kebutuhan ruang gerak manusia di dalam rumah …
TRANSCRIPT
KEBUTUHAN RUANG GERAK MANUSIA DI DALAM RUMAH BERDASARKAN KEGIATAN DITINJAU DARI ANTROPOMETRI
Nitamia Indah Cantika dan Azrar Hadi
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424. Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Adanya peraturan pemerintah mengenai pembatasan luas lantai rumah paling sedikit sebesar 36 meter persegi (m²) marak diperbincangkan. Meskipun akhirnya dihapuskan, hal ini merupakan usaha dari pemerintah agar rumah yang dibangun dapat memenuhi kebutuhan ruang gerak setiap manusia di dalam rumah sebesar minimum 9 m², terutama keluarga yang terdiri atas empat orang atau lebih. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui sudahkah kebutuhan ruang gerak manusia terpenuhi dalam rumah berluasan 36 m² dengan jumlah anggota keluarga empat orang, serta kebutuhan ruang gerak manusia di dalam rumah berdasarkan kegiatan dan ukuran tubuhnya. Penulis menggunakan studi antropometri terhadap anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut untuk mengetahui kebutuhan ruang geraknya. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tidak setiap anggota keluarga memerlukan ruang gerak minimum 9 m², kegiatan dan ukuran tubuh berpengaruh besar terhadap kebutuhan ruang gerak di dalam rumah, dan rumah berukuran 36 m² dapat memenuhi kebutuhan ruang gerak empat orang dengan penggunaan ruang bergantian dan fungsi ruang ganda. Selain itu ditemukan bahwa organisasi ruangan di dalam rumah memberi pengaruh besar terhadap kebutuhan ruang sirkulasi.
Kata kunci: Antropometri; kegiatan manusia; ruang gerak; rumah
Human Movement Space Needs by Virtue of Activities in House Observed from Anthropometry
Abstract
Lately, government regulation of the minimum 36 meter square (m²) floor area in houses become issues in society. Although it’s already erased but the regulation is an attempt of the government to make sure that house can accomodate the human movement space needs for minimum 9 m² for every people, especially for family that consist of four or more peoples. This study aims to discover are the human movement space needs have been fulfilled in 36 m² house by four members family and the human movement space needs in house by virtue activities and body size. Author use anthropometry study to family members who lives in that houses to discover the human movement space needs. As the results of the study, the author finds that’s not every family member needs 9 m² for movement space, activities and body size have big influent to movement space needs in house, and 36 m² house can accomodate the
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
movement space needs by switch the room function and use alternate room. Besides that, author finds that room orders in house can influent the human movement space needs. Keywords: Anthropometry; house; human activities; movement space
Pendahuluan
Rumah adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang termasuk ke dalam kebutuhan
papan, rumah dibutuhkan untuk melindungi dan memberi naungan kepada manusia terhadap
bahaya luar seperti cuaca (panas, angin, hujan, dan sebagainya), serangan hewan berbahaya,
serta tindak kriminal manusia. Rumah juga menjadi salah satu faktor penting dalam
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia, lebih lanjut negara dalam kuasa
pemerintah dan pemerintah daerah menjamin setiap warga negara untuk dapat menempati
dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat aman, serasi, dan teratur
(Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011, Pasal 19 Ayat 2).
Menurut Panudju (1999: p.23-26) pemerintah yang dinaungi oleh Kementrian Perumahan
Rakyat (Kemenpera) memiliki peran pada pengadaan rumah dalam perumahan yang dapat
dibedakan menjadi dua, pertama sebagai pembuat kebijaksanaan strategi dan program
pengadaan perumahan secara nasional, kedua pemerintah memiliki peran dalam pelaksanaan
pengadaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 adalah salah satu hasil kebijaksanaan strategi dalam
perumahan, namun salah satu pasal pada Undang-undang tersebut menuai berbagai pendapat
dari berbagai kalangan masyarakat, yaitu ketentuan pada pasal 22 ayat 3 yang berbunyi “Luas
lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam)
meter persegi.” yang pada bagian penjelasan pasal, disebutkan cukup jelas.
Aturan ini dibuat berdasarkan kebutuhan ruang manusia yang sesuai dengan standar WHO
(World Health Organization) tentang rumah layak huni sehat dan Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Umum
Rumah Sederhana Sehat yang menjelaskan bahwa luas minimal yang diperlukan oleh satu
orang dalam bertempat tinggal yaitu 9 meter persegi (m²). Dengan asumsi satu keluarga terdiri
dari empat orang, maka pembangunan rumah maupun unit perumahan harus memiliki luas per
unit paling sedikit 36 m² sehingga dapat memenuhi kebutuhan ruang manusia.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Namun setelah proses persidangan selama sembilan bulan, akhirnya Mahkamah Konstitusi
memutuskan untuk menghapus pasal, “Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki
ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi.” Mahkamah Konstitusi menerima
pertimbangan bahwa peraturan tersebut tidak sesuai dengan keterjangkauan daya beli
sebagian masyarakat, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah (Latief: 2012).
Meskipun saat ini telah dihapuskan, peraturan tersebut merupakan usaha dari pemerintah agar
rumah yang dibangun dapat memenuhi kebutuhan ruang gerak manusia. Dari kasus penetapan
dan penghapusan pasal 22 ayat 3 Undang-undang No.1 Tahun 2011 yang baru saja terjadi,
penulis merasa tertarik untuk menelaah dan mengamati lebih lanjut kebutuhan ruang gerak
manusia di dalam rumah khususnya rumah berukuran luas 36 meter persegi (m²), seberapa
besar manusia memerlukan ruang gerak untuk berkegiatan di dalam rumah dan faktor yang
memengaruhinya, sesuaikah dengan standar yang dikeluarkan oleh pemerintah, dan
pemenuhan kebutuhan ruang gerak di dalam rumah berukuran 36 m² pada keluarga yang
beranggotakan empat orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan ruang
gerak manusia di dalam rumah dengan luasan 36 meter persegi dengan jumlah anggota
keluarga empat orang sudah atau belum dapat terpenuhi, serta luas kebutuhan ruang gerak
manusia berdasarkan ukuran tubuh dan kegiatannya di dalam rumah.
Tinjauan Teoritis
Menurut Siregar (2008: p.5) apa yang tidak selalu dicatat secara eksplisit dalam tulisan-
tulisan mengenai arsitektur tetapi ada dalam kenyataan ialah bahwa fenomena arsitektur
menyangkut aktivitas manusia melakukan sesuatu dalam ruang, hal ini merupakan ciri
universal dari fenomena arsitektur dalam bersimbiosis dengan dunia kehidupan.
Kegiatan manusia ini seharusnya menjadi dasar dari suatu perancangan arsitektur, namun
seringkali tidak terlalu diperhatikan dengan baik sebagaimana yang disampaikan oleh
Heimsath (1988: p.31-32) bahwa keliru untuk menyatakan tidak ada pertalian antara perilaku
dengan keputusan-keputusan perancangan karena keputusan menentukan konfigurasi orang-
orang seumur hidup. Lebih lanjut Heimsath (1988: p.24-27) menyampaikan bahwa terdapat
enam keyakinan keliru yang salah satunya adalah keyakinan keliru perancang, keyakinan
tersebut adalah arsitektur langsung menentukan perilaku manusia melalui rancangan (tanpa
ada pengaruh adat-istiadat sosial yang mengarahkan perilaku), yang paling berbahaya adalah
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
bahwa perancang entah bagaimana merasa dapat membayangkan perilaku yang akan
dipastikan dalam rancangannya.
Seharusnya menurut Lincourt dalam Siregar (2008: p.26), sebelum hal fisik (selubung yang
menyelimuti rumah) terjadi, akan dicari dan ditelusuri faktor penyebab berdirinya bangunan
itu dari berbagai aspek yaitu pemahaman tentang kebiasaan-kebiasan manusia, sebab-sebab
pengejawantahan yang terjadi; antara lain sosial budaya, penstrukturan, ekologi, energi,
bentuk dan ruang, ekonomi, karakter, lingkungan, material dan proyeksi. Oleh karena itu,
sesungguhnya arsitektur sangat berkaitan erat dengan ruang bagi manusia dalam melakukan
berbagai kegiatan atau aktivitas namun seringkali tidak diperhatikan dengan begitu baik,
selain itu perancang seringkali melakukan perancangan terhadap bangunan dengan
membayangkan perilaku yang akan terjadi tanpa memperhatikan kebiasaan-kebiasaan
pengguna sehingga seringkali setelah terbangun penggunaan ruang tidak sesuai dengan apa
yang perancang bayangkan.
Ruang adalah wadah manusia untuk melakukan berbagai beraktivitas, lebih lanjut menurut
Siregar (2008: p.109) permukaan berfungsi sebagai sebuah batas terhadap massa dan ruang,
kata ‘massa’ menyatakan keberadaan tubuh tridimensi, sedangkan kata ‘ruang’ menyatakan
volume yang didefinisikan oleh permukaan yang membatasi massa yang mengelilinginya.
Sedangkan menurut Ching (1996: p.92) ruang selalu melingkupi keberadaan kita yang mana
melalui volume ruang kita bergerak, melihat bentuk-bentuk, mendengar suara-suara,
merasakan angin bertiup, mencium bau semerbak bunga yang mekar ditaman. Oleh karena
itu, ruang sesungguhnya selalu melingkupi kita namun dimana persepsi akan batas-batas
ruang ditentukan oleh unsur pembentuknya seperti permukaan yang membatasi massa yang
mengelilinginya.
Namun terdapat dua unsur horizontal pembentuk persepsi ruangan yaitu unsur horizontal dan
vertikal, unsur horizontal terdiri atas empat bidang yaitu bidang dasar, bidang dasar dinaikkan,
bidang dasar diturunkan, dan bidang atas (overhead), sedangkan unsur vertikal terdiri atas
unsur-unsur linear vertikal, bidang vertikal tunggal, bidang berbentuk L, bidang-bidang
sejajar, bidang berbentuk U, dan empat bidang tertutup (Ching: 1996, p.99-155). Ruang-ruang
ini digunakan oleh manusia dalam menjalankan kegiatannya demikian pula di dalam menjalan
kegiatan di dalam rumah, ruang-ruang ini seringkali dinamai dengan nama khusus sesuai
dengan kegiatan utama yang dilakukan oleh manusia didalamnya. Setidaknya terdapat fungsi-
fungsi utama dalam ruang di dalam rumah yang harus diakomodasi antara lain ruang duduk,
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
ruang makan, ruang tidur, ruang masak, dan ruang mandi (Panero dan Zelnik: 1979, p.131-
168).
Selanjutnya antropometri adalah ilmu yang secara khusus mempelajari tentang ukuran tubuh
manusia guna merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu ataupun
kelompok lain dan lain sebagainya, antropometri diperkenalkan oleh seorang ahli matematika
berkebangsaan Belgia bernama Quetlet lewat karyanya yang berjudul Anthropometrie pada
tahun 1870 (Panero dan Zelnik: 1979, p.11). Hasil dari pengukuran ini dapat menunjukan
dimensi dan proporsi pada tubuh manusia yang disesuaikan dengan tujuan pengukuran.
Antropometri dapat digunakan untuk tujuan yang berkaitan dengan perancangan yang
membutuhkan data ukuran-ukuran tertentu pada bagian tubuh manusia. Menurut Ching (1996:
p.312), unsur-unsur yang manusia gunakan dalam suatu bangunan, ukuran-ukuran tubuh
manusia juga mempengaruhi volume ruang yang kita perlukan untuk bergerak, beraktivitas,
dan beristirahat. Oleh karena itu, studi antropometri dapat digunakan secara lebih luas untuk
tujuan perancangan arsitektur untuk menilai seberapa besar ruang yang dibutuhkan untuk
mengakomodasi kebutuhan gerak manusia dalam beraktivitas.
Terdapat dua jenis data yang digunakan untuk mengukur dimensi tubuh manusia, yaitu data
struktural dan data fungsional. Dimensi struktural kadangkala disebut sebagai dimensi statik
yang mencakup pengukuran atas bagian-bagian tubuh seperti kepala, batang tubuh, dan
anggota badan lainnya pada posisi-posisi standar. Sedangkan dimensi fungsional disebut
sebagai dimensi dinamik, sesuai dengan istilah yang digunakan untuk meliputi pengukuran-
pengukuran yang diambil pada posisi-posisi kerja atau selama pergerakan yang dibutuhkan
oleh suatu pekerjaan (Panero dan Zelnik: 1979, p.16). Pengukuran dimensi statik biasanya
lebih mudah dilakukan karena dapat dilakukan saat orang diam, sedangkan dimensi dinamik
jauh lebih rumit karena dilakukan saat terjadi pergerakan.
Apabila seseorang memerlukan penelitian terkait ruang di dalam bangunan (interior) maka
diperlukan sepuluh dimensi utama yang harus dilibatkan dengan urutan sebagai berikut; tinggi
badan, berat badan, tinggi duduk, panjang dari bagian pantat sampai bagian depan lutut atau
dari bagian pantat sampai lipatan dalam lutut, rentang antara siku hingga pinggul dalam posisi
duduk, tinggi lutut bagian depan dan bagian belakang, dan tinggi bersih dari paha (Panero dan
Zelnik: 1979, p.20). Kesepuluh pengukuran ini diperlukan untuk menganalisis kebutuhan
ruang manusia sebagai individu dimana keterjangkauan terhadap sesuatu di luar tubuh
manusia pada saat ia bergerak maupun diam menciptakan suatu ruang yang disebut ruang
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
gerak. Apabila tercapai suatu kesesuaian antara volume ruang dengan dimensi manusia maka
ruang itu dapat disebut sebagai ruang yang dapat memenuhi ruang gerak manusia. Kesesuaian
antara bentuk dan dimensi ruang terhadap dimensi tubuh manusia dapat berupa kesesuaian
statis seperti ketika duduk di kursi, bersandar di antara pagar, atau menghuni di suatu tempat
tersembunyi, ada pula yang disebut dengan kesesuaian dinamis seperti saat kita memasuki
serambi suatu bangunan, menaiki tangga, atau bergerak melalui ruangan atau aula suatu
bangunan, dan terakhir kesesuaian bagaimana sebuah ruang dapat memenuhi kebutuhan kita
untuk menjaga jarak sosial dan mengatur ruang pribadi kita (Ching: 1996, p.312).
Metode Penelitian
Untuk mengetahui kebutuhan ruang gerak manusia yang dibutuhkan dalam bertempat tinggal,
penulis melakukan kajian pustaka, wawancara, dan observasi lapangan pada studi kasus untuk
dianalisis berdasarkan teori yang penulis dapatkan. Studi kasus yang dipilih adalah keluarga
yang tinggal pada rumah berukuran 36 meter persegi (m²) yang terdiri atas empat orang. Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui ruang gerak yang dibutuhkan manusia per kapita dalam
bertempat tinggal pada luasan rumah yang menurut Kementrian Perumahan Rakyat
(Kemenpera) sudah atau belum dapat memenuhi ruang gerak empat orang anggota keluarga.
Selain itu studi kasus dilakukan pada rumah yang dibangun sendiri (swadaya) dan rumah
yang dibangun oleh pihak formal seperti pengembang atau pemerintah, untuk mendapatkan
data yang lebih beragam.
Postur tubuh anggota keluarga kemudian dianalisis menggunakan studi antropometri untuk
kemudian disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan di dalam rumah sehingga dapat
diketahui luas kebutuhan ruang gerak manusia yang dibutuhkan dalam berkegiatan. Dengan
memperhitungkan luas ruang gerak yang diperlukan dalam setiap kegiatan di dalam rumah,
dapat diperoleh total kebutuhan luas ruang gerak yang diperlukan setiap responden, untuk
selanjutnya dibandingkan dengan minimum total kebutuhan luas ruang gerak yang ditetapkan
oleh pemerintah sebesar 9 m² serta membandingkan hasil tersebut antar responden dan antar
studi kasus. Dari hasil tersebut maka dapat diketahui kebutuhan ruang gerak manusia di dalam
rumah dengan luasan 36 meter persegi dengan jumlah anggota keluarga empat orang sudah
atau belum dapat terpenuhi, serta luas kebutuhan ruang gerak manusia berdasarkan ukuran
tubuh dan kegiatannya di dalam rumah.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Gambar 1: Contoh Studi Antropometri Statis dan Dinamis Terhadap Responden Studi Kasus Pertama (Ibu Sani).
Sumber: Dokumentasi Pribadi. 2013.
Membereskan rumah dengan berlutut/menunduk
Berjalan dengan/tanpa membawa barang Berdiri diam
Duduk Memanjangkan tangan Menundukkan kepala
135
Merentangkan Tangan
Berbaring/Tidur
Antropometri Dinamis
Antropometri Statis
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Hasil Penelitian
Studi kasus pertama adalah rumah swadaya milik keluarga Bapak Robin yang didirikan pada
sekitar tahun 1980-an, rumah ini dihuni oleh empat anggota keluarga yaitu Bapak Robin, Ibu
Sani, Raisa (anak Bapak Robin dan Ibu Sani), dan Sandi (adik Ibu Sani). Rumah keluarga ini
memiliki luas lantai total 36 meter persegi (m²) dan memanjang, semua ruang yang ada di
dalam rumah ini tidak disekat dengan penuh, elemen pembentuk ruangnya adalah bidang-
bidang vertikal yang sejajar (tembok), lantai yang dinaikkan setelah ruang keluarga dan tamu,
dan lantai yang diturunkan pada tempat cuci dan kamar mandi. Antar ruang terdapat area
sirkulasi yang digunakan bersama, area sirkulasi ini merupakan satu-satunya jalan untuk
memasuki satu ruang dengan ruang yang lain secara linear. Terdapat tiga area di dalam rumah
yang terbagi atas area pemukiman, peristirahatan dan pelayanan sebagaimana yang
disampaikan oleh Surowiyono dalam Septiani (2003: p.6), sebagian besar aktivitas seperti
bersosialisasi dengan keluarga, makan, beristirahat, dan bekerja, dilaksanakan di ruang duduk
atau keluarga sebagai area pemukiman namun ruang ini juga terkadang dijadikan area
peristirahatan (tempat tidur) bagi Sandi, adik Ibu Sani. Selain itu terdapat pula satu ruang
yang menampung tiga area kegiatan yaitu pemukiman, peristirahatan, dan pelayanan, dimana
ruang ini digunakan untuk bekerja (menyetrika), tidur, dan juga gudang.
Dari hasil wawancara dan observasi serta perhitungan antropometri yang dilakukan terhadap
anggota keluarga diperoleh hasil rangkuman dari perhitungan kebutuhan penggunaan ruang
dan sirkulasi yang dibutuhkan sebagai berikut;
Tabel 1: Studi Kasus Pertama; Tabel Perbandingan Kebutuhan Ruang Gerak Anggota Keluarga Per
Hari.
Use Full Space
Circulation Floor Space Use Floor Space
Ibu Sani Raisa Bapak Robin Sandi
Sumber: Dokumentasi Pribadi. 2013
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Dari data di atas diketahui bahwa Sandi adalah anggota keluarga dengan total kebutuhan
ruang yang paling banyak, namun bila dilihat dari penggunaan ruang (use full space) Ibu Sani
memiliki kebutuhan ruang yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kegiatan Ibu
Sani sebagai ibu rumah tangga, sedangkan dari sirkulasi Sandi lebih besar karena ia adalah
anggota keluarga yang paling banyak menghabiskan waktu di dalam rumah, terutama di ruang
duduk yang terletak di bagian paling depan rumah sehingga memerlukan sirkulasi yang besar
apabila Sandi ingin berpindah ruang. Penggunaan ruang Sandi hampir sama dengan
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002 yang
menetapkan standar kebutuhan per kapita dalam bertempat tinggal sebesar 9,00 meter persegi
(m²). Sedangkan Raisa adalah anggota keluarga yang memerlukan total ruang gerak paling
kecil, hal ini disebabkan oleh kegiatannya di dalam rumah tidak terlalu banyak dan ukuran
tubuhnya yang masih kecil. Oleh karena itu, meskipun Raisa lebih banyak menghabiskan
waktu di dalam rumah dibandingkan Bapak Robin namun Bapak Robin memerlukan total
ruang gerak yang lebih besar dari pada Raisa.
Apabila kebutuhan penggunaan ruang (use floor space) dijumlahkan maka total kebutuhan
penggunaan ruang per hari keluarga ini adalah sebesar 36,05 m², sesuai dengan luas lantai
rumah yang dimiliki. Selain itu karena adanya anggota keluarga yang membutuhkan ruang
gerak sedikit, namun ada juga yang memerlukan ruang gerak yang banyak sehingga hasilnya
bisa seimbang. Kemudian juga karena adanya ruang-ruang yang digunakan secara ganda
seperti ruang duduk yang digunakan untuk berkumpul, makan, dan juga tidur membuat luas
rumah mampu memenuhi kebutuhan ruang gerak.
Sedangkan ruang sirkulasi menjadi isu yang menarik di studi kasus ini karena organisasi
ruang yang memanjang maka kebutuhan sirkulasi kelurga ini mencapai 97,56 m² atau 2,7 kali
luas rumah yang ada. Namun hal ini bukan berarti luas lantai rumah tidak mampu memenuhi
sirkulasi namun penggunaan sirkulasi diakali anggota keluarga dengan cara bergantian
terutama pada satu-satunya lorong penghubung antar ruangan di dalam rumah sehingga aspek
waktu saat pemakaian menjadi hal yang penting agar dapat memenuhi kebutuhan sirkulasi.
Selanjutnya studi kasus kedua adalah rumah milik Bapak Ari dan Ibu Endang, Rumah ini
didirikan pada tahun 2008 dan sudah mulai ditempati oleh keluarga tersebut pada tahun 2009,
Ibu Endang baru saja pindah ke rumah ini setelah anaknya yang pertama, Pratiwi, diterima
berkuliah di Universitas Indonesia. Sedangkan anak bungsu Ibu Endang masih bersekolah
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
kelas 6 di MI Muhammadiyah, dan suami Ibu Endang, Bapak Ari, ditugaskan ke Padang dan
hanya pulang satu atau dua kali dalam satu bulan.
Rumah yang berlokasi di Perumahan Griya Rahmani II, Depok, ini memiliki ruang di dalam
rumah yang terorganisasi dengan sistem grid, organisasi grid terdiri dari bentuk-bentuk dari
ruang-ruang dimana posisinya dalam ruang dan hubungan antar ruang diatur oleh pola atau
bidang grid tiga dimensi (Ching: 1996, p. 220). Hal ini terlihat dari posisi ruangnya yang
diatur dalam bentuk yang berulang dalam bentuk ruang persegi.
Terdapat tiga area di dalam rumah yang terbagi atas area pemukiman, peristirahatan dan
pelayanan sebagaimana yang disampaikan oleh Surowiyono dalam Septiani (2003: p.6),
jarang terjadi penggunaan ganda area pada satu ruang yang sama kecuali pada ruang
keluarga/duduk. Ruang-ruang yang ada di dalam rumah dibagi secara masif dengan dinding
pemisah yang memiliki pintu penghubung. Aktivitas sosialisasi bersama keluarga, makan
bersama, menonton televisi, beristirahat, belajar, dan sebagainya dilakukan di dalam satu area
pemukiman yaitu ruang keluarga atau ruang duduk, bahkan terkadang tamu juga dijamu di
ruang yang sama.
Area peristirahatan (istirahat penuh) dilakukan di dalam dua kamar tidur, saat Bapak Ari
berada di Padang, Ibu Endang tidur bersama anaknya yang paling kecil dan anaknya yang
paling besar tidur sendirian, namun saat Bapak Ari pulang anaknya yang paling kecil tidur
bersama kakaknya. Menurut Ibu Endang kondisi ini sebenarnya tidak bisa diteruskan terutama
karena anaknya yang paling kecil dan berjenis kelamin perempuan sebentar lagi masuk SMP
(Sekolah Menengah Pertama) dan seharusnya sudah tidur sendirian. Area pelayanan
terfokuskan di bagian belakang rumah yaitu ruang yang digunakan sebagai dapur dan area
jemur-cuci, namun karena terbatasi oleh luasan, Ibu Endang menjemur pakaian dibagian
taman depan rumah.
Dari hasil wawancara dan observasi terhadap keluarga dan rumah tersebut atas maka
diperoleh hasil kebutuhan ruang gerak anggota keluarga sebagai berikut:
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Tabel 2: Studi Kasus Kedua; Tabel Perbandingan Kebutuhan Ruang Gerak Anggota Keluarga per Hari.
Tabel di atas menggambarkan perbandingan kebutuhan luas ruang gerak yang dibutuhkan
per-anggota keluarga pada studi kasus kedua. Ibu Endang memerlukan ruang gerak yang
paling besar untuk melakukan kegiatannya di dalam rumah baik ruang untuk penggunaan (use
floor space), maupun ruang untuk sirkulasi (circulation floor space). Hal ini disebabkan
karena Ibu Endang adalah anggota keluarga yang paling banyak menghabiskan waktu di
dalam rumah dan banyak berkegiatan di dalam rumah sebagai ibu rumah tangga, Ibu Endang
juga memerlukan ruang sirkulasi yang lebih besar untuk menjalankan kegiatan tersebut.
Berbeda dengan Bapak Ari, ketika pulang ke rumah, yang juga banyak menghabiskan waktu
di dalam rumah namun menggunakan paling sedikit ruang sirkulasi karena kegiatan yang
dilakukan tidak terlalu banyak dan sebagian besar digunakan untuk berisirahat. Sedangkan
Pratiwi adalah anggota keluarga yang memerlukan penggunaan ruang paling sedikit karena
tidak banyak menghabiskan waktu dan berkegiatan di dalam rumah.
Total penggunaan ruang gerak Ibu Endang dalam satu hari mencapai 25,305 meter persegi
(m²) dengan ruang penggunaan (use floor space) 13,055 m² dan ruang sirkulasi 12,25 m² per
harinya. Sedangkan Bapak Ari memerlukan penggunaan ruang sebesar 10,74 m² dengan
Ibu Endang Ulimah Pratiwi Bapak Ari
Use Full Space
Circulation Floor Space Use Floor Space
Sumber: Data Olahan Pribadi. 2013.
13,055 12,25 25,305
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
sirkulasi hanya 3,5 meter persegi (m²). Apabila dilihat pada ruang penggunaannya (use floor
space) Ibu Endang dan Bapak Ari sudah melewati kebutuhan ruang per kapita yang tercantum
dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002
sebesar 9,00 m² dengan ambang batas 7,20 m² per kapita. Berbeda dengan ruang gerak yang
dibutuhkan oleh Ulimah yang memerlukan penggunaan ruang sebesar 6,69 m² dengan ruang
sirkulasi sebesar 7,5 m² dan Pratiwi yang memerlukan penggunaan ruang sebesar 6,41 m²
dengan ruang sirkulasi sebesar 5,5 m² yang bahkan berada di bawah ambang batas kebutuhan
ruang gerak sebesar 7,20 m². Meskipun Ulimah lebih banyak menghabiskan waktu di dalam
rumah dibandingkan kakaknya, Pratiwi, namun tubuh Ulimah lebih kecil sehingga ia hanya
memerlukan luasan ruang untuk bergerak yang lebih sedikit daripada Pratiwi.
Dengan demikian dalam satu hari penggunaan ruang gerak yang dibutuhkan mencapai 36,895
m², adapun lebih 0,895 m² dari luas lantai rumah menunjukkan adanya ruang yang digunakan
secara bergantian dan berbeda waktu pemakaian, seperti Ibu Endang yang banyak
memerlukan ruang pada saat pagi hari namun pada waktu tersebut rumah hanya diisi oleh Ibu
Endang. Namun pada saat Bapak Ari tidak berada di rumah, penggunaan ruang gerak dalam
satu hari hanya memerlukan ruang 26,155 m². Oleh karena itu, kebutuhan ruang gerak per
orang sangat bergantung pada jenis kegiatan, lama waktu digunakan, dan ukuran tubuh
pengguna itu sendiri.
Pembahasan
Dari kedua studi kasus dengan ukuran luas lantai yang sama dan jumlah anggota keluarga
yang sama diperoleh hasil sebagai berikut;
Tabel 3: Tabel Perbandingan Kebutuhan Ruang Gerak Setiap Anggota Keluarga Pada Studi Kasus
Kedua Terhadap Studi Kasus Pertama.
Sumber:
loor Space
Kebutuhan Luas Ruang (m²) Circulation Floor Space Use Full Space Use Floor Space
Sumber: Data Olahan Pribadi. 2013.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Dalam penggunaan ruang untuk berkegiatan (use floor space), seorang ibu rumah tangga
memiliki kebutuhan ruang gerak yang hampir sama yaitu antara 13-14 meter persegi (m²)
yang lebih dari standar per kapita sebesar 9 m² yang ditetapkan oleh Kementrian Permukiman
dan Prasarana Wilayah. Kebutuhan ruang berkegiatan anak-anak juga hampir sama yaitu
antara 6,69 - 6,97 m², namun luasan ini berada di bawah ambang batas ketetapan luas ruang
perkapita sebesar 7,20 m² yang disebabkan oleh masih kecilnya ukuran tubuh mereka
sehingga ruang berkegiatan di dalam rumah yang digunakan tidak sebesar orang dewasa dan
banyaknya kegiatan di luar rumah seperti sekolah, mengaji, dan les.
Selanjutnya untuk usia remaja sampai remaja akhir (Sandi dan Pratiwi), kebutuhan ruang
untuk berkegiatan memiliki perbedaan yang agak jauh dimana Sandi memerlukan ruang
sebesar 8,95 m² (di atas ketetapan pemerintah) dan Pratiwi hanya 6,41 m² (masih di bawah
ambang batas kebutuhan per kapita), hal ini disebabkan karena perbedaan kegiatan dan waktu
yang dihabiskan di dalam rumah dimana Sandi masih mengganggur dan bertugas menjaga
rumah sedangkan Pratiwi aktif berkuliah. Sama halnya dengan kebutuhan ruang berkegiatan
Bapak-bapak, dimana kebutuhan ruang berkegiatan Bapak Robin hanya 6,18 m² (di bawah
ambang batas kebutuhan per kapita) sedangkan Bapak Ari memerlukan sampai 10,74 m² (di
atas ketetapan pemerintah), hal ini disebabkan karena Bapak Robin aktif bekerja di luar
rumah sementara Bapak Ari yang hanya pulang ke rumah satu sampai dua kali dalam sebulan
memanfaatkan waktunya untuk beristirahat di dalam rumah.
Oleh karena itu, terdapat empat responden yang membutuhkan luas ruang berkegiatan di
bawah ambang batas 7,20 m² maupun ketetapan standar kebutuhan luas per kapita 9,00 m²
yang ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan empat responden lainnya justru sudah melebihi
standar luas per kapita yang ditetapkan oleh pemerintah, bahkan dua diantaranya sudah
melebihi standar luas per kapita internasional (lihat lampiran 1). Kemudian kebutuhan ruang
dalam berkegiatan di dalam rumah sangat dipengaruhi oleh peran dan kegiatan yang
dilakukan di dalam rumah, waktu dan lamanya melakukan kegiatan, serta ukuran tubuh baik
secara dinamis maupun statis.
Selanjutnya apabila dilihat dari kebutuhan ruang untuk sirkulasi (circulation floor space),
terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara studi kasus pertama dan studi kasus kedua
dikarenakan organisasi ruang yang sangat berpengaruh pada efisiensi pergerakan dari satu
ruang ke ruang lainnya. Anggota keluarga pada studi kasus pertama memerlukan ruang
sirkulasi yang lebih besar daripada anggota keluarga pada studi kasus kedua akibat organisasi
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
ruang yang linear (memanjang) sehingga membutuhkan jarak yang lebih jauh untuk mencapai
suatu ruang. Sedangkan anggota keluarga pada studi kasus kedua tidak memerlukan ruang
sirkulasi yang besar karena organisasi ruang yang memungkinkan pencapaian ruangan yang
lebih dekat. Hal ini menyebabkan total kebutuhan ruang gerak anggota keluarga pada studi
kasus pertama jauh lebih besar daripada kebutuhan ruang gerak anggota keluarga pada studi
kasus kedua.
Kesimpulan
Setelah melakukan studi literatur, pengamatan lapangan, serta wawancara pada dua keluarga
yang memiliki luas lantai rumah 36 meter persegi (m²) dengan jumlah anggota keluarga
empat orang, ditemukan bahwa tidak semua responden membutuhkan ruang sebesar sembilan
meter persegi bahkan setengah dari responden hanya memerlukan ruang gerak di bawah
ambang batas sebesar 7,20 m² per kapita yang ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan
setengah responden yang lain membutuhkan ruang gerak di atas standar per kapita sebesar
9,00 m² seperti responden yang bertugas sebagai ibu rumah tangga atau responden yang lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan peran
dan kegiatan yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga serta waktu melakukan kegiatan
tersebut.
Selain itu ukuran tubuh manusia berpengaruh secara langsung pada luas ruang gerak yang
diperlukan dimana manusia dengan ukuran tubuh yang lebih besar memerlukan ruang gerak
yang lebih luas dibandingkan manusia dengan ukuran tubuh yang lebih kecil, hal ini terlihat
pada studi kasus pertama.
Namun ada hal menarik yang ditemukan pada perbandingan kebutuhan ruang gerak antar
studi kasus yaitu organisasi ruangan di dalam rumah ternyata sangat memengaruhi besaran
ruang gerak anggota keluarga. Pada studi kasus ditemukan bahwa rumah dengan organisasi
ruangan linear atau memanjang membutuhkan ruang sirkulasi yang lebih besar karena jarak
untuk mencapai antar ruangan lebih besar dibandingkan dengan organisasi ruang grid
memusat. Kebutuhan ruang sirkulasi pada rumah dengan organisasi ruangan linear tiga kali
lebih besar dibandingkan rumah dengan organisasi ruang grid memusat. Oleh karena itu,
sebaiknya rumah berukuran luas lantai 36 m² tidak hanya dipandang sebatas ukuran saja tetapi
juga dari organisasi ruang di dalamnya.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Dari hasil ini ditemukan bahwa rumah berukuran luas lantai 36 meter persegi (m²) sudah
dapat memenuhi ruang gerak empat orang. Namun pemenuhan ini dilakukan dengan adanya
ruang yang digunakan secara bergantian seperti kamar tidur pada studi kasus kedua dimana
anak yang tidur bersama Ibunya harus berpindah ke kamar tidur kakaknya bila ayahnya
pulang, serta kamar mandi dan toilet yang juga digunakan bergantian. Selain itu ada juga
ruang yang fungsinya berganti sesuai dengan kebutuhan berkegiatan seperti ruang duduk yang
digunakan sebagai ruang makan, sebagai ruang untuk bekerja, dan juga sebagai ruang untuk
tidur pada malam hari (contoh studi kasus pertama).
Oleh karena itu, kebutuhan ruang gerak manusia dipengaruhi oleh peran dan kegiatannya di
dalam rumah, ukuran tubuh, serta organisasi ruangan (untuk ruang sirkulasi) di dalam rumah
sehingga tidak semua manusia memerlukan ruang gerak sebesar 9 meter persegi (m²).
Selanjutnya kebutuhan ruang gerak empat orang sudah dapat terpenuhi di dalam rumah
berukuran luas lantai 36 m² dengan berbagai adaptasi seperti penggunaan ruang bersama,
penggunaan ruang secara bergantian, maupun penggunaan fungsi ruang yang berganti sesuai
kebutuhan.
Saran
Penelitian ini masih terbatas pada jumlah studi kasus yang hanya berjumlah dua keluarga,
akan lebih baik bila pada penelitian selanjutnya jumlah studi kasus keluarga yang diamati
lebih banyak sehingga bisa memperoleh data yang lebih beragam. Selain itu penulisan ini
hanya terbatas pada kebutuhan ruang gerak empat orang di dalam rumah berukuran 36 m²,
untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan adanya penelitian lebih lanjut terhadap
pemenuhan ruang gerak manusia di dalam rumah berukuran 36 m² dengan jumlah anggota
keluarga lebih dari empat orang atau kurang dari empat orang sehingga dapat diketahui lebih
dalam bagaimana cara anggota keluarga memenuhi kebutuhan ruang geraknya.
Daftar Referensi
Ching, Francis DK diterjemahkan oleh Harwadi, Nurahwa. 1996. Arsitektur: Bentuk, Ruang,
dan Tatanan; Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Heimsath, Clovis diterjemahkan oleh Onggodiputro, Aris. 1988. Arsitektur dari segi Perilaku,
Menuju Proses Perancangan yang Dapat Dijelaskan. Bandung: Intermatra.
Latief, M. 2012. Kemenpera Harus Patuhi Putusan MK.
http://properti.kompas.com/index.php/read/2012/10/05/08191299. Diunduh pada 2 Mei
2013.
Panero, Julius dan Zelnik, Martin. 1979. Dimensi Manusia dan Ruang Interior: Buku
Panduan untuk Standar Pedoman Perancangan. United States: Whitney Library of
Design.
Panudju, Bambang. 1999. Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah. Bandung: Alumni.
Septiani, Fitria Yolanda. 2003. “Konsep Rumah Tumbuh: Kajian Tentang Pola Pertambahan
Ruang Pada Rumah Sederhana”. Depok: Departemen Arsitektur Univeristas
Indonesia.
Siregar, Laksmi G. 2008. Makna Arsitektur: Suatu Refleksi Filosofis. Salemba: Universitas
Indonesia (UI-Press).
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia. Nomor
403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.
Kebutuhan ruang..., Nitamia Indah Cantika, FT UI, 2013.