kecerdasan emosional dan prestasi belajar...

170
KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TESIS Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Pendidikan Agama Islam OLEH: Annisa Nur Fajrindy 11.2.00.0.06.01.0127 PEMBIMBING Dr.Suparto,M.Ed,Ph.D KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: lykhanh

Post on 10-Apr-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TESIS

Diajukan Sebagai Persyaratan

untuk Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Pendidikan

Agama Islam

OLEH:

Annisa Nur Fajrindy

11.2.00.0.06.01.0127

PEMBIMBING

Dr.Suparto,M.Ed,Ph.D

KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Annisa Nur Fajrindy

NIM : 11.2.00.0.06.01.0127

Judul Tesis :Kecerdasan Emosional dan Prestasi Belajar

Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa draf tesis telah diverifikasi oleh Prof.

Sukron Kamil, MA pada tanggal 21 Agustus 2014.

Draf Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi

meliputi:

1. Judul

2. Latar belakang masalah

3. Perumusan masalah

4. Kualitas analisis

Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan

pertimbangan untuk menempuh ujian promosi.

Jakarta,22 Agustus 2014

Saya yang membuat pernyataan,

(Annisa Nur Fajrindy)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayahNya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Segala nikmat yang Allah berikan telah memberikan kekuatan

kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. S{alawat dan salam

kepada Nabi Muh{ammad dan seluruh keluarganya, sahabat, dan

pengikut sunnahnya.

Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan pada program Magister Sekolah

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

menguraikan tentang kecerdasan emosional yang sangat

mempengaruhi prestasi belajar. Dalam menyelesaikan penulisan

tesis ini sangat banyak hambatan dan rintangan yang penulis

hadapi. Namun penulis menyadari bahwa semua ini dapat dihadapi

berkat dorongan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu

penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Komaruddin Hidayat selaku rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Prof. Azyumardi Azra selaku direktur

SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga kepada seluruh

jajaran pimpinan SPs, Prof. Suwito, M.A., Dr. Yusuf Rahman,

M.A., seluruh karyawan dan karyawati tata usaha, dan

perpustakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Suparto,M.Ed,Ph.D selaku pembimbing dan promotor dalam

penulisan tesis ini. Masukan, saran, dan kritikan yang telah

diberikan sangat berguna sebagai bentuk pengembangan

pengetahuan bagi penulisan tesis ini juga seluruh dosen yang

telah memberikan gagasan-gagasan pemikiran demi

berkualitasnya penulisan tesis ini.

3. Kepada seluruh keluarga, orang tuaku yang tersayang ayahanda

Suwanto dan ibunda Tina, yang telah memberikan motivasi,

dukungan dan doa yang sangat berharga tanpa kenal lelah

hingga selesainya penulisan tesisi ini. Kepada mbakku Eka dan

Adikku Farhan Akbar yang telah menghibur dikala susah.

Kepada bulek Susilowati dan Bulek Srigiati atas masukan,

dukungan dan do’anya.

ii

4. Buat sahabat-sahabatku ayunda Herlina, kak Ita, Uni Sarah

Abdillah, Tya, Albab, Iffa, mbak Zahra, Dila, dan teman-teman

angkatan 2012 SPS UIN Syarif Hidayatullah yang telah

bersama-sama berjuang memberikan masukan-masukan pada

penulisan tesis ini semoga kita dipertemukan lagi di lain waktu.

Dan buat sahabat-sahabatku di LIPIA, Najah Umniyati, Qori,

Mega Ary, Failah, Andis, Mbak edty, Uswah, Vina, Mudrikah

dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-satu,

terimakasih atas dukungan dan motivasi yang sudah diberikan.

Semoga tesis ini dapat memberikan pengetahuan kepada

semua pihak. Penulis menyadari bahwa tesis ini mempunyai

banyak kekurangan untuk itu diharapkan tesis ini dapat

memberikan ide bagi peneliti lain untuk membuat perkembangan

penelitian lebih lanjut.

Jakarta, 10 Juli 2014/13 Ramad}a>n 1435 H

Annisa Nur fajrindy

iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Annisa Nur Fajrindy

NIM : 11.2.00.0.06.01.0127

TTL : Lubuk Linggau,09 Februari 1989

Menyatakan bahwa Tesis yang berjudul “Kecerdasan Emosional

Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ” adalah benar

merupakan karya orisinil saya, kecuali kutipan-kutipan yang telah

disebutkan sumbernya. Apabila di kemudian hari terbukti

ditemukannya unsur-unsur plagiasi, saya siap menerima sanksi

pencabutan gelar akademik yang diberlakukan oleh Sekolah

Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikan surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta,22 Agustus 2014

Annisa Nur Fajrindy

v

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Kecerdasan Emosional Dan Prestasi Belajar

Pendidikan Agama Islam” yang ditulis oleh Annisa Nur Fajrindy,

NIM: 11.2.00.0.06.01.0127, telah melalui proses bimbingan dan

bisa diajukan untuk ujian promosi.

Ciputat, 25 Agustus 2014

Pembimbing,

Dr.Suparto.M.Ed,Ph.D

vii

PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI

Tesis yang berjudul “ KECERDASAN EMOSIONAL DAN

PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “, yang

ditulis oleh Annisa Nur Fajrindy NIM 11.2.00.0.06.01.0127telah

lulus dalam Ujian Pendahuluan di hadapan Dewan Penguji pada

tanggal 18 Agustus 2014, dan telah diperbaiki sesuai dengan saran

dan masukan dari Dewan penguji. Selanjutnya tesis ini dapat

diajukan dalam Ujian Promosi Magister.

Jakarta, 5 Agustus 2014

Dewan Penguji:

1. Prof. Dr. Suwito, MA ...............................

(Ketua Sidang/ Penguji) Tanggal .................

2. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA ................................

(Penguji I) Tanggal...................

3. Prof. Dr. Abdul Mujib,Msi ...............................

(Penguji II) Tanggal....................

4. Suparto, M.Ed, Ph.D .................................

(Pembimbing/Penguji) Tanggal ...................

ix

ABSTRAK

Tesis ini menganalisis teori yang dikemukakan oleh beberapa

akademisi yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh

secara signifikan terhadap prestasi belajar. Semakin tinggi tingkat

kecerdasan emosional maka semakin tinggi tingkat prestasi belajar.

Dasar pemikirannya adalah bahwa kecerdasan emosional merupakan

paradigma baru dalam proses belajar mengajar yang selama ini bertumpu

pada keyakinan bahwa kecerdasan intelektual merupakan faktor penentu

keberhasilan seseorang

Tesis ini mendukung beberapa teori diantaranya Parker (2004)

dan Ogundokun (2010) yang mengatakan bahwa berbagai dimensi

kecerdasan emosional merupakan prediktor keberhasilan akademis.

Kanhai (2014), Aremu (2006) dan Nwadinigwe (2012) mengatakan

bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dan

prestasi belajar, sehingga berkembangnya keterampilan kecerdasan

emosional siswa akan mengarah pada peningkatan prestasi akademiknya.

Selanjutnya, tesis ini menolak pendapat Asikhia (2010),

Adegbite (2005), Edun dan Akanji (2008) yang mengatakan bahwa

penurunan prestasi akademik disebabkan sikap guru dalam mengajar dan

otoritas sekolah. Lamson, Thorndike dan Hagen yang mengatakan

bahwa prestasi belajar yang didapat berbanding lurus dengan tingkat

kecerdasan intelektualnya sehingga tidak ada hubungan antara

kecerdasan emosional dan prestasi belajar.

Tesis ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional

memberi kontribusi pada prestasi belajar Pendidikan Agama Islam

sebesar 67,0%. Hal ini dikarenakan kecerdasan emosional berkaitan

dengan pengendalian emosi untuk lebih tenang dan berkosentrasi dalam

belajar, serta memotivasi untuk lebih tekun dalam belajar.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data lapangan berupa

hasil data statistik mendalam mengenai pengaruh kecerdasan emosional

terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan Sekolah Alam

Indonesia (SAI) dengan jumlah responden 90 siswa. Sedangkan sumber

skunder penelitian ini adalah buku-buku, artikel dan jurnal yang

berkaitan dengan penelitian ini. Untuk melengkapi penelitian maka

peneliti juga melakukan wawancara dan observasi lapangan. Sedangkan

metode dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang kemudian

data dideskriptifkan.

x

xi

تجريد البحث حللت ىذه الرسالة النظرية اليت طرحها بعض العلماء و ىي أن الذكاء العاطفي لو

و ىو كلما ارتفع الذكاء العاطفي فارتفع التحصيل , على التحصيل الدراسيكبري تأثري و الفكرة الرئيسية ىي أن الذكاء العاطفي ىو النموذاج اجلديد يف عملية التعليم و .الدراسي

. التعلم اليت اعتمدت على االعتقاد أن الذكاء الفكري ىو أساس النجاح Parker 2005)و أوغوندوكون) وأيدت ىذه الرسالة أراء العلماء منهم فاركري

dan Ogundokun, 2010)الذان قاال أن ألذكاء العاطفي ىو مؤشرا للتحصيل الدراسي . Nwadinigwe )و نادينغوي(Aremu,2006) وأرميو(kanhai,2014)وكاهني

فإهنم قالوا وجود عالقة إجيابية بني مهارات الذكاء العاطفي و التحصيل الدراسي حىت 2012. أن تزايد مهارات الذكاء العاطفي سوف تؤدي إىل زيادة التحصيل الدراسي

, (Adegbite,2005)وأديغبييت, (Asikhia,2010وخبالف ذالك قال أسيخيا فإهنم قالوا بأن سبب اخنفاض التحصيل (Edun dan Akanji, 2008)وأكاجني, وإيدون

وكان المسون وتورنديكي . الدراسي ىو موقف املعلم يف التدريس والسلطات املدراسية قالوا بأن تناول التحصيل (Lamson, Thorndike dan Hagen)وىاغني

حىت ال يكون ىناك أي عالقة بني الذكاء . الدارسي يتناسب طرديا مع الذكاء الفكري. العاطفي و التحصيل الدراسي

طرحت ىذه الرسالة قيمة ثأثري الذكاء العاطفي على التحصيل الدراسي وىي وىو . ألن الذكاء العاطفي تتعلق بتنظيم املشاعر ليكون ىدوءا و تركيزا يف التعلم%. 67

. دوافع للتعلمواملصدر الرئيسي يف ىذه الرسالة ىو البيانات امليدانية من نتائج البيانات اإلحصائية عن تأثري الذكاء العاطفي على التحصيل الدراسي للتبية الدينية اإلسالمية يف املدرسة الطبيعية

و اجملالت , و املادات, و أما املصدر الثانوي ىو الكتب. طالبا90اإلندونيسية بعدد و . و لتكميل ىذه الرسالة أجرى الباحث املقابلة و مالحظة امليدانية. املتعلقة باملوضوع

. منهج ىذه الرسالة ىو املنهج الكمي و تشرح البيانات بطريقة الوصفي

xii

xiii

ABSTRACT

This thesis analyzes the theory which is stated by some

academics who say that emotional intellegence affect learning

achievement significantly. The higher levels of emotional intelligence,

the higher levels of learning achievement. Ther Rationale is emotional

intellegence is a new paradigm in teaching and learning process which

has been based on the belief that intelectual intelligence is determining

factor of individual seccess.

This thesis supports some theories such as Parker (2004) and

Ogundokun (2010) who state that the various dimensions of emotional

intelligence is a predictor of academic success. Kanhai (2014), Aremu

(2006), and Nwadinigwe (2012) state that there is a positive relationship

between emotional intelligence and learning achievement, so that the

development of student’s emotional intelligence skills will lead to

improve their academic achievement.

Furthermore, this thesis rejects the arguments of Asikhia (2010),

Adegbite (2005), Edun and Akanji (2008) who state that the decline in

academic achievement is caused by the attitude of the teacher in

teaching and school authorities. Lamson, Thorndike and Hagen who

state that learning achievement obtained is directly proportional to the

level of intellectual intelligence so that there is no relationship between

emotional intelligence and learning achievement.

This thesis shows that the level of emotional intelligence

contributes to the learning achievements of Islamic religious education

about 67.0%. It is caused by emotional intelligence which relates to

emotional control to be more calm and concentrate in learning, and to

motivate the students to be more diligent in learning.

Data sources in this research is a field data in the form of in-

depth statistical results about the influence of emotional intelligence on

PAI’s learning achievement in secondary school Sekolah Alam Indonesia

(SAI) with the numbered of respondents are 90 students. The secondary

sources of this research are books, articles and journals that associates

with this research. To complete research, the researcher also conduct

interviews and field observations. The method in this research is a

quantitative method with the descriptive data.

xiv

xv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi Arab – Latin yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

h{ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ r = ر

z = ز

s = س

sh = ش

s{ = ص

d{ = ض

t{ = ط

z{ = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ى

h = ه

w = و

y =

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fath{ah A A

Kasrah I I

D{ammah U U

2. Vokal Rangkap

Tanda Nama Gabungan

Huruf

Nama

Fath{ah dan ya Ai a dan i ...ى

Fath{ah dan …و

wau

Au a dan w

Contoh :

H{aul : حول H{usain : حسيي

xvi

C. Maddah

Tanda Nama Gabungan

Huruf

Nama

Fath{ah dan alif a> a dan garis di atas ىآ

Kasrah dan ya i> i dan garis di atas ىي

D{ammah dan ىو

wau

u> u dan garis diatas

D. Ta<‘ Marbu>t{ah (ة)

Transliterasi ta>’ marbu>t{ah ditulis dengan ‚h‛ baik

dirangkai dengan kata sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah

(هدرسة) madrasah (هرأة)

Contoh:

al-Madinah al-Munawwarah : الودينة الونورة

E. Shaddah

Shaddah/tasydi>d di transliterasi ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf bersaddah itu.

Contoh:

nazzala : نزل rabbana : ربنا

F. Kata Sandang

Kata sandang ‚ال‛ dilambangkan bukan berdasar huruf

yang mengikutinya, baik huruf syamsiyah ataupun qamariah di

ikuti dengan huruf ال"" .

Contoh:

al-Qalam : القلن al-Shams :الشوس

G. Pengecualian Transliterasi

Adalah kata-kata bahasa Arab yang telah lazim digunakan

di dalam bahasa Indonesia, seperti هللا, asma>’ al-h{usna> dan ibn,

kecuali menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan

pertimbangan konsistensi dalam penulisan.

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Blueprint Skala Kecerdasan Emosional .......................... 19

Tabel 1.2. Blueprint Skala Prestasi Belajar .................................. 20

Tabel 4.1. Nilai Sig Dimensi mengenal Emosi Diri, Manajemen

Emosi Diri, dan Motivasi ............................................. 85

Tabel 4.2. Nilai Sig Dimensi Motivasi .......................................... 87

Tabel 4.3. Nilai Sig Dimensi Mengenal Emosi Diri, Manajemen

Emosi, dan motivasi .................................................... 90

Tabel 4.4. Uji Regresi Linear Berganda ........................................ 91

Tabel 4.5. Kontribusi Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi

Belajar ....................................................................... 91

Tabel 4.6. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Mengenala Emosi

Diri . .......................................................................... 94 Tabel 4.7. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Manajemen Emosi ..... 95

Tabel 4.8. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Motivasi .................... 96

Tabel 4.9. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Empati ...................... 98

Tabel 4.10.Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Keterampilan Sosial ... 99

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Bagan 2.1. Hubungan Dimensi Kecerdasan Emosional Dan

Prestasi Belajar ........................................................... 33

Gambar 3.1. Model Pendidikan Berbasis Alam ............................... 53

Histogram 3.1. Skor Kecerdasan Emosional Siswa .......................... 59 Gambar 3.2. .Persentase Tingkat Mengenal Emosi Diri Siswa . ........ 60

Grafik 3.1. Dimensi Mengenal Emosi Diri Pada Siswa Sekolah ........ 63

Gambar 3.3 Persentase Tingkat Manajemen Emosi Siswa ............... 66

Grafik 3.2.Dimensi Manajemen Emosi Siswa ................................. 68

Gambar 3.4. Persentase tingkat Motivasi Siswa .............................. 70

Grafik 3.3. Dimensi Motivasi Siswa ............................................. 74

Gambar 3.5. Persentase Tingkat Empati Siswa ............................... 75

Grafik 3.4. Dimensi Empati Siswa ................................................ 77

Gambar 3.6. Persentase Tingkat Keterampilan Sosial ...................... 78

Grafik 3.5. Dimensi Keterampilan Sosial Siswa .............................. 79

Grafik 4.1. Skor Prestasi belajar .................................................... 83

Grafik 4.1. Prestasi Belajar Ranah Afektif ...................................... 84

Grafik 4.2. Prestasi Belajar Ranah Kognitif .................................... 86

Grafik 4.3.Prestasi Belajar Ranah Psikomotorik .............................. 88

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Prestasi belajar yang diraih siswa di Indonesia masih tidak

sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini disebabkan banyaknya

penyimpangan perilaku yang terjadi pada siswa. Salah satu bentuk

penyimpangan perilaku siswa adalah kondisi kenakalan remaja

yang merupakan faktor penurunan prestasi belajar. Bentuk

kenakalan remaja dapat berupa penggunaan narkoba, penggunaan

senjata tajam, minum-minuman keras, hamil di luar nikah,

fenomena cabe-cabean, tawuran, serta sex bebas.

Selain faktor kenakalan remaja, penurunan prestasi belajar

juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, yaitu faktor dari

dalam diri siswa itu sendiri yang lazim disebut sebagai faktor

internal dengan aneka macam bentuk dan jenisnya. Faktor ini

banyak didominasi oleh kondisi psikologis beserta segenap potensi

siswa dalam bentuk kecerdasan, termasuk intelegensi atau

kecerdasan intelektual yang meliputi berbagai kemampuan, seperti

penalaran, kemampuan berpikir abstrak, dan kemampuan verbal.

Demikian juga faktor-faktor psikologis lainnya seperti konsep diri

dan motivasi berprestasi. Juga faktor kecerdasan emosional yang

meliputi ketabahan, keterampilan bergaul, empati, kesabaran,

kesungguhan, keuletan, ketangguhan, dsb. Kedua, yaitu faktor yang

bersumber dari luar individu siswa, atau sering dikenal sebagai

faktor eksternal. Faktor ini pun beraneka ragam, misalnya faktor

lingkungan, baik lingkungan keluarga, maupun lingkungan sekolah

dan masyarakat. Dalam lingkungan sekolah, guru dengan berbagai

kompetensinya.

Kegagalan akademik tidak hanya berdampak pada para

siswa dan orang tua, hal ini pun berdampak pada tingkat

masyarakat di mana terjadinya kelangkaan tenaga kerja di semua

bidang terutama di bidang ekonomi dan pemerintahan.1 Asikhia

setuju bahwa tingkat jatuhnya prestasi akademik disebabkan sikap

1Adedeji Tella,‛ Locus Of Control, Interest In Schooling, Self-Efficacy

And Academic Achievement‛, Cypriot Journal of Educational Sciences 4

(2009): 168-182.

2

guru dalam mengajar.2 Adegbite\ mengatakan bahwa sikap

beberapa guru yang sering tidak hadir untuk mengajar dan

terlambat hadir ke sekolahan yang merusak ego para siswa.3 Edun

dan Akanji menegaskan bahwa penurunan prestasi akademik di

antara siswa biasanya dikaitkan dengan otoritas sekolah dan sikap

guru dalam mengajar.4 Berdasarkan beberapa pendapat, faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar penelitian ini memfokuskan

pada faktor kecerdasan emosional hal ini karena kecerdasan

emosional sendiri bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak,

dan naluri moral yang mencakup pengendalian diri, semangat dan

ketekunan, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan

memecahkan masalah pribadi, mengendalikan amarah serta

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Terutama dalam proses

pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terjadi suatu perubahan

kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam berbagai bidang, dan

kemampuan itu diperoleh karena adanya usaha belajar. Anak-anak

yang menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, optimis,

memiliki semangat dan cita-cita, memiliki kemampuan beradaptasi

sekaligus mereka akan lebih baik prestasinya di sekolah yang

mampu memahami, sekaligus menguasai permasalahan-

permasalahan yang ada.

Menurut Kanhai kecerdasan emosional mempunyai

hubungan yang kuat dengan prestasi belajar. Kanhai menunjukkan

beberapa hasil penelitian oleh beberapa akademisi tentang adanya

pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap prestasi

belajar. Selanjutnya Kanhai mengatakan bahwa kecerdasan

emosional adalah cara mengenali, memahami dan memilih

bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak. Hal ini membentuk

interaksi kita dengan orang lain dan pemahaman kita tentang diri

2Asikhia O. A, ‚Students and Teachers’ Perception of the Causes of

Poor Academic Performance in Ogun State Secondary Schools‛, European Journal of Social Sciences – Volume 13, Number 2 (2010):1-14.

3Adegbite, ‚Influence of Parental Attribution Of Success/Failure On

Academic Performance Of Secondary School Student In Ilorin Metropolis‛, The Counsellor, 21,(2005):238-246.

4T. Edun, & Akanji, ‚Perceived Selfefficacy, Academic Self-

Regulation And Emotional Intelligence As Predictors Of Academic

Performance In junior Secondary Schools‛, International Journal of Educational Research. 4,1,(2008): 61-72.

3

kita sendiri, mendefinisikan bagaimana dan apa yang kita pelajari,

memungkinkan kita untuk menetapkan prioritas serta menentukan

sebagian besar tindakan kita sehari-hari.5 Begitu juga Aremu

mengatakan dalam tulisannya bahwa terdapat hubungan yang

positif antara kecerdasan emosional dan prestasi belajar.6 Hal ini

dikarenakan belajar lebih banyak berhubungan dengan aktifitas

jiwa, dengan kata lain faktor-faktor psikis yang memiliki peran

yang sangat menentukan dalam proses belajar dan hasilnya

menjadikan keadaan lebih normal dan stabil.

Emosi yang terkendali sangat menolong individu

melakukan proses belajar, tetapi dengan emosi yang tidak

terkendali menjadikan pribadi kehilangan kontrol yang normal

terhadap dirinya, misalnya takut, marah, stress, putus asa atau

sangat gembira, ini semua akan menghambat proses belajar dan

prestasi yang dicapai.7

Parker juga menemukan bahwa berbagai dimensi

kecerdasan emosional adalah prediktor keberhasilan akademis.8

Hal ini sudah jelas bahwa fokus utama pendidikan adalah prestasi

akademik yang telah diukur dengan menggunakan tes kecerdasan

atau bentuk lain dari pemeriksaan standar, dan sekolah tidak dapat

mengabaikan perkembangan ranah emosional dan faktor personal

lainnya yang berkontribusi terhadap keberhasilan siswa 9

5Abhishek Kanhai, ‚Emotional Intelligence: A Review of Researches‛,

European Academic Research, Vol.II, Issue 1, (2014): 799-800

http://www.euacademic.org. diakses pada 27 Juni 2014. 6Oyesojl A. Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, Relationship

among Emotional Intelligence, ‚Parental Involvement and Academic

Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria‛, University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses pada 9 juni 2013.

7Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),

35-39. 8James D.A. Parker, ‚Academic achievement in high school: does

emotional intelligence matter?,‛ Personality and Individual Differences 37

(2004), 1323. 9Gary R. Low and Darwin B. Nelson ,‛ Emotional Intellegence The

Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛ Texas Association of Secondary School Principals (TASSP )for Publication in the TEXAS

STUDY magazine for secondary education, Spring 2005 edition.

(http://www.tamuk.edu) diakses pada 21 Desember 2013.

4

Pendidik perlu membangun tingkat kreativitas yang tinggi

untuk menjadikan siswa yang produktif dan baik, yang dapat

dicapai melalui keseimbangan dalam pembelajaran kognitif dan

ranah emosional. Pada tahap ini, Epstein dan Le Doux

menunjukkan bahwa ranah kognitif dan ranah emosional siswa

dalam pengembangan akademik harus menjadi tujuan utama untuk

mendidik siswa.10

Cherniss menyatakan pentingnya kecerdasan

emosional yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan

kesejahteraan psikologis dalam pembelajaran di sekolah. Jika

keterampilan kecerdasan emosional sudah dikembangkan,

diperkuat dan ditingkatkan, maka siswa dapat menunjukkan

peningkatan tingkat personal, akademik dan prestasi karir.11

Kecerdasan emosional memiliki kontribusi penting dalam

proses belajar mengajar. Kecerdasan emosional merupakan

paradigma baru dalam pendidikan yang memberikan harapan dan

terobosan pada pengelolaan pendidikan yang selama ini bertumpu

pada keyakinan bahwa intelegensi sebagai faktor penentu

keberhasilan anak dalam belajar.12

Kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan

mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan

memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan

baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan

ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.13

Kecerdasan Emosional sebagaimana ditentukan oleh

Nelson dan Low memiliki empat dimensi utama keterampilan

10Nwadinigwe and Azuka-Obieke ‚The Impact of Emotional

Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in

Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.

11Vela ‚The Role of Emotional Intelligence in The Academic

Achievement of First Year College Students.‛ Unpublished Doctoral Dissertation, Texas A & M University-Kingsville.2003. TX.

(http://www.proquest.umi.com) diakses pda 10 desember 2012. 12Syadli Z.A, ‚Kecerdasan Emosional Siswa dan Implikasinya

Terhadap Kreativitas Guru Agama,‛ dalam Islam dan Hegemoni Sosial, ed.

Khaeroni (Jakarta: PT.Mediacita, 2001), 161. 13Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya (Jakarta :

PT. Gramedia, 2001), Cet. 11, xiii.

5

kompetensi emosional yaitu keterampilan interpersonal,

keterampilan kepemimpinan, keterampilan manajemen diri dan

keterampilan intrapersonal. Nelson dan Low mengidentifikasi

bahwa sangat penting untuk membangun keterampilan kecerdasan

emosional yang lebih efektif.14

Perkembangan emosional siswa

tampaknya tidak terlihat sampai adanya perilaku menyimpang

terutama yang terjadi pada akhir-akhir ini. Contoh Familiar yang

menyebabkan turunnya prestasi biasanya disebabkan oleh

beberapa hal diantaranya: pemalakan, kekerasan di sekolah,

masalah absensi, penyalahgunaan zat, kurangnya motivasi dan

masalah lingkungan belajar.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa tingkat kecerdasan

emosional sangat mempengaruhi prestasi belajar pada siswa.15

Kecerdasan emosional turut mempengaruhi hasil belajar atau

prestasi belajar individu. Kecerdasan emosional berkaitan dengan

prestasi akademik melalui motivasi. Menurut Goleman,

kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kemampuan belajar. Kecerdasan emosional dalam

belajar biasanya berkaitan dengan kestabilan emosi untuk bisa

tekun, konsentrasi, tenang, teliti, dan sabar dalam memahami

materi yang dipelajari.

Beberapa penelitian mengatakan bahwa kecerdasan

emosional dapat menjadi prediktor yang lebih kuat dari pada

kecerdasan intelektual dalam belajar.16

Mengukur kemampuan

kecerdasan emosional telah dikonfirmasi untuk menjadi prediktor

yang signifikan atau penting dalam prestasi akademik. Bahkan

setelah mengendalikan faktor-faktor kepribadian dan kemampuan

kognitif oleh berbagai penelitian terbaru seperti Di Fabio dan

14Nwadinigwe and Azuka-Obieke, ‚The Impact of Emotional

Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in

Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.

15Vela ‚The Role Of Emotional Intelligence In The Academic

Achievement Of First Year College Students.‛ Unpublished Doctoral Dissertation, Texas A & M University Kingsville. 2003.TX,

(http://www.proquest.umi.com).

16

Joseph E. Zins, Mchelle R. Bloodworth, Roger P, Weissberg, and

Herbert J. Walberg, ‚The Foundations of Social and Emotional Learning‛,

http://selted.weebly.com/uploads diakses pada 21 Agustus 2014.

6

Palazzeschi, MacCann, Fogarty, Zeider dan Roberts, Qualter,

Gardner, Paus, Hutchinson dan Whiteley. Penelitian lebih lanjut

menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dapat mempengaruhi

prestasi akademik melalui kemampuan untuk mengatasi stres

seperti penilaian, dinamika kolaborasi kelompok, atau tuntutan

sosial dan emosional kehidupan akademis, dan memediasi

hubungan antara kemampuan kognitif dan hasil belajar.17

Penelitian terbaru telah mendefinisikan emosional dan

kognitif otak terhubung satu sama lain dalam arti bahwa

keputusan atau kinerja tidak dapat diambil tanpa kerja otak

emosional . Sebuah penelitian juga menyatakan bahwa kecerdasan

emosional dan kecerdaan intelektual sangat penting dalam proses

belajar. Kecerdasan emosional sebagai sub-variabel emosi atau

emosi regulasi yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari,

belajar, dan pendidikan. Dalam proses pembelajaran, kecerdasan

emosional itu sendiri membantu memperoleh informasi baru18

dan

memiliki hubungan langsung dengan prestasi belajar.19

Sedangkan Penelitian yang dilakukan oleh Lamson

membuktikan bahwa prestasi belajar yang dapat dicapai setiap

individu berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan

intelektualnya. Kesimpulan yang diperoleh Lamson dari penelitian

terhadap siswa-siswa berbakat dalam ujian yang diselenggarakan

oleh New York Regent membenarkan pendapat umum bahwa anak

cerdas dapat memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi

dibandingkan dengan prestasi yang dapat dicapai anak kurang

cerdas dalam situasi belajar yang sama.20

17Insook Lee, ‚Effects of Emotional Intelligence on Attitudinal Learning

in e-Learning Environment‛, artikel icome.bnu.edu. di akses pada 27 Juni 2014. 18Bhadouria Preeti, ‚Role of Emotional Intelligence for Academic

Achievement for Students,‛ Journal of Educational Sciences Vol. 1(2), 8-12,

May (2013). (http://www.isca.in) diakses pada 24 Agustud 2013. 19Eisenberg, Sadovsky, & Spinrad, Associations of emotion-related

regulation, language skills, emotion knowledge, and academic outcomes, (New

Directions in Child and Adolescent Development:2005), 109. 20E.E. Lamson, ‚High School Achievement of 56 Gifted Children‚,

Journal of Genetic Psyichology, 47/1935, h. 233-238, dikutip dalam Lester

D.Croww & Alice Crow, Educational Psyichology, terj. Z.Kasijan, Psikologi Pendidikan (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), 233.

7

Thorndike dan Hagen mencoba menyimpulkan hubungan

tes kecerdasan intelektual dengan prestasi belajar. Kesimpulan ini

didasarkan pada ritus penelitian mengenai tes kecerdasan

intelektual dan prestasi belajar, yaitu: ada korelasi yang kuat

antara skor tes kecerdasan intelektual dengan prestasi harian di

kelas. Angka korelasi yang ditemukan menunjukkan antara 0,50

sampai dengan 0,60.21

Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya

kompleks dan menyeluruh. Ada yang berpendapat bahwa untuk

meraih prestasi belajar yang tinggi dalam belajar, seseorang harus

mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi. Karena intelegensi

merupakan bekal potensial yang akan memudahkan proses dalam

belajar dan pada akhirnya akan memudahkan seseorang untuk

meraih prestasi yang tinggi.

Namun pada kenyataannya sering ditemukan siswa yang

memiliki intelegensi tinggi tetapi memperoleh hasil belajar yang

rendah. Sebaliknya siswa yang memiliki intelegensi rendah bisa

mendapatkan hasil belajar yang relatif tinggi, dengan ini maka

kecerdasan intelektual bukanlah satu-satunya sebab keberhasilan

seseorang. Menurut Goleman kecerdasan intelektual hanya

menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang sedangkan 80%

adalah sumbangan-sumbangan dari faktor lain diantaranya

kecerdasan emosional.22

Kegiatan belajar merupakan kegiatan

paling pokok dalam keseluruhan sebuah pendidikan. Hal ini

mengandung arti bahwa berhasil atau tidaknya sebuah pendidikan

tergantung pada proses belajar yang dialami siswa.23

Proses belajar mengajar dapat dijadikan media untuk

memfalisitasi perkembangan kecerdasan emosional anak didik,

khususnya dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu

dengan menanamkan rasa kejujuran, kasih sayang, kontrol diri,

ketekunan dan antusias, serta menghindari konflik. Konsep

21Robert Thorndike & Elizabeth Hagen, Measurement and Evluation in

Psychology and Education, 2nd Edition (New York: John Wiley & Sons inc,

1962), 246-247. 22Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya (Jakarta :

PT. Gramedia, 2001), Cet. 11,14. 23M Uzer Usman & Lilis Setiawan, Upaya Optimalisasi Kegiatan

Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 9-10.

8

kecerdasan emosional terkait dengan sikap-sikap terpuji dari kalbu

dan akal yakni sikap bersahabat, kasih sayang, empati, takut

berbuat salah, keimanan, dorongan moral, bekerja sama,

beradaptasi, berkomunikasi dan penuh perhatian serta kepedulian

terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan.24

Adapun ciri yang menandai kecerdasan emosional dalam

pendidikan Islam terdapat pada pendidikan akhlak.25

Kecerdasan

emosional dalam Islam disebut kognitif qalbiyah.26 Berkaitan

dengan hal ini Abdul Mujib mengatakan bahwa kecerdasan

emosional adalah kecerdasan kalbu yang berkaitan dengan

pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan agresif, kecerdasan ini

mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada,

tenang, dan sabar dan tabah ketika menghadapi masalah, serta

berterimakasih ketika mendapat kenikmatan.27

Hal ini tentunya

hati harus dididik, diperbaiki, diluruskan, diberi perhitungan dan

diberi teguran. Pendidikan dan pelurusan hati bertujuan

memunculkan kecerdasan yang dimilikinya atau untuk mengobati

penyakit-penyakit psikis yang diderita.

Perilaku manusia itu dipengaruhi oleh faktor eksternal dan

internal, beberapa peneliti mengatakan bahwa pembelajaran

akhlak pertama adalah lingkungan, karena pada dasarnya

kehidupan manusia adalah perilaku manusia itu sendiri.28

Oleh

karenanya lingkungan yang baik akan mempengaruhi akhlak setiap

individu, dan dalam hal ini tentunya akhlak perlu dididik dan

diarahkan dengan benar. Dengan dididik dan diluruskan, hati akan

dapat menggapai kondisi-kondisi rohani positif dan sifat-sifat

24Abuddin Nata, Manejemen Pendidikan (Bogor: Kencana, 2003), 45. 25Secara terminology akhlak menurut Imam al-Ghazali ialah sifat yang

tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah,

tanpa melakukan pemikiran dan perkembangan. Lihat Abu Hamid Muhammad

al-Ghaazali Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n Jilid III (Beirut: Da>r al-Fikr, 1989), 58. 26M. Yaniyullah Delta Aulia., Melejitkan Hati dan Otak Menurut

Pentunjuk Alqur’an dan Neurologi, Edisi I (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2005), 14. 27Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 323. 28Sa’i>d Rasyi>d al-A‘z}ami>, ‘Ilmu an-Nafsi al-Ta’li>mi> al-mutaqaddim

(‘Ama>n : Da>ru Jali>si al-Zama>n, 2008), 85.

9

kesempurnaan.29

Dalam tahap ini Sekolah Alam Indonesia

Ciganjur merupakan sekolah dengan konsep pendidikan yang

berbasis pada keuniversalan alam semesta. Dasar dari konsep

Sekolah Alam Indonesia adalah Alqur’an dan hadis.

Tugas sekolah bukan hanya memberikan pengetahuan

tetapi juga memberikan setiap apa yang dibutuhkan murid untuk

mengarahkan kepada hal-hal yang sesuai dengan kebutuhannya

sehingga murid bisa mencapai hasil yang memuaskan.30

Di

Sekolah Alam Indonesia anak dibebaskan menjadi diri mereka dan

mengembangkan potensi dirinya untuk tumbuh menjadi manusia

yang berkarakter, berakhlak mulia, berwawasan ilmu pengetahuan

dan siap menjadi pemimpin sesuai hakikat penciptaan manusia

untuk menjadi khalifah di muka bumi. Anak dibebaskan dari

tekanan mengejar nilai dan ranking, tapi didorong untuk

menumbuhkan tradisi ilmiah. Prestasi tidak dilihat dalam

perbandingan dengan anak lain, tapi dari upaya memaksimalkan

potensi diri dan menjadi lebih baik. Belajar menjadi sesuatu yang

menyenangkan, tidak membebani. Belajar jadi kebutuhan bukan

keharusan. Sekolah tidak menjadi penjara yang membosankan.

Anak-anak belajar dari pembiasaan. Sesuatu yang dekat,

yang terus menerus disentuhkan, akan membentuk pemahaman

anak mengenai hal tersebut. Pemahaman yang melekat dan telah

menjadi konsep diri, akan terus dibawa hingga dewasa. Sekolah

alam, menawarkan sebuah metode pembelajaran luar ruangan yang

akan mendekatkan anak-anak pada suatu kondisi asri, alami, dan

murni. Melalui pendidikan ini, anak diberi kesempatan untuk

mengenali ciptaan Tuhan, berinteraksi secara intens, memahami,

bersikap, berperilaku. Dan tentunya juga merasakan efek timbal

balik dari apa yang telah dia lakukan terhadap lingkungannya.

Belajar di alam, belajar dengan suasana alam, belajar bersama

alam, membawa suasana tersendiri yang mempengaruhi pikiran,

hati dan jiwa anak ketika belajar.

29M. Yaniyullah Delta Aulia., Melejitkan Hati dan Otak Menurut

Pentunjuk Al-Qur’an dan Neurologi, Edisi I (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2005), 17. 30Sala>h} Fua>d Sali>m, al-Nashat}a>t al-Madrasiyah (‘Ama>n: Maktabatul

‘Arabi> linnayl Wa al-Tauzi>’, 2010), 18.

10

Dari manfaat kegiatan di alam terbuka tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kegiatan alam lebih banyak membantu

membina kecerdasan emosi seseorang. Hampir sebagian besar

keberhasilan dan kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan

emosinya. Dengan demikian, pendidikan alam yang berisi kegiatan

di alam akan membantu membina kecerdasan emosi anak didik

menjadi manusia yang berhasil dan sukses dalam kehidupannya

kelak.

Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk

perilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip

dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai moral dan sebagai

landasan pencapaian pendidikan nasional. Selain itu Pendidikan

Agama Islam menghilangkan semua perilaku buruk dan

menjauhkan hal-hal buruk31

serta mengembangkan perilaku-

perilaku yang sesuai dengan kehidupan.32

Semua hal ini pun tidak

terlepas dari peran seorang guru, guru adalah petugas professional

pendidikan dalam interaksi belajar mengajar yang mencakup tiga

aspek, pengajaran, kepemimpinan dan penilaian.33

Guru Sekolah

Alam Indonesia sudah menciptakan kerja sama dalam kelas,

membangun tolok ukur tindakan kerja (mengkoordinasikan)

prosedur kerja, memperbaiki suasana kelas dengan menggunakan

cara pemecahan masalah serta memodifikasi suasana dalam kelas.

Fungsi pemeliharaan meliputi: meningkatkan semangat kerja

siswa, menangani konflik siswa agar menjadi suasana yang

bermanfaat, membantu siswa menyesuaikan diri dengan perubahan

yang terjadi dalam lingkungan sehingga mengurangi rasa cemas

siswa, dengan kata lain guru dengan KBMnya bisa memelihara

psikologi kelas yang menimbulkan semangat siswa dengan penuh

kegembiraan, kompetensi secara sehat, tanpa merasa adanya

tekanan untuk maju berprestasi. Hal ini yang membuat peneliti

31Kha>lid Muh}ammad Abu Sha’iroh wa Tsa>ir Ah{mad ghabir, Nah}wa

Mafa>hi>mu Tarbawiyah Mu’a>s}irah Fi> al-Alfiyah al-Tha>lithah

(‘Ama>n:Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2008), 310. 32Fa>diyah Ka>mil H}ama>m wa ‘Ali> ah}mad Sayyid Mus}tafa, ‘Ilmu al-naf

si al-Tarbawi> Fi> D}aui al-Isla>m (Riya>d}: Da>ru al-Zahra, 2006), 44. 33Syadli Z.A, ‚Kecerdasan Emosional Siswa dan Implikasinya

Terhadap Kreativitas Guru Agama,‛ dalam Islam dan Hegemoni Sosial, ed.

Khaeroni (Jakarta: PT.Mediacita,2001), 161.

11

tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh kecerdasan

emosional terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam .

Emosi siswa dalam menerima pembelajan agama sangat

mempengaruhi prestasi belajar Pendidikan Agama Islam . Karena

peserta didik yang memiliki emosi baik akan mudah menerima

pelajaran yang disampaikan. Peserta didik memiliki hak penuh

dalam mengatur kestabilan emosinya. Adapun faktor luar yang

mendorong emosinya hanyalah merupakan faktor pendorong yang

pada akhirnya keputusan ada pada dirinya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosional merupakan salah satu hal yang penting

khususnya bagi remaja. Karena kecerdasan emosional berkaitan

dengan pengendalian emosi yang menjadikan siswa untuk lebih

berkosentrasi dan tenang dalam belajar serta memotivasi siswa

untuk lebih tekun dalam belajar. Dalam hal ini tentunya

kecerdasan emosional yang dimiliki oleh remaja, dapat menjadi

pengaruh yang baik dalam meningkatkan prestasi belajar

khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam .

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Latar belakang yang telah diuraikan membuka kemungkinan

munculnya permasalahan antara lain:

a. Prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor,

tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,

kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan

spiritual, faktor lingkungan, sekolah, orang tua, dll.

b. Pengaruh lingkungan yang negatif turut menyumbang

turunnya prestasi belajar siswa.

c. Sistem Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan

kecerdasan emosional yang membantu meningkatkan

prestasi belajar siswa.

d. Bentuk dan karakteristik pengembangan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Alam Indonesia.

e. Pengembangan pembelajaran kecerdasan emosional

sekolah lanjutan di Sekolah Alam Indonesia (SAI) di

mungkinkan bisa membentuk kepribadian anak menjadi

baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

12

2. Pembatasan Masalah

Prestasi belajar yang diraih tentunya dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang berbeda-beda diantaranya: faktor internal

yang di dalamnya termasuk faktor kecerdasan intelektual,

kecerdasan spiritual dan faktor kecerdasan emosional. Adapun

faktor eksternal yang termasuk di dalamnya faktor lingkungan,

sekolah, dan keluarga. Oleh karena luasnya permasalahan yang

diidentifikasi, dan banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar, maka penelitian ini akan difokuskan pada faktor

kecerdasan emosional sebagai faktor determinan yang

memepengaruhi prestasi belajar. Hal ini dikarenakan kecerdasan

emosional memiliki keterkaitan yang tinggi dengan proses belajar

mengajar yang melalui pengendalian emosi, manajemen emosi

untuk lebih fokus dalam belajar dan memotivasi siswa untuk lebih

tekun dalam belajar.

3. Perumusan Masalah

Berlandaskan batasan masalah, maka rumusan masalah

yang diteliti adalah: Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional

terhadap prestasi belajar pada siswa sekolah lanjutan Sekolah

Alam Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan

bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar, kemudian untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar

siswa. Dan signifikansi dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi akademis dalam penelitian Pendidikan

Agama Islam . Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat

memberikan informasi kepada para pendidik untuk memperhatikan

kembali prestasi belajar bidang studi agama Islam, serta

memberikan informasi bagi sekolah-sekolah dan guru-guru untuk

lebih memperhatikan faktor kecerdasan emosional dalam

mempengaruhi prestasi belajar siswa khususnya pada mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam .

13

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang terkait dengan judul tesis ini

adalah sebagai berikut:

Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, dan Adedeji Tella

menuliskan dalam penelitiannya yang berjudul ‚Relationship

among Emotional Intelligence, Parental Involvement and

Academic Achievement of Secondary School Students in Ibadan,

Nigeria.‛ Studi ini meneliti hubungan antara kecerdasan

emosional, keterlibatan orang tua dan prestasi akademik dari 500

siswa Sekolah Menengah di Ibadan, Nigeria. Usia peserta berkisar

antara 14 dan 18 tahun (M = 16.5, SD. = 1,7). Dua hipotesis yang

diuji untuk signifikansi. Metode penelitian ini Menggunakan

Pearson Product Moment Correlation Coefficient dan Multiple

Regression Statistics. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik

kecerdasan emosional dan keterlibatan orang tua bisa memprediksi

prestasi akademik. Demikian pula terdapat hubungan positif

antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik, dan antara

keterlibatan orang tua dan prestasi akademik.34

M.O. Ogundokun.D, dan A. Adeyemo dalam tulisannya yang

berjudul ‚Emotional Intellgence And Academic Achievment: The

Moderating Influence of Age, Intrinsic Motivation.‛ Penelitian ini

meneliti pengaruh moderasi kecerdasan emosional, usia dan

akademis motivasi terhadap prestasi akademik siswa sekolah

menengah. Penelitian ini mengadopsi desain penelitian survei.

Para peserta dalam penelitian ini adalah 1.563 (pria = 826, wanita

= 737) siswa sekolah menengah dari negara Oyo, Nigeria. Usia

mereka berkisar antara 12 tahun dan 17 tahun dengan usia rata-

rata 15,96 tahun. Dua instrumen yang valid dan reliabel digunakan

untuk menilai kecerdasan emosional dan motivasi akademik

sedangkan prestasi tes pada Bahasa Inggris Bahasa dan

Matematika digunakan sebagai ukuran pencapaian akademik.

Deskriptif statistik Pearson korelasi product moment dan statistik

regresi digunakan untuk menganalisis data. Hasil penelitian

34Oyesojl A.Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, Relationship

among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria. University of

Ibadan, Nigeria (www.usca.edu/essays/vol182006/tella1.pdf‎ diakses pada 24

Agustus 2013.

14

menunjukkan bahwa kecerdasan emosional adalah prediktor kuat

terkait dengan prestasi akademik. Penelitian ini memiliki

implikasi bagi pengembang kurikulum untuk mengintegrasikan

kecerdasan emosional pada kurikulum sekolah menengah, Guru,

psikolog dan pendidikan harus mendorong pengembangan

motivasi berprestasi yang kuat pada siswa melalui penyediaan

program intervensi konseling yang tepat dan lingkungan yang

memungkinkan.35

Bhadouria Preeti menuliskan dalam makalahnya yang

berjudul ‚Role of Emotional Intelligence for Academic

Achievement for Students.‛ Penelitian ini meneliti faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosional dan

perannya dalam prestasi akademik bagi siswa. Dalam penelitian

ini data sekunder yang telah dikumpulkan dan untuk mencari tahu

korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik dan

pengajaran keterampilan emosional dan sosial di sekolah tidak

hanya mempengaruhi prestasi akademik selama diajarkan, tetapi

juga meninggalkan dampak prestasi jangka panjang. Temuan

makalah ini menyajikan bahwa prestasi akademik tanpa

kecerdasan emosional tidak menunjukkan keberhasilan masa depan

dan adanya kecerdasan emosional juga menunjukkan kepribadian

dan kemampuan untuk membangun hubungan ditempat kerja serta

di sekolah-sekolah dan itu sangat penting untuk pendidikan

berkualitas36

Jams D Parker dkk menuliskan dalam penelitianya yang

berjudul ‚Academic Achievement in High School: Does Emotional

intelligence matter?‛, tulisan ini meneliti tentang hubungan

kecerdasan emosional dan prestasi akademik, dengan membagian

kuesioner skala kecerdasan emosional kepada siswa. Penelitian ini

35M.O.Ogundokun.D, and A. Adeyemo, ‚Emotional Intellgence And

Academic Achievment: The Moderating Influence of Age, Intrinsic

Motivation‛, The African Symposium: An Online Journal of The African Educational Research Network,http://www.ncsu.edudiakses pada 24 Agustus

2013. 36Bhadouria Preeti, ‚Role of Emotional Intelligence for Academic

Achievement for Students,‛ Journal of Educational Sciences Vol. 1(2), 8-12,

May (2013). (http://www.isca.in) diakses pada 24 Agustus 2013.

15

menyimpulakan bahwa keberhasilan akademis sangat terkait

dengan beberapa dimensi kecerdasan emosional.37

Abishek Kanhai dalam tulisannya yang berjudul “Emotional

Intelligence: A Review of Researches‛, mengatakan bahwa

kecerdasan emosional sampai saat ini yang sering di ungkapkan

beberapa peneliti dan pendidik bahwa kecerdasan emosional hanya

mempengaruhi keberhasilan dalam bisnis dan dunia usaha tetapi

tampaknya bahwa emosi mempengaruhi semua kinerja dan

kemampuan manusia. Analisis penelitian menunjukkan bahwa

beberapa variabel penting, misalnya kreativitas, prestasi

akademik, prestasi dalam matematika dan variabel sosio-

demografis dan lingkungan secara signifikan berhubungan dengan

kecerdasan emosional. Ada kebutuhan untuk peneliti dan pendidik

untuk memberikan perhatian lebih pada kecerdasan emosional

untuk menghubungkan dengan hasil belajar siswa. Dan beberapa

penelitian lagi yang bisa dilakukan dengan variabel seperti rasa

ingin tahu, nilai-nilai, budaya, motivasi berprestasi dll Tulisan ini

akan memberikan para peneliti, pendidik, pembuat kebijakan,

pengelola sekolah, guru dan pembimbing pandangan yang lebih

baik tentang proses dan penerapan kecerdasan emosional.38

Penelitian Nwadinigwe dengan judul ‚The Impact of

Emotional Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary

School Students in Lagos, Nigeria, Studi ini meneliti dampak dari

kecerdasan emosional terhadap prestasi akademik SMA siswa

sekolah di Lagos, Nigeria. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menguji hubungan antara kecerdasan emosi dan prestasi akademik

di antara siswa sekolah menengah atas. Sampel dari 156 peserta

dipilih secara acak dari tiga sekolah menengah atas digunakan.

Sekolah secara acak ditugaskan untuk kondisi dua perlakuan

(teknik pelatihan kecerdasan emosional) dan kelompok kontrol.

angket dan tes prestasi yang digunakan untuk menghasilkan data

untuk penelitian. Dua hipotesis penelitian yang dirumuskan untuk

panduan penelitian. Hipotesis diuji dengan menggunakan metode

37

James D.A. Parker, ‚Academic Achievement in High School: Does

Emotional Intelligence Matter?,‛ Personality and Individual Differences 37

(2004): 1321–1330. 38

Abishek Kanhai, ‚Emotional Intelligence: A Review of Researches‛,

Europan Academic Research Vol. II, Issue 1/ April (2014): 797-834.

16

statistik deskriptif, analisis kovarians (ANCOVA) dan Pearson

product moment statistik koefisien korelasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara keterampilan

kecerdasan emosional dan prestasi akademik sehingga berkembang

keterampilan kecerdasan emosional siswa akan mengarah pada

peningkatan/prestasi akademiknya. Dengan demikian, ada

kebutuhan untuk menanamkan pengembangan keterampilan

kecerdasan emosional ke dalam kurikulum sekolah. Hal ini

dianggap penting karena dampaknya dalam meningkatkan prestasi

belajar siswa. Temuan penelitian ini dapat membantu para

pemangku kepentingan di sektor pendidikan dalam

mengembangkan pemahaman yang lebih baik dari efek kecerdasan

emosional pada prestasi akademik siswa sekolah menengah atas.39

Dari penelitian di atas peneliti menyimpulkan untuk

meneliti bagaimana pengaruh kecerdasan emosional terhadap

prestasi belajar khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam . Objek penelitian dalam penulisan tesis ini adalah Sekolah

Alam Indonesia Ciganjur yang mana pada sekolah ini terdapat

sistem pendidikan yang mengarah pada pengembangan kecerdasan

emosional.

E. Metodologi Penelitian

Beberapa hal yang peneliti perlu lakukan untuk

membuktikan bahwasannya kecerdasan emosional mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar penelitian

menggunaka analisis regressi linear berganda, maka metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuatitatif.

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

lapangan. Namun untuk melengkapi data penelitian maka peneliti

melakukan wawancara dan observasi terhadap siswa sekolah

lanjutan di Sekolah Alam Indonesia.

39 Nwadinigwe and Azuka-Obieke, ‚The Impact of Emotional

Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in

Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):395-401.

17

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua

macam yaitu:

a. Sumber primer (primary sources) penelitian ini adalah

pengisian kuesioner yang didisi oleh sumber utama yaitu

siswa sekolah lanjutan. Serta wawancara dan observasi

terhadap sekolah, siswa, dan guru sekolah lanjutan Sekolah

Alam Indonesia (SAI).

b. Sumber Skunder (secondary sources) penelitian ini adalah

buku-buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan

kecerdasan emosional dan prestasi belajar.

2. Populasi dan Sampel

Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah siswa sekolah lanjutan di Sekolah Alam Indonesia tahun

ajaran 2013-2014 dengan jumlah siswa 113 orang. Teknik

sampling yang digunakan oleh peneliti adalah probability sampling, yaitu pengambilan sampel yang memberikan peluang

yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih

menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi proportionate stratified random sampling.

40 Teknik ini digunakan bila populasi

mempunyai anggota yang tidak homogen dan berstrata secara

proposional. Stratifikasi dalam penelitian ini dilakukan dengan

mengambil sample sebanyak 90 siswa dengan taraf kesalahan 5%

dari jumlah keseluruhan siswa sekolah Lanjutan Sekolah Alam

Indonesia yaitu 113 siswa.

3. Instrument dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Penelitian

ini merupakan penelitian survey. Penelitian ini mengunakan data

primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dari penyebaran

kuisioner terhadap siswa. Kuisioner digunakan dalam rangka

melakukan pengukuran terhadap variabel kecerdasan emosional

dan prestasi belajar siswa sekolah lanjutan (SAI) yang dijadikan

sebagai sampel dalam penelitian ini. Dan untuk melengkapi

40Sugiyo, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 120.

18

penelitian maka peneliti melakukan wawancara dan observasi

kebeberapa siswa sekolah lanjutan Sekolah Alam Indonesia.

Sedangkan kuesioner berbentuk skala yaitu skala kecerdasan

emosional dan prestasi belajar:

a. Alat Ukur Skala Kecerdasan Emosional

Skala kecerdasan emosional yang dipakai dalam penelitian

ini adalah skala kecerdasan emosional yang diadaptasi dan

dimodifikasi berdasarkan dimensi kecerdasan emosional milik

Daniel Goleman sebagai indikator. Skala ini juga disusun dan

dikembangkan oleh Aziz Wahidin. Skala kecerdasan emosional

terdiri dari aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati),

keterampilan sosial41

dalam skala ini terdapat 27 item pernyataan

favorable dan unfavorable yang berguna untuk mengukur sejauh

mana kecerdasan emosional dipahami siswa Sekolah Alam

Indonesia Ciganjur.

Sistem penilaian skala dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Item Favorable : sangat sesuai (4), sesuai (3), tidak sesuai

(2), sangat tidak sesuai (1)

2. Item Unfavorable : sangat sesuai (1), sesuai (2), tidak

sesuai (3), sangat tidak sesuai (4)

41Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya (Jakarta :

PT. Gramedia, 2001), Cet. 11, 57

19

Tabel 1:1

Blue print skala Kecerdasan Emosional No Dimensi Indikator Item Jml

Fav unfav

1 Mengenal Emosi

diri

-Kesadaran emosi

-penilaian diri

8,26

1,6,11 5

2 Manajemen

Emosi

-Pengaturan emosi

-Mudah menerima dan

terbuka

-Sifat di percaya

4,18

21

27

5

5

3 Motivasi -Dorongan prestasi

-Optimisme

3,7,2

5

2,10

20

6

4 Empati -Mengerti kebutuhan

orang lain

-Mengembangkan

orang lain

9,12

13,22

15 5

5 Keterampilan

Sosial

-Mengenal emosi orang

lain

-Manajemen konflik

-Kemampuan tim

-Komunikasi

14

2,17,

19

24,27

6

b. Alat Ukur Skala Prestasi Belajar

Untuk mengukur prestasi belajar peneliti menggunakan

instrument peniliaian tes (kuesioner), yang mana peneliti

menggunakan dua aspek yaitu aspek afektif dan psikomotorik

yang di kembangkan oleh Bloom.42

Sedangkan pada aspek kognitif

peneliti menggunakan nilai raport siswa sebagai alat ukur. Setiap

mata pelajaran selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun

penekanannya selalu berbeda, mata ajar praktek selalu

menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata ajar

pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif namun

kedua ranah tersebut mengandung ranah akfektif.

Sedangkan pada ranah afektif peneliti menggunakan

sistem penelitian sebagai berikut:

1. Item Favorable : sangat sesuai (4), sesuai (3), tidak sesuai

(2), sangat tidak sesuai (1)

42Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj.Toni Setiawan (Yogyakarta:

Media Abadi, 2009) 284.

20

2. Item Unfavorable : sangat sesuai (1), sesuai (2), tidak

sesuai (3), sangat tidak sesuai (4)

Sedangkan pada ranah psikomotorik Bloom berpendapat

bahwa ranah psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar yang

pencapainnya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan

otot dan kekuatan fisik. sistem penilaiannya melalui penilaian

terhadap keterampilan siswa untuk melakukan perintah yang ada

pada kuesioner, dengan skala:

-Soal: (4) sangat baik,(3) baik, (2) cukup, (1) kurang

Tabel 1: 2

Blueprient Prestasi Belajar

No Dimensi Indicator Fiqih U. Qur’an Jml

Item Item

Fav Unf

av

F

av

unfav

1 Prestasi

belajar aspek

afektif

-sikap

-minat

-Konsep diri

-nilai dan moral

1,5

2

3

6

4

6

2,

5

3

4

1

12

3 Prestasi

belajar aspek

psikomotorik

-articulation

(melakukan

dengan baik

dan tepat)

1,2,3,4,5,6

,7,8

1,2,3,4,5 13

4. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui bahwasannya kecerdasan emosional

memiliki kontribusi/pengaruh positif atau negatif terhadap prestasi

belajar siswa sekolah lanjutan, maka peneliti menggunakan uji

regresi linear berganda. Selanjutnya peneliti menggunakan multi regresi untuk mengetahui pengaruh dimensi kecerdasan emosional

apa yang paling mempengaruhi prestasi belajar. Adapun dimensi

kecerdasan emosional antara lain: mengenal emosi diri,

manajemen emosi, motivasi, empati dan keterampilan sosial.

Sedangkan untuk mengetahui dimensi kecerdasan emosional apa

yang paling mempengaruhi ranah-ranh prestasi belajar yaitu

afektif, kognitif, psikomotorik, peneliti menggunakan uij multi variat. Hasil uji regresi tersebut selanjutnya diperkuat dengan data

21

kuantitatif melalui wawancara dan referensi yang berkaitan

dengan penelitian ini.

Untuk membantu analisis tersebut peneliti menggunakan

alat bantu software SPSS 17.0, software ini membantu peneliti

dalam melakukan distribusi data, uji validitas dan reliabilitas, uji

normalitas, uji korelasi, dan analisis regresi.

F. Hipotesis Penelitian

Dasar pengambilan keputusan pada hipotesis penelitian ini

dengan taraf uji 5% (α =0.05) adalah jika p-value > 0.05 maka ho

diterima dan jika p-value <0.05, maka ho ditolak berarti ha diterima.

ha : kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan

terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam

siswa Sekolah Lanjutan (SAI).

Ha1 : Dimensi mengenal emosi diri berpengaruh terhadap

prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa

Sekolah Lanjutan (SAI)

Ha2 : Dimensi manajemen emosi berpengaruh terhadap

prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa

Sekolah Lanjutan (SAI).

Ha3 : Dimensi motivasi berpengaruh terhadap prestasi

belajar Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah

Lanjutan (SAI)

Ha4 : Dimensi empati berpengaruh terhadap prestasi

belajar Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah

Lanjutan (SAI)

Ha5 : Dimensi keterampilan social berpengaruh terhadap

prestasi belajar Pendidikan Agama Islam Sekolah

Lanjutan (SAI).

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, pada bab

pertama dalam latar belakang masalah, peneliti mencoba

mengemukakan tentang prestasi belajar. Selain itu peneliti juga

berusaha mengemukakan bagaimana pengaruh kecerdasan

emosional terhadap prestasi belajar, dengan ini maka pembaca bisa

memahami bagaimana urgensi kecerdasan emosional. Lalu peneliti

juga menuliskan perdebatan antara kecerdasan emosional sebagai

22

pengaruh positif terhadap prestasi belajar, kecerdasan emosional

tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar dan kecerdasan-

kecerdasan lain yang turut mempengaruhi prestasi belajar. Dengan

ini peneliti juga menuliskan metode yang digunakan dalam

penelitian ini.

Pada bab kedua peneliti ingin memperjelas perdebatan

akademik mengenai kecerdasan emosional dan pengaruhnya

terhadap prestasi belajar serta mendeskripsikan teori-teori yang

menjadi dasar dan landasan penelitian. Dan peneliti menuliskan

kecerdasan emosional sebagai faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar serta faktor lain apa saja yang mempengaruhi prestasi

belajar siswa karena tidak hanya kecerdasan emosional yang

mempengaruhi prestasi belajar.

Pada bab ketiga, peneliti akan mendeskripsikan tempat

penelitian yaitu Sekolah Alam Indonesia Ciganjur untuk

membantu peneliti dalam mengetahui tingkat kecerdasan

emosional dan prestasi belajar. Kemudian peneliti akan

menjabarkan sistem pendidikan di Sekolah Alam Indonesia

Ciganjur, dan untuk membuktikan bahwa kecerdasan emosional

berdampak baik bagi prestasi belajar, maka peneliti akan

menampilkan bagaimana manfaat model pendidikan Sekolah Alam

Indonesia Ciganjur. Kemudian peneliti menampilkan data tingkat

kecerdasan emosional dan menganalisinya dan mendeskripsikan

dengan tujuan menghasilkan kesimpulan. Pada bab ini penelitian

lebih bersifat deskriptif, karena itu pada bab ini penulis lebih pada

menampilkan data tentang kecerdasan emosional siswa.

Kesimpulan dari analisi data tersebut akan memperlihatkan berapa

besar tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki siswa yang tidak

terlepas dari teori-teori yang dibahas sebelumnya.

Pada bab keempat, menampilkan data tentang prestasi

belajar Pendidikan Agama Islam yang diperinci kedalam mata

pelajaran Ulumul-Qur’an dan Fiqih. Kemudian data prestasi

belajar tersebut akan dianalisis satu persatu dalam tiga ranah

Afektif, kognitif, dan psikomotorik. Selain itu pada bab ini

menganalisa tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap

prestasi belajar pendidikkan Agama Islam, dengan ini akan terlihat

seberapa besar kecerdasan emosional mempunyai pengaruh

terhadap prestasi belajar khususnya Pendidikan Agama Islam

23

terhadap siswa sekolah lanjutan SAI. Peneliti menganalisis

bagaimana kecerdasan emosional berpengaruh terhadap prestasi

belajar siswa dengan menuliskan beberapa aspek kecerdasan

emosional yaitu, pengaruh pemahaman emosi siswa terhadap

prestasi belajar PAI, pengelolaan emosi siswa dan pengaruhnya

terhadap prestasi belajar PAI, motivasi siswa dan pengaruhnya

terhadap prestasi belajar PAI, pengaruh empati terhadap prestasi

belajar PAI, serta pengaruh keterampilan sosial terhadap prestasi

belajar PAI. Hal ini di lakukan untuk mengetahui aspek manakah

yang paling mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Pada bab keenam penulis akan menyimpulkan kembali

secara singkat dari perdebatan akademik, sumber penelitian,

metodologi hingga akhir analisis. Kesimpulan tesis ini perlu

menjadi pertimbangan dan rekomendasi dari beberapa pihak.

BAB II

KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR

Pada bab ini peneliti akan memaparkan bagaimana

perdebatan ilmiah mengenai kecerdasan emosional dan prestasi

belajar siswa. Beberapa perdebatan yang diangkat dari

pembahasan ini adalah mengenai pengaruh kecerdasan emosional

terhadap prestasi belajar siswa, dan perdebatan mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi prestasi belajar .

A. Berbagai Pandangan Tentang Kecerdasan Emosional

Pada awalnya, psikologi berfokus pada konstruksi kognitif

atau kecerdasan intelektual seperti memori dan pemecahan

masalah yang merupakan upaya pertama mereka dalam menulis

masalah kecerdasan. Hal ini tidak berlangsung lama ketika para

peneliti mulai menantang orientasi ini dan mengakui bahwa ada

aspek-aspek non kognitif lainnya. Misalnya, Robert Thorndike

menulis tentang kecerdasan sosial pada tahun 1937. Dan pada awal

tahun 1943, David Wechsler mengusulkan bahwa kemampuan non

intelijen sangat penting untuk memprediksi keberhasilan dalam

hidup.1 David Wechsler, seorang penguji kecerdasan mengatakan

bahwa Kecerdasan adalah kemampuan sempurna (komprehensif)

seseorang untuk berperilaku terarah, berpikir logis, dan

berinteraksi secara baik dengan lingkungannya. Imbrosciano dan

Berlach mengatakan bahwa keberhasilan dapat dilihat dalam tiga

domain utama. Seorang murid yang baik sering disebut sebagai

‚akademis sukses'' cerdas'', atau'' berperilaku baik''.2

Goleman memberikan jawaban singkat ketika ia

menegaskan bahwa kesuksesan tergantung pada beberapa

kecerdasan dan pengendalian emosi. Secara khusus, ia

menekankan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) saja tidak lagi

1Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, "Relationship

among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic

Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria", University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses pada 9 juni 2013.

2Anthony Imbrosciano and Richard Berlach, ‚Teacher Perception of

The Relationships Between Intelligence, Student Behaviour, and Academic

Achievement‛, Issues In Educational Research, Vol 13, 2003.

26

menjadi ukuran keberhasilan. Menurutnya kecerdasan intelektual

hanya menyumbang 20% dari total keberhasilan, dan sisanya

berlaku untuk Emosional dan kecerdasan Sosial.

Pendapat Goleman mengundang pro dan kontra, mereka

yang setuju dengan pendapat Goleman menganggap bahwa

Goleman sebagai penyelamat kecerdasan alternatif selain

intelektual. Mereka sepakat bahwa kecerdasan emosional memang

lebih penting dan lebih menunjang kesuksesan kerja. Namun cukup

banyak pula yang skeptis dan mengkritik model kecerdasan

emosional yang dikembangkan olehnya. Banyak pakar psikolog

yang mengkritik Goleman yang dianggap telah merangkum hasil

penelitian orang lain, lalu menulisnya dalam bukunya, meski

diakui ia menambahkan beberapa kesan dan pendapatnya. Kritik

terbesar ia tidak piawai dalam menyampaikan tema kecerdasan

emosional, ia dianggap tidak menggunakan teori ilmiah dalam

kajiannya. Ia dinilai menyampaikan beberapa dimensi kecerdasan

emosional dan kegunaan praktisnya dengan sangat berlebihan.3

Kritikan bahkan datang dari John D. Mayer psikolog dari

university of New Hampshire orang pertama yang

memperkenalkan istilah kecerdasan emosional. Menurut Mayer

telah terjadi penyimpangan makna kecerdasan emosional dari yang

awalnya menekankan aspek pemahaman terhadap emosi menjadi

makna sempit sebagai keterampilan sosial. Padahal kecerdasan

emosional tidaklah sama dengan kecerdasan sosial. Kita bisa

menjadi seseorang yang ramah dan sopan tetapi tetap mempunyai

kecerdasan emosional yang lemah. Para psikolog dari sekolah

manajemen bisnis Universitas Auckland juga cenderung skeptik

terhadap perkembangan kecerdasan emosional. Mereka

mengatakan bahwa kecerdasan emosional hanyalah sebuah trend

belaka, hanyalah cara baru untuk memotong kue yang lama.

Bahkan Gene Johnson ahli psikologi pada Universitas yang sama

berpendapat bahwa jauh sebelum kecerdasan emosional di

perkenalkan, dunia psikologi telah mengenal istilah ‚big five

factors‛ yaitu: Conscientiousness, extraversion, openness to

3Makmun Mubayidh, Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak,

Referensi Penting Bagi Para Pendidik dan Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2006), 6.

27

experience, emotional stability, dan agreeableness. Faktor-faktor

ini melalui serangkaian riset terbukti paling berpengaruh terhadap

kesuksesan seseorang. menurutnya konsep Goleman bisa berhasil

hanya karena Goleman mengatakan sesuatu yang sangat ingin

didengar oleh orang banyak. Goleman membuat orang minder dan

kurang berpengetahuan menjadi merasa lebih berharga, dengan

pernyataan ‚engkau tidah perlu menjadi pintar untuk menjadi

sukses.‛ Kritikan juga datang perihal aspek pengukuran

kecerdasan emosional yang dapat menjadi sangat bias. Misalnya,

aspek kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada pada

beberapa komunitas masyarakat hal ini terlalu tabu untuk

dilakukan. Ada pula yang menganggap bahwa alat tes kecerdasan

emosional yang diperkenalkan oleh Goleman yang dikembangkan

bersama ‚Hay Group‛ yakni Emotional Competence Inventory

dengan 10 item pertanyaan untuk mengukur kadar kecerdasan

emosional seseorang masih sangat dipertanyakan validitas dan

reabilitasnya. Selain itu banyak juga yang berpendapat bahwa

kecerdasan emosional hanya bagus dalam tataran konsep, namun

sulit diterapkan apalagi diajarkan terutama sudah merupakan

bagian dari kepribadian seseorang. Seperti yang dikatakan John

Mayer bahwa kecerdasan emosional merupakan ciri atau sifat

kecenderungan, terutama kecenderungan kepribadian. Hal ini

dudukung oleh Edrward Gordon, yang menegaskan bahwa

kecerdasan emosional terutama dipengaruhi oleh kepribadian dan

‘mood’ seseorang, jadi akan sulit diukur dan diubah. Lynn Philips,

seorang penulis juga mengkeritik Goleman yang menurutnya

cenderung menyamakan antara kesuksesan dengan kebahagian.

Baginya keduanya tidaklah selalu identik. Lyinn justru melihat

adanya aspek-aspek spiritual dalam kebahagian dan jelas

mempengaruhi emosi manusia serta kecerdasan emosional

manusia. Hal ini rupanya tidak dapat dijelaskan oleh Goleman.4

Jika diperhatikan pemikiran Goleman mengalami

perkembangan yang menarik. Meskipun Goleman banyak

melakukan perjalann spiritual dan diskusi rohani,

4Anthoniy Dio Martin, Emotional Quality Management, Refleksi,

Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi (Jakarta: Penerbit Arga,

2003), 49-50.

28

Kritikan penting lainnya adalah perihal minimnya

pembahasan Goleman soal emosi itu sendiri ia lebih banyak

terjebak sebagai wartawan yang melaporkan banyak cerita yang

terkait dengan emosi namun tidak menunjukkan bagaimana

peranan emosi dalam situasi tersebut. Goleman cenderung

mengikuti pola aliran behaviorisme yang lebih mementingkan

manisfestasi perilaku dari pada membahas unsur emosi yang

melatar belakangi cerita-cerita yang di sampaikan.

Pada penelitian ini pengaruh kecerdasan emosional

terhadap prestasi belajar tidak terlepas dari model pendidikan yang

digunakan. Pada dasarnya Pendidikan merupakan hal penting bagi

setiap individu dan masyarakat, seorang individu dan masyarakat

tidak bisa terlepas dari pendidikan itu sendiri terutama Pendidikan

Agama Islam .5 Pentingnya Pendidikan Agama Islam

dikarenakan: aspek penting dalam pengembangan masyarakat,

pengembangan ekonomi, membentuk demokrasi yang benar, asas

masyarakat dan persatuan negara, serta merubah dan

mengembangkan masyarakat, dan mempunyai peran penting untuk

membangun negara yang maju.6 Pendidikan Agama Islam yang

bertujuan untuk pengembangan akhlaq mulia tentunya sangat

mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial hal ini

tentunya tidak terlepas dari prestasi seseorang dalam hidupnya.

Pada penelitian terbaru psikologi pendidikan, ditemukan

bahwa prestasi belajar tidak diraih dengan pengetahuan atau ilmu

yang dangkal melainkan menghubungkan antara pengetahuan yang

baru dan pengetahuan yang lama, tingkat dan macam kecerdasan

berbeda-beda di antaranya kecerdasan intelektual, kecerdasan

emosional, dan perilaku kehidupan dalam masyarakat. Dan dalam

penelitian sebelumnya bahwa sisi emosional sangat penting dan

tidak dapat diabaikan dalam proses belajar mengajar.7

5‘Ali> H{usain al-Dauri>, Usu>lu al-Tarbiyah fi> mafhu>miha> al-H}adi>th

(‘Ama>n: Is}ra>u Linnath}r, 2008), 20. 6‘Abdul Kari>m Muh}sin al-Zuhairi> dan Ha>di> Mas}a>’n rabi>>’, Dauru al-

Tarbiyah Wa al-Ta’li>m fi> ‘Amaliyati al-Tah}di>th Wa al-Tat}wi>r (‘Ama>n:

Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2009), 13-15. 7Nu’ma>n Shaha>dah, al-Ta’li<m wa al-Taqwi<m al-Aka>di>mi> (‘Ama<n: da>ru

s}afa>’, 2009), 103.

29

Beberapa pendapat ilmiah mengatakan bahwa kecerdasan

emosional merupakan pengaruh penting prestasi belajar seorang

siswa. Dalam sebuah studi yang meneliti transisi dari SMA

menuju tingkat perkuliahan, yang mana Parker menemukan bahwa

berbagai dimensi kecerdasan emosional adalah prediktor

keberhasilan akademis.8

Proses kemunculan emosi melibatkan faktor psikologis

maupun faktor fisiologis. Kebangkitan emosi pertama kali muncul

akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa, yang bisa netral,

positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut kemudian ditangkap

oleh reseptor kita, lalu melalui otak kita menginterprestasikan

kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan kebiasaan

kita dalam mempersepsikan sebuah kejadian. Sebuah interprestasi

yang kita buat kemudian memunculkan perubahan secara internal

dalam tubuh kita. Perubahan tersebut misalnya napas tersengal,

mata memerah keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan

raut wajah, intonasi suara, cara menatap dan perubahan tekanan

darah kita. Menurut pandangan teori kognitif, emosi lebih banyak

ditentukan oleh hasil interprestasi seseorang terhadap suatu

peristiwa. Seseorang bisa memandang dan menginterprestasikan

sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak

menyenangkan menyengsarakan, menjengkelkan, mengecewakan,

atau sebaliknya dalam persepsi yang lebih positif seperti sebuah

kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan, atau

membahagiakan. 9

Shapiro menegaskan bahwa individu yang memiliki

kemampuan mengelola emosi akan lebih cakap menangani

ketegangan emosi, karena kemampuan mengelola emosi ini akan

mendukung individu menghadapi dan memecahkan konflik

interpersonal dan kehidupan secara efektif. Suatu peneliti

8Gary R. Low and Darwin B. Nelson ,‛ Emotional Intellegence The

Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛ Texas Association of Secondary School Principals (TASSP) for publication in the TEXAS STUDY

magazine for secondary education, Spring 2005 edition.

(http://www.tamuk.edu) diakses pada 24 Juni 2014. 9 Triantoro Safari & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi Sebuah

Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi positif dalam Hidup Anda

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),14-15.

30

menunjukkan bahwa individu dengan kecerdasan emosional

cenderung akan berada dalam kondisi bahagia, lebih percaya diri,

dan lebih sukses di sekolah. Individu yang memiliki kecerdasan

emosi yang tinggi tentunya dapat mengendalikan emosinya

dengan efektif. Individu mampu mengontrol emosi serta mampu

menyeimbangkan rasa marah, rasa kecewa, frustasi, putus asa,

akibat diejek, ditolak, diabaikan atau menghadapi ancaman.

Individu yang memiliki kecerdasan dalam mengelola emosinya

akan lebih objektif dan realistis dalam menganilisis

permasalahannya. Kemampuan menganalisa permasalahan secara

objektif dan realistis ini akan mendorong individu mampu

menyelesaikan tugas dengan baik. Sebaliknya individu yang

memiliki kecerdasan emosi yang rendah, tidak terampil dalam

mengelola emosi sehingga permasalahan yang sedang dihadapinya

tidak mampu dipecahkan secara efektif.10

Beberapa teori yang diungkapkan Goleman mengenai

kecerdasan emosional, ia mengatakan bahwa kecerdasan

emosional merupakan optimisme, kemampuan bersosialisasi

motivasi, ketekunan/ketabahan, kemampuan mengontrol hati,

kemampuan menunda rasa gembira/bahagia dan kemampuan

berharap, hal ini sama dengan apa yang disampaikan oleh Mujib

bahwa kecerdasan emosional berkaitan dengan pengendalian

nafsu-nafsu impulsive dan agresif, kecerdasan ini mengarahkan

seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada tenang, sabar,

dan tabah. Dalam hal ini kaitannya dengan pendidikan dalam

peningkatan prestasi belajar adalah siswa dengan kemampuan-

kemampuan yang disebutkan di atas maka akan mampu

meningkatkan prestasi belajarnya melalui pengelolaan emosi yang

baik yang menyebabkan siswa mempunyai motivasi dalam belajar,

tekun dalam belajar, mampu berhubungan baik dengan guru dan

teman-teman, dan tabah dalam menghadapi kesulitan.

Begitupun menurut Salovey dan Mayer, kecerdasan

emosional mampu memonitor perasaan dan emosi sendiri dan

orang lain, untuk membedakan emosi tersebut, dan menggunakan

10 Triantoro Safari & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi Sebuah

Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009) 8-9.

31

emosi tersebut untuk membimbing pemikiran seseorang dan

tindakan.11

Kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap prestasi belajar, Seseorang yang mempunyai

kecerdasan emosional akan lebih mampu menerima perubahan-

perubahan yang terjadi di lingkungannya dan bisa lebih baik

menjalin hubungan dengan orang lain dalam kehidupan sosial di

bandingkan orang yang mempunyai kecerdasan emosional

rendah.12

Bahkan Abisamra13

kemudian menyimpulkan bahwa jika

kecerdasan emosional mempengaruhi prestasi belajar siswa, maka

sangat penting bagi sekolah untuk mengintegrasikannya dalam

kurikulum mereka dan dengan demikian meningkatkan tingkat

keberhasilan siswa.

Sekali lagi, Salovey dan Mayer menulis bahwa orang yang

cerdas emosi terampil dalam empat bidang: mengidentifikasi,

menggunakan, memahami, dan mengatur emosi.14

Demikian pula,

Goleman juga menegaskan bahwa kecerdasan emosional terdiri

dari lima komponen: mengetahui emosi seseorang (kesadaran diri),

mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain

(empati), dan menjalin hubungan.15

Oleh karena itu, ilmuwan sosial

dan psikologi pendidikan mulai mengungkap hubungan kecerdasan

emosional dengan fenomena lainnya, yaitu: kepemimpinan,16

11

Salovey, & J. Mayer, Emotional Intelligence, Imagination, Cognition, and Personality, 9, (1990): 195-211.

12Abu> zaid kha>lid H}asa>n Ja>dullah, al-Dhaka>’ al-Wijda>ni> ladai T}alabah

al-Marh}alah al-Thanawiyah Bi Mih{liyati shindi> Wa ‘Alaqatuhum Bi Tah}s}ilihim

Fi> Ma>dati al-Riya>d}iya>t Wa Tija>ha>tihim Nah}wa Mu’allimi>ha>, Risalah Ma>jisti>r ghairu Mansyurah Ja>mi’ah al-Khurtu>m (Su>da>n: Qismu ‘Ilmu al-Annafsi, 2009),

25. 13Abisamra, ‚The Relationship Between Emotional Intelligence and

Academic Achievement in Eleventh Graders‛, Research in Education,

FED.(2000):661. 14Salovey & Mayer, ‚The Intelligence of Emotion. Intelligence, 17,

(1993):433-442. 15

Daniel Goleman, Emotional Quotient, Kecerdasan Emosional, alih

bahasa:Hariono S. Iman (Jakarta:Gramedia Pustaka,2002),9. 16

Ashfort & Humphrey, R.H .Emotion in The Work Place A

Reappraisal. Human Relation, 48/(2), (1995): 613-619.

32

kinerja kelompok,17

prestasi akademik,18

dan kepolisian19

Hal

tersebut di atas membuktikan pentingnya kecerdasan emosional

untuk semua konstruksi. Sebagai fakta, kecerdasan emosional

baru-baru ini menarik banyak minat dalam literatur akademis.

Berdasarkan pernyataan di atas, Azizi Yahaya20

mengembangkan model upaya untuk menggambarkan hubungan

antara lima unsur kecerdasan emosional dan prstasi belajar. Model

ini dibangun dengan menunjukkan apakah unsur motivasi diri

dapat bekerja sebagai mediator untuk memberikan kontribusi

terhadap prestasi belajar

Gambar 2.1

Model hubungan Dimensi Kecerdasan Emosional dan Prestasi

Belajar21

17Williams & Sternberg, ‚Group Intelligence‛, Intelligence, 12,

(1988): 351-377. 18

Abisamra, The Relationship Between Emotional Intelligent and

Academic Achievement in Eleventh Graders. Research in Education, FED

(2000):661. 19Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, ‚Relationship

among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic

Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria‛, University of Ibadan, Nigeria(www.usca.edu/essays/vol182006/tella1.pdf) diakses pada 9 juni

2013. 20

Azizi Yahaya, ‚The Impact of Emotional Intelligence Element on

Academic Achievement‛, Faculty of Education, Universiti Technologi Malaysia, Vol 65, No. 4;(Apr 2012):4.

21 Model hubungan antara kesadaran diri, managemen emosional,

hubungan dengan orang lain, empati, serta motivasi diri yang mempengaruhi

prestasi belajar. (Azizi Yahya, Universitas teknoligi Malaysia, fakultas

pendidikan).

Managemen

Emosional

Mengenal emosi

diri Motivasi Diri

Hubungan Dengan

orang lain

Empati

Prestasi Belajar

33

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua suku kata yakni prestasi dan

belajar. Kata prestasi merujuk pada ‚hasil yang telah dicapai‛.22

Istilah lain dari kata prestasi adalah ‚a thing that somebody has done successfully, especially using their own effort and skill‛.

23

Sementara belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada

tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.

Mulyono Abdurrahman mengemukakan bahwa belajar

merupakan suatu proses dari seseorang individu yang berupaya

mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut prestasi belajar.24

Menurut Mulyono Abdurrahman prestasi belajar adalah

kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan

belajar.25

Dari pengertian tersebut, prestasi belajar selalu terkait

dengan hasil yang dicapai karena suatu usaha, ilmu pengetahuan

(aspek kognitif), sikap dan cita-cita (aspek afektif), serta

keterampilan dan kebiasaan (aspek psikomotorik) yang telah

dicapai seseorang setelah berusaha dan berlatih mengikuti proses

belajar mengajar selama periode tertentu.

2. Pengertian Kecerdasan Emosional

kecerdasan emosional menurut Gardner dalam bukunya yang

berjudul Frame Of Mind mengatakan bahwa bukan hanya satu

jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses

dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar

dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika,

spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.

Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan

22Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi

Keempat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 1101. 23A.S. Hornby, Oxford Advanced Learner‛s Dictionary (New York:

Oxford University Press, 2003), 11 24Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar

(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 28. 25Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar

(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 37.

34

pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan

emosional.26

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari:

‚kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami

orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka

bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan.

Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang

korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah

kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan

mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal

tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.‛27

Goleman memberikan karakteristik kecerdasan emosional

sebagai kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan

menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga

beban agar tidak stress tidak melumpukan kemampuan berpikir,

berempati dan berdo’a.28

Sedangkan Gottman29

lebih menekankan

pada pelatihan emosi, dimana dengan pelatihan emosi ini

diharapkan seseorang memiliki keterampilan dalam mengenal

perasaannya sendiri dan mengenal bagaimana orang lain beraksi

terhadap perasaannya, memiliki keterampilan bagaimana

mengelola perasaan baik dalam memikirkan perasaan maupun

dalam memilih tindakan untuk melahirkan perasaan tersebut serta

keterampilan untuk membaca dan mengungkapkan harapan serta

perasaan takut.

Memperhatikan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan

bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang berupa

keterampilan emosional dan sosial, karena dari beberapa paparan

dapat dilihat bahwa keterampilan emosional adalah keterampilan

26Daniel Goleman, Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional), alih

bahasa: Hariono S. Iman, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002), 50-53. 27

Daniel Goleman, Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional), alih

bahasa: Hariono S. Iman, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002), 52. 28

Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Why Can Matter Than IQ

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), 45. 29 Jhon Gottman & James, Guidance And Conseling In The Elementary

And Middle Schools: A Practical Approach (Lowa: Brown Comunication Inc

1995), 25.

35

mengenal dan mengelola emosi diri. Sedangkan keterampilan

sosial adalah keterampilan membina hubungan dengan orang lain.

3. Kecerdasan Emosional Dalam Islam

Dalam Islam kecerdasan emosional berkaitan dengan kalbu

(hati). kalbu berupa anggota khusus yang berada dalam tubuh

manusia yang memompa aliran darah, bisa pula di mengerti

sebagai kelembutan ruhaniah yang bertempat di kalbu. Kalbu

dengan makna ini adalah hakikat manusia dialah bagian yang

menyerap, menangkap, dan memiliki pemahaman dalam diri

manusia dialah (hati) yang diberikan tugas hukum, yang

diperhitungkan yang akan diberi ganjaran, dan akan mendapat

kecaman.30

Menurut Abdul Mujib kecerdasan emosional merupakan

kecerdasan kalbu yang berkaitan dengan pengendalian nafsu-nafsu

impulsive dan agresif. Kec erdasan ini mengarahkan seseorang

untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang, dan sabar dan

tabah ketika mendapat musibah dan berterimakasih ketika

mendapat kenikmatan.31

al-Ghazali dalam buku Ih{ya >’ Ulu>muddi>n: ‚makhluk Allah

yang paling utama di atas bumi adalah manusia. Bagian manusia

yang paling utama adalah hatinya. Sedangkan seseorang pendidik

sibuk membersihkan, memperbaiki, menyempurnakan dan

mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah….‛32

Dalam Islam juga memberikan petunjuk agar setiap orang

mempunyai kendali terhadap emosinya. Dari Abu Hurairah ra,

menerangkan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada nabi

Muhammad saw, berilah aku nasihat, Rasulullah saw menjawab:

‚Janganlah kamu marah, dan diulanginya beberapa kali, kemudian

beliau berkata lagi, janganlah kamu marah‛ (h.r. Bukhari)33

30Ali Abdul Halim, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattanie,

(Jakarta: Gema insani Press, 2000), 62-69. 31Abdul Mujib dan Jusuf Muzdzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam

(Jakrata: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 323. 32al-Ghazali, Ih{ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n (Semarang:Maktabah Wa Mat{ba’ah

T{aha Putra,tt), 33. 33al-Nawawi>, H{adith Arba’i>n al-Nawawiyyah, terj. Muhil D{afir

(Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat), 26.

36

Dalam Alqur’an Allah menceritakan tentang kisah Nabi

Musa yang bertemu dengan Nabi Khidir, ‚Musa berkata

kepadanya,: bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan

kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk

menjadi) petunjuk?‛34

‚Dia menjawab: sungguh engkau tidak akan

bisa sabar bersamaku.‛35

Aspek kecerdasan emosional dalam kisah

ini adalah sabar.

Di dalam Alqur’an, aktifitas kecerdasan emosional

seringkali dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci

utama kecerdasan emosional di dalam Alqur’an dapat ditelusuri

melalui kata kunci (kalbu) dan tentu saja dengan istilah-istilah lain

yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa, intuisi, dan beberapa

istilah lainnya.

Jenis-jenis dan sifat-sifat kalbu (qalb) dalam Alqur’an dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

-Kalbu yang positif :

1. Kalbu yang damai (Q.S. al-Shura/26:89).

‚Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati

yang bersih‛.

2. Kalbu yang penuh rasa takut (Q.S.Qafl50:33)

‚(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha

Pemurah sedang dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia

datang dengan hati yang bertaubat‛.

3. Kalbu yang tenang (Q.S. al-Nah{l/16:6)

‚Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya,

ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika

kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan‛.

4. Kalbu yang berfikir (Q.S.al-H{aj/22:46)

‚Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu

mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat

memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu

mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah

mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di

dalam dada‛.

ال تغضب فردد : قال, ناأوص, عن أب هررة رض هللا عنه أن رجال قال للنب صلى هللا عله وسلم

(رواه بخاري). غضبتال : قال , مرارا34(Q.S: Al-Kahfi: 66) 35(Q.S: Al-Kahfi:67)

37

5. Kalbu yang mukmin (Q.S.al-Fath{/48:4).

‚Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati

orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah

di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan

kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi, dan adalah

Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana‛.

-Kalbu yang Negatif:

1. Kalbu yang sewenang-wenang (Q.S. Ghafir/40:35).

‚(yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah

tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar

kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang

yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang

yang sombong dan sewenang-wenang‛.

2. Kalbu yang sakit (Q.S. al-Ah{dha>b/33:32).

‚Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita

yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk

dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada

penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik‛.

3. Kalbu yang melampaui batas (Q.S.Yu>nu>s/10:74).

‚Kemudian sesudah Nuh, kami utus beberapa Rasul kepada

kaum mereka (masing-masing), Maka rasul-rasul itu datang

kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang

nyata, tetapi mereka tidak hendak beriman Karena mereka

dahulu Telah (biasa) mendustakannya. Demikianlah kami

mengunci mati hati orang-orang yang melampaui batas‛.

4. Kalbu yang berdosa (Q.S.al-H{ijr/15:12).

‚Demikianlah, kami mamasukkan (rasa ingkar dan

memperolok-olokkan itu) kedalam hati orang-orang yang

berdosa (orang-orang kafir)‛.

5. Kalbu yang terkunci, tertutup (Q.S.al-Baqarah/2:7).

‚Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan

penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat

berat‛.

6. Kalbu yang terpecah-pecah (Q.S.al-H{asyr/59:14).

‚Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu

padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau

di balik tembok. permusuhan antara sesama mereka adalah

sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka

38

berpecah belah. Yang demikian itu Karena Sesungguhnya

mereka adalah kaum yang tidak mengerti‛.

Kalau kalbu di atas dapat diartikan sebagai emosi maka

dapat dipahami adanya emosi cerdas dan tidak cerdas. Emosi yang

cerdas dapat dilihat pada sifat-sifat emosi positif dan emosi yang

tidak cerdas pada sifat-sifat emosi negatif.

Eksistensi kecerdasan emosional dapat di gambarkan

melalui ayat-ayat berikut:

‚maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka

mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau

mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?

Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang

buta, ialah hati yang di dalam dada‛. (Q.S.al-Haj/22:46)

‚Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam

kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi

tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan

mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk

melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai

telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-

ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka

lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai‛. (Q.S.al-

A’raf/5:179)

‚Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa

nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat

berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran

dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka

siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah

(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil

pelajaran?‛ (Q.S.al-Jatsiyah/45:23)

Ayat-ayat tersebut di atas cukup jelas menggambarkan kepada

kita bahwa faktor kecerdasan emosional ikut serta menentukan

eksistensi martabat manusia di depan Tuhan. Menurut Nasr, emosi

inilah yang menjadi faktor penting yang menjadikan manusia

sebagai satu-satunya makhluk eksistensialis, yang bisa turun-naik

derajatnya di mata Tuhan. Binatang tidak akan

39

pernah meningkat menjadi manusia dan malaikat tidak akan

pernah ‚turun‛ menjadi manusia karena mereka tidak memiliki

unsur kedua dan unsur ketiga seperti yang dimiliki manusia.36

Upaya mendapatkan kecerdasan emosional dalam Islam

sangat terkait dengan upaya memperoleh kecerdasan spiritual.

Keduanya mempunyai beberapa persamaan metode dan

mekanisme, yaitu keduanya menuntut latihan-latihan yang bersifat

telaten dan sungguh-sungguh (muja>hadah) dengan melibatkan

‚kekuatan dalam‛ (inner power) manusia. Bedanya, mungkin

terletak pada sarana dan proses perolehan. Aktifitas kecerdasan

emosional seolah-olah masih tetap berada di dalam lingkup diri

manusia (sub-conciousnes), sedangkan kecerdasan spiritual sudah

melibatkan unsur asing dari diri manusia (supra-conciousnes).

B. Faktor \-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Dalam era globalisasi dan revolusi teknologi, pendidikan

dianggap sebagai langkah pertama untuk setiap aktivitas manusia.

Pendidikan memainkan peran penting dalam pengembangan modal

manusia dan dihubungkan dengan kesejahteraan individu dan

kesempatan untuk hidup lebih baik. Hal ini memastikan perolehan

pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan individu

untuk meningkatkan produktivitas mereka dan meningkatkan

kualitas hidup mereka. Peningkatan produktivitas juga mengarah

kearah sumber-sumber baru produktif yang meningkatkan

pertumbuhan ekonomi suatu negara.37

Kualitas kinerja siswa tetap

pada prioritas utama bagi pendidik. Hal ini dimaksudkan untuk

membuat perbedaan secara lokal, nasional dan global. Perilaku

manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Penganut

Behavioris mengatakan bahwa perilaku individu dihasilkan dari

belajar dan lingkungan merupakan hal pertama merupakan hal

penting di mana mereka tinggal. dapat dikatakan bahwa ada

korelasi erat antara perilaku dan konsep diri38

36 S.H.Nasr, Ideals and Realities of Islam (London: George Allen &

Unwil Ltd, 1975), 18-19. 37Saxton, Investment in education: Private and public returns, (2000)

Retrieved from http://www.house.gov/jec/educ.pdf. diakses pada 14 Juli 2013. 38Sa’i>d Rasyi>d al- A‘zami>, ‘Ilmu al-Nafsi al-Ta’li>mi> al-Mutaqaddim,

(‘Ama>n : Da>ru Jali>si al-Zama>n, 2008), 85.

40

Pendidik, pelatih, dan peneliti telah lama tertarik dalam

mengeksplorasi variabel dalam memberikan kontribusi yang

efektif dalam kualitas kinerja peserta didik. Variabel ini meliputi

di dalam dan di luar sekolah yang mempengaruhi kualitas siswa

prestasi akademik. Faktor-faktor ini dapat disebut sebagai faktor

keluarga, faktor sekolah dan faktor rekan.39

Sama halnya yang

dikemukakan oleh Slameto40

dan Dalyono41

bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar digolongkan menjadi dua

golongan yaitu: faktor intern yang meliputi faktor jasmani dan

faktor ekstern yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Adapun prestasi akademik siswa yang dianalisis dalam tiga

macam faktor, faktor keluarga, faktor sekolah dan masyarakat.

sebagaimana penyajian penelitian Coleman pada tahun 1966,

menyebutkan kedua faktor, faktor sekolah atau faktor keluarga,

lebih kuat berdampak pada prestasi akademik siswa. penelitian ini

menyimpulkan bahwa faktor keluarga memiliki dampak kuat pada

prestasi akademik siswa dari pada faktor sekolah. Saat ini,

penelitian empiris tentang negara-negara maju umumnya setuju

dengan kesimpulannya. Namun, 10 tahun setelah presentasi

Coleman Report, penelitian oleh Heyneman pada tahun 1976

mencapai kesimpulan yang berbeda dengan penelitian yang

menunjukkan bahwa faktor-faktor sekolah lebih penting terkait

dengan prestasi akademik siswa di Uganda.42

Menurut Majid dan

Andayani partisipasi orang tua dan masyarakat dalam proses

belajar mengajar dapat menggairahkan suatu sistem

pembelajaran.43

Kemudian, beberapa penelitian tentang topik ini dilakukan

di negara-negara berkembang dan beberapa penelitian

39Crosnoe, Johnson & Elder, ‚School Size and The Interpersonal Side

of Education: An Examination of Race/Ethnicity and Organizational Context‛,

Social Science Quarterly, 85(5),(2004), 1259-1274. 40Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Jakarta:

Rineke Cipta, 2010), 54-72. 41Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineke Cipta, 2010), 55-60. 42

Buchmann and Hanum, ‚Education and stratification in Developing

Countries: A Review of Theories and Research‛, Annual Review of Sociology. 27,(2001): 77-102.

43Abdul Mujib dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 160.

41

menunjukkan bahwa faktor sekolah lebih penting bagi prestasi

akademik mahasiswa dari pada faktor keluarga. Namun menurut

Huda bahwa keluarga bermasalah mempengaruhi rendahnya

prestasi belajar siswa.44

Argumen tentang kasus negara-negara

berkembang masih berlangsung dan masih belum ada kesimpulan

akhir. Selain kedua jenis faktor tersebut, sebagai faktor yang

berpengaruh dengan dampak pada prestasi akademik siswa,

beberapa peneliti telah memperkenalkan pentingnya perbedaan

individu dalam hal-hal kemampuan alami dan bakat studi. Salju

menunjukkan dari sudut pandang psikologi pendidikan, perbedaan

pribadi sering berhubungan langsung dengan perbedaan prestasi

akademik mahasiswa. Mengacu pada penelitian sebelumnya

tersebut dan dalam rangka untuk memiliki pemahaman yang

komprehensif tentang faktor-faktor pada prestasi akademik

siswa.45

Goethe menemukan bahwa siswa yang lemah lebih baik

bila dikelompokkan dengan siswa lemah lainnya. Seperti tersirat

dalam analisis Zajonc tentang siswa yang menunjukkan kinerja

siswa yang membaik apabila mereka digolongkan dengan siswa

dari jenis mereka sendiri.46

Sacerdote menemukan bahwa nilai

siswa akan lebih tinggi ketika siswa memiliki teman-teman kamar

yang mempunyai akademis yang kuat .47

Hasil Zimmerman yang sedikit bertentangan dengan

penelitian, ia mengatakan bahwa rekan-rekan yang lemah dapat

mempengaruhi nilai dari siswa yang berprestasi. tapi sekali lagi itu

membuktikan bahwa kinerja siswa tergantung pada jumlah faktor

yang berbeda. Alexander menjelaskan bahwa beberapa praktek-

praktek yang diadopsi oleh administrasi kampus di perguruan

44Huda> Husaini> Bi>bi>, al-Marja’ Fi al-Irsyad al-Tarbawi> (Bairu>t: Da>ru

Akadimiya>, 2000), 316. 45

Masashi Sakigawa, Factors Contributing to Students’ Academic Achievement of Primary School in Mountainous Areas of Vietnam, (Japan:

Higashis-Hiroshima, 1-1 Kagamiyama),739-8524. 46

George R. Goethals ,‚Peer Effects, Gender, and Intellectual

Performance Among Students at a Highly Selective College: A Social

Comparison of Abilities Analysis‛ Discussion Paper:(2001):6. 47

Sacerdote, Bruce, ‚Peer Effects With Random Assignment: Results

For Dartmouth Roommates The Quarterly‛,‛ Journal of Economics, Volume

116, No 2, (2001): 681-704.

42

tinggi seperti perguruan tinggi perumahan atau kelompok belajar

terorganisir juga membantu untuk meningkatkan kinerja.48

Beberapa peneliti bahkan mencoba untuk menjelaskan hubungan

antara prestasi siswa dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, hal ini

terbukti secara positif bahwa ekonomi yang rendah mempengaruhi

prestasi akademik siswa.

Lingkungan dan karakteristik pribadi peserta didik

memainkan peran penting dalam keberhasilan akademik mereka.

Para staf sekolah, anggota keluarga dan masyarakat memberikan

bantuan dan dukungan kepada siswa untuk kualitas kinerja

akademis mereka. Bantuan sosial ini memiliki peran penting bagi

pencapaian tujuan kinerja siswa di sekolah.49

Selain struktur

sosial, keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak mereka

meningkatkan tingkat keberhasilan akademis anak mereka.50

Sukmadinata mengatakan bahwa faktor yang ada dalam

diri siswa yang dapat mempengaruhi usaha dan keberhasilan

belajarnya cukup banyak. Selain aspek jasmaniah yang mencakup

kondisi tubuh dan pancaindra siswa, aspek rohaniah atau psikis

yang mencakup kemampuan-kemampuan intelektual, sosial,

psikomotorik, afektif, dan kognitif dari diri siswa yang merupakan

hasil belajar sebelumnya dan motivasi yang merupakan ranah

afektif siswapun berpengaruh terhadap prestasi belajar

berpengaruh pada kondisi belajar yang akan mengantarkannya

pada keberhasilan belajar.51

Tidak seperti Syah yang terkesan

membatasi faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi

belajar hanya pada empat elemen yakni intelegensi, sikap, bakat,

48Alexander & Murphy, The Research Base for APA’s Learner-

Centered Psychological Principles. In Lambert, N.M. & McCombs, B.L. (Eds.), How Students Learn: Reforming Schools Through Learner-Centered Education. (Washington, DC: American Psychological Association,1999), 22-60.

49Goddard, ‚Relational Networks, Social Trust, and Norms: A Social

Capital Perspective on Students' Chances of Academic Success‛, Educational Evaluations & Policy Analysis, 25,(2003): 59-74.

50Furstenberg & Hughes, ‚ Social Capital and Successful Development

Among at-Risk Youth‛, Journal of Marriage and the Family, 57,(1995):580-592. 51Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),162-164.

43

minat, dan motivasi.52

Tohirin justru menyatakan bahwa banyak

faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa

diantaranya intelegensi, perhatian minat, bakat, motivasi, sikap,

kematangan, kesiapan, kelelahan, lupa, dan kejenuhan dalam

belajar.53

Sementara Soemanto juga memaparkan bahwa faktor

indifidu yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mencakup

kematangan, usia kronologis, jenis kelamin, kondisi kesehatan

rohani, serta motivasi.54

Berbeda dengan pendapat para peneliti sebelumnya yang

mengemukakan bahwa faktor prestasi belajar mencakup faktor

internal dan eksternal Abudin Nata mengatakan terdapat sejumlah

faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, faktor tersebut

sebagai berikut, pertama, faktor tujuan, kedua, faktor Guru, ketiga faktor anak didik, keempat, faktor kegiatan mengajar, kelima,

faktor bahan dan alat evaluasi, keenam faktor suasana.55

Pada dasarnya masing-masing siswa memiliki perbedaan

antara satu dengan lainnya, termasuk perbedaan dalam prestasi

belajar secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: faktor

dari diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar siswa atau

lingkungan.56

Terhadap kedua faktor tersebut setiap ahli tidak

sama cara penjelasannya. Yang demikian itu dapat dipahami,

karena para ahli memiliki sudut pandang sendiri-sendiri, sehingga

akan membuahkan suatu pemikiran yang memprioritaskan suatu

masalah yang berbeda, dengan ini peneliti akan memberikan

beberapa faktor eksternal lain yang mempengaruhi prestasi belajar:

52Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru

(Bandung: Rosdakrya, 2009), 132-139. 53Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2008), 127. 54Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan; Landasan kerja Pemimpin

Pendidikan (Jakarta: PT Rineke Cipta, 2006), 113-12. 55Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran

(Jakarta: Kencana, 2009), 314-318. 56

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung; CV

Sinar Baru, 1989),39.

44

1. Faktor Ekonomi

Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan, efek dari tingkat

ekonomi masih lazim pada tingkat individu. Tingkat ekonomi

sering dibahas dengan sejumlah cara yang berbeda, yang paling

sering dihitung dengan melihat pendidikan orang tua, pekerjaan,

pendapatan, dan fasilitas yang digunakan oleh setiap individu.

Pendidikan orang tua dan tingkat ekonomi keluarga memiliki

korelasi positif dengan kualitas siswa berprestasi.57

Para siswa

dengan tingkat ekonomi yang baik mempunyai prestasi lebih baik

dari pada siswa kelas menengah dan siswa kelas menengah

melakukan lebih baik dari pada siswa yang tingkat ekonominya

lebih rendah.58

Menurut Ha>di> Musha’la>n rabi>’ dan Isma’i>l mah}mu>d bahwa

sebab penting yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar

siswa adalah tingkat ekonomi, mereka mengatakan setiap individu

berbeda dalam pendapatan ekonomi, serta uslub mu’amalah59

dan

hal ini tentunya mempengaruhi hasil belajar seseorang. Pencapaian

siswa berkaitan dengan tingkat ekonomi orang tua yang rendah

karena menghalangi individu untuk mendapatkan akses ke sumber-

sumber termasuk sumber daya pembelajaran.60

Tingkat ekonomi

rendah sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, yang

membawa mereka ke tingkat yang lebih rendah. Efek ini paling

terlihat pada tingkat pasca-sekolah menengah.61

Hal ini juga

mengamati bahwa orang tua yang kurang beruntung secara

57Caldas, & Bankston, ‚The Effect of School Population

Socioeconomic Status on Individual Student Academic Achievement‛, Journal of Educational Research, 90, (1997):269-277.

58Garzon, Social and Cultural Foundations of American Education.

Wikibooks, 2006, Retrieved from http://en.wikibooks.org. di akses pada 9 Juli

2013. 59Ha>di> Sha’la>n Rabi>’ dan Isma’i>l Mah}mu>d Ghaul, al-Murshid al-

Tarbawi> wa Dauru al-Fa>’il Fi H}illi Masya >kili al-T}alabah, (Urdu>n: Da>ru ‘A>lami

al-Thaqa>fah, 2006), 86. 60 Duke, ‚For the rich it’s richer: Print Environments and Experiences

Offered to First-Grade Students in Very Low- and Very High-SES School

Districts‛. American Educational Research Journal, 37(2),(2000): 456–457. 61Trusty, ‚Effects of Eighth-Grade Parental Involvement on Late

Adolescents' Educational Expectations‛, Journal of Research and Development in Education, 32(4),(1999): 224-233.

45

ekonomi kurang mampu membayar biaya pendidikan anak-anak

mereka pada tingkat yang lebih tinggi dan akibatnya mereka tidak

menggunakan potensi mereka sepenuhnya.62

Status ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling

diteliti dan diperdebatkan di kalangan profesional dalam

pendidikan yang berkontribusi terhadap proses belajar siswa.

Argumen yang paling umum adalah bahwa status ekonomi peserta

didik mempengaruhi kualitas proses belajar siswa. Sebagian besar

para ahli berpendapat bahwa status ekonomi rendah memiliki efek

negatif pada proses akademik siswa karena kebutuhan dasar siswa

belum terpenuhi dan karenanya mereka tidak melakukan

peningkatan dalam akademis.63

Status ekonomi yang rendah

menyebabkan lingkungan yang menghasilkan harga diri rendah

siswa. 64

Sebagian besar penelitian mendukung hipotesis bahwa proses

belajar murid tergantung pada sosial ekonomi, psikologis, dan

faktor lingkungan yang berbeda .

Yvonne Beaumont Walters dan Kola Soyibo menjabarkan

lebih lanjut bahwa siswa kinerja sangat tergantung pada sosial

ekonomi menurut laporan mereka tingkat kinerja siswa SMA

mempunyai perbedaan statistik yang signifikan , terkait dengan

gender mereka , tingkat kelas, sekolah lokasi, tipe sekolah, tipe

siswa dan latar belakang ekonomi.65

2. Faktor Pendidikan Orang Tua

Krashen menyimpulkan bahwa orang tua yang

berpendidikan akan mempengaruhi hasil belajar siswa di

62Rouse & Barrow, ‚U.S. Elementary and Secondary Schools:

Equalizing Opportunity or Replicating the Status Quo?‛, The Future of Children, 16(2), (2006):99-123.

63Adams, , Even Basic Needs of Young Are Not Met.(1996)Retrieved

from http://tc.education. pitt.edu. Diakses pada 3 september 2013 64US Department of Education, Confidence: Helping your child

through early adolescence. (2003) Retrieved from: http://www.ed.gov. Diakses

pada 3 September 2013 65

Yvonne Beaumont-Walters, Kola Soyibo ‚An Analysis of High

School Students' Performance on Five Integrated Science Process Skills‛,

Research in Science & Technical Education, Volume 19, Number 2 / November

1, (2001):133 – 145.

46

bandingkan orang tua yang tidak berpendidikan.66

Orang tua

berpendidikan lebih bisa berkomunikasi dengan anak-anak mereka

mengenai tugas sekolah, kegiatan dan informasi yang diajarkan di

sekolah. Orang tua berpendidikan dapat membantu anak-anak

mereka dalam pekerjaan mereka dan berpartisipasi di sekolah

dengan lebih baik.67

Teori Produktivitas Pendidikan oleh Walberg ditentukan

tiga kelompok sembilan faktor berdasarkan keterampilan afektif,

kognitif dan perilaku untuk optimasi pembelajaran yang

mempengaruhi kualitas kinerja akademik:Aptitude (kemampuan,

pengembangan dan motivasi), instruksi (jumlah dan kualitas),

lingkungan (rumah, ruang kelas, teman sebaya dan televisi).68

Lingkungan rumah juga mempengaruhi kinerja akademik

siswa. Orang tua terdidik dapat menyediakan lingkungan seperti

yang paling sesuai untuk keberhasilan akademis anak-anak

mereka. Pihak sekolah dapat memberikan konseling dan

bimbingan kepada orang tua untuk menciptakan lingkungan rumah

yang positif bagi peningkatan kualitas siswa kerja.69

Kinerja

akademik siswa sangat tergantung pada keterlibatan orang tua

dalam kegiatan akademis mereka untuk mencapai tingkat kualitas

yang lebih tinggi dalam keberhasilan akademik.70

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas kinerja

siswa. Serangkaian variabel yang harus dipertimbangkan ketika

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

keberhasilan akademis. Mengidentifikasi variabel yang paling

66Krashen, The Hard Work Hypothesis: Is Doing Your Homework

Enough to Overcome The Effects of Poverty? Multicultural Education, 12(4),

(2005):16-19. 67Fantuzzo & Tighe, ‚A Family Involvement Questionnaire‛, Journal

of Educational Psychology, 92(2), (2000): 367-376. 68Roberts, The Effect of Extracurri#cular Activity Participation in The

Relationship Between Parent Involvement and Academic Performance in A Sample of Third Grade Children. (2007), Retrieved from

https://www.lib.utexas.edu. Diakses pada 9 september 2013 69Marzano, What works in Schools: Translating Research Into

Action?http://pdonline.ascd.org/ di akses pada 9 september 2013 70Barnard, W. M, Parent Involvement in Elementary School and

Educational Attainment. Children and Youth Services Review, 26, (2004):39-

62.

47

berkontribusi dalam kualitas kinerja akademik adalah pekerjaan

yang sangat kompleks dan menantang. Para siswa di sekolah

umumnya memiliki berbagai latar belakang tergantung pada

demografi mereka.71

Orang tua yang berpendidikan tentunya sangat tau

bagaimana cara mendidik anaknya dengan baik, namun hal ini

tidak terlepas dari Pendidikan Agama Islam. Karena Pentingnya

Pendidikan Agama Islam pada zaman sekarang ini. Penurunan

Pendidikan Agama Islam disebabkan oleh beberapa hal

diantaranya: kesibukan orang tua dalam bekerja sehingga lalai

dalam mendidik anak dengan pendidikan agama, banyaknya

pemikiran-pemikiran yang menyimpang yang bisa mempengaruhi

pelajar.72

Pendidikan Agama Islam sangat memperhatikan

perkembangan seseorang muslim secara menyeluruh dari aspek

jasmaniah, ruhiyah, dan akhlak.

3. Faktor Guru

Kualitas guru dalam mengajar sangat penting dalam meraih

prestasi belajar. Kelengkapan sarana prasarana tanpa disertai

kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila

seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik

di sekolah terpenuhi misalnya dengan tersedianya fasilitas dan

tenaga pendidik yang berkualitas yang dapat memenuhi rasa

keingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya

berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar

yang menyenangkan. Dengan demikian siswa akan terdorong

untuk terus-menerus menigkatkan prestasi belajarnya. Menurut

Masasi Sakigawa seorang guru yang mempengaruhi hasil belajar

anak didik tidak hanya latar belakang pendidikan/pengalaman

71M.S. Farooq, A.H. Chaudhry, M. Shafiq, G. Berhanu, ‚Factors

Affecting Student’s Quality Of Academic Performance: A Case Of Scondary

School Level,‛ Journal of Quality and Technology Management, Volume

VII, Issue II, December, (2011):1‐14. 72Mustafa Isma’i>l Lu>sa>, Tadri>su al-Tarbiyah al- Islamiyah Lilmubtadi-

i>n, (al-Ima>ra>tu al-‘Ara>biyah al-Mutahiddah: Da>ru al-Kita>bi al-Ja>mi’i>, 2004),24-

25.

48

mengajar, tapi juga di pengaruhi oleh sikap mental guru dalam

memandang tugas yang diembannya. 73

4. Faktor Kecerdasan Emosional

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kinerja

siswa, di antaranya gangguan kepribadian yang merupakan bagian

dari komposisi pembentukan kecerdasan emosional adalah

penyebab rendahnya kinerja siswa. Dari sini, gangguan dapat

diartikan sebagai kepribadian individu yang tidak termotivasi,

kurang percaya diri, memiliki harga diri yang rendah, kurangnya

kontrol diri dan memiliki kecemasan yang tinggi. Siswa yang

memiliki karakteristik di atas dikatakan memiliki kecerdasan

emosional rendah, dan ini akan mempengaruhi kinerja akademik

mereka. Kecerdasan emosional turut mempengaruhi prestasi

belajar melalu motivasi. McClelland dalam The Encyclopedia dictionary Of Psichology yang disusun oleh Hare dan lamb seperti

yang dikutip Djaali, dia mengungkapkan bahwa motivasi

berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan

pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar keahlian.74

Atkinson juga menjelaskan bahwa kadar motivasi berprestasi yang

dimiliki seseorang berbeda-beda. Seseorang dengan harapan untuk

suksesnya lebih besar dari pada ketakutan akan gagalnya

dikelompokkan kedalam mereka yang memiliki motivasi

berprstasi tinggi, sedangkan seseorang dengan ketakutan akan

gagalnya lebih besar dari pada harapan untuk suksesnya di

kelompokkan kedalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi

rendah.75 Syaiful Bahri menyatakan dalam kegiatan belajar

motivasi sangat penting karena dapat berfungsi sebagai pendorong

perilaku belajar, penggerak perilaku untuk menyelesaikan

73

Masashi Sakigawa, ‚Factors Contributing to Students’ Academic

Achievement of Primary School in Mountainous Areas of Vietnam‛, Articel Higashis-Hiroshima, Japan, 739-8524.

74Djali, Psikologi Pendidikan (jakarta: Bumi Aksara, 2011), 103. 75Dale H.Schunk, Paul R.Pintrich, and Judith L.Meece, Motivation in

education:Theory, Research, and Application (England: British Library

Cataloguing, 2014), 46-47.

49

perbuatan yang harus dikerjakan, dan pengarah perilaku menuju

tujuan yang ingin dicapai.76

Petrides telah melihat hubungan antara sifat kecerdasan

emosional, prestasi akademik dan kemampuan kognitif dia

menemukan bahwa kecerdasan emosional memoderasi hubungan

antara prestasi akademis dan kemampuan kognitif.77

Beberapa

akademisi juga menemukan bahwa siswa yang mempunyai nilai

bagus mampu mengatasi tiga himpunan kecerdasan emosional

(kemampuan interpersonal, manajemen stres dan adaptasi).78

Beberapa peneliti yang mengatakan kecerdasan intelektual

dipandang sebagai faktor terkecil dalam memprediksi keberhasilan

seseorang dalam menjalankan pekerjaan atau profesinya. Menurut

hasil riset, jika dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang

menentukan keberhasilan seseorang dalam menjalankan pekerjaan

dan profesinya, IQ dinilai hanya memberikan andil tak lebih dari

25%, riset lain hanya memberikan 10%, dan bahkan ada yang

hanya memberikan 4% pada IQ.79

Hal ini tidak berarti bahwa IQ

sama sekali tidak berpengaruh dalam menentukan keberhasilan

seseorang. Tentu saja seorang pelajar tetap harus memiliki IQ

yang tinggi agar bisa masuk ke sebuah Universitas. Hanya saja

keberhasilan dan kesuksesan prestasi seorang pelajar tidak hanya

di tentukan oleh IQnya, tetapi juga oleh faktor sosial dan

emosional. Di sinilah kecerdasan emosional membuktikan

eksistensi dan urgensinya.

Secara khusus, Finnegan berpendapat bahwa sekolah harus

membantu siswa belajar kemampuan yang mendasari kecerdasan

emosional. Dengan hal ini ia percaya dapat meningkatkan prestasi

76Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rneke Cipta,

2011),157. 77

Petrides, Frederickson, and Furnham, ‚The Role of Trait Emotional

Intelligence in Academic Performance and Deviant Behavior at School‛,

Personality and Individual Differences, 36, (2004):277-293. 78

Jams D.A Parker, Summerfeldt, Hogan,. and Majeski, ‚Emotional

Intelligence and Academic Success: Examining The Transition From High

School to University‛, Personality and Individual Differences,36, (2004):163-

172. 79Makmun Mubayidh, Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak,

Referensi penting bagi Para Pendidik dan Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2006),16.

50

dari tahun ke tahun pendidikan formal anak. Dalam studi terbaru

yang dilakukan oleh Parker, Summerfeldt, Hogan dan Majeski

mereka menemukan bahwa berbagai kompetensi emosional dan

sosial adalah prediktor kuat keberhasilan akademis. Demikian

pula, Parker menemukan kecerdasan emosional menjadi prediktor

signifikan keberhasilan akademis.80

Dalam hal yang sama, Low dan Nelson melaporkan bahwa

keterampilan kecerdasan emosional adalah faktor kunci dalam

prestasi akademik dan hasil tes sekolah tinggi.81

Demikian juga,

Abisamra melaporkan bahwa ada hubungan positif antara

kecerdasan emosional dan prestasi akademik. Karena itu ia

mengatakan untuk memasukkan kecerdasan emosional dalam

kurikulum sekolah.82

Petrides, Frederickson dan Furnham dalam

Cotton dan Wikelund berpendapat bahwa dampak kecerdasan

emosional terhadap kinerja akademik harus dikejar dalam konteks

tertentu.83

Pada dasarnya, pentingnya kecerdasan emosional pada

prestasi akademik telah ditemukan dengan sangat signifikan.84

Namun demikian tidak terlepas ditinjau dari penelitian masih ada

kebutuhan untuk menyelidiki lebih lanjut hubungan kecerdasan

emosional dengan prestasi akademik terutama di negara seperti

80

Babli Roy, ‚Emotional Intellegence And Academic Achievement

Motivation Among Adolescents: A Relationship Study‛, Journal of Arts, Science & Commerce. http://www.researchersworld.com. Diakses pada 27 Juni

2014. 81

Gary R. Low and Darwin B. Nelson ,‛ Emotional Intellegence The

Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛ Texas Association of Secondary School Principals (TASSP )for publication in the TEXAS STUDY

magazine for secondary education, Spring 2005 edition.

(http://www.tamuk.edu/edu/kwei000/research/articles/article_files/ei_transform

ativelearning.pdf) 82

Abisamra, ‚The relationship between Emotional Intelligent and

Academic Achievement in Eleventh Graders‛, Research in Education, FED.

(2000),661. 83

Cotton & Wikelund, Parent Involvement in Education.(2005)

Available at:http:/www.nwrel.org/ diakses pada 16 Juli 2013. 84Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, ‚Relationship

Among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic

Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria. University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses 9 Juni 2013.

51

indonesia, di mana sebagian besar peneliti belum menunjukkan

minat dalam hal ini.

Hal di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar

dipengaruhi oleh faktor yang kompleks, bila disederhanakan,

faktor-faktor yang mempengaruhinya terdiri dari: bahan /input

yang harus dipelajari, faktor lingkungan, faktor instrumental,

faktor kondisi individu yang belajar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar juga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, baik itu

faktor internal termasuk didalamnya jasmani dan psikologis, dan

faktor eksternal yang mencakup faktor keluarga (keluarga

Islami), sekolah, dan lingkungan. Namun peneliti ingin melihat

faktor kecerdasan emosional sebagai faktor penting di dalamnya,

karena kondisi krisis seseorang dalam mengatur emosinya

sekarang ini didiringi dengan banyaknya perilaku penyimpangan

terutama siswa sekolah yang akhirnya berakibat pada penurunan

prestasi belajar.

BAB III

KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH LANJUTAN

DI SEKOLAH ALAM INDONESIA

A. Profil Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia

Tesis ini mengulas tentang pengaruh kecerdasan emosional

terhadap prestasi belajar. Objek dalam penelitian ini adalah

Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia. Pada penelitian ini

akan dibahas mengenai letak historis dan geografis Sekolah

Lanjutan (SAI), serta sistem Pendidikan Agama Islam dan

manfaatnya dalam pengembangan kecerdasan emosional.

1. Tinjauan Historis dan Geografis

Sekolah Alam Indonesia merupakan sekolah komunitas dan

sekolah alam pertama di Indonesia yang berdiri tahun 1998,

awalnya bernama sekolah alam Ciganjur, berlokasi di Jl Damai,

Ciganjur, dengan 8 murid (Playgroup 5 orang dan SD 5 Orang) dan

6 guru. Sejak tahun 2001 sampai sekarang berlokasi di Jl Anda 7x

Ciganjur Jagakarsa, Jakarta selatan di atas lahan seluas 7.200m.1

Sejak tahun 2004 Sekolah Alam Indonesia menerapkan

kelas inklusi bagi siswa berkebutuhan khusus (bergabung di kelas

regular) dengan kuota maksimal dua siswa setiap kelas dan

didampingi satu orang shadow teacher. Hingga kini Sekolah Alam

Indonesia berkembang terus mengukuhkan eksistensinya

mewujudkan sekolah yang akan melahirkan generasi pemimpin:

School of Leading Generation.

Sekolah Alam Indonesia mendirikan Sekolah Lanjutan

Sekolah Alam Indonesia (SL-SAI) pada tahun 2004 yang

berkomitmen melanjutkan pembentukan karakter yang telah

dimulai ditingkat kelompok bermain taman kanak-kanak serta

Sekolah Dasar Alam Indonesia (KBTK dan SD-SAI). Sejak tahun

2005 (sampai sekarang) sesuai kebutuhan pengembangan sekolah

tingkat lanjutan dilakukan perluasan dengan membangun kampus

Sekolah Alam Indonesia Jl. Rawa Kopi, Pangkalan Jati, Limo,

Depok (+/- 15 menit dari lokasi Sekolah Alam Indonesia Ciganjur)

1 Data diperoleh dari catatan dokumentasi sejarah Sekolah Alam

Indonesia Ciganjur.

54

dengan luas lahan 8.000 m2. Saat ini diperuntukkan untuk kelas

besar (SD kelas 5-6 dan SL kelas 7-9). Pemisahan kelas besar dan

kecil dilakukan untuk memaksimalkan program pembelajaran bagi

siswa kelas besar untuk persiapan memasuki masa aqil baligh

mereka. Meskipun demikian, hal-hal yang terkait dengan

manajemen tetap menginduk ke kampus Sekolah Alam Indonesia

Ciganjur.2

2. Keadaan Guru dan Murid serta Fasilitas

Di Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia tidak hanya

murid yang belajar, guru juga belajar dari murid bahkan orang tua

juga belajar dari guru-guru dan anak-anak. Anak-anak tidak hanya

belajar di kelas, tetapi mereka belajar di mana saja dan dari siapa

saja. Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi mereka juga

belajar dari alam sekelilingnya, dan yang jelas mereka bukan

belajar untuk mengejar nilai, tetapi mereka belajar untuk bisa

memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Suatu sekolah banyak diukur dengan lengkap tidaknya

sarana dan fasilitas yang dimiliki. Karena hal itu akan dapat

menciptakan ketenangan belajar, ketekunan belajar dan mengajar,

sehingga tujuan pendidikan akan mudah tercapai. Sarana dan

fasilitas pendukung Kegiatan Belajar Mengajar yang telah dimiliki

Sekolah Alam Indonesia antara lain:

1) Laboratorium alam tumbuhan dan hewan untuk kegiatan:

farming, gardening, sains

2) Ruang kelas untuk kelompok kecil (maksimum 20 anak per

kelas).

3) Ruang minat belajar laboratorium komputer, bengkel seni,

ruang computer

4) Ruang penunjang taman bermain, masjid, kamar mandi, tempat

wudhu

5) Sarana Lain Olahraga &Outward Bound, Music

6) Mushallah3

2 Data diperoleh dari wawancara dengan bag, pendidikan Sekolah Alam

Indonesia Ciganjur dan Dokumentasi Profil Sekolah Alam Indonesia Ciganjur. 3 Data diperoleh dari hasil observasi peneliti mengenai prasarana dan

fasilitas dari Sekolah Alam Indonesia Ciganjur.

55

B. Sistem Pendidikan Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia

Konsep Sekolah Lanjutan Sekolah Alam adalah konsep

belajar aktif, menyenangkan dengan menggunakan alam sebagai

media langsung untuk belajar. Sekolah Alam berusaha

menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan,

dimana atmosfer belajar tidak menegangkan, komunikasi antara

guru dan siswa juga hangat dan juga mementingkan pada

activelearning dimana siswa tidak berfokus pada buku-buku

pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang mereka pelajari,

bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya. Sekolah

Alam lebih memanfaatkan alam sebagai media untuk siswa belajar

langsung.

Kurikulum Sekolah Alam mempunyai komposisi materi

pembelajaran dengan perbandingan 80:20, artinya sebanyak 80%

merupakan kurikulum akhlak, sedangkan 20%-nya adalah

kurikulum kognitif. Kurikulum model ini diambil karena

keberhasilan anak cenderung ditentukan oleh kecerdasan

emosinya. Dalam penyampaian pembelajaran, 70% kegiatan

pembelajaran di Sekolah Alam merupakan outdoor activity dan

30% lainnya adalah indoor activity.4Materi pembelajaran

disampaikan secara active dan fun. Mengenai konsep

pembelajaran, sekolah alam memadukan antara kurikulum sekolah

internasional, kurikulum depdiknas, dan kurikulum khas Sekolah

Alam. Rapor yang diberikan kepada siswa ada dua, yaitu rapor

akademis sesuai standar diknas dan rapor khas SAI berupa

portofolio siswa.

Pada dasarnya materi yang diberikan di Sekolah Alam

sama dengan sekolah biasa, namun metode penyampaiannya

menggunakan system spider web. Apabila dalam membentuk

logika ilmiah digunakan metode spider web, maka dalam

membentuk jiwa kepemimpinan digunakan metode outbound.

Mungkin outbound ini yang paling dikenal orang dari sekolah

alam.

Dengan model spider web, siswa (diharapkan) mampu

mengaitkan pelajaran dengan kehidupan nyata dan sekaligus dapat

4http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/nanang-erma-

gunawan-spd/natual-educative-adventure-ppt-2.pdf diakses pada 12 juni 2013.

56

mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima dengan

terintegrasi.5

Kurikulum Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia pada

umumnya lebih mengedepankan pembentukan karakter dan akhlaq

siswa, sekaligus menaungi pengembangan kognitif dengan

menggunakan contextual learning yang fun. Kurikulum Sekolah

Alam Indonesia didasarkan pada tiga output proses pendidikan,

yaitu:

1. Integritas akhlak

2. Integritas logika berpikir; dan

3. Kepemimpinan

Berdasarkan pada tiga target output proses pendidikan

tersebut, maka kurikulum Sekolah Alam Indonesia terdiri dari tiga

aspek:

a. Kurikulum akhlak, yaitu melalui penanaman nilai-nilai dan

keteladanan guru, orang tua serta seluruh komponen sekolah.

b. Kurikulun kognitif, yaitu melalui active learning, diskusi serta

menjadikan alam sebagai laboratorium bagi siswa untuk belajar

langsung dari alam.

c. Kurikulum kepemimpinan, yaitu melalui dynamic group dan

Outbound Training. Dengan perbandingan guru: murid (1:10)

dengan jumlah maksimal siswa perkelas 20 siswa ditambah

guru bidang studi yang ada dari UPT Ulumuddin

(Tahsin/tahfidz, fiqh, Qur’an dan hadits), UPT Bahasa (inggris

dan arab) UPT outbound, menjadikan pembelajaran di SL SAI

menjadi lebih efektif untuk pembentukan karakter, seperti:

1. Al-Qur’an (tahsin, tahfidz, ulumul qur’an dan tafsir)

2. Pengembangan diri (outbound)

3. Outing/ekspedisi

5 http://www.sekolahalamindonesia.org/diakses pada 12 juni 2013.

57

Gambar 3.1

Model Pembelajaran Pendidikan Berbasis Alam6

Di Sekolah Alam Indonesia, anak-anak dibebaskan

bereksplorasi, bereksperimen, dan berekspresi tanpa dibatasi sekat-

sekat dinding dan berbagai aturan yang mengekang rasa ingin tau

mereka, yang membatasi interaksi mereka dengan kehidupan yang

sebenarnya, yang membuat mereka berjarak dan tidak akrab

dengan lingkungan mereka. Anak dibebaskan menjadi diri mereka

sendiri dan mengembangkan potensi dirinya untuk tumbuh

menjadi manusia yang berkarakter, berakhlak mulia, berwawasan

ilmu pengetahuan dan siap menjadi pemimpin sesuai hakikat

penciptaan manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi.

Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka

belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Mereka tidak hanya

belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam sekelilingnya.

Kegiatan yang ada di sekolah alam seperti Outbound, Kebun dan

Ternak, Market Day, Outing, Muhadhoroh dan Audiensi, Ramadhan Camp dan I’tikaf, OTFA (Out Tracking Fun Adventure), dan renang merupakan aktivitas yang banyak

menggunakan kemampuan motorik para siswa. Secara langsung

dan tidak langsung, kegiatan belajar yang bersifat eksplorasi dan

kegiatan penunjang lainnya merupakan bentuk aktivitas yang

baik untuk perkembangan motorik.7

6 Gambar diperoleh data dan dokumentasi Profil Sekolah Alam

Indonesia.

58

C. Manfaat Model Pendidikan Berbasis Alam

Sekolah Alam Indonesia merupakan sekolah dengan konsep

pendidikan yang berbasis pada keuniversalan alam semesta. Dasar

konsep Sekolah Alam Indonesia adalah Alqur’an dan Hadits

mengacu pada manusia diciptakan:

‚Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi

Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian‛ (QS:

Alhujurat:13)

Menurut Efriyani Djuwita, menyatakan bahwa ‛Sekolah

Alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang

menggunakan alam sebagai media utama dalam pembelajaran

siswa didiknya‛8.

Loula Maretta mengatakan bahwa ‛Sekolah Alam adalah

salah satu cara tepat untuk mendidik anak bangsa menjadi

pemimpin dunia. Di mana alam mendekatkan mereka pada

pencipta-Nya dan mengajarkan mereka untuk bersyukur atas

nikmat yang diberikan‛.9

Dari pendapat ini, Sekolah Alam merupakan salah satu cara

untuk mendidik anak agar tumbuh menjadi manusia yang

berkarakter tidak hanya menjadi khalifah di bumi yang mampu

mencintai dan memelihara alamnya sebagai ungkapan rasa syukur

atas nikmat yang diberikan. Sekolah Alam adalah sekolah

alternatif yang berbasis kurikulum alam.10

Sekolah Alam adalah salah satu bentuk pendidikan

alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai

pembelajaran siswa didiknya.Tidak seperti sekolah biasa yang

lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam

kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Kelebihan

Sekolah Alam dibandingkan sekolah biasa, Sekolah Alam

membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja. Namun mereka

7 Data diperoleh dari hasil wawancara terhadap bag.pendidikan

Sekolah Alam Indonesia Ciganjur. 8 Efriyani Djuwita seorang psikolog perkembangan anak dan staf

pengajar fakultas psikologi UI. 9http://sacikeas.com diakses pada 12 Juni 2013. 10Santoso Budi Satmoko, Sekolah Alternatif Mengapa Tidak

(Yogyakarta:Diva Press,2010), 9.

59

dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di

alam. Karena diakui saat ini sekolah-sekolah biasa lebih banyak

menggunakan system belajar mengajar konvensional dimana guru

menerangkan, siswa hanya mendapat pengetahuan dengan

mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang diberikan

kesempatan untuk mengalami langsung atau melihat langsung

bentuk pengetahuan yang mereka pelajari. Di Sekolah Alam,

biasanya aturan yang diberlakukan tidak sekaku sekolah biasa

dimana siswa harus duduk mendengarkan gurunya atau

mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas.

Hampir seluruh sekolah alam yang ada memiliki konsep

utama yaitu upaya memaksimalkan potensi anak untuk tumbuh

menjadi manusia yang berkarakter, berakhlak mulia, berwawasan

ilmu pengetahuan dan siap menjadi pemimpin. Metode pengajaran

sekolah alam juga membuat bersekolah lebih menyenangkan dan

anak tidak merasa terpenjara.Sekolah alam juga mendorong anak

untuk aktif dan kreatif dan bukan semata-mata mendapatkan

materi yang diberikan oleh guru. Di Sekolah Lanjutan SAI

misalnya, proses belajar lebih banyak dilakukan melalui diskusi

dan permainan.11

Sekolah Alam adalah sebuah impian yang menjadi

kenyataan bagi mereka yang menginginkan perubahan dalam dunia

pendidikan. Pendidikan yang diharapkan tidak sekedar perubahan

sistem, metode dan target pembelajaran, melainkan paradigma

pendidikan yang mengarah pada perbaikan mutu dan hasil

pendidikan itu sendiri. Sekolah Alam adalah sekolah yang

menngunakan konsep pendidikan berbasis alam semesta yang

diambil dari nilai-nilai Alquran dan al-Sunnah. Secara khusus

tujuan pendidikan Sekolah Alam (komunitas sekolah alam,2005)

adalah membantu anak didik untuk tumbuh menjadi manusia yang

berkarakter, yaitu individu yang mampu memanfaatkan, mencintai

dan memelihara lingkungannya. Hal ini didasarkan pada hakikat

penciptaan manusia adalah untuk menjadikan khalifah dimuka

bumi.

Menurut Susi Hartanti praktisi pendidikan di kota

tanggerang Konsep pembelajaran sekolah alam mengacu kepada

11http://suaramerdeka.com diakses pada 12 juni 2013.

60

filosofi alam sebagai tempat belajar. Dengan kata lain, metode dan

konsep pendidikan ini membuat anak akrab dengan lingkungan,

konsep ini membuat siswa lebih menghayati apa yang dipelajari

dan menjadikan proses belajar lebih variatif dan tidak

membosankan. Sekolah alam dengan metode belajar fun learning

juga menjadi wadah mengoptimalkan perkembangan anak.

Diantaranya, pertumbuhan hasrat ingin tahu, pembentukan

karakter dan kepribadian, perkembangan fisik dan sosial emosional

serta kognitif.

Menurut Susi, keberhasilan seseorang lebih banyak

dipengaruhi oleh emotional quotient (ESQ) dibandingkan

Intellegentia Quotient (IQ). Peran IQ hanya sekitar 5-10 persen. Di

sekolah alam, kehidupan dan lingkungan alam dijadikan sebagai

media belajar. Jadi, secara mental siswa siap menghadapi

kehidupan real.12

Proses belajar di Sekolah Alam menggunakan konsep fun learning (belajar menyenangkan) di alam terbuka memandang

konsep proses belajar ini sebagai salah satu cara memperkecil

kemungkinan suasana penuh tekanan dan kebosanan. Untuk

mendukung konsep tersebut, maka Sekolah Alam meggunakan

metode spider web Yaitu metode yang mengintegrasikan tema

dalam semua mata pelajaran.Dengan demikian, pemahaman siswa

terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, aplikatif, dan

komprehensif. Metode ini, siswa dikembangkan jiwa keingin

tahuannya melalui observasi (melihat, menyentuh, dan merasakan)

membuat hipotesis, serta berpikir ilmiah sehingga siswa dapat

memahami potensi sendiri. Sekolah Alam mengajarkan siswa

belajar tidak hanya berdasarkan atau mengandalkan text book,

tetapi belajar dengan aktif dengan situasi, kondisi, komunikasi

antara siswa dan guru yang menyenangkan tentunya diharapkan

akan memberikan motivasi belajar yang menyenangkan, dukungan

komunikasi yang hangat antara guru dan siswa memudahkan anak

dalam beradaptasi dan memahami dirinya sendiri.

Dalam keseharian di sekolah alam sama sekali tidak

ditemukan proses belajar dalam artian ‚formal‛ dan konvensional.

12http://depoknow.com/sekolah-alam-seimbangkan-kecerdasan/ diakses

pada 12 juni 2013.

61

Dalam sekolah alam rasa keingintahuan anak dapat tersalurkan.

Apapun yang mereka inginkan dapat mereka temukan di sekolah

alam. Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan

mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, pakaian, peraturan

sekolah yang ‚mematikan‛ daya kreativitas maupun guru yang

terlalu mengatur sehingga mereka dapat menemukan sesuatu yang

penting dan berarti tentang mereka dan dunia yang

mengelilinginya dalam kegiatan belajar mereka. Siswa tidak hanya

belajar dari teori-teori belaka yang diberikan oleh guru, mereka

justru memperoleh pengetahuan dari apa yang mereka amati dan

mereka perhatikan melalui proses belajar mereka.

Kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan pada anak-

anak di sekolah alam adalah kemampuan membangun jiwa,

keinginan melakukan observasi, membuat hipotesa, serta

kemampuan berfikir ilmiah. Belajar di alam terbuka secara

naluriah akan menimbulkan suasana fun, tanpa tekanan dan jauh

dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada

anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah pun menjadi identik

dengan kegembiraan. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar

penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh,

merasakan dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap

pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami

potensi dasarnya sendiri. Setiap anak dihargai kelebihannya dan

dipahami kekurangannya. Mereka diarahkan untuk belajar secara

aktif. Di mana guru berperan sebagai fasilitator. Siswa belajar

tidak untuk mengejar nilai, tetapi untuk memanfaatkan ilmunya

dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki logika

berpikir yang baik, mencermati alam lingkungannya menjadi

media belajarnya dengan metode actionlearning dan diskusi.13

Anak-anak belajar dari pembiasaan. Sesuatu yang dekat,

yang terus menerus ’disentuhkan’, akan membentuk pemahaman

anak mengenai hal tersebut. Pemahaman yang melekat dan telah

menjadi konsep diri, akan terus dibawa hingga dewasa. Sekolah

alam, menawarkan sebuah metode pembelajaran luar ruangan yang

13Data diperoleh dari wawancara dengan bag. pendidikan Sekolah

Alam Indonesia ciganjur dan Dokumentasi Profil Sekolah Alam Indonesia

Ciganjur.

62

akan mendekatkan anak-anak pada suatu kondisi asri, alami, dan

murni. Melalui pendidikan ini, anak diberi kesempatan untuk

mengenali ciptaan Tuhan, berinteraksi secara intens, memahami,

bersikap, berperilaku. Dan tentunya juga merasakan efek timbal

balik dari apa yang telah dia lakukan terhadap lingkungannya.

Belajar di alam, belajar dengan suasana alam, belajar bersama

alam, membawa suasana tersendiri yang mempengaruhi pikiran,

hati dan jiwa anak ketika belajar. Bahkan ketika ternyata di

sekolah alam, anak bisa belajar bersama dengan orangtuanya.

Dari manfaat kegiatan di alam terbuka tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kegiatan alam lebih banyak membantu

membina kecerdasan emosi seseorang. Hampir sebagian besar

keberhasilan dan kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan

emosinya. Dengan demikian, pendidikan alam yang berisi kegiatan

di alam akan membantu membina kecerdasan emosi anak didik

menjadi manusia yang berhasil dan sukses dalam kehidupannya

kelak.

D. Tingkat Kecerdasan Emosional pada Siswa Sekolah

Lanjutan (SAI)

Instrument yang digunakan penulis untuk mengukur

tingkat kecerdasan emosional siswa Sekolah Lanjutan SAI adalah

kuesioner model likert yakni kuesioner yang berupa pernyataan

yang berjumlah 27 item dalam bentuk kontinu dengan 4 alternatif

jawaban atau tanggapan. Masing-masing tanggapan diberi skor

berbeda karena disesuaikan dengan pernyataan yang favorable dan

unfavorable. Pernyataan favorable yang sangat sesuai (SS) diberi

skor 4, sesuai (S) diberi skor 3, tidak sesuai (TS) diberi skor 2,

sangat tidak sesiau (STS) diberi skor 1. Sedangkan pernyataan

unfavorable akan menjadi sebaliknya yakni sangat sesuai (SS)

diberi skor 1, sesuai (S) diberi skor 2, tidak sesuai (TS) diberi skor

3, sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 4. Dari seluruh nilai hasil

penghitungan terhadap skor kecerdasan emosional yang

didapatkan oleh siswa yang berjumlah 90 siswa, dengan tiga

kategori pengelompokan yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat

kategori diperoleh berdasarkan nilai mean dan standar deviasi karena data berdistribusi normal, didapat rentang nilai X<84.288

dengan kategori rendah didapat sebanyak 17 siswa dengan

63

persentase 18.9%, sedangkan rentang nilai X>103.692 dengan

kategori tinggi sebanyak 31 siswa dengan persentase 34.4%, dan

rentang nilai X>84.288 dan X<103.692 dengan kategori sedang

sebanyak 42 siswa dengan persentase 46.7%.

Histogram 3.2

Skor Kecerdasan Emosional Siswa

Untuk mempermudah memahami gambaran kecerdasan

emosional pada siswa Sekolah Lanjutan maka penulis

menguraikan aspek-aspek kecerdasan emosional yang didapat dari

temuan data peneliti sebagai mana uraian berikut:

1. Mengenal Emosi Diri

Mengenal emosi diri merupakan salah satu aspek dalam

kecerdasan emosional yang harus dimiliki siswa, mengenal emosi

diri akan memudahkan siswa dalam menghadapi proses belajar

mengajar di sekolah, dengan berbagai macam teman dan

lingkungan yang berbeda. Alqur’an mendorong kita untuk

memahami perasaan emosi kita, yang terdapat pada surat (al-

An‘a>m: 3) 14

14

0

2

4

6

8

10

12

81 83 85 87 89 92 97 101 104 106 108

64

Dalam memulai belajar para peserta didik dituntut untuk

memiliki kesadaran diri yang aktif, kesadaran aktif adalah kondisi

dimana seseorang menitik beratkan pada inisiatif, mencari dan

menyeleksi stimulus dan respon.15

Mengenal emosi diri pada siswa mencakup:1)kesadaran

emosi diri, 2)Penilaian diri, 3) Percaya diri.

Berikut ini gambar dan grafik aspek mengenal emosi diri

pada siswa Sekolah Lanjutan. Menurut analisa data penelitian,

didapatkan data terkait aspek mengenal emosi dapat dilihat pada

gambar dibawah ini:

gambar 3.2

Persentase Tingkat Mengenal Emosi Diri Siswa Sekolah

Lanjutan

Tingkat dimensi mengenal emosi diri siswa pada siswa

Sekolah Lanjutan terletak pada kategori sedang dengan persentase

terbesar yaitu 56%. Kesadaran siswa Sekolah Lanjutan muncul

karena proses belajar yang mempengaruhi kesadaran siswa dalam

belajar. Berdasarkan wawancara terhadap bidang akademik

diketahui bahwa sistem pendidikan Sekolah Lanjutan bertujuan

mencerdaskan siswa akan mampu membentuk manusia yang

mempunyai pola pikir yang logis, kritis dan reflektif, serta mampu

mengungkapkan isi pikirannya, berwawasan luas dan mempunyai

3. Dan dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; dia

mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan

mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. 15Rahayu Gininginintasari, ‚kesadaran diri‛ Jurnal Psikologi

Pendidikan 2, no.1 (2009):47-55.

tinggi34%

sedang56%

rendah10%

65

daya analisis yang tajam. Kesadaran siswa Sekolah Lanjutan

dalam belajar juga dipengaruhi oleh sikap guru dalam mengajar

yang selalu memperhatikan kreativitas, sikap kritis dan potensi

siswa dalam mengajar.16

Hal ini senada dengan pendapat Elika Dwi Murwani yang

mengatakan ciri-ciri pokok dari pembelajaran yang membangun

kesadaran adalah belajar dari realitas atau pengalaman, tidak

menggurui dan dialogis. Pola pembelajaran searah kurang dapat

menumbuhkan kesadaran. Peran guru yang lebih tepat untuk

membangun kesadaran adalah sebagai fasilitator, dan siswa

sebagai subjek bukan objek pembelajaran.17

Sementara tingkat kecerdasan emosional dimensi mengenal

emosi diri kelas 7, 8, dan 9 berdasarkan hasil penghitungan dari

seluruh skor nilai dapat dilihat dari grafik berikut berikut:

Grafik 3.1

Dimensi Mengenal Emosi Diri Pada Siswa Sekolah

Lanjutan

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa siswa

kelas 9 memiliki aspek mengenal emosi diri pada kategori tinggi

lebih banyak di banding siswa kelas 7 dan 8. Mengenali emosi diri

sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan

sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar

16 Data diperoleh dari wawancara terhadap guru bidang akademik

Sekolah Lanjutan. 17 Elika Dwi Murwani, ‚Peran Guru dalam Membangun Kesadaran

Kritis Siswa‛, Jurnal Pendidikan Penabur - No.06/Th.V/Juni 2006: 60.

613

1016 23

563

8

0%

20%

40%

60%

80%

kelas 7 kelas 8 kelas 9

tinggi sedang rendah

66

dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan

kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan

emosinya sendiri. Menurut Mayer kesadaran diri adalah waspada

terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati,18

bila

kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran

emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum

menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu

prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu

mudah menguasai emosi. Tentunya hal ini tidak terlepas dari

pengaruh atau faktor lingkungan yang berada disekitarnya

khususnya siswa yang berada disekolah terutama siswa kelas 9

dengan kondisi yang lebih lama dikenalkan dengan pendidikan di

sekolah tentunya lebih berpengaruh terhadap self awwarance siswa

dengan ini mereka lebih mengetahui dan memahami tujuan belajar

mereka serta memahami apa yang diiniginkan dan dirasakan.

Melalui tingkat mengenal emosi diri yang baik siswa akan

lebih mudah menerima perbedaan kondisi dan situasi belajar

sehingga secara sadar akan melakukan aktifitas belajar dengan

baik di sekolah. Mengenal emosi diri siswa Sekolah Lanjutan

dipengaruhi berbagai faktor antara lain pola asuh orang tua,

pergaulan dengan lingkungan, serta pengaruh lingkungan

sekolah/pendidikan.

Hal ini disebabkan karena pola asuh orang tua, lingkungan

rumah dan sekolah berorientasi kepada pengenalan realitas diri

manusia dan dirinya sendiri. Hal ini senada dengan ungkapan

Fraire pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas

diri manusia dan dirinya sendiri, sistem pendidikan yang ada

selama ini dapat diandaikan sebagai sebuah‚bank‛ (banking concept of education).19

Kapasitas mengenal emosi diri dalam Islam adalah

menyadari eksistensinya sebagai manusia makhluk ciptaan Allah

18Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya (Jakarta :

PT. Gramedia, 2001), 64. 19 Elika Dwi Murwani, ‚Peran Guru dalam Membangun Kesadaran

Kritis Siswa‛, Jurnal Pendidikan Penabur - No.06/Th.V/Juni (2006): 60.

67

yang harus menjalankan fungsinya sebagai khalifah.20

Sebagai

ciptaan Allah yang punya kewajiban untuk mengabdi dan

beribadah kepada Allah SWT, dengan menggunakan hati, akal,

pendengaran dan penglihatan untuk menyadari akan fungsi

manusia diciptakan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam

Alqur’an surat al-Dha>riya>t ayat 56.21

Lefrancois mendefinisikan istilah kesadaran diri menjadi

tiga bagian: pertama, Harga diri, adalah cara yang positif atau

negatif seseorang memandang dirinya sendiri. Hal ini juga

memerlukan keinginan untuk dijunjung tinggi oleh orang lain.

Kedua, Konsep diri, adalah konsep bahwa seorang individu yang

memiliki dirinya sendiri. Pengertian diri sering terkait dengan

individu, keyakinan tentang bagaimana orang lain memandang

mereka. Ketiga, Aktualisasi diri adalah proses atau tindakan

menjadi diri sendiri, mengembangkan satu potensi, mencapai satu

kesadaran identitas, dan memuaskan diri sendiri.22

Harga diri seseorang bisa dibangun melalui pengakuan diri

dari seseorang atau sebaliknya, oleh karenanya penting bagi

seorang pendidik untuk memberikan identitas pada seorang pelajar

untuk meningkatkan harga diri pelajar, sehingga siswa bisa

memposisikan diri di mana dan ke mana ia akan bertindak melalui

konsep diri dan akhirnya bisa mengaktualisasikan diri meraka.

Biasanya aktualisasi diri muncul adanya motivasi untuk memenuhi

kebutuhan, Abraham Maslow menjelaskan bahwa orang yang

mampu merealisasikan dirinya selain terpenuhi tingkat kebutuhan,

mereka juga mengalami adanya perubahan yang sehat dalam

memandang diri, orang lain, dan dunia,memiliki spontannitas yang

lebih besar dan kreatif, serta mampu menilai dirinya dengan lebih

baik. Maslow memandang manusia yang telah mengaktualisasikan

dirinya berarti telah memiliki niali-nilai kebenaran kebaikan,

20 Maryatul Kibtyah, ‚Penerapan Enam Dimensi Dasar Positif Teori

Eksistensi Humanistik Dalam Konseling Islam‛, Jurnal Psikologi Islam 19, no.1

(2008):2-3. ا جل ـو ق ت ت قاواـ و و ا و وا 21 ا اقجل ق و اوا جل ن ا اجل نا و ق ت22 Concepts Of Self Awarenes, Baylor University.s Community

Mentoring for Adolescent Development 192 http://www.mentoring.org/

diakses pada 2 Juli 2014.

68

keindahan, keutuhan, keunikan, kesempurnaan, keadilan,

keteraturan, kesederhanaan dan kemampuan.23

Keterkaitannya dalam dunia pendidikan adalah semua

komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada

terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan,

yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu,

sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik

dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya,

serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus

individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam

merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan belajar

dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri

dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia

akan berkembang. Dalam hal ini teori humanistik mampu

menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.

Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik

dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas,

sehingga upaya pembelajaran apa pun dan pada konteks mana pun

akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya.

Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke

dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional,

namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep,

taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat

membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat

kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam

menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti

perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi

pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah

pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.24

2. Manajemen Emosi

Manajemen emosi diri dalam belajar di sini dimaksudkan

sebagai sebuah usaha untuk pembuatan strategi untuk mengelola

pengetahuan atau pemikiran, di mana di dalamnya mencakup

23 Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham

Maslow (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987), 59-60. 24 Siti Fatonah, ‚Aplikasi Aspek Kognitif Teori Bloom dalam

Pembuatan Soal Kimia‛, Jurnal Kaunia Vol.1, No.2, (2005): 154.

69

merencanakan, memonitor dan memodifikasi pengetahuan, usaha

dalam belajar, serta pemahaman terhadap pembelajaran,

pengingatan, dan pemahaman dari materi yang telah didapat dari

belajar.25

Ketika para peserta didik mengetahui cara mengelola

emosi mereka untuk lebih giat dalam belajar maka muncullah teori

yang bernama self regulated learning. Istilah self regulated learning berkembang dari teori kognisi social. Menurut Bandura

teori kognisi sosial, manusia merupakan hasil struktur kausal yang

interdependen dari aspek pribadi (person), perilaku (behavior), dan

lingkungan (environment). Ketiga aspek ini merupakan

aspek‐aspek determinan dalam Self regulated learning. Ketiga

aspek determinan ini saling berhubungan sebab akibat, di mana

seseorang berusaha untuk meregulasi diri sendiri (self regulated),

hasilnya berupa kinerja atau perilaku, dan perilaku ini berdampak

pada perubahan lingkungan, dan demikian seterusnya.26

Pengaturan belajar individu merupakan aspek penting

untuk memperoleh prestasi yang baik dalam studi.27

Pengaturan

belajar individu lebih pada penerapan prinsip atau idealisme

seorang peserta didik dalam belajar. Pengaturan belajar individu

ini akan sangat berperan bagi keberhasilan studi,28

karena dengan

pengaturan yang telah dipersiapkan dan direncanakan terlebih

dahulu, biasanya akan memberikan kita arahan yang dapat

mengarahkan menuju kesuksesan, dalam hal ini tentu prestasi

belajar yang optimal Zimmerman & Martinez‐Pons

mendefinisikan self regulated learning sebagai tingkatan di mana

partisipan secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan

perilaku dalam proses belajar.29Self regulated learning juga

25Paul R Pintrich & Groot, ‚Motivational and Self-Regulated Learning

Components of Classroom Academic Performance‛, Journal of Educational Psycology, vol 82, No. 1,(1990):33-40.

26Albert Bandura, ‚Social cognitive theory: An Agentic Perspective‛,

Asian Journal of Social Psychology, Vol 2, (1999):21–41. 27L.Corno & Rohrkemper, ‚The Intrinsic Motivation to Learn in

Classrooms‛, Reseach on Motivation, vol 2, (1985):53-90. 28L. Corno & Rohrkemper, The Intrinsic Motivation to Learn in

Classrooms, Reseach on Motivation, vol 2,(1985):53-90 29Zimmerman & Martinez, “Pons Students Differences in Self

Regulated Learning: Relating Grade, Sex, and Giftedness to Self Efficacy and

Strategy Use‛, Journal of Educational Psychology, 82 (1), (2001):51‐59.

70

didefinisikan sebagai bentuk belajar individual dengan bergantung

pada motivasi belajar mereka, secara otonomi mengembangkan

pengukuran (kognisi,metakognisi, dan perilaku), dan memonitor

kemajuan belajarnya.30

Siswa yang belajar dengan regulasi diri

bukan hanya tahu tentang apa yang dibutuhkan oleh setiap tugas,

tetapi mereka juga dapat menerapkan strategi yang dibutuhkan.

Siswa dapat membaca secara sekilas ataupun secara seksama.

Siswa dapat menggunakan berbagai strategi ingatan atau

mengorganisasikan materinya. Ketika siswa menjadi lebih

knowledge able (memiliki/menunjukkan banyak pengetahuan,

kesadaran, atau inteligensi) di suatu bidang, mereka menerapkan

strategi secara otomatis. Alhasil, mereka telah menguasai sebuah

repertoar strategi dan taktik pembelajaran yang besar dan

fleksibel.31

Mengelola diri Bagaimana seseorang dapat dan harus

mengelola dirinya sehingga menjadi diri yang sehat, efektif,

produktif serta muttaqin.

Dimensi manajemen emosi siswa mencakup: 1)

pengendalian emosi, 2) mudah menerima dan terbuka, 3) sifat

dipercaya. Menurut analisa data penelitian, didapatkan data terkait

aspek menajemen emosi diri siswa Sekolah Lanjutan SAI dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.3

Persentase Tingkat Manajemen Emosi Siswa Sekolah

Lanjutan

30Baumert et all, Self Regulated Learning as Cross Cultural

Concept.(2002)dari http://www.mpibberlin.mpg. diakses pada 13 mei 2014. 31Woolfolk, Educational Psychology. Active Learning Edition Tenth

Edition. Boston: Allyn & Bacon,(2008) dari http://www.uky.edu/~ diakses pada

13 Mei 2014.

71

Tingkat manajemen emosi siswa berada pada kategori

tinggi dengan nilai persentase 38%. Hal ini ditandai oleh siswa

dengan pengaturan emosi yang baik dalam belajar. Berdasarkan

pengisian kuesioner dan observasi didapatkan bahwa manajemen

emosi ditandai dengan kemampuan pengendalian emosi ketika

marah, mendapat ejekan dan mempunyai tanggung jawab yang

besar serta dapat di percaya.32

Hal ini disebabkan pengaruh kedisplinan yang terdapat di

sekolah alam, dengan menanamkan kedisiplinan seperti

mengharuskan semua siswa shalat berjama’ah, membuang sampah

pada tempatnya, kemudian guru memberikan hukuman bagi yang

melanggar sehingga menjadikan siswa memiliki manajemen yang

baik. Asumsi di atas sesuai dengan perkataan Charles C. Manz

yang memandang bahwa kedisiplinan adalah bagian dari

manajemen. Disiplin adalah cabang pengetahuan atau

pembelajaran, pelatihan yang mengembangkan kontrol diri,

karakter, keteraturan, kepatuhan terhadap otoritas dan kontrol.33

Joyce Moskowitz juga menggambarkan disiplin sebagai latihan

yang membenarkan, membentuk dan menyempurnakan.34

Dalam Islam manajemen emosi biasanya dikaitkan dengan

menahan marah yang mana, kemarahan dapat diterapi dengan

berwudhu, karena marah itu ibarat bara api yang bergejolak dan

hanya dapat padam jika disiram dengan air. Manajemen emosi bisa

berfungsi lebih efektif dan optimal jika dibarengi dengan zikrullah

32 Data diperoleh dari hasil kuesioner pada siswa Sekolah Lanjutan . 33 Charles C Manz, Manajemen Emosi (Yogyakarta:Think, 2007), 28. 34 Joyce Moskowitz, Hooked and Feeling (Davie,FL: Clear Vision

Publishing, 2000), 122.

tinggi38%

sedang29%

rendah33%

72

(mengingat Allah), beristighfar kepada-Nya, mengingat kematian,

berbaik sangka, berpikir positif, dan bersabar.35

Dalam rentang kehidupan individu akan mengalami

kebingungan tentang diri dirinya, siapa dirinya dan bagaimana

orang lain memadang diri. Manusia dapat menilai diri secara

multidimensi dan mengelola diri sebagai hasil penilaian yang

dilakukan. Berbagai permasalahan psikologis dialami oleh individu

karena individu tidak mengenal dan tidak mampu mengelola diri.

Mengelola diri berarti kita mengelola perilaku kita secara

universal, termasuk didalamnya fikiran, perasaan, kalbu, perkataan

dan perbuatan kita sesuai dengan ajaran Allah (al-Islam).

Namun pada kenyataannya bahwa memikirkan tentang diri

sendiri itu justru lebih sulit dari pada memikirkan orang lain. Hal

ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa

barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.

Mengingat berbagai sifat yang ada pada manusia, maka diperlukan

adanya upaya untuk menjaga agar manusia tetap menuju ke arah

yang diridhai Allah, menuju citranya yang terbaik, dan agar tidak

terjerumus ke arah yang dihinakan Allah. Seperti yang dilukiskan

Allah dalam surat Al-Tin dan surat al-‘Asr yang dapatlah

dikatakan sebagai latar utama mengapa konseling Islam itu

diperlukan Jika seseorang telah mampu memahami dan mengenal

dengan baik tentang dirinya baik dari aspek jasmani maupun

rohani, maka ia akan dapat merasakan fungsi potensi dirinya itu.

Kekuatan serta potensi mengenal secara mendalam tentang

eksistensi jasmani dan rohani dapat dicapai melalui bimbingan

dan pengajaran Allah yang dihasilkan dari esensi ketakwaan dan

penghambaan yang sangat tinggi dan suci kepada-Nya. Manusia

memiliki kepribadian yang multidimensi dan unik. Kerena

keunikannya ini manusia sampai sekarang banyak yang belum

dapat mengenali dirinya sendiri secara penuh.

Sementara tingkat kecerdasan emosional dimensi

manajemen emosi kelas 7, 8 dan 9 berdasarkan hasil penghitungan

dari seluruh skor nilai dapat dilihat dari grafik berikut:

Grafik 3.2

35Muhbib Abdul Wahab, Manajemen Emosi,

http://www.iaincirebon.ac.id diakses pada 2 Juli 2014.

73

Dimensi Manajemen Emosi Pada Siswa Sekolah Lanjutan

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa tingkat

manajemen emosi diri kelas 9 dan 8 lebih tinggi di bandingkan

kelas 7, menurut Muhyidin manajemen emosi merupakan suatu

proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

pengevaluasian segala sifat dan tindak tanduk diri kita sendiri

dengan subjek pelaksana diri kita dan objek pelaksana diri kita

sendiri.36

pada tahap ini siswa kelas 9 dan 8 lebih mampu untuk

mengelola emosi mereka, karena dengan pendidikan yang baik,

seseorang memperoleh pengalaman belajar meliputi aspek-aspek

pengetahuan dan sikap. 37

Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh

Maslow, seorang psikolog humanistik, mengatakan sesuatu yang

berkaitan dengan pengembangan kepribadian yang sehat dan

penciptaan konsep diri, Maslow mengambil posisi bahwa

kompetensi seseorang secara langsung dipengaruhi oleh pandangan

ia memandang dirinya sendiri. Maslow merasa bahwa manusia

bergerak sepanjang hierarki kebutuhan. Kebutuhan menjadi dua

kelompok yang berbeda, kebutuhan dasar dan kebutuhan meta

(meta needs). Kebutuhan dasar meliputi fisiologis (makanan dan

minuman), keamanan (baik fisik dan keamanan mental), dan cinta

(afiliasi, penerimaan, dan kasih sayang), dan harga diri

(kompetensi, persetujuan, dan pengakuan). Kebutuhan meta atau

kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan tingkat yang lebih

tinggi menurut Maslow The meta needs termasuk keinginan

36Muhammad Muhyidin, Cara Islami Melejitkan Citra Diri (Jakarta,

Lentera, 2003), 227-228. 37Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 80-81

4

16

1621

12

3

11 7

0%

20%

40%

60%

80%

kelas 7 kelas 8 kelas 9

tinggi sedang rendah

74

manusia seperti pengetahuan, pemahaman, keadilan, kebenaran,

keindahan, dan ketertiban. Penting untuk dicatat bahwa kebutuhan

menurut Maslow disusun secara hierarki karena mereka

memberikan dasar untuk satu sama lain. Jika, kebutuhan fisik

tidak terpenuhi, kebutuhan yang lain tidak relevan. Dengan kata

lain, jika seseorang lapar, ia tidak menginginkan penerimaan atau

pengetahuan.38

Kelas 8 dan 9 lebih mampu mengelola emosinya di

bandingkan kelas, hal ini karena siswa kelas 8 dan 9 lebih bisa

menghargai dan mengenali diri mereka dalam memenuhi

kebutuhan diri meraka.

3. Motivasi

Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu,

sehingga tanpa sebuah motivasi bisa dipastikan seseorang tidak

akan melakukan sesuatu. Dimensi motivasi kecerdasan emosional

pada pembelajaran disebut motivasi belajar. Motivasi belajar

merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa

yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan

kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi

mencapai tujuan.39

Motivasi dapat menentukan baik tidaknya

mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan

semakin besar kesuksesan yang diraih.

Untuk memahami tingkat motivasi siswa Sekolah Lanjutan

dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.4

Persentase Tingkat Motivasi Siswa Sekolah Lanjutan

38

Concepts Of Self Awarenes, Baylor University.s Community

Mentoring for Adolescent Development: 198 http://www.mentoring.org/

diakses pada 2 Juli 2014. 39 Winkel, WS, Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT. Grasindo,2005), 92.

75

Dari gambar diatas menunjukkan bahwa motivasi siswa

Sekolah Lanjutan dalam kategori baik sehingga mampu

mewujudkan hasil belajar yang baik. Hasil wawancara dan

observasi didapatkan bahwa motivasi belajar siswa berhubungan

dengan beberapa faktor diantaranya faktor instrinsik dari dalam

dirinya, metode pengajaran, dan pengaruh orang tua

berpendidikan.

Hal ini senada dengan pendapat Maslow dengan teori

kebutuhannya. Menurut Maslow dalam teori kebutuhannya, dia

mengatakan bahwa kebutuhan orang sangat tergantung pada apa

yang mereka siapkan yang membutuhkan adanya motivasi.

Berkaitan dengan kebutuhan yang dijelaskan oleh Maslow dalam

manusia di ciptakan dan diberkahi dengan beberapa instink dan

insentifitas berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan

hidup manusia, memang benar bahwa instink dan insentif

mempengaruhi kehidupan dan perilaku manusia, tetapi

kepentingan mereka berasal dari kekuatan yang memotivasi

mereka dan mempengaruhinya.40

Kebutuhan internal yang memberi energi dan mengarahkan

perilaku kita, kemudian insentif eksternal merupakan faktor

pendorong untuk perilaku tertentu. Dalam Alqur’an motivasi yang

berkaitan dengan kebutuhan intern dan kebutuhan external

didasari dengan konsep ganjaran dan hukuman. Manusia akan di

beri ganjaran ketika ia melakukan apa yng di perintahkan oleh

Allah dan akan diberi hukuman ketika melanggar

Apabila dalam diri sudah ada sebuah dorongan yang kuat

untuk melakukan sesuatu maka faktor apapun dari luar dapat

40http://iepistemology.net diakses pada 12 Juni 2014.

tinggi41%

sedang45%

rendah14%

76

dihadapi. Hal ini juga berarti locus of kontrol individu tersebut

lebih dominan dari internal diri. Motivasi belajar siswa untuk

berprestasi menurut McClelland dalam The Encyclopedia

Dictionary Of Psychology yang disusun oleh Hare dan Lamb

seperti yang dikutip Jaali mengungkapkan bahwa motivasi

berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan

pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar

keahlian.41

Motivasi berprestasi merupakan dorongan yang

mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan

tujuan agar mendapat tingkat standar tertentu. Menurut

McClelland, motivasi berprestasi merupakan ‚a predisposition to compete against internalized standar of excellence‛. Kebutuhan

akan sukses inilah yang memotivasi seseorang untuk meraih

kesuksesan atau prestasi. 42

Henry Murray sejak tahun 1938 sudah

mencetuskan konsep Murray’s Taxonomy of 20 Needs, salah satu

dari 20 taksonomi kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk

berprestasi (needs for achievement), dia menjelaskan bahwa

kebutuhan untuk berprestasi adalah sebagai kebutuhan untuk

mengatasi kesulitan, untuk menguasai, untuk mengungguli, untuk

menyaingi dan melampaui yang lainnya, untuk menanggulangi

rintangan dan kebutuhan untuk mencapai standar yang tinggi.43

Manusia membutuhkan adanya organisasi yang bisa

mengelola hirarki kepentingan, yaitu psikologi, keselamatan,

kepemilikan dan aktualisasi diri. Dalam Islam teori ini tidak lahir

secara induktif sebagaimana terjadi di Barat, sedangkan Islam

secara langsung mengajarkan adanya teori-teori ini melalui

isyarat-isyarat syariyah, baik dari Alqur’an maupun sunnah yang

kemudian dapat di i'tibari dan pada gilirnnya dapat dirumuskan

sebagai qawaid al-ah{kam. Teori-teori motivasi dalam Islam tidak

lepas dari kerangka maqas{id syari’ah sebagai suatu konsep

landasan dan tujuan pencapaiannya. Belajar dan pembelajaran

sangat dipengaruhi oleh sebuah motivasi. Melalui motivasi yang

baik maka siswa akan mudah melakukan aktifitas belajar yang

akan meningkatkan hasil belajar yang baik.

41 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara, 2011),103. 42 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara, 2011), 285. 43 Henry D Murray, Exploration in Personality (New York: John Wiley

&Sons 1938),164.

77

Dalam beberapa literature pendidikan Islam terutama yang

berbahasa Arab, motivasi disepadankan dengan kata niat.

Pemikiran pendidikan Islam klasik mempunyai khazanah yang

cukup luas membahas persoalan motivasi belajar ini. Pembahasan

tentang niat tersebut setidaknya menunjukkan bahwa niat

mempunyai posisi yang penting dalam proses belajar dan tujuan

belajar. Seorang pelajar haruslah mempunyai niat dalam proses

belajarnya. Niat belajar menentukan suatu orientasi dan tuntunan

ke mana proses belajar itu diarahkan atau secara sederhana niat

menentukan arah tujuan yang ingin dicapai.

Niat pelajar dalam proses belajarnya merefleksikan

motivasi dan tujuan yang hendak dicapai olehnya Mengenai niat

ini, al-Zarnuji 44

mendasarkan pandangan tentang posisi dan

eksistensi niat belajar pada hadits Nabi Muhammad Saw,. Hadits

tersebut adalah, ‛Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada

niat‛. Dari Amir al-Mu‘minin Abu Hafsh Umar Ibn al-Khaththab

Ibn Nufail Ibn Abdal-Uzza Ibn Riyah Ibn Abd Allah Ibn Qurth Ibn

Razah Ibn ‘Adiy Ibn Ka’ab Ibn Lu’ay Ibn Ghalib al-Qurasyiy al-

Adawy r.a, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw., bersabda:

Setiap amal tergantung niat. Setiap amal tergantung pada apa

yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan

Rasul Nya, maka hijrahnya tertuju pada Allah dan Rasul Nya. Dan

barang siapa yang melakukan hijrah demi kepentingan dunia yang

akan diperolehnya atau karena perempuan yang akan dinikahinya,

maka hijrahnya sebatas pada apa yang menjadi tujuannya‛. (HR.

Bukhari dan Muslim)45

Niat mempunyai arti maksud.46

Setiap maksud adalah niat.

Ketika seseorang mempunyai maksud untuk melakukan sesuatu,

pastilah seseorang itu berniat atau menyengaja untuk melakukan

sesuatu. Tidak dapat dipungkiri, kata niat banyak didominasi oleh

pemikiran fiqh. Fuqaha menjelaskan niat cenderung bersifat teknis

44Rudi Ahmad Suryad, ‚Motivasi Belajar Perspektif Pendidikan Islam

Klasik, (Studi atas pemikiran al-Jarnuzi)‛, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 10 No. 1, (2012):58.

45Lihat al-Nawawi,Riyadh al-S{alihi>n,terj. Ahmad Sunarto (Jakarta:

Pustaka Amani, 1999), 2. 46Lihat Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir

(Yogyakarta:Krapyak,1992), 1058.

78

yang hanya tertuju pada kegiatan ibadah tertentu yang kadang-

kadang sisi esoterisnya terabaikan. Niat lebih terorientasi pada

praktik ibadah tertentu. Dan kalaulah praktik ibadah itu tidak

disertai dengan niat maka tidak sah hukumnya, sesuai dengan

pemaknaan hadis tentang niat tersebut, maka fuqaha cenderung

mengartikan niat sebagai qasd al-syai‘i muqtaran bi fi’lihi (menyengaja melakukan sesuatu bersamaan dengan pekerjaannya).

Oleh karena itu, pengertian yang diajukan oleh fuqaha

cenderung teknis-eksoteris. Dalam uraian yang lebih panjang niat

adalah membangkitkan hati untuk melakukan sesuatu sesuai

dengan maksud tertentu baik untuk mendatangkan manfaat

ataupun mencegah mad{arat.47

Definisi ini tidak netral lagi, definisi seperti ini

mengandung nilai aksiologis-etis, yaitu niat itu harus

mendatangkan manfaat dan mencegah mudharat. Pengertian ini

didorong oleh kerangka landasan syar’iyyah yang menyatakan

suatu pekerjaan itu haruslah mendatangkan kemanfaatan sesuai

dengan prinsip jalb al-mas{a>lih wa dar’ al-Mafa<sid, dari hadis di

atas mengisyaratkan bahwa belajar seseorang harus mempunyai

niat dan berorientasi pada tujuan pencapaian ridha Allah. Seorang

pelajar harus mempunyai niat untuk mencapai ridha Allah, bukan

semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dunia. Untuk

mencapai ridha Allah, seorang pelajar haruslah ikhlas dan sadar

bahwa ia diciptakan oleh Allah dalam keadaan fithrah dan diberi

potensi akal oleh Allah.

Sementara tingkat kecerdasan emosional dimensi

motivasi kelas 7,8, dan 9 berdasarkan hasil penghitungan dari

seluruh skor nilai dapat dilihat dari garfik berikut:

Grafik 3.3

Dimensi Motivasi Pada Siswa Sekolah Lanjutan

47 Al-Khulli, al-Adab al-Nabawi> (Beirut:dar> al-fikr, tt),12.

79

Perbedaan kategori pada dimensi motivasi siswa yang

terjadi di sebabkan faktor-faktor yang berbeda. Melalui beberapa

wawancara dan observasi siswa yang memiliki motivasi pada

kategori tinggi biasanya disebabkan oleh faktor keluarga mereka

yang memiliki latar belakang tingkat pendidikan yang tinggi,

selain itu pemberian penghargaan pada siswa kepada beberapa

siswa yang memiliki akademik baik dari sekolah juga memberikan

pengaruh pada siswa pada aspek motivasi.48

Siswa yang memiliki motivasi diri berharap akan berhasil

dan tidak mengalami kesulitan dalam menetapkan sasaran yang

tinggi bagi diri sendiri. Sebaliknya siswa yang tidak termotivasi

hanya mengharapkan keberhasilan yang seadanya. Dalam sebuah

studi yang dirancang untuk menemukan mengapa siswa-siswa di

Amerika menunjukkan prestasi di bawah rata-rata dibanding siswa

dari jepang dan hongkong, Harorld W.Stevenson dan Shin Ying

Lee mewancarai hampir 1500 siswa dan ibu mereka dikelas satu

dan di kelas lima. Mereka menemukan bahwa siswa-siswa dari

ketiga latar belakang tersebut tidak mempunyai perbedaan dalam

kemampuan intelektual melainkan perbedaan yang nyata adalah

hal minat dan harapan orang tua mereka.49

48 Data diperoleh dari wawancara dan observasi terhadap siswa yang

memiliki kategori tinggi pada aspek motivasi. 49 Lawrence E.Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence pada

Anak, terj. Alex Tri Kantjono (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum, 1998),

230.

7

19

913

13 78

7

7

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

kelas 7 kelas 8 kelas 9

tinggi sedang rendah

80

4. Empati

Untuk memahami tingkat dimensi empati siswa Sekolah

Lanjutan dapat dilihat pada gamabar di bawah ini:

Gambar 3.5

Persentase Tingkat Empati Siswa Sekolah Lanjutan

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa tingkat empati

siswa berada pada kategori tinggi. Tingkat empati yang tinggi

pada siswa Sekolah Lanjutan ditandai dengan adanya praktek

berbuat baik kepada sesama yang tentunya dengan bimbingan dari

guru. Hal ini karena salah satu cara yang paling sederhana dan

paling efektif untuk mengajarkan empati pada anak menurut

Shapiro adalah mempraktekan ‚kebaikan secara acak‛.50

Selain itu,

dengan bertambah matangnya wawasan dan kemampuan

emosional dan intelektual anak-anak secara bertahap belajar

mengenali tanda-tanda kesedihan orang lain, dan mampu

menyesuakan kepeduliannya dengan perilaku yang tepat. Menurut

Watson kemampuan empati adalah kemampuan seseorang untuk

mengenal dan memahami emosi, pikiran, serta sifat orang lain.51

Langfeld dalam Escalas dan Stern menjabarkannya sebagai

kemampuan untuk berada dalam kondisi perasaan orang lain (in feeling).

52 Kemampuan tersebut berupa respon emosional yang

sangat menyerupai respon emosional orang lain,53

namun tidak

50Lawrence E.Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence pada

Anak, terj. Alex Tri Kantjono (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum, 1998), 57. 51 D.LWatson,Tragerhan,and J Frank, Social Psychology: Science and

Application ( Illinois : Scott, Foresman and Company, 1984), 290. 52 J.E Escalas and Stern, ‚Sympathy and Emphaty : Emotional

Responses to Advertising Dramas‛, Journal of Consumer Research.Vol 29,

(2003):567. 53Eisenberg & Mussen,The Root of Prosocial in Children ( New York :

Cambridge University Press,1989),776.

tinggi, 48%

sedang, 25%

rendah, 27%

81

membuat individu harus benar-benar menyatu dalam emosi,

pikiran dan tindakan orang lain, respon emosi yang kongruen

namun tidak identik.54

Individu memikirkan dirinya berada dalam

posisi orang lain, membayangkan menjadi orang lain namun tetap

mengingat bahwa ia tetap dirinya sendiri bersama pikiran,

perasaan dan persepsinya.55

Pendapat tersebut selaras dengan

penjabaran Koestner, R., Franz, C., & Weinberger, J. yang

mengartikan empati sebagai kemampuan menempatkan diri dalam

pikiran dan perasaan orang lain, tanpa harus terlibat secara nyata

didalamnya.56

Berkaitan pemaparan diatas tabel dibawah ini

menggambarkan dimensi empati siswa didapat analisis data

sebagai berikut:

Grafik 3.4

Dimensi Empati Pada Siswa Sekolah Lanjtan

.

54 J.P Tangney, ‚Moral affect : The Good, The Bad, and The Ugly‛

Journal of Personality and Social Psychology. 61(4),(1991):598-607. 55 M.S Smart and Smart, Children : Development and Relationship

(New York : Colier Mc Millan, 1980),470. 56 R Koestner & Weinberger, ‚The Family Origins of Emphaticconcern

: a- 26 year longitudinal study‛, Journal of Personality and Social Psychology,

38(4),(1990):709.

9

19

1616

10

23

10 5

0%

20%

40%

60%

80%

kelas 7 kelas 8 kelas 9

tinggi sedang rendah

82

Kemampuan siswa dalam berempati biasanya ditandai

dalam proses belajar mengajar yaitu memahami perasaan siswa

lain yang kurang paham terhadap materi yang diajarkan maka

siswa yang memiliki empati yang tinggi akan mengajarkan materi

kepada siswa yang kurang paham dalam belajar. Pemahaman ini

didasari oleh pembiasaan guru dalam menerapkan praktek berbuat

baik kepada sesama. Pendidikan yang mengedepankan praktek

dalam kesehariannya biasanya mampu mewujudkan hasil yang

ingin dicapai.

Kemampuan berempati pada anak akan bertambah seiring

dengan bertambahnya pengalaman hidup dan interaksinya dengan

individu-individu lain. Peristiwa ini terjadi pada usia 2 tahun

pertama. Hal tersebut, dalam konteks ikatan antara ibu dan anak

(mother- infant bonding) digunakan untuk menjelaskan bahwa

bukan hanya emosi (misalnya kecemasan) dan mood ibu yang

dipindahkan pada anak, namun dalam jangka panjang disposisi

atau karakteristik kepribadian ibu juga ikut berpengaruh.

Eisenberg dan Mussen57

berpendapat bahwa empati merupakan

keadaan afektif yang seolah-olah dialami sendiri yang berasal dari

keadaan atau kondisi emosi orang lain yang mirip dengan keadaan

atau kondisi emosi orang tersebut. Respon afeksi itu sendiri lebih

jelas dirasakan sebagai situasi orang lain dari situasi diri sendiri,

empati juga sebagai kemampuan untuk meletakkan diri sendiri

dalam posisi orang lain dan mampu menghayati pengalaman orang

lain tersebut. Empati dibangun berdasarkan kesaran diri, semakin

terbuka seseorang dengan perasaannya semakin terampil akan

membaca perasaan orang lain. Kemampuan berempati akan

tumbuh seiring dengan bertambahnya pengalaman hidup dan

interaksinya dengan orang lain.

5. Keterampilan Sosial

Keterampilan seseorang untuk mempertahankan tujuan

pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan baik dengan orang

57Imam Setyawan, Peran Kemampuan Empati Pada Efikasi Diri

Mahasiswa Peserta Kuliah Kerja Nyata PPM POSDAYA, Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan Psikologi Klinis – Himpsi,, ISBN : 978-979-21-

2845-1, 296 – 300.

83

lain dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Keterampilan

sosial meliputi: Empati, penuh pengertian, tenggang rasa, dan

kepedulian pada sesama, Afiliasi dan resolusi konflik, komunikasi

dua arah/ hubungan antar pribadi, kerjasama, dan penyelesaian

konflik.58

Berkaitan pemaparan di atas tabel di bawah ini

menggambarkan dimensi mengenal emosi orang lain siswa didapat

analisis data sebagai berikut:

Gambar 3.6

Persentase Tingkat Keterampilan Sosial Siswa Sekolah

Lanjutan

Tingkat keterampilan sosial siswa yang tinggi ditandai

dengan hubungan yang baik dengan orang lain, membangun

kepedulian terhadap orang lain, serta mampu mendamaikan

konflik. Hubungan intrapersonal ini juga dalam belajar ditandai

dengan hubungan baik dengan guru/mendengarkan guru,

mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti

aturan-aturan yang berlaku di sekolah.

Hal ini dikuatkan dengan pendapat Sallah Salih Muammar

yang mengatakan bahwa hubungan interpersonal yang baik

ditandai dengan adanya tolong menolong (ta’awun). Adanya

tolong menolong diantara sesama ditopang dengan empat unsur:

yaitu saling memahami (tafahum), saling toleransi (tasamuh),

saling perduli (tajawub), dan saling harmonis (insijam). 59

58

Rita Eka Izzaty, Pembelajaran dan Pembiasaan Aspek (Keterampilan)

Sosial Peserta Didik di Institusi Prasekolah, http://staff.uny.ac.id/pdf

diakses pada 27 Juni 2014. 59 Sallah Salih Mua’ammar, ‚al-Ta’a<mul Ma’a al-Na>s Wa al-Tat{hi<ru

fi<hi‛, Majalah al-Fikr al-Ida>ri Edisi Januari (2003):1-28.

tinggi40%

sedang32%

rendah28%

84

Sementara hasil penghitungan tingkat dimensi

keterampilan sosial dari kelas 7,8, dan 9 dapat dilihat pada tabel

berikut:

Grafik 3.5

Dimensi Keterampilan Sosial Pada Siswa Sekolah

Lanjutan

Kemampuan siswa dalam membina hubungan dengan

orang lain dilakukan dalam proses belajar mengajar, biasanya

ditandai dengan adanya komunikasi yang baik diantara guru dan

siswa lain. Berdasarkan observasi peneliti, dalam proses belajar

mengajar siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik maka

siswa akan lebih mudah untuk memulai pembicaraan terhadap

guru serta teman dan aktif bertanya di dalam kelas. Selain itu

kurikulum Sekolah Lanjutan yang mendidik anak melalui alam

dengan bermain serta sistem outbond dalam pembelajaran juga

menjadikan siswa memiliki keterampilan sosial 60

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Euis Kurniati yang

mengatakan bahwa permainan tradisional mampu memberikan

peranan positif terhadap pengembangan keterampilan sosial.61

60 Data di peroleh dari hasil observasi lapangan terhadap siswa Sekolah

Lanjutan. 61 Euis Kurniati, Program Bimbingan untuk Mengembangkan

Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. http://file.upi.edu/Direktori diakses pada 20 Agustus 2014.

5

18

6

21

15

12

26

5

0%

20%

40%

60%

80%

kelas 7 kelas 8 kelas 9

tinggi sedang rendah

85

Hal ini karena alam dan permainan berhubungan langsung

dengan orang lain dan diri sendiri. Keterampilan sosial merupakan

keterampilan yang melibatkan kemampuan dalam berinteraksi

dengan orang lain serta mampu membina hubungan dengan orang

lain.

Adapun membina hubungan yang baik kepada sesama

adalah kemampuan melakukan hubungan yang positif dengan

orang lain. Aspek ini mengukur seberapa jauh individu mampu

membangun dan mengelola hubungan yang saling bermanfaat.

Salah satu kurikulum sekolah alam yang ketiga adalah

kepemimpinan, yaitu dengan di ajarkan untuk membina hubungan

dengan orang lain hal ini tentunya lebih efektif dalam

pembentukan karakter siswa dan penanaman keterampilan sosial

kepada sesama.62

Untuk saling memhami, maka individu harus mengetahui

apa yang orang lain inginkan, apa yang orang lain senangi, dan apa

yang orang lain benci. Pada tataran ini membina hubungan dengan

orang lain dan sikap empati sangat di perlukan, individu harus

merasakan sama dengan orang lain, bagaimana dirinya ingin

dimuliakan, ingin diperhatikan, dipahami dan dijaga.63

62

Data diperoleh dari hasil dokumentasi Sekolah Lanjutan. 63 Sallah Salih Mua’ammar, ‚al-Ta’a<mul Ma’a al-Na>s Wa al-Tat{hi<r

fi<hi‛, Majalah al-Fikr al-Ida>ri Edisi Januari (2003):1-28.

BAB IV

PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA

SEKOLAH LANJUTAN MELALUI KECERDASAN

EMOSIONAL

Prestasi belajar yang akan dibahas dalam penelitian ini

meliputi hasil belajar yang dicapai oleh siswa, pada penelitian ini

diukur dengan membagikan kuesioner kepada siswa meliputi

kemampuan dari ranah afektif, kognitif, psikomotorik. Taxonomy

Bloom dan Simpson menyusun suatu tujuan belajar yang harus

dicapai oleh seseorang yang belajar, sehingga terjadi perubahan

dalam dirinya. Perubahan terjadi pada tiga ranah, yaitu: a)Ranah

Kognitif, tentang hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan

kemahiran intelektual. Terdiri dari: pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisa, sintesa dan evaluasi. b)Ranah Afektif, tentang

hasil belajar yang berhubungan dengan perasaan sikap, minat, dan

nilai. Terdiri dari : penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi,

dan pembentukan pola hidup. c)Ranah Psikomotorik, tentang

kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf,

manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Terdiri dari: persepsi,

kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang

komplek, dan kreativitas.1

Menurut Bloom, belajar lebih mementingkan pada apa

yang mesti dikuasai individu (sebagai tujuan belajar), setelah

melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang

dikemukakannya dirangkum dalam tiga kawasan yang dikenal

dengan sebutan "taksonomi Bloom". Melalui taksonomi Bloom

inilah telah berhasil memberikan inspirasi kepada para pakar

pendidikan dalam mengembangkan teori-teori atau praktik

pembelajaran. Taksonomi Bloom ini telah banyak membantu

pendidik khususnya guru untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar

yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah dipahami.

Berpijak pada taksonomi Bloom ini pulalah para praktisi

pendidikan dapat merancang program-program pembelajarannya.

1 Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta:Media Abadi, 2004), 274-

279.

86

Setidaknya di Indonesia, taksonomi Bloom ini telah banyak

dikenal dan paling populer di dunia pendidikan.

Nana Sudjana mengemukakan bahwa ‚hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya‛.2 Hasil belajar siswa merupakan

suatu bentuk ukuran kegiatan aktivitas siswa selama diadakannya

proses belajar mengajar, baik mengenai konsep teori yang

diajarkan maupun bentuk keterampilan terhadap materi ajar yang

diberikan oleh pengajar. Dengan hasil belajar tersebut siswa akan

mengetahui kemampuan penguasaan materi teori maupun praktek

yang telah diajarkan. Acuan tentang data hasil belajar yang

diperoleh tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi peserta didik

selanjutnya untuk belajar lebih giat lagi pada kegiatan

pembelajaran selanjutnya.

Prestasi belajar yang diteliti dalam penelitian ini hanya

prestasi belajar yang terfokus pada bidang studi Pendidikan

Agama Islam yang meliputi Ulumul Qur’an dan fiqih. Prestasi ini

berbentuk pemberian nilai-nilai sejauh mana siswa telah

menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan, biasanya

dalam bentuk angka.3Nilai akademik yang telah diraih dalam

bentuk angka ini menjadi rujukan peneliti untuk menghitungnya

ke dalam kategori-kategori.

Kategori dalam penelitian ini hanya berjumlah tiga

kategori yaitu kategori tinggi, kategori sedang dan kategori

rendah. Cara untuk mendapatkan skor yang dominan dan

berkategori tinggi peneliti menggunakan rumus X>(M+1SD),

sedangkan formula yang digunakan untuk mendapatkan skor yang

kurang dominan atau berkategori sedang yaitu (M-

1SD)<X<(M+1SD) dan tidak dominan atau berkategori rendah

ialah X<(M-1SD). Simbol X sendiri berarti kategori yang

dimaksud. Sementara M/mean ialah nilai rata-rata dan SD/standar

deviation merupakan simpangan baku.4

2 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar

Baru Algensindo,2004), 22. 3 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung:Rosda, 2009), 13. 4 Saifuddin Azwar, Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan

Pengukuran Prestasi Belajar, Edisi II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 32-

33.

87

Tingkat kategori diperoleh berdasarkan nilai mean dan

standar deviasi karena data berdistribusi normal, tingkat prestasi

belajar pada penelitian ini didapat rentang nilai X<252.238 dengan

kategori rendah didapat sebanyak 5 siswa dengan persentase 5.6%,

sedangkan rentang nilai X>283.202 dengan kategori tinggi

sebanyak 22 siswa dengan persentase 24.4% dan rentang nilai

252.238>X<283.202 dengan kategori sedang sebanyak 63 siswa

dengan persentase 70%.

Histogram 4.1

Skor Prestasi Belajar Siswa

Selain menunjukkan hasil penelitian terhadap tingkat

prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah Lanjutan

(SAI) yang terdiri dari mata pelajaran ulumul qur’an dan fiqih,

pada bab ini peneliti juga memaparkan tingkat kontribusi

kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa. Dengan

demikian akan tampak pengaruh kecerdasan emosional terhadap

prestasi belajar Pendidikan Agama Islam secara lebih terperinci.

A. Prestasi Belajar Ranah Afektif

Tingkat prestasi belajar pada ranah afektif siswa Sekolah

Lanjutan berdasarkan hasil penghitungan dari seluruh skor prestasi

afektif yang berjumlah 90 siswa dapat dilihat pada grafik di bawah

ini:

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

249 252 254 257 259 261 263 265 268 270 275 277 279 281 283 285 287

88

Grafik 4.1

Prestasi Belajar Ranah Afektif Siswa Sekolah Lanjutan

Dari grafik di atas dapat dipahami bahwa tingkat prestasi

belajar siswa pada ranah afektif berada pada kategoti tinggi.

Kesimpulan interprestasi data di atas diperkuat dengan adanya

sikap dan minat siswa yang positif dalam mengikuti proses belajar

mengajar di sekolah. Siswa merasa senang berada di sekolah alam

dan senang dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Hal ini ditandai adanya keaktifan mereka dalam mengikuti mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah serta memiliki

catatan yang lengkap, bahkan mereka mengulang pelajaran

Pendidikan Agama Islam di rumah.5

Prestasi belajar afektif yang diraih siswa Sekolah Lanjutan

dipengaruhi oleh kecerdsan emosional dimensi mengenal emosi

diri, manajemen emosi, motivasi, dan empati. Hasil interpretasi ini

sesuai dengan pnenelitian yang peneliti lakukan. Kontribusi

kecerdasan emosional terhadap pretasi belajar ranah afektif

sebesar 73.9%, dengan nilai (sig.) 0.000. Kesimpulan ini bisa

dilihat pada tabel berikut:

5 Data diperoleh dari hasil observasi peneliti terhadap siswa Sekolah

Lanjutan.

43

36

30 31

17

23

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

ulumul qur'an fiqih

tinggi sedang rendah

89

Tabel 4.1

Nilai (sig.) Dimensi Mengenal Emosi Diri, Manajemen Emosi,

dan Motivasi

Dimensi P value (sig.)

Mengenal emosi diri 0.003

Manajemen emosi 0.013

Motivasi 0.000

Empati 0.006

Siswa dengan mengenal emosi dirinya dengan baik,

pengelolaan emosi yang baik, memotivasi diri untuk lebih giat

dalam belajar, serta berempati pada siswa yang lain akan

mempengaruhi sikap siswa dalam mempraktekan ilmu yang

didapat. Karena pada dasarnya prestasi belajar ranah afektif

mencakup keberhasilan belajar yang telah dicapai oleh siswa

melalui penerimaan (receiving), partisipasi (responding), penilaian

(valuing), organisasi (organization), dan pembentukan pola hidup

(characterization by a value complex). Prestasi belajar ini masuk

kedalam ranah rasa (affective domain).6 Ranah rasa atau ranah

afektif adalah ranah yang berkaitan denga sikap dan nilai.7

Evaluasi Prestasi Afektif dalam merencanakan penyusunan

instrumen tes prestasi siswa yang berdimensi aktif (ranah rasa)

jenis-jenis prestasi internalisasi dan karakteristik seyogyanya

mendapat perhatian khusus. Alasannya, karena kedua jenis prestasi

ranah rasa itulah yang lebih banyak mengendalikan sikap dan

perbuatan siswa. Salah satu bentuk tes ranah rasa yang populer

ialah ‚Skala Likert‛ (Likert Scale) yang bertujuan untuk

mengidentifikasi kecenderungan/sikap orang.

Zainal Arifin menjelaskan ada dua hal yang berhubungan

dengan penilaian afektif yang harus dinilai. Pertama, afektif yang

ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkatan pemberian

respon, apresiasi, penialaian dan internalisasi. Kedua, sikap dan

6Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj. Toni Setiawan

(Yogyakarta:Media Abadi, 2009), 276-278. 7 Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2011),

54.

90

minat peserta didik terhadap mata pelajaran dan proses

pembelajaran.8

B. Prestasi Belajar Ranah Kognitif

Prestasi belajar pada ranah kognitif mencakup keberhasilan

belajar yang telah di capai oleh sisiwa melalui pengetahuan

(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan

(application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi

(evaluation).9 Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup

kegiatan otak.10

Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif

(ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan

tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Karena semakin

membengkaknya jumlah siswa di sekolah-sekolah, tes lisan dan

perbuatan hampir tak pernah digunakan lagi. Alasan lain mengapa

tes lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena

pelaksanaannya yang face to face (berhadapan langsung)

Tingkat prestasi belajar pada ranah kognitif siswa Sekolah

Lanjutan berdasarkan hasil penghitungan dari seluruh skor prestasi

afektif yang berjumlah 90 siswa dapat dilihat pada grafik di bawah

ini:

8 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik, Prosedur

(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2009), 13. 9 Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj. Toni Setiawan

(Yogyakarta:Media Abadi, 2009),274-276. 10 Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2011),

49.

91

Grafik 4.3

Prestasi Belajar Ranah Kognitif Siswa Sekolah Lanjutan

Dari grafik di atas dapat dipahami bahwa tingkat prestasi

belajar siswa pada ranah kognitif berada pada kategori sedang.

Asumsi ini ditandai dengan melihat nilai raport dan nilai harian

siswa pada Pendidikan Agama Islam. Kemudian hasil dari

observasi yang meliputi pertanyaan-pertanyaan seputar Pendidikan

Agama Islam yang tentunya telah diajarkan guru di dalam kelas.11

Sedangkan prestasi belajar ranah kognitif dipengaruhi oleh

kecerdasan emosional pada dimensi motivasi dengan nilai

kontribusi 42.3%, dan nilai (sig.) 0.000. Asumsi ini bisa dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4.2

Nilai (sig.) Dimensi Motivasi

Dimensi P value (sig.)

Motivasi 0.000

Seseorang yang mempunyai motivasi dalam belajar akan

berusaha mencurahkan segenap kemampuannya untuk mengusai

ilmu yang dipelajarinya agar mencapai hasil belajar yang optimal.

Menurut David Mc. Cleland (1961) siswa yang memiliki

kebutuhan berprestasi tinggi mudah dikenal oleh guru. Siswa-

siswa ini suka memilih tugas-tugas yang menantang namun

11 Data diperoleh dari hasil onservasi dan studi dokumentasi prestasi

belajar siswa Sekolah Lanjutan.

36

4

39

65

1521

0%

20%

40%

60%

80%

U.Qur'an Fiqih

tinggi sedang rendah

92

memungkinkan mereka sukses. Mereka tidak mau memilih tugas-

tugas yang terlalu sukar atau terlalu mudah. Sebaliknya, siswa-

siswa yang takut gagal secara berlebihan lebih sulit untuk

diketahui oleh guru. Siswa-siswa seperti ini suka memilih tugas-

tugas yang terlalu mudah yang menjamin bahwa ia pasti sukses

atau memilih tugas-tugas yang sangat sukar karena kalau ia gagal

ia mengharapkan tidak seorangpun yang akan menyesalinya.12

Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung

mengalami kesuksesan dalam mengerjakan tugas-tugas belajar

disekolah.13

C. Prestasi Belajar Ranah Psikomotorik

Prestasi belajar ranah psikomotorik adalah keberhasilan

yang telah dicapai siswa melalui persepsi (perception), kesiapan

(set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan yang terbiasa

(mechanic response), gerakan yang komplek (complex response),

penyesuaian pola gerakan (adjustment), dan kreativitas

(creativity).14

Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan

keterampilan atau kemampuan bertindak seseorang menerima

pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotorik

merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan hasil belajar

afektif. Hasil belajar afektif dan hasil belajar kognitif akan

menjadi hasil belajar psikomotorik apabila siswa telah

menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan

makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah

afektifnya.15

Cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi

keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor (ranah

karsa) adalah observasi. Observasi dalam hal ini dapat diartikan

12 Elida Prayitno, Motivasi dalam Belajar (Jakarta : FKIP IKIP

PADANG, 1989), 39. 13 Anni Tri Catharina, dkk, Psikologi Belajar (UPT UNNES Press ‚

UPT MKK UNNES,2004), 133. 14 Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj. Toni Setiawan

(Yogyakarta:Media Abadi, 2009), 278-279. 15 Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2011),

57-58.

93

sebagai sejenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku atau

fenomena lain, dengan pengamatan langsung. Namun, observasi

harus dibedakan dari eksperimen, karena eksperimen pada

umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi.

Tingkat prestasi belajar pada ranah psikomotorik siswa

Sekolah Lanjutan berdasarkan hasil penghitungan dari seluruh skor

prestasi afektif yang berjumlah 90 siswa dapat dilihat pada grafik

di bawah ini:

Grafik 4.3

Prestasi Belajar Pada Ranah Psikomotorik Siswa Sekolah

Lanjutan

Dari grafik di atas dapat dipahami bahwa tingkat prestasi

belajar siswa Sekolah Lanjutan pada ranah psikomotorik berada

pada kategori sedang atau baik, hal ini sesuai dengan observasi

yang peneliti lakukan melalui praktek ibadah yang berkaitan

dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dengan meminta

siswa melakukan gerakan-gerakan yang di minta, dalam mata

pelajaran ulumul qur’an peneliti meminta siswa untuk membaca

Alquran sedangkan pada mata pelajaran fiqih peneliti meminta

siswa melakukan wudhu.

Sedangkan prestasi belajar ranah psikomotorik dipengaruhi

oleh kecerdasan emosional pada dimensi mengenal emosi diri,

manajemen emosi, dan motivasi. Dengan nilai kontribusi sebesar

61.2% dan nilai (sig.) 0.000. Asumsi ini dibuktikan dengan

42

31

4349

510

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

ulumul qur'an

fiqih

tinggi sedang rendah

94

penelitian yang peneliti lakukan. Hal tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.3

Dimensi Mengenal Emosi Diri, Manajemen Emosi, dan

Motivasi

Dimensi P value (sig.)

Mengenal emosi diri 0.006

Manajemen emosi 0.001

Motivasi 0.031

Prestasi belajar ranah psikomotorik merupakan perilaku

yang dilakukan dari pemahaman ranah kognitif dan afektif. Dalam

penelitian ini ranah psikomotorik dipengaruhi oleh faktor

manajemen emosi, mengenal emosi diri, dan motivasi. Adapun

faktor yang mempengaruhi pengaturan emosi adalah kesadaran

akan emosi negarif. Pengaturan emosi lebih dikenal dengan

kecerdasan emosional yang dibutuhkan siswa untuk dapat

melakukan sesuatu dengan tepat.

Pada dasarnya kecerdasan emosional meliputi kemampuan

untuk menilai dengan tepat, menghargai mengekspresikan emosi,

kemampuan untuk memasuki dan membangkitkan perasaan-

perasaan tersebut memudahkan untuk berpikir dan meningkatkan

prestasi.

Hal ini sama dengan yang disampaikan oleh Santoso bahwa

siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi memiliki

kesadaran tentang kelemahan dan kekuatan diri, serta berorientasi

ke arah perbaikan diri. Siswa demikian mampu mengelola

emosinya dalam arti mampu menahan diri pada waktu emosinya

bergejolak. Sebaliknya mampu segera menghilangkan emosi

negatif, diubah menjadi emosi positif bagi kemajuan dirinya. Juga

memotivasi dirinya untuk belajar yang baik meninggalkan atau

menjauhi hal-hal merugikan dala belajar.16

D. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar

Setelah membahas analisa univariat masing-masing

variable kecerdasan emosional dan variable prestasi belajar,

16Rusgianto Heri Santoso, Hubungan Positif EQ dan Hasil Belajar

Matematika‛, dalam Kedaulatan Rakyat. Surat Kabar, 3 Januari 2009.

95

selanjutnya untuk mengetahui bagaimana pengaruh kecerdasan

emosional terhadap prestasi belajar dilakukan analisis bivariate

melalui uji regresi linear berganda. Analisis linear berganda adalah

metode statistik parametrik sehingga terlebih dahulu data hasil

kuesioner ditransformasikan kedalam skala interval dengan

metode successive interval (MSI). Sebagai prasyarat

diterapkannya analisis regresi linear berganda dilakukan uji asumsi

regresi yang terdiri uji normalitas, multi kolinearitas,

heteroskidastisitas dan autokorelasi. Setelah dilakukan uji asumsi

didapatkan hasil bahwa data hasil kuesioner layak dilakukan

analisis regresi linear berganda17

Untuk mengetahui kecerdasan emFosional berpengaruh

terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah

Lanjutan (SAI) dilakukan analisis regresi linear berganda dengan

menggunakan SPSS 17,0 dengan dasar pengambilan keputusan

taraf uji 5% (α=0,05) adalah jika p-value< 0,05 maka Ha diterima.

Hasil pengujian dengan bantuan pengelolaan komputer

malalui penghitungan SPSS versi 17,0 seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.4

Uji Regresi Linear Berganda Kecerdasan Emosional

Terhadap Prestasi Belajar

Variabel

Independent

Variabel Dependent Sig.

Kecerdasan

Emosional

Prestasi belajar 0.000

Berdasarkan tabel di atas diperoleh p-value (sig.) sebesar

0.000 dengan demikian p-value < α (0.000<0.05) sehingga Ha

diterima.

Kemudian untuk mengetahui besarnya pengaruh dimensi

kecerdasan emosional yang telah di uraikan di atas yang meliputi

mengenal emosi diri, manajemen emosi, motivasi, empati dan

keterampilan sosial terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah

Lanjutan dapat penulis menggunakan tabel model summary yaitu:

17 Hasil uji normalitas,linearitas, multi kolinearitas, heteroskidastisitas

dan autokerlasi secara lengkap ada pada lembar lampiran.

96

Tabel 4.5

Kontribusi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi

Belajar

Variabel

independent

Variabel

dependent

Kontribusi

Kecerdasan

Emosional

Prestasi

belajar

69.5

Berdasarkan tabel 4.99 di peroleh nilai kontribusi sebesar

69.5%, berarti prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan 69.5%

ditentukan oleh dimensi-dimensi kecerdasan emosional yang

meliputi mengenal emosi diri, manajemen emosi, motivasi,

empati, dan keterampilan sosial secara bersama-sama sementara

sisanya 30.5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak

dibahas dalam penelitian ini.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang

signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah Lanjutan (SAI), maka

semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki siswa,

maka semakin tinggi pula tingkat prestasi belajar siswa.

Sebaliknya jika semakin rendah tingkat kecerdasan siswa, maka

semakin rendah pula prestasi belajar yang diraih siswa. Artinya

penelitian ini sependapat dengan para ahli yang mengatakan

bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan

terhadap prestasi belajar, sebagaimana yang disimpulkan dalam

penelitian Kanhai, Aremu, dan Parker.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya siswa

memiliki pengaturan belajar, serta motivasi yang baik sehingga

mendukung prestasi yang baik pula. Seperti yang diutarakan oleh

Rode dalam penelitiannya mengatakan bahwa kecerdasan

emosional yang terkait dengan prestasi belajar karena dua alasan.

Pertama, prestasi akademik melibatkan banyak ambiguitas.

Kedua, sebagian besar prestasi belajar adalah self-directed,

membutuhkan tingkat tinggi manajemen diri. Oleh karena itu,

97

individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan tampil

lebih baik secara akademis.18

Seperti yang disampaikan oleh Goleman19

bahwa

kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional merupakan

faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Namun kecerdasan

emosional yang lebih berperan untuk menghasilkan kinerja yang

cemerlang. Oleh karena itu kecerdasan emosional memiliki porsi

lebih penting dibandingkan dengan yang lain pengaruhnya

terhadap prestasi belajar. Hal ini senada dengan pendapat

Pinondang yang mengatakan bahwa faktor emosi sangat penting

dan memberikan satu warna yang kaya dalam kecerdasan antar

pribadi. Dalam proses belajar mengajar siswa yang memiliki

kecerdasan emosional mampu menyelesaikan permasalah, rasa

frustasi, berkonsentrasi dalam belajar dan bekerjasama baik

dengan siswa lain maupun dengan guru.20

Hal ini juga disampaikan oleh Goleman bahwa ada banyak

faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan seseorang,

diantaranya adalah faktor kecerdasan emosionalnya. Kecerdasan

bila tidak disertai dengan pengelolaan emosi yang baik tidak akan

menghasilkan seseorang yang sukses dalam hidupnya. Penopang

kesuksesan siswa dalam belajar 69.5% di tentukan oleh faktor

kecerdasan emosional, hal ini disebabkan karena kecerdasan

akademik saja tidak memberikan kesiapan untuk menghadapi

gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan dalam hidup.

Selanjutnya peneliti menguraikan hasil analisa pengaruh

dimensi kecerdasan emosional terhapa prestasi belajar secara

berurutan sebagai berikut:

18 Bhadouria Preeti, ‚Role of Emotional Intelligence for Academic

Achievement for Students‛, Journal of Educational Sciences ,ISSN 2321 0508

Vol. 1(2), 8-12, May (2013):8-11. 19 Daniel Goleman, Emotional Quotient,Kecerdasan Emosional,alih

bahasa:Hariono S. Iman (Jakarta:Gramedia Pustaka,2002), 26. 20 Pinondang Hutapea, ‚Efek Penerapan Model Pembelajaran Problem

Solving Dan Kecerdasan Emosional terhadap Hasil Belajar Fisiska‛, Jurnal Penelitian Inovasi pembelajaran Fisika, ISSN 2085-5281,Vol 4(2012):27.

98

1. Pengaruh Dimensi Mengenal Emosi Diri terhadap Prestasi

Belajar PAI Siswa

Dalam memulai belajar siswa dituntut mengenal emosi

diri. Mengenal emosi diri biasanya disebut juga sebagai kesadaran

diri yang mana kondisi di mana seorang individu memiliki kendali

penuh terhadap stimulus internal maupun eksternal. namun

terkadang kesadaran mencakup dalam persepsi dan pemikiran

yang secara samar-samar disadari oleh individu sehingga akhirnya

perhatiannya terpusat.

Aspek mengenal emosi diri siswa Sekolah Lanjutan

menunjukkan 43.5% pada kategori tinggi. Selanjutnya untuk

mengetahui bagaimana pengaruh mengenal emosi diri terhadap

prestasi belajar peneliti melakukan analisis regresi

Tabel 4.6

Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Mengenal Emosi Diri

Dimensi P value (sig.) R Square

Mengenal Emosi

Diri

0.024 0.420

Tabel di atas memperlihatkan hasil analisa data dengan

pengolahan komputer berdasarkan pernghitungan SPSS di peroleh

hasil p-value (sig.) untuk dimensi mengenal emosi diri sebesar

0.024 dimana p-value< α (0.024<0.05) maka Ho di tolak sehingga

dapat dikatakan bahwa kesadaran diri pada kecerdasan emosional

berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar PAI siswa

Sekolah Lanjutan. Dan berdasarkan penghitungan melalui SPSS

didapat nilai kontribusi aspek mengenal emosi diri terhadap

prestasi belajar sebesar 42%.

Asumsi di atas sama dengan penelitian Kartika Nugraheni,

dari hasil penelitiannya tentang pengaruh kesadaran belajar siswa

terhadap prestasi belajar. Kartika mengatakan bahwa kesadaran

belajar muncul karena adanya kesadaran diri siswa untuk belajar.21

21 Kartika Nugraheni, ‚Pengaruh Kesadaran Belajar, Lingkungan

Keluarga, Sarana Sekolah dan Kedisiplinan Siswa Terhadap Prestasi Belajar

pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi‛,

eprints.uny.ac.id/10044/1/Jurnal.pdf diakses pada 30 Juni 2014.

99

Mengenal emosi diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

komplek, baik faktor internal ataupun eksternal. Aspek mengenal

emosi diri mempengaruhi prestasi belajar melalui kesadaran diri

untuk lebih giat dan tekun dalam belajar serta keterampilan

pengaturan konsep-konsep belajar, dan pengaturan metode belajar

sehingga dapat menciptakan susasa belajaran yang menyenangkan

bagi siswa.

2. Pengaruh Manajemen Emosi Terhadap Prestasi Belajar Siswa

Menurut Paul dan Elizabeth, manajemen emosi diri dan

perilaku merupakan aspek penting dalam mempengaruhi belajar

siswa dan prestasi belajar seseorang. Ada beberapa dimensi

penting dalam manajemen emosi, pertama; pengaturan belajar

siswa yang meliputi strategi metakognitif siswa untuk

perencanaan, pemantauan, dan modifikasi belajar siswa. Kedua;

pengendalian upaya mereka pada tugas-tugas belajar. Ketiga;

pengaturan strategi belajar kemampuan kognitif untuk mengingat,

dan memahami pelajaran.22

Adapun hasil penghitungan

berdasarkan spss untuk dimensi manajemen emosi dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4.7

Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Manajemen Emosi Diri

Dimensi P value (sig.) R Square

Manajemen emosi 0.003 0.064

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan

penghitungan SPSS diperoleh p-value (sig.) untuk dimensi

manajemn emosi sebesar 0.003 dimana p-value<α (0.003<0.05)

maka Ho ditolak sehingga dikatakan bahwa manajemen emosi pada

kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap

prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan.

Berdasarkan penghitungan melalui SPSS didapatkan nilai

kontribusi aspek manajemen emosi terhadap prestasi belajar

sebesar 6.4%.

22 Paul R. Pintrich and Elisabeth V. De Groot, ‚Motivational and Self-

Regulated Learning Components of Classroom Academic Performance‛, Journal of Educational Psychology, Vol. 82, No. 1, (1990):33.

100

Asumsi di atas didukung oleh Naam Sahputra dalam

penelitiannya tentang konsep diri dan prestasi belajar yang

mengatakan bahwa konsep diri mempunya pengaruh yang

signifikan terhadap prestasi belajar.23

Hal ini seperti dicontohkan oleh Imam Malik. Pengendalian

diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama diseantero

dunia Islam karena ilmunya. Ketika semua orang panik lari ketika

segerombolan kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid

kuffah tetapi Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak

beranjak dari tempatnya.24

Hal ini dikarenakan Imam Malik

memiliki pengendalian emosi yang tinggi serta sabar dalam

menghadapi masalah.

3. Pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa

Berbicara tentang motivasi siswa dalam pendidikan dan

pengaruhnya terhadap pretasi belajar merupakan aspek penting

dari pembelajaran yang efektif. Namun, Reaksi pelajar

menentukan sejauh mana ia akan menerima pembelajarn. Selain

itu juga, karakteristik individu seperti kecerdasan, dan

kepribadian seorang merupakan peran penting dalam pembelajaran

dan pengajaran seperti halnya konteks pembelajaran.25

karakteristik individual siswa seperti orientasi motivasi, harga diri

dan pembelajaran merupakan faktor penting yang mempengaruhi

prestasi akademik. Motivasi berprestasi sering berhubungan

dengan perilaku dan suasana dalam pencapain prestasi yang

memotivasi untuk mencapai kesuksesan. Sebagai contoh, seorang

anak mungkin sangat termotivasi untuk mencapai kesuksesan, dan

ini mungkin munculkan dalam sehari-hari tapi tidak di sekolah.

Dengan demikian, situasi yang berbeda memiliki hasil yang

berbeda terhadap hasil belajar siswa.

23 Naam Sahputra, Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar

(Medan: Fakultas Kedokteran, 2009), 51. 24

www.suaramedia.com/sejarah-Islam/2011/06/22/kisah-abu-abdullah-

malik-sang-guru-para-ulama-Islam, diakses pada 19 agustus 2014. 25 Adedeji Tella, ‚The Impact of Motivation on Student’s Academic

Achievement and Learning Outcomes in Mathematics among Secondary School

Students in Nigeria‛, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, , 3(2), (2007):149.

101

Adapun terkait pengaruh motivasi terhadap prestasi belajar

PAI siswa Sekolah Lanjutan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8

Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Motivasi

Dimensi P value (sig.) R Square

Motivasi 0.00 0.070

Berdasarkan tabel di atas melalui penghitungan melalui

SPSS diperoleh analisis uji regresi p-value (sig.) untuk dimensi

motivasi sebesar 0.00 dimana p-value<α (0.00<0.05) maka Ha

diterima sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi pada

kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap

prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan. Berdasarkan

penghitungan melalui SPSS didapat nilai kontribusi kecerdasan

emosional terhadap prestasi belajar sebesar 7.0%.

Signifikasi pengaruh motivasi terhadap kinerja di atas

tidak lepas dari tingginya motivasi belajar siswa Sekolah Lanjutan

yang diuraikan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa

yang mempunyai motivasi tinggi akan memiliki prestasi belajar

yang baik.

Dimensi motivasi mempengaruhi prestasi belajar melalui

motivasi belajar yang memotivasi siswa untuk lebih tekun,

semangat, dan rajin dalam belajar yang pada akhirnya

menghasilkan hasil yang memuaskan. Hal ini Goleman

memberikan karakteristik kecerdasan emosional sebagai

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan

menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga

beban agar tidak stress tidak melumpukan kemampuan berpikir,

berempati dan berdo’a.26

Motivasi belajar siswa Sekolah Lanjutan dipengaruhi oleh

niat ikhlas mereka dalam belajar serta tentunya tak lepas dari

karakteristik guru dalam mengajar yang selalu memberi arahan

dan motivasi untuk selalu meningkatkan prestasi. Siswa

26 Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Why Can Matter Than IQ

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),45.

102

menganggap bahwa belajar bukanlah sebuah beban melainkan

merupakan cara bermain yang berbeda.

4. Pengaruh Empati Terhadap Prestasi Belajar

Kemampuan empati siswa merupakan kemampuan

Individu memikirkan dirinya berada dalam posisi orang lain,

membayangkan menjadi orang lain namun tetap mengingat bahwa

ia tetap dirinya sendiri bersama pikiran, perasaan dan persepsinya.

kemampuan empati merupakan kemampuan untuk memahami

pikiran, perasaan dan pengalaman orang lain dengan menempatkan

diri pada posisi orang lain tanpa kehilangan identitas diri, sikap

pribadi, dan kendali reaksi emosi terhadap pengalaman emosi

orang lain. Pemahaman yang melibatkan komponen kognisi dan

afeksi tersebut membuat individu mampu menghargai posisi dan

perasaan orang lain, sebagai dasar membina hubungan

interpersonal yang baik dan menyenangkan.27

Kemampuan empati

siswa yang semakin tinggi mempengaruhi keyakinan diri siswa,

yang tentunya mempengaruhi cara belajar siswa sehingga

menghasilkan prestasi yang baik. Namun penelitian ini bila dilihat

dari tabel berikut:

tabel 4.9

Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Empati

Dimensi P value (sig.) R Square

Empati 0.520 0.061

Hasil analisis uji regresi dimensi empati dengan bantuan

komputer berdasarkan penghitungan SPSS di peroleh p-value

(sig.) untuk dimensi empati sebesar 0.515 dimana p-value >α

(0.515>0.05) maka Ho diterima sehingga dikatakan bahwa dimensi

empati pada kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan.

Berdasarkan penghitungan melalui SPSS didapat nilai

kontribusi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar sebesar

6.1%.

27 Imam Setyawan, ‚Peran Kemampuan Empati Pada Efikasi Diri

Mahasiswa Peserta Kuliah Kerja Nyata PPM POSDAYA‛, Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan Psikologi Klinis – Himpsi ISBN : 978-979-21-

2845-1, 296-300.

103

Analisis di atas bukan berarti tingkat empati siswa Sekolah

Lanjutan rendah, namun seperti diuraikan sebelumnya bahwa

kemampuan empati siswa berada pada kategori tinggi dengan

persentase 48% dengan jumlah 43 siswa.

Beberapa peneliti menyingkap pengaruh sifat empati ini

terhadap keberhasilan seseorang. Di antaranya adalah penelitian

Rosenthal dari Universitas Harvard sejak dua abad lalu.

Menurutnya orang yang mampu merasakan perasaan orang lain

cenderung akan lebih sukses. Rosenthal mengatakan Empati

didefinisikan sebagai ‚kemampuan seseorang untuk merasakan apa

yang dirasakan oleh orang lain.‛ 28

5. Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap Prestasi Belajar

Pentingnya keterampilan sosial dalam memprediksi hasil

dari interaksi manusia sebagian besar telah diperdebatkan dalam

literatur psikologi sosial 20 tahun. Keterampilan sosial tidak sama

dengan perilaku. Sebaliknya, mereka adalah komponen perilaku

yang membantu individu memahami dan beradaptasi di berbagai

pengaturan sosial. Banyak kurikulum keterampilan sosial

memberikan rencana pelajaran dan bimbingan bagi aktivitas baik

individu maupun kelompok. Kebanyakan melibatkan pemodelan

keterampilan sosial yang sukses melalui kegiatan, permainan, dan

role-play, dengan guru dan teman sebaya memberikan umpan balik

yang diperlukan yang memungkinkan siswa untuk berlatih dalam

interaksi29

Dengan cara ini, siswa berlatih dan internalisasi

keterampilan sosial di dalam kelas, seperti yang ada pada Sekolah

Lanjutan yang banyak melibatkan keterampilan sosial dalam

belajar, guru tidak hanya mengajarkan teori tetapi di tuntut untuk

28Makmun Mubayidh, Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak,

Referensi penting bagi Para Pendidik dan Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2006), 19. 29 Kathlyn M. Steedly, Ph.D., Amanda Schwartz, Ph.D., Michael

Levin, M.A., & Stephen D. Luke, Ed.D. Social Skills and Academic

Achievement, evidence for education, volume III issu II, 2008,

http://nichcy.org/wp-content/uploads/docs/eesocialskills.pdf diakses pada 26

juni 2014.

104

mempraktekan teori bersama murid. Hal ini sejalan dengan

penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10

Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Keterampilan Sosial

Dimensi P value (sig.) R Square

Keterampilan sosial 0.067 0.080

Dari tabel di atas menunjukkan p-value (sig.) untuk

dimensi keterampilan sosial sebesar 0.067 dimana p-value >α

(0.067>0.05) maka Ha ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa

keterampilan sosial pada kecerdasan emosional tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah

Lanjutan. Berdasarkan penghitungan melalui SPSS didapat nilai

kontribusi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar sebesar

8.0%.

Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, teman

sekolah guru, merupakan kemampuan keterampilan sosial siswa

yang saat ini dianggap dapat memepengaruhi kesuksesan pribadi

tetapi juga mempengaruhi orang lain perilaku yang saat ini

dianggap tidak hanya bagian dari kesuksesan pribadi individu.30

Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh

interaksi erat dengan guru dan teman sekolah. Ruang kelas adalah

salah satu bentuk lingkungan mengharuskan belajar formal. Selain

itu secara umum siswa berinteraksi dengan orang lain dalam

kehidupannya sehari-hari yang memiliki andil besar pada

kemampuan seorang anak untuk berhasil dalam belajar, yang mana

Ruang kelas menjadi lebih baik sebagai tempat pelatihan bagi

pengembangan keterampilan sosial dan arena di mana ketrampilan

itu dimanfaatkan.

Berdasarkan pemaparan kontribusi pengaruh dimensi-

dimensi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar dapat

disimpulkan bahwa yang berpengaruh secara signifikan adalah

dimensi mengenal emsoi diri, manajemen emosi, dan motivasi hal

30 Loredana Ivan, and Alina Duduciuc, ‚Social skills, Nonverbal

Sensitivity and Academic Success. The Key Role of Centrality in Student

Networks for Higher Grades Achievement‛, Review of research and social intervention, , vol. 33, (2011):151 – 166.

105

ini dikarenakan nilai p value (sig.)<0.05). kecerdasan emosional

merupakan faktor yang tidak langsung dalam mempengaruhi

prestasi belajar, karena kecerdasan emosional bertumpu pada

hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral yang mencakup

pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan

menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah pribadi,

mengendalikan amarah serta kemampuan untuk memotivasi diri

sendiri. Terutama dalam proses pembelajaran. Dalam proses

pembelajaran terjadi suatu perubahan kemampuan yang dimiliki

oleh siswa dalam berbagai bidang, dan kemampuan itu diperoleh

karena adanya usaha belajar. Anak-anak yang menguasai emosinya

menjadi lebih percaya diri, optimis, memiliki semangat dan cita-

cita, memiliki kemampuan beradaptasi sekaligus mereka akan

lebih baik prestasinya di sekolah yang mampu memahami,

sekaligus menguasai permasalahan-permasalahan

Asumsi di atas diperkuat dengan penelitian Aremu yang

mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan prediktor

keberhasilan akademis. Aremu mengutip perkataan Salovey dan

Mayer yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional mampu

memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain untuk

membedakan perasaan tersebut, dan kecerdasan emosional

memandu berpikir dan melakukan sesuatu. 31

Selanjutnya Nwadinigwe menambahkan bahwa

Keterampilan kecerdasan emosional memungkinkan

seseorang untuk mengurangi stres dalam hidup, membangun

hubungan yang sehat, berkomunikasi secara efektif, dan

mengembangkan kesehatan emosional. Membangun keterampilan

kecerdasan emosional merupakan hal yang penting untuk

mewejudkan prestasi belajar yang baik.32

31 Oyesojl A.Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, ‚ Relationship

among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic

Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria‛, University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu/essays/vol182006/tella.pdf diakses pada 9 juni

2013. 32

Nwadinigwe and Azuka-Obieke, U. ‚The Impact of Emotional

Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in

Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.

106

E. Optimalisasi Kecerdasan Emosional Dalam Peningkatan

Prestasi Belajar

Siswa dalam peningkatan prestasi belajar tentunya tidak

terlepas dari proses yang mempengaruhinya, membicarakan siswa

dalam proses pendidikan adalah membicarakan empat hal yaitu:

hakikat siswa, kebutuhan psikologis siswa, dimensi siswa yang di

kembangkan, dan perkembangan jiwa agama siswa.33

Menurut Richard Clark sebagaimana yang dikutip oleh

Sudjana menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa di sekolah

70% di pengaruhi oleh siswa dan 30% oleh lingkungannya. Di

samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor

lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian sikap dan

kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, dan faktor fisik serta

psikis.34

Dengan tidak menafikan faktor-faktor yang lain, faktor-

faktor tersebut merupakan dimensi kecerdasan emosional yang

meliputi kecerdasan sosial dan emosional.

Segel memberi penjelasan bahwa wilayah kecerdasan

emosional meliputi hubungan pribadi dan antar pribadi dan

kecerdasan emosional bertanggung jawab atas harga diri,

kesadaran diri, kepekaan sosial dan kemampuan adaptasi sosial.35

Sementara Agustian mencoba memaparkan unsur atau komponen

dasar yang harus diajarkan dalam memupuk kecerdasan emosional,

komponen tersebut adalah integritas, kejujuran, komitmen,

keadilan, prinsip, kepercayaan dan penguasaan diri.36

Kecerdasan emosional tidaklah berkembang secara alamiah

artinya tidak dengan perkembangan usia biologis manusia.

Sebaliknya kecerdasan emosional sangat bergantung pada proses

pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan. Di sinilah letak

33 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam

Mulia, 2005), 63. 34 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: CV

Sinar Baru, 1988),39. 35 Jaena Segel, Melejitkan Kepekaan Emosional, Cara baru Praktis

Untuk Mendayagunakan Potensi Insting Dan Kekuatan Emosi Anda, Alih

bahasa Ary Nilandari (Bandung:Kaifa,2002)26-27. 36 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan

Emosi dan Spritual (Jakarta: Arga,2001)13.

107

peran lembaga pendidikan dalam memupuk kecerdasan emosional.

Dengan memupuk kecerdasan emosional diharapkan siswa akan

memiliki sikap integritas, kejujuran, komitmen, visi kreatifitas,

ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan prinsip kepercayaan,

penguasaan diri.

Secara yuridis pendidikan Islam berada pada posisi yang

sangat strategis, baik pada UUSPN No.2 tahun 1989 maupun

dalam UUSPN No. 2 tahun 2003,37

pada UUSPN 1989 dinyatakan

bahwa:‚Pendidikan nasional bertujuan mencerdasakan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu

manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Tang Maha

Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan

keterampilan kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan

yang kebangsaan‛38

Sementara dalam UUSPn 2003 dinyatakan pada pasal 1

ayat 5 UUSPN 2003, bahwa: ‚Pendidikan nasional adalah

pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dan

perubahannya yang bersumber pada ajaran agama,

keanekaragaman budaya Indonesia, serta anggap terhadap

perubahan zaman‛. Pasal 4 UUSPn 2003, yaitu: ‚Pendidikan

nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Ynag Maha

Esa, berakhlak mulia, berbudi mulia, sehat, berilmu, kompeten,

terampil, kreatif, mandiri, estetis, demokratis, dan memiliki rasa

kemasyarakan dan kebangsaan.‛

Bagi Abduh, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang

dalam prosesnya mampu mengembangkan seluruh fitrah peserta

37 UUSPN 2003 disahkan pada rapat paripurna DPR RI, tanggal 21 juli

2003, ketika keputusan ini diambil secara demokrasi FPDIP sebagai fraksi salah

satu kelompok di samping FKKI yang meminta penundaan disahkannya

UUSPN 2003 tidak hadir dan dinyatakan abstain, pengesahan tersebut diikuti

dengan kebijakan pemerintah unuk meningkatkan alokasi dana untuk

pengembangan pendidikan nasional minimal 20% dari total APBN APBD yang

ditetapkan. 38 Departemen P& K, Undang undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang

SISPENAS, (Jakarta: Kloang Klede Jaya, 1989), 7. Meskipun tidak merupakan

tujuan pendidikan Islam secara eksplisit, namun secara implisit cerminan tujuan

tersebut indentik dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam.

108

didik, terutama fitrah akal dan agamanya. Dengan fitrah ini,

peserta didik akan dapat mengembangkan daya pikir secara

rasional, sementara melalui fitrah agama, akan tertanam pilar-pilar

kebaikan pada peserta didik yang kemudian terimplikasi dalam

seluruh aktifitas hidupnya.39

Dalam hal ini tugas pendidikan agama

dalam perspektif Islam adalah menciptakan sosok peserta didik

berkepribadian paripurna (insan Kamil). Sebagai instrumen strategis bagi upaya pengembangan

potensi kemanusiaan, maka dalam batasan ideal, pendidikan Islam

merupakan sebuah proses pembebasan manusia dari segala bentuk

belenggu sesuai dengan batas yang diberikan Allah untuk ruang

jelajahnya. Hal ini mungkin saja karena Islam sangat besar

memberikan pemahaman kepada pemeluknya tentang menyikapi

hidup, agama Islam mengajarkan hambanya tentang konsep sabar,

konsep ikhlas konsep mengahadapi musibah, konsep cobaan dunia,

konsep kehidupan dunia, dan konsep-konsep lainnya. Oleh karena

itu, pendidikan Islam lebih menekankan pada aspek doktriner

merupakan proses penciptaan belenggu yang cukup fatal bagi

tumbuhnya dinamika IQ, EQ, dan SQ seorang peserta didik. 40

Dalam menanamkan kepribadian yang Islami terhadap

siswa peran sekolah alam cukup menentukan. Dalam hal ini tenaga

pendidik harus mampu menerapkan jiwa keagamaan siswa

sehingga kelak akan membentuk siswa yang berkepribadian yang

luhur dan berakhlak mulia. Kata kepribadian dalam sering

ditranformasikan menjadi kata nafs.

Menurut Fazlur Rahman, perkataan nafs yang sering di

gunakan di dalam Alqur’an dan diterjemahkan menjadi jiwa

sebenarnya berarti pribadi.41

Raghib al-Asfahani dalam

mufrodatnya mengatakan bahwa nafs adalah ruh dalam firmannya:

Keluarkanlah Nyawamu... (al-An‘a>m:93)42

…Dan ketahuilah

39 Muhammad Abduh, al-Mada>ris al-Tajhiza>t wa al-Mada>ris al-‘Aliyat,

dalam ‘Imarah (ed). Al-A’mal al-Kamil al-Imam Muhammad Abduh, juz III,

(Beirut: Al-Muassasah al-‘Arabiyah Li al-Dira>sah wa al-Nas}r,1972),117. 40Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah

Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), Xviii. 41 Fazlur Rahman, Tema-Tema Besar Dalam Al-Qur’an, alih bahasa

Anas Muhyidin (bandung:Pustaka. 1983),26. 42

109

bahwasannya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati maka

takutlah pada Allah… (al-Baqarah:235)43

Nafsu disifati dengan beragam sifat dalam Alqur’an, ia

disifati sebagai ammarah bissu>’ yang selalu mengajak kepada

kepada keburukan … sesungguhnya nafsu itu selalu selalu

menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu nafsu yang diberi

rahmat oleh Tuhanku...(Yu>suf:53)44

memerintahkan pemiliknya

untuk melakukan kejahatan. Ia juga disifati sebagai nafsu

lawwamah. Allah berirman: Dan Aku bersumpah dengan jiwa

yang amat menyesali dirinya sendiri (al-Qiya>mah:2)45

yang

mencela pemiliknya atas perbuatan dosa yang ia kerjakan.

Ia juga disifati sebagai mut{mainnah, Allah berfirman: Hai

jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang

puas lagi diridhoi Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-

hamba Ku dan masuklah kedalam surga Ku (al-Fajr:27-30)46

Nafsu

yang di sifati dengan sifat-sifat tadi adalah ruh. Ruh adalah nama

bagi nafsu yang dengannya mengalir kehidupan, upaya mencari

kebaikan dan upaya menghindarkan keburukan dari dalam diri

manusia.

Ruh merupakan bagian yang paling mulia dari manusia,

dan manusia adalah objek tarbiyah Islamiyah, mendidik manusia

adalah perintah yang di embankan oleh syariat karena ia bertujuan

untuk meletakkan di atas jalan yang lurus.47

Menurut Usman Najati, tiga tingkatan nafs memiliki

kemiripan dengan teorinya Freud mengenai struktur kepribadian.

Seseorang yang dalam kehidupannya masih cenderung menurut

43

44

45

46

47 Ali Abdul Halim, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattanie

(Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 62-69.

110

keinginan dan kebutuhan fisiknya dapat diibaratkan seorang anak

yang kepribadiannya kurang matang dan belum belajar

pengendalian nafsu, maka ia selalu menuruti dan tunduk dibawah

pengarahan nafsunya yang menyuruh kepada kejahatan. Nafsu

Amarat ini sama dengan konsep id yang menurut Freud adalah

bagian jiwa yang selalu bertujuan untuk memenuhi keinginan yang

timbul dari dirinya tanpa mempertimbangkan logika moral atau

realita karena ia memiliki prinsisp kesenangan.48

Apabila manusia telah mencapai tingkat kematangan dan

kesempurnaan yang lebih tinggi sanubarinya akan mulai terjaga.

Kemudian ia akan merasa berdosa dan menyesali tindakan yang

berlebih-lebihan yang dilakukannya dalam menuruti hawa

nafsunya. Selanjutnya ia akan bertobat dibawah pengaruh jiwa

yang amat menyesali dirinya akibat dari kesalahan dan dosa yang

ia lakukan. Nafsu lawwamat ini mempunyai kemiripan dengan

super ego yang menurut Freud merupakan bagian luhur dalam diri

manusia. Super ego adalah bagian jiwa yang terdiri dari ajaran-

ajaran yang diterima seseorang dari kedua orang tuanya dan nilai-

nilai budaya di mana ia tumbuh dan menjadi kekuatan psikis

internal yang menilai seseorang, mengawasinya, mengkritik dan

mengancam dengan azab.49

Secara global super ego memasuki bagian terdalam dari

esensi persoalan moral. Super ego meletakkan dasar-dasar untuk

meminimalisasi peran id dan mengendalikan hawa nafsu. Super

ego merupakan cermin dari sistem terbuka yang mengeluarkan

nilai-nilai murni serta merupakan sarana untuk memilih prioritas

dan mengatur kesenangan. Sedangkan ego serupa dengan nafsu

Muthmainnah. Ego merupakan penyeimbang antara id dan super

ego juga penyeimbang paham pragmatisme dan paham realisme,

sehingga membentuk prinsip keharmonisan dan keseimbangan.

Ego merupakan cermin hak istimewa kesetaraan dan

keseimbangan antara kecenderungan-kecenderungan manusia dan

48 Muhammad Usman Najati, Alquran dan Psikologi, alih bahasa Ade

Asnawi Syihabuddin (Jakarta:Aras Pustaka,2005), 187. 49 Muhammad Usman Najati, Alquran dan Psikologi, alih bahasa Ade

Asnawi Syihabuddin (Jakarta:Aras Pustaka,2005), 188.

111

kegeliahannya. Ego melahirkan unsur kerelaan dan ketentraman

dalam kehidupan setiap manusia.50

Keunikan konsep kepribadian Islam terletak pada nafs

muthmainnah. Kepribadian ini bersifat teosentris yang

terkendalikan oleh struktur kalbu. Berdasarkan kriteria

kepribadian ini maka pusat kepribadian adalah kalbu, dan kalbu

mampu mengendalikan semua sistem kepribadian yang ada.51

Raghib al-As{fahani dalam mufrodat fi> ghori>bi Alqur’an

mengungkapkan bahwa kalbu adalah makna-makna yang secara

spesifik menjadi sifatnya, seperti ruh, ilmu pengetahuan,

keberanian, dan lainnya. Allah berfirman, … ‚dan hatimu naik

menyesak sampai ketenggorokan…‛(al-Ah{za>b:10)52

maksudnya

adalah arwah. ‚Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar

terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati…‛(Qa>f:37)53

maksudnya adalah ilmu dan pemahaman. ‚Agar hatimu tentran

karenanya…‛(al-Anfa>l:10)54

maksudnya agar keberanian kalian

menjadi kuat dan ketakutan kalian hilang. ‚….tetapi yang buta,

ialah hati yang didalam dada‛ (al-H{ajj:46)55

maksunya adalah ruh.

Nafs sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali ia bisa di

rangkum sebagai makna yang merangkum kekuatan marah dan

syahwat dalam diri manusia. Makna inilah yang banyak dipakai

para tasawuf, karena, yang mereka maksud dengan nafs adalah

dasar tumbuhnya segala sifat-sifat tercela dalam diri manusia.

Mereka berkata bahwa manusia harus mengendalikan nafsu dan

memecahkannya. Bisa pula yang di maksud dengan nafs adalah

kelembutan robbaniah ruhiah yang merupakan kalbu atau ia pada

50 Muhammad Usman Najati, Psikologi Sempurna Ala Nabi SAW. Alih

bahasa Hedi (Bandung: Pustaka Hidayah,2008), 56. 51 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006),167.

52

53

54

55

112

hakikatnya adalah manusia itu sendiri. Dengan demikian kalbu dan

nafs adalah satu makna.

Menurut al-Ghazali kalbu merupakan struktur yang saleh

untuk mengetahui segala sesuatu yang esensi (hakikat). Muray

Menyatakan: pusat kepribadian manuasia adalah otak, tanpa otak

maka tidak ada kepribadian. Konsep kepribadian Islam mengakui

adanya otak (akal) sebab bagaimanapun ia merupakan anugerah

Allah yang harus difungsikan. Namun sekali lagi otak bukanlah

struktur tertinggi dalam mengendalikan tingkah laku manusia.56

Para ilmuwan menemukan mengenai kecerdasan. Ketika

bagian otak yang membuat kita mampu merasakan emosi

mengalami kerusakan, akal kita tidak mengalami hal yang sama.

Kita masih dapat berbicara, menganalisis, berprestasi baik dalam

tes IQ, dan bahkan dapat meramalkan bagaimana seseorang

seharusnya bertindak dalam situasi sosial. Akan tetapi, dalam

kejadian tragis ini kita tidak mampu menghasilkan keputusan di

dunia nyata. Para ilmuwan memetakan hati manusia mereka

menyiratkan bahwa bagian rasional dan emosional saling

bergantung. Kemampuan emosi hadir lebih dulu di dalam batang

otak manusia sebelum bagian berpikir otak atau neokorteks

bahkan mulai berkembang di atasnya.57

Menurut hasil penelitian Petrides dan Sangareau rendahnya

nilai kecerdasan emosi berkorelasi dengan perilaku negatif.58

Selain itu Smith dan Walden juga menemukan bahwa anak yang

dinyatakan mempunyai perilaku buruk menunjukkan pemahaman

emosi yang buruk.59 Perilaku negatif yang muncul di akibatkan

karena seseorang yang kurang mampu mengelola emosinya,

pengelolaan emosi yang buruk biasanya akan menimbulkan sebuah

56 Al-Ghazali, Ihya>’ ‘Ulumuddi>n (Semarang:Maktabah wa Mat}ba’ah

T{aha Putra,tt), 33. 57Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional Cara Baru Praktis

untuk Mendayagunakan Potensi Insting dan Kekuatan Emosi Anda,terj.Ary

Nilandari (Bandung: Penerbit Kaifa, 2000), 25. 58 K.V Petrides, Sangareau, Furnham, & FredericksonTraits,

‚Emotional Intelligence, and Children’s Peer Relations at School‛, Social Development, 15,(2006): 537-547.

59 Ulutas & Omeroglu, ‚The effect of Emotional Intelligence

Education Program on Emotional Intelligence of Children‛. Social Behavior and Personality. 35(10),(2007), 1365-1372.

113

kecemasan, ketidak tenangan hati, komunikasi yang buruk, dan

lain-lain. Kecemasan berfungsi sebagai tanda adanya bahaya yang

akan terjadi, suatu ancaman terhadap ego yang harus dihindari

atau dilawan. Dalam hal ini ego harus mengurangi konflik antara

kemauan Id dan Super ego. Konflik ini akan selalu ada dalam

kehidupan manusia karena menurut Freud, insting akan selalu

mencari pemuasan sedangkan lingkungan sosial dan moral

membatasi pemuasan tersebut. Sehingga menurut Freud suatu

pertahanan akan selalu beroperasi secara luas dalam segi

kehidupan manusia. Layaknya semua perilaku dimotivasi oleh

insting, begitu juga semua perilaku mempunyai pertahanan secara

alami, dalam hal untuk melawan kecemasan60

selanjutnya Freud

mengatakan bahwa cara yang digunakan individu untuk mengatasi

kegagalan dan kecemasan adalah identifikasi, pemindahan atau

sublimasi dan mekanisme pertahanan ego. Dalam Alqur’an

dijelaskan adanya kilah mental, yaitu tingkah laku defensif yang

dilakukan seseorang untuk menjaga dirinya dan perasaan gelisah

yang menimpa dirinya apabila dorongan-dorongannya tidak

terpenuhi.61

Berkaitan dengan hal ini Alquran berulang-ulang

mengingatkan manusia untuk tidak membiarkan dirinya larut

dalam kecemasan. Keimanan dan ketakwaan adalah obat penawar

bagi kecemasan seperti di tegaskan dalam surat (al-A‘raf:35) dan

(al-Ah{qo>f:13)62

60 Schultz D. Psychoanalytic approach: Sigmund Freud in Theories of

Personality (California: Brooks/Cole Publishing Company; 1986), 45-50. 61 Muhammad Usman Najati, Psikologi Sempurna Ala Nabi SAW. Alih

bahasa Hedi (Bandung: Pustaka Hidayah,2008), 201.

62

35. Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang

menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, Maka barangsiapa yang bertakwa dan

mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak

(pula) mereka bersedih hati.

114

kejahatan emosi (emotional crime) dalam bentuk ancaman

emosi (emosional blackmail) pun kini semakian marak dalam

dunia pendidikan di Indonesia. Aksi ini kerap muncul dalam

bentuk ancaman, penghinaan, kata-kata kotor, dan kesengajaan

untuk melukai harga diri secara verbal. Hasil penelitian centers for

disease Control menunjukkan, rata-rata 19 orang meninggal setiap

minggunya di Amerika Serikat karena stres yang terkait dengan

masalah emosi.63

Salovey dan Mayer menyatakan bahwa kecerdasan emosi

dapat di capai atau ditingkatkan melalui pembelajaran dan

pengalaman.64

Upaya pengembangan model pendidikan sebagian

besar ditujukan untuk pengembangan intelektual saja. Akibatnya,

terjadilah kesenjangan antara berkembangnya kecerdasan

intelektual dengan kecerdasan emosi, sehingga muncullah berbagai

perilaku negatif para siswa.65

Seseorang yang cerdas emosi mampu

menghadapi tantangan hidup dan mengontrol emosi lebih baik.

Dari pendapat-pendapat ini dapat disimpulkan bahwa agar tidak

membuat perilaku- perilaku negatif, kecerdasan emosi anak harus

tinggi, atau anak harus dibuat cerdas emosi.

Proses belajar mengajar dijadikan media untuk

mengembangkan kecerdasan emosional siswa, kecerdasan

emosional sendiri dalam Pendidikan Agama Islam terletak pada

pendidikan akhlak. Siswa yang tidak mampu mengelola emosi

sering melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas kewajaran.

Dalam Islam perilaku menyimpang ini disebut akhlak tercela

sedangkan dalam terminologi psikologi disebut gangguan

kepribadian. Menurut Abdul Mujib gangguan kepribadian, yang

13. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah",

Kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran

terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. 63 Anthoniy Dio Martin, Emotional Quality Management, Refleksi,

Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi (Jakarta: Penerbit Arga,

2003), 24. 64P.N Lopez, Salovey, & Straus, ‚Emotional Intelligence, Personality,

and the Perceived Quality of Social Relationships‛. Personality and Individual Differences 35, (2003):641-658.

65 Poerwanti, Memahami Pertumbuhan Kecerdasan Intelektual dan

Kecerdasan Emosional Anak untuk Kepentingan Pendidikan, 2005

www.malang.ac.id/jurnal/- fip/sd/-8k. Diakses 28 Juni 2014.

115

kemudian berbentuk kepribadian buruk, merupakan psikopatologi

dalam peristilahan psikologi perspektif Islam. Dikatakan

psikopatologi karena memiliki dua ciri utama: pertama, perilaku

ini dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri individu,

disebabkan adanya simpton-simpton patologis seperti kecemasan,

kegelisahan, keresahan, kebimbangan, kekhawatiran, keraguan,

konflik dan kemalasan. Kedua, perilaku tersebut mengandung dosa

yang dilarang Allah SWT. Perilaku ini mengotori jiwa manusia.66

Implementasi akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter

pribadi rasulullah Saw. Dalam pribadi Rasul bersemi nilai-nilai

akhlak yang mulia dan agung.67

Akhlak tidak diragukan lagi

memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Prinsip akhlak

Islami termanfestasi dalam aspek kehidupan yang diwarnai

keseimbangan, realisis, egektif, azas manfaat, disiplin, dan

terencana serta memiliki dasar analisis yang cermat. Menurut

Mubarok kualitas akhlak seseorang dinilai tiga indikator: pertama,

konsistensi antara yang dikatakan dengan dilakukan, dengan kata

lain adanya kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan. Kedua,

konsistensi orientasi, yakni adanya kesesuaian antara pandangan

dalam satu hal dengan pandangannya dalam bidang yang lain.

Ketiga, konsistensi pola hidup sederhana, dalam tasawuf, sikap

mental selalu memelihara kesucian diri, beribadah hidup

sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap

kebajikan pada hakikatnya adalah cerminan dari akhlak yang

mulia.68

Peran Pendidikan Agama Islam dalam peningkatan

prestasi belajar siswa mempunyai kaitannya dalam pengembangan

kecerdasan emsoional. Guru agama memegang peran kunci, namun

tidak terlepas pula dari peran guru lain serta iklim sekolah yang

sengaja diciptakan untuk pembelajaran akhlak. Menciptakan

masyarakat sekolah sebagai sebuah keluarga sakinah akan

memberikan keteladanan akhlak kepada anak. Budaya sekolah

yang kondusif akan sangat membantu penghayatan anak untuk

66 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006),352-353. .....لقد كان لكم في رسول هللا أسوة حسنة 67 68 Abdul Mujib & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif

Islam (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), 60.

116

memperkuat keyakinan dirinya terhadap nilai-nilai ajaran Islam

yang kemudian akan membentuk sikap emosionalnya. Interaksi

antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa

ataupun guru dengan karyawan, karyawan dengan siswa dan

karyawan dengan karyawan akan diamati oleh anak yang menjadi

sebuah keteladan bagi kecerdasan emosioal dalam situasi sosial

yang natural yang sarat dengan nilai-nilai Islami.69

Pendidikan Agama Islam yang masih cenderung bersifat

kognitifistik harus mengalami perombakan dalam pembelajaran.

Model integrited learning dalam satu bidang studi Pendidikan

Agama Islam , misalnya integrited antara pembelajaran ibadah

dengan pembelajaran akhlak/kecerdasan emosi dapat dilakukan.

Selama ini pembelajaran ibadah lebih banyak terlepas dengan

pembelajaran akhlak, sehingga seakan-akan ibadah (shalat, zakat,

puasa) semata hubungan manusia dengan Allah. Padahal nilai-nilai

dalam ibadah justru mengarah kepada pembentukan akhlak dan

watak manusia bahkan sebuah proses mencerdaskan manusia

secara emosional.

Pendidikan Agama Islam saat ini ternyata lebih dipahami

sebagai ajaran fiqih dan tidak dipahami dan dimaknai secara

mendalam. Eksistensinya direduksi sebagai sekadar pendekatan

ritual simbol-simbol serta pemisahan antara kehidupan dunia dan

akhirat. Ketika kita duduk di bangku sekolah dasar misalnya rukun

Islam dan rukun Iman diajarkan sebagai sangat sederhana hanya

sebentuk hafalan di otak kiri tanpa dipahami maknanya. Padahal

dari kedua rukun inilah pembentukan kecerdasan emosi dan

spiritual yang begitu menakjubkan. Pendidikan agama seharusnya

memiliki tujuan akhir untuk mendidik peserta didik berperilaku

religius dan sekaligus membiasakan mereka berpikir secara kreatif

dan inovatif. Sayangnya pendidikan agama selama ini sangat jauh

dari memberikan ruang kepada anak didik untuk melakukan

kretativitas. Rendahnya pengembangan imajinasi dan kreasi serta

berpikir rasional menyebabkan pendidikan Islam terkesan sangat

69 Mami Hajaroh, ‚Kecerdasan Emosi dan Aplikasinya dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam‛, http://staff.uny.ac.id/ diakses pada 26

Juni 2014.

117

indoktrinatif belum menyentuh kepada pemahaman dan

penghayatan.

Dalam mengantisipasi perubahan global pendidik harus

mampu merumuskan visi dasar pendidikan, yaitu Learning to think, to know, to be, to live together. Keempat visi dasar ini

dapat diuraikan dengan penjelasan nilai-nilai agama yang

bertujuan untuk memudahkan pemahaman nilai-nilai universal

dengan pendekatan agama dan mengingatkan bahwa agama Islam

telah mengajarkan kepada kita nilai-nilai tersebut. Dengan

demikian, pendidikan Islam diharapkan berperan dalam membina

akal secara seimbang dan yang lebih penting lagi adalah hati untuk

dapat melahirkan lulusan yang sesuai dengan tujuan pendidikan

Islam yang pada intinya adalah pendekatan diri kepada Allah

melalui pembentukan al-akhlak al-Karimah. Para pakar pendidikan

Islam dengan berbagai ungkapan, pada umumnya sepakat bahwa

tujuan pendidikan Islam adalah membina pribadi muslim yang

sempurna dan taat dalam beribadah. Termasuk salah satunya

adalah akhlak mulia. al-Akhlak al-karimah dalam Islam adalah hal

yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual seperti

konsistensi (istiqamah), rendah hati (tawadu), usaha keras

(tawakkal), ketulusan (ikhlas), totalitas (kaffah), keseimbangan

(tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan).70

Para pakar pendidikan telah mengemukakan bahwa

pendidikan Islam di samping berupaya membina kecerdasan

intelektual, keterampilan dan raganya, juga membina jiwa dan hati

nuraninya.71

Berarti secara umum pendidikan Islam membina

kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ). Di

samping kedua kecerdasan tersebut, pendidikan Islam juga

membina kecerdasan spritiual (SQ). Bahkan dalam konsep

pendidikan Islam, kecerdasan spiritual adalah landasan IQ dan EQ.

Kecerdasan intelektual tidak mengukur kreativitas, kapasitas

emosi, nuansa spiritual, dan hubungan sosial, sedangkan

kecerdasan Qalbiyah (kognitif Qalbiyah) apabila telah

70 Ary Ginajar Agustian, ESQ The ESQ Way 165, Cet. XX (Jakarta:

Arga, 2005), 280. 71 Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I.

(Yogjakarta: Graha Ilmu,2007), 139.

118

mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian

yang tenang.72

Pendidikan Agama Islam , secara umum belum mampu

berkontribusi positif terhadap peningkatan moralitas dan

spritualitas khususnya di kalangan peserta didik. Sebenarnya

kesalahannya tidak semata-mata terletak pada materi Pendidikan

Agama Islam , tetapi terletak pada cara dan implementasinya di

lapangan. Peserta didik selalu diarahkan pada penguasaan teks-

teks yang terdapat dalam buku pengajaran, mereka selalu

dihadapkan pada pertanyaan dan hapalan kulit luarnya saja (ranah

kognitif), sedangkan substansinya berupa penanaman nilai-nilai

agama hilang begitu saja seiring dengan bertumpuknya

pengetahuan kognitif mata pelajaran yang ada di sekolah.73

Pendidikan Agama Islam yang diajarkan selama ini pada

lembaga-lembaga pendidikan umum mulai dari tingkat SD sampai

perguruan tinggi lebih bersifat transfer of knowledge, lebih

menekankan kepada pencapaian penguasaan ilmu-ilmu agama.

Fragmentasi materi dan terisolasinya atau kurang terkaitnya

dengan konteks yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari yang

menyebabkan peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama

sebagai nilai yang hidup dalam keseharian. Konsekuensinya

Pendidikan Agama Islam yang diajarkan menjadi kurang

bermakna, kebanyakan peserta didik meningkat pengetahuannya

tentang agama, akan tetapi penghayatan dan pengamalan terhadap

nilai-nilai agama tidak teraktualisasi dalam kehidupan sehari-

hari.74

72 Lihat, M. Yaniyullah Delta Auliyah, Melejitikan Kecerdasan Hati

dan Otak Menurut Petunjuk Al-Quran dan Neurologi (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2005), 14-15. 73 Tujuan PAI selama ini masih terhenti pada ranah kognitif, belum

menyentuh ranah afektif dan kepribadian. Lihat Sutrisno, Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Fadilatama, 2011), 85.

74 Dalam praktiknya, Pendidikan Agama Islam tidak berbeda dari

pendidikan modern yang terperangkap kapitalisasi material, sehingga peran

profetiknya sulit direalisasikan. Lihat Abdul Munir Mulkhan, Kecerdasan Makrifat, dalam rangka pidato pengukuhan guru besar yang disampaikan dalam

rapat senat terbuka UIN Sunan Kalijaga pada tanggal 31 Maret 2004, dalam

Asmuri, Konstekrualisasi Pendidikan Agama Islam ,Shifting Paradigma dan

119

Menurut Siti Malika Towaf, kelemahan Pendidikan Agama

Islam yang berlangsung saat ini, antara lain; 1) pendekatan masih

cenderung normatif, di mana pendidikan agama menyajikan

norma-norma yang seringkali tanpa ilustrasi sosial budaya,

sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama

sebagai nilai yang hidup dalam keseharian, 2) kurikulum yang

dirancang hanya menawarkan minimum kompetensi, tetapi pihak

guru PAI seringkali terpaku dengannya, sehingga kreativitas untuk

memperkaya materi kurang tumbuh, begitu juga dalam hal

penerapan metode pembelajaran yang cenderung bersifat

monoton.75

Adanya indikasi kegagalan Pendidikan Agama Islam yang

selama ini diterapkan. Hal ini terjadi karena kecenderungan dalam

penerapannya yang masih berpegang pada paradigma tradisional

yang bersifat teosentris, normatif, dan tekstual. Paradigma yang

berpandangan bahwa segala sesuatunya berdasarkan apa yang

telah diwahyukan oleh Tuhan, sebagaimana yang tertulis di dalam

kitab yang dipahami secara literalis-tekstualis tanpa membuka

ruang yang bersifat dialogis terkait dengan kondisi zaman yang

dinamis dan terus berkembang. Paradigma tradisional yang

bersifat teosentris tersebut sudah saatnya harus mengalami

perubahan, yaitu kepada paradigma teo-antroposentris.76

Paradigma teo-antroposentris berusaha untuk

mengkoneksikan Pendidikan Agama Islam dengan realitas yang

senantiasa dinamis dan berkembang. Paradigma yang tidak hanya

didasarkan atas pertimbangan wahyu yang terdapat dalam kitab

suci yang dipahami secara literalistekstualis, tetapi juga dengan

pertimbangan sosial budaya yang ada di tengah masyarakat.

Perubahan paradigma dari teosentris ke teo-antroposentris

Implementasinya, artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, (2010):222.

75 Siti Malika Towaf, ‚Pendekatan Kontekstual bagi Pendidikan

Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,‛ dalam Fuaduddindan Cik Hasan

Basri (ed.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999), 20. 76 Asmuri, ‚Kontekstualisai Pendidikan Agama Islam ,Shifting

Paradigma dan Implementasinya‛, Artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau, Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, 2010, 227

120

merupakan salah satu bentuk dari pemikiran kritis terhadap

paradigma tradisional yang selama ini dipegang. Paradigma ini

lahir dari pemikiran kritis para intelektual muslim kontemporer,

seperti Fazlur Rahman, menurutnya krisis metodologi sebagai

penyebab kemunduran pemikiran Islam, karena alternatif

metodologi dipandangnya sebagai titik pusat penyelesaian krisis

intelektualisme Islam. Rahman berpendapat penyelenggaran

pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang

sedang berubah, tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala

warisan yang bersifat klasik.77

Untuk konteks Indonesia seperti Harun Nasution dengan

gagasannya ‚menghidupkan kembali teologi-rasional‛.78

Beliau

menekankan pemahaman Islam secara komprehensif dengan

meninjaunya dari berbagai aspek. Harun menjelaskan bahwa Islam

itu begitu luwes dan fleksibel serta mampu menjawab tantangan

zaman.

Paradigma teo-antroposentris berperan menyatukan ilmu

alam dengan landasan etik moral Islam yang akan memberi

manfaat bagi seluruh alam ini. Akh Minhaji menyebutnya dengan

pendekatan ‚historis-praktis‛,79

atau disebut dengan konsep

pendidikan Hadhari dengan konsep pendidikan yang berorientsi

rahmatan lil ‘alamin.

77 Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 2000),263. 78 Menurutnya keterbelakangan dan keterpurukan umat Islam antara

lain karena belenggu teologi tradisional yang mereka anut yang sangat kental

dengan nuansa Jabariyah dan fatalism. Lihat, Thariq Modanggu, Perjumpaan Teologi dan Pendidikan (Jakarta: Qalam Nusantara, 2010), 27.

79 Minhaji,Sejarah Sosial dalam Studi Islam (Yogyakarta: Sunan

Kalijaga Press, 2010), 29.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwasannya kecerdasan

emosional berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar.

Mengenai hal ini telah banyak perbedaan pendapat para ilmuwan,

sebagaian ada yang menyimpulkan bahwa prestasi belajar

dipengaruhi oleh faktor guru dalam mengajar dan otoritas sekolah

seperi pendapat Adegbite, Asikhia, sedangkan Lamson dan

Thondike mengatakan bahwa prestasi belajar yang diraih

berbanding lurus dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki.

Sebagian ada yang menyimpulkan seperti Chernis, Nelson dan

Low bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan

terhadap prestasi belajar .

Beberapa temuan dalam penelitian ini setelah melakukan

penelitian didapatkan bahwa kecerdasan emosional mempunyai

peran terhadap prestasi belajar. Status ranah prestasi belajar yang

ditunjukkan pada siswa Sekolah Lanjutan berada pada kategori

tinggi dan sedang, begitu juga status dimensi kecerdasan

emosional kebanyakan berada pada kategori tinggi dan sedang.

Dengan menggunakan analisis regresi berganda, ditemukan

bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar. Adapun signifikansinya dari analisis

regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS 17 dengan

dasar pengambilan keputusan taraf uji kesalahan 5% (α=0.05)

adalah jika p-value < 0.05 maka Ha dterima. Dari penelitian

diperoleh p-value (sig.) sebesar 0.000 dengan demikian p-value < α

(0.000<0.05). Dengan demikian bahwa prestasi belajar yang

didapat berbanding lurus dengan kecerdasan emosional siswa. Hal

ini senada dengan penelitian Parker, Aremu dan Kanhai yang

mengatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara

signifikan terhadap prestasi belajar.

Dengan menggunakan multi regresi tabel model summary

diketahui bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap

prestasi belajar sebesar 69.5%. Adapun 30.5% dipengaruhi oleh

faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal ini

dikarenakan kecerdasan emosional berhubungan langsung dengan

124

pengelolaan hati untuk lebih tenang dan berkonsentrasi dalam

belajar, serta memotivasi untuk lebih tekun.

Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap prestasi

belajar ditandai dengan adanya beberapa hal: pertama, dalam

berhubungan dengan banyak orang kecerdasan emosional sangat

berperan, terutama karena siswa akan lebih berempati,

komunikatif, lebih tinggi rasa humornya, dan lebih peka akan

kebutuhan orang lain. Kedua, siswa lebih bisa menyeimbangkan

rasio dan emosi, tidak terlalu sensitif atau emosional, dan tidak

terlalu dingin atau rasional. Ketiga, siswa lebih bisa menanggung

stres yang kecil karena biasa dengan leluasa mengungkapkan

perasaan, bukan memendamnya. Keempat, siswa lebih bisa

termotivasi dalam belajar ketika yang lain menyerah. Kelima,

siswa lebih bisa menahan hawa nafsu dan akan lebih fokus dan

tekun dalam belajar.

Konsep pendidikan dalam pengembangan kecerdasan

emosional terletak pada pendidikan agama Islam, karena pada

dasarnya salah satu tujuan pendidikan agama Islam sendiri adalah

memotivasi siswa untuk mencintai ilmu, dan mendidik akhlak

siswa.

B. Saran

Siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar tidak

hanya terlibat dengan kecerdasan intelektualnya saja tapi juga

melibatkan peran aspek kecerdasan emosional. Dalam penelitian

ini ditemukan adanya pengaruh secara signifikan kecerdasan

emosional terhadap prestasi belajar. Temuan ini kiranya dapat

menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi pemerhati kajian

pendidikan agama Islam. Mengakhiri kajian ini peneliti

merekomendasikan beberapa hal diantaranya:

Pertama, pendidikan yang mengedepankan metode

pengembangan kecerdasan emosional mempunyai peran penting

dalam peningkatan prestasi belajar. Oleh karena itu, hendaknya

pendidikan bisa secara optimal mengedepankan pengembangan

aspek kecerdasan emosional sehingga dapat membantu

peningkatan prestasi belajar siswa.

125

Kedua, pengembangan kecerdasan emosional dalam

pendidikan bisa melalui pengembangan motivasi belajar siswa dan

bisa juga melalui materi yang disampaikan kepada siswa.

Ketiga, kepada para peneliti yang tertarik pada kajian

prestasi belajar di Sekolah Alam Indonesia ataupun di sekolah lain

hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar

guna mengkaji lebih lanjut faktor-faktor lain berpengaruh terhadap

prestasi belajar.

115

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku

Abduh, Muhammad. al-Mada>ris al-Tajhiza>t wa al-Mada>ris al-‘Aliyat, dalam ‘Imarah (ed). Al-A’mal al-Kamil al-Imam Muhammad Abduh, juz III, (Beirut: Al-Muassasah al-

‘Arabiyah Li al-Dira>sah wa al-Nas}r,1972). Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan

Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2009).

Agustian, Ary Ginajar. ESQ The ESQ Way 165, Cet. XX

(Jakarta: Arga, 2005).

________ Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual (Jakarta: Arga,2001).

al-A‘z}ami>, Sa’i>d Rasyi>d. ‘Ilmu an-Nafsi al-Ta’li>mi> al-mutaqaddim

(‘Ama>n : Da>ru Jali>si al-Zama>n, 2008).

al-Dauri>, ‘Ali> Husain. Usu>lu al-Tarbiyah fi> mafhu>miha> al-H}adi>th

(‘Ama>n: Is}ra>u Linnath}r, 2008)

Alexander & Murphy. The Research Base for APA’s Learner-Centered Psychological Principles. In Lambert, N.M. & McCombs, B.L. (Eds.), How Students Learn: Reforming Schools Through Learner-Centered Education. (Washington, DC: American Psychological

Association,1999).

al-Ghaazali Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n Jilid III (Beirut: Da>r al-Fikr,

1989).

al-Khulli, al-Adab al-Nabawi> (Beirut:dar> al-fikr, tt).

al-Nawawi>, H{adith Arba’i>n al-Nawa>wiyyah, terj. Muhil D{afir

(Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat).

al-Nawawi>, Riyadh al-S{alihi>n,terj. Ahmad Sunarto (Jakarta:

Pustaka Amani, 1999).

al-Zuhairi, ‘Abdul Kari>m Muh}sin > dan Ha>di> Mas}a>’n rabi>>’, Dauru al-Tarbiyah Wa al-Ta’li>m fi> ‘Amaliyati al-Tah}di>th Wa al-Tat}wi>r (‘Ama>n: Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2009).

Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik, Prosedur (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2009).

Aulia, M. Yaniyullah Delta. Melejitkan Hati dan Otak Menurut Pentunjuk Alqur’an dan Neurologi, Edisi I (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2005).

116

Azwar, Saifuddin. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar, Edisi II (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2005).

Bi>bi>, Huda> Husaini> al-Marja’ Fi al-Irsyad al-Tarbawi> (Bairu>t:

Da>ru Akadimiya>, 2000).

D, Schultz. Psychoanalytic approach: Sigmund Freud in Theories of Personality (California: Brooks/Cole Publishing

Company; 1986).

Dalyono. Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010).

Departemen P& K, Undang undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang SISPENAS, (Jakarta: Kloang Klede Jaya, 1989).

Djamarah, Syaiful Bahri Psikologi Belajar (Jakarta: Rneke Cipta,

2011).

Eisenberg & Mussen,The Root of Prosocial in Children ( New

York : Cambridge University Press,1989).

________ Sadovsky, & Spinrad, Associations of Emotion-Related Regulation, language skills, emotion knowledge, and academic outcomes, (New Directions in Child and

Adolescent Development:2005).

Gininginintasari, Rahayu. ‚kesadaran diri‛ Jurnal Psikologi Pendidikan 2, no.1 (2009):47-55.

Goble, Frank G. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987).

Goleman, Daniel, Emotional Intellegence, Why Can Matter Than IQ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),45.

Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya

(Jakarta : PT. Gramedia, 2001).

Gottman , Jhon & James. Guidance And Conseling In The Elementary And Middle Schools: A Practical Approach

(Lowa: Brown Comunication Inc 1995).

H}ama>m, Fa>diyah Ka>mil wa ‘Ali> ah}mad Sayyid Mus}tafa, ‘Ilmu al-naf si al-Tarbawi> Fi> D}aui al-Isla>m (Riya>d}: Da>ru al-Zahra,

2006).

ha’irah, Kha>lid Muh}ammad Abu wa Tsa>ir Ah{mad ghabir, Nah}wa Mafa>hi>mu Tarbawiyah Mu’a>s}irah Fi> al-Alfiyah al-Tha>lithah (‘Ama>n:Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2008).

Halim, Ali Abdul. Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-

Kattanie, (Jakarta: Gema insani Press, 2000).

117

Lamson, E.E. ‚High School Achievement of 56 Gifted Children‚,

Journal of Genetic Psyichology, 47/1935, h. 233-238, dikutip

dalam Lester D.Croww & Alice Crow, Educational Psyichology, terj. Z.Kasijan, Psikologi Pendidikan

(Surabaya: Bina Ilmu, 1984).

Lu>sa>, Mustafa Isma’i>l. Tadri>su al-Tarbiyah al- Islamiyah

Lilmubtadi-i>n, (al-Ima>ra>tu al-‘Ara>biyah al-Mutahiddah:

Da>ru al-Kita>bi al-Ja>mi’i>, 2004).

Manz, Charles C. Manajemen Emosi (Yogyakarta:Think, 2007).

Martin, Anthoniy Dio. Emotional Quality Management, Refleksi, Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi (Jakarta: Penerbit Arga, 2003).

Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam (Yogyakarta: Sunan

Kalijaga Press, 2010). Modanggu, Thariq. Perjumpaan Teologi dan Pendidikan (Jakarta:

Qalam Nusantara, 2010).

Moskowitz, Joyce. Hooked and Feeling (Davie,FL: Clear Vision

Publishing, 2000).

Mubayidh, Makmun. Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak, Referensi Penting Bagi Para Pendidik dan Orang Tua

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006).

Muhyidin, Muhammad. Cara Islami Melejitkan Citra Diri (Jakarta,

Lentera, 2003).

Mujib, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011).

Mujib, Abdul. Kepribadian dalam Psikologi Islam (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2006).

Murray, Henry D Exploration in Personality (New York: John

Wiley &Sons 1938).

Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Belajar,

2008).

Najati, Muhammad Usman. Alquran dan Psikologi, alih bahasa

Ade Asnawi Syihabuddin (Jakarta:Aras Pustaka,2005). Nata, Abuddin. Manejemen Pendidikan (Bogor: Kencana, 2003).

________ Abudin. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009).

Nasr,S.H. Ideals and Realities of Islam (London: George Allen &

Unwil Ltd, 1975)

118

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2009). Rabi>’, Ha>di> Sha’la>n dan Isma’i>l Mah}mu>d Ghaul, al-Murshid al-

Tarbawi> wa Dauru al-Fa>’il Fi H}illi Masya>kili al-T}alabah, (Urdu>n: Da>ru ‘A>lami al-Thaqa>fah, 2006).

Rahman, Fazlur. Islam (Bandung: Pustaka, 2000).

________ Fazlur. Tema-Tema Besar Dalam Al-Qur’an, alih bahasa

Anas Muhyidin (bandung:Pustaka. 1983). Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam

Mulia, 2005).

Safari, Triantoro & Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi positif dalam Hidup Anda (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2009),14-15.

Sahputra, Naam. Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar (Medan: Fakultas Kedokteran, 2009).

Sakigawa, Masashi. Factors Contributing to Students’ Academic Achievement of Primary School in Mountainous Areas of Vietnam, (Japan: Higashis-Hiroshima, 1-1

Kagamiyama),739-8524.

Sali>m, Sala>h} Fua>d. al-Nashat}a>t al-Madrasiyah (‘Ama>n:

Maktabatul ‘Arabi> linnayl Wa al-Tauzi>’, 2010).

Satmoko. Santoso Budi. Sekolah Alternatif Mengapa Tidak

(Yogyakarta:Diva Press,2010).

Schunk. Dale H, Paul R.Pintrich, and Judith L.Meece, Motivation in education:Theory, Research, and Application (England:

British Library Cataloguing, 2014).

Segel, Jaena. Melejitkan Kepekaan Emosional, Cara baru Praktis Untuk Mendayagunakan Potensi Insting Dan Kekuatan Emosi Anda, Alih bahasa Ary Nilandari

(Bandung:Kaifa,2002).

Setyawan, Imam. ‚Peran Kemampuan Empati Pada Efikasi Diri

Mahasiswa Peserta Kuliah Kerja Nyata PPM POSDAYA‛,

Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan Psikologi Klinis – Himpsi ISBN : 978-979-21-2845-1.

Shaha>dah, Nu’ma>n. al-Ta’li<m wa al-Taqwi<m al-Aka>di>mi> (‘Ama<n:

da>ru s}afa>’, 2009).

119

Shapiro, Lawrence E. Mengajarkan Emotional Intellegence pada Anak, terj. Alex Tri Kantjono (Jakarta:PT Gramedia

Pustaka Umum, 1998).

Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Jakarta:

Rineke Cipta, 2010).

Smart, M.S and Smart. Children : Development and Relationship (New York : Colier Mc Millan, 1980).

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan; Landasan kerja Pemimpin Pendidikan (Jakarta: PT Rineke Cipta, 2006).

Sudijono, Anas. Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press,

2011).

Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung;

CV Sinar Baru, 1989).

Sugiyo, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010).

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan,

(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2009).

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru

(Bandung: Rosdakrya, 2009).

Thorndike, Robert & Elizabeth Hagen. Measurement and Evluation in Psychology and Education, 2nd Edition (New

York: John Wiley & Sons inc, 1962).

Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008).

Towaf, Siti Malika. ‚Pendekatan Kontekstual bagi Pendidikan

Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,‛ dalam

Fuaduddindan Cik Hasan Basri (ed.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999).

Usman, M Uzer & Lilis Setiawan, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003).

Warson, Ahmad Kamus Al-Munawwir (Yogyakarta:Krapyak,1992).

Watson, D.L.Tragerhan,and J Frank, Social Psychology: Science and Application ( Illinois : Scott, Foresman and Company,

1984).

Williams & Sternberg, ‚Group Intelligence‛, Intelligence, 12,

(1988): 351-377.

120

Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj.Toni Setiawan (Yogyakarta:

Media Abadi, 2009).

Winkel. Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT. Grasindo,2005).

Referensi Jurnal dan Artikel

A, Asikhia O. ‚Students and Teachers’ Perception of the Causes of

Poor Academic Performance in Ogun State Secondary

Schools‛. European Journal of Social Sciences – Volume

13, Number 2 (2010):1-14.

A, Syadli Z. ‚Kecerdasan Emosional Siswa dan Implikasinya

Terhadap Kreativitas Guru Agama‛. dalam Islam dan Hegemoni Sosial, ed. Khaeroni (Jakarta: PT.Mediacita,

2001).

Abisamra. ‚The Relationship Between Emotional Intelligence and

Academic Achievement in Eleventh Graders‛, Research in Education, FED.(2000).

Adegbite. ‚Influence of Parental Attribution Of Success/Failure

On Academic Performance Of Secondary School Student

In Ilorin Metropolis‛, The Counsellor, 21,(2005):238-246.

Aremu, Oyesojl A. Adeyinka Tella, and Adedeji Tella,

Relationship among Emotional Intelligence, ‚Parental

Involvement and Academic Achievement of Secondary

School Students in Ibadan, Nigeria‛. University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses pada 9 juni 2013.

Asmuri, ‚Kontekstualisai Pendidikan Agama Islam ,Shifting Paradigma dan Implementasinya‛, Artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau, Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, (2010).

Ashfort & Humphrey. Emotion in The Work Place A Reappraisal.

Human Relation, 48/(2), (1995): 613-619.

Bandura, Albert ‚Social cognitive theory: An Agentic

Perspective‛, Asian Journal of Social Psychology, Vol 2,

(1999):21–41.

Barnard, W. M. ‚Parent Involvement in Elementary School and

Educational Attainment‛. Children and Youth Services Review, 26, (2004):39- 62.

Beaumont, Yvonne -Walters, Kola Soyibo. ‚An Analysis of High

School Students' Performance on Five Integrated Science

121

Process Skills‛ Research in Science & Technical Education, Volume 19, Number 2 / November 1,

(2001):133 – 145.

Buchmann and Hanum, ‚Education and stratification in

Developing Countries: A Review of Theories and

Research‛, Annual Review of Sociology. 27,(2001): 77-

102.

Caldas, & Bankston. ‚The Effect of School Population

Socioeconomic Status on Individual Student Academic

Achievement‛. Journal of Educational Research, 90,

(1997):269-277.

Corno, L. & Rohrkemper, ‚The Intrinsic Motivation to Learn in

Classrooms‛, Reseach on Motivation, vol 2, (1985):53-90.

Crosnoe, Johnson & Elder, ‚School Size and The Interpersonal

Side of Education: An Examination of Race/Ethnicity and

Organizational Context‛, Social Science Quarterly, 85(5),(2004), 1259-1274.

Duke. ‚For the rich it’s richer: Print Environments and

Experiences Offered to First-Grade Students in Very Low-

and Very High-SES School Districts‛. American Educational Research Journal, 37(2),(2000): 456–457.

Edun, T. & Akanji, ‚Perceived Selfefficacy, Academic Self-

Regulation And Emotional Intelligence As Predictors Of

Academic Performance In junior Secondary Schools‛.

International Journal of Educational Research. 4,1,(2008):

61-72.

Escalas, J.E and Stern. ‚Sympathy and Emphaty : Emotional

Responses to Advertising Dramas‛, Journal of Consumer Research.Vol 29, (2003):567.

Fantuzzo, & Tighe. ‚A Family Involvement Questionnaire‛,

Journal of Educational Psychology, 92(2), (2000): 367-376.

Farooq, M.S, A.H. Chaudhry, M. Shafiq, G. Berhanu. ‚Factors

Affecting Student’s Quality Of Academic Performance: A

Case Of Scondary School Level,‛ Journal of Quality and Technology Management, Volume VII, Issue II,

December, (2011):1‐14.

122

Fatonah, Siti. ‚Aplikasi Aspek Kognitif Teori Bloom Dalam

Pembuatan Soal Kimia‛, Jurnal Kaunia Vol.1, No.2,

(2005): 154.

Furstenberg & Hughes. ‚ Social Capital and Successful

Development Among at-Risk Youth‛, Journal of Marriage and the Family, 57,(1995):580-592.

Goddard, ‚Relational Networks, Social Trust, and Norms: A

Social Capital Perspective on Students' Chances of

Academic Success‛, Educational Evaluations & Policy Analysis, 25,(2003): 59-74.

Goethals, George R. ‚Peer Effects, Gender, and Intellectual

Performance Among Students at a Highly Selective

College: A Social Comparison of Abilities Analysis‛

Discussion Paper:(2001):6.

Hutapea, Pinondang ‚Efek Penerapan Model Pembelajaran

Problem Solving Dan Kecerdasan Emosional terhadap

Hasil Belajar Fisiska‛, Jurnal Penelitian Inovasi pembelajaran Fisika, ISSN 2085-5281,Vol 4(2012):27.

Imbrosciano, Anthony and Richard Berlach. ‚Teacher Perception

of The Relationships Between Intelligence, Student

Behaviour, and Academic Achievement‛, Issues In Educational Research, Vol 13, 2003.

Ivan, Loredana and Alina Duduciuc. ‚Social skills, Nonverbal

Sensitivity and Academic Success. The Key Role of

Centrality in Student Networks for Higher Grades

Achievement‛, Review of research and social intervention,

, vol. 33, (2011):151 – 166.

Ja>dullah, Abu> zaid kha>lid H}asa>n. ‚al-Dhaka>’ al-Wijda>ni> ladai

T}alabah al-Marh}alah al-Thanawiyah Bi Mihliyati shindi>

Wa ‘Alaqatuhum Bi Tah}s}ilihim Fi Ma>dati ar-Riya>d}iya>t Wa

Tija>ha>tihim Nah}wa Mu’alimi>ha>‛, Risalah Ma>jisti>r ghairu Mansyurah Ja>mi’ah al-Khurtu>m (Su>da>n: Qismu ‘Ilmu al-

Annafsi, 2009).

Kanhai, Abhishek ‚Emotional Intelligence: A Review of

Researches‛, European Academic Research, Vol.II, Issue 1,

(2014): 799-800 http://www.euacademic.org. diakses pada

27 Juni 2014.

123

Kibtyah, Maryatul. ‚Penerapan Enam Dimensi Dasar Positif Teori

Eksistensi Humanistik Dalam Konseling Islam‛, Jurnal Psikologi Islam 19, no.1 (2008):2-3.

Koestner, R & Weinberger, ‚The Family Origins of

Emphaticconcern : a- 26 year longitudinal study‛, Journal of Personality and Social Psychology, 38(4),(1990):709.

Krashen, The Hard Work Hypothesis: Is Doing Your Homework

Enough to Overcome The Effects of Poverty?

Multicultural Education, 12(4), (2005):16-19

Lopez, P.N Salovey, & Straus. ‚Emotional Intelligence,

Personality, and the Perceived Quality of Social

Relationships‛. Personality and Individual Differences 35,

(2003):641-658.

Mua’ammar, Sallah Salih. ‚al-Ta’a<mul Ma’a al-Na>s Wa al-Tat{hi<ru

fi<hi‛, Majalah al-Fikr al-Ida>ri Edisi Januari (2003).

Murwani, Elika Dwi. ‚Peran Guru dalam Membangun Kesadaran

Kritis Siswa‛, Jurnal Pendidikan Penabur -

No.06/Th.V/Juni (2006): 60.

Nwadinigwe and Azuka-Obieke ‚The Impact of Emotional

Intelligence on Academic Achievement of Senior

Secondary School Students in Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.

Ogundokun, M.O and A. Adeyemo. ‚Emotional Intellgence And

Academic Achievment: The Moderating Influence of Age,

Intrinsic Motivation.‛ The African Symposium: An online journal of the African Educational Research Network,http://www.ncsu.edudiakses pada 24 Agustus

2013.

Parker, James D.A. ‚Academic achievement in high school: does

emotional intelligence matter?,‛ Personality and Individual Differences 37 (2004): 1323.

Petrides, Frederickson, and Furnham, ‚The Role of Trait

Emotional Intelligence in Academic Performance and

Deviant Behavior at School‛, Personality and Individual Differences, 36, (2004):277-293.

124

________ K.V, Sangareau, Furnham, & FredericksonTraits,

‚Emotional Intelligence, and Children’s Peer Relations at

School‛, Social Development, 15,(2006): 537-547.

Pintrich, Paul R & Groot, ‚Motivational and Self-Regulated

Learning Components of Classroom Academic

Performance‛, Journal of Educational Psycology, vol 82,

No. 1,(1990):33-40.

________ Paul R. and Elisabeth V. De Groot, ‚Motivational and

Self-Regulated Learning Components of Classroom

Academic Performance‛, Journal of Educational Psychology, Vol. 82, No. 1, (1990):33.

Rouse & Barrow. ‚U.S. Elementary and Secondary Schools:

Equalizing Opportunity or Replicating the Status Quo?‛,

The Future of Children, 16(2), (2006):99-123.

Sacerdote & Bruce. ‚Peer Effects With Random Assignment:

Results For Dartmouth Roommates The Quarterly‛,‛

Journal of Economics, Volume 116, No 2, (2001): 681-704.

Salovey & J. Mayer. Emotional Intelligence, Imagination, Cognition, and Personality, 9, (1990): 195-211.

________ & Mayer, ‚The Intelligence of Emotion. Intelligence, 17, (1993):433-442.

Suryad, Rudi Ahmad. ‚Motivasi Belajar Perspektif Pendidikan

Islam Klasik, (Studi atas pemikiran al-Jarnuzi)‛, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 10 No. 1, (2012).

Tangney, J.P ‚Moral affect : The Good, The Bad, and The Ugly‛

Journal of Personality and Social Psychology. 61(4),(1991):598-607.

Tella, Adedeji. ‚Locus Of Control, Interest In Schooling, Self-

Efficacy And Academic Achievement‛. Cypriot Journal of Educational Sciences 4 (2009): 168-182.

________ Adedeji. ‚The Impact of Motivation on Student’s

Academic Achievement and Learning Outcomes in

Mathematics among Secondary School Students in

Nigeria‛, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, , 3(2), (2007).

Trusty. ‚Effects of Eighth-Grade Parental Involvement on Late

Adolescents' Educational Expectations‛, Journal of

125

Research and Development in Education, 32(4),(1999):

224-233.

Ulutas & Omeroglu, ‚The effect of Emotional Intelligence

Education Program on Emotional Intelligence of Children‛.

Social Behavior and Personality. 35(10),(2007), 1365-

1372.

Yahaya, Azizi. ‚The Impact of Emotional Intelligence Element on

Academic Achievement‛, Faculty of Education, Universiti Technologi Malaysia, Vol 65, No. 4;(Apr 2012):4.

Zimmerman & Martinez. “Pons Students Differences in Self

Regulated Learning: Relating Grade, Sex, and Giftedness

to Self Efficacy and Strategy Use‛, Journal of Educational Psychology, 82 (1), (2001):51‐59.

Internet

Adams, Even Basic Needs of Young Are Not Met.(1996)Retrieved from http://tc.education. pitt.edu.

Diakses pada 3 september 2013.

Baumert et all, Self Regulated Learning as Cross Cultural Concept.(2002)dari http://www.mpibberlin.mpg. diakses

pada 13 mei 2014.

Concepts Of Self Awarenes, Baylor University.s Community

Mentoring for Adolescent Development 192

http://www.mentoring.org/ diakses pada 2 Juli 2014.

Cotton & Wikelund, Parent Involvement in Education.(2005)

Available at:http:/www.nwrel.org/ diakses pada 16 Juli

2013.

Garzon. Social and Cultural Foundations of American Education.

Wikibooks, 2006, Retrieved from http://en.wikibooks.org.

di akses pada 9 Juli 2013.

Hajaroh, Mami ‚Kecerdasan Emosi dan Aplikasinya dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam‛,

http://staff.uny.ac.id/ diakses pada 26 Juni 2014. Izzaty, Rita Eka. Pembelajaran dan Pembiasaan Aspek

(Keterampilan) Sosial Peserta Didik di Institusi

Prasekolah, http://staff.uny.ac.id/pdf diakses pada 27 Juni

2014.

126

Kurniati, Euis. Program Bimbingan untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. http://file.upi.edu/Direktori diakses pada 20 Agustus 2014.

Lee, Insook. ‚Effects of Emotional Intelligence on Attitudinal

Learning in e-Learning Environment‛, artikel icome.bnu.edu. di akses pada 27 Juni 2014.

Low, Gary R. and Darwin B. Nelson.‛ Emotional Intellegence The

Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛

Texas Association of Secondary School Principals

(TASSP) for publication in the TEXAS STUDY magazine

for secondary education, Spring 2005 edition.

(http://www.tamuk.edu) diakses pada 24 Juni 2014.

Marzano, What works in Schools: Translating Research Into

Action?http://pdonline.ascd.org/ di akses pada 9 september 2013.

Nugraheni, Kartika. ‚Pengaruh Kesadaran Belajar, Lingkungan

Keluarga, Sarana Sekolah dan Kedisiplinan Siswa

Terhadap Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran Teknologi

Informasi dan Komunikasi‛,

eprints.uny.ac.id/10044/1/Jurnal.pdf diakses pada 30 Juni 2014.

Poerwanti, ‚Memahami Pertumbuhan Kecerdasan Intelektual dan

Kecerdasan Emosional Anak untuk Kepentingan

Pendidikan‛. 2005 www.malang.ac.id/jurnal/- fip/sd/-8k. Diakses 28 Juni 2014.

Preeti, Bhadouria ‚Role of Emotional Intelligence for Academic

Achievement for Students,‛ Journal of Educational Sciences Vol. 1(2), 8-12, May (2013). (http://www.isca.in)

diakses pada 24 Agustus 2013.

Roberts. The Effect of Extracurri#cular Activity Participation in The Relationship Between Parent Involvement and Academic Performance in A Sample of Third Grade Children. (2007), Retrieved from

https://www.lib.utexas.edu. Diakses pada 9 september

2013

Roy, Babli. ‚Emotional Intellegence And Academic Achievement

Motivation Among Adolescents: A Relationship Study‛,

Journal of Arts, Science & Commerce.

127

http://www.researchersworld.com. Diakses pada 27 Juni

2014

Saxton. Investment in education: Private and public returns, (2000) Retrieved from http://www.house.gov/jec/educ.pdf.

diakses pada 14 Juli 2013.

Steedly, Kathlyn M. Ph.D., Amanda Schwartz, Ph.D., Michael

Levin, M.A., & Stephen D. Luke, Ed.D. Social Skills and

Academic Achievement, evidence for education, volume

III issu II, 2008, http://nichcy.org/wp-

content/uploads/docs/eesocialskills.pdf diakses pada 26

juni 2014.

US Department of Education, Confidence: Helping your child through early adolescence. (2003) Retrieved from:

http://www.ed.gov. Diakses pada 3 September 2013

Vela. ‚The Role of Emotional Intelligence in The Academic

Achievement of First Year College Students.‛ Unpublished

Doctoral Dissertation, Texas A & M University-Kingsville.2003. TX. (http://www.proquest.umi.com)

diakses pda 10 desember 2012.

Wahab, Muhbib Abdul Manajemen Emosi,

http://www.iaincirebon.ac.id diakses pada 2 Juli 2014.

Woolfolk. Educational Psychology. Active Learning Edition Tenth

Edition. Boston: Allyn & Bacon,(2008) dari

http://www.uky.edu/~ diakses pada 13 Mei 2014.

Zins, Joseph E. Mchelle R. Bloodworth, Roger P, Weissberg, and

Herbert J. Walberg, ‚The Foundations of Social and

Emotional Learning‛, http://selted.weebly.com/uploads

diakses pada 21 Agustus 2014.

135

Lampiran 1

INSTRUMEN PENELITIAN

KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR

STUDI KASUS SEKOLAH ALAM INDONESIA

Daftar berikut berkaitan dengan identitas responden.

1. Nama : …………………………………………

2.Kelas/NoAbsen…………………………………

PETUNJUK PENGISIAN

Anda diminta memberikan pendapat atas pernyataan di bawah ini,

dengan cara memberikan tanda check (_) pada baris yang telah di

sediakan, dan setiap alternative jawaban tidak mewujudkan salah

atau benar. Kami sangat menghargai waktu yang anda gunakan

untuk mengisi instrument ini secara jujur. Dan kerahasiaan

identitas anda akan kami jaga sesuai dengan etika penelitian.

PERTANYAAN

SS : Jika pertanyaan tersebut SANGAT SESUAI dengan diri

anda.

S : Jika pertanyaan tersebut SESUAI dengan diri anda.

TS : Jika pertanyaan tersebut TIDAK SESUAI dengan diri

anda.

STS :Jika pertanyaan tersebut SANGAT TIDAK SESUAI

dengan diri anda.

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya mudah menyerah menyelesaikan

tugas sekolah yang sulit

2 Saya mempunyai kemampuan untuk

menyelesaikan tugas-tugas dengan penuh

keyakinan

3 Saya selalu berusaha menjadi yang

terbaik di sekolah

4 Saya berusaha tenang ketika marah

5 Saya akan berbohong jika mendesak

136

6 Saya tidak suka terhadap kritikan teman

7 Saya selalu semangat dalam belajar

8 Saya suka mencoba hal-hal baru

9 Saya tidak perduli dengan teman-teman

saya

10 Saya merasa yakin bahwa nilaisaya

semester inibagus

11 Saya akan menangis ketika saya di ejek

12 Saya tergerak untuk menolong orang

yang terkena musibah kecelakaan

13 Saya senang membantu teman-teman

yang kesusahan dalam belajar

14 Saya mampu merasakan perasaan teman

saat mendapat nilai jelek ketika

menyelesaikan tugas

15 Saya tidak memperdulikan teman saya

yang sedang menangis

16 Saya merasa sulit berkomunikasi dengan

teman-teman baru

17 Saya sulit memperbaiki hubungan dengan

teman saat bertengkar

18 Saya mampu mengungkapkan

ketidaksukaan kepada orang yang

membuat saya jengkel tanpa kehilangan

kendali

19 Saya mampu mendamaikan konflik yang

terjadi antara teman-teman saya

20 Saya merasa semester ini akan gagal

21 Saya dapat menerima kritikan dengan

terbuka

22 Saya mampu memberikan gagasan atau

ide-ide kepada orang lain

23 Saya memiliki semangat dalam

kepemimpinan

24 Saya mampu bekerja sama dengan

kelompok untuk menyelesaikan tugas

25 Saya senang menghadapi tantangan untuk

menyelesaikan masalah

137

26 Saya memikirkan sesuatu sebelum saya

melakukannya

27 Saya memiliki rasa tanggung jawab yang

tinggi dalam menyelesaikan tugas

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya mengulang pelajaran fiqih di rumah

2 Catatan pelajaran fiqih saya lengkap

3 Saya akan mengembalikan buku fiqiht

eman saya ketika saya meminjam

4 Saya tidak memiliki buku pelajaran fiqih

5 Saya senang belajar fiqih meskipun

kadang sulit untuk dipahami

6 Saya melakukan diskusi pelajaran fiqih

bersama teman

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya tidak suka belajar Uumul Qur’an

2 Catatan pelajaran Ulumul Qur’an saya

lengkap

3 Saya selalu berusaha membaca AlQur’an

dengan baik dan benar

4 Bacaan Al-Qur’an saya bagus

5 Tugas Ulumul Qur’an yang diberikan

guru sulit

6 Saya berusaha mengerjakan tugas

Ulumul Qur’an dengan sebaik-baiknya

Tes wudhu

No Perintah SB B TB STB

1 Niat

2 Mencuci tangan hingga pergelangan

3 Berkumur-kumur

138

4 Membersihkan lobang hidung

5 Membasuh muka

6 Mencuci tangan hingga siku

7 Mengiusap kepala dan telinga

8 Mencuci kaki hingga mata kaki

Tes membaca Alqur’an

No Perintah SB B TB STB

1 Makhorijul huruf

2 Idzhar

3 Iqlab

4 Idghom

5 Ikhfa’

Lampiran 2

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .834a .695 .677 8.802 1.851

a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran, manajeman

b. Dependent Variable: prestasi

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 14824.863 5 2964.973 38.274 .000a

Residual 6507.193 84 77.467

Total 21332.056 89

a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran, manajeman

b. Dependent Variable: prestasi

139

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig.

Collinearity

Statistics

B

Std.

Error Beta

Toleranc

e VIF

1 (Constan

t) -67.640 30.138

-2.244 .027

Kesadar

an 4.016 1.742 .189 2.305 .024 .540 1.853

empati .853 1.320 .047 .646 .520 .683 1.465

sosial 2.282 1.231 .152 1.853 .067 .537 1.861

Manajem

an 4.987 1.639 .252 3.043 .003 .529 1.889

motivasi 4.161 .950 .381 4.381 .000 .481 2.079

a. Dependent Variable:

prestasi

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dime

nsion

Eigenv

alue

Condition

Index

Variance Proportions

(Consta

nt)

kesadara

n empati sosial

manajem

an motivasi

1 1 5.995 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00

2 .002 53.029 .10 .00 .04 .00 .00 .62

3 .001 72.757 .03 .04 .78 .22 .00 .03

4 .001 77.981 .21 .18 .03 .40 .12 .05

5 .001 90.328 .04 .09 .15 .31 .68 .02

6 .001 109.413 .62 .69 .00 .07 .19 .28

140

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dime

nsion

Eigenv

alue

Condition

Index

Variance Proportions

(Consta

nt)

kesadara

n empati sosial

manajem

an motivasi

1 1 5.995 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00

2 .002 53.029 .10 .00 .04 .00 .00 .62

3 .001 72.757 .03 .04 .78 .22 .00 .03

4 .001 77.981 .21 .18 .03 .40 .12 .05

5 .001 90.328 .04 .09 .15 .31 .68 .02

6 .001 109.413 .62 .69 .00 .07 .19 .28

a. Dependent Variable: prestasi

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -67.640 30.138 -2.244 .027

kesadaran 4.016 1.742 .189 2.305 .024

empati .853 1.320 .047 .646 .520

sosial 2.282 1.231 .152 1.853 .067

manajeman 4.987 1.639 .252 3.043 .003

motivasi 4.161 .950 .381 4.381 .000

a. Dependent Variable:

prestasi

141

Lampiran 3

Uji multi regresi

Model Summaryf

Model

Change Statistics

Durbin-

Watson

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .420a 63.680 1 88 .000

2 .061b 10.198 1 87 .002

3 .080c 15.737 1 86 .000

4 .064d 14.571 1 85 .000

5 .070e 19.192 1 84 .000 1.851

a. Predictors: (Constant), kesadaran

b. Predictors: (Constant), kesadaran, empati

c. Predictors: (Constant), kesadaran, empati, sosial

d. Predictors: (Constant), kesadaran, empati, sosial, manajeman

e. Predictors: (Constant), kesadaran, empati, sosial, manajeman, motivasi

f. Dependent Variable: prestasi

Lampiran 4

Uji multi variat

Kognitif

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .651a .423 .389 7.495

a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran,

manajeman

142

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3462.918 5 692.584 12.328 .000a

Residual 4719.082 84 56.180

Total 8182.000 89

a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran, manajeman

b. Dependent Variable: kognitif

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardiz

ed

Coefficient

s

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 29.955 25.665 1.167 .246

kesadaran 1.040 1.484 .079 .701 .485

Empati -.265 1.124 -.024 -.236 .814

Social 1.093 1.048 .118 1.043 .300

manajeman 2.683 1.396 .219 1.923 .058

motivasi 2.517 .809 .372 3.111 .003

a. Dependent Variable:

kognitif

Afektif

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .860a .739 .724 3.953

a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran,

manajeman

143

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 3721.924 5 744.385 47.633 .000a

Residual 1312.698 84 15.627

Total 5034.622 89

a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran,

manajeman

b. Dependent Variable: afektif

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardiz

ed

Coefficient

s

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -113.915 13.536 -8.416 .000

kesadaran 2.400 .782 .233 3.067 .003

empati 1.667 .593 .190 2.811 .006

sosial 1.045 .553 .144 1.890 .062

manajeman 1.863 .736 .194 2.531 .013

motivasi 1.739 .427 .327 4.077 .000

a. Dependent Variable: afektif

144

Psikomotorik

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .782a .612 .589 1.926

a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran,

manajeman

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 491.391 5 98.278 26.501 .000a

Residual 311.509 84 3.708

Total 802.900 89

a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran, manajeman

b. Dependent Variable: psikomotorik

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -18.067 6.594 -2.740 .008

kesadaran 1.065 .381 .259 2.795 .006

empati .037 .289 .011 .128 .899

sosial .448 .269 .154 1.665 .100

manajeman 1.235 .359 .322 3.444 .001

motivasi .455 .208 .215 2.189 .031

a. Dependent Variable: psikomotorik

129

Glosaruim

Afektif:

Sesuatu yang berhubungan dengan emosi seperti perasaan, nilai,

apresesiasi, motivasi dan sikap. Terdapat lima kategori utama

afektif dari yang paling sederhana sampai kompleks yaitu:

penerimaan, tanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan

karakterisasi berdasarkan nilai-nilai atau internalisasi nilai.

Ego:

Merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke

keadaan yang nyata. Ego mengandung prinsisp kenyataan juga

kesadaran. Segala bentuk dorongan naluriah dasar yang berasal id

yang dapat ndi realisasikan dalam bentuk nyata melalui bantuan

ego.

Emotional Quetient:

Kecerdasan yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan

emosi baik pada diri sendiri dan orang lain.

Empati:

Perasaan ingin memahami apa yang dirasakan orang lain.

Id:

Merupakan sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip

kehidupan asli manusia berupa dorongan naluriah

Inteligensin:

Suatu konsep yang satu kesatuan dari jumlah kemampuan atau

kapasitas pikiran.

Kecerdasan sosial:

Merupakan kemampuan yang membantu seseorang untuk

berhubungan baik dengan orang lain. Kemampuan yang mencapai

kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk

130

menjalankan peran manusia sebagai makhluk sosial di dalam

menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat.

Koefisien determinasi:

Analisa di gunakan untuk mengetahui pengaruh subvariabel mana

dari suatu variabel yang paling menonjol terhad.ap variabel lain.

Kognitif:

Proses-proses mental atau aktivitas pikiran dalam mencari,

menemukan, mengetahui, dan memahami informasi.

Pembelajaran mandiri:

Adalah proses yang membantu siswa dalam mengelola pikiran

mereka, perilaku, dan emosi agar berhasil menavigasi pengalaman

belajar mereka

Psikomotorik:

Sesuatu yang berhubungan dengan gerakan sengaja yang

dikendalikan oleh aktivitas otak. Dimensi psikomotorik umumnya

berupa keterampilan yang memerlukan koordinasi otak dengan

beberapa otot.

Self directed learning:

Adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan

mengembangkan diri dimana individu menggunakan banyak

metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu.

Super ego:

Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan,

maka sebagian besar super ego mewakili alam ideal.

INDEKS

A

Abdul Mujib, 9, 38, 44, 120, 121, 124,

127

Abisamra, 34, 54

Abudin Nata, 47

Adegbite, 2, 132

Adeyemo, 14, 15

afektif, 13, 21, 22, 23, 36, 46, 50, 87,

91, 94, 95, 96, 97, 99, 100, 101, 127

Agama, 5, 8, 11, 12, 13, 18, 23, 24, 25,

30, 46, 51, 57, 82, 92, 93, 94, 98,

100, 102, 103, 114, 123

akademik, 1, 3, 4, 6, 14, 15, 16, 17, 24,

25, 34, 43, 44, 45, 49, 50, 52, 53, 54,

69, 70, 84, 92, 104, 105, 108

Akanji, 2

analisis, 17, 18, 23, 25, 43, 45, 69, 86,

88, 96, 102, 105, 109, 110, 124, 132

Aremu, 3, 14, 28, 35, 55, 104, 113, 132

Asikhia, 2, 123

B

belajar, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12,

13, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25,

27, 30, 31, 33, 35, 36, 43, 44, 45, 46,

47, 48, 49, 51, 52, 54, 55, 57, 58, 59,

61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 71,

73, 74, 76, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 85,

87, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98,

99, 100, 101, 102, 103, 104, 105,

106, 107, 108, 109, 110, 112, 113,

114, 118, 123

Bhadouria, 7, 15, 16, 104

Bloom, 21, 73, 91

C

Cherniss, 4

Coleman, 44

D

Dalyono, 43, 78

Daniel Goleman, 5, 8, 19, 20, 34, 37,

71, 104, 109

E

Edun, 2

Eisenberg, 7, 86, 87

emosi, 3, 5, 6, 10, 12, 13, 16, 17, 20, 21,

22, 23, 25, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34,

37, 38, 41, 42, 67, 68, 69, 70, 71, 74,

75, 76, 77, 78, 86, 87, 88, 95, 100,

101, 103, 104, 105, 106, 107, 108,

110, 113, 121, 123

empati, 1, 8, 20, 23, 25, 34, 35, 85, 86,

87, 90, 95, 103, 110, 111

EQ, 101, 117

F

Fiqih, 22, 25

Freud, 118, 119, 122

G

Goleman, 6, 8, 28, 29, 30, 33, 34, 37,

104, 109

H

Hagen, 7

128

I

Islam, 5, 8, 9, 11, 12, 13, 18, 23, 24, 25,

31, 38, 39, 42, 44, 46, 47, 51, 57, 71,

72, 77, 81, 82, 92, 93, 94, 98, 100,

102, 103, 107, 108, 114, 115, 116,

117, 119, 120, 121, 123, 124, 125

K

kalbu, 8, 9, 38, 39, 41, 77, 119, 120

Kanhai, 2, 3, 16, 17, 104, 132

kecerdasan, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11,

12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 23,

24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34,

35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 52, 53, 54,

55, 57, 59, 65, 67, 68, 70, 78, 79, 84,

93, 95, 98, 100, 101, 102, 103, 104,

105, 106, 107, 108, 109, 110, 112,

113, 114, 115, 121, 123, 125

keterampilan, 1, 4, 5, 15, 17, 20, 22, 23,

24, 25, 29, 36, 37, 38, 43, 50, 54, 89,

90, 91, 92, 99, 103, 106, 111, 112,

113, 114, 115, 126

kognitif, 4, 6, 9, 13, 21, 23, 25, 27, 32,

36, 46, 50, 53, 59, 60, 61, 64, 91, 96,

97, 98, 99, 101, 106

L

Low, 4, 5, 31, 48, 54, 132

M

manajemen, 5, 13, 22, 23, 29, 53, 58,

75, 76, 77, 78, 95, 100, 101, 103,

104, 106, 107, 113

Maslow, 72, 73, 78, 80

McClelland, 52, 81

motivasi, 1, 5, 6, 14, 16, 23, 25, 33, 35,

46, 50, 52, 65, 72, 75, 79, 80, 81, 82,

84, 92, 95, 98, 100, 101, 103, 104,

108, 109, 113, 114

N

Nana Sudjana, 47, 92, 114

Nelson, 4, 5, 31, 54, 132

Nwadinigwe, 4, 5, 17, 114

P

P value, 95, 98, 101, 105, 107, 108,

110, 112

Parker, 3, 16, 31, 53, 54, 104, 132

pendidikan, 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 16,

17, 18, 24, 30, 31, 33, 34, 35, 42, 44,

46, 47, 48, 51, 54, 58, 60, 62, 63, 64,

66, 67, 69, 71, 73, 78, 82, 84, 91,

108, 114, 115, 116, 123, 126

Prestasi, 1, 10, 12, 13, 21, 22, 35, 36,

42, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 99,

100, 101, 102, 103, 105, 106, 107,

108, 109, 111, 114

psikomotorik, 13, 21, 22, 23, 25, 36, 46,

91, 99, 100, 101

S

Salovey, 33, 34, 113, 123

Sekolah Alam Indonesia, 9, 10, 11, 12,

13, 18, 19, 20, 24, 57, 58, 59, 60, 61,

62, 66

sekolah lanjutan, 12, 13, 18, 19, 22, 25

Shapiro, 32, 85

sig, 95, 98, 100, 101, 102, 105, 106,

107, 108, 109, 110, 112, 113

siswa, 1, 4, 5, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 15,

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25,

27, 31, 33, 34, 43, 44, 45, 46, 47, 48,

49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 57, 58, 59,

60, 61, 62, 63, 64, 65, 67, 68, 69, 70,

71, 72, 75, 76, 78, 79, 80, 81, 82, 84,

85, 86, 87, 88, 89,90, 91, 92, 93, 94,

95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102,

103, 104, 105, 106, 107, 108, 109,

129

110, 111, 112, 113, 114, 115, 117,

123, 124

T

Thorndike, 7, 27

U

ulumul qur’an, 61, 93, 100

Usman Najati, 118, 119, 122

W

Walberg, 6, 50

Y

Yvonne, 49

Z

Zainal Arifin, 92, 96

Zimmerman, 45, 74, 75

130

143

BIOGRAFI PENULIS

Annisa Nur Fajrindy, S.Pd.I dilahirkan di Lubuk Linggau

Sumatera Selatan, 9 februari 1989 puteri kedua dari pasangan

Suwanto dan Tina. Penulis yang masih menempuh pendidikan S1

di LIPIA ini menempuh pendidikan dasar di SD Kertosari T.

Bangunsari dan lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan

Pendidikan di MTS dan Madrasah Aliyah yang sama di Pondok

Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga dan lulus pada tahun 2006.

Pendidikan Formal jenjang Perguruan Tinggi di tempuh di

Institut Al-Aqidah Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2010. Pada

bulan Januari tahun 2012 Penulis melanjutkan pendidikan S2 di

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.