kebijakan pemerintah kota tanjungpinang dalam...

20
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM KETERTIBAN UMUM (Studi Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai di Kelurahan Tanjung Unggat) NASKAH PUBLIKASI Oleh: AIDIL FADLI NIM : 100565201027 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2017

Upload: lamkhuong

Post on 19-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM

KETERTIBAN UMUM

(Studi Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai di Kelurahan Tanjung

Unggat)

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

AIDIL FADLI

NIM : 100565201027

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2017

Page 2: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

1

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM

KETERTIBAN UMUM

(Studi Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai di Kelurahan Tanjung

Unggat)

AIDIL FADLI

Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas

Maritim Raja Ali Haji

A B S T R A K

Ketertiban Umum adalah merupakan salah satu syarat utama dalam

mensukseskan pembangunan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang

Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum menjelaskan bahwa guna

mewujudkan kehidupan masyarakat yang tertib, tentram, nyaman, bersih, indah,

selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

Tanjung Unggat masih banyak masyarakat yang belum memperhatikan kelestarian

lingkungan seperti masih ada yang membuang sampah di laut, kemudian drainase di

sekitar rumah kurang baik. Kemudian masih minimnya sanitasi di Kelurahan

Tanjung Unggat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Kebijakan

Pemerintah Kota Tanjungpinang Dalam Ketertiban Umum Pada Pasal 7 tentang

Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai di Kelurahan Tanjung Unggat. Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Van Meter dan Van Horn

(dalam Subarsono, 2011;99). Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis

penelitian Deskriptif Kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kebijakan Peraturan Daerah

Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum masih perlu

diperhatikan karena belum tepat pada sasarannya khususnya di Kelurahan Tanjung

Unggat, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya rumah yang berdiri tanpa surat

keterangan kepemilikan yang berdiri ditepian sungai, tidak hanya itu masih ada

tempat usaha yang berdiri tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang

Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum khususnya pada pasal 7 tentang

Tertib Sungai, Saluran Air dan Pinggir Pantai. Kemudian masyarakat masih kerap

membuang sampah di pinggiran pantai, drainase atau tempat pembuangan juga masih

belum baik. Perlu adanya kerjasama dan perbaikan perbatasan kewenangan antara

berbagai pihak agar program ini dapat dijalankan dengan baik karena untuk izin

bangunan kelurahan juga harus bekerjasama dengan berbagai pihak seperti BPN

Kota Tanjungpinang dan partisipasi masyarakat yang ditunjukkan dengan gotong

royong masih sangat minim dilakukan. Tidak semua masyarakat mau ikut dalam

kegiatan ini.

Kata Kunci : Kebijakan, Ketertiban Umum

Page 3: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

2

A B S T R A C T

Public order is one of the main requirement in the national program of

development. Based on local regulations the city of Tanjung Pinang number 5 Year

2015 About public order explains that in order to manifest the life of the community

that is orderly, peaceful, comfortable, clean, beautiful, aligned, participatory, and

environmentally. But the reality in the village of Tanjung Unggat are still many

people who have not been paying attention to the environmental sustainability as

there are still dumping garbage in the sea, then the drainage around the House.

Later still the lack of sanitation in the Villages of Tanjung Unggat

The purpose of this research is to know the implementation of the policy of the

Government of the city of Tanjung Pinang In public order In Chapter 7 of Orderly

rivers, Waterways and the beach in the village of Tanjung Unggat. The theory used

in this research was, according to Van Meter and Van Horn (in Subarsono, 2011;

99). In this study the author uses Descriptive types of Qualitative research.

Based on the research results can then be analyzed that Regulatory policy in the

area of the city of Tanjung Pinang number 5 Year 2015 About public order is still

noteworthy because not exactly on target, especially in the village of Tanjung

Unggat, it can be seen from the large number of homes that are still standing without

affidavits of ownership stood beside the River, not only that there are still businesses

that stand does not comply with applicable local City Tanjungpinang number 5 Year

2015 About public order in particular in article 7 of Regulation Rivers, Waterways

And The Beach. After that community still often dump on the edge of the beach,

drainage or disposal also is still not good. Need for cooperation and the

improvement of border authorities between the various parties so that the program

can be run with either due to neighborhood building permit should also cooperate

with various parties such as BPN Tanjungpinang City and community participation

demonstrated by mutual is still rare. Not all communities want to participate in this

activity.

Keywords: Policy, Public Order

Page 4: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

3

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketertiban Umum adalah

merupakan salah satu syarat utama

dalam mensukseskan pembangunan.

Dan didalam sebuah ketertiban

umum yang bertujuan untuk

melindungi warga kota, maupun

prasarana kota yang berupa jalan-

jalan, jalur hijau dan taman-taman

serta perlengkapan kota lainnya.

Sebuah penyelenggaraan

Pemerintahan Umum dan

Pembangunan di suatu daerah dapat

berjalan baik dan lancar apabila

terjaga ketentraman dan

ketertibannya, yaitu suatu kondisi

dimana masyarakat dan pemerintah

yang dinamis sehingga dapat

melaksanakan kegiatan dengan

aman, tentram, tertib dan teratur

(Geovani : 2013)

Setiap kota di Indonesia selalu

berlomba untuk menciptakan suasana

kota yang aman, bersih dan tertib.

Dan keseluruhan proses pencapaian

diperlukan aturan dalam hal

Ketertiban Umum. Dengan tingginya

sebuah Ketertiban Umum maka

sebuah rasa nyaman akan selalu

dirasakan oleh masyarakat. Masalah

kebersihan, penataan, ketertiban

umum dan ketentraman merupakan

permasalahan yang seringkali

dijadikan parameter didalam

keberhasilan sebuah kota ataupun

daerah, terlebih lagi semenjak telah

dibukanya pintu otonomi daerah,

tiap-tiap daerah kemudian berlomba-

lomba menata daerahnya.

Berbagai daerah seakan-akan

berlomba untuk membuat Peraturan

Daerah mengenai ketertiban umum.

Dimana sebuah Peraturan Daerah

mengenai ketertiban umum itu harus

dibuat sesuai dengan keadaan dan

kebutuhan sebuah kota. Dengan

memperhatikan aspek baik dari

masyarakatnya, lingkungan sekitar,

serta faktor sosial dan ekonomi.

Sehingga Peraturan Daerah tersebut

dapat mencapai tujuannya. Untuk

mencapai kondisi yang dituangkan

didalam isi Peraturan Daerah bukan

semata-mata menjadi tugas dan

tanggung jawab Pemerintah saja

tetapi justru diharapkan peran serta

seluruh lapisan masyarakat untuk

ikut menumbuhkan dan memelihara

ketentraman dan ketertiban. Dengan

adanya kerja sama dari semua pihak

maka Ketertiban dapat berjalan

dengan baik (Geovani : 2013)

Berdasarkan Peraturan Daerah

Kota Tanjungpinang Nomor 5

Tahun 2015 Tentang Ketertiban

Umum menjelaskan bahwa guna

mewujudkan kehidupan masyarakat

yang tertib, tentram, nyaman, bersih,

indah, selaras, partisipatif, dan

berwawasan lingkungan diperlukan

pengaturan dalam bidang ketertiban

umum yang mampu melindungi

warga masyarakat dan prasarana

umum beserta kelengkapannya.

Dalam peraturan ini di jelaskan

bahwa Penyelenggaraan Ketertiban

Umum berdasarkan asas:

a. Keadilan;

b. Kepastian Hukum;

c. Kemitraan;

d. Peran Serta Masyarakat;

e. Keterbukaan;

f. Partisipatif;

g. Kelestarian Lingkungan;

h. Akuntabilitas;

i. Ketertiban Umum;

j. Keselarasan;

k. Kearifan Lokal; dan

l. Penataan Yang Baik.

Pada pasal 7 dijelaskan Setiap

orang dilarang mendirikan bangunan,

Page 5: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

4

tinggal dan/atau tidur di bantaran

sungai, saluran air dan/atau drainase,

mendirikan bangunan dan/atau

tinggal di pinggir pantai kecuali atas

izin instansi terkait, mencuci benda-

benda yang dapat menyebabkan

tercemarnya air di sungai dan pinggir

pantai, memanfaatkan sungai dan

pinggir pantai untuk kepentingan

usaha kecuali setelah mendapat izin

dan rekomendasi dari Instansi terkait,

memindahkan saluran air atau

drainase, menyumbat, menutup

secara permanen saluran air atau

drainase, sehingga menyebabkan

tidak berfungsinya saluran air atau

drainase. Memindahkan saluran

air/drainase, menyumbat, menutup

secara permanen saluran air/drainase,

sehingga menyebabkan tidak

berfungsinya saluran air/drainase,

tanpa izin dari instansi terkait,

berjualan diatas dan/atau sepanjang

bantaran sungai, saluran air/drainase,

menangkap ikan di sungai, saluran

air atau drainase, dan pinggir pantai

dengan mempergunakan aliran

listrik, bahan peledak, atau bahan

beracun. Dan menebang atau

merusak Mangrove yang berada

dikawasan hutan konvensi, di sungai

dan pinggir pantai.

Namun kenyataannya di

Kelurahan Tanjung Unggat masih

banyak masyarakat yang belum

memperhatikan kelestarian

lingkungan seperti masih ada yang

membuang sampah di laut, kemudian

drainase di sekitar rumah kurang

baik. Kemudian masih minimnya

sanitasi di Kelurahan Tanjung

Unggat.

Dampak yang sering

ditimbulkan oleh pemukiman kumuh

di bantaran sungai adalah banjir.

Pemukiman kumuh menyebabkan

hilangnya daerah penyerapan air,

menyempitnya sungai, dan polusi di

sungai. Karena memang sungai

seharusnya menjadi daerah luapan

saat hujan tinggi. Rumah-rumah

yang dibangun di pinggiran sungai

akan terlihat kumuh, kotor dan tidak

indah dipandang. Dengan bangunan

yang seadanya, kemudian tidak

adanya perencanaan dan penataan

perumahan menjadikan rumah-

rumah di dekat sungai sangat tidak

rapi. Karena berdekatan dengan

sungai, seringkali segala kegiatan

yang dilakukan di dalam rumah

dilimpahkan ke sungai. Terutama

sampah rumah tangga, baik itu

sampah dari cucian, makanan,

maupun kotoran manusia semuanya

dibuang ke sungai. Karena letaknya

yang paling dekat dan sampah-

sampah tersebut dianggap akan

hanyut begitu saja. Padahal hal ini

akan sangat merugikan pada saat

sampah-sampah tersebut akan

terkumpul pada suatu sisi sungai,

menyumbat aliran sungai sehingga

menyebabkan bencana banjir.

Selain penyebab banjir,

banyaknya sampah yang dibuang di

sungai juga menyebabkan banyak

zat-zat yang dapat merusak

ekosistem sungai. Pada akhirnya

sungai menjadi tercemar serta

menimbulkan berbagai penyakit.

Padahal air sungai tersebut nantinya

mereka gunakan kembali untuk

melakukan berbagai aktivitas. Maka

dari itu, rawan sekali adanya

penyebaran penyakit dari

penggunaan air yang sudah tidak

higienis tersebut.

Kemudian permasalahan yang

ada di Tanjung Unggat ada tempat

usaha yang berdiri di pinggiran

sungai dan tidak memiliki izin,

Page 6: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

5

Tidak hanya itu bahkan rumah-

rumah penduduk yang ada di

Kelurahan Tanjung Unggat yang

berdiri di pinggiran sungai juga tidak

memiliki izin. Melalui wawancara

dan observasi di lapangan diketahui

rumah yang ada di RW 5 sebanyak

627 rumah tidak memiliki dokumen

yang lengkap.

Dari latar belakang diatas,

maka penulis bermaksud meneliti

lebih lanjut dalam bentuk penulisan

usulan penelitian dengan memilih

judul penelitian: “Kebijakan

Pemerintah Kota Tanjungpinang

Dalam Ketertiban Umum (Studi

Tertib Sungai, Saluran Air dan

Pinggir Pantai di Kelurahan

Tanjung Unggat)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar

belakang di atas, maka dari itu yang

menjadi permasalahan di dalam

penelitian ini dirumuskan sebagi

berikut : Bagaimana Pelaksanaan

Kebijakan Pemerintah Kota

Tanjungpinang Dalam Ketertiban

Umum Pada Pasal 7 tentang

Tertib Sungai, Saluran Air dan

Pinggir Pantai di Kelurahan

Tanjung Unggat?

C. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian.

1. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian

yang dilakukan adalah untuk

mengetahui pelaksanaan

Kebijakan Pemerintah Kota

Tanjungpinang Dalam Ketertiban

Umum Pada Pasal 7 tentang

Tertib Sungai, Saluran Air dan

Pinggir Pantai di Kelurahan

Tanjung Unggat

D. Konsep operasional

Fungsi dari konsep operasional

adalah sebagai alat untuk

mengidentifikasi fenomena atau

gejala-gejala yang diamati dengan

jelas, logika, atau penalaran yang

digunakan oleh peneliti untuk

menerangkan fenomena yang diteliti

atau dikaji. Van Meter dan Van Horn

(dalam Subarsono, 2011;99)

mengemukakan bahwa terdapat

enam variabel yang mempengaruhi

kinerja implementasi, yakni;

1. Standar dan sasaran

kebijakan, di mana standar

dan sasaran kebijakan harus

jelas dan terukur sehingga

dapat direalisir. Hal ini dapat

dilihat dari indikator :

Adanya standar kebijakan

2. Sumberdaya, dimana

implementasi kebijakan

perlu dukungan sumberdaya,

baik sumber daya manusia

maupun sumber daya non

manusia. Hal ini dapat

dilihat dari indikator :

a. Adanya sumber daya

manusia yang

memahami tentang

kebijakan

b. Adanya pendanaan.

3. Hubungan antar organisasi,

yaitu dalam banyak

program, pelaksana sebuah

program perlu dukungan dan

koordinasi dengan instansi

lain, sehingga diperlukan

koordinasi dan kerja sama

antar instansi bagi

keberhasilan suatu program.

Hal ini dapat dilihat dari

indikator :

a. Adanya kerjasama

4. Karakteristik agen pelaksana

yaitu mencakup stuktur

Page 7: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

6

birokrasi, norma-norma dan

pola-pola hubungan yang

terjadi dalam birokrasi yang

semuanya itu akan

mempengaruhi implementasi

yang ada di Kelurahan

Tanjung Unggat. Hal ini

dapat dilihat dari indikator :

a. Adanya struktur

birokrasi yang jelas

5. Kondisi sosial, politik, dan

ekonomi. Mencakup

sumberdaya ekonomi

lingkungan yang dapat

mendukung keberhasilan

implementasi kebijakan,

sejauh mana kelompok-

kelompok kepentingan

memberikan dukungan bagi

implementasi kebijakan,

karakteristik para partisipan,

yakni mendukung atau

menolak, bagaimana sifat

opini publik yang ada di

lingkungan, serta apakah

elite politik mendukung

implementasi kebijakan. Hal

ini dapat dilihat dari

indikator :

a. Adanya dukungan

dari masyarakat

Kelurahan Tanjung

Unggat

6. Disposisi implementor yang

mencakup tiga hal yang

penting, yaitu respon

implementor terhadap

kebijakan, yang akan

mempengaruhi kemauannya

untuk melaksanakan

kebijakan, kognisi yaitu

pemahaman terhadap

kebijakan, intensitas

disposisi implementor, yaitu

preferensi nilai yang dimiliki

oleh implementor. Hal ini

dapat dilihat dari indikator :

Respon pemerintah dalam

menjalankan kebijakan

E. Metode Penelitian

Jenis Penelitian ini

adalah penelitian Deskriptif

kualitatif, dalam penelitian

deskriptif ini, peneliti hanya

memberikan suatu gambaran

secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai fakta-fakta

yang sesuai dengan ruang

lingkup judul penelitian.

Menurut pendapat

Sugiyono (2012:11)

menyatakan bahwa “penelitian

deskriptif adalah penelitian

yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel

mandiri, baik satu variabel atau

lebih tanpa membuat

perbandingan, atau

menghubungkan antar

variabel”.

6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teori

Moleong (2011:35) menyatakan

analisa dan kualitatif adalah proses

pengorganisasian, dan penguratan

data kedalam pola dan kategori serta

satu uraian dasar, sehingga dapat

dikemukakan tema yang seperti

disarankan oleh data. Adapun

langkah – langkah analisa data yang

dilakukan adalah : (1) menelaah dari

semua data yang tersedia dari

berbagai sumber, (2) reduksi data

yang dilakukan dengan membuat

abstraksi, (3) menyusun data

kedalam satuan-satuan, (4)

pengkategorian data sambil membuat

koding, (5) mengadakan

pemeriksaaan keabsahan data, dan

(6) penafsiran data secara deskriptif

Page 8: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

7

LANDASAN TEORITIS

A. Implementasi kebijakan

Menurut Nugroho (2012:294)

menjelaskan implementasi kebijakan

pada prinsipnya adalah cara agar

sebuah kebijakan dapat mencapai

tujuannya, untuk itu ada dua langkah

yang ada yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk

program dan melalui turunan dari

kebijakan publik tersebut. Adapun

kebiajakn publik yang langsung

operasional yaitu Keputusan Kepala

Daerah, Keputusan Kepala Dinas,

dan sebagainya.

Dan menurut salah satu ahli

mendefinisikan kaitanya

implementasi kebijakan dengan

muatan politik seperti yang

diungkapkan oleh Hinggis dalam

Pasolong (2010:57) mendifinisikan

implementasi sebagai rangkuman

dari berbagai kegiatan yang

didalamnya sumber daya manusia

mengunakan sumberdaya lain untuk

mencapai sasaran strategi. Dan

Grindle mengungkapkan

implementasi sering dilihat sebagai

suatu proses yang penuh dengan

muatan politik dimana mereka yang

berkepentingan berusaha sedapat

mungkin mempengaruhinya.

Untuk lebih mudah dalam

memahami pengertian implementasi

kebijakan Lineberry (dalam Putra

Fadillah, 2003:81) menspesifikasikan

proses implementasi setidak-

tidaknya memiliki elemenelemen

sebagai berikut :

1. Pembentukan unit organisasi

baru dan staf pelaksana

2. Penjabaran tujuan ke dalam

berbagai aturan pelaksana

(standard operating procedure

/ SOP)

3. Koordinasi berbagai sumber

dan pengeluaran kepada

kelompok sasaran;

4. Pengalokasian sumber-

sumber untuk mencapai

tujuan.

Salah satu komponen utama

yang ditonjolkan oleh Lineberry,

yaitu pengambilan kebijakan

(piolicy-making) tidaklah berakhir

pada saat kebijakan itu dikemukakan

atau diusulkan, tetapi merupakan

kontinuitas dari pembuatan

kebijakan.

Purwanto dan Sulistyastuti

(2012:64) Realitasnya, didalam

implementasi itu sendiri terkandung

suatu proses yang kompleks dan

panjang Proses implementasi sendiri

bermula sejak kebijakan ditetapkan

atau memiliki payung hukum yang

syah. Seorang ahli mengambarkan

kompleksitas dalam upaya

mewujudkan kebijakan dalam proses

impementasi yaitu „‟ it refres to the

process of converting financial,

material, technical, and human

inputs into output – goods and

services ‘’

Hanya setelah melalui proses

yang kompleks tersebut maka akan

dihasilkan apa yang disebut sebagai

policy outcomes : suatu kondisi

dimana implementasi tersebut

menghasilkan realisasi kegiatan yang

berdampak pada tercapainya tujuan-

tujuan kebijakan yang ditetapkan

sebelumnya. Dampak kebijakan yang

paling nyata adalah adanya

perubahan kondisi yang dirasakan

oleh kelompok sasaran, yaitu dari

kondisi yang satu ke kondisi yang

lebih baik.

Menurut Nugroho (2012:711)

implementasi kebijakan dalam

konteks manajemen berada dalam

Page 9: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

8

kerangka organizing-leading-

controlling.Jadi, ketika kebijakan

sudah dibuat, tugas selanjutnya

adalah mengorganisasikan,

melaksanakan kepemimpinan untuk

memimpin pelaksanaan, dan

melakukan pengendalian

pelaksanaan.

Menurut Subarsono

(2011:89) keberhasilan implementasi

kebijakan akan ditentukan oleh

banyak variabel atau faktor, dan

masing-masing variabel tersebut

saling berhubungan satu sama lain.

Berkaitan dengan faktor yang

mempengaruhi implementasi

kebijakan suatu program, menurut

Rondinelli dalam Subarsono (2011 :

60) mengemukakan bahwa terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi

Implementasi kebijakan program-

program pemerintah yang bersifat

desentralisasi. Faktor-faktor tersebut

diantaranya :

1. Kondisi lingkungan.

Lingkungan sangat

mempengaruhi implementasi

kebijakan, yang dimaksud

lingkungan ini

mencakupsosio cultural serta

keterlibatan penerima

program.

2. Hubungan Antar Organisasi.

Dalam banyak program,

implementasi sebuah

program perlu dukungan dan

koordinasi dengan instansi

lain. Untuk ini diperlukan

koordinasi dan kerjasama

antar instansi bagi

keberhasilan suatu program.

3. Sumberdaya organisasi untuk

implementasi program.

Implementasi kebijakan perlu

didukung sumberdaya baik

sumberdaya manusia (human

resources) maupun

sumberdaya non-manusia

(non human resources).

4. Karakteristik dan

kemampuan agen pelaksana

yang dimaksud karakteristik

dan kemampuan agen

pelaksana adalah mencakup

struktur birokrasi, norma-

norma, dan pola-pola

hubungan yang terjadi dalam

birokrasi, yang semuanya ini

akan mempengaruhi

implementasi suatu program.

Untuk mengidentifikasi unsur –

unsur kapasitas organisasi dalam

Implementasi Sebelum kegiatan

penyampaian berbagai keluaran

kebijakan dilakukan kepada

kelompok sasaran dimulai, perlu

didahului dengan penyampaian

informasi kepada kelompok sasaran,

tujuan pemberian informasi ini

adalah agar kelompok sasaran atau

masyarakat memahami kebijakan

yang akan di implementasikan

sehinga mereka tidak hanya akan

dapat menerima berbagai program

yang diinisialisasi oleh pemerintah

akan tetapi berpartisipasi aktif dalam

upaya untuk mewujudkan tujuan-

tujuan kebijakan. Proses

implementasi sekurang-kurangnya

terdapat tiga unsur yang penting dan

mutlak, seperti dikemukakan oleh

Tarwiyah (2005;11), yaitu:

1. Adanya program atau

kebijakan yang dilaksanakan;

2. Target groups, yaitu

kelompok masyarakat yang

menjadi sasaran, dan

diharapkan dapat menerima

manfaat dari program

tersebut, perubahan atau

peningkatan;

3. Unsur pelaksana

Page 10: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

9

(implementor), baik

organisasi atau perorangan,

yang bertanggungjawab

dalam pengelolaan,

pelaksanaan, dan pengawasan

dari proses implementasi

tersebut

Van Meter dan Van Horn (dalam

Subarsono, 2011;99) mengemukakan

bahwa terdapat enam variabel yang

mempengaruhi kinerja implementasi,

yakni;

1) Standar dan sasaran

kebijakan, di mana standar

dan sasaran kebijakan harus

jelas dan terukur sehingga

dapat direalisir.

2) Sumberdaya, dimana

implementasi kebijakan

perlu dukungan sumberdaya,

baik sumber daya manusia

maupun sumber daya non

manusia.

3) Hubungan antar organisasi,

yaitu dalam banyak

program, implementor

sebuah program perlu

dukungan dan koordinasi

dengan instansi lain,

sehingga diperlukan

koordinasi dan kerja sama

antar instansi bagi

keberhasilan suatu program.

4) Karakteristik agen pelaksana

yaitu mencakup stuktur

birokrasi, norma-norma dan

pola-pola hubungan yang

terjadi dalam birokrasi yang

semuanya itu akan

mempengaruhi implementasi

suatu program.

5) Kondisi sosial, politik, dan

ekonomi. Variable ini

mencakup sumberdaya

ekonomi lingkungan yang

dapat mendukung

keberhasilan implementasi

kebijakan, sejauh mana

kelompok-kelompok

kepentingan memberikan

dukungan bagi implementasi

kebijakan, karakteristik para

partisipan, yakni mendukung

atau menolak, bagaimana

sifat opini public yang ada di

lingkungan, serta apakah

elite politik mendukung

implementasi kebijakan.

6) Disposisi implementor yang

mencakup tiga hal yang

penting, yaitu respon

implementor terhadap

kebijakan, yang akan

mempengaruhi kemauannya

untuk melaksanakan

kebijakan, kognisi yaitu

pemahaman terhadap

kebijakan, intensitas

disposisi implementor, yaitu

preferensi nilai yang dimiliki

oleh implementor.

Menurut Sabartier dalam

Purwanto dan Sulistiatuti (2012:19)

menyebutkan, setelah mereview

berbagai penelitian implementasi,

ada enam variabel utama yang

dianggap memberi kontribusi

keberhasilan atau kegagalan

implementasi.

B. Pemerintahan

Menurut Rasyid (2000:59)

membagi fungsi fungsi

pemerintahan menjadi tempat, yaitu

: pelayanan (public service),

pembangunan (development),

pemberdayaan (empowering), dan

pengaturan (regulation). dari

pendapat tersebut diketahui bahwa

ruang lingkup dari ilmu

pemerintahan itu meliputi yaitu

yang diperintah , yang memerintah,

kewenangan dan tanggung jawab

Page 11: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

10

pemerintah, hubungan pemerintah,

pemerintahan yang bagaimana

yang dapat memenuhi kewenangan

dan tanggung jawabnya. Bagaimana

cara membentuk pemerintah yang

demikian itu, bagaimana

pemerintahan menggunakan

kewenangan , serta bagaimana

kehidupan masyarakat dapat berjalan

aman dan tentram sehingga

pemerintah dituntut untuk membuat

sebuah aturan (regulation) untuk

kehidupan masyarakat.

C. Keamanaan dan Ketertiban

Pengertian “keamanan” erat

hubungannya dengan masyarakat,

namun arti keamanan tidak ada

rumusannya didalam Undang-

Undang, sehingga sering pemakaian

istilah keamanan sering tidak serasi.

Oleh karena itu rumusan tersebut

dibahas dan dikaji di tingkat

akademik sehingga diperoleh

rumusan “Keamanan” menurut

kaidah ilmu pengetahuan sebagai

berikut :

Didalam Utomo (2004:14), Yaitu

Aman : Tentram, tidak

merasa takut (Khawatir

berbahaya dan

sebagainya). Keadaan

sentosa (tidak ada sesuatu

yang menakutkan dan

membahayakan),

keamanan, ketentraman,

keadaan yang aman.

DidalamUtomo (2004:14-15),

a. Arti aman

mengandung 4

(empat) unsur pokok

yakni :

1. Security adalah

perasaan bebas

dari gangguan

baik fisik maupun

psychis.

2. Surety adalah

perasan bebas dari

kekhawatiran.

3. Safety perasaan

bebas dari resiko.

4. Peace adalah

perasan damai

lahiriah dan

batiniah .

Keempat unsur ini

menimbulkan kegairahan kerja dan

akhirnya tercapailah kesejahteraan

masyarakat materiil dan spirituil.

Faham dan pandangan keamanan

kemanan pada hakekatnya bersumber

wejangan nenek moyang kita, yang

disimpulkan dalam kata kata “Tata

Tentram Karto Raharjo“.

Selanjutnya dijelaskan bahwa paham

kemanan yang dianut mengandung

dua pengertian yaitu : Keamanan,

dan Kesejahteraan.

Sesuai dengan Undang-

Undang No 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik

Indoneisia bahwa Keamanan dalam

negeri adalah suatu keadaan yang

ditandai dengan terjaminnya

keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertib dan tegaknya

hukum, serta terselenggaranya

perlindungan, pengayoman dan

Pelayanan kepada masyarakat.

Seperti halnya dengan istilah

“kemanan”, istilah ketertiban juga

tidak ada rumusan dalam undang

undang sehingga penjelasan dicari

dari pendapat pendapat dalam dunia

Ilmu Pengetahuan. Didalam Utomo

(2004:16), didapatkan pengertian

tertib dan ketertiban sebagai berikut :

Tertib berarti : aturan, peraturan

yang baik, teratur, dengan aturan,

menurut aturan, rapi, apik .

Ketertiban : aturan, peraturan (dalam

Page 12: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

11

masyarakat), adat, kesopanan, peri

kelakuan yang baik dalam pergaulan.

Istilah “ketertiban

masyarakat” dapat ditemukan dalam

rangkaian kata “kamtibmas” atau

kemanan dan ketertiban masyarakat,

sedangkan istilah “ketertiban umum”

dijumpai antara lain di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana

dalam buku kedua, Bab V yaitu

tentang kejahatan melanggar

ketertiban umum.

Dalam doktrin Kepolisian

Republik Indonesia Tata Tentram

Karto Raharjo dinyatakan bahwa

tertib dan ketertiban adalah : “Suatu

keadaan ,dimana terdapat keadaan

keamanan dan ketertban yang

menimbulkkan kegairahan dan

kesibukan bekerja dalam rangka

mencapai kesejahteraan masyarakat

seluruh sesuai doktrin Kepolisian

Tata Tentrem Karto Raharjo”.

Selanjutnya dikatakan bahwa

tertib yaitu adanya keteraturan yaitu

suatu situasi dimana segala sesuatu

berjalan secara teratur, sedangkan

ketertiban dinyatakan sebagai

keadaan (situasi) yang sesuai dengan

dan menurut norma norma serta

hukum yang berlaku. Akhirnya

keamanan dan ketertiban masyarakat

dapat disimpulkan menjadi :

a. Suatu cita cita ialah

keadaan masyarakat

dimana terdapat Tata

Tentrem Karto Raharjo.

b. Suatu Kondisi sebagai

suatu syarat untuk

memungkinkan kesibukan

didalam mencapai

kesejahteraan sosial

c. Suatu Situasi ialah suatu

keadaan dimana terdapat

ketertiban dan keamanan

lahiriah dan batiniah.

Selanjutnya Undang-Undang No

2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia (POLRI)

dijelaskan bahwa : “Kemanan dan

Ketertiban masyarakat adalah suatu

kondisi dinamis masyarakat sebagai

salah satu syarat terselengaranya

proses pembangunan nasional dalam

rangka tercapainya tujuan nasional

yang ditandai oleh terjaminnya

kemanan, ketertiban dan tegaknya

hukum, serta terbinanya

ketentraman, yang mengandung

kemampuan membina serta

mengembangkan potensi dan

kekuatan masyarakat dalam

menangkal, mencegah, dan

menanggulangi segala bentuk bentuk

gangguan lainya yang dapat

meresahkan masyarakat”.

Dari pengertian tersebut diatas,

dengan jelas dapat dilihat bahwa

ketentraman dan ketertiban

mengandung unsur aman, tertib dan

teratur. Dengan perkataan lain

berarti bahwa aman tertib dan teratur

merupakan persyaratan bagi

terselenggarakan ketentraman dan

ketertiban. Maka bahwa ketertiban

itu adalah hubungannya dengan

keadaan umum dan masyarakat

khusus terhadap bidang tata susunan,

bahkan kebutuhan dan ketertiban ini

merupakan syarat pokok bagi adanya

masyarakat manusia yang teratur.

D. Pemukiman Kumuh

Kawasan kumuh umumnya

dikaitkan dengan tingkat kemiskinan

dan pengangguran tinggi. Kawasan

kumuh dapat pula menjadi sumber

masalah sosial seperti kejahatan,

obat-obat terlarang dan minuman

Page 13: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

12

keras serta di berbagai wilayah,

kawasan kumuh juga menjadi pusat

masalah kesehatan karena kondisinya

yang tidak higienis. Ciri lain

permukiman kumuh adalah tingkat

kepadatan yang tinggi dan kurangnya

akses ke fasilitas umum dan sosial.

Status permukiman kumuh seringkali

tidak jelas, baik dari status

administrasi dan hukum tanah,

maupun kesesuaian dengan rencana

tata ruang kota. Terkait status hukum

atas tanah, biasanya hal ini yang

membedakan permukiman kumuh

(slum) dengan pemukiman liar

(squatter).

Berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2011 Tentang Perumahan Dan

Kawasan Permukiman dijelaskan

agar bertanggung jawab melindungi

segenap bangsa Indonesia melalui

penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman agar

masyarakat mampu bertempat

tinggal serta menghuni rumah yang

layak dan terjangkau di dalam

perumahan yang sehat, aman,

harmonis, dan berkelanjutan di

seluruh wilayah Indonesia.

Pemerintah perlu lebih

berperan dalam menyediakan dan

memberikan kemudahan dan bantuan

perumahan dan kawasan

permukiman bagi masyarakat

melalui penyelenggaraan perumahan

dan kawasan permukiman yang

berbasis kawasan serta keswadayaan

masyarakat sehingga merupakan satu

kesatuan fungsional dalam wujud

tata ruang fisik, kehidupan ekonomi,

dan sosial budaya yang mampu

menjamin kelestarian lingkungan

hidup sejalan dengan semangat

demokrasi, otonomi daerah, dan

keterbukaan dalam tatanan

kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara

Kemudian dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 88 Tahun 2014 Tentang

Pembinaan Penyelenggaraan

Perumahan Dan Kawasan

Permukiman menjelaskan bahwa

pembinaan Penyelenggaraan

Perumahan dan Kawasan

Permukiman adalah upaya yang

dilakukan oleh Menteri, gubernur,

dan bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya, untuk mewujudkan

tercapainya tujuan penyelenggaraan

perumahan dan kawasan

permukiman.

Pengaturan Pembinaan

Penyelenggaraan Perumahan dan

Kawasan Permukiman akan

memberikan kemudahan dalam

mewujudkan penyelenggaraan

perumahan dan kawasan

permukiman melalui peningkatan

kapasitas terkait sumber daya

manusia, prasarana dan sarana,

kelembagaan, dan pendanaan dengan

mengikutsertakan peran pemangku

kepentingan di bidang perumahan

dan kawasan permukiman, antara

lain kalangan pelaku pembangunan,

perbankan, profesional, akademisi,

maupun masyarakat. Hal ini akan

menciptakan keseimbangan dalam

penyusunan, pelaksanaan, maupun

pengawasan kebijakan yang dibuat

oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah

Daerah sehingga mewujudkan

manajemen pemerintahan yang kuat

dengan berpedoman pada tata

pemerintahan yang baik.

Masrun (2009 : 1)

memaparkan bahwa permukiman

kumuh mengacu pada aspek

lingkungan hunian atau komunitas.

Permukiman kumuh dapat diartikan

Page 14: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

13

sebagai suatu lingkungan

permukiman yang telah mengalami

penurunan kualitas atau memburuk

baik secara fisik, sosial ekonomi

maupun sosial budaya, yang tidak

mungkin dicapainya kehidupan yang

layak bagi penghuninya, bahkan

dapat pula dikatakan bahwa para

penghuninya benar-benar dalam

lingkungan yang sangat

membahanyakan kehidupannya.

Pada umumnya permukiman kumuh

memiliki ciriciri tingkat kepadatan

penduduk yang sangat rendah, tidak

memadainya kondisi sarana dan

prasarana dasar, seperti halnya air

bersih, jalan, drainase, sanitasi,

listrik, fasilitas pendidikan, ruang

terbuka / rekreasi, fasilitas pelayanan

kesehatan dan perbelanjaan.

Menurut Sinulingga (2005:

15) ciri-ciri kampung/permukiman

kumuh terdiri dari :

1. Penduduk sangat padat antara

250-400 jiwa/Ha. Pendapat

para ahli perkotaan

menyatakan bahwa apabila

kepadatan suatu kawasan

telah mencapai 80 jiwa/Ha

maka timbul masalah akibat

kepadatan ini, antara

perumahan yang dibangun

tidak mungkin lagi memiliki

persyaratan fisiologis,

psikologis dan perlindungan

terhadap penyakit.

2. Jalan-jalan sempit dapat

dilalui oleh kendaraan roda

empat, karena sempitnya,

kadang-kadang jalan ini

sudah tersembunyi dibalik

atap-atap rumah yang sudah

bersinggungan satu sama

lain.

3. Fasilitas drainase sangat tidak

memadai, dan malahan biasa

terdapat jalanjalan tanpa

drainase, sehingga apabila

hujan kawasan ini dengan

mudah akan tergenang oleh

air.

4. Fasilitas pembuangan air

kotor/tinja sangat minim

sekali. Ada diantaranya yang

langsung membuang tinjanya

ke saluran yang dekat dengan

rumah.

5. Fasilitas penyediaan air

bersih sangat minim,

memanfaatkan air sumur

dangkal, air hujan atau

membeli secara kalengan.

6. Tata bangunan sangat tidak

teratur dan bangunan-

bangunan pada umunya tidak

permanen dan malahan

banyak sangat darurat.

7. Pemilikan hak atas lahan

sering legal, artinya status

tanahnya masih merupakan

tanah negara dan para

pemilik tidak memiliki status

apa-apa.

GAMBARAN UMUM LOKASI

PENELITIAN

Kelurahan Tanjung Unggat

terbentuk berdasarkan Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang Nomor

27 Tahun 2002 tentang Pembentukan

Kelurahan di wilayah Kota

Tanjungpinang. Kelurahan Tanjung

Unggat merupakan salah satu

Kelurahan yang berada di wilayah

kerja Kecamatan Bukit Bestari yang

terdiri dari 9 (sembilan) Rukun

Warga dan 43 (empat puluh tiga)

Rukun Tetangga dengan luas

wilayah mencapai 10.50 KM2.

Kelurahan Tanjung Unggat

memiliki luas wilayah 10.50 KM2

dengan batas-batas wilayah sebagai

berikut : Sebelah Utara berbatasan

Page 15: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

14

dengan Kelurahan Kampung Bugis.

Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kelurahan Tanjungpinang Timur.

Sebelah Timur berbatasan dengan

Kelurahan Kampung Bulang.

Sebelah Barat berbatasan dengan

Kelurahan Kamboja. Kelurahan

Tanjung Unggat memiliki fisiografis

yang terdiri dari 83% dataran rendah

dan 17% lautan. Dan dikarenakan

letak geografis berada pada wilayah

garis khatulistiwa, Kelurahan

Tanjung Unggat memiliki 2 (dua)

musim yakni musim kemarau (antara

April s/d September) dan musim

penghujan (antara Oktober s/d

Maret) setiap tahunnya. Kelurahan

Tanjung Unggat melalui topografi

merupakan dataran rendah dengan

ketinggian lebih kurang 2 meter di

atas permukaan laut dengan curah

hujan 114 hari sebanyak 2000-3000

mm/tahun dengan suhu berkisar

30°C sampai 32°C. Tekanan udara

terendah 1.0102 MBS dan tertinggi

1.01037 MBS serta kelembaban

udara rata-rata antara 61.5°C sampai

dengan 91.5°C.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

1. Standar dan sasaran kebijakan

Berdasarkan hasil wawancara

Berdasarkan hasil wawancara

dengan informan maka dapat

dianalisa bahwa standar kebijakan

masih mengacu pada pada Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang Nomor

5 Tahun 2015 Tentang Ketertidban

Umum, begitu juga dengan sasaran

dalam kebijakan ini. Tidak hanya

bangunan yang yang tidak boleh

berdiri di pinggir pantai, dalam perda

ini juga menjelaskan Setiap orang

atau badan dilarang:

1. membuang sampah bukan

pada tempatnya.

2. mencoret-coret, menulis,

melukis, dan menempel

iklan, memasang lambang,

simbol, bendera, spanduk,

umbul-umbul, maupun atribut

lainnya yang bukan pada

tempatnya, seperti sarana

umum dan milik perorangan.

3. melakukan pencabutan atau

perusakan terhadap lambang,

simbol, bendera, spanduk,

umbul-umbul, maupun atribut

lainnya yang telah

mendapatkan izin dari

instansi terkait.

4. setiap orang/badan yang telah

mendapat izin dari instansi

terkait sebagaimana

dimaksud pada ayat (3),

wajib mencabut serta

membersihkan sendiri setelah

habis masa berlakunya

2. Sumberdaya

a. Adanya sumber daya manusia

yang memahami tentang

kebijakan

Berdasarkan hasil wawancara

dengan seluruh informan maka dapat

dianalisa bahwa sumber daya

manusia yang ada mendukung dalam

pelaksanaan program ini adalah dari

pihak kelurahan, dan masyarakat.

Para Pengurus mendapatkan

pelatihan yang memadai sehingga

memungkinkan mereka bisa

menjalankan Peraturan Daerah Kota

Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015

Tentang Ketertiban Umum dengan

lebih baik. Seharusnya pelatihan ini

sudah dilakukan sebelum dana

disalurkan, sehingga masing-masing

pihak tahu persis apa yang harus

dilakukan.

Page 16: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

15

b. Pendanaan

Dari hasil wawancara dan

hasil observasi yang dilakukan maka

dapat dianalisis bahwa kerjasama

memang belum berjalan dengan baik.

Perlu adanya kerjasama dan

perbaikan perbatasan kewenangan

antara berbagai pihak agar program

ini dapat dijalankan dengan baik.

Keberhasilan pelaksanaan Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang Nomor

5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban

Umum untuk menertibkan sungai

dan wilayah pinggir pantai juga

dipengaruhi oleh keterampilan

pelaksana. Keterampilan pelaksana

mempengaruhi keberhasilan

pelaksanaan program. Dalam

pelaksanaan Peraturan Daerah Kota

Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015

Tentang Ketertiban Umum untuk

menertibkan sungai dan wilayah

pinggir pantai, keterampilan

pelaksana dibutuhkan saat sosialisasi

program, verifikasi data, pencairan

dana, dan pembuatan laporan

pelaksanaan. Hampir semua

program, pelaksanaannya

membutuhkan tim pelaksana, untuk

itu diperlukan koodinasi antar

pelaksana supaya program dapat

berjalan dengan baik dan lancar.

Koordinasi antar pelaksana sangat

diperlukan untuk keberhasilan

pelaksanaan program, yang

digambarkan melalui hubungan antar

pelaksana, komunikasi internal, dan

kualitas, koordinasinya digambarkan

sebagai keterpautan dan dukungan

antar institusi, dan sebagai

komunikasi antar organisasi.

4. Karakteristik agen pelaksana

Berdasarkan hasil

wawancara dengan informan diatas

dapat diketahui bahwa tim kerja

sudah ada. Berdasarkan hasil

observasi maka dapat dianalisa

bahwa untuk sosialisasi yang

dilakukan baik kepada masyarakat

maupun kepada pegawai maka

ditemukan bahwa sosialisasi sudah

menyeluruh. pihak Namun jika

dilihat belum semua masyarakat

mengetahui apa manfaat program

raskin. Mestinya pemerintah mampu

menjelaskan arti penting program

raskin dalam kaitannya dengan

interaksi masyarakat.

5. Kondisi sosial, politik, dan

ekonomi.

Berdasarkan hasil wawancara

dengan informan maka dapat

dianalisa bahwa partisipasi

masyarakat yang ditunjukkan dengan

gotong royong masih sangat minim

dilakukan. Tidak semua masyarakat

mau ikut dalam kegiatan ini. Pada

masa pelaksanaan otonomi daerah

seperti sekarang ini, partisipasi

masyarakat merupakan sebuah

tuntutan yang harus diwujudkan.

Telah kita pahami dari uraian

terdahulu bahwa otonomi daerah

akan menciptakan kemandirian

daerah. Tentu saja kemandirian

tersebut tidak akan terwujud, tanpa

peran serta masyarakat. Oleh karena

suara masyarakatlah yang

menentukan arah berjalannya negara

ini. Perlu dipahami bahwa partisipasi

masyarakat ini tidak berjalan sendiri.

Artinya, partisipasi masyarakat harus

pula berjalan seiring dengan berbagai

inisiatif yang dijalankan oleh

pemerintah. Berbagai persoalan

tersebut dapat diupayakan

penyelesaiannya melalui bentuk-

bentuk kerja sama yang menjadi

tradisi dalam masyarakat kita, seperti

musyawarah atau gotong royong.

Masyarakat yang demikian

Page 17: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

16

merupakan cermin masyarakat

madani. Mereka tidak hanya mandiri

dalam mengupayakan kemajuan

bersama, tetapi juga turut terlibat

secara aktif untuk menyelesaikan

berbagai masalah sosial.

6. Disposisi implementor

Berdasarkan observasi yang

dilakukan berkaitan dengan

dukungan yang diberikan pegawai

terhadap kebijakan pemerintah

tentang Peraturan Daerah Kota

Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015

Tentang Ketertiban Umum untuk

menertibkan sungai dan wilayah

pinggir pantai agar terlaksana dengan

baik dapat diketahui bahwa seluruh

pegawai umumnya sudah

mengetahui tentang kebijakan ini dan

sudah terdapat masalah yang

ditampung dan sedang dalam

pengerjaan untuk diselesaikan. Hal

ini menunjukkan bahwa pegawai

sudah memberikan dukungan

terhadap kebijakan ini, yang mana

selain pegawai lurah sedang

melaksanakan menertibkan rumah-

rumah liar, pegawai juga umunya

mengetahui tentang kebijakan ini

untuk selanjutnya dilaksanakan

sebagaimana mestinya.

Wawancara dilakukan kepada Satpol

PP Kota Tanjungpinang, berikut

hasil wawancara yang di dapatkan :

“memang untuk penegakan

perda ini tugas kami bersama-

sama dengan pihak kelurahan, di

Tanjung Unggat itu sudah pernah

ada peringatan, kemudian

teguran, kami belum ada

kegiatan razia bongkar, karena

memang perda ini baru saja

terbit, baru di laksanakan,

banyak pertimbangan yang harus

di lakukan di lapangan, seperti

kalau kita paksa mereka

membongkar rumahnya tentu

pemerintah harus punya lahan

relokasi, sekarang ini tidak ada.

Jadi untuk sekarang yang

diperketat pengawasan jangan

sampai ada lagi rumah baru yang

berdiri, itu semua rumah lama,

ini yang sedang di upayakan oleh

pemda”

Berdasarkan hasil

wawancara diketahui bahwa instansi

terkait dalam pelaksanaan Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang Nomor

5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban

Umum untuk menertibkan sungai

dan wilayah pinggir pantai adalah

tugas dari Satpol PP dan pihak

kelurahan. Satpol PP merupakan

instansi yang bertugas untuk

menegakan perda, perda yang sudah

ada merupakan kewajiban sari Satpol

PP untuk mengawasi pelaksanaannya

termasuk untuk rumah-rumah yang

saat ini masih berdiri di pinggiran

pantai Tanjung Unggat yang tidak

memiliki dokumen lengkap.

Sedangkan Lurah mempunyai

tugas pokok menyelenggarakan

urusan pemerintahan, pembangunan

dan kemasyarakatan dan

melaksanakan urusan pemerintahan

yang dilimpahkan oleh Walikota.

Dalam melaksanakan tugas pokok

tersebut Lurah mempunyai tugas

pelaksanaan kegiatan pemerintahan

kelurahan, pemberdayaan

masyarakat, pelayanan masyarakat,

penyelenggaraan ketentrataman dan

ketertiban umum, pemeliharaan

prasarana dan fasilitas pelayanan

umum, pembinaan lembaga

kemasyarakatan di tingkat kelurahan

Page 18: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

17

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

maka dapat dianalisa bahwa dalam

kebijakan Peraturan Daerah Kota

Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015

Tentang Ketertiban Umum masih

perlu diperhatikan karena belum

tepat pada sasarannya khususnya di

Kelurahan Tanjung Unggat, hal ini

dapat dilihat dari amsih banyaknya

rumah yang berdiri tanpa surat

keterangan kepemilikan yang berdiri

ditepian sungai, tidak hanya itu

masih ada tempat usaha yang berdiri

tidak sesuai dengan Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang Nomor

5 Tahun 2015 Tentang Ketertiban

Umum khususnya pada pasal 7

tentang Tertib Sungai, Saluran Air

Dan Pinggir Pantai. Kmeudian

masyarakat masih kerap membuang

sampah di pinggiran pantai, drainase

atau tempat pembuangan juga masih

belum baik.

Pegawai yang bertugas di

lapangan sudah mampu serta

memiliki pengetahuan yang baik

dalam menjalankan Peraturan Daerah

Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun

2015 Tentang Ketertiban Umum,

Dari hasil analisa maka ditemukan

bahwa semua pegawai sudah

memahami tentang prosedur, syarat

dan ketentuan dalam pelaksanaan

Peraturan Daerah Kota

Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2015

Tentang Ketertiban Umum untuk

menertibkan sungai dan wilayah

pinggir pantai, namun dana yang ada

belum memadai dalam

melaksanakan Peraturan Daerah

Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun

2015 Tentang Ketertiban Umum,

dana disipkan untuk membuat

kegiatan serta pemulihan lingkungan

yang tidak tertib

Kemudian kerjasama memang

belum berjalan dengan baik. Perlu

adanya kerjasama dan perbaikan

perbatasan kewenangan antara

berbagai pihak agar program ini

dapat dijalankan dengan baik karena

untuk izin bangunan kelurahan juga

harus bekerjasama dengan berbagai

pihak seperti BPN Kota

Tanjungpinang dan partisipasi

masyarakat yang ditunjukkan dengan

gotong royong masih sangat minim

dilakukan. Tidak semua masyarakat

mau ikut dalam kegiatan ini.

B. Saran

Adapun saran yang dapat

disampaikan dalam penelitian adalah

sebagai berikut :

1. Perlu adanya komitmen

pemerintah dalam

pelaksanaan Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang

Nomor 5 Tahun 2015

Tentang Ketertiban Umum

khususnya dalam penertiban

rumah maupun tempat usaha

serta lingkungan di sekitar

pantai dan sungai, hal ini bisa

dilakukan dengan penyediaan

pendanaan, dan pemberian

sanksi yang tegas.

2. Perlu adanya kerjasama antar

instansi seperti pihak

kelurahan, kemudian instansi

terkait seperti BPN Kota

Tanjungpinang dalam

mengeluarkan surat izin tanah

dan bangunan

3. Harus ada dorongan bagi

masyarakat untuk ikut serta

menjalankan Peraturan

Daerah Kota Tanjungpinang

Nomor 5 Tahun 2015

Tentang Ketertiban Umum

Page 19: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

18

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku :

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan

Publik Edisi Revisi. Jakarta:

Yayasan. Pancur Siwah.

Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar

Kebijakan Publik. Bandung

: CV Alfabetha

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

BPS/Badan Pusat Statistik dan

Depsos/Departemen Sosial.

2002. Penduduk Fakir Miskin

Indonesia. Jakarta: BPS.

Dunn, William N. 2003. Analisis

Kebijakan Publik.

Yogyakarta:Gadjah Mada

University Press

Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik

Berbasis Dynamic

Analiysis. Gava Media:

Yogyakarta.

Edi Suharto. 2011. Kebijakan Sosial

sebagai Kebijakan Publik,

Cetakan ke III, Penerbit

Alfabeta, Bandung

Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,

Perencanaan,

Implementasi dan Evaluasi

Kebijakan atau Program,

Edisi Revisi, PT

Rosdakarya, Bandung.

Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.

Birokrasi dan Kebijakan

Publik. Bandung: Peradaban.

Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip

Perumusan Kebijaksanaan

Negara. Bumi Aksara:

Jakarta

Keban, Yeremias. T. 2004. Enam

Dimensi Strategis

Administrasi Publik, Konsep,

Teori, dan Isu. Yogyakarta.

Gava Media

Masrun, Laode. (2009). Permukiman

Kumuh: Diperoleh dari 11

Juni 2017 dari

http://odexyundo.blogspot.co

m/2009/08/permukimankumu

h.html

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi

Penelitian Kualitatif.

Bandung. Remaja

Rosdakarya.

Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan

Publik Formulasi Implementasi

dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex

Media Komputindo

Pasolong, Harbani. 2010. Teori

Administrasi Publik.

Bandung: Alfabeta.

Putra, Fadillah. 2003. Paradigma

Kritis dalam Studi Kebijakan

Publik. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Purwanto, Irwan Agus dan Dyah

Ratih Sulistyastuti. 2012.

Implementasi Kebijakan

Publik: Konsep dan

Aplikasinya di

Indonesia.Gava Media,

Yokyakarta.

Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok

Pemerintahan. PT Raja

Grafindo Persada : Jakarta

Ramesh. 2000 . Studying Public

Policy: Policy Cycles and

Policy Subsystem. Oxford :

Oxford University Press.

Sinulingga, B.D. 2005.

Pembangunan Kota,

Tinjauan Regional dan Lokal.

Page 20: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... · selaras, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Namun kenyataannya di Kelurahan

19

Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian

Kuantitatif, kualitatif dan R

& D. Bandung: ALFABETA

Subarsono, AG.2011. Analisis

kebijakan Publik : Konsep.

Teori dan. Aplikasi.Yogyakarta

: Pustaka Pelajar.

Sumaryadi, I Nyoman. 2005.

Efektivitas Implementasi

Kebijkan Otonomi Daerah.

Jakarta : Citra Utama

Syafarudin. 2008. Efectivitas

Kebijakan Pendidikan. Jakarta:

PT. Rineka Cipta

Syafiie, Inu Kencana. 2006. Sistem

Administrasi publik

Republik Indonesia

(SANKRI). Jakarta : PT

Bumi Aksara

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.

Implementasi Kebijakan

Publik. Yogyakarta:

Lukman.

Tarwiyah Tuti. 2005. Kebijakan

pendidikan Era 0tonomi

Daerah. Jakarta: Raja

Grafindo Persada

Utomo, Warsito. 2004. Hukum

Kepolisian di Indonesia.

Jakarta. Prestasi Pustaka

Wahab, Solichin. 2002. Analisis

Kebijaksanaan, Dari

Formulasi Ke Implementasi

Kebijaksanaan Negara.

Jakarta: Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan

Publik, Teori dan Proses.

Jakarta: PT. Buku Kita.

Widodo, Joko. 2007. Analisis

Kebijakan Publik. Malang

:Bayu Media

World Bank. 2000, Poverty,

Educationand Health in

Indonesia : Who Benefits from

Public Spending. World Bank

Working Paper No 2739

Washington D C. : World Bank

Jurnal

Geovani. 2013. Implementasi Perda

No. 5 Tahun 2002 Tentang

Ketertiban Umum Di Kota

Pekanbaru (Studi Kasus

Pedagang Kaki Lima)

repository.unri.ac.id