keefektifan penerapan pendekatan saintifik dengan model...

29
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA di SD Standar isi IPA di SD yang terdapat dalam Badan Standar Nasional pendidikan (BNSP) mengatakan bahwa” Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep- konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk menjadi diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah. Trianto (2010:153) menyatakan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur yaitu: 1) Sikap : rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar: IPA bersifat open ended. 2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, meliputi penyusunan hipotesis, perencanaan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. 3) Produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. 4) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Manusia dalam kehidupannya senantiasa berkeinginan agar kehidupannya tidak tertinggal dengan manusia yang lain. Oleh karena itu manusia memerlukan cara-cara untuk tetap berkembang dan maju ke kehidupan yang lebih baik. Salah satu usaha manusia agar kehidupannya terus berkembang dan tidak tertinggal adalah dengan belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Upload: nguyenminh

Post on 13-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat IPA di SD

Standar isi IPA di SD yang terdapat dalam Badan Standar Nasional

pendidikan (BNSP) mengatakan bahwa” Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-

konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk menjadi diri

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan

pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah.

Trianto (2010:153) menyatakan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur

yaitu: 1) Sikap : rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup,

serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat

dipecahkan melalui prosedur yang benar: IPA bersifat open ended. 2) Proses:

prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, meliputi penyusunan

hipotesis, perencanaan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan

penarikan kesimpulan. 3) Produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. 4)

Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat

dipisahkan satu sama lain.

Manusia dalam kehidupannya senantiasa berkeinginan agar kehidupannya

tidak tertinggal dengan manusia yang lain. Oleh karena itu manusia memerlukan

cara-cara untuk tetap berkembang dan maju ke kehidupan yang lebih baik. Salah

satu usaha manusia agar kehidupannya terus berkembang dan tidak tertinggal

adalah dengan belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Page 2: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

11

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya (Slameto, 2010:2). Belajar tidak hanya dilakukan di lingkungan

formal saja, tetapi dapat juga dilakukan di lingkungan non formal seperti keluarga,

masyarakat, bahkan juga dari setiap peristiwa yang dialami.

Pembelajaran merupakan kata jamak dari kata belajar, yang menurut

Purwadarminta (dalam Mahfud, 2012:211) sama artinya dengan instruction atau

pengajaran yaitu cara (pembuatan) mengajar atau mengajarkan. Menurut Undang-

undang nomor 20 tahun 2000 pasal 1 tentang pendidikan nasional menyatakan

bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Oemar Hamalik

(dalam Mawardi dan Puspasari, 2011:198) pembelajaran adalah suatu kombinasi

yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitator, perlengkapan

dan proses yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA

adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala alam dengan

menggunakan metode ilmiah yang digunakan untuk memecahkan masalah ilmiah.

2.1.2. Pengertian Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik menurut Kurniaasih (2013:29)

adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara

aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan

mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan

masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan

berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan

konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada

siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan

ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, tidak bergantung pada

informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan

tercipta diarahkan untuk mendorong siswa dalam mencari tahu dari berbagi

sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

Page 3: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

12

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan

keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,

menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut,

bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin

berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya

kelas siswa .

Karakteristik dengan pendekatan saintifik menurut Daryanto (2014: 53)

adalah sebagai berikut: 1) Berpusat pada siswa . 2) Melibatkan keterampilan

proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum dan prinsip. 3) Melibatkan

proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek,

khususnya keterampilan berpikir tingkat siswa . 4) Dapat mengembangkan

karakter siswa .

2.1.3. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik

1. Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran

(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti

menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah

pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini

biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga

relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan

pembelajaran.

Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu

siswa. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.

Dengan metode observasi siswa menemukan fakta bahwa ada hubungan antara

obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

2. Menanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan

mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru

bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu siswanya belajar

dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan siswanya, ketika itu pula dia

mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

Page 4: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

13

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata,

pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah

“pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat

dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.

Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk

pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!

3. Mengumpulkan data / informasi

Istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan

ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru

dan siswa merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan

situasi siswa harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir

yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk

memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan

penalaran ilmiah, meski penalaran non ilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.

Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan

terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau

penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada

Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar

asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk

pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam

peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama

mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam

referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan

di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang

sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif

psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental

sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan

waktu.

Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya

menalar siswa:

1. Guru menyusun bahan pembelajaran.

Page 5: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

14

2. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah.

3. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis.

4. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat)diukur dan

diamati.

5. Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.

6. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan

dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.

7. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.

8. Guru mencatat semua kemajuan siswa untuk kemungkinan memberikan

tindakan pembelajaran perbaikan.

4. Mengasosiasi

Hasil belajar yang nyata atau otentik, dapat diperoleh melalui peran serta

siswa dalam melakukan percobaan atau menunjukan, terutama untuk materi atau

substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA misalnya, siswa harus memahami

konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Siswa harus

memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam

sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar apabila: (1) Guru hendaknya

merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama

murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu

memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk

pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang

akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid

melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan

hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara

klasikal.

5. Mengkomunikasikan

Comunicating adalah kegiatan siswa untuk membentuk jejaring pada

kelas. Kegiatan belajarnya adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan

berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi

Page 6: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

15

yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,

kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan

jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Pada

tahapan ini siswa mempresentasikan kemampuan mereka mengenai apa yang

telah dipelajari sementara siswa lain menanggapi. Tanggapan siswa lain bisa

berupa pertanyaan, sanggahan atau dukungan tentang materi presentasi. Guru

berfungsi sebgai fasilitator tentang kegiatan ini.

Dalam kegiatan ini semua siswa secara proporsional akan mendapatkan

kewajiban dan hak yang sama. Siswa akan terlatih untuk menjadi narasumber,

menjadi orang yang akan mempertahankan gagasannya secara ilmiah dan orang

yang bisa mandiri serta menjadi orang yang bisa dipercaya. Para siswa

melakukan kegiatan networking ini harus dengan perasaan riang dan gembira

tanpa ada rasa takut dan tekanan dari siapapun. Guru akan melakukan penilaian

otentik dalam proses pembelajaran ini dan penilaian hasil Pembelajaran. Siswa

yang aktif dan berani mengemukakan gagasan/pendapatnya secara ilmiah tentu

akan mendapatkan nilai yang lebih baik. Siswa yang masih mempunyai rasa takut

dan kurang percaya diri akan terlatih sehingga menjadi pribadi yang mandiri., dan

pribadi yang bisa dipercaya. Semua kegiatan pembelajan akan kembali kepada

pencapaian ranah pembelajaran yaitu ranah sikap, ranah kognitif dan ranah

ketrampilan.

2.1.4. Model Discovery Learning

2.1.4.1. Pengertian Model Discovery Learning

Discovery Learning (Kurniasih, 2014: 64) adalah teori belajar yang didefinisikan

sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan

pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri

Discovery Learning masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah

yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan model Discovery Learning,

guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing

dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.

Page 7: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

16

Bruner (dalam Mulyatiningsih, 2013:236) menyarankan agar siswa belajar

melalui keterlibatannya secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip yang dapat

menambah pengalaman dan mengarah pada kegiatan eksperimen.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model

Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi apabila materi

pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa

mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai

prinsip yang sama dengan inquiri dan Problem Solving.

2.1.4.2. Langkah-Langkah Operasioanal Model Discovery Learning

Langkah-langkah dalam metode Discovery Learning menurut Kurniasih

(2014: 68) adalah sebagai berikut: a) Langkah persiapan strategi Discovery

Learning learning 1) Menentukan tujuan pembelajaran. 2) Melakukan

identifikasi karakteristik siswa. 3) Memilih materi pelajaran. 4) Menentukan

topik-topik yang harus diipelajari siswa secara induktif. 5) Mengembangkan

bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya

untuk dipelajari siswa. 6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke

kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke

simbolik. 7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Prosedur aplikasi strategi Discovery Learning menurut kurniasih (2014: 68)

Ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar

yaitu:

1) Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini

pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,

kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul

keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk

menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan

membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

2) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-

agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah

satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara

Page 8: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

17

atas pertanyaan masalah). Memberikan kesempatan siswa untuk

mengidentifikasi dan menganalisa permasalahann yang mereka hadapi,

merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka

terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

3) Data collection (pengumpulan data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya

hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau

membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi

kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang

relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara

sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap

ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang

berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara

tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang

telah dimiliki.

4) Data processing (pengolahan data) Pengolahan data merupakan kegiatan

mengolah data dari informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui

wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya diolah,

diacak, diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing

disebut juga dengan pengkodean coding/ kategori yang berfungsi sebagai

pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan

mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang

perlu mendapat pembuktian secara logis.

5) Verification (pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan

secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang

ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data

processing.

6) Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi) Tahap genelasisasi/

menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat

dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang

Page 9: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

18

sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Setelah menarik kesimpulan

siswa harus memperhatikan prosesmatas makna dan kaidah atau prinsip-

prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya

proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

2.1.4.3. Keuntungan Model Discovery Learning

Keuntungan model Discovery Learning menurut Kurniasih (2014:66) adalah

sebagai berikut:

a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-

keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan

kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara

belajarnya.

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan

ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

c. Menimbulkan rasa senang pada siswa , karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan berhasil.

d. Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai

dengan kecepatannya sendiri.

e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan

melinatkan akalnya dan motivasi sendiri.

f. Model ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan

gagasan-gagasan.

h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena

mengarah pada kebenaran yang final dan tentu atau pasti.

i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan teransfer kepada situasi

proses belajar yang baru.

k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

Page 10: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

19

n. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada

pembentukan manusia seutuhnya.

o. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa .

p. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis

sumber belajar.

q. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2.1.4.4. Kelemahan Metode Pembelajaran Discovery Learning

Kelemahan model Discovery Learning menurut Kurniasih (2014:67)

adalah sebagai berikut:

a) Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk

belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan

abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-

konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan

menimbulkan frustasi.

b) Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,

karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka

menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

c) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar

berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-

cara belajar yang lama.

d) Pengajaran Discovery Learning lebih cocok untuk mengembangkan

aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang

mendapat perhatian.

e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk

mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa .

f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan

ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Page 11: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

20

2.1.4.5. Komponen Model Discovery Learning

Joyce Dan Weil dalam Winataputra (2001:8) berpendapat bahwa model Discovery Learning seperti halnya model-model

pembelajaran yang lain memiliki lima komponen yang terdiri atas sintagmatik, prinsip reaksi, sistem sosial, daya dukung, dampak

instruksional dan pengiring. Kelima komponen tersebut akan dijelaskan pada uraian berikut:

1. Sintagmatik

Menurut Winataputra (2001:8), sintagmatik adalah tahap-tahap kegiatan dari sebuah model.

Tabel 2

Sintaks Model Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Energi

Sintaks Discovery Learning

Langkah- langkah dalam Pembelajaran

Mengamati Menanya Mengumpulkan data/

informasi Mengasosiasi Mengkomunikasikan

Stimulus

Guru menampil kan gambar-gambar sumber energi

Siswa bertanya tentang gambar yang ditampilkan guru

Identifikasi masalah

Siswa mendiskusikan tentang pengaruh energi terhadap suatu benda

Mengum pulkan data

Siswa mengumpulkan

Page 12: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

21

informasi dari kegiatan diskusi melaku kan percobaan

Mengolah data

Berdasarkan dari percobaan yang dilakukan siswa dapat menyebutkan sifat-sifat energi

Menguji hasil

Guru menampilkan video tentang percobaan yang sebenarnya

Menyimpulkan

Siswa persentasi didepan kelas untuk melaporkan hasil diskusi kelompok

Page 13: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

22

Tabel 3.

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA Materi Energi Dengan Model Discovery Learning

Kegiatan Guru Tahap

Pelaksanaan Kegiatan Siswa

1. Guru menampilkan gambar-gambar sumber energy

Stimulus - Siswa mengamati gambar yang ditampilkan guru - Siswa bertanya tentang apa yang diamati

2. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok

Identifikasi masalah

- Dalam kelompok siswa melakukan percobaan tentang pengaruh energi pada suatu benda

3. Guru membagikan alat peraga Mengumpulkan data

- Melalui percobaan siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat energi

4. Guru memantau kegiatan belajaran pada saat siswa mengisi lembar kerja.

5. Guru mendampingi para siswa dan menjadi tempat bertanya apabila siswa menemui kesulitan.

6. Guru mengarahkan dan membimbing siswa pada saat siswa mengidentifikasi sifat-sifat energi.

Mengolah data

- Dari hasil percobaan yang dilakukan siswa diminta untuk menyebutkan sifat-sifat energi

- Dari hasil percobaan yang dilakukan siswa diminta untuk menyebutkan bentuk-bentuk enrgi

- Dari hasil percobaan siswa diminta untuk menyebutkan contoh energi listrik, energi panas, energi kimia.

7. Guru menampilkan video tentang pengaruh energi pada suatu benda

Menguji hasil - Siswa melakukan pembuktian hasil percobaan

perpindahan energi 8. Guru memberikan arahan dan bimbingan pada

saat siswa mempersentasikan hasil diskusinya tentang energy

9. Guru memberikan komentar dan saran bagi para siswa yang membutuhkan

10. Guru bersama siswa menyamakan jawaban dari semua hasil diskusi siswa

Menyimpulkan

- Secara bergantian siswa mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya

- Siswa yang lain memperhatikan dan menanggapi hasil diskusi yang disampaikan oleh kelompok persentasi

- Siswa dapat menerapakan hemat energi dalam kehidupan sehari-hari.

Page 14: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

23

2. Prinsip Reaksi

Winataputra (2001:8-9) berpendapat bahwa sistem reaksi adalah pola

kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan

memperlakukan siswa , termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan

respon terhadap para siswa . Sunaryo (2011) mengemukakan bahwa dalam

model kreatif guru berperan sebagai pembimbing, pendamping, fasilitator,

serta pengaruh pada saat siswa sedang menjalankan setiap langkah dalam

tahap model pembelajaran.

3. Sistem sosial

Winatapura (2001:8), sistem sosial adalah situasi atau suasana dan

norma yang berlaku dalam model tersebut. Sunaryo (2011) mengemukakan

bahwa suasana kelas pada saat pembelajaran dilaksanakan adalah suasana yang

demokratis, dialogis, kooperatif, dan penuh tanggung jawab.

4. Daya dukung

Winatapura (2001:9), mengemukakan bahwa sistem pendukung adalah

segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model

tersebut. Sarana yang digunakan dalam model ini adalah materi dan media

yang relevan dengan tujuan pembelajaran serta model yang akan

dilaksanakan.Dalam materi energi sarana yang digunakan adalah LCD, dan alat

peraga.

5. Dampak instruksional dan dampak pengiring

Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai

langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.

Dampak instruksional secara umum dalam model ini adalah:

a) Pemahaman terhadap suatu nilai, konsep, atau masalah tertentu. Dalam

model Discovery Learning. Masalah yang diberikan kepada siswa adalah

mengapa saat kita berada dibawah sinar matahari akan terasa panas.

b) Kemampuan penerapan konsep/memecahkan masalah. Dalam pelajaran IPA

dengan KD mengidentifikasi sumber energi dan kegunaannya dengan

indikatator 1) mengidentifikasi sifat-sifat energi, 2) menyebutkan macam-

macam bentuk energi, 3) menyebutkan sumber-sumber energi, 4)

Page 15: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

24

memberikan contoh-contoh kegunaan energi, 5) menerapkan cara

menghemat energi dirumah dan sekolah.

c) Kemampuan mengkreasikan sesuatu berdasarkan pemahaman tersebut.

Dampak penggiring adalah hasil belajar lainnya yangdihasilkan oleh

suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang

dialami langsung oleh para siswa tanpa pengaruh langsung dari pengajar. Dari

dampak segi pengiring (nurturant effects), melalui model Discovery Learning

learning diharapkan dapat dibentuk kemampuan berpikir kritis dan kreatif,

produktif, bertanggung jawab, serta bekerja sama, yang semuanya merupakan

tujuan pembelajaran jangka panjang.

Dampak instruksional dan pengiring yang sudah diuraikan diatas dapat

digambarkan dalam bagan berikut ini

Keterangan:

Dampak instruksional

Dampak penggiring

Toleransi

Kreatif

Demokratis

Kerja keras

Mandiri

Menghargai prestasi

Bersahabat / komunikatif

Model Discovery Learning

Mengidentifikasi sumber energi dan kegunaannya

Memberikan contoh-contoh

kegunaan energi dalam kehidupan sehari-hari sehari

Menerapkan cara menghemat energi dirumah dan sekolah Tanggung jawab

Page 16: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

25

2.1.4.6. Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning

Dibawah Ini Tabel 4

Uraian Tentang Pendekatan Saintifik Melalui Model Discovery Learning

Saintintifik Menga

mati Mena nya

Mengum pulkan

data/informasi

Mengaso siasi

Meng Komunika

sikan

Discovery Learning

Stimulation Identifikasi masalah

Pengumpulan data

Pengolahan data

Pembuktian Menarik kesimpulan

Dalam model Discovery Learning mempunyai enam komponen yang

semua komponennya berhubungan dengan pendekatan Saintifik. Langkah awal

pemberian rangsangan merupakan tahapan pada mengamati, identifikasi masalah

termasuk kedalam tahapan mengamati dan menanya, pengumpulkan data masuk

pada tahap mengumpukan data, mengolah data dan menguji hasil masuk pada

tahapan mengasosiasi, dan yang terakhir menarik kesimpulan pada tahapan

mengkomunikasikan.

2.1.5. Model pembelajaran Problem Solving

2.1.5.1. Pengertian model Problem Solving

Model pemecahan masalah (Problem Solving) adalah penggunaan model

dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai

masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok

untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama (Ahmadi, IIF Khoiru dkk,

2011:55). Penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan

usaha-usaha untuk menyelesaikannya sampai menemukan penyelesaiannya.

Menurut Syaiful Bahri Djamara (2006 : 103) menyatakan bahwa model Problem

Solving (model pemecahan masalah) bukan hanya sekedar model mengajar tetapi

juga merupakan suatu model berfikir, sebab dalam Problem Solving dapat

Page 17: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

26

menggunakan meodel lain yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik

kesimpulan.

Menurut Nasution (2008: 170) memecahkan masalah dapat dipandang

sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah

dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah yang

baru. Lebih lanjut Nasution (2008: 170) menyatakan bahwa memecahkan masalah

tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga

menghasilkan pelajaran baru. Dalam memecahkan masalah pelajar harus berpikir,

mencobakan hipotesis dan bila memecahkan masalah itu ia dapat mempelajari

sesuatu yang baru.

Arends (2008 : 45) pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Solving)

merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan

permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka

sendiri. Menurut Made Wena (2009; 22) mengemukakan bahwa pemecahan

masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari

sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru, jadi

dengan menerapkan pembelajaran Problem Solving atau pemecahan masalah

siswa diharapkan setelah mengetahui teori teori yang dipelajari dapat digunakan

untuk memecahkan masalah, dengan memecahkan masalah siswa akan lebih

diasah kemampuannya untuk menerapkan teori teori yang dipelajari dalam

pelajaran.

Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk melakukan

pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi

sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan

yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu

jawaban yang benar artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kritis. Siswa

diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat

hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan metode pembelajaran

Problem Solving adalah suatu penyajian materi pelajaran yang menghadapkan

siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai

Page 18: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

27

tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa di haruskan melakukan

penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang

diberikan. Mereka menganalisis dan mengidentifikasikan masalah,

mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi dan

membuat kesimpulan.

Joyce dan Weil (dalam Winataputra 2001:8), menyebutkan bahwa setiap

model pembelajaran memiliki 5 unsur yang terdiri atas sintagmatis, sistem sosial,

prinsip reaksi, daya dukung, dampak instruksional dan pengiring. Komponen-

komponen tersebut akan dijelaskan pada uraian sebagai berikut:

1) Sintakmatik

Menurut Winataputra (2001:8) sintagmatik adalah tahapan-tahapan

kegiatan dari sebuah model. Sintak pembelajaran model Problem Solving

adalah: a)Identifikasi masalah, b) mengorganisasi siswa dalam pemecahan

masalah, c) Membimbing penyelidikan baik individu maupun kelompok,

d) mengembangkan dan mempersentasikan hasil karya, e) Menganalisa

dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2) Sistem Sosial

Menurut Winaputra (2001: 8) sistem sosial adalah situasi atau suasana,

dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Dalam pembelajaran

menggunakan model Problem Solving sistem sosial menekankan

konstruksi pengetahuan yang dilakukan setiap individu peserta didik

secara aktif atas tanggungjawabnya sendiri, namun konstruksi individu

tersebut akan semakin kuat jika dilakukan secara berkolaboratif dalam

kelompok kooperatif yang mutual yaitu kelompok kooperatif yang

menekankan pada upaya terjadinya diskusi yang dilandasi rasa

keterbukaan, sehingga timbul rasa nyaman dan rasa persahabatan dalam

kelompok peserta didik dalam berkolaborasi untuk memecahkan masalah

IPA yang dihadapi.

3) Prinsip Pengelolaan/ Reaksi

Menurut Winaputra (2001:8) prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang

mengambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan

Page 19: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

28

para pelajar, termasuk bagaimana seharusnya pengajar memberikan respon

terhadap mereka. Prinsip ini memberi petunjuk bagaimana seharusnya para

pengajar menggunakan aturan permainan yang berlaku pada setiap model.

Respon terhadap proses dan kinerja peserta didik dalam memecahkan

masalah didasarkan atas prinsip “Guru sebagai fasilitator” daalm proses

pembelajaran. Artinya sebagai fasilitator dalam membantu siswa dalam

proses pemecahan masalah.

4) Sistem Pendukung

Menurut Winaputra (2001:9) sistem pendukung ialah segala sarana, bahan

dan alat yang diperlakukan untuk melaksanakan model tersebut. Untuk

menunjukan kelancaran dalam pelaksanaan model pembelajaran Problem

Solving yang dikembangkan ini diperlukan perangkat pendukung terdiri

dari: a) Kumpulan masalah IPA; b) Rencan pembelajaran yang disusun

atas prinsip Problem Solving dikombinasikan dengan pendekatan

kooperatif; c) Lembar kerja siswa (LKS) yang memuat masalah-masalah

IPA dan; d) Asesmen pembelajaran yang lengkap dengan pedoman

pensekoran masalah IPA.

5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

Menurut Winaputra (2001: 9) dampak instruksional ialah hasil belajar

yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan

yang diharapkan. Sedangkan dampak pengiring ialah hasil belajar lainnya

yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya

suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan

langsung dari pengajar. Model Problem Solving ini memiliki dampak

pembelajaran bagi siswa. Hal ini merupakan kompetensi yang ingin di

capai melalui model pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan

masalah yang meliputi kompetensi peserta didik dalam:

a) Mengerti konsep, prinsip dan ide-ide dalam pembelajaran

IPA dalam kehidupan sehari-hari,

b) Memilih dan menyelenggarakan proses dan strategi

pemecahan masalah,

Page 20: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

29

c) Menjelaskan dan mengkomunikasikan mengapa strategi

itu berfungsi dan,

d) Mengidentifikasikan dan melihat kembali alasan-alasan

mengapa solusi dan prosedur menuju solusi itu adalah

benar.

Keempat kompetensi ini akan dijadikan kriteria dasar pengukuran

mengenai efektifitas model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian

ini. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu

proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami

langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari segi

dampak pengiring melalui model Problem Solving diharapkan dapat dibentuk

kemampuan jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, bekerja

keras, percaya diri, berwira usaha, berpikir kreatif, mandiri ingin tau serta cinta

ilmu.

Dampak yang akan diperoleh siswa dalam pembelajaran IPA materi

“Energi ” dengan menggunakan model Problem Solving adalah bersahabat,

bertanggung jawab, menghargai prestasi, mandiri, bekerja keras, toleransi,

berpikir kreatif, demokratis.

Dampak instruksional dan pengiring yang sudah diuraikan diatas dapat

digambarkan dalam bagan berikut ini

Keterangan:

Dampak instruksional

Dampak penggiring

Toleransi Kreatif Demokratis

Kerja keras

Mandiri

Menghargai prestasi

Bersahabat / komunikatif

Model Problem Solving

Mengidentifikasi sumber energi dan kegunaannya

Memberikan contoh-contoh kegunaan energi dalam kehidupan sehari-hari sehari

Menerapkan cara menghemat energi dirumah dan sekolah Tanggung jawab

Page 21: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

30

2.1.5.2. Langkah langkah Pembelajaran Problem Solving

Langkah-langkah model Problem Solving menurut Djamarah dan Zain (2006: 92)

adalah sebagai berikut:

a) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Siswa akan

dihadapkan dengan sebuah masalah. Masalah ini muncul dari

siswa disesuaikan dengan taraf kemampuannya.

b) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan

untukmemecahkan masalah misalnya dengan membaca buku,

menelitiberdiskusi, dll.

c) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut.

Dugaanjawaban ini didasarkan kepada data yang telah diperoleh

pada tahap pengumpulan dan pencarian data.

d) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah

ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-

betulyakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah

sesuaidengan jawaban sementara atau tidak.

e) Menarik kesimpulan. Dalam tahap ini siswa harus sampai

kepadakesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Dewey (dalam Nasution, 2008: 170) mengemukakan langkah-langkah model

pembelajaran Problem Solving adalah sebagai berikut:

a. Pelajar dihadapkan dengan masalah

b. Pelajar merumuskan masalah itu

c. Ia merumuskan hipotesis

d. Ia menguji hipotesis itu

Dari beberapa pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa langkah-

langkah model Problem Solving adalah diawali dengan pemberian masalah,

selanjutnya siswa mengumpulkan data, merumuskan hipotesis atau jawaban

sementara, dan dilanjutkan dengan menguji jawaban sementara tersebut, setelah

itu siswa menarik kesimpulan.

Page 22: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

31

2.1.5.3. Kelebihan dan Kelemahan Problem Solving

Kelebihan pembelajaran Problem Solving adalah sebagai berikut:

1) Mendidik siswa untuk berpikir sistematis

2) Mampu mencari jalan keluar terhadap situasi yang

dihadapi

3) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek

4) Mendidik siswa percaya diri sendiri

5) Berpikir dan bertindak kreaktif

6) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis

7) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan

kehidupan, khususnya dunia kerja

8) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa

untuk menyelesaikan

9) masalah yang dihadapi dengan tepat.

Kelemahan pembelajaran Problem Solving

1) Memerlukan waktu yang cukup banyak

2) Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berbeda

beda ada yang sempurna dalam memecahkan masalah

tetapi ada juga yang kurang dalam memecahkan masalah.

2.2. Hasil Belajar

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas) pasal 58, Evaluasi hasil belajar siswa dilakukan oleh pendidik untuk

memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar siswa secara

berkesinambungan.

Sudjana (2003:3) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan

tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang

dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Gagne dalam Slameto

( 2010 : 14) juga mengatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia

dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “ The domains of learning” yaitu:

Page 23: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

32

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan

dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2. Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari

kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis fakta-konsep

dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan

intelekatual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif

bersifat khas.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurk dan mengarahkan

aktifitas kognitif sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keteranpilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan koordinasi sehingga terwujud

otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek

berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan

kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom dalam Agus suprijono (2011 : 5) menyebutkan bahwa hasil

belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain

kognitif adalah knolegde (pengetahuan, pengalaman), comprehension

( pemahaman , menjelaskan, meringkas, contoh) application (menerapkan,

meenntukan hubungan), synthetis (mengorganisasikan, merencanakan,

membentuk bangunan baru), dan evaluation ( menilai) . Domain afektif

adalah receiving (sikap menenrima), responding (memberikan respon),

valuing (nilai), organization (organisasi), characterization ( karakterisasi).

Domain psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik,

sosial, menejerial, dan intelektual. Sementara menurut Lindgren dalam Agus

suprijono (2011 : 6) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi,

pengertian dan sikap.

Page 24: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

33

2.3. Kajian Penelitian yang Relevan

Muntiana (2012) dalam penelitian yang berjudul Perbedaan Pengaruh

Pendekatan Inquiri dengan Menggunakan Metode Discovery Learning dan

Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Gugus

Muhammad Syafi’i Kecamatan Randublatung Kab Blora Tahun Pelajaran

2011/2012. Menyimpulkan bahwa: (1) terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan antara model penggunaan model Discovery Learning dan metode

eksperimen terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD N Sambongwangan 01

dan SDN Plosorejo 02 Kecamatan Randublatung kecamatan Blora Tahun

pelajaran 2011/2012. (2) Hasil uji t-tes menunjukkan nilai t adalah 3.731 dengan

probabilitas signifikan 0,001<0,05 artinya mean nilai setelah menggunakan

metode Discovery Learning berbeda dengan mean nilai setelah menggunakan

metode eksperimen. (3) pembelajaran menggunakan model Discovery Learning

dan metode eksperimen memperoleh skor rata-rata kelompok eksperimen adalah

70,50 dan skor rata-rata kelompok kontrol 61,47 dengan selisih skor 9,029. (4)

Model Discovery Learning lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA

siswa kelas IV SD N Sambongwangan 01 dibandingkan hasil belajar SD N

Plosorejo 02 yang menggunakan metode eksperimen.

Menurut Lisa Saputri (2011) Dalam Penelitian Yang Berjudul Pengaruh

Penggunaan Metode Discovery Learning pada Pelajaran IPA pokok bahasan

Bunyi Terhadap Hasil Belajar Siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga

semester II Tahun ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa: penggunaan metode

Discovery Learning pada pelajaran IPA pokok bahasan bunyi berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester

II Tahun Pelajaran 2011/2012.

Penelitian Yuli Astutik yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Metode

Discovery Terhadap Hasil Belajar Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Siswa Pada

Pelajaran IPA Kelas 5 Sekolah Dasar Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan

Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil

penelitian menggunakan analisis uji t dan deskriptif data. Nilai rata-rata post test

untuk kelas eksperimen sebesar 81,20 dan rata-rata kelas kontrol sebesar 70,31

Page 25: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

34

dengan probabilitas signifikasi ranah kognitif 0,001<0,05, serta rata-rata skor

angket untuk kelas eksperimen sebesar 20,67 dan rata-rata kelas kontrol sebesar

15,92 dengan probabilitas signifikasi ranah afektif 0,00>0,05, maka terdapat

perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran dengan menggunakan metode

discovery dengan metode konvensional. Serta hasil deskriptif data ranah

psikomotor diperoleh hasil penilaian unjuk kerja lebih besar dari 34 dengan skor

rata-rata sebesar 48. Sehingga da\pat disimpulkan bahwa penggunaan metode

discovery efektif terhadap hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa

pada pelajaran IPA kelas 5.

Menurut penelitian dari Erni arinawati, St. Y. Slamet, Chumdari

(Universitas Sebelas Maret Surakarta) yang berjudul “Pengaruh Model

Pembelajaran Discovery Learning terhadap hasil belajar Matematika Ditinjau Dari

Motivasi Belajar” menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh model

pembelajaran Discovery Learning terhadap hasil belajar matematika, terdapat

perbedaan pengaruh motivasi belajar tinggi dan rendah terhadap hasil belajar

matematika, tidak terdapat interaksi model pembelajaran dan motivasi belajar

terhadap hasil belajar matematika.

Menurut penelitian dari I Made Putrayasa, H. Syahruddin, I Gede

Margunaya (Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia) yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Dan Minat Belajar Terhadap

Hasil Belajar IPA Siswa ” menyimpulkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan yang

signifikan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning dan kelompok siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. (2) Terdapat

pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan minat terhadap

hasil belajar IPA siswa . Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Discovery Learning dan minat belajar siswa berpengaruh terhadap

hasil belajar IPA siswa . (3) Pada kelompok siswa yang memiliki minat tinggi,

terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning dengan kelompok

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. (4) Pada

Page 26: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

35

kelompok siswa yang memiliki minat rendah, tidak terdapat perbedaan hasil

belajar IPA yang signifikan antara kelompok.

2.4. Kerangka Pikir

Pembelajaran IPA menggunakan model Discovery Learning membuat

siswa aktif secara langsung dalam Proses Belajar Mengajar (PBM). Sehingga

siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA. Selain itu dengan model

Discovery Learning , siswa dimungkinkan untuk menemukan sendiri keterkaitan-

keterkaitan baru dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan melalui kegiatan

mandiri.

Berdasarkan uraian diatas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan

model Discovery Learning pada dasarnya adalah untuk mengetahui terdapat atau

tidaknya pengaruh penggunaan model Discovery Learning terhadap hasil belajar

siswa kelas III SDN gugus Diponegoro.

Page 27: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

36

Bagan Kerangka Pikir

Hasil belajar

kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam

mengeksplorasi bahan pelajaran.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan

menganalisa permasalahan yang mereka hadapi

Siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang

berhubungan dengan masalah yang dihadapi

Semua informasi yang didapat siswa akan memperoleh pengetahuan baru tentang

jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

siswa membuktikan benar atau tidaknya hipotesis kemudian

dihubungkan dengan hasil data progesing.

Siswa melaporkan

semua hasil yang telah didapat

Stimulus

Menguji hasil

Menarik kesimpulan Identifikasi

masalah

Mengumpul kan data

Mengolah data

Page 28: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

37

Langkah yang dilakukan peneliti adalah menentukan kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Selanjutnya, melakukan pretest pada kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Menganalisis hasil pretest dari kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol dengan uji homogenitas untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

yang signifikan dari kedua kelompok tersebut. Dan dari uji homogenitas diketahui

bahwa kedua kelompok homogen, maka dapat diperlakukan.

Kelompok eksperimen dilakukan pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan saintifik dan model Discovery Learning . Model Discovery Learning

adalah pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam

bentuk finalnya saja,tetapi siswa mengorganisasi sendiri atau menemukan sendiri.

Setelah diberikan treatmen atau (perlakuan) yang berbeda kemudian kedua

kelompok tersebut diberi posttest yang sama. Posstest merupakan alat atau prosedur

yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan

cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.

Bandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam

proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang paling penting karena dapat

menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dan siswa dalam

proses pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan melihat hasil belajar kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen dapat diketahui hasil belajarnya, sehingga dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat atau tidaknya pengaruh pendekatan saintifik

melalui model Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa.

2.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang

diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono 2010: 96).

Page 29: Keefektifan Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16691/2/T1_292011171_BAB II...Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh

38

Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis tindakan, yaitu hasil

belajar kelompok eksperimen dengan penggunaan model Discovery Learning lebih

baik secara signifikan atau dengan kata lain model Discovery Learning berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa dibandingkan dengan hasil belajar kelompok kontrol

dengan penggunaan model Problem Solving pada pembelajaran IPA di SD.

Ho= Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas III SD gugus

Diponegoro yang menggunakan model Discovery Learning dengan siswa

yang menggunakan model Problem Solving.

Ha= Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas III SD gugus

Diponegoro yang menggunakan model Discovery Learning dengan siswa

yang menggunakan model Problem Solving