kehamilan dengan mioma uteri
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
-
KEHAMILAN DENGAN MIOMA UTERI
I. PENDAHULUAN
Mioma adalah suatu tumor jinak pada uterus yang berasal dari otot uterus atau
jaringan ikat. Biasa disebut mioma atau myom atau fibroid. Tumor ini letaknya pada
alat reproduksi wanita. Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak
yang tidak merasakan keluhan sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter,
namun diperkirakan sekitar 20-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun. Asal
mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori
menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada
jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot
kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih
cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang
ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause). Beratnya bervariasi,
mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.(1,2,3,4,5)
Tidak sedikit kehamilan yang disertai dengan mioma uteri. Mioma dapat
mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta,
terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak
setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan
keguguran.(1,4,6)
Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah mioma uteri. Saat
hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor
yang menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu,
selama kehamilan, tangkai tumor bisa terputar yang menyebabkan nyeri.(1,4,7)
II. DEFINISI
a. Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan
pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm.(8)
Lama kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari
atau 40 minggu, dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini
disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut
-
kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan
prematur. (8)
Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi atas 3 bagian; masing-
masing (1) kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu), (2) kehamilan
triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu), dan (3) kehamilan triwulan terakhir
(antara 28 sampai 40 minggu)(8)
Tanda dan gejala kehamilan yaitu:(8)
a. Amenorea (tidak dapat haid). Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita
hamil tidak dapat haid lagi.
b. Nausea (mual) dan emesis (muntah). Mual terjadi umumnya pada bulan-bulan
pertama kehamilan, kadang-kadang disertai emesis. Sering terjadi pagi hari, tapi
tidak selalu. Keadaan ini lazim disebut morning sickness.
c. Mengidam (mengingini makanan atau minuman tertentu). Mengidam terjadi pada
bulan-bulan pertama akan tetapi akan menghilang dengan makin tuanya
kehamilan.
d. Mammae menjadi tegang dan membesar. Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh
estrogen dan progesterone yang merangsang duktili dan alveoli di mamma.
Glandula Montgomery tampak lebih jelas.
e. Anoreksia (tidak ada nafsu makan). Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama
tetapi setelah itu nafsu makan akan timbul lagi.
f. Sering kencing terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama
kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar.
g. Obstipasi terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh
hormon steroid.
h. Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi, hidung,
dan dahi kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan, dikenal sebagai
kloasma gravidarum. Areola mamma juga menjadi lebih hitam karena deposit
pigmen yang berlebihan. Daerah leher menjadi lebih hitam.
i. Epulis, adalah suatu hipertrofi papilla gingivae. Sering terjadi pada triwulan
pertama.
j. Varises sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah genitalia
eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis.
b. Definisi Mioma Uteri
-
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat, disebut juga leiomioma, fibromioma, fibroleiomioma, atau fibroid.(1,13) Mioma uteri
adalah tumor jinak yang berada pada uterus atau organ rahim.(3,5,9)
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah suatu
pertumbuhan jinak dari otot otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat,
neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling
sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran besar, biasanya mioma
uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.(1)
III. KLASIFIKASI MIOMA UTERI
Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena:
1. Lokasi(8)
Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica
(7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal
(91%), merupakan lokasi paling sering terjadi dan seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus(8, 10,11,12)
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
Mioma uteri pada submukosa, intramural, dan
subserosa.(1)
a. Mioma Uteri Subserosa
-
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritonial sebagai suatu massa.
Perlengketan dengan usus, omentum, atau mensenterium di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum.
Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas
dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma
jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
Mioma uteri subserosa besar.(13)
b. Mioma Uteri Intramural
Mioma uteri pada intramural sering tidak memberikan gejala klinis yang
berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang
kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar (jaringan ikat
dominan) atau lunak (jaringan otot rahim dominan).
c. Mioma Uteri Submukosa
Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma
bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini
mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruang rahim.
Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun
-
intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan
keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya
kecil selalu memberi keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit
berhenti sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
IV. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.(10)
Sebanyak
20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit hitam dengan usia di atas 30
tahun mengalami mioma uteri.(1)
Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarke. Jarang sekali
mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45
tahun (kurang lebih 25%). Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih
bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat.(10,3)
Mioma uteri terjadi pada 20% wanita di atas 35 tahun.(2)
Insiden terjadinya mioma
pada kehamilan berkisar antara 0,3 2,6%.(9)
V. ETIOLOGI
Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di
samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron, dan Human Growth
Hormone.
Estrogen(1,15)
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil
pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan
lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik
dari payudara (14,8%), adenomiosis (16,5 %), dan hiperplasia endometrium (9,3%).
Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas.
Enzim 17B hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
-
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada
miometrium normal.
Progesteron(1)
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase
dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
Human Growth Hormone(1)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu Human Placental Lactogen
(HPL), terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL
dan Estrogen.
VI. FAKTOR RISIKO
Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor risiko terjadinya mioma uteri,
yaitu:
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala
klinis antara 35-45 tahun.(1)
b. Riwayat Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan mioma meningkatkan faktor risiko. Jika
seorang ibu mempunyai mioma, maka risiko yang dihadapi putrinya sekitar 3 kali
lebih tinggi berbanding dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga.(1)
c. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi sampai
saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya
mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.(1)
d. Ras dan Etnik
Statistik menggambarkan wanita dari Afrika-Amerika mempunyai 3 hingga 5
kali lipat risiko mengalami fibroid berbanding wanita kulit putih. Seperti yang
-
disebutkan di atas, sebanyak 20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit
hitam dengan usia di atas 30 tahun mengalami mioma uteri. (1,14)
e. Obesitas
Obesitas akan menjurus kepada peningkatan BMI sekaligus meningkatkan
risiko kejadian dan perkembangan mioma.(1,14)
f. Makanan
Makan daging yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya mioma.
Makan makanan mengandungi sayuran hijau dapat melindungi wanita dari
pertumbuhan mioma.(1,14)
g. Fungsi Ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang saat kehamilan dan mengalami
regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi
hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan
mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor
dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesterone, faktor faktor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasikan oleh estrogen lebih banyak
pada mioma dari pada miometrium normal, yang mana hal ini mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti bukti masih kurang menyakinkan karena tumor
ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang
disangka. Lebih daripada itu, tumor ini kadang kadang berkembang setelah
menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.(1)
VII. PATOGENESIS
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.
Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini
didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan
kejadiannya rendah pada usia menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormon
ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan
insidennya setelah menarke. Pada kehamilan, pertumbuhan tumor ini makin besar,
tetapi menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi
untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko
relatif menurun untuk terjadinya mioma uteri.(16,17)
-
Pukka dan kawan-kawan melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih
banyak mengandung reseptor estrogen jika dibandingkan dengan miometrium normal.
Pertumbuhan mioma uteri bervariasi pada setiap individu, bahkan pada nodul mioma
pada uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan
reseptor progesteron. Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis mioma uteri
dengan teori cell nest atau genitoblas. Pendapat ini lebih lanjut diperkuat oleh hasil
penelitian Miller dan Lipschutz yang mengatakan bahwa terjadinya mioma uteri
bergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat
dirangsang terus menerus oleh estrogen.(16,17)
VIII. MANIFESTASI KLINIS MIOMA UTERI SECARA UMUM
Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh torsi, degenerasi, atau perdarahan di dalam
tumor. Nyeri kram dapat disebabkan oleh kontraksi uterus sebagai upaya untuk
mengeluarkan suatu polip fibroid melalui kanalis servikalis.(10,14)
Rasa nyeri bukan merupakan gejala khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenore.(10,14)
Lokasi mioma penting dalam menentukan tingkat keparahan perdarahan yang
berhubungan dengan fibroid. Mioma submukosa dapat meningkatkan terjadinya
menoragia baik secara efek lokal terhadap endometrium atau alterasi endometrium
terhadap permukaan fibroid. Namun, tak bukti dari histeroskopik atau mikroskopik
yang menyokong hipotesa ini.(14)
Perubahan dari vaskular dapat menjadi mekanisme yang berpotensi terhadap
fibroid dalam mempengaruhi menoragia. Miometrium yang berdekatan dengan mioma
mengalami kompresi vena yang mengarah kepada formasi venous lake di dalam
miometrium sekaligus mempengaruhi corak perdarahan.(14)
Berhubungan dengan lokasi mioma di antara miometrium, fibroid dapat
bertumbuh besar sehingga menekan organ yang berdekatan dan mengganggu fungsi
pelvik. Oleh karena itu, penderita akan mengalami sakit di bagian bawah abdominal,
sakit belakang atau masalah berkemih.(14)
Gangguan penekanan dari mioma tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat
-
menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh
darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri
panggul.(10,14)
Ukuran fibroid yang sangat besar dapat mengganggu kehamilan karena mioma
mengambil terlalu banyak ruang. Tambahan pula, fibroid dapat bertambah besar
sehingga penderita yang tidak hamil dapat menyerupai wanita hamil.(14)
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa memudahkan terjadinya abortus oleh
karena distorsi rongga uterus.(10,14)
Wanita dengan mioma subserosa dan mioma intramural tidak mempunyai risiko
infertilitas walaupun sub analisis dari 4000 pasien mengarah kepada penurunan kadar
implantasi yang signifikan. Presentasi mioma submukosa menghasilkan 68%
penurunan implantasi dan 73% penurunan kehamilan klinis. Ini adalah penting bagi
menunjukkan dari meta-analisis bahwa tak ada makna yang signifikan dalam
peningkatan infertilitas pada wanita dengan jumlah fibroid yang banyak atau lokasi
leiomioma. Kebanyakan peneliti menyokong kepada konsep fibroid dan fertilitas
dengan penurunan signifikan dari lokasi anatomik submukosa kepada intramural
kepada subserosa.(14)
IX. HUBUNGAN KEHAMILAN DENGAN MIOMA UTERI
Reseptor estrogen menurun pada miometrium yang normal semasa fase sekresi dari
siklus menstruasi dan semasa kehamilan. Pada mioma, reseptor estrogen terdapat sepanjang
siklus menstruasi, tetapi mengalami supresi semasa kehamilan. Reseptor progesteron terdapat
pada miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Tambahan pula
mioma berkembang pada awal kehamilan akibat dari stimulasi hormonal dan growth factors
yang sama yang memicu perkembangan uterus. Paradoks, mioma memberi respon yang
berbeda pada setiap individu wanita dan tidak dapat diprediksi secara akurat perkembangan
setiap mioma.(14)
Pada trimester pertama, ukuran mioma tidak berubah atau makin membesar
sehubungan dengan peningkatan estrogen. Pada trimester kedua, mioma yang berukuran 2
hingga 6 cm biasanya tidak berubah atau mungkin membesar, namun bagi mioma yang
berukuran besar akan mengecil, kemungkinan dari inisiasi penurunan regulasi reseptor
-
esterogen. Pada trimester ketiga, tanpa mengirakan ukuran mioma, sejatinya mioma tidak
berubah atau mengecil akibat dari penurunan regulasi reseptor esterogen. Biasanya mioma
akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.(14,18)
Munculnya gejala tergantung pada jumlah, ukuran, dan letak mioma uteri.(14,16)
Mioma
intramural dan subserosa dengan ukuran 5
cm dan berlokasi dekat serviks atau dekat ostium tuba, lebih berisiko menyebabkan masalah
infertilitas. Mioma submukosa atau intramural dapat menyebabkan disfungsi kontraksi uterus
yang selanjutnya menyebabkan gangguan pada migrasi sperma, pergerakan atau nidasi
ovum.
2. Sering terjadi abortus dan perdarahan hamil muda. Kejadian abortus meningkat jika mioma
berada pada lapisan submukosa. Mioma yang terletak dekat dengan plasenta banyak
dihubungkan dengan kejadian abortus perdarahan pada hamil muda.
3. Terjadi kelainan letak janin dalam rahim (malpresentasi), terutama pada mioma yang besar
dan letak subserosa.
4. Distosia akibat tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya di
serviks.
5. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.
6. Atonia uteri terutama pada persalinan: perdarahan banyak, biasanya pada mioma yang
letaknya di dalam dinding rahim.
7. Kelainan letak plasenta.
8. Pada kala III terjadi retensio plasenta, terutama pada mioma submukosa dan intramural yang
mengakibatkan perdarahan aktif.
9. Persalinan prematuritas.
10. Pertumbuhan janin terhambat dan anomali fetal.
Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri:(1,7,16, 20)
1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat
dalam kehamilan.
2. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa: tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk,
dan warna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi pendarahan.
-
3. Mioma subserosa yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah bayi
lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, menyebabkan gangguan sirkulasi dan
nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut (abdomen akut).
4. Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi dan terjadi
inkaserasi.
X. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis dari mioma uteri dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain.
Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi abdomen didapatkan massa tumor di abdomen bagian bawah serta
pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas, teraba suatu massa pelvis yang
besar, midline, irregular-contoured mobile dengan karakteristik hard feel atau
keras.(1,14)
b. Pemeriksaan ginekologik pada rahim dengan pemeriksaan bimanual didapatkan
tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas. Pada
pemeriksaan ini, pemeriksa memeriksa ukuran uterus dengan meletakkan dua
jari dari sebelah tangan ke dalam vagina sedangkan tangan yang berlawanan
memberi sedikit penekanan dari atas abdomen. Jika terdapat fibroid, uterus akan
teraba lebih besar atau uterus akan membesar mengarah ke kawasan yang tidak
sepatutnya. Pada pemeriksaan dapat ditemukan pembesaran uterus yang
irregular dan mengeras atau protrusi batu bulat (cobblestone) yang dapat teraba
agak keras sewaktu palpasi. Konsistensi padat dan kenyal.(1,14)
Pemeriksaan Penunjang
1. USG dan MRI
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium, dan
keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Pelvis ultrasonografi digunakan untuk
memastikan (bila perlu) kehadiran mioma uteri, tetapi biasanya ditegakkan
secara klinis. Komponen mioma sering terlihat hipoekogenik dan penampakan
yang konsisten dengan mioma yang melalui degenerasi. Struktur adneksal
termasuk ovari dapat dibedakan dari tumor. Mioma juga dapat dideteksi dengan
MRI, tetapi pemeriksaan ini lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
-
USG. MRI berguna untuk evaluasi mioma yang berukuran besar karena
ultrasonografi tidak dapat menggambarkannya. Untungnya, leiomiosarkoma
sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan
konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan. CT scan merupakan
kontraindikasi oleh karena radiasi.(1,14,17)
2. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.(14)
XI. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam kehamilan
karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak dilakukan abortus
provokatus.
Pada usia kehamilan 12 22 minggu, suplai darah ke mioma dapat terhenti
menyebabkan terjadinya degenerasi merah. Apabila terjadi degenerasi merah pada mioma,
biasanya sikap konservatif dengan istirahat-baring dengan pengawasan yang ketat memberi
hasil yang cukup memuaskan. Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap
mioma yang menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricans and
Gynecologists(ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi
pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah.(7,16,17)
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
2. Sangkaan adanya keganasan.
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
4. Infertilitas karena gangguan ada cavum uteri maupun karena oklusi tuba fallopi.
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu.
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
7. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi dan juga histerektomi.
a. Miomektomi
Miomektomi dengan indikasi harus dilakukan segera karena ditakutkan akan
membahayakan nyawa maternal dan jika perlu harus dilakukan terminasi kehamilan.
Akan tetapi miomektomi yang tanpa indikasi bisa ditunda sehingga umur kehamilan
menjadi aterm.
Pada umumnya miomektomi tidak dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea karena
dapat terjadi perdarahan yang massif sewaktu operasi sebagai akibat vaskularisasi
-
bertambah, dan juga operasi akan berlangsung berlangsung lebih lama karena ada
kemungkinan teknik operasi yang sulit.(6)
Kebanyakan tumor terletak pada uterus bagian atas (sekitar 30-50% kasus) yang
memungkinkan persalinan pervaginam. Cuma terdapat beberapa kasus yang mana
tumornya terletak di bagian uterus bawah dan ini bisa menghalangi jalan lahir dan harus
dilakukan Seksio Caesaria.
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi.(16)
Keuntungan pada pembedahan secara laparotomy adalah lapangan pandang operasi
lebih luas sehingga penanganan pada perdarahan yang mungkin timbul dapat ditangani
dengan segera. Namun resiko miomektomi secara laparotomi adalah bisa terjadi
perlengketan yang besar sehingga dapat mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien.
Disamping itu juga, waktu penyembuhan pasca operasi juga lebih lama.
Pada miomektomi secara histeroskopi, biasanya dilakukan pada mioma submukosum
yang terletak pada kavum uteri. Alat histeroskop akan dimasukkan melalui serviks dan
mengisi kavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Keuntungan
teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi lebih cepat (2 hari). Komplikasi
operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus
dan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Pada miomektomi secara laparoskopi dilakukan untuk mengangkat mioma yang
bertangkai di luar kavum uteri dan mioma subserosum yang terletak di luar kavum
uteri. Alat laparoskop dimasukkan kedalam abdomen melalui insisi yang kecil pada
dinding abdomen. Keuntungan teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi
yang lebih cepat (2-7 hari). Resiko daripada teknik ini bisa terjadi perlengketan,trauma
terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, dan rektum. Miomektomi dengan teknik
ini sehingga sekarang merupakkan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri
yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.
b. Histerektomi
Pada mioma uteri, sebesar 30% dari seluruh kasus dilakukan histerektomi. Teknik
ini dilakukan pada pasien dengan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia,
metrorhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar
usia kehamilan 12-14 minggu.
-
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
STAH dilakukan untuk menghindari daripada terjadinya perdarahan yang massif,
trauma pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Histerektomi dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina, dimana tindakan
operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Oleh karena pendekatan operasi tidak
melalui abdominal, maka histerektomi vaginal tidak terlihat sikatriks sehingga
memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya
perlengketan pasca operasi juga lebih minimal dan waktu penyembuhan lebih cepat
berbanding yang menjalani histerektomi abdominal.
Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma juga dapat dilakukan dengan
laparoskopi. Ada beberapa teknik histerektomi laparoskopi. Pertama adalah
histerektomi vaginal (Laparoscopically assisted vaginal hysterectomy/LAVH).
Pada prosedur tindakan ini dilakukan untuk memisahkan adneksa dari dinding
pelvik dan memotong mesosalfing kea rah ligamentum di bagian bawah. Kedua,
teknik classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH)
tanpa colpotomy. Prosedur ini merupakan modifikasi dari STAH, dimana lapisan
dalam dari serviks dan uterus direseksi dengan menggunakan morselator. Dengan
prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan
mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah prolapsus. Keuntungan
dari CISH adalah untuk mengurangi resiko trauma pada ureter dan kadung kemih,
perdarahan lebih minimal, waktu operasi lebih cepat, resiko infeksi lebih minimal
dan waktu penyembuhan lebih singkat.(16)
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah
melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi
memiliki kelebihan di mana resiko perdarahan yang lebih minimal, waktu penyembuhan yang
lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah dibanding prosedur histerektomi
abdominal.
XII. PROGNOSIS
Meskipun ada banyak komplikasi yang bisa saja terjadi, pada umumnya banyak ibu
hamil dengan mioma uteri memiliki kehamilan yang normal dan persalinan yang
sukses.(7)
-
XIII. PROSES INVOLUSI UTERUS PADA MASA NIFAS (21)
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot otot polos uterus. Proses involusi uterus adalah
sebagai berikut :
1. Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula
selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga
tertinggal jaringan fibro elastik dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
2. Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi
estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-
otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan
meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang
baru.
3. Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat
besar. Hormon oksitosin yang yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu
proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah
ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan
subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta /
perdarahan lanjut (perdarahan postpartum).
XIV. Perdarahan PostPartum
-
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi
lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 cc setelah persalinan abdominal.(22,23,24)
Kondisi
dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang
terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari
normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital.(23,24)
Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan
pada kehamilan, dan hampir semua transfusi pada wanita hamil dilakukan untuk
menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.(25,26)
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut : (26)
- Atonia uteri 50-60 %
- Sisa Plasenta 23 24 %
- Retensio Plasenta 16-17 %
- Laserasi jalan lahir 4-5 %
- Kelainan darah 0,5-0,8 %
Klasifikasi (22,23,24,25)
Perdarahan postpartum dibagi menjadi :
a) Perdarahan postpartum dini / perdarahan postpartum primer (early postpartum
hemorrhage adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III
b) Perdarahan pada masa nifas / perdarahan postpartum sekunder (late post partum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi pada 24 jam dan 6 minggu setelah kala
III.
Etiologi
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum
a. Atonia uteri (23,24,25)
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan
mengecil sesudah janin keluar dari rahim
Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat
myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak
dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan
lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena slah penanganan kala III
persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
-
- Manipulasi uterus yang berlebihan
- General anestesi (pada persalinan dengan operasi)
- Uterus yang tegang berlebihan
kehamilan kembar
fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gr)
polyhydramnion
- Kehamilan lewat waktu
- Partus lama
- Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus)
- Anestesi yang dalam
- Infeksi uterus (chorioamnitis, endomyometritis, septicemia)
- Plasenta previa
- Solusio plasenta
b. Tissue (23,24)
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta akreta dan variasinya
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal ini dinamkan
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
- Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili koriales menembus
desidua sampai myometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-
perkreta)
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25% dari kasus perdarahan
postpartum. Penemuan ultrasonografi adanya massa uterus yang echogenic yang
-
mendukung diagnosa retensio / sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan
beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorrhage.
c. Trauma (24,25)
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan trauma jalan lahir.
- Ruptur uteri
- Inversi uteri
- Perlukaan jalan lahir
- Vaginal hematom
Laserasi dapat mengenai uterus, serviks, vagina atau vulva, dan biasanya terjadi
karena persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum
atau forcep. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan
menyebabkan hematom. Perdarahan dapat tersamarkan dan menjadi berbahaya karena
tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau
vena yang besar, jika episiotomi luas, jika ada penundaan antara persalinan dan
episiotomi, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episiotomi.
Perdarahan yang terus terjadi (terutama merah segar) dan kontraksi uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi maupun episiotomi. Ketika laserasi serviks
atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversio uteri , bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba tiba dalam
kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri ditemukan pada tempat yang
tidak lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat
menunjukkan tumor yang lunak diatas serviks uteri atau dalam vagina. Kelainan
tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15-70%).
Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan
penderita.
d. Trombin : kelainan pembekuan darah (22,24)
-
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun
didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
- Hipofibrinogemia
- Trombositopenia
- Idiopatic Thrombocytopenia Purpura
- Hemolysis Elevated Liver enzymes Low platelet count syndrome
- Disseminated Intravascular Coagulopathy
- Dilutional coagulopathy , bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena
darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah
rusak
Perdarahan postpartum akibat gangguan koagulasi dicurigai bila penyebab yang lain
dapat disingkirkan, apalagi disertai riwayat mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya.
1. Gejala Klinik
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume
total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan
darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus menerus
setalah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok
yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, dan lain-lain.(22,25)
2. Kriteria Diagnosis (22)
Pemeriksaan fisik
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin
karena luka jalan lahir
Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada pemeriksaan
dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.
-
Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut
Tabel 1. Diagnosis perdarahan postpartum (23)
No Gejala dan tanda yang selalu ada Gejala dan tanda yang
kadang-kadang ada
Diagnosis
kemungkinan
1. - Uterus tidak berkontraksi dan
lembek
- Perdarahan segera setelah anak
lahir
syok Atonia uteri
2. - perdarahan segera
- Darah segar yang mengalir segera
setelah bayi lahir
- Uterus kontraksi baik
- Plasenta lengkap
- pucat
- lemah
- menggigil
Robekan jalan
lahir
3. - plasenta belum lahir setelah 30
menit
- perdarahan segera
- uterus kontraksi baik
- tali pusat putus akibat
traksi berlebihan
- inversio uteri akibat
tarikan
- perdarahan lanjutan
Retensio
plasenta
4. - plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap
Uterus berkontraksi tetapi
tinggi fundus tidak
berkurang
Tertinggalnya
sebagian
plasenta
-
- perdarahan segera
5. - uterus tidak teraba
- lumen vagina terisi massa
- tampak tali pusat (jika plasenta
belum lahir)
- perdarahan segera
- nyeri sedikit atau berat
- syok neurogenik
- pucat dan limbung
Inversio uteri
6. - sub-involusi uyerus
- nyeri tekan perut bawah
- perdarahan lebih dari 24 jam
setelah persalinan
- perdarahan bervariasi (ringan atau
berat, terus menerus atatu tidak
teratur) dan berbau (jika disertai
infeksi)
- Anemia
- Demam
- Perdarahan
terlambat
- Endometritis
atau sisa
plasenta
(terinfeksi
atau tidak)
3. - Perdarahan segera (perdarahan
intraabdominal dan atau
vaginal)
- Nyeri perut berat
- Syok
- Nyeri tekan perut
- Denyut nadi ibu cepat
Robekan
dinding uterus
(ruptura uteri)
7. Pemeriksaan penunjang (22,23,24)
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin dibawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. (22,24)
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal.(24)
-
Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan. (22,23)
b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan postpartum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau
radiologis dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya
gumpalan darah dan retensi sisa plasenta. (22,24)
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko
tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan postpartum seperti
plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifitas
dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya. (22,23,24)
4. Penatalaksanaan (24)
Pasie dengan perdarahan postpartum harus ditangani dalam 2 komponen yaitu
1. Resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik
2. Identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan postpartum
Bagan 1. Penilaian klinik atonia uteri
-
Kenali dan tegakkan diagnosis atonia uteri
masase uterus , berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan
perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus
Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon
uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam
Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah
telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan
berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila
belum berhsisl dilakukan kompresi bimanual internal
-
Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina
untuk menjepit pembuluh darah di dalam myometrium (sebagai pengganti mekanisme
kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan
berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan
tetap terjadi, coba kompresi aorta abdominalis
kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut, genggam
tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,
hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat
mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan
yang terjadi
-
Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba
Prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada myometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam
sesudahnya
Laparatomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang tetap terjadi > 200
ml/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk
penderita yang belum punya anak atau muda sekali)
Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir
Tabel 3. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
-
Bagan 2. Penilaian klinik plasenta akreta
Bagan 3. Penilaian klinik oleh karena persalinan traumatika