi juga terjadi pada petugas medis yang melakukan

operasi transplantasi pada kasus 3 diatas. Beberapa dokter dan perawat yang telah

melakukan transplantasi mengalami depresi dan kepanikan. Hal tersebut dapat dimaklumi

mengingat bahwa virus HIV-AIDS dapat ditularkan melalui cairan tubuh (dalam kasus ini

15

Page 16: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

adalah darah) sehingga kemungkinan dokter dan perawat tersebut tertular HIV-AIDS

meningkat.

Selain contoh-contoh kasus diatas, masalah dalam pelaksanaan K3 di rumah sakit

saat ini masih banyak. Masalah tersebut sebenarnya tidak terlepas dari peran SMK3 di

lingkup Rumah Sakit. Maka sudah seharusnya pihak SMK3 di rumah sakit mengetahui akan

bahaya potensial yang ada di rumah sakitnya. Selain itu, SMK3 harus mencanangkan dan

menjalankan upaya pengendalian bahaya. Pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan cara

melakukan evaluasi setelah identifikasi bahaya potensial di RS untuk menentukan langkah-

langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau

instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila

kecelakaan terjadi.

Setelah melakukan evaluasi, pihak SMK3 juga memerlukan upaya pengendalian

sebagai alternatif pemecahan masalah berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan.

Upaya pengendalian meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi

administrasi, inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang aman, dan

pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang untuk mengurangi resiko

karena penanganan bahan berbahaya.

Penyelesaian masalah penyelenggaraan K3 di rumah sakit juga dapat efektif jika

SMK3 melakukan risk assesment terlebih dahulu terhadap kasus. Setelah itu, maka kebijakan

yang sudah terencana dapat diberlakukan sesuai dengan hasil assesment. Penentuan

kebijakan yang baik dan efektif juga harus disertai dengan pembuatan program yang

mendukung kebijakan itu sendiri. Hal yang tak kalah penting adalah sosialisasi terhadap

target yang bersangkutan seperti tenaga medis dan non medis di rumah sakit. Setelah

sosialisasi dilakukan maka proses pembudayaan perilaku K3 sudah mulai dapat

diprogramkan, seperti pembiasaan memakai APD (sarung tangan, kacamata pelindung, gaun

pelindung, dan lain-lain ) agar tidak terkena paparan bahan atau gas kimia.

Pembinaan dan pengawasan terhadap proses K3 juga harus digencarkan untuk

mencegah adanya ketidakdisiplinan yang akan mengakibatkan risiko bahaya. Pencatatan dan

pelaporan hasil program juga akan sangat berguna untuk mengetahui proses pelaksanaan

K3 setelah dibentuk kebijakan dan program baru. Selain itu, pelaksanaan evaluasi terhadap

hasil program harus selalu dilakukan agar pihak SMK3 mengetahui apakah diperlukan

adanya perbaikan maupun pengembangan dalam rangka untuk meningkatkan Kesehatan

dan Keselamatan Kerja terhadap pekerja di Rumah Sakit tersebut.

16

Page 17: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Menurut Kepmenkes NOMOR 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, upaya K3 menyangkut

tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini

meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas

kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas

kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.

Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik,

kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan

pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai

ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para

pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.

Dampak kesehatan dari bahaya potensial di rumah sakit salah satunya adalah penyakit

akibat kerja (PAK).

Penerapan program K3 di Rumah Sakit kenyataannya masih perlu banyak perbaikan

hal ini dapat dilihat dari contoh pada kasus bab III. Implementasi tugas, dan fungsi pokok

K3RS masih kurang efektif, hal ini dikarenakan tidak dapat mencapai standart-standart yang

harusnya terpenuhi ketika ada personel K3 dalam rumah sakit. Salah satunya adalah

melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian akan bahaya dari kecelakaan kerja

dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, sosialisasi dan pengawasan mengenai K3 di Rumah

Sakit harus lebih ditingkatkan lagi. Harusnya SMK3 juga menerapkan prinsip AREC

(Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari metode kerja, pekerjaan dan

lingkungan kerja, agar tupoksi K3RS sendiri dapat tercapai.

4.2 Saran

17

Page 18: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

1. Pihak manajemen rumah sakit lebih meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di

rumah sakit kepada siapa saja yang berada di rumah sakit termasuk dokter, perawat,

pasien serta tenaga medis maupun non medis lainnya. Hal ini diperlukan agar dapat

meminimalkan tindakan beresiko bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

2. Pihak rumah sakit mengoptimalkan fungsi K3RS yang ada yaitu dengan cara

melakukan pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sehingga pekerja

yang kerjanya terkait dengan SMK3 akan lebih berkompeten dalam pekerjaannya.

3. Semua pihak yang terkait dengan RS secara tanggung jawab melaksanakan standar

operasional prosedur (SOP) K3 RS sesuai dengan peraturan, perundangan dan

ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku.

4. Rumah Sakit secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS untuk menilai apakah

kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan perbaikan sistem K3RS yang

selanjutnya. Selain itu, rumah sakit harus selalu mengidentifikasi sumber bahaya,

penilaian dan pengendalian faktor risiko yang selalu ada di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di

Rumah Sakit. Viewed 24 october 2011

<http://www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/KMK%20432-IV%20K3%20RS.pdf>

18

Page 19: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

Detik.com, Perawat di Rumah Sakit Rentan Keracunan Obat Kemoterapi, viewed 24 October

2011 <http://www.detikhealth.com/read/2011/08/24/123759/1710100/763/perawat-di-

rumah-sakit-rentan-keracunan-obat-kemoterapi>

Detik.com, Pekerja Kesehatan Paling Rentan Alami Gangguan Reproduksi, viewed 24 October

2011

http://www.detikhealth.com/read/2011/03/01/165159/1582368/763/pekerja-

kesehatan-paling-rentan-alami-gangguan-reproduksi

Detik.com, Orang Terima Donor Organ dari Pasien HIV Akibat Salah Prosedur, viewed 24

October 2011

http://www.detikhealth.com/read/2011/09/04/160801/1715296/763/5-orang-terima-

donor-organ-dari-pasien-hiv-akibat-salah-prosedur

 10Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja dirumah sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal,yang dilakukan oleh pimpinan langsung rumah sakit yang bersangkutan,dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri kesehatan danDinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.b) Pencatatan dan pelaporanPencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3secara tertulis dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatanK3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yangdikumpulkan dan dilaporkan / diinformasikan oleh organisasi K3RS, keDirektur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah RumahSakit.Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalahmenghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3,mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat danmelaporkan setiap kejadian / kasus K3, dan menyusun danmelaksanakan pelaporan kegiatan K3.Pelaporan terdiri dari : pelaporan berkala (bulanan, semester, dantahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan danpelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3.Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalahmencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yangtercakup di dalam :

19

Page 20: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatanlingkungan rumah sakit.(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upayapenanggulangan dan tindak lanjutnya.3. DiskusiBila saya manajer Rumah Sakit, apa yang harus saya lakukan dan persiapkansupaya program “topik anda”berjalan efektif?Jawaban :Untuk mencapai tujuan tersebut, saya membagi kegiatan atau fungsi manajementersebut menjadi :

 111) Planning (Perencanaan)Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akandilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalamhal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansikesehatan. Perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatanpasca perawatan dan merawat (hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter,serta masyarakat umum lainnya).2) Organizing (Organisasi)Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapatdibentuk dalam beberapa jenjang.3) Actuating (Pelaksanaan)Fungsi pelaksanaan adalah kegiatan mendorong semangat kerja, mengerahkanaktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yangkompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telahditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerjarumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dansehat.4) Controlling (Pengawasan)Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :a) Adanya rencanab) Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentangperlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersamadi rumah sakit.Sosialisasi juga harus dilakukan proses internalisasi yaitu melalui :1) Persuasi2) Pembiasaan (Conditioning )3) Sistem dan Prosedur4) KekuasaanKemudian melakukan metode sosialisasi penerapan budaya K3 rumah sakit melalui :1) Pengenalan (awarness) diantaranya :a) Sosialisasi kebijakan K3 pada setiap pertemuan (rapat, upacara)b) Spanduk dengan pesan K3 (bulan K3, ultah RS)c) Poster-poster pesan keselamatand) Buku saku yang besrisi kebijakan K3 (bersamaan dengan slip gaji)e)Safety talk  sebelum melaksanakan tugasf) Contoh langsung di lapangan

 122) Pemahamana) Kursus / Pelatihanb) Seminarc) Study bandingd) Pelibatan dalam organisasi K3e) Praktek Lapangan K33) Pengembangan (Development )a) Keterlibatan dalam tim K3b) Sebagai fasilitator K34. SimpulanKesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminankeselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan carapencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempatkerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Agar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit tercapai akan dibuatperencanaan,organisasi, pelaksanaan dan pengawasan yang kemudian dilanjutkandengan sosialisasi penerapan budaya K3 di rumah sakit.5. ReferensiJeynes, J. (2007)Managing Health and Safety . UK : ElsevierStranks, J. (2002)Management Systems for Safety 

20

Page 21: kel-4-rs-k3-rumah-sakit.doc

. Britain : Pearson EducationSuardi, R. (2005)Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PPMTracey, J. (2010)Occupational Health and Safety Standards. London : NHS Council.

21