mioma uteri dalam kehamilan

63
BAB 1 PENDAHULUAN Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat. Mioma uteri kebanyakan asimptomatik merupakan tumor jinak uterus yang paling banyak. Mioma uteri asimptomatik dapat terjadi pada 40-50% wanita dengan usia lebih dari 35 tahun. 1-4 Mioma uteri dapat menyebabkan infertilitas. Mioma uteri sering muncul bersamaan atau telah ada sebelum kehamilan. Abortus atau komplikasi lain seperti seperti persalinan prematur, pertumbuhan janin terhambat, dan malpresentasi dapat terjadi pada wanita dengan mioma uteri, walaupun pada beberapa pasien tidak mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinannya. Insidensi mioma uteri pada kehamilan berkisar 4%. Kebanyakan mioma ini tidak akan mengalami perubahan ukuran selama kehamilan, tetapi sekitar sepertiga kasus dapat membesar pada trimester pertama. Adanya mioma berhubungan dengan abortus spontan, persalinan prematur, solusio plasenta, malpresentasi, distosia, seksio sesaria, dan perdarahan postpartum. 1,5,6 Mioma uteri secara umum dapat ditatalaksana dengan konservatif dan operatif. Bila ada abortus berulang, 1

Upload: grace-noviyanthi-sinambela

Post on 05-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

MIOMA

TRANSCRIPT

Page 1: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

BAB 1

PENDAHULUAN

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun

leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan

ikat. Mioma uteri kebanyakan asimptomatik merupakan tumor jinak uterus yang

paling banyak. Mioma uteri asimptomatik dapat terjadi pada 40-50% wanita

dengan usia lebih dari 35 tahun.1-4

Mioma uteri dapat menyebabkan infertilitas. Mioma uteri sering muncul

bersamaan atau telah ada sebelum kehamilan. Abortus atau komplikasi lain seperti

seperti persalinan prematur, pertumbuhan janin terhambat, dan malpresentasi

dapat terjadi pada wanita dengan mioma uteri, walaupun pada beberapa pasien

tidak mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinannya. Insidensi

mioma uteri pada kehamilan berkisar 4%. Kebanyakan mioma ini tidak akan

mengalami perubahan ukuran selama kehamilan, tetapi sekitar sepertiga kasus

dapat membesar pada trimester pertama. Adanya mioma berhubungan dengan

abortus spontan, persalinan prematur, solusio plasenta, malpresentasi, distosia,

seksio sesaria, dan perdarahan postpartum. 1,5,6

Mioma uteri secara umum dapat ditatalaksana dengan konservatif dan

operatif. Bila ada abortus berulang, leiomioma, dan pada keadaan kehamilan,

harus dilakukan prosedur operatif. Prosedur operatif sendiri meliputi histerektomi

dan miomektomi baik metode laparotomi, histeroskopi maupun laparoskopi.

Penelitian prospektif yang dilakukan oleh Cassini ML, Rossi F, Aqostini R, dan

Unfer V menunjukkan bahwa pengangakatan massa mioma suatu hal yang

penting unntuk meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan dan

mempertahankan kehamilan. 1,3,5,7

Metode miomektomi pada kehamilan sampai sekarang masih kontroversial.

Miomektomi dapat dipertimbangkan pada wanita dengan infertilitas yang tidak

jelas, abortus berulang atau dengan keluhan nyeri yang hebat selama kehamilan

walaupun masih belum jelas bukti yang menjelaskan bahwa tindakan pembedahan

akan meningkatkan fertilitas dan luaran perinatal. Miomektomi dianggap sebagai

1

Page 2: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

metode yang aman tetapi eksisi mioma submukosa berisiko tinggi terhadap

rupturnya membran fetus dan perdarahan. Wittich AC et all (2000) berhasil

melakukan miomektomi pada kehamilan 12 minggu dengan keluhan nyeri yang

sangat hebat. Suwandinata et al. (2008) berhasil melakukan pembuangan mioma

uteri pada kehamilan usia 18 minggu dengan teknik operasi modifikasi yaitu

jahitan simple interupted di sekitar mioma untuk hemostasis baru dilakukan

diseksi. Adeyemi et al. (2007) juga melaporkan kesuksesan pembuangan

leiomioma subserosa besar dengan laparotmi tanpa ada komplikasi pada

kehamilan. Anita et al. (2007) melakukan miomektomi pada seksio sesarea di 9

wanita yang menderita mioma uteri pada kehamilan dan meunjukkan hasil yang

cukup baik.8-10

BAB 2

2

Page 3: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mioma Uteri

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun

leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan

ikat yang menyokongnya. Mayoritas mioma uteri terjadi antara usia 35- 50 tahun,

dalam hubungannya dengan estrogen..2,3,5

2.2 Insidensi

Mioma uteri sering terjadi pada wanita dengan usia 30-40 thun , namun juga

dapat terjadi pada semua usia sampai usia 50 tahun. Mioma uteri asimptomatik

dapat terjadi pada 40-50% wanita dengan usia lebih dari 35 tahun. Mioma uteri

lebih sering terjadi pada wanita Afrika dibandingkan dengan kulit putih dimana

70% pada wanita kulit putih dan 80% pada wanita kulit hitam. Di Indonesia

angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87% dari semua penderita

ginekologi yang dirawat.1-3,12

2.3 Etiologi

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Diduga

penyebab timbulnya mioma uteri paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen

dan progesteron. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator didalam mioma

uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-1 (IGF-1). Awal

mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel

miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan pada kromosom, baik

secara parsial maupun secara keseluruhan.2,3,6

2.4 Jenis-jenis Mioma Uteri Berdasarkan Lokasi

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan

selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut

arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain mioma

submukosa, mioma intramural, mioma subserosa, dan mioma intraligamenter.

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa

(48,2%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).6,11

3

Page 4: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

1. Mioma submukosa

Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis

ini di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan

keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin

belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun

kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa

umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu

kuret. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma

submukosa pedunkulata. Mioma submukosa pedunkulata adalah jenis mioma

submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim

ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan,

yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus,

penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.6,11

2. Mioma intramural

Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena

pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah

semacam simpai yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai

banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol

dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus,

dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas,

sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.6,11

3. Mioma subserosa

Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan

uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan

ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.6,11

4. Mioma intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke

ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus. Jarang

sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks

dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum

berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri

4

Page 5: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorl

like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang

terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Pada pembelahan jaringan mioma

tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada pemeriksaan secara mikroskopik

dijumpai sel-sel otot polos panjang, yang membentuk bangunan yang khas

sebagai kumparan. Inti sel juga panjang dan bercampur dengan jaringan ikat. Pada

pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak

mengelilinginya. Pada pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan

ditemukan adanya mast cells diantara serabut miometrium sering diinterprestasi

sebagai sel tumor atau sel raksasa (giant cells).6,11

Gbr 1. Beberapa jenis mioma uteri berdasarkan lokasi

2.5 Gejala Klinis

5

Page 6: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Kebanyakan mioma uteri asimptomatik. Tanda dan gejala dari mioma uteri

hanya terjadi pada 35-50% pasien. Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri

bergantung pada lokasi, ukuran, dan jumlah mioma. Gejala yang paling sering

adalah:

- Perdarahan uterus yang abnormal.

Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling

sering terjadi. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri.

Mekanisme yang menyebabkan perdarahn uterus abnormal pada mioma

uteri adalah peningkatan ukuran permukaan endometrium, peningkatan

vaskularisasi aliran darah ke uterus, gangguan kontraktilitas uterus, dan

ulserasi endometrium pada mioma submukosum.3,5

- Nyeri

Bagaimanapun nyeri abdomen yang terlokalisir dapat terjadi pada

mioma yang mengalami perubahan menjadi “degenerasi merah”, torsi

(pada mioma subserosum pedunculated).3,5

- Penekanan

Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap

organ sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan

berkemih, defekasi, maupun dispareunia. 3,5

- Infertilitas

Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami

infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan

sumbatan dan gangguan transportasi ovum akibat oklusi tuba bilateral.

Studi prospektif yang dilakukan oleh Cassini ML, et al (2006) untuk

megevaluasi apakah lokasi mioma dapat mempengaruhi fungsi

reproduksi pada wanita dan apakah pengangkatan mioma sebelum

konsepsi dapat meningkatkan kehamilan. Dari studi ini ditunjukkan

bahwa posisi mioma memiliki peranan yang penting terhadap terjadinya

infertilitas dan pengangkatan mioma sebelum konsepsi akan

meningkatkan terjadinya kehamilan dan meningkatkan keberhasilan

fertilisasi. 3,5,7

2.6 Diagnosis

6

Page 7: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditemukan gejala seperti menoragia (menstruasi

dalam jumlah banyak), perut terasa penuh dan membesar, dan nyeri panggul

kronik (berkepanjangan). Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah

berhubungan seksual, atau ketika terjadi penekanan pada panggul. Nyeri

terjadi karena terpuntirnya mioma yang bertangkai, pelebaran leher rahim

akibat desakan mioma atau degenerasi (kematian sel) dari mioma. Gejala

lainnya adalah gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan

menekan saluran kemih menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih)

dan hidronefrosis (pembesaran ginjal), penekanan rektosigmoid (bagian

terbawah usus besar) yang mengakibatkan konstipasi (sulit BAB) atau

sumbatan usus, prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan

gejala nyeri hebat, luka, dan infeksi, dan bendungan pembuluh darah vena

daerah tungkai serta kemungkinan tromboflebitis sekunder karena

penekanan pelvis (rongga panggul). Gejala gangguan reproduksi seperti

infertilitas ataupun abortus berulang dapat terjadi sesuai lokasi dan besarnya

mioma.3,6

2. Pemeriksaan fisik

Hampir kebanyakan mioma uteri dapat didiagnosa melalui pemeriksaan

bimanual rutin maupun dari palpasi abdomen bila ukuran mioma yang

besar. Diagnosa semakin jelas bila pada pemeriksaan bimanual diraba

permukaan uterus yang berbenjol akibat pnonjolan massa maupun adanya

pembesaran uterus. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian

bawah. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan

tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.

Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.3,6

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium. Anemia merupakan akibat paling sering dari

mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya

cadangan zat besi.

7

Page 8: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium

dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Histeroskopi dapat dilakukan untuk

melihat cavum uteri. Histeroskop diinsersi melalui vagina dan cervix.

Histerosalfingografi dapat digunakan untuk melihat perubahan abnormal ukuran

dan bentuk uterus dan tuba fallopi. Laparoskopi dapat digunakan untuk melihat

mioma di bagian luar dinding uters. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan

ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi

uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak

dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa

jaringan.3

Gbr2. Pada ultrasonografi tampak gambaran massa mioma yang besar (7x5,3 cm)

terhubung dengan bagian fundus uteri dengan tangkai yang tipis (pedunculated).

8

Page 9: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Gbr 3. Gambaran mioma uteri submukosum pada daerah korpus uteri dengan gambaran

hiperekoik berbatas tegas yang sangat berdekatan dengan kavum uteri. Power Doppler

menunjukkan (atas kanan) menunjukkan adanya vaskularitas pada daerah tepi massa. Ukuran

massa lebih dari 4 cm.

Gbr 4. Gambaran mioma subserosum pada daerah dinding anterior uterus yang

menekan vesika urinaria.

9

Page 10: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Gbr 5. Gambaran mioma uteri yang berkembang ke bagian lateral paada ligamentum

latum. Pada USG tampak massa solid pada daerah korpus sebelah kanan.

Gbr 6. Mioma intramural yang menunjukkan kalsifikasi seperti cincin. Kalsifikasi

mioma dapat terjadi pada daerah perifer massa.

2.7 Penatalaksanaan

Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status

kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan

gejala serta ukuran lokasi serta jenis mioma uteri itu sendiri.

10

Page 11: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

1. Konservatif

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun

medikamentosa terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan

gangguan atau keluhan. Penanganan konservatif, bila mioma yang kecil

pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif

dapat dilakukan dengan observasi dengan pemeriksaan pelvis secara

periodik setiap 3-6 bulan.13,14

2. Medikamentosa

Bila diperlukan terapi, maka yang dapat diberikan adalah:

a. Non hormonal : NSAID yang dapat mengurangi perdarahan pada

mioma uteri 13,14

b. Terapi hormonal :

- Kontrasepsi oral: dapat mengatasi perdarahan namun tidak

mempengaruhi ukuran mioma.

- Preparat progesteron oral atau injeksi: dapat mengatasi perdarahan

namun tidak mempengaruhi ukuran mioma.

- Agonis GnRH seperti leuprolide asetat yang dapat mempengaruhi

ukuran mioma dengan mengurangi jumlah estrogen sehingga

diperoleh keadaan seperti menopause.13-15

3. Tindakan Operatif

a. Miomektomi13,14

- Abdominal miomektomi yang dikenal dengan open myomectomy

merupakan tindakan operatif utama dalam penatalaksanaan mioma

uteri. Dengan insisi abdomen, mioma akan dipisahkan dari uterus.

Tindakan ini merupakan pilihan yang tepat bagi wanita yang masih

ingin mempertahankan fertilitas. Resiko yang utama adalah

perdarahan, pembentukan jaringan skar, dan terjadinya ruptur uter

pada kehamilan yang akan datang. Miomektomi pada mioma

interligamenter dilakukan dengan diseksi ligamentum latum

sehingga mioma tampak. Diseksi diteruskan sampai dapat dicapai

tangkai mioma. Pendarahan dirawat dengan mengikat atau

11

Page 12: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

termokauter. Tangkai mioma dipotong, pendarahan dirawat dengan

menjahit benang halus sehingga berhenti.

- Miomektomi laparoskopi yang dikenal dengan menggunakan insisi

“keyhole” untuk melakukan tindakan miomektomi seperti abdominal

miomektomi. Namun tidak semua jenis mioma uteri dapat dilakukan

tindakan laparoskopi. Keuntungan tindakan ini adalah perdarahan

yang lebih minimal dan penyembuhan yang lebih cepat.

- Miomektomi histeroskopi dilakukan pada mioma yang menonjol ke

kavum uterus. Kamera diinsersikan melalui serviks kemudian ke

uterus dan instrumen digunakan untuk memotong bagian massa yang

tampak.

b. Histerektomi13,14

- Vaginal histerektomi, dimana pengangkatan uterus dilakukan

melalui vagina tapa melakukan insisi pada abdomen. Syarat untuk

vaginal histerektomi adalah ukuran uterus yang tidak terlalu besar.

- Abdominal Histerektomi, dimana pengangkatan uterus dilakukan

dengan insisi pada abdomen. Ada beberapa jenis histerektomi yang

dapat dilakukan adalah Total Abdominal Hysterectomy

(pengangkatan uterus beserta cervix), Subtotal atau Supracervical

Hysterectomy.

- Histerektomi Laparoskopi, merupakan prosedur histerektomi yang

baru dimana pengangkatan uterus dilakukan melalui insisi yang

sangat kecil namun prosedur ini tidak dapat dilakukan pada uterus

yang terlalu besar.

c. Embolisasi Arteri Uterina

Prosedur ini merupakan hal yang relatif baru. Embolisasi berarti

menghentikan vaskularisasi ke uterus. Dengan menghentikan

vaskularisasi ke uterus, massa mioma akan mengalami nekrosis dan

12

Page 13: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

pengkerutan. Hal ini akan mengurangi perdarahan, gejala nyeri,

ataupun gejala penekanan.

2.8 Mioma uteri pada kehamilan

Mioma uteri sering muncul bersamaan atau telah ada sebelum kehamilan.

Abortus atau komplikasi lain seperti seperti persalinan prematur, pertumbuhan

janin terhambat, dan malpresentasi dapat terjadi pada wanita dengan mioma uteri,

walaupun pada beberapa pasien tidak mengalami komplikasi dalam kehamilan

dan persalinannya. Insidensi mioma uteri pada kehamilan berkisar 4%.

Kebanyakan mioma ini tidak akan mengalami perubahan ukuran selama

kehamilan, tetapi sekitar sepertiga kasus dapat membesar pada trimester pertama.

Adanya mioma berhubungan dengan abortus spontan, persalinan prematur,

solusio plasenta, malpresentasi, distosia, seksio sesaria, dan perdarahan

postpartum.1,5,6 Pada penelitian prospektif Aharoni et al. 32 kasus mioma uteri

pada wanita hamil dengan usia kehamilan 3-8 minggu didapati bahwa 25 kasus

mioma (78%) tidak mengalami pembesaran massa tumor, hanya 7 kasus (22%)

yang mengalami peningkatan massa tumor naun tidak melebihi 25% dari ukuran

awal. Penelitian yang dilakukan oleh De Vivo A, et al (2011) yang mengevaluasi

perubahan volume mioma selama kehamilan. Penelitian dilakukan pada 38 wanita

hamil didapati bahwa rerata volume massa mioma meningkat selama kehamilan

dimana 71,4% ukuran mioma uteri meningkat pada trimester pertama dan kedua

sedangkan 66,6% pada trimester kedua dan ketiga.16

Mayoritas mioma pada kehamilan bersifat asimpomatik. Bila terjadi

degenerasi merah dan torsi, mioma akan menimbulkan nyeri terutama pada

trimester kedua kehamilan. Mioma yang torsi akan kekurangan aliran darah

sehingga akan mengalami nekrosis. Selain itu akan terjadi inflamasi yang

mensekresikan prostalglandin sebagai perangsang efektor nyeri. Pada sebuah

penelitian pada 113 pasien hamil dengan mioma, 9% mioma menunjukkan hasil

heterogen ekogenik pada ultrasonografi.5

13

Page 14: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Gbr. 11 Gambaran ultrasonografi menunjukkan kantong gestasi (dengan embrio

viabel) dengan pembesaran mioma pada daerah fundus uterus. Massa (FBR=

fibroid) menunjukkan tidak adanya perubahan atau degeneratif atau kalsifikasi.

Power Doppler menunjukkan adanya gambaran pembuluh darah sekitar massa

mioma. Kehamilan trimester awal dengan massa yang besar memiliki faktor

resiko terjadinya abortus.

14

Page 15: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Gbr 12. Gambaran ultrasonografi kehamilan 19 minggu dengan fetus terlihat pada

bagian kiri gambar. Tampak gambaran massa mioma yang besar pada segmen

bawah rahim dan cervix dengan ukuran massa 6x7 cm (FBR = fibroid,; fet = fetus,

BL= bladder)

Gbr 13. Gambaran mioma uteri pada kehamilan trimester kedua.

2.9 Efek Mioma Uteri Pada Kehamilan

Sekitar 10-30% wanita dengan mioma uteri akan berkomplikasi terhadap

kehamilan. Komplikasi yang terjadi tergantung lokasi, besar massa, dan usia

15

Page 16: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

kehamilan. Beberapa komplikasi mioma uteri dalam kehamilan adalah sebagai

berikut.

a. Kehamilan trimester awal

- Abortus

Tingkat abortus spontan meningkat pada kehamilan dengan mioma

uteri dibandingkan dengan wanita tanpa mioma uteri (14% vs 7,6%

secara berurutan). Beberapa penelitian menunjukkan ukuran mioma

yang semakin besar tidak akan meningkatkan resiko terjadinya

abortus, namun mioma uteri multipel dapat meningkatkan resiko

abortus dibandingkan dengan mioma tunggal (23,6% vs 8%). Lokasi

mioma juga penting. Abortus lebih sering terjadi pada mioma yang

berada pada korpus uterus dibandingkan dengan mioma pada

segmen bawah rahim dan mioma uteri intramural atau submukosum.

Mekanisme mioma uteri menyebabkan abortus masih belum jelas.

Peningkatan iritabilitas uterus dan kontraktilitas, efek kompresi

mioma, dan gangguan aliran darah uteroplasenta akibat massa

mioma.

- Perdarahan

Perdarahan pada kehamilan trimester awal terjadi apabila plasenta

berimplantasi dekat dengan massa mioma bila dibandingkan dengan

implantasi plasenta yang tidak kontak dengan mioma uteri (60% vs

90%).

b. Kehamilan Trimester Akhir

- Persalinan Prematur dan Ketuban Pecah Dini

Persalinan preterm ditemukan lebih tinggi insidensinya (16,1% vs

8,7%) pada wanita hamil dengan mioma uteri dibandingkan yang

normal. Pada suatu meta analisis juga ditunjukkan mioma uteri

dalam kehamilan berkaitan dengan peningkatan risiko ketuban pecah

dini.

- Solusio Plasenta

Pada wanita hamil dengan mioma uteri akan meningkatkan resiok

terjadinya solusio plasenta hingga tiga kali lipat. Mioma

16

Page 17: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

submukosum, mioma retroplasenta, dan volume mioma melebihi 200

cm3 merupakan faktor resiko terjadinya solusio plasenta.

- Plasenta Previa

Hubungan antara mioma uteri dan plasenta previa sudah diteliti pada

dua studi dimana adanya mioma uteri berhubungan dengan

peningkatan resiko terjadinya plasenta previa sebanyak dua kali

lipat.

- Pertumbuhan Janin Terhambat dan Anomali Fetus

Jarang mioma uteri menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.

Namun pada beberapa kasus mioma dapat menekan dan

menyebabkan distorsi pada kavum uterus sehingga menyebabkan

deformitas pada fetus.

c. Persalinan5

- Malpresentasi, distosia, dan seksio sesaria

Resiko malpresentasi meningkat pada wanita dengan mioma uteri

dibandingkan dengan kontrol (13% vs 4,5%). Mioma uteri yag besar,

multipel mioma dan mioma pada segmen bawah rahim. Beberapa studi

menunjukkan bahwa mioma uteri meningkatkan resiko seksio sesaria.

Pada studi sistematik wanita dengan mioma uterii meningkatkan resiko

seksio sesaria 3,7 kali lipat (48,8% vs 13,3%). Hal ini disebabkan

karena terjadinya distosia pada persalinan.

- Perdarahan Postpartum

Beberapa studi menunjukkan bahwa adanya peningkatan resiko

perdarahan postpartum dibandingkan dengan kontrol (2,5% vs 1,4%).

- Retensio Plasenta

Suatu studi menunjukkan peningkatan resiko retensio plasenta pada

wanita hamil dengan mioma uteri terutama bila mioma uteri berada

pada segmen bawah rahim.

- Ruptur Uterus Setelah Miomektomi

Ruptur uterus setelah miomektomi jarang terjadi. Pada studi

restrospektif yang dilakukan terhadap 120 wanita yangg dilakukan

miomektomi pada kehamilan aterm menunjukkan bahwa tidak ada

17

Page 18: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

terjadinya ruptur uteri. Pada studi yang lain menunjukkan adanya

peningkatan resiko ruptur uteri setelah miomektomi sebesar 0,5%-1%.

Tabel 1. Beberapa Komplikasi Mioma Uteri Pada Kehamilan

2.10 Pengaruh Mioma Uteri Terhadap Fertilitas

Mioma uteri sering terjadi pada wanita dengan riwayat infertilitas. Mioma

uteri menyebabkan infertilitas pada 5-10% kasus. Belum diketahui dengan pasti

bagaimana mekanisme mioma uteri menyebabkan infertilitas. Ada beberapa

dugaan efek mioma uteri terhadap infertilitas. Keadaan hiperestrogenisme,

perubahan endometrium yang patologis seperti atrofi endometrium, distorsi

kelenjar endometrium, ulserasi endometrium merupakan penyebab terjadinya

kegagalan implantasi. Disfungsi kontraktilitas uterus berkontribusi terhadap

transpor sperma, ovum, dan embrio serta dapat menyebabkan kegagalan nidasi.

Selain itu, lokasi mioma uteri merupakan penyebab penting terjadinya infertilitas.

Mioma dapat mendistorsi kavum uteri atau menyumbat ostium tuba yang akan

mengganggu transport sperma dan embrio. Mioma uteri juga dapat menyebabkan

infertilitas karena kerusakan aliran darah endometrium dimana akan mengganggu

proses nidasi. Inflammasi lokal yang disebabkan oleh ulserasi mioma uteri

submukosa berperan pada perubahan lingkungan biokimiawi yang normal.30

18

Page 19: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Walaupun dampak mioma uteri masih dalam perdebatan, banyak studi

yang menunjukkan bahwa mioma submukosa dan intramural yang menyebabkan

distorsi endometrium berhubungan dengan penurunan implantasi dan tingkat

kehamilan. Hal ini terjadi pada massa yang kecil (<4 cm) dan massa yang besar

(>4 cm) mioma intramural. Beberapa studi juga menunjukkan kegagalan IVF

pada mioma uteri subserosum. Pada beberpa penelitian menunjukkan bahwa

penurunan tingkat implantasi dan kehamilan dilaporkan pada mioma intramural

dan submukosum karena berhubungan dengan distorsi endometrium. Suatu meta-

analisis studi IVF oleh Prits menyimpulkan bahwa mioma uteri submukosum

secara signifikan menghambat keberhasilan IVF sementara mioma uteri

subserosum ataupun intramural tidak memiliki dampak terhadap fertilitas.30

Pada penelitian di Italia, membandingkan tingat kehamilan dan abortus

pada wanita infertil dengan mioma uteri submukosum yang dilakukan

miomektomi dan tidak. Setelah pembedahn diinstruksikan untuk melakukan

hubungan seksual dan tidak mendapat pengobatan apapun. Tingkat kehamilan

meningkat menjadi 43% setelah pembedahan, tingkat abortus menurun menjadi

38%. Di Australia, dilakukan studi dengan membandingkan tingkat kehamilan

pada wanita dengan mioma uteri submukosum, intramural, subserosum ataupun

tanpa mioma uteri pada suatu program IVF. Hanya 1% wanita dengam mioma

uteri submukosum yang memperoleh kehamilan, 16% pada wanita dengan mioma

uteri intramural, 34% pada mioma uteri subserosum dan 30% pada wanita tanpa

mioma uteri. Pada penelitian di Israel melaporkan bahwa tingkat kehamilan yang

lebih rendah dan tingginya abortus pada program IVF pada wanita dengan mioma

uteri submukosum. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa wanita dengan mioma

uteri submukosum memiliki tingkat kehamilan 10% dan tingkat abortus sebesar

40% bila dibandingkan dengan wanita tanpa mioma uteri, dimana tingkat

kehamilan sebesar 25% dan tingkat abortus sebesar 25%. 30

Penelitian yang dilakukan untuk membandingkan keberhasilan IVF pada

112 wanita dengan mioma uteri intramural yang kecil (≤ 5 cm) dan wanita tanpa

mioma uteri dengan usia rerata 36,4 tahun pada kelompok wanita dengan mioma

uteri dan 34,6 tahun pada wanita tanpa mioma. Dari penelitian ini didapatkan

19

Page 20: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

bahwa tingkat kehamilan dua kali lebih tinggi (28%) bila dibandingkan dengan

wanita dengan mioma (15%). 30

Mioma subserosum hanya memiliki dampak kecil terhadap fungsi

reproduksi wanita. Pada beberapa penelitian, tingkat keberhasilan IVF pada

wanita dengan mioma uteri subserosum sama dengan wanita tanpa mioma uteri.30

2.11 Abortus Pada Mioma Uteri

Mioma uteri dapat menjadi penyebab terjadinya masalah dalam kehamilan,

termasuk abortus. Jumlah terjadinya abortus spontan pada beberapa penelitian

pada trimester satu dan dua lebih tinggi pada wanita dengan mioma uteri.

Beberapa studi menunjukkan bahwa tingkat terjadinya abortus lebih tinggi jika

implantasi terjadi pada uterus sumbukosum. Hal ini menunjukkan bahwa massa

mioma yang dekat dengan plasenta lebih sering menyebabkan perdarahan pada

awal kehamilan dan terjadinya abortus. Benson et al menunjukkan tingkat abortus

spontan sebesar dua kali lipat pada wanita dengan mioma uteri. Selain itu, tingkat

abortus juga lebih tinggi pada multipel mioma dibandingkan mioma tunggal dan

tidak ada hubungan antara ukuran atau lokasi mioma. Tingkat terjadinya abortus

pada mioma uteri sekitar 40% pada trimester pertama dan 17% pada trimester

kedua dan dengan adanya mioma submukosum dan intramural.

2.12 Patogenesis Terjadinya Abortus Pada Mioma Uteri

Mekanisme pasti bagaimana mioma uteri menyebabkan abortus masih

belum diketahui. Richard et al menemukan struktur miosit pada mioma uteri

abnormal bila dibandingkan dengan miometrium normal. Hal ini disimpulkan

bahwa abnormalitas spesifik ini dapat mempengaruhi metabolisme kalsium pada

jaringan mioma dimana dapat menyebabkan kontraktilitas uterus yang kemudian

menyebabkan abortus. Pertumbuhan dan degenerasi mioma juga dapat

menyebabkan terjadinya abortus.30

2.13 Tatalaksana mioma uteri dalam kehamilan

Nyeri mioma saat kehamilan biasanya diterapi dengan tirah baring, hidrasi,

dan analgesik. Penggunaan NSAIDs harus mempertimbangkan segala risiko pada

trimester ketiga bila digunakan >48 jam dengan efek penutupan duktus arteriosus

20

Page 21: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

prematur, hipertensi pulmonal, perdarahan intrakranial, enterokolitis nekrotikan,

dan oligohidramnion.5,19

Miomektomi jarang dipilih sebagai pilihan terapi pada kehamilan trimester

awal. Bila diperlukan, bagaimanapun, beberapa penelitian telah melaporkan

bahwa miomektomi antepartum dapat dilakukan secara aman pada trimester

pertama dan kedua kehamilan. Miomektomi pada trimester awal dilakukan

dengan indikasi meliputi nyeri dari fibroid, ukuran fibroid >5 cm pada segmen

bawah uterus, dan gagal dilakukan tindakan konservatif. Komplikasi yang dapat

terjadi adalah risiko perdarahan sampai nantinya diperlukan tindakan seperti

histerektomi purepural. Miomektomi yang dilakukan pada saat SC hanya dengan

indikasi fasilitasi kelahiran aman. 20

Beberapa kasus pernah dilaporkan tindakan miomektomi pada trimester

awal kehamilan. Wittch AC, et (2000 pernah melaporkan tindakan miomektomi

pada pasien primigravida, 31 tahun, dengan usia kehamilan 12 minggu yang

mengalami nyeri perut bawah yang hebat dimana pada pemeriksaan ultrasonografi

didapati massa yang besar pada daerah fundus uteri. Laparotomi ekplorasi dan

miomektomi dilakukan dan berhasil. Kehamilan juga berjalan tanpa ada masalah

sampai kehamilan aterm. Pda usia 37 minggu dilakukan seksio sesaria elektif. 8

Leach K, et (2011) melaporkan pasien primigravida, 30 tahun yang datang

pertama kali pada usia kehamilan 8 minggu dengan keluhan nyeri panggul dan

konstipasi. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan mioma uteri dengan

ukuran 11,5 x 11 cm pada posterior kanan uterus. Dua mnggu kemudian

dilakukan ultrasonografi ulang dan didapati ukuran massa yang bertambah besar

yaitu 14 cm. Pada ultrasonografi tampak 2 cm miometrium berada pada massa

mioma dan kavum uteri. Pasien juga mengalami perburukan klinis dan diberikan

analgetik narkotik oral dan NSAID namu tidak mengalami perbaikan klinis.

Kemudian dilakukan pemeriksaan MRI dan menunjukkan bahwa massa menekan

kolon, vesika urinaria, dan uretra proksimal. Pada pasien diputuskan untuk

dilakukan miomektomi. Miomektomi dilakukan pada usia kehamilan 11 minggu

dengan insisi vertikal. Pada ekplorasi kavum pelvis didapati mioma subserosum

pada daerah cul-de-sac posterior. Vasopressin diinjeksikan ke bagian kapsul

mioma (13x6x9 cm) untuk menurunkan kehilangan darah, dan massa diangkat

21

Page 22: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

dengan diseksi tumpul dan kauter Bovie. Setelah pengangkatan mioma yang

besar, dilakukan pengangkatan mioma yang lebih lecil (7x5x2,5 cm) pada daerah

ostium uteri internum. Selama prosedur miomektomi dilakukan pemantauan

denyut jantung janin. Pada postoperatif keadaan pasien stabil. Kehamilan berjalan

dengan baik tanpa ada komplikasi yang terjadi.20

Tabel 2. Beberapa studi dan laporan kasus yang pernah dilakukan miomektomi

pada kehamilan trimester awal.20

Miomektomi konservatif dianggap sebagai metode yang aman tetapi eksisi

mioma submukosa berisiko tinggi terhadap rupturnya membran fetus dan

perdarahan. Intervensi operasi yang aman dianggap pada usia gestasi 16-30

minggu. Bonito et al. (2007) pada 5 pasien nya menunjukkan tidak ada komplikasi

kehamilan di mana 2 dari pasien tersebut mengalami persalinan secara seksio

sesarea pada cukup bulan. Adeyemi et al. (2007) melaporkan kesuksesan

pembuangan leiomioma subserosa besar dengan laparotmi tanpa ada komplikasi

pada kehamilan. Bartosova et al. (2008) berhasil membuang mioma dari pasien

wanita 18 minggu kehamilan dengan indikasi nyeri abdomen. Suwandinata et al.

(2008) berhasil melakukan pembuangan mioma uteri pada kehamilan usia 18

22

Page 23: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

minggu dengan teknik operasi modifikasi yaitu jahitan simple interupted di sekitar

mioma untuk hemostasis baru dilakukan diseksi. Bhatla et al. (2009) secara sukses

membuang mioma subserosa 3900 gram pada trimester kedua kehamilan dengan

indikasi kompresi janin dan obstruksi usus subakut. Fanfani et al. (2010)

menunjukkan prosedur miomektomi laparoskopi sukses dilakukan pada usia

kehamilan 25 minggu pada mioma uteri subserosum dengan perdarahan terkontrol

tanpa komplikasi kehamilan. Hassiakos et al. (2006) pada 47 kasus mioma uteri

pada kehamilan tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil dan komplikasi antara

operasi miomektomi konservatif dan miomektomi pada seksio sesarea. Merke

menyebutkan bahwa bila ukuran mioma lebih dari 6 cm, diperlukan ligasi arteri

uterina bilateral untuk mengurangi perdarahan. Satu pasien yang menerima hal ini

berhasil dialkukan persalinan normal tanpa komplikasi.21

Karimov et al. (2011) melakukan penelitian pada 28 wanita hamil dengan

mioma uteri pada kehamilan. Indikasi dilakukan pembedahan meliputi riwayat

miomektomi konservatif, mioma yang tumbuh dengan sangat cepat, trophopati,

nekrosis mioma, dan risiko tinggi aborsi. Dilakukan operasi dengan insisi

Pfannenstiel. Miomektomi dilakukan dengan cross seksi miometrium dengan

elektrokauter pada proyeksi konveks terbesar. Setelah itu, dilaukan juga insisi

pada bagian superfisial tumor. Secara hati-hati, kemudian dialkukan enukleasi

intrakapsular KGB mioma dengan koagulator bipolar hemostasis. Rongga yang

terbentuk dijahit dengan simple suture bahan absorbablet polomer. Diberikan

spasmolitik dan infus magnesium sulfat postoperatif. Hasil penelitian

menunjukkan 4 dari 28 pasien mengalami aborsi 12-22 hari setelah dilakukan

mioma konservatif. Pada 24 pasien lain, gejala mioma menghilang dan dapat

dilakukan persalinan normal.22

Embolisasi arteri uterina bilateral sejak lama dilakukan oleh radiologis

intervensional untuk mengontrol perdarahan postpartum. Lebih lanjut lagi, ligasi

arteri uterina telah digunakan sebagai prosedur terapi mioma dengan ukuran besar

pada wanita yang tidak hamil dan lebih penting lagi tidak menginginkan fertilitas

kembali. Studi prospektif mengenai ligasi arteri uterina bilateral yang dilakukan

setelah SC efektif menurunkan perdarahan postpartum dan meminimalisir risiko

miomektomi atau histerektomi dengan memicu penyusutan fibroid. Walaupun

23

Page 24: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

tidak direkomendasikan, ada beberapa laporan dari ketidaksuksesan kehamilan

dengan terapi ini. Penelitian yang dilakukan oleh Liu WM, et al (2006) pada 48

orang wanita dengan mioma uteri yang direncanakan untuk seksio sesaria yang

dilakukan ligasi arteri uterina setelah penjahitan insisi uterus. Pada 26 orang

(54%) dari 48 pasien dilakukan ligasi arteri uterina selama seksio sesaria (grup I)

dan 22 pasien (46%) hanya dilakukan seksio sesaria saja (grup II). Kehilangan

darah rata-rata selama operasi sekitar 245 ± 92,3 ml pada grup I dan 278 ± 160,5

ml pada grup II. Kadar hemoglobin rata-rata postoperatif 11,2 ± 0,9 gr/dl pada

grup I dan 10,4 ± 1,1 g/dl pada grup II. Satu pasien pada grup II membutuhkan

transfusi darah karena perdarahan.23

Anita et al. (2007) melakukan miomektomi pada seksio sesarea di 9 wanita

yang menderita mioma uteri pada kehamilan. Konfirmasi mioma uteri dilakukan

dengan USG. Pada pasien ini, satu orang dengan mioma uteri submukosum dan 8

orang dengan mioma intramural. Mioma dienukleasi dan insisi uterus ditutup 2

lapis dengan bentuk huruf O. Perdarahan dikontrol tanpa kesulitan yang berarti.

Tidak ada komplikasi postoperatif yang terjadi. Stelah 6 minggu uterus

berinvolusi normal yang dinilai dengan ultrasonografi. Michalas et al. (1999)

melaporkan 8 kasus mioma uteri yang ditatalaksana dengan miomektomi saat

seksio sesarea menunjukkan keberhasilan tanpa komplikasi. Ehigieba et al. (2001)

pada 25 kasus miomektomi pada seksio sesarea hanya menunjukkan komplikasi

anemia. Roma et al. (2004) pada 111 wanita yang menajalni miomektomi saat

seksio sesarea menunjukkan tidak ada perbedaan perdarahan intraoperatif, demam

pospartum, waktu operasi, dan lamanya masa rawatan dibandingkan dengan

kelompok kontrol 257 pasien seksio sesarea normal.24

Akhtar et al. (2010) melaporkan kasus seorang wanita 27 tahun pada usia

kehamilan 35 minggu dengan keluhan gerakan janin yang berkurang dan adanya

mioma uteri. Pada usia kehamilan 21 minggu, dijumpai massa hipoekoik dengan

ukuran 14,72x13,47 cmm yang terlihat pada dinding anterior segmen bawah

rahim. Pada usia kehamilan 31 minggu pasien merasakan perut bawah yang lebih

berat, rasa berkemih yang tidak puas, dan beberapa keluhan bernafas. Pada usia

kehamilan 35 minggu pasien datang dengan keluhan gerakan janin yang

berkurang dan anemis sehingga pasien dirawat. Dua hari selama rawatan

24

Page 25: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

dilakukan KTG dan terjadi gawat janin sehingga diputuskan untuk dilakukan

seksio sesaria. Setelah dievaluasi tampak massa tumor menutupi seluruh SBR

sehingga dilakukan insisi pada korpus uteri di atas massa tumor dan bayi

dilahirkan dengan ekstraksi bokong. Plasenta juga dilahirkan lengkap namun

terjadi perdarahan hebat sehingga diputuskan untuk dilakukan histerektomi.25

Miomektomi laparokopik adalah suatu teknik yang digunakan agar moima

intramural dan subserosa <9 cm dapat dilakukan dengan prosedur mnimal invasif.

Dibandingkan dengan miomektomi laparotomi, laparoskopik menjanjikan nyeri

postoperati, lama rawatan, dan kualitas hidup yang lebih baik. Pada teknik ini,

mioma dieksisi via garis histerotominya sendiri. Diseksi harus dilakukan pada

setiap daerah mioma yang berlekatan pada miometirum berupa pseudo kapsul

yang intak dengan serabut otot dan pembuluh darah uterina yang ada. Hemostasis

dilakukan dengan elektrokauter seminimal mungkin untuk meminimalisir risiko

ruptur uteri. Untuk mioma intramural dan subserosa, dilakukan inisisi serosa

vertikal pada permukaan konceks dengan hook monopolar. Sampai pada

pseudokapsul, forsep diposisikan untuk traksi mioma dan enukleasi dilakukan

dengan traksi mioma dan pembelahan mioma dengan hook unipolar atau

pembelahan mekanik. Dilakukan penjahitan satu atau dua lapis bergantung pada

kedalaman insisi.

Paul et al. (2006) melakukan miomektomi laparoskopi pada 141 pasien

wanita hamil dengan mioma uteri. Sebanyak 87 persalinan dilakukan dengan

seksio sesarea dan 19 normal. Ada 29 abortus dan 6 kehamilan ektopik. Tidak

ditemukan ruptur uterina. Soriano et al. (2003) pada 106 wanita infertil dengan

mioma uteri menunjukkan tidak ada perbedaaan antara prosedur miomektomi

laparoskopik dan laparokonversi. Dubuisson et al. (2000) menganjutkan

penggunaan elektrokauter yang berlebihan harus dihindari begitu juga dengan

penjahitan lapisan yang terlalui banyak, cukup satu atau dua lapis. Goldberg et al.

(2006) menganjurkan kontrol perdarahan dengan ligasi arteri uterina bilateral

setelah momektomi karena menunjukkan kualitas fertilitas selanjutnya yang lebih

baik.26

Santos L, et al (2006) melakukan tindakan miomektomi histeroskopi pada

pasien 37 tahun dengan usia kehamilan 6 minggu dengan mioma uteri

25

Page 26: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

pedunculated. Pda pemeriksaan ultrasonografi didapatkan mioma pedunculated

dengan ukuran 4,1x4,7 cm. Pada pasien ini berhasil dilakukan tindakan

miomektomi histeroskopi sampai dan kehamilan mencapai usia aterm dan

persalinan berlangsung secara pervaginam tanpa adanya komplikasi.

Tabel 3. Tindakan miomektomi pada beberapa pasien pada trimester awal

kehamilan.

2.11 Perdarahan Saluran Cerna

a. Perdarahan Saluran Cerna Atas27,28

Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang

terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal (mencakup

esofagus, gaster, dan duodenum). Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian

atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum atau penggunaan obat-obat

anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol). Penyebab lain perdarahan

saluran cerna atas adalah ulkus duodenal, varises esofagus, Mallory-Weiss tear,

esofagistis erosiva, angioma, dan tumor gastrointestinal.

26

Page 27: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga

80% dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Banyak kemungkinan

penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas seperti ulkus duodenal (20–30 %),

varises esofagus (15 – 20 %), ulkus gaster (10 – 20 %), Mallory–Weiss tear (5–10

%), erosive esophagitis (5–10%), dan obat-obatan NSAID.

Gejala klinis perdarahan saluran cerna adalah:

1. Hematemesis

Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang

berwarna coklat merah atau “coffee ground”

2. Hematokhezia

Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna hagian

bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang

sudah berat.

3. Melena

Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran dan darah

bercampur asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna

bagian atas,atau perdarahan dari usus-usus ataupun kolon.

4. Disertai gejala anemia, pusing, syncope, angina atau dyspnea.

Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam

seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian

atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas,

terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena.

Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan

saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati)

dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau pemasangan

selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah yang jelas terlihat;

cairan bercampur darah. Namun, aspirat perdarahan yang telah berhenti,

intermiten, atau tidak dapat dideteksi akibat spasme pilorik. Angiography dapat

digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana perdarahan berat, khususnya

27

Page 28: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

ketika penyebab perdarahan tidak dapat ditentukan dengan menggunakan

endoskopi atas maupun bawah. CT Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi

massa, seperti tumor intra-abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang

mungkin dapat menjadi sumber perdarahan.

Perdarahan saluran cerna akut merupakan keadaan yang mengacam jiwa dimana

pasien harus segera dirawat. Mempertahankan saluran nafas dan volume

intravaskular merupakan tata laksana awal. Dapat diberikan infus kristaloid dan

transfusi darah jika diperlukan. Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan

konsultasi emergensi untuk esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa

perdarahan aktif dapatt dipantau dan diobservasi. Intervensi selama EGD meliputi

injeksi epinefrin submukosa, skleroterapi, dan ligasi. Jika tindakan ini gagal,

menghentikan perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan

mungkin diperlukan.

b. Perdarahan Saluran Cerna Bawah29

Perdarahan saluran cerna bawah merupakan perdarahan yang berasal dari

saluran cerna yang lebih distal seperti usus besar, rektum, dan anus. Beberapa

penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering adalah peyakit

divertikulitis, karsinoma gastrointestinal, Inflammatory bowel disease, diare

infeksius, polip, hemoroid dan fissura anus. Sumber perdarahan saluran cerna

bawah dapat diketahui melalui tindakan koloskopi. Kolonoskopi merupakan

diagnosis inisial yang dapat dipilih pada pasien dengan hemodinamik stabil.

Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bawah meliputi resusitasi, hemostasis

pada lokasi perdarahan, tindakan terapeutik untuk menghentikan perdarahan. Jik

lokasi perdarahan sudah diketahui, maka dapat dilakukan tindakan yang lebih

invasif. Pada perdarahan divertikular dapat dilakukan kolonoskopi dengan bipolar

probe koagulasi, injeksi epinefrin. Perdarahan yang berulang dapat dilakukan

reseksi segmen usus yang terlibat. Pada pasien dengan lokasi perdarahan yang

belum dapat ditentukan, maka dapat diberikan vasokonstriktor seperti

vassopressin. Jika vasopressin tidak berhasil maka embolisasi dapat dilakukan.

Indikasi tindakan operatif adalah perdarahan aktif dengan hemodiamik tidak stabil

yang persisten dan perdarahan berulang.

28

Page 29: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

BAB 3

KESIMPULAN

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan

jaringan ikat yang menyokongnya. Mioma uteri sering terjadi pada wanita dengan

usia 30-40 thun , namun juga dapat terjadi pada semua usia samapi usia 50 tahun.

Mioma uteri asimptomatik dapat terjadi pada 40-50% wanita dengan usia lebih

dari 35 tahun. Beberapa jenis mioma berdasarkan lokasinya adalah mioma

submukosa, intramural, subserosa, dan intraligamenter. Kebanyakan mioma uteri

asimptomatik. Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35-50%

pasien seperti perdarahan uterus abnormal, nyeri, gejala penekanan, dan

infertilitas.

Mioma uteri sering muncul bersamaan atau telah ada sebelum kehamilan.

Mayoritas mioma pada kehamilan bersifat asimpomatik. Beberapa komplikasi

mioma uteri dalam kehamilan berupa abortus, perdarahan, ketuban pecah dini,

persalinan prematur, solusio plasenta, plasenta previa, pertumbuhan janin

terhambat, malpresentasi, perdarahan postpartum, retensio plasenta dan ruptur

uterus setelah miomektomi.

Nyeri mioma saat kehamilan biasnaya diterapi dengan tirah baring, hidrasi, dan

analgesik. Miomektomi jarang dipilih sebagai pilihan terapi pada kehamilan

trimester awal. Bila diperlukan, bagaimanapun, beberapa penleitian telah

melaporkan bahwa miomektomi antepartum dapat dilakukan secara amaan pada

trimester pertama dan kedua kehamilan. Miomektomi konservatif dianggap

sebagai metode yang aman tetapi eksisi mioma submukosa berisiko tinggi

terhadap rupturnya membran fetus dan perdarahan. Miomektomi laparokopik

adalah suatu teknik yang digunakan agar moima intramural dan subserosa <9 cm

dapat dilakukan dengan prosedur mnimal invasif. Dibandingkan dengan

miomektomi laparotomi, laparoskopik menjanjikan nyeri postoperatif yang lebih

ringan, lama rawatan, dan kualitas hidup yang lebih baik.

29

Page 30: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Mioma uteri dapat menjadi penyebab terjadinya masalah dalam kehamilan,

termasuk abortus. Jumlah terjadinya abortus spontan pada beberapa penelitian pda

trimester satu dan dua lebih tinggi pada wanita dengan mioma uteri. Beberapa

studi menunjukkan bahwa tingkat terjadinya abortus lebih tinggi jika implantasi

terjadi pada uterus sumbukosum. Hal ini menunjukkan bahwa massa mioma yang

dekat dengan plasenta lebih sering menyebabkan perdarahan pada awal kehamilan

dan terjadinya abortus

Perdarahan slauran cerna dibagi menjad dua yaitu perdarahan saluran cerna atas

dan bawah. Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai

perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum

distal (mencakup esofagus, gaster, dan duodenum). Sebagian besar perdarahan

saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum atau

penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol).

Penyebab lain perdarahan saluran cerna atas adalah ulkus duodenal, varises

esofagus, Mallory-Weiss tear, esofagistis erosiva, angioma, dan tumor

gastrointestinal. Perdarahan saluran cerna bawah merupakan perdarahan yang

berasal dari saluran cerna yang lebih distal seperti usus besar, rektum, dan anus.

Beberapa penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering adalah peyakit

divertikulitis, karsinoma gastrointestinal, Inflammatory bowel disease, diare

infeksius, polip, hemoroid dan fissura anus. Prinsip penatalaksanaan perdarahan

saluran cerna adalah memastikan patensi jalan nafas, kontrol cairan intravaskular,

menentukan lokasi perdarahan, dan menghentikan perdarahan.

30

Page 31: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

1. Berek JS. Uterine masses, In: Gynecology. 14th edition. Lippincott

Williams & Wilkins. Philadelphia: 2007; 469-70

2. Bulun SE. Uterine fibroids. Mechanism of disease. N Engl J Med 2013;

369:1344-55.

3. The American College of Obstetricians and Gynaecologist. Uterine

fibroids. Available from:

https://www.acog.org/-/media/For-patients/faq074.pdf?

dmc=1&ts=20141116T1355069401 [Accesed November 10, 2014]

4. Horner KL. Leiomyoma. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1057733-overview [Accesed

November 10, 2014]

5. Lee HJ, Norwitz ER, Shaw J. Contemporary management of fibroids in

pregnancy. Rev Obstet Gynecol 2010;3(1):20-7.

6. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam: Sarwono

Prawiroharjo, edisi kedua. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka.

Jakarta: 1994; 338-45

7. Cassini ML, Rossi F, Agostini R, Unfer V. Effects of the position of

fibroids on fertility. Gynecol Endocrinol 2006 Feb;22(2):106-9.

8. Wittich AC, Salminen ER, Yancey MK, Markenson GR. Myomectomy

during early pregnancy. Mil Med 2000 Feb;165(2):162-4.

9. Adeyemi A, Akinola S, Isawumi, AI. Antepartum myomectomy with a

live term delivery-a case report, Niger J. Clin. Pract., 2007;10(4):346-48

10. Suwandinata F, Gruessner S, Omwandho C, Pregnancy-preserving

myomectomy: preliminary report on a new surgical technique. Eur. J.

Contracept. Reprod. Health Care.2008;13(3):323-26

11. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie

Chesmy, Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology.

Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins: 2001; 314 –15.

31

Page 32: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

12. Schwartz MS. Epidemiology of uterine leiomiomata. In : Chesmy M,

Heather, Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia :

Lippincott Williams and Willkins: 2001; 316 –18

13. Scheib S. Uterine fiboid. Available from:

http://www.hopkinsmedicine.org/gynecology_obstetrics/specialty_areas/

gynecological_services/conditions/fibroids.html [Accesed November 10,

2014]

14. UCSF Comprehensive Fibroid Center. Fibroid treatment. Available from:

http://coe.ucsf.edu/coe/fibroid/treatments.html. [Accesed November 10,

2014]

15. Speroff L, Fritz MA. Abnormal uterine bleeding In Clinical Gynecologic

Endocrinology and Infertility 8th ed. USA: Lippincott Williams &

Wilkins; 2011.p 611-12

16. De Vivoa A, et al. Uterine myoma during pregnancy: a longitudinal

sonographic study. Ultrasound Obstet Gynecol. 2011 Mar; 37(3):361-5.

17. Norton ME, Merril J, Cooper BA, et al. Neonatal complications after

administration of indomethacin for preterm labor. N Engl J Med.

1993;329:1602-7

18. Seki H, Takizawa Y, Sodemoto T. Epidural analgesia for painful myomas

refractory to medical therapy during pregnancy. Int J Gynaecol Obstet.

2003;83:303-4.

19. Dubuisson JB, Chavet X, Chapron C, et al. Uterine rupture during

pregnancy after laparoscopic myomectomy. Hum Reprod.

1995;10(6):1475-77.

20. Leach K, Khatain L, Tocce K. First trimester myomectomy as an

alternative to termination of pregnancy in a woman with a symptomatic

uterine leiomyoma : a case report. Journal of Medical Case Report 2011;

571(5):1-4

21. Fanfani F, Rossitto C, Fagotti A, Rosati P, Gallotta V, Scambia G.

“Laparoscopic myomectomy at 25 weeks of pregnancy: case report. J

Minim Invasive Gynecol. 2010;17 (1): 91-3.

32

Page 33: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

22. Karimov Z, Khusankhodjaeva M, Abdikulov B. Myomectomy in the

pregnant. Med Health Sci J 2011; 9: 38-46.

23. Liu WM, Wang PH, Wang IT, Tzeng CR. Uterine artery ligation for

treatment of pregnant women with uterine leiomyomas who are

undergoing cesarean section. Fertil Steril. 2006 January 3;86:423-28.

24. Anita K, Seema M & Richa P. Cesarean myomectomy. Obs Gyn 2007; 2;

128-30.

25. Akhtar N, Sultana S, Zabin F. Large fibroid-a case report. Bangladesh J

Obstet Gynecol 2010; 25(2): 87-9.

26. Paul PG, Koshy AK, Thomas T. Pregnancy outcomes following

laparoscopic myomectomy and single-layer myometrial closure. Human

Reprod 2006; 21(12): 3278-3281.

27. Emedicine health. Gastrointestinal bleeding. Available from

http://www.emedicinehealth.com/gastrointestinal_bleeding/page5_em.htm

#gastrointestinal_bleeding_diagnosis [Acessed November 20 2014].

28. Cerulli MA. Upper gastrointestinal bleeding treatment & management.

Available from http://emedicine.medscape.com/article/187857-treatment

[Acessed November 20 2014].

29. Cagir B. Lower gastrointestinal bleeding. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview [Acessed

November 20 2014].

30. Khaud A, Lumsden MA. Impact of fibroids on reproductive function. Best

Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaaecology 2008; 22(4):

749-60.

33

Page 34: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

BAB 4

LAPORAN KASUS

Ny. E, 44 tahun, G2P1A0, APK 15 tahun, menikah 1x usia 20 tahun, Minang,

Islam, SD, Petani, i/d Tn. B, 50 tahun, Batak, Islam, SD, Petani, datang ke RSPM

pada tanggal 4 Oktober 2014 dengan

KU: Riwayat keluar darah dari kemaluan

T : Hal dialami os 1 bulan ini, darah berwarna merah segar, volume 1x ganti

doek/hari. Riwayat keluar jaringan (-), riwayat keluar jaringan seperti mata ikan

(-). Riwayat haid lama dan banyak (+). Nyeri perut (+) dialami os sejak 3 minggu

yang lalu, nyeri bersifat hilang timbul. Riwayat trauma (-), riwayat perut dikusuk

(-), riwayat minum jamu-jamuan (-). Riwayat campur berdarah (-). Penurunan BB

(-), penurunan nafsu makan (-), riwayat demam (-). BAK (+) N, riwayat BAB

hitam seperti aspal (+) 4 hari sebelum masuk RS, mual (+), muntah (-), nyeri ulu

hati (+). Os merupakan pasien rujukan RS Penyabungan dengan diagnosa Abortus

iminens + Mioma + PSMBA

RPT : Mioma uteri, PSMBA

RPO : Transfusi PRC 5 bag

Riwayat haid : menarche usia 12 tahun, siklus teratur lama 6-7 hari, volume 2-3x

ganti doek/hari, dismenorhea (+), HT :30-8-2014

Riwayat KB : (-)

Riwayat operasi: (-)

Riwayat persalinan:

1. ♀, 2800 gr, aterm, PSP, bidan, klinik, 15 tahun, sehat.

2. Hamil ini

Status Present

Kesadaran : CM Anemis : (+)

Tekanan Darah: 120/90 mmHg Ikterik : (-)

Nadi : 78 x/i Cyanosis : (-)

Pernafasan : 24 x/i Dispnoe : (-)

34

Page 35: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Suhu : 36,8˚c Oedem : (-)

Tes Kehamilan : (+)

Status Lokalisata :

Kepala : Mata : Conj.palp.inf pucat (+), sklera ikterik (-)/(-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : TVJ R-2 cmH2O

Thorax : Paru : SP : Vesikuler pada kedua lapangan paru

ST : -

Jantung: S1, S2 dbn, HR: 78x/i reguler, gallop(-),

murmur (-)

Abdomen : soepel, Peristaltik (+) N

TFU : pertengahan pusat-simfisis

Hepar/Lien/Renal : tidak teraba

P/v : (-)

Ekstremitas : Oedema pretibial (-)

BAK : (+) via kateter, UOP : 500 cc, warna jernih

Status ginekologis :

Inspekulo : Porsio licin, erosi (-), F/A (-), darah (-), lividae (+)

VT : Cx tertutup

UT AF > BB, dengan pole atas pertengahan pusat-simfisis, permukaan rata,

mobile, nyeri tekan (-).

Adneksa kanan-kiri tidak teraba massa

Parametrium kanan-kiri lemas ttb massa

CD tidak menonjol

Nyeri goyang servik (-).

USG TAS

- KK terisi baik

- GS (+) intrauterin 22,5 mm, fetal pole (+)

35

Page 36: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

- Tampak massa hiperechoic, kesan berasal dari uterus dengan ukuran I : 76,5 x

77,8 mm ; II: 53,2 x 52,0 mm

- Kedua adneksa dalam batas normal

K: IUP (5-6) mgg + Mioma uteri submukosum

Hasil Laboratorium:

- Hb : 7,8 g/dl (12-14 g/dl)

- WBC : 10.200 uL (4000-10000 uL)

- PLT : 385.000 uL (150.000-440.000 uL)

- Ht : 24.9% (36-42%)

- KGD ad R : 87 mg/dl (<140 mg/dl)

- SGOT : 22 U/I (0-40 U/I)

- SGPT : 16 U/I (0-40 U/I)

- Alkaline Phospatase : 65 U/I (30-142 U/I)

- Total Bilirubin : 2,07 mg/dl (0,00-1,2 mg/dl)

- Direct bilirubin : 0,64 mg/dl (0,05-0,3 mg/dl)

- Ureum : 10 mg/dl (10-50 mg/dl)

- Creatinin : 0,5 mg/dl (0,6-1,2 mg/dl)

- Albumin : 3,1 g/dl (3,6-5,0 g/dl)

- Na : 149 mmol/dl (136-155 mmol/dl)

- K : 3,1 mmol/dl (3,5-5,5 mmol/dl)

- Cl : 101 mmol/L (95-103 mmol/dl)

Diagnosa:

Abortus Iminens + Mioma uteri+ Anemia + Post PSMBA

Terapi:

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Transamin 500 mg/12 jam

Rencana:

- Rawat

36

Page 37: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

- Transfusi PRC = (10-7,8) x 47 x 3 = 310 cc 2 bag PRC

- Konsul Penyakit Dalam rawat bersama.

Hasil Konsul Penyakit Dalam

Dx: Post PSMBA + Abortus Iminens + Mioma uteri+ Anemia

Terapi:

- Bed Rest

- Inj. Ozid 40 mg/12 jam

- Inj. Transamin 500 mg/12 jam

- Terapi lain sesuai TS

- ACC rawat bersama di bagian TS

Follow up tgl 5 Oktober 2014

S : (-)

O : Status Present

Kesadaran : CM Anemis : (+)

Tekanan Darah : 110/70 mmHg Ikterik : (-)

Nadi : 80 x/i Cyanosis : (-)

Pernafasan : 20 x/i Dispnoe : (-)

Suhu : 36,5˚c Oedem : (-)

Status Lokalisata:

Abdomen : soepel, Peristaltik (+) N

TFU : pertengahan pusat-simfisis

P/v : (-)

BAK : (+) via kateter, UOP : 50 cc/jam

A : Mioma uteri + SG + KDR (5-6) mgg + Anemia + Post PSMBA

P :

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Transamin 500 mg/12 jam

37

Page 38: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

- Omperazole tab 2x1

- Transfusi PRC 2 bag cek darah rutin post transfusi

Follow up tgl 6 Oktober 2014

S : (-)

O : Status Present

Kesadaran : CM Anemis : (-)

Tekanan Darah : 110/80 mmHg Ikterik : (-)

Nadi : 80 x/i Cyanosis : (-)

Pernafasan : 20 x/i Dispnoe : (-)

Suhu : 36,5˚c Oedem : (-)

Status Lokalisata:

Abdomen : soepel, Peristaltik (+) N

TFU : pertengahan pusat-simfisis

P/v : (-)

BAK : (+) via kateter, UOP : 50 cc/jam aff

A : Mioma uteri + SG + KDR (5-6) mgg + Post PSMBA

P :

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Transamin 500 mg/12 jam

- Omperazole tab 2x1

Hasil Laboratorium:

- Hb : 9,5 g%

- WBC : 21.000 /mm3

- PLT : 298.000 uL

- Ht : 29.30%

Rencana:

- PBJ kontrol Poli ginekologi dan PIH.

38

Page 39: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

ANALISA KASUS

Dilaporkan kasus Ny. E, 44 tahun, G2P1A0 dengan keluhan riwayat keluar darah

dari kemaluan dialami sejak 1 bulan ini tidak ada riwayat keluar jaringan seperti

mata ikan dan mual dan muntah berlebihan. Dijumpai riwayat haid lama dan

banyak. Pada pasien juga riwayat BAB hitam, mual, dan nyeri ulu hati. Pasien

merupakan rujukan dari RS Penyabungan dengan diagnosa abortus iminens +

mioma + PSMBA

Pada status presens dalam batas normal. Pada pemeriksaan lokalisata dan

ginekologis dijumpai tinggi fundus uteri lebih besar dari usia kehamilan. Hal ini

dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi didapati kehamilan intrauterin

dan mioma uteri submukosum. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai anemia

sehingga pasien dirawat untuk direncanakan perbaikan KU. Pasien juga

dikonsulkan ke bagian penyakit dalam dengan diagnosa post PSMBA dan

mendapatkan terapi untuk mengatasi PSMBA pada pasien. Dengan adanya

riwayat BAB hitam, mual, dan nyeri ulu hati serta pada pemeriksaan fisik tidak

dijumpai pembesaran limpa dan fungsi hati dalam batas normal, maka dapat

disimpulkan bahwa PSMBA pada pasien ini disebabkan karena ulkus gaster.

Dalam masa rawatan, keadaan pasien baik dan akhirnya pasien dianjurkan untuk

kontrol poli. Pada pasien ini didapati adanya mioma uteri submukosum dan hal ini

merupakan faktor yang berperan terjadinya abortus dimana pada pasien ini sangat

kecil kemungkinan kehamilannya berlangsung dengan baik sampai aterm karena

berdasarkan literatur bahwa resiko terjadinya abortus pada mioma uteri

submukosum dengan kehamilan trimester pertama meningkat menjadi 40%. Pada

pasien ini seharusnya dilakukan evaluasi keadaan kehamilan sebelum pasien

dipulangkan yaitu dengan pemeriksaan ultrasonografi.

39

Page 40: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

Permasalahan

No. Permasalahan Pembahasan

1. Berapa persen probabilitas

terjadinya kehamilan pada mioma

uteri submukosum?

Ada beberapa penelitian yang melaporkan

bahwa mioma uteri submukosum memiliki

probabilitas kehamilan yang paling rendah

dibandingkan dengan mioma uteri

intramural dan subserosum. Dari beberapa

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

terjadinya kehamilan pada mioma

submukosum sekitar 1-10%

2. Bagaimana kemungkinan

kelangsungan kehamilan pada

pasien ini?

Pada pasien ini didapati adanya mioma

uteri submukosum dan hal ini merupakan

faktor yang berperan terjadinya abortus

dimana pada pasien ini sangat kecil

kemungkinan kehamilannya berlangsung

dengan baik sampai aterm karena

berdasarkan literatur bahwa resiko

terjadinya abortus pada mioma uteri

submukosum dengan kehamilan trimester

pertama meningkat menjadi 40%.

3. Apakah ada indikasi dilakukan

abortus terapeutik pada pasien

ini?

Apabila pada pemeriksaan ultrasonografi

ditemukan kantong gestasi yang irreguler

atau keadaan missed abortion, dapat

dilakukan abortus terapeutik pada pasien

ini dan mengingat pada pasien ini dengan

mioma uteri submukosum sangat kecil

kemungkinan kelangsungan kehamilan

hingga aterm.

4. Apakah ada indikasi pemberian

terapi hormonal dan tindakan

operatif pada pasien ini?

Menurut literatur, mioma uteri dapat

berikan terapi hormonal seperti kontrasepsi

oral, preparat progesteron, dan agonis

40

Page 41: Mioma Uteri Dalam Kehamilan

GnRH. Namun pada pasien ini mengingat

pasien dalam keadaan hamil trimester

pertama, dimana dalam masa

organogenesis terapi kontrasepsi oral dan

agonis GnRH tidak dapat diberikan karena

bersifat teratogenik. Ada beberapa literatur

yang menyebutkan bahwa preparat

progesteron (gestagen) dapat diberikan

pada pasien mioma uteri submukosum

dengan kehamilan karena preparrat

progesteron dapat mempertahankan korpus

luteum dan mengurangi ukuran mioma

hingga 40% selama kehamilan.

Pada pasien ini belum ada indikasi untuk

dilakukan tindakan operatif karena

menurut literatur sebaiknya dilakukan

tindakn konservatif terlebih dahulu, namun

apabila gagal dalam tindakan konservatif

maka dapt dilakukan tindakan operatif.

41